Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH OBSTETRI

PATOLOGI KEGAWATDARURATAN PERSALINAN

Dosen Pengampu:
Arika Indah Setyarini, M.Keb

Disusun Oleh :
1. Ulfiya May Ridiana (P17321211002)
2. Sinta Nuriyah (P17321211004)
3. Melvada Rahma Wulandari (P17321211005)
4. Anisa Nurjanah (P17321211013)
5. Mufalikha Lingga Nurwijayati (P17321211015)
6. Vitasari Nur Ayu Pradhany (P17321211023)
7. Rienta Wahyu Chindea (P17321211024)
8. Pratiwi Kartikasari (P17321211025)
9. Imtiyaz Kartika Khasna (P17321211027)
10. Dyah Kurnia Avista (P17321213032)
11. Nurul Badriyah (P17321213038)
12. Putri Acacia Fadhilah Azmi (P17321213039)
13. Nabila Muafiqoh (P17321214044)
14. Rahma Maulidia (P17321214046)
15. Suci Rahmawati Azhar (P17321214048)
16. Anik Artanti (P17321214049)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN KEDIRI
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Segala puji syukur
bagi Allah SWT yang dengan ridho-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik dan lancar. Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW yang kita tunggu syafaatnya di akhirat kelak.

Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Obstetri.
Sebelumnya saya ucapkan terima kasih kepada Ibu Arika Indah Setyarini, M,Keb selaku
dosen pengampu mata kuliah Obstetri . Terima kasih kepada penulis yang telah
mengizinkan karyanya untuk dikutip dalam makalah ini. Dalam makalah ini, kami
membahas mengenai “Patologi Kegawatdaruratan Persalinan” yang kami buat menurut
referensi yang telah kami cari dan kumpulkan.

Makalah ini diharapkan dapat membantu menambah wawasan pembaca. Kami


menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini jauh dari sempurna baik dari
segi teknik maupun isi. Atas segala kekurangan dalam penulisan makalah ini, mohon untuk
dimaklumi adanya. Kami mengharap adanya kritik dan saran yang membangun dari
pembaca agar dapat memperbaiki kesalahan yang ada di lain kesempatan.

Kediri, 21 Agustus 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Isi
KATA PENGANTAR...................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................................... 3
BAB I ............................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 4
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 4
1.3 Tujuan ............................................................................................................... 5
BAB II ............................................................................................................................ 6
TINJAUAN TEORI ..................................................................................................... 6
2.1 Patologi Persalinan ............................................................................................. 6
2.2 Definisi Kegawatdaruratan atau Patologi ............................................................. 7
2.3 Asuhan Kegawatdaruratan Neonatal Persalinan .................................................. 7
2.4 Peran Bidan Pada Kegawatdaruratan Kebidanan .............................................. 25
BAB III ......................................................................................................................... 27
PENUTUP ................................................................................................................. 27
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 27
3.2 Saran ................................................................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 28

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persalinan patologi merupakan persalinan yang berada dalam kondisi sulit atau
buruk sehingga membawa akibat buruk pula bagi ibu dan anak, bahkan kematian. Dalam
persalinan patologi terdapat bermacam-macam penyulit diantaranya yaitu mual dan
muntah pada kehamilan, abortus, preeklampsia/eklampsia, ketuban pecah dini, persalinan
lama. Kegawatdaruratan atau patologi adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara
tiba-tiba, seringkali merupakan kejadian yang berbahaya. Kegawatdaruratan dapat juga
didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala berbahaya yang terjadi secara tiba-
tiba, tidak terduga dan membutuhkan tindakan segera guna menyelamatkan jiwa/nyawa.
Sedangkan kegawatdaruratan obstetri adalah kondisi kesehatan yang mengancam
jiwa yang terjadi dalam kehamilan atau selama dan sesudah persalinan dan kelahiran. Cara
mencegah terjadinya kegawatdaruratan adalah dengan melakukan perencanaan yang baik,
mengikuti panduan yang baik dan melakukan pemantauan yang terus menerus terhadap
ibu/klien. Apabila terjadi kegawatdaruratan, anggota tim seharusnya mengetahui peran
mereka dan bagaimana team seharusnya berfungsi untuk berespon terhadap
kegawatdaruratan secara paling efektif.
Bidan seharusnya tetap tenang, jangan panik, jangan membiarkan ibu sendirian
tanpa penjaga/penunggu. Lakukan pemeriksaan dengan cepat meliputi tanda tanda vital,
warna kulit dan perdarahan yang keluar. Bidan memiliki peran penting dalam menurunkan
angka kesakitan dan kematian ibu melalui kemampuannya untuk melakukan pengawasan,
pertolongan kepada ibu, pengawasan bayi baru lahir (neonatus) dan pada persalinan, ibu
post partum serta mampu mengidentifikasi penyimpangan dari kehamilan dan persalinan
normal dan melakukan penanganan yang tepat termasuk merujuk ke fasilitas pelayanan
yang tepat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian patologi persalinan?
2. Bagaimana komplikasi pada persalinan dan kelahiran?
3. Apa pengertian kegawatdaruratan atau patologi?
4. Apa saja kegawatdaruratan persalinan kala 1 dan 2?

4
5. Apa saja kegawatdaruratan persalinan kala 3 dan 4?
6. Bagaimana peran bidan dalam kegawatdaruratan persalinan patologi?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa pengertian patologi kegawatdaruratan persalinan


2. Untuk mengetahui bagaimana komplikasi pada persalinan dan kelahiran
3. Untuk mengetahui apa pengertian kegawardaruratan atau patologi
4. Untuk mengetahui apa saja kegawatdaruratan persalinan kala 1 dan 2
5. Untuk mengetahui apa saja kegawatdaruratan persalinan kala 3 dan 4
6. Untuk mengetahui bagaimana peran bidan dalam kegawatdaruratan persalinan
patologi

5
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Patologi Persalinan

2.1.1 Pengertian
Persalinan patologis disebut juga dengan dystocia berasal dari bahasa yunani ; dys
atau dus artinya jelek atau buruk, tocos artinya persalinan. Kegawatdaruratan atau
patologi adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara tiba-tiba, seringkali
merupakan kejadian yang berbahaya. Persalinan patologi merupakan persalinan yang
berada dalam kondisi sulit atau buruk sehingga membawa akibat buruk pula bagi ibu
dan anak, bahkan kematian. Dalam persalinan patologi terdapat bermacam-macam
penyulit diantaranya yaitu mual dan muntah pada kehamilan, abortus,
preeklampsia/eklampsia, ketuban pecah dini, persalinan lama.

2.1. 2 Komplikasi Persalinan dan Kelahiran


1. Komplikasi yang berhubungan dengan kemajuan persalinan
a. Atonia uteri
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor predisposisi
(penunjang) seperti : Overdistention uterus seperti: gemeli makrosomia,
polihidramnion, Paritas tinggi, Umur yang terlalu muda atau terlalu tua. Multipara
dengan jarak kelahiran pendek Partus lama/partus terlantar Malnutrisi. Penanganan
salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya placenta. Belum terlepas dari
dinding uterus.
b. Retensio plasenta
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam
setelah kelahiran bayi. Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan
bahaya pendarahan, infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta
inkarserata dapat terjadi polip plasenta, dan terjadi degenerasi ganas korio
karsinoma
c. Disfungsi persalinan (distosia) dihubungkan dengan abnormalitas pengeluaran
secara paksa (power), pada presentasi, posisi atau ukuran janin (passanger), dan
pada pelvis atau panggul ibu (passage)

2. Komplikasi yang berhubungan dengan status ibu janin


Komplikasi ini meliputi malpresentasi, gestasi multiple, infeksi maternal
(korioamnionitis), rupture membrane pra persalinan pada kehamilan aterm,

6
rupture uterus, prolaps tali pusat intoleransi janin terhadap persalinan, distosia
bahu, hemoragik pada awal pasca partum, dan embolisme cairan amnion.

2.2 Definisi Kegawatdaruratan atau Patologi


Kegawatdaruratan atau patologi adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi
secara tiba-tiba, seringkali merupakan kejadian yang berbahaya. Kegawatdaruratan
dapat juga didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala berbahaya yang terjadi
secara tiba-tiba, tidak terduga dan membutuhkan tindakan segera guna menyelamatkan
jiwa/nyawa.
Kegawatdaruratan kebidanan pada ibu adalah kondisi kesehatan yang mengancam
jiwa yang terjadi dalam kehamilan atau selama dan sesudah persalinan dan kelahiran.
Terdapat banyak penyakit dan gangguan dalam kehamilan yang mengancam
keselamatan ibu dan bayinya. Kasus gawat darurat obstetri adalah kasus obstetri yang
apabila tidak segera ditangani akan berakibat kematian ibu dan janinnya. Masalah
kedaruratan ini menjadi penyebab utama pada kematian ibu janin dan bayi baru lahir.
Masalah kedaruratan selama kehamilan dapat disebabkan oleh komplikasi kehamilan
spesifik atau penyakit medis atau bedah yang timbul secara bersamaan.
Persalinan patologis disebut juga dengan dystocia berasal dari bahasa yunani ; dys
atau dus artinya jelek atau buruk, tocos artinya persalinan.

2.3 Asuhan Kegawatdaruratan Neonatal Persalinan

2.3.1 Kegawatdaruratan Persalinan Kala 1 dan Kala 2

1) Emboli Air Ketuban


Syok yang berat sewaktu persalinan selain oleh plasenta previa dan solusio
plasenta dapat disebabkan pula oleh emboli air tuban. Setelah ketuban pecah ada
kemungkinan bahwa air ketuban masuk ke dalam vena-vena tempat plasenta,
endoserviks, atau luka lainnya (seksio sesarea, luka rahim).
Air ketuban mengandung lanugo, verniks kaseosa, dan mekonium yang
dapat menimbulkan emboli. Benda-benda halus ini menyumbat kapiler paru dan
menimbulkan infark paru serta dilatasi jantung kanan. Emboli air ketuban dapat
menyebabkan kematian mendadak atau beberapa waktu sesudah persalinan.
Kemungkinan emboli air ketuban terjadi jika ketuban sudah pecah, his kuat. dan
pembuluh darah yang terbuka (seksio sesarea, luka rahim).
a. Etiologi
Patofisiologi belum jelas diketahui secara pasti. Diduga bahwa terjadi
kerusakan penghalang fisiologi antara ibu dan janin sehingga bolus cairan
amnion memasuki sirkulasi maternal yang selanjutnya masuk ke dalam
sirkulasi paru dan menyebabkan:
1. Kegagalan perfusi secara masif
2. Bronchospasme

7
3. Renjatan
Akhir akhir ini diduga bahwa terjadi suatu peristiwa syok anafilaktik akibat
adanya antigen janin yang masuk ke dalam sirkulasi ibu dan menyebabkan
timbulnya berbagai manifestasi klinik.
b. Tanda dan Gejala
1) Pada umumnya emboli air ketuban terjadi secara mendadak dan diagnosa
emboli air ketuban harus pertama kali dipikirkan pada pasien hamil yang
tiba tiba mengalami kolaps.
2) Pasien dapat memperlihatkan beberapa gejala dan tanda yang bervariasi,
namun umumnya gejala dan tanda yang terlihat adalah :
1. Sesak nafas
2. Wajah kebiruan
3. Terjadi gangguan sirkulasi jantung
4. Tekanan darah mendadak turun
5. Nadi kecil/cepat
c. Faktor Risiko
Faktor Risiko Emboli air ketuban dapat terjadi setiap saat dalam kehamilan
namun sebagian besar terjadi pada saat inpartu (70%), pasca persalinan
(11%) dan setelah Sectio Caesar (19%). Yang menjadi faktor risiko adalah
beberapa hal berikut :
1. Multipara
2. Solusio plasenta
3. IUFD
4. Partus presipitatus
5. Suction curettage
6. Terminasi kehamilan
7. Trauma abdomen
8. Versi luar
9. Amniosentesis

2) Distosia Bahu
a. Pengertian
Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan
setelah kepala janin dilahirkan. Spong dkk (1995) menggunakan sebuah
kriteria objektif untuk menentukan adanya distosia bahu yaitu interval
waktu antara lahirnya kepala dengan seluruh tubuh. Nilai normal interval
waktu antara persalinan kepala dengan persalinan seluruh tubuh adalah 24
detik, pada distosia bahu 79 detik. Mereka mengusulkan bahwa distosia
bahu adalah bila interval waktu tersebut lebih dari 60 detik. American
College of Obstetrician and Gynecologist (2002): angka kejadian distosia
bahu bervariasi antara 0.6 – 1.4%

8
Distosia bahu adalah kondisi darurat oleh karena bila tidak segera ditangani
akan menyebabkan kematian janin dan terdapat ancaman terjadinya cedera
syaraf daerah leher akibat regangan berlebihan/terjadinya robekan
(Widjanarko, 2012).
b. Etiologi
1.Maternal
a. Kelainan bentuk panggul
b. Diabetes gestasional
c. Kehamilan postmature
d. Riwayat persalinan dengan distosia bahu
e. Ibu yang pendek.
2.Fetal
a. Dugaan macrosomia

c. Tanda dan Gejala


American College of Obstetricians and Gynecologist (2002) menyatakan
bahwa penelitian yang dilakukan dengan metode evidence based
menyimpulkan bahwa : Sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat
diramalkan atau dicegah Adanya kehamilan yang melebihi 5000 gram atau
dugaan berat badan janin yang dikandung oleh penderita diabetes lebih dari
4500 gram
d. Penatalaksanaan Distosia Bahu
1. Penatalaksanaan distosia bahu (APN 2007)
a. Mengenakan sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril.
b. Melaksanakan episiotomi secukupnya dengan didahului dengan anestesi
lokal.
c. Mengatur posisi ibu Manuver Mc Robert. Pada posisi ibu berbaring
terlentang, minta ibu menarik lututnya sejauh mungkin ke arah dadanya dan
diupayakan lurus. Minta suami/keluarga membantu. Lakukan penekanan
ke bawah dengan mantap diatas simpisis pubis untuk menggerakkan bahu
anterior di atas simpisis pubis. Tidak diperbolehkan mendorong fundus
uteri, beresiko menjadi ruptur uteri.

9
d. Ganti posisi ibu dengan posisi merangkak dan kepala berada di atas
Tekan ke atas untuk melahirkan bahu depan Tekan kepala janin mantap ke
bawah untuk melahirkan bahu belakang

2. Penatalaksanaan distosia bahu menurut Varney (2007)

a. Bersikap rileks. Hal ini akan mengkondisikan penolong untuk


berkonsentrasi dalam menangani situasi gawat darurat secara efektif.
b. Memanggil dokter. Bila bidan masih terus menolong sampai bayi lahir
sebelum dokter datang, maka dokter akan menangani perdarahan yang
mungkin terjadi atau untuk tindakan resusitasi.
c. Siapkan peralatan tindakan resusitasi.
d. Menyiapkan peralatan dan obat-obatan untuk penanganan perdarahan.
e. Beritahu ibu prosedur yang akan dilakukan.
f. Atur posisi Mc Robert.
g. Cek posisi bahu. Ibu diminta tidak mengejan. Putar bahu menjadi
diameter oblik dari pelvis atau anteroposterior bila melintang. Kelima jari
satu tangan diletakkan pada dada janin, sedangkan kelima jari tangan
satunya pada punggung janin sebelah kiri. Perlu tindakan secara hati-hati
karena tindakan ini dapat menyebabkan kerusakan pleksus saraf brachialis.
h. Meminta pendamping persalinan untuk menekan daerah suprapubik
untuk menekan kepala ke arah bawah dan luar. Hati-hati dalam
melaksanakan tarikan ke bawah karena dapat menimbulkan kerusakan
pleksus saraf brachialis. Cara menekan daerah suprapubik dengan cara
kedua tangan saling menumpuk diletakkan di atas simpisis. Selanjutnya
ditekan ke arah luar bawah perut.
i. Bila persalinan belum menunjukkan kemajuan, kosongkan kandung
kemih karena dapat mengganggu turunnya bahu, melakukan episiotomi,
melakukan pemeriksaan dalam untuk mencari kemungkinan adanya
penyebab lain distosia bahu. Tangan diusahakan memeriksa kemungkinan
:
1. Tali pusat pendek.
2. Bertambah besarnya janin pada daerah thorax dan abdomen
oleh karena tumor.

10
3. Lingkaran bandl yang mengindikasikan akan terjadi ruptur
uteri.
j. Mencoba kembali melahirkan bahu. Bila distosia bahu ringan, janin akan
dapat dilahirkan.
k. Lakukan tindakan perasat seperti menggunakan alat untuk membuka
botol (corkscrew) dengan cara seperti menggunakan prinsip skrup wood.
Lakukan pemutaran dari bahu belakang menjadi bahu depan searah jarum
jam, kemudian diputar kembali dengan posisi bahu belakang menjadi bahu
depan berlawanan arah dengan jarum jam putar 180oC. Lakukan gerakan
pemutaran paling sedikit 4 kali, kemudian melahirkan bahu dengan
menekan kepada ke arah luar belakang disertai dengan penekanan daerah
suprapubik.
l. Bila belum berhasil, ulangi melakukan pemutaran bahu janin seperti
langkah 11.
m. Bila tetap belum berhasil, maka langkah selanjutnya mematahkan
klavikula anterior kemudian melahirkan bahu anterior, bahu posterior, dan
badan janin.
n. Melakukan manuver Zavanelli, yaitu suatu tindakan untuk memasukkan
kepala kembali ke dalam jalan lahir dengan cara menekan dinding posterior
vagina, selanjutnya kepala janin di tahan dan dimasukkan, kemudian
dilakukan SC.

3) Persalinan Dengan Kelainan letak atau Sungsang


a. Pengertian
Persalinan letak sungsang adalah persalinan pada bayi dengan presentasi
bokong (sungsang) dimana bayi letaknya sesuai dengan sumbu badan ibu,
kepala berada pada fundus uteri, sedangkan bokong merupakan bagian
terbawah di daerah pintu atas panggul atau simfisis (Manuaba, 1988).

b. Etiologi
Penyebab letak sungsang dapat berasal dari (Manuaba, 2010) :
1) Faktor ibu
A. Keadaan rahim Rahim arkuatus Septum pada rahim Uterus
dupleks Mioma bersama kehamilan
B. Keadaan plasenta Plasenta letak rendah Plasenta previa

11
C. Keadaan jalan lahir Kesempitan panggul Deformitas tulang
panggul Terdapat tumor menghalangi jalan lahir dan
perputaran ke posisi kepala
2) Faktor Janin
Pada janin terdapat berbagai keadaan yang menyebabkan letak
sungsang :
- Tali pusat pendek atau lilitan tali pusat
- Hidrosefalus atau anensefalus
- Kehamilan kembar
- Hidramnion atau oligohidramnion
- Prematuritas
c. Tanda dan Gejala
● Pemeriksaan abdominal
- Letaknya adalah memanjang.
- Di atas panggul terasa massa lunak dan tidak terasa
seperti kepala.
- Pada fundus uteri teraba kepala.
- Kepala lebih keras dan lebih bulat daripada bokong
dan kadang-kadang dapat dipantulkan (Ballotement)
● Auskultasi
Denyut jantung janin pada umumnya ditemukan sedikit
lebih tinggi dari umbilikus (Sarwono Prawirohardjo, 2007 :
609). Auskultasi denyut jantung janin dapat terdengar di atas
umbilikus jika bokong janin belum masuk pintu atas
panggul. Apabila bokong sudah masuk pintu atas panggul,
denyut jantung janin biasanya terdengar di lokasi yang lebih
rendah (Debbie Holmes dan Philip N. Baker, 2011).
● Pemeriksaan dalam
- Teraba 3 tonjolan tulang yaitu tuber ossis ischii dan
ujung os sacrum
- Pada bagian di antara 3 tonjolan tulang tersebut dapat
diraba anus.
- Kadang-kadang pada presentasi bokong murni
sacrum tertarik ke bawah dan teraba oleh jari-jari
pemeriksa, sehingga dapat dikelirukan dengan
kepala oleh karena tulang yang keras.

d. Penatalaksanaan Persalinan letak sungsang


Selama proses persalinan, risiko ibu dan anak jauh lebih besar
dibandingkan persalinan pervaginam pada presentasi belakang
kepala.
1. Pada saat masuk kamar bersalin perlu dilakukan penilaian
secara cepat dan cermat mengenai : keadaan selaput

12
ketuban, fase persalinan, kondisi janin serta keadaan umum
ibu.
2. Dilakukan pengamatan cermat pada DJJ dan kualitas his dan
kemajuan persalinan.
3. Persiapan tenaga penolong persalinan dan asisten penolong
Persalinan spontan pervaginam (spontan Bracht) terdiri dari 3 tahapan
1) Fase lambat pertama :
● Mulai dari lahirnya bokong sampai umbilikus (scapula).
● Disebut fase lambat oleh karena tahapan ini tidak perlu
ditangani secara tergesa-gesa mengingat tidak ada bahaya
pada ibu dan anak yang mungkin terjadi.
2) Fase cepat :
● Mulai lahirnya umbilikus sampai mulut.
● Pada fase ini, kepala janin masuk panggul sehingga terjadi
oklusi pembuluh darah tali pusat antara kepala dengan
tulang panggul sehingga sirkulasi uteroplasenta terganggu.
● Disebut fase cepat oleh karena tahapan ini harus
terselesaikan dalam 1-2 kali kontraksi uterus (sekitar 8
menit).
3) Fase lambat kedua :
● Mulai lahirnya mulut sampai seluruh kepala.
● Fase ini disebut fase lambat oleh karena tahapan ini tidak
boleh dilakukan secara tergesa-gesa untuk menghindari
dekompresi kepala yang terlampau cepat yang dapat
menyebabkan perdarahan intrakranial.

4) Preeklamsia
a. Pengertian
Preeklamsia adalah peningkatan tekanan darah yang baru timbul setelah
usia kehamilan mencapai 20 minggu, disertai dengan penambahan berat
badan ibu yang cepat akibat tubuh membengkak dan pada pemeriksaan
laboratorium dijumpai protein di dalam urin atau proteinuria. (Fadlun,
2013). Preeklamsia adalah suatu sindrom khas kehamilan berupa penurunan
perfusi organ akibat vasospasme dan pengaktifan endotel. (Leveno, 2009).
Preeklampsia merupakan suatu penyakit vasospastik, yang melibatkan
banyak sistem dan ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi yang terjadi
setelah minggu ke 20 dan proteinuria. (Bobak, 2005)
b. Etiologi
i. Primigravida, 85% preeklamsia terjadi pada kehamilan pertama
ii. Grande multigravida
iii. Janin besar
iv. Distensi rahim berlebihan (hidramnion, hamil kembar, mola
hidatidosa)

13
c. Tanda dan Gejala
Kriteria minimal dari preeklamsia adalah sebagai berikut:
1. Tekanan darah 140/90 mmHg setelah gestasi 20 minggu
2. Proteinuria 300 mg/jam atau 1+ pada dipstick
Peningkatan kepastian preeklamsia atau gangguan penglihatan
1. Tekanan darah 160/110 mmHg
2. Proteinuria 2g/24 jam atau 2+ pada dipstick
3. Nyeri kepala menetap atau gangguan penglihatan
4. Nyeri epigastrium menetap
d. Klasifikasi
i. Preeklampsia Ringan
1. Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg
2. Oedema
3. Proteinuria +1
ii. Preeklampsia Berat
1. Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg
2. Proteinuria +2
3. Oliguria
4. Hiperrefleksia
5. Gangguan penglihatan
6. Koagulasi
7. Pertumbuhan janin terhambat
8. Gagal jantung
9. Oedema serebri

14
e. Alur Pengelolaan Penderita Preeklampsia Berat

2.3.2 Kegawatdaruratan Persalinan Kala 3 dan Kala 4

1) Atonia uteri
Atonia uteri terjadi jika miometrium tidak berkontraksi. Dalam hal ini uteri
menjadi lunak dan pembuluh darah pada daerah bekas perlekatan plasenta menjadi
terbuka lebar. Penyebab perdarahan post partum ini lebih banyak (2/3 dari semua
kasus perdarahan post partum) oleh Atonia Uteri. Atonia uteri didefinisikan sebagai
suatu kondisi kegagalan berkontraksi dengan baik setelah persalinan (Saifudin AB,
2002). Pada kondisi normal setelah plasenta lahir, otot-otot rahim akan
berkontraksi secara sinergis. Otot – otot tersebut saling bekerja sama untuk
menghentikan perdarahan yang berasal dari tempat implantasi plasenta.
Namun sebaliknya pada kondisi tertentu otot – otot rahim tersebut tidak
mampu untuk berkontraksi/walaupun ada kontraksi kurang kuat. Kondisi demikian
akan menyebabkan perdarahan yang terjadi dari tempat implantasi plasenta tidak
akan berhenti dan akibatnya akan sangat membahayakan ibu. Sebagian besar
perdarahan pada masa nifas (75-80%) adalah akibat adanya atonia uteri.
Sebagaimana kita ketahui bahwa aliran darah uteroplasenta selama masa kehamilan
adalah 500 – 800 ml/menit, sehingga bisa kita bayangkan ketika uterus itu tidak

15
berkontraksi selama beberapa menit saja, maka akan menyebabkan kehilangan
darah yang sangat banyak. Sedangkan volume darah manusia hanya berkisar 5-6
liter saja.

a) Gejala
- Uterus tidak berkontraksi dan lembek.
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan
atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.
- Perdarahan terjadi segera setelah anak lahir
Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia sangat banyak dan darah tidak
merembes. Yang sering terjadi pada kondisi ini adalah darah keluar disertai
gumpalan. Hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak mampu lagi
sebagai anti pembeku darah.
- Tanda dan gejala lainnya adalah terjadinya syok, pembekuan darah pada
serviks/posisi telentang akan menghambat aliran darah keluar : Nadi cepat
dan lemah, Tekanan darah yang rendah, Pucat, Keringat/kulit terasa
dingin dan lembab, Pernapasan cepat, Gelisah, bingung, atau kehilangan
kesadaran.
b) Pengaruh Terhadap Maternal
Hal yang menyebabkan uterus meregang lebih dari kondisi normal antara
lain : - Kemungkinan terjadi polihidramnion, kehamilan kembar dan
makrosomia Peregangan uterus yang berlebihan karena sebab-sebab
tersebut akan mengakibatkan uterus tidak mampu berkontraksi segera
setelah plasenta lahir. - Persalinan lama, Pada partus lama uterus dalam
kondisi yang sangat lelah, sehingga otot- otot rahim tidak mampu
melakukan kontraksi segera setelah plasenta lahir.
- Persalinan terlalu cepat
- Persalinan dengan induksi atau akselerasi oksitosin
- Infeksi intrapartum
- Paritas tinggi
Kehamilan seorang ibu yang berulang kali, maka uterus juga akan
berulang kali teregang. Hal ini akan menurunkan kemampuan
berkontraksi dari uterus segera setelah plasenta lahir.
c) Penatalaksanaan Atonia Uteri Manajemen Aktif Kala III
Ibu yang mengalami perdarahan post partum jenis ini ditangani dengan :
1. Pemberian suntikan Oksitosin
Periksa fundus uteri untuk memastikan kehamilan tunggal Suntikan
Oksitosin 10 IU IM
2. Peregangan Tali Pusat
Klem tali pusat 5-10 cm dari vulva/gulung tali pusat Tangan kiri di atas
simfisis menahan bagian bawah uterus, tangan kanan meregang tali pusat
5-10 cm dari vulva Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal
Neonatal 121 Saat uterus kontraksi, tegangkan tali pusat sementara tangan
kiri menekan uterus dengan hati-hati arah dorso-kranial.

16
3. Mengeluarkan Plasenta
Jika tali pusat terlihat bertambah panjang dan terasa adanya pelepasan
plasenta, minta ibu meneran sedikit sementara tangan kanan menarik tali
pusat ke arah bawah kemudian keatas dengan kurva jalan lahir Bila tali
pusat bertambah panjang tetapi belum lahir, dekatkan klem ± 5-10 cm dari
vulva Bila plasenta belum lepas setelah langkah diatas, selama 15 menit
lakukan suntikan ulang 10 IU oksitosin i.m, periksa kandung kemih lakukan
kateterisasi bila penuh, tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan
plasenta manual.
4. Masase Uterus
Segera setelah plasenta lahir, lakukan masase pada fundus uteri dengan
menggosok fundus secara sirkular menggunakan bagian palmar 4 jam
tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus terasa keras). Memeriksa
kemungkinan adanya perdarahan pasca persalinan, kelengkapan plasenta
dan ketuban, kontraksi uterus, dan perlukaan jalan lahir.

2) Retensio plasenta
Retensio plasenta merupakan sisa plasenta dan ketuban yang masih
tertinggal dalam rongga rahim. Hal ini dapat menimbulkan perdarahan postpartum
dini atau perdarahan postpartum lambat (6-10 hari) pasca postpartum.
● Penyebab
Menurut Rustam Muchtar dalam bukunya Sinopsis Obstetri (1998)
penyebab retensio plasenta adalah :
a. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh terlalu melekat lebih
dalam, berdasarkan tingkat perlekatannya dibagi menjadi :
● Plasenta adhesive, yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam.
● Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta.
● Plasenta akreta, implantasi jonjot korion memasuki sebagian miometrium
● Plasenta inkreta, implantasi menembus hingga miometrium
● Plasenta perkreta, menembus sampai serosa atau peritoneum dinding rahim.
● Plasenta normal biasanya menanamkan diri sampai batas atas lapisan
miometrium.
b. Plasenta sudah lepas tapi belum keluar, karena :
Atonia uteri adalah ketidakmampuan uterus untuk berkontraksi setelah bayi
lahir. Hal ini akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Adanya lingkaran
konstriksi pada bagian rahim akibat kesalahan penanganan kala III sehingga
menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata) Manipulasi uterus yang
tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan plasenta dapat menyebabkan
kontraksi yang tidak ritmik, pemberian uterotonika tidak tepat pada waktunya
juga akan dapat menyebabkan serviks berkontraksi dan menahan plasenta.
Selain itu pemberian anastesi yang dapat melemahkan kontraksi uterus juga
akan menghambat pelepasan plasenta. Pembentukkan lingkaran kontriksi ini
juga berhubungan dengan his. His yang tidak efektif yaitu his yang tidak ada

17
relaksasinya maka segmen bawah rahim akan tegang terus sehingga plasenta
tidak dapat keluar karena tertahan segmen bawah rahim tersebut.

c. Penyebab lain : Kandung kemih penuh atau rectum penuh.


Hal-hal diatas akan memenuhi ruang pelvis sehingga dapat menghalangi
terjadinya kontraksi uterus yang efisien. Karena itu keduanya harus
dikosongkan.Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi
perdarahan, tapi bila sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan
ini merupakan indikasi untuk segera dikeluarkan.
Gejala
● Plasenta belum lahir setelah 30 menit
● Perdarahan segera (P3)
● Uterus berkontraksi dan keras, gejala lainnya antara lain
● Tali pusat putus akibat traksi berlebihan
● Inversio uteri akibat tarikan dan
● Perdarahan lanjutan

3) Robekan Jalan Lahir


Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan
pascapersalinan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca
persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan
serviks atau vagina.
Serviks mengalami laterasi pada lebih dari separuh pelahiran pervaginatum,
sebagian besar berukuran kurang dari 0.5 cm. Robekan yang dalam dapat meluas
ke sepertiga atas vagina. Cedera terjadi setelah setalah rotasi forceps yang sulit atau
pelahiran yang dilakukan pada serviks yang belum membuka penuh dengan daun
forseps terpasang pada serviks. Robekan dibawah 2 cm dianggap normal dan
biasanya cepat sembuh dan jarang menimbulkan kesulitan.

a) Gejala
● Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir
● Uterus kontraksi dan keras
● Plasenta lengkap, dengan gejala lain
● Pucat, lemah, dan menggigil
Berdasarkan tingkat robekan, maka robekan perineum, dibagi menadi 4
tingkatan yaitu:
● Tingkat I : Robekan hanya terdapat pada selaput lendir vagina dengan atau
tanpa mengenai kulit perineum
● TingkatII : Robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei
transversalis, tetapi tidak mengenai sfringter ani
● Tingkat III : Robekan menganai seluruh perineum dan otot sfringter ani
● Tingkat IV : Robekan sampai mukosa rektum

18
b) Penatalaksanaan Robekan Jalan Lahir
Penatalaksanaan robekan tergantung pada tingkat robekan.
Penatalaksanaan pada masing-masing tingkat robekan adalah sebagai berikut :
➢ Robekan perineum tingkat I : Dengan cut gut secara jelujur atau jahitan
angka delapan (figure of eight)
➢ Robekan perineum tingkat II :
- Jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, harus
diratakan lebih dahulu
- Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan dijepit dengan klem
kemudian digunting
- Otot dijahit dengan catgut, selaput lendir vagina dengan catgut
secara terputus- putus atau jelujur. Jahitan mukosa vagina dimulai
dari puncak robekan, sampai kulit perineum dijahit dengan benang
catgut secara jelujur.
➢ Robekan perineum tingkat III (Kewenangan dokter)
- Dinding depan rektum yang robek dijahit
- Fasia perirektal dan fasial septum rektovaginal dijahit dengan catgut
kromik
- Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah akibat robekan dijepit
dengan klem, kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromik
- Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit
robekan perineum tingkat II

➢ Robekan perineum tingkat IV (Kewenangan dokter)


- Dianjurkan apabila memungkinkan untuk melakukan rujukan
dengan rencana tindakan perbaikan di rumah sakit kabupaten/kota
➢ Robekan dinding Vagina
- Robekan dinding vagina harus dijahit
- Kasus kalporeksis dan fistula visikovaginal harus dirujuk ke rumah
sakit.
Ingatlah bahwa robekan perineum tingkat III dan IV bukan kewenangan bidan
untuk melakukan penjahitan.

4) Perdarahan postpartum
a. Definisi pendarahan postpartum
Pendarahan post partum adalah pendarahan lebih dari 500 cc pervaginam
setelah kelahiran bayi atau lebih 1000 cc postpartum di rongga perut dalam
waktu 2 jam dan sebelum 6 minggu setelah melahirkan. Menurut waktu
munculnya pendarahan postpartum, pendarahan primer dan skunder dapat
di bagi.

19
● Perdarahan primer adalah pendarahan dalam 2 jam pertama, biasanya di
sebabkan oleh atonia uteri, pecahnya jalan lahir, sisa plasenta dan gangguan
pembekuan darah.
● Pendarahan skunder adalah pendarahan yang terjadi 2 jam setelah
melahirkan. Penyebab utama perdarahan postpartum sekunder biasanya
solusio plasenta Perdarahan postpartum primer terjadi dalam 24 jam
pertama setelah persalinan, sementara perdarahan postpartum sekunder
adalah perdarahan pervaginam yang lebih banyak dari normal antara 24 jam
hingga 12 minggu setelah persalinan. Menurut Penakib (2016) pengukuran
volume kehilangan darah dapat dilakukan dengan menggunakan takaran
pembalut, bengkok maupun underpad, yang disajikan pada gambar berikut:

Dengan mengetahui perkiraan volume kehilangan darah yang dialami oleh


ibu postpartum, maka bidan dapat mendiagnosis apakah pasien tersebut
mengalami perdarahan postpartum atau tidak.
b. Faktor predisposisi pendarahan postpartum
Sebagian besar kejadian perdarahan postpartum dapat diprediksi
sebelumnya dengan menggunakan skrining kehamilan, namun ada juga
kondisi yang tidak dapat diprediksi, sehingga semua ibu hamil beresiko dan
harus mempersiapkan diri dalam menghadapi persalinan termasuk
mempersiapkan pendonor dan fasilitas kesehatan rujukan (Committee &
Counci, 2017).

Menurut Sheldon et al (2014) beberapa faktor yang mempengaruhi


terjadinya perdarahan postpartum diantaranya usia gestasi, jumlah paritas,
usia ibu, anemia gravidarum, persalinan dengan induksi oksitosin dan
tindakan SC. Skrining yang dapat dilakukan pada kehamilan dapat
mencegah terjadinya komplikasi berupa perdarahan postpartum primer,
diantaranya:

20
● Usia ibu
Menurut Cunningham (2006) dalam Wahyuni (2018) Ibu hamil
dengan usia resiko tinggi 20 dan 35 tahun) beresiko mengalami
perdarahan postpartum. Hal ini dikarenakan fungsi reproduksi yang
belum berkembang sempurna (usia < 20 tahun) dan penurunan
fungsi reproduksi pada usia > 35 tahun. Sejalan dengan hasil
penelitian Nabu (2016) yang menyebutkan bahwa ibu bersalin
dengan usia yang termasuk dalam usia resiko tinggi memiliki resiko
mengalami perdarahan postpartum primer sebesar 5,1 kali
● Paritas
Memiliki riwayat Ibu hamil yang primigravida dan grandemulti
beresiko yang lebih tinggi terhadap kejadian perdarahan postpartum
dari pada ibu hamil dengan status multigravida (2 sampai 3 kali)
(Hayati & Amelia, 2019).
Menurut Cunningham (2006) dalam Nabu (2016) Hal ini
dimungkinkan karena pada primigravida, ibu hamil belum memiliki
kesiapan yang matang untuk menghadapi kondisi yang terjadi pada
persalinan yang pertama. Sedangkan pada grandemultipara (lebih
dari 4 kali), fungsi reproduksinya akan mengalami penurunan
terutama pada fungsi tonus otot dan miometrium dalam berkontraksi
yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan postpartum primer.
Hal ini sesuai dengan penelitian Hayati & Amelia (2019) yang
menyebutkan ada hubungan signifikan paritas dengan perdarahan
postpartum.
● Anemia dalam kehamilan
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan nilai
hemoglobin dibawah nilai normal, dikatakan anemia jika kadar
hemoglobin kurang dari 11g/dL. Kekurangan hemoglobin dalam
darah dapat menyebabkan komplikasi lebih serius bagi ibu baik
dalam kehamilan, persalinan, dannifas. Oksigen yang kurang pada
uterus akan menyebabkan otot-otot uterus tidak berkontraksi
dengan adekuat sehingga dapat timbul atonia uteri yang
mengakibatkan perdarahan post partum (Manuaba, 2014).
● Riwayat persalinan
Riwayat persalinan dimasa lampau sangat berhubungan dengan
hasil kehamilan dan persalinan berikutnya. Bila riwayat persalinan
yang lalu buruk petugas harus waspada terhadap terjadinya
komplikasi dalam persalinan yang akan berlangsung. Riwayat
persalinan buruk ini dapat berupa abortus, kematian janin, eklampsi
dan preeklampsi, sectio caesarea, persalinan sulit atau lama, janin
besar, infeksi dan pernah mengalami perdarahan antepartum dan
postpartum.
● Bayi makrosomia

21
Bayi besar adalah bayi lahir yang beratnya lebih dari 4000 gram.
Menurut kepustakaan bayi yang besar baru dapat menimbulkan
distosia kalau beratnya melebihi 4500 gram. Kesukaran yang
ditimbulkan dalam persalinan adalah karena besarnya kepala atau
besarnya bahu.Karena regangan dinding rahim oleh anak yang
sangat besar dapat menimbulkan inertia dan kemungkinan
perdarahan postpartum lebih besar.
● Kehamilan ganda
Kehamilan ganda dapat menyebabkan uterus terlalu meregang,
dengan overdistensi tersebut dapat menyebabkan uterus atonik atau
perdarahan yang berasal dari letak plasenta akibat ketidakmampuan
uterus berkontraksi dengan baik.
c. Gejala klinis pendarahan postpartum
Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah sebelum hamil,
derajat hipervolemia-terinduksi kehamilan, dan derajat anemia saat
persalinan. Gambaran PPP yang dapat mengecohkan adalah kegagalan nadi
dan tekanan darah untuk mengalami perubahan besar sampai terjadi
kehilangan darah sangat banyak. Kehilangan banyak darah tersebut
menimbulkan tanda- tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah
rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain
(Wiknjosastro, 2012).
Gambaran klinis pada hipovolemia dapat dilihat pada tabel berikut:

d. Penatalaksanaan
Penanganan pasien dengan PPP (Pendarahan postpartum) memiliki dua
komponen utama yaitu resusitasi dan pengelolaan perdarahan obstetri yang
mungkin disertai syok hipovolemik dan identifikasi serta pengelolaan
penyebab dari perdarahan. Keberhasilan pengelolaan perdarahan
postpartum mengharuskan kedua komponen secara simultan dan sistematis
ditangani (Edhi, 2013).

Penggunaan uterotonika (oksitosin saja sebagai pilihan pertama)


memainkan peran sentral dalam penatalaksanaan perdarahan postpartum.
Pijat rahim disarankan segera setelah diagnosis dan resusitasi cairan
kristaloid isotonik juga dianjurkan. Penggunaan asam traneksamat

22
disarankan pada kasus perdarahan yang sulit diatasi atau perdarahan tetap
terkait trauma. Jika terdapat perdarahan yang terusmenerus dan sumber
perdarahan diketahui, embolisasi arteri uterus harus dipertimbangkan. Jika
kala tiga berlangsung lebih dari 30 menit, peregangan tali pusat terkendali
dan pemberian oksitosin (10 IU) IV/IM dapat digunakan untuk menangani
retensio plasenta. Jika perdarahan berlanjut, meskipun penanganan dengan
uterotonika dan intervensi konservatif lainnya telah dilakukan, intervensi
bedah harus dilakukan tanpa penundaan lebih lanjut (WHO, 2012).
e. Pencegahan
Pencegahan PPP dapat dilakukan dengan manajemen aktif kala III.
Manajemen aktif kala III adalah kombinasi dari pemberian uterotonika
segera setelah bayi lahir, peregangan tali pusat terkendali, dan melahirkan
plasenta. Setiap komponen dalam manajemen aktif kala III mempunyai
peran dalam pencegahan perdarahan postpartum (Edhi, 2013).

Semua wanita melahirkan harus diberikan uterotonika selama kala III


persalinan untuk mencegah perdarahan postpartum. Oksitosin (IM/IV 10
IU) direkomendasikan sebagai uterotonika pilihan. Uterotonika injeksi
lainnya dan misoprostol direkomendasikan sebagai alternatif untuk
pencegahan perdarahan postpartum ketika oksitosin tidak tersedia.
Peregangan tali pusat terkendali harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang terlatih dalam menangani persalinan. Penarikan tali pusat lebih awal
yaitu kurang dari satu menit setelah bayi lahir tidak disarankan (WHO,
2012).

5) Syok obstetrik
Syok merupakan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang
adekuat ke organ - organ vital atau suatu kondisi yang mengancam jiwa dan
membutuhkan tindakan segera dan intensif
a. Gejala Syok :
1. Nadi cepat dan lemah (110 kali permenit atau lebih)
2. Tekanan darah yang rendah (sistolik kurang dari 90 mmhg)
3. Pucat (khususnya pada kelopak mata bagian dalam, telapak tangan,
atau sekitar mulut).
4. Keringat atau kulit yang terasa dingin dan lembab
5. Pernapasan cepat (30 kali per menit atau lebih)
6. Gelisah, bingung, atau hilangnya kesadaran
7. Urine yang sedikit (kurang lebih dari 30 ml per jam).
b. Penatalaksanaan syok obstetrik
Tujuan utama pengobatan syok adalah melakukan penanganan awal dan
khusus untuk hal-hal berikut ini.
1. Menstabilkan kondisi pasien.
2. Memperbaiki volume cairan sirkulasi darah.

23
3. Mengefisiensikan sistem sirkulasi darah.
Setelah pasien stabil, kemudian tentukan penyebab syok.

➢ Penanganan awal yang dilakukan pada syok adalah sebagai berikut :


1. Mintalah bantuan. Segera mobilisasi seluruh tenaga yang ada dan
siapkan fasilitas tindakan gawat darurat.
2. Lakukan pemeriksaan keadaan umum ibu secara cepat dan harus
dipastikan bahwa jalan nafas bebas.
3. Pantau tanda vital (nadi, tekanan darah, pernafasan dan suhu tubuh).
4. Bila ibu muntah, baring4kan posisi ibu dalam posisi miring untuk
meminimalkan risiko terjadinya aspirasi dan untuk memastikan jalan
nafasnya terbuka.
5. Jagalah ibu agar tetap hangat, tetapi jangan terlalu panas karena akan
menambah sirkulasi perifernya dan mengurangi aliran darah ke organ
vitalnya.
6. Naikkan kaki untuk menambah jumlah darah yang kembali ke jantung
(jika memungkinkan, tinggikan tempat tidur pada bagian kaki).

➢ Beberapa penanganan khusus yang dilakukan pada syok adalah


sebagai
berikut:
1. Mulailah infus intravena (2 jalur jika memungkinkan) dan berikan
cairan infus (garam fisiologis atau RL) awal dengan kecepatan 1 liter
15-20 menit (40-50 tetes/menit).
2. Berikan paling sedikit 2 liter cairan pada 1 jam pertama. Jumlah ini
melebihi cairan yang dibutuhkan untuk mengganti kehilangan cairan.
Pemberian infus dipertahankan dalam kecepatan 1 liter per 6-8 jam.
3. Setelah kehilangan cairan, sebaiknya dikoreksi, pemberian cairan infus
dipertahankan dalam kecepatan 1 liter per 6-8 jam (16-20 tetes per
menit).

➢ Ingat, Jangan berikan cairan melalui mulut pada ibu yang mengalami
syok
1. Pantau terus tanda - tanda vital (setiap 15 menit) dan darah yang hilang.
Nafas pendek dan pipi bengkak merupakan kemungkinan tanda
kelebihan cairan.
2. Lakukan kateterisasi kandung kemih dan pantau jumlah urin yang
keluar.

➢ Penilaian Ulang
1. Nilai ulang keadaan ibu 20-30 menit setelah pemberian cairan. Lakukan
penilaian selama 20 menit. Penilaian keadaan umum ibu tersebut untuk
menilai adanya tanda - tanda perbaikan.
2. Tanda - tanda kondisi pasien sudah stabil adalah sebagai berikut

24
1. Tekanan darah mulai naik, sistole mencapai 100 mmHg.
2. Kondisi Mental pasien membaik, ekspresi ketakutan berkurang.
3. Produksi urine bertambah. Diharapkan produksi urine paling sedikit
100 ml/4 jam atau 30 ml/jam
3. Jika kondisi ibu membaik :
1. Sesuaikan kecepatan infus menjadi 1 liter dalam 6 jam.
2. Teruskan penatalaksanaan untuk penyebab syok.
4. Jika kondisi ibu tidak membaik, berarti ibu membutuhkan penanganan
selanjutnya.

2.4 Peran Bidan Pada Kegawatdaruratan Kebidanan


Bidan memiliki peran penting dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian
ibu melalui kemampuannya untuk melakukan pengawasan, pertolongan kepada ibu,
pengawasan bayi baru lahir (neonatus) dan pada persalinan, ibu post partum serta
mampu mengidentifikasi penyimpangan dari kehamilan dan persalinan normal dan
melakukan penanganan yang tepat termasuk merujuk ke fasilitas pelayanan yang tepat.
Dalam kegawatdaruratan, peran sebagai bidan antara lain:
A. Melakukan pengenalan segera kondisi gawat darurat
B. stabilisasi klien (ibu), dengan oksigen, terapi cairan, dan medikamentosa
dengan:
1) Menjamin kelancaran jalan nafas, memperbaiki fungsi sistem
respirasi dan sirkulasi
2) Menghentikan pendarahan
3) Mengganti cairan tubuh yang hilang
4) Mengatasi nyeri dan kegelisahan
C. Ditempat kerja, menyiapkan sarana dan prasarana di kamar bersalin, yaitu:
1) Menyiapkan radiant warmer atau lampu pemanas untuk mencegah
kehilangan panas pada bayi
2) Menyiapkan alat resusitasi kit untuk ibu dan bayi
3) Menyiapkan alat pelindung diri
4) Menyiapkan obat obatan emergensi
D. Memiliki keterampilan klinik, yaitu:
1) Mampu melakukan resusitasi pada ibu dan bayi dengan peralatan
yang berkesinambungan. Peran organisasi sangat penting dalam
pengembangan sumber daya manusia (SDM) untuk meningkatkan
keahlian
2) Memahami dan mampu melakukan metode efektif dalam pelayanan
ibu dan bayi baru lahir, yang meliputi making pregnancy safer, safe

25
motherhood bonding attachment, inisiasi menyusu dini dan lain
lainnya

26
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bidan memiliki peran penting dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian
ibu melalui kemampuannya untuk melakukan pengawasan, pertolongan kepada ibu,
pengawasan bayi baru lahir (neonatus) dan pada persalinan, ibu post partum serta
mampu mengidentifikasi penyimpangan dari kehamilan dan persalinan normal dan
melakukan penanganan yang tepat termasuk merujuk ke fasilitas pelayanan yang tepat.
Kegawatdaruratan dapat juga didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala
berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba, tidak terduga dan membutuhkan tindakan segera
guna menyelamatkan jiwa/nyawa.
Kegawatdaruratan kebidanan pada ibu adalah kondisi kesehatan yang mengancam
jiwa yang terjadi dalam kehamilan atau selama dan sesudah persalinan dan kelahiran.
Terdapat banyak penyakit dan gangguan dalam kehamilan yang mengancam
keselamatan ibu dan bayinya

3.2 Saran
Semoga para pembaca dapat memahami isi dari makalah ini serta tidak henti
mencari referensi lain untuk menambah wawasan. Kami menyadari jika dalam
penyusunan makalah di atas masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata
sempurna. Adapun nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan susunan
makalah itu dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa
membangun dari para pembaca.

27
DAFTAR PUSTAKA

Siantar R Lumban & Dewi R. 2022. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan
Maternal Dan Neonatal. Malang : Penerbit Rena Cipta Mandiri.
Aulia Devy Lestari N, Dkk. 2022. Komplikasi Pada Kehamilan, Persalinan, Nifas Dan
Bayi Baru Lahir. CV Pena Persada
Prawirohardjo, Sarwono.2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan. Maternal Dan
Neonatal. Cetakan Keempat. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Rahyani, N. K. Y., Sit, S., Lindayani, I. K., Suarniti, N. W., Mahayati, N. M. D., Astiti, N.
K. E., & Dewi, I. N. (2020). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Patologi Bagi Bidan.
Penerbit Andi.
Rupdi Lumban Siantar, Dewi Rostianingsih, Tyara Ismiati, Ratu Bunga. 2022. Buku Ajar
Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Dan Neonatal. Rena Cipta Mandiri
Eni Indrayani, S.Si.T., M.P.H. , Nunik Ike Yunia Sari, SST., MPH., Netti Herawati, S.Sit.,
M.Pd., Siti Saleha, SST., M.Keb., Tonasih, S.S.T., M.Kes., Naomi Parmila Hesti
Savitri, S.Si.T., M.Keb., Anindhita Yudha Cahyaningtyas, SST., M.Kes. 2022. Buku
Ajar Nifas D III Jilid III. Mahakarya Citra Utama Group
Bella Cintania (2020) Gambaran Kejadian Perdarahan Postpartum Berdasarkan Paritas
Dan Anemia Di Rs Asy Syifa Medika Tahun 2019. Diploma Thesis, Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta.

28

Anda mungkin juga menyukai