Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Dokumentasi Kebidanan
D3 KEBIDANAN
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Swt atas segala limpahan
karuniaNya. sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah dokumentasi
kebidanan. Pada makalah ini saya akan membahas tentang Asuhan Kebidanan Ibu
Nifas Patologis pada Ny. M P1A0 umur 28 tahun dengan Perdarahan Post Partum
Primer Pasca Atonia Uteri dan Manual Plasenta di Rumah Sakit Islam Siti Khadijah
Palembang.
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis
peroleh dari berbagai sumber yang berkaitan dengan Asuhan Kebidanan dengan
Atonia Uteri dan Manual Plasenta, Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada
pengajar mata kuliah Dokumentasi Kebidanan atas bimbingan dan arahan dalam
penulisan makalah ini. Juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung
sehingga dapat diselesaikannya makalah ini.
Penulis harap dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita, khususnya bagi kami penyusun.
Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1. 1.............................................................................................................. Latar
Belakang...............................................................................................1
1. 2.............................................................................................................. Rumusa
n Masalah..............................................................................................3
1. 3.............................................................................................................. Manfaat
Penulisan...............................................................................................3
BAB II TINJUAN TEORI
2. 1.............................................................................................................. Konsep
Dasar Masa Nifas..................................................................................3
2. 2.............................................................................................................. Atonia
Uteri......................................................................................................11
2. 3.............................................................................................................. Manual
Plasenta.................................................................................................16
BAB III TINJUAN KASUS
3. 1.............................................................................................................. Pengkaji
an Kasus................................................................................................18
BAB IV PEMBAHASAN
4. 1.............................................................................................................. Pengkaji
an Data..................................................................................................27
4. 2.............................................................................................................. Interpret
asi Data.................................................................................................28
iii
4. 3.............................................................................................................. Pelaksa
naan.......................................................................................................28
BAB V PENUTUP
5. 1.............................................................................................................. Kesimp
ulan.......................................................................................................29
5. 2.............................................................................................................. Saran
..............................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Angka Kematian Ibu (AKI) mencerminkan risiko yang dihadapi ibu selama
kehamilan dan melahirkan yang dipengaruhi oleh status gizi ibu, keadaan sosial
ekonomi, keadaan kesehatan yang kurang baik menjelang kehamilan, kejadian
berbagai komplikasi pada kehamilan dan kelahiran, tersedianya dan penggunaan
fasilitas pelayanan kesehatan termasuk pelayanan prenatal dan obstetri. Tingginya
angka kematian ibu menunjukkan keadaan sosial ekonomi yang rendah dan fasilitas
pelayanan kesehatan termasuk pelayanan prenatal dan obstetri yang rendah pula
menurut dinkes.
1
hidup dan 43% dari angka tersebut di sebabkan oleh perdarahan postpartum karena
atonia uteri (Depkes RI, 2011).
Masa nifas merupakan masa yang paling rawan bagi ibu, sekitar terjadi 60%
kematian ibu terjadi setelah melahirkan dan hampir 25% dari kematian ibu pada masa
nifas yang terjadi pada 24jam pertama setelah persalinan. Mortalitas ibu setelah
persalinan menyebabkan kesedihan yang mendalam bagi anggota keluarga dan semua
pihak yang terlibat dalam perawatanya, rangkaian sejarah dapat berubah karena
beberapa hal karena mortalitas yang tidak terduga tersebut. Sejak dulu, sejumlah
besar ibu yang menjalani persalinan normal atau lancar, kemudian meninggal
setelahnya akibat sepsis yang terjadi selama nifas. Ketika persalinan dipersulit dengan
perdarahan yang mengancam jiwa (Fraser dan Cooper,2009).
Faktor penyebab kematian ibu dibagi menjadi dua yaitu, faktor penyebab
langsung dan tidak langsung. Faktor penyebab langsung kematian ibu di Indonesia
masih didominasi oleh perdarahan, eklampsia dan infeksi. Sedangkan faktor yang
tidak langsung penyebab kematian ibu adalah masih banyaknya kasus 3 Terlambat 4
Terlalu. Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan 28%,
eklampsia 24%, infeksi 11%, partus lama 5%, aborsi 5%, dan lain-lain 27%, yang
didalam terdapat penyulit pada kehamilan dan penyulit pada masa persalinan
(Departemen Kesehatan RI, 2010).
2
Perdarahan pascapartum segera merupakan perdarahan yang terjadi segera
setelah kelahiran plasenta lengkap, yang menandai selesainya kala tiga persalinan.
Pada 80 sampai 90 persen kasus perdarahan pascapartum segera, salah satu
penyebabnya adalah atonia uterus(Varney,2007). Peran dan tanggung jawab bidan
dalam masa nifas adalah memberikan perawatan dan dukungan sesuai kebutuhan ibu,
melalui kemitraan dengan ibu dan dengan cara mengkaji kebutuhan, menentukan
diagnosa dan kebutuhan, merencanakan asuhan, melaksanakan asuhan, mengevaluasi
bersama pasien dan membuat rencana tindak lanjut.
Dari data diatas bahwa perdarahan dapat menyebabkan angka kematian ibu jika
tidak segera dilakukan tindakan. Maka penulis tertarik untuk mengambil Makalah
tentang “Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Patologi dengan Perdarahan Postpartum
Primer pasca atonia uteri dan manual plasenta di Rumah Sakit Islam Siti
Khadijah Palembang”
3
BAB II
TINJUAN TEORI
Dari berbagai uraian yang menjelaskan tentang pengertian masa nifas, dapat
disimpulkan bahwa masa nifas adalah dimulai setelah persalinan selesai dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung
selama 6 minggu.
4
3. Melaksanakan skrining secara komperhensif
Melaksanakan skrining yang komperhensif dengan mendeteksi masalah,
mengobati dan merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi. Bidan
bertugas untuk melakukan pengawasan kala IV yang meliputi pemeriksaan
plaseenta, pengawasan TFU, pengawasan KU ibu. Bila ditemukan
permasalahan maka segera melakukan tindakan sesuai dengan standar
pelayanan pada penatalaksanaan masa nifas.
4. Memberikan pendidikan kesehatan diri
Memberikan pelayanan kesehatan tentang perawatan diri, nutrisi KB,
menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat. Ibu
post partum harus diberikan pendidikan pentingnya gizi antara lain kebutuhan
gizi ibu menyususi.
5. Memberikan pendidikan tentang laktasi dan perawatan payudara
6. Konseling tentang KB
7. Untuk memulihkan kesehatan umum penderita
Masa nifas dibagi dalam 3 tahap, yaitu puerperium dini (immediate puerperium),
puerperium intermedial (early puerperium) dan remote puerperium (later
puerperium). Adapun penjelasannya sebagai berikut:
5
Periode late postpartum (>1 minggu-6 minggu)
Pada periode ini bidan tetap melakukan asuhan dan pemeriksaan sehari-hari
serta konseling perencanaan KB.
c) Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
terutama bila selama hamil atau bersalin memiliki penyulit atau komplikasi.
Kajian islam tentang masa nifas. Dalam Islam, terdapat perbedaan pendapat
tentang masa nifas. Namun, dari beberapa riwayat, batas umum masa nifas maksimal
adalah empat puluh hari. Lebih dari itu tidak disebut darah nifas. Dikutip dari buku
Fiqih Wanita yang ditulis oleh Syaikh Kamil Muhammad, batas maksimal keluarnya
nifas adalah 40 hari. Hal ini diriwayatkan dari Ummu Salamah, yakni: "Pada masa
Rasulullah, para wanita yang sedang menjalani masa nifas menahan diri selama 40
hari atau 40 malam." (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi).
Nifas itu sendiri merupakan darah yang keluar setelah persalinan. Jika janin yang
berada dalam kandungan sudah berbentuk manusia, maka darah yang keluar
setelahnya termasuk nifas. Namun, jika janin yang keluar belum berbentuk manusia,
maka darah setelahnya tidak dikategorikan sebagai nifas. Terkadang, keluarnya darah
nifas tidak lancar. Misalnya, sehari keluar, sehari tidak, begitulah seterusnya.
Mengutip dari jurnal yang berjudul 'Konsep Al Ghuslu dalam Kitab Fiqih
Manhaji, menanggapi masalah nifas, para ulama dalam mazhabnya masing-masing
mengemukakan pendapatnya. Menurut Imam Maliki, jika hari-hari suci telah
mencapai setengah bulan (15 hari), maka wanita tersebut sudah dikatakan suci. Darah
yang keluar sesudah itu adalah darah haid, dan jika darah yang keluar masih kurang
dari 15 hari, maka darah yang keluar adalah darah nifas.
Sementara menurut mazhab Imam Hanafi, masa suci yang berselang seling oleh
keluarnya darah nifas, maka darah itu dianggap sebagai darah nifas. Adapun dalam
mazhab Imam Syafi'i disebutkan bahwa masa suci telah berlangsung 15 hari atau
sesudah melahirkan, maka wanita tersebut dihukumi sebagai wanita yang bersuci.
Sedangkan apabila kurang dari 15 hari, maka dikatakan sebagai wanita nifas.
6
Sedangkan dalam mazhab Imam Hambali mengatakan bahwa masa suci yang
berselang-seling oleh keluarnya darah nifas, maka dianggap sebagai masa suci. Nifas
bagi wanita yang melahirkan anak kembar adalah dihitung sejak kelahiran anak
pertama, bukan kelahiran kembar kedua. Meskipun jarak antara anak kembar yang
pertama dengan anak kembar yang kedua relatif pendek, maka nifasnya terhitung
mulai kelahiran anak kembar pertama.
Menurut mazhab Syafi'i bahwa apabila seorang wanita melahirkan anak kembar,
maka nifasnya dihitung sejak kelahiran anak yang kedua. Darah yang keluar sehabis
melahirkan anak yang pertama tidak dianggap sebagai darah nifas. Mazhab Maliki
berpendapat bahwa antara kelahiran anak pertama dengan anak kedua sampai 60 hari,
maka masa nifasnya sendiri-sendiri. Tapi kalau kurang dari 60 hari, maka masa
nifasnya hanya satu dan dihitung sejak kelahiran anak pertama.
Larangan saat nifas, wanita dalam masa nifas dilarang untuk melakukan beberapa
hal. Larangan bagi wanita nifas, hampir sama dengan haid, meliputi:
Salat
Puasa
Membaca Al-Qur'an
Menyentuh mushaf dan membawanya
Masuk masjid
Thawaf
Bersetubuh
Menikmati bagian tubuh istri antara pusar dan lutut.
Berzikir
Berdoa
Beristighfar
Bersalawat
7
Mendengarkan murotal Al-Qur’an
Melaksanakan Amal Haji kecil kecuali Thawaf
Membaca Asmaul Husna
Membaca Hadist
Mengikuti Majelis Taklim
Mendengarkan Ceramah Agama
Bersedekah
Doa saat masa nifas: Allahumma thohhir qolbii minan nifaaqi wahashshin farjii minal
fawaahisy. Artinya "Ya Allah, bersihkan hatiku dari kemunafikan, dan bentengi
kehormatan (kemaluan)-ku dari kejahatan (penyakit).
8
c. Mendeteksi dan menangani komplikasi (pre eklamsia, perdarahan
pervaginam, anemia berat, penyakit menular seksual, tuberkulosis, malaria,
dsb).
d. Mendeteksi kehamilan ganda setelah usia kehamilan 28 minggu, dan
letak/presentasi abnormal setelah usia kehamilan 36 minggu. Ibu yang
memerlukan kelahiran operatif akan mempunyai jangkauan pada penolong
yang terampil dan fasilitas kesehatan yang dibutuhkan.
e. Memberikan imunisasi Tetanus Toxoid untuk mencegah kematian BBL
karena tetanus.
f. Memberikan suplementasi zat besi & asam folat. Umumnya anemia ringan
yang terjadi pada bumil adalah anemia defisiensi zat besi & asam folat.
9
d. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi yaitu
perawatan tali pusat, menjaga bayi agar tetap hangat dan merawat bayi
sehari-hari.
3. Kunjungan III (2 minggu setelah persalinan)
a. Memastikan involusi uteri berjalan normal, uterus berkontraksi fundus
dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal dan tidak ada bau
menyengat.
b. Menilai adanya tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal.
c. Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat.
d. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak ada tanda-tanda penyulit
dalam menyusui.
e. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi yaitu
perawatan tali pusat, menjaga bayi agar tetap hangat dan merawat bayi
sehari-hari.
4. Kunjungan IV (6 minggu setelah persalinan)
a. Menanyakan pada ibu tentang keluhan dan penyulit yang dialaminya.
b. Memberikan konseling untuk menggunakan KB secara dini.
Menurut Sri Astuti (2016), perdarahan pasca persalinan dibagi menjadi dua
yaitu:
Perdarahan yaitu darah yang keluar lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam
setelah anak lahir menurut (Nurhayati,2019). perdarahan dibagi menjadi dua yaitu:
1) Perdarahan post partum primer yaitu pada 24 jam pertama akibat antonia uteri,
retensio plaseta, sisa plasenta, laserasi jalan lahir dan
2) Jinvolusio uteri.
10
2) Perdarahan post partum sekunder yaitu terjadi setelah 24 jam. Penyebab
perdarahan sekunder adalah sub involusio uteri, retensio sisa plasenta, infeksi
postpartum.
a. Pengertian
Atonia uteri (relaksasi otot uterus) adalah uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik
setelah dilakukan pemijatan fundus uteri(plasenta telah lahir).
Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot myometrium uterus untuk
berkontraksi dan memendek.
11
Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi
dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnyaplasenta
menjadi tidak terkendali.
Atonia Uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan,
dengan memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan
plasenta, sedang sebenarnya belum terlepas dari uterus.
c. Manifestasi Klinis
1. Uterus tidak berkontraksi dan lembek
2. Perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer)
12
Perdarahan yang sangat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa sering terjadi
pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan disebabkan tromboplastin
sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah
2. konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia
dengan penyebab perdarahan yang lainnya
3. fundus uteri naik
4. terdapat tanda-tanda syok
a. nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)
b. tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg
c. pucat
d. keriangat/ kulit terasa dingin dan lembap
e. pernafasan cepat frekuensi30 kali/ menit atau lebih
f. gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran
g. urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam)
5. Diagnosis
Diagnosis ditegakan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih ak
tif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi
pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat
atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-
1000cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap
dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.
13
tersebut sebagai terapi. Manajemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah
perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.
Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu
onsetnya yang cepat,dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau
kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat
untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan
pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit
IM, 5 unit IV bonus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam.
Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti
sebagai uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum
dini. Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat,
mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit. Penelitian di
Canada membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin
drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif
dibanding oksitosin.
14
3 Pastikan bahwa kantung kemih Kandung kemih yang penuh akan dapat
kosong,jika penuh dapat dipalpasi,
menghalangi uterus berkontraksi secara
lakukan kateterisasi menggunakan teknik
aseptik baik.
15
yang kedua dengan kecepatan sedang dan
berikan minum untuk rehidrasi
16
Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan
perlahan- lahan dan pantau kala empat dengan ketat.
Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai
melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-lahan;
Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika hipertensi); Pasang infus
menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin.
Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin; Ulangi KBI
Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat
Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera.
4. pemberian Uterotonika
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh
lobus posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang
efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan
dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin
menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis
tinggi menyebabkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM
atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan
ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10
IU intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat
sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu
intoksikasi cairan jarang ditemukan.
Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat
menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan
secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25
mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM)
atau IV bolus 0,125 mg. obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer
dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh
diberikan pada pasien dengan hipertensi.
17
Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil
prostaglandin F2alfa. Dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal,
transvaginal, intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM
0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg.
Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5
tablet 200 µg = 1 g). Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi
dapat menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare,
sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus,
bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-kadang
menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan
peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi
oksigen. Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan kelainan
kardiovaskular, pulmonal, dan disfungsi hepatik. Efek samping serius
penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari
beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi
perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka kesuksesan 84%-
96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka
perlu dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi perdarahan
masif yang terjadi.
5. Operatif
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka
keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina
yang berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika
dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim. Untuk
melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang absorbable yang
sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial
vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum latum
lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi
18
harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk
menyertakan 2- 3cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah
diatas tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim.
Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa
uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus
mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan
cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus
berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.
7. Histerektomi
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering
dilakukan jika terjadi perdarahan pospartum masif yang jmembutuhkan tindakan
19
operatif. Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi
pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal.
20
2. Plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan dan dapat terjadi
perdarahan
3. Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan
4) Tangan sebelah menyusuri tali pusat masuk ke dalam kavum uteri, sementara
itu tangan yang sebelah lagi menahan fundus uteri, sekaligus untuk mencegah
inversio uteri.
21
5) Dengan bagian lateral jari-jari tangan mencari insersi pinggir plasenta.
6) Buka tangan obstetric menjadi seperti memberi salam, jari-jari dirapatkan.
7) Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah.
8) Gerakkan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil bergeser ke kranial sehingga
semua permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan.
9) Jika plasenta dapat dilepaskan dari permukaan uterus, kemungkinan plasenta
akreta, dan siapkan laparotomi untuk histerektomi supravaginal.
10) Pegang plasenta dan keluarkan tangan bersama plasenta.
11) Pindahkan tangan luar ke suprasimfisis untuk menahan uterus saat plasenta
dikeluarkan.
12) Eksplorasi untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat
pada dinding uterus.
13) Beri oksitosin 10 IU dalam 500 ml cairan IV (garam fisiologik atau RL) 60
tetes/menit dan masase uterus untuk merangsang kontraksi.
BAB III
TINJAUAN KASUS
22
Jam : 08.00 WIB
A. DATA SUBYEKTIF
1. Identitas
a. Identitas pasien
Nama : Ny. M
Umur : 28 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Sempal Wadak
b. Identitas Penanggung Jawab/Suami
Nama : Tn. A
Umur : 30 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Karyawan
Alamat : Sempal Wadak
2. Alasan masuk Rumah Sakit
Ibu mengatakan dirujuk dari BPM karena mengalami perdarahan setelah 2
jam post anak lahir.
3. Keluhan Utama
Ibu mengatakan bahwa mengeluarkan darah banyak setelah 2 jam post anak
lahir dan merasa lemah dan mengantuk sejak 2jam setelah melahirkan.
4. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
23
Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menurun seperti jantung
(telapak tangan berkeringat dingin, sering gemetar ketika beraktifitas
yang biasa), asma (sesak napas, tidak tahan udara dingin, dada terasa
berat, batuk-batuk terutama malam menjelang dini hari, kelihatan lelah
dan pucat, berkeringat), Diabetes Millitus (sering kencing pada malam
hari, sering lapar dan haus). Ibu juga tidak pernah menderita penyakit
menular seperti Tuberkulosis (TBC) (batuk berkepanjangan lebih dari 3
minggu, sesak napas, dan nyeri dada, nafsu makan dan BB menurun,
demam yang berlangsung lama, lemas, berkeringat pada malam hari,
batuk disertai percikan darah), hepatitis (demam, mual, jalan
sempoyongan), malaria (demam tinggi disertai dengan menggigil),
HIV/AIDS (diare terus menerus, daya tahan tubuh menurun, sudah
terserang penyakit), Ibu juga tidak pernah dioperasi ataupun diopname
karena sakit yang parah.
b. Riwayat Kesehatan sekarang
Ibu mengatakan sekarang sedang tidak menderita penyakit menurun
seperti jantung (telapak tangan berkeringat dingin, sering gemetar ketika
beraktifitas yang biasa), asma (sesak napas, tidak tahan udara dingin, dada
terasa berat, batuk-batuk terutama malam menjelang dini hari, kelihatan
lelah dan pucat, berkeringat), Diabetes Millitus (sering kencing pada
malam hari, sering lapar dan haus). Ibu juga tidak pernah menderita
penyakit menular seperti tuberkulosis (TBC) (batuk berkepanjangan lebih
dari 3 minggu, sesak napas, dan nyeri dada, nafsu makan dan BB
menurun, demam yang berlangsung lama, lemas, berkeringat pada malam
hari, batuk disertai percikan darah), hepatitis (demam, mual, jalan
sempoyongan), malaria (demam tinggi disertai dengan menggigil),
HIV/AIDS (diare terus menerus, daya tahan tubuh menurun, sudah
terserang penyakit), Ibu juga tidak pernah dioperasi ataupun diopname
karena sakit yang parah.
24
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu mengatakan dahulu maupun sekarang keluarga ibu maupun suami
tidak pernah menderita penyakit menurun seperti jantung (telapak tangan
berkeringat dingin, sering gemetar ketika beraktifitas yang biasa), asma
(sesak nafas, tidak tahan udara dingin, batuk tiba-tiba), Diabetes Millitus
(sering kencing pada malam hari, sering lapar dan haus).Ibu juga tidak
pernah menderita penyakit menular seperti TBC (batuk berkepanjangan
tidak sembuh-sembuh), malaria, penyakit menular seksual, dan tidak ada
riwayat kembar maupun cacat bawaan.
5. Riwayat Perkawinan
Ibu mengatakan menikah satu kali umur 25 tahun dengan suami umur 27
tahun. Lama perkawinan 3 tahun, status pernikahan syah.
6. Riwayat Obstetri
a. Riwayat Menstruasi
Menarche : 14 tahun
Siklus : 28 hari
Lama : 7 hari
Banyak : Setiap hari ganti pembalut 2-3 x sehari
Bau : Amis
Warna : Merah
Konsistensi : Cair
Disminore : Ibu mengatakan tidak pernah nyeri haid
Flour Albus : Tidak pernah keputihan sebelum dan sesudah menstruasi.
HPHT : Ibu mengatakan lupa kapan haid terahir
b. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Ibu mengatakan bahwa ini adalah anak yang pertama dan belum pernah
keguguran.
c. Riwayat kehamilan sekarang
1) Ibu mengatakan ini kehamilan yang pertama (G1P1A0).
25
2) Ibu mengatakan lupa HPHT
3) Ibu mengatakan ANC di bidan sebanyak 2 kali
TM I : 0 kali
TM II : 1 kali
TM III : 1 kali
4) Ibu mengatakan imunisasi TT pada usia kehamilan 3 bulan
5) Ibu mengatakan mengonsumsi obat-obatan hanya dari bidan dalam
bentuk vitamin, tablet Fe dan kalsium
6) Ibu mengatakan gerakan janin yang pertama usia 4 bulan
7) Kebiasaan ibu / keluarga yang berpengaruh negative terhadap
kehamilannya
a) Ibu mengatakan tidak ada kebiasaan yang negative terhadap
kehamilannya seperti minum jamu, minum alcohol, merokok,
mengonsumsi narkoba, dll.
8) Rencana Persalinan
Ibu mengatakan ingin bersalin di tempat bidan, ditolong oleh bidan
dan didampingi oleh suami/keluarga.
7. Riwayat persalinan sekarang
1) Tanggal bersalin : 10 Juni 2021
2) Jam bersalin : 02.00 WIB
3) Tempat melahirkan: BPM
4) Ditolong oleh : Bidan
5) Jenis persalinan : Spontan
6) Lama persalinan : 10 jam 45 menit
7) Ketuban pecah : Tanggal 9 Juni 2021 pukul 01.30 WIB secara spontan
warna jernih banyaknya 500 cc.
8) Komplikasi/kelainan dalam persalinan : terjadi retensio plasenta
9) Plasenta : dilakukan manual plasenta dan lengkap
10) Perineum : laserasi tingkat II
26
11) Perdarahan
Kala I-II : 50 cc
Kala III-IV : 70 cc
12) Tindakan lain : Melakukan manual plasenta
13) Bayi
Tanggal lahir : 10 Juni 2021 jam : 02.00 WIB
BB : 3700 gr
PB : 50 cm
Nilai APGAR : 9.9.10
Cacat bawaan : tidak ada
Komplikasi : Kala I : tidak ada penyulit
Kala II : tidak ada penyulit
Kala III : terjadi restensio plasenta dan atonia uteri( uterus
lembek, perdarahan syursyuran)
Kala IV : terdapat laserasi tingkat II
8. Riwayat kontrasepsi
Ibu mengatakan belum pernah menggunakan alat kontrasepsi apapun.
9. Pola kebutuhan sehari-hari
a. Pola Nutrisi
Sebelum Nifas : Ibu makan 3x/hari, porsi sedang, menu nasi,sayur,lauk
(tempe, tahu, ikan, daging, telur), buah kadang-kadang. Minum ± 8
gelas/hari dengan air putih, susu, teh manis.
Selama Nifas : Ibu makan 3x/hari, 1/2 porsi, menu nasi, sayur, lauk
(tempe, tahu, ikan, daging, telur), buah kadang-kadang. Minum 7-8
gelas/hari dengan air putih/teh.
b. Pola Eliminasi
Sebelum Nifas : Ibu BAK 5-6x/hari, warna kuning jernih, bau khas, tidak
ada keluhan BAB 1x/hari, warna kuning kecoklatan, bau khas, konsistensi
lembek, tidak ada keluhan
27
Selama Nifas : ibu belum BAB setelah dari BPM dan saat di RS, BAK 2
kali selama baru datang di RS.
c. Pola Istirahat
Sebelum Nifas : Ibu tidur siang ±2 jam/hari dengan kualitas tidur nyenyak,
tidur malam ±8 jam/hari dengan kualitas tidur nyenyak.
Selama Nifas : Ibu tidur siang ±2 jam/hari dengan kualitas tidur nyenyak,
tidur malam ±6 jam/hari dengan kualitas tidur kurang nyenyak karena
cemas.
d. Pola Aktivitas
Sebelum Nifas : Ibu dibantu oleh suami dalam melakukan pekerjaan
rumah tangga dan tidak ada keluhan selama melakukan aktivitas sehari-
hari
Selama Nifas : Saat ini ibu hanya berbaring.
e. Personal Hygiene
Sebelum Nifas : Ibu mandi 1x/hari, gosok gigi 1x/hari, keramas 2 hari
sekali, ganti celana dalam 2x/hari, ganti baju 2x/hari
Selama Nifas : ibu hanya melakukan cuci badan tidak mandi sehari 2x,
ganti pembalut dan celana dalam setiap darah sudah mulai membasahi
tubuh bagian bawah.
f. Psikososial spiritual,ekonomi dan pengetahuan
a. Tanggapan dan dukungan keluarga serta lingkungan terhadap
kehamilannya mendapatkan dukungan
b. Pengambilan keputusan dalam keluarga adalah suami
c. Ketaatan dalam beribadah baik dengan sholat 5 waktu
d. Pola sosial ibu terhadap lingkungan baik
B. DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan Umum : pucat; Hb : 9,5 g/dl
b. Kesadaran : Composmentis
28
c. TTV : TD : 90/60 mmHg
Nadi : 83 x/menit
Suhu : 37°C
Pernapasan : 24 x/menit
d. BB : 48 kg
e. TB : 150 cm
f. Lila : 24 cm
2. Pemeriksaan fisik
a. Kepala : Mesochepal, kulit kepala bersih, rambut tidak rontok, tidak ada
ketombe, tidak ada benjolan.
b. Muka : Simetris, tidak pucat dan tidak oedem.
c. Mata : Simetris, bersih tidak ada sekret, seklera tidak ikterik, konjungtiva
tidak anemis, pupil normal (mengecil saat terkena cahaya)
d. Hidung : Simetris, bersih, tidak ada pembesaran polip.
e. Telinga : Simetris, tidak oedem.
f. Mulut : Bersih, gigi tidak berlubang, tidak ada caries gigi, tidak ada
sariawan, bibir tidak kering, gusi tidak berdarah, lidah bersih.
g. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak teraba benjolan.
h. Ketiak : Tidak teraba pembesaran kalenjar limfe, tidak ada benjolan
abnormal.
i. Dada : Simetris, tidak ada pembesaran thorax, pernapasan dada normal.
j. Payudara : payudara membesar, tegang, permukaan kulit mengkilat,
puting susu menonjol, areola mengalami hiperpigmentasi.
a. Abdomen : tidak terdapat luka bekas operasi, tidak ada nyeri tekan, tidak
ada benjolan, tidak ada pembesaran kalenjar limpa dan hepar.
b. Genetalia : pengeluaran pervaginam sebanyak 550cc dan terdapat laserasi
tingkat II.
c. Ekstremitas
29
a) Ekstremitas atas : Simetris, jari-jari tangan lengkap, Kedua tangan
dapat di gerakan dengan bebas, turgor baik, tidak ada kelainan, tidak
oedem. Dan terdapat infus di kedua tangan kanan dan kiri.
b) Ekstremitas bawah : Tungkai simetris, tidak ada oedem, tidak terdapat
varices, jari-jari kaki lengkap, kedua kaki dapat di gerakan dengan
bebas, tidak ada kelainan, tidak ada varices, reflleks patela pada kaki
kiri dan kanan normal.
d. Anus : Bersih, tidak ada hemoroid
C. ANALISA DATA
P1A0 Ny. M umur 28 tahun 6 Jam post partum dengan atonia uteri dan
manual plasenta
D. PELAKSANAAN
30
EVALUASI
BAB IV
PEMBAHASAN
31
A. Pengkajian Data
Menurut Hellen Varney (1997) langkah ini dilakukan dengan
pengkajian proses pengumpulan data yang diperlukan untuk mengevaluasi
keadaan pasien secara lengkap seperti riwayat kesehatan, pemeriksaan
fisik sesuai dengan kebutuhan, peninjauan catatan yang terbaru atau
catatan sebelumnya, data laboratorium, dan membandingkannya dengan
hasil studi. Semua data yang dikumpulkan dari semua sumber yang
berhubungan dengan kondisi pasien. Secara garis beras pengumpulan data
diklasifikasikan menjadi 2 yaitu : data subyektif dan data obyektif . Data
subyektif yaitu diambil dengan cara wawancara dengan pasien dengan
menayakan keluhan utama, dan memperhatikan hal-hal yang
mencemaskan dari pasien. Data obyektif dengan menggunakan tehnik
pemeriksaan yang tepat dan benar .melakukan pemeriksaan yang terarah
sesuai dengan keluhan pasien (Mufdlilah,2009). Data yang dikumpulkan
kemudian diolah, sesuai kebutuhan pasien dengan cara menggabungkan
dan menghubungkan data satu dengan yang lainnya
Jadi simpulan dari pemeriksaan data subyektif dan obyektif penulis
menemukan tidak adanya kesenjangan antara teori dan praktik yaitu pada
pemeriksaan data obyektif didalam teori kontraksi uterus tidak dapat
berkontraksi secara efektif dan dalam pemeriksaan data obyektif dilahan
didapatkan kontraksi uterus lembek.
B. Interpretasi data
Mengidentifikasi data secara benar terhadap diagnosis atau masalah
dan kebutuhan pasien. Masalah atau diagnosis yang spesifik dapat
ditemukan berdasarkan interpretasi yang benar terhadap data dasar
(Mufdlilah,2009). Kebutuhan yang diberikan pada ibu nifas patologi hari
pertama dengan perdarahan potpartum karena atonia uteri menurut Varney
(2004) adalah : informasi keadaan ibu, informasi tindakan yang akan
dilakukan oleh tim kesehatan pemenuhan kebutuhan cairan, penghentian
32
perdarahan. Pada kasusNy.M umur 28 tahun PIA0 nifas patologi hari
pertama dengan perdarahan potspartum pasca atonia uteri ibu mengatakan
bahwa ibu mengeluarkan banyak darah dan ibu merasa mengantuk,
pemenuhan kebutuhan cairan dan penghentian perdarahan. Pada langkah
ini peneliti tidak menemukan kesenjangan antara teori dan praktik.
C. Pelaksanaan
Langkah ini merupakan pelaksanaan rencana asuhan pada klien dan
keluarga.Mengarahkan atau melaksanakan rencana asuhan kebidanan
secara efisien dan aman. Perencanaan ini dapat dilakukan sepenuhnya oleh
bidan atau sebagian lagi oleh klien atau tim kesehatan lain. Walaupun
bidan tidak melakukan sendiri tetapi tetap bertanggung jawab dalam
pelaksanaannya.
33
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
34
B. Saran
Diharapkan bagi tenaga kesehatan khususnya bidan dapat lebih meningkatkan
pelayanan kesehatan khususnya dalam kasus ibu nifas patologi dengan Perdarahan
Postpartum Primer pasca Atonia Uteri dan Manual Plasenta. Serta untuk para
mahasiswa dapat lebih memahami pengetahuan tentang Perdarahan Postpartum
Primer pasca Atonia Uteri dan Manual Plasenta untuk pelayanan yang akan diberikan
kepada masyarakat setelah lulus serta lebih kompeten lagi dalam penangan kasus-
kasus yang sering terjadi pada ibu hamil maupun nifas agar dapat mengurangi angka
kematian dan kesakitan ibu.
35
DAFTAR PUSTAKA
Asrinah, Putri. S. S., Sulistiyorini. D., Muflihah. S. I., Sari. N. D. 2010. Asuhan
Kebidanan Masa Persalinan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Mufdilah. 2009. Catatan Kuliah Konsep Kebidanan Kasus Matrei Bidan Delima.
Yogyakarta: Mitra Cendikia Offset
36
Purwanti. E. 2012. Asuhan Kebidanan Untuk Ibu Nifas. Yogyakarta :Cakrawala Ilmu.
37