Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

MELAKUKAN PENANGANAN AWAL KEGAWATDARURATAN


PADA KEHAMILAN
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Gawat Darurat Maternal dan Neonatal

Dosen Pengampu : Fauziah Yulfitria, SST, M. Keb

DISUSUN OLEH :

Kelompok 3 Kelas 3A

Adisty Putri P3.73.24.2.20.002


Erika Dwi Febriyanti P3.73.24.2.20.010
Febrina Fauziah P3.73.24.2.20.013
Isma Agustin Amalia P3.73.24.2.20.019
Putri Rengganis P3.73.24.2.20.026
Rara Nur Andini P3.73.24.2.20.029
Septia P3.73.24.2.20.034
Virgie Anggita Putri P3.73.24.2.20.042

TK.III A PRODI D-III KEBIDANAN

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III

T.A 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “MAKALAH
MELAKUKAN PENANGANAN AWAL KEGAWATDARURATAN PADA
KEHAMILAN”. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas mata kuliah Gawat Darurat Maternal dan Neonatal.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Gawat Darurat Maternal
dan Neonatal yang telah memberikan tugas ini dan kami yang telah menyusun dan
menyelesaikan makalah dengan baik dan benar, sehingga dapat menambah pengetahuan
dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami berharap makalah ini
bermanfaat bagi pembaca dalam menambah wawasan di bidang studi ini. Semoga pembaca
dapat memahami isi dari makalah kami.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan.

Bekasi, 03 Agustus 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 1

1.2 Rumusan masalah ........................................................................................................ 2

1.3 Tujuan .......................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................

2.1 Abortus ........................................................................................................................ 3

2.2 Abortus Imminens ........................................................................................................ 3

2.3 Abortus Insipiens ......................................................................................................... 9

2.4 Abortus Inkomplit ...................................................................................................... 14

2.5 Abortus Komplit ........................................................................................................ 18

2.6 Molahidatidosa........................................................................................................... 21

2.7 Kehamilan Ektopik Terganggu .................................................................................. 23

BAB III PENUTUP ...............................................................................................................

3.1 Kesimpulan ................................................................................................................ 27

3.2 Saran .......................................................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa kehamilan merupakan salah satu masa penentu untuk kesejahteraan ibu dan
janin. Perubahan yang terjadi pada masa kehamilan merupakan kondisi normal yang biasa
disebut sebagai kondisi fisiologi terhadap perubahan sistem tubuh wanita seiring dengan
besarnya janin yang dikandungnya. Namun demikian, perubahan yang terjadi dapat pula
menjadi patologis dan dapat mengancam ibu, bayi yang dikandungnya atau kedua-duanya.
Kondisi patologis dalam kehamilan dapat dialami saat usia kehamilan muda ataupun
kehamilan lanjut. Dalam kondisi demikian dapat terjadi dalam kondisi yang bisa
diprediksikan ataupun tidak. Namun demikian, masalah patologis dalam kehamilan tetap
harus mendapatkan perhatian serius , hal ini terkait erat dengan kedaruratan baik untuk ibu
ataupun janin yang dikandungnya. Kedaruratan yang terjadi pada masa kehamilan berkaitan
erat dengan perdarahan yang memiliki implikasi terjadinya syok. Dengan kondisi demikian
ini dapat menimbulkan gangguan untuk kesejahteraan janin dimana pada awal kehamilan
merupakan masa pembentukan organ atau organogenesis dan selanjutnya merupakan masa
perkembangan janin itu sendiri. Sedangkan, kegawatan yang terjadi dalam masa kehamilan
bagi ibu dapat meningkatkan angka kematian baik dari kehamilan secara langsung ataupun
tidak langsung dari kehamilannya.
Dari berbagai hal kegawatan yang terjadi dalam masa kehamilan baik untuk janin
ataupun ibu, kemampuan kinerja petugas kesehatan mempunyai peran besar dalam
melakukan deteksi awal, penatalaksanaan kedaruratann dan melakukan rujukan merupakan
hal yang sangat membutuhkan kompetensi tersendiri utamanya bagi bidan selaku ujung
tombak bagi pemberi layanan kebidanan. Dengan kompetensi yang dikuasai oleh bidan, maka
asuhan kehamilan dengan kegawat daruratan dapat dilakukan secara cepat, tepat dan benar.
( Suprapti, SST, M.Kes )

1ii
1.2 Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Abortus ?
2. Apa yang dimaksud dengan Abortus Imminens ?
3. Apa yang dimaksud dengan Abortus Insipiens ?
4. Apa yang dimaksud dengan Abortus Inkomplit ?
5. Apa yang dimaksud dengan Abortus Komplit ?
6. Apa yang dimaksud dengan Molahidatidosa ?
7. Apa yang dimaksud dengan Kehamilan Ektopik Terganggu ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang
Melakukan Penanganan Awal Kegawatdaruratan pada Kehamilan.
Setelah mempelajari kegawatdaruratan maternal neonatal dalam masa kehamilan,
mahasiswa mampu memberikan penanganan sesuai dengan kewenangannya. Secara
khusus, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Memberikan asuhan kegawatdaruratan kehamilan muda
2. Memberikan asuhan kegawadauratan kehamilan lanjut
3. Memberikan asuhan shock obstetri

2ii
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Abortus

Menurut WHO, abortus didefinisikan sebagai keluarnya produk konsepsi


sebelum janin dapat hidup di luar kandungan, yakni pada usia kehamilan 22 minggu
atau jika berat janin kurang dari 500 gram. Namun, American College of
Obstetricians and Gynecologists (ACOG) sendiri mendefinisikan abortus jika terjadi
pada 13 minggu pertama kehamilan. Abortus sering disebut juga keguguran atau early
pregnancy loss.

1. Ciri-ciri keguguran

Secara umum, keguguran dialami oleh wanita dengan usia kehamilan


belum mencapai 20 minggu. Munculnya bercak darah saat hamil tidak selalu
berarti keguguran. Banyak wanita hamil mengalami bercak di awal kehamilan
tetapi melahirkan bayi yang sehat.

Ciri-ciri keguguran yang paling utama adalah adanya aliran menstruasi


yang sangat deras. Biasanya, ibu tidak menyadari bahwa itu keguguran karena
dia tidak tahu bahwa dia hamil.

Tanda keguguran lain dialami oleh beberapa wanita yaitu:

 Pendarahan

 Kram perut bawah

 Nyeri perut

 Kelemahan

 Nyeri punggung yang memburuk atau parah

 Terkadang gejala disertai demam dan penurunan berat badan

 Lendir putih-merah muda

 Kontraksi

3ii
 Adanya jaringan yang terlihat seperti gumpalan darah yang keluar dari
vagina

 Tanda-tanda kehamilan menjadi lebih sedikit

Keguguran juga bisa terjadi terlambat atau disebut late


miscarriage yang terjadi ketika usia kehamilan 12–24 minggu. Salah satu
tanda dari late miscarriage adalah adanya penurunan pergerakan bayi.

2. Penyebab keguguran
sebagian besar tidak diketahui secara pasti tetapi terdapat beberapa faktor
sebagai berikut:
1. Faktor telur (ovum) atau spermatozoa yang kurang baik atau kurang
sempurna. Keduanya pembawa tanda, yang ketika mencari pasangan terjadi
penyimpangan sehingga menyebabkan pertumbuhan tidak sempurna sehingga
tidak mampu tumbuh sampai cukup umur.
2. Faktor ketidak suburan lapisan dinding rahim endometrium yang disebabkan
kekurangan gizi.
3. Kehamilan jarak pendek.
4. Penyakit sistemik yang terjadi pada ibu seperti penyakit jantung, paru, ginjal,
tekanan darah tinggi, hati, dan penyakit kelenjar dengan gangguan hormon
pada ibu.
(Manuaba Ida Ayu Chandranita, 2009).

2.2 Abortus Imminens


1. Prinsip Dasar
Abortus Imminens adalah proses awal dari suatu keguguran yang ditandai
dengan perdarahan pevaginam, sementara ostium uteri eksternum masih tertutup
dan janin masih baik intrauterin (Achadiat, 2004; h. 26)
Abortus iminens (keguguran mengancam), abortus ini baru mengancam dan
masih ada harapan untuk mempertahankan kehamilan. Abortus Imminens adalah
pengeluaran secret pervaginam yang tampak pada paruh pertama kehamilan
(Williams Obstetri,1995). Pada abortus imminens, keadaan perdarahan berasal
dari intra uteri yang timbul sebelum umur kehamilan kurang dari 20 minggu,
dengan atau tanpa kolik uterus, tanpa hasil pengeluaran konsepsi dan tanpa
dilatasi serviks (Ben –zion Taber,1992). Abortus Imminens ini merupakan

4ii
keguguran yang membakat dan akan terjadi keluarnya fetus masih dapat dicegah
(Mochtar Rustam, 1998).
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa abortus imminens
adalah perdarahan pervaginam yang terjadi pada umur kehamilan < 20minggu
sementara ostium uteri ekternum masih tertutup dan janin masih baik atau masih
bisa dipertahankan

2. Penilaian Klinis
Vagina bercak atau perdarahan yang lebih berat umumnya terjadi selama
kehamilan awal dan dapat berlangsung selama beberapa hari atau minggu serta
dapat mempengaruhi satu dari empat atau lima wanita hamil. Secara keseluruhan,
sekitar setengah dari kehamilan ini akan berakhir dengan abortus . Abortus
iminens di diagnosa bila seseorang wanita hamil kurang dari 20 minggu
mengeluarkan darah sedikit pada vagina. Perdarahan dapat berlanjut beberapa hari
atau dapat berulang, dapat pula disertai sedikit nyeri perut bawah atau nyeri
punggung bawah seperti saat menstruasi.

3. Diagnosis Banding
Diagnosis abortus imminens ditentukan dari :
a. Terjadinya perdarahan melalui ostium uteri eksternum dalam jumlah
sedikit.
b. Hasil konsepsi masih di dalam uterus.
c. Tidak ada pembukaan ostium uteri internum (OUI).
d. Disertai sedikit nyeri perut bawah.
e. Uterus membesar sesuai dengan usia kehamilan.
f. Test kehamilan (+).

Diagnosis abortus imminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan


pervaginam pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Penderita mengeluh
mulas sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam.
Ostium uteri masih tertutup, besarnya uterus masih sesuai umur kehamilan dan tes
kehamilan urin masih positif. Untuk menentukan prognosis abortus imminens
dapat dilakukan dengan melihat kadar hormon hCG pada urin dengan cara
melakukan tes urin kehamilan menggunakan urin tanpa pengenceran dan

5ii
pengenceran 1/10. Bila hasil tes urin masih positif keduanya maka prognosisnya
adalah baik. Pengelolaan penderita ini sangat bergantung pada informed consent
yang diberikan. Bila ibu ini masih menghendaki kehamilan tersebut, maka
pengelolaan harus maksimal untuk mempertahankan kehamilan ini.

Pemeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada


dan mengetahui keadaan plasenta apakah sudah terjadi pelepasan atau belum.
Diperhatikan ukuran biometri janin/kantong gestasi apakah sesuai dengan umur
kehamilan berdasarkan HPHT. Denyut jantung janin dan gerakan janin
diperhatikan disamping tidak adanya hematoma retroplasenta atau pembukaan
kanalis servikalis. Pemeriksaan USG dapat dilakukan baik secara transabdominal
maupun transvaginal. Pada USG transabdominal jangan lupa pasien harus tahan
kencing terlebih dahulu untuk mendapatkan acoustic window yang baik agar
rincian hasil USG dapat jelas (Prawirohardjo, 2014).

Menurut Cunningham (2014) hal-hal yang dapat menyebabkan abortus


imminens terdiri dari faktor fetal, maternal, dan paternal. Namun dari seluruh
faktor yang dapat memengaruhi terjadinya abortus imminens hanya faktor
maternal yaitu yang terdiri dari umur ibu, usia kehamilan, paritas, riwayat
abortus, dan penyakit ibu yang akan diteliti.

4. Penanganan Umum
Pada ibu dengan kasus abortus imminens, biasanya tidak perlu pengobatan
khusus/medik, hanya dapat diberi sedativa, misalnya dengan luminal, codein dan
morfin (sesuai protap dan instruksi dokter). Keluarnya fetus masih dapat dicegah
dengan memberi obat-obatan hormonal dan antispamodika dan untuk mengurangi
kerentanan otot-otot uterus, misal:gestanon (Rukiyah, 2010).
Penderita diminta untuk melakukan tirah baring sampai perdarahan berhenti. Bisa
diberi spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi tambahan hormon
progesteron atau derivatnya untuk mencegah terjadinya abortus. Obat-obatan ini
walaupun secara statistik kegunaannya tidak bermakna, tetapi efek psikologisnya
kepada penderit sangat menguntungkn. Penederita boleh dipulangkan setelah tidak
terjadi perdarahan dengan pesan khusus tidak boleh berhubungan seksual dulu
sampai lebih kurang 2 minggu (Prawirohardjo, 2014).

6ii
Jika perdarahan berhenti lakukan asuhan antenatal seperti biasa, lakukan
penilaian jika perdarahan terjadi lagi. Sementara jika perdarahn terus berlangsung
nilai kondisi janin (uji kehamilan atau USG), lakukan konfirmasi kemungkinan
adanya penyebab lain (hamil ektopik/mola) kemudian jika perdarahan setelah
beberapa minggu masih ada, maka perlu ditentukan apakah kehamilan masih baik
atau tidak. Apabila reaksi kehamilan 2 kali berturut-turut negatif maka sebaiknya
uterus dikosongkan.

Pada fasilitas kesehatan dengan sarana terbatas, pemantauan hanya dilakukan


melalui ganjalan klinik dan hasil pemeriksaan; jika perdarahan yang disebabkan
erosi, maka erosi diberi nitras argentil 5-10 %. Apabila sebabnya polyp, maka
polyp diputar dengan cunam sampai tangkainya putus (Rukiyah, 2010).

5. Komplikasi
Komplikasi abortus imminens berupa perdarahan atau infeksi yang dapat
menyebabkan kematian. Risiko abortus imminens semakin tinggi dengan
bertambahnya paritas dan semakin bertambahnya usia ibu dengan asumsi bahwa
semakin tinggi paritas maka semakin tinggi angka kejadian abortus dan semakin
rendah paritas maka angka kejadian abortus akan semakin rendah. Komplikasi
yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi, infeksi dan syok.
Hal ini juga diketahui bahwa usia ibu, penyakit sistemik seperti diabetes
mellitus, hipotiroidisme, pengobatan infertilitas, trombofilia, berat badan ibu dan
struktur rahim yang abnormal meningkatkan risiko abortus imminens. Ibu yang
menderita penyakit seperti pneumonia, tifus abdominalis, pielonefritis, malaria,
dan lain-lain, maupun kronik seperti, anemia berat, keracunan, laparotomi,
peritonitis umum, dan penyakit menahun seperti brusellosis, mononukleosis
infeksiosa, toksoplasmosis, kemunginan akan mengalami abortus. Ibu yang
mempunyai penyakit kemungkinan akan mengalami beberapa risiko yang
menyebabkan abortus, kelahiran prematur, bayi dengan berat badan lahir yang
rendah, pendarahan antepartum, ketuban pecah dini hingga keguguran atau
kematian janin.Karena itu, jika setelah abortus imminens ini kehamilan masih
dilanjutkan, pemeriksaan rutin, istirahat yang cukup serta makanan bernutrisi
tinggi menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi (Triana, 2015).

7ii
6. Pencegahan
Adapun langkah-langkah praktis yang bisa dilakukan untuk memperkecil risiko
terjadinya abortus imminens adalah sebagai berikut :
1) Rutin memeriksakan diri ke dokter, berkonsultasi dan menjalani test USG.
3 cara ini setidaknya dapat membuat ibu, mengetahui gejala kelainan
dalam kandungan sedini mungkin sehingga. Jika terjadi kelainan, bisa
cepat dilakukan tindakan penyelamatan untuk menghindari risiko yang
lebih tinggi.
2) Mempersiapkan kehamilan sebaik-baiknya, semisal mencukupi asupan
nutrisi ibu hamil, mempertebal daya tahan tubuh atau jika diperlukan,
melakukan terapi untuk mengobati penyakit akut (seperti typhus, malaria,
pielonefritis, pneumonia dan lain-lain) atau kronis (TBC, anemia berat,
laparatomi dan lain lain) baik yang diderita calon bapak maupun calon ibu.
Selain dapat menular pada bayi, penyakit-penyakit tertentu yang diderita
calon bapak/ibu juga dapat menghambat proses kehamilan.
3) Mengurangi aktivitas fisik sejak masa pra-kehamilan hingga kehamilan.
4) Selektif dalam mengkonsumsi obat dan berkonsultasi terlebih dahulu
apakah sebuah obat aman dikonsumsi ibu hamil atau tidak. Istirahat yang
cukup dan menenangkan pikiran. Salah satu sebab yang dapat memicu
terjadinya abortus imminens adalah tekanan psikologis seperti trauma,
keterkejutan yang sangat atau rasa ketakutan yang luar biasa. Karena itu,
ibu hamil harus mengkondisikan pikirannya agar sebisa mungkin rileks
dan santai. Peran dan dukungan dari orang-orang terdekat juga amat
diperlukan dalam upaya menciptakan keadaan kondusif.
5) Mengatur jarak kehamilan.
6) Mengonsumsi vitamin dan nutrisi-nutrisi lain yang diperlukan tubuh.
7) Antenatal care (ANC), disebut juga prenatal care, merupakan intervensi
lengkap pada wanita hamil yang bertujuan untuk mencegah atau
mengidentifi kasi dan mengobati kondisi yang mengancam kesehatan
fetus/bayi baru lahir dan/atau ibu, dan membantu wanita dalam
menghadapi kehamilan dan kelahiran sebagai pengalaman yang
menyenangkan. Penelitian observasional menunjukkan bahwa ANC
mencegah masalah kesehatan pada ibu dan bayi. Pada suatu penelitian
menunjukkan, kurangnya kunjungan rutin ibu hamil dengan risiko rendah
8ii
tidak meningkatkan risiko komplikasi kehamilan namun hanya
menurunkan kepuasan pasien. Perdarahan pada kehamilan disebabkan oleh
banyak faktor yang dapat didentifikasi dari riwayat kehamilan terdahulu
melalui konseling dan anamnesis. Pada penelitian Herbst, dkk (2003), ibu
hamil yang tidak melakukan ANC memiliki risiko dua kali lipat untuk
mengalami risiko kelahiran prematur (Prawirohardjo, 2014).

2.3 Abortus Insipiens


1. Prinsip Dasar
Abortus insipiens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu, dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat,
tetapi hasil konsepsi masih berada di dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi
lebih sering dan kuat perdarahan bertambah. Pengeluaran hasil konsepsi dapat
dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan cunam ovum, disusul dengan
kerokan.
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat – akibat tertentu)
pada/sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu/buah kehamilan belum mampu
untuk hidup di luar kandungan.
Abortus insipiens adalah abortus yang sedang berlangsung, dengan ostium
sudah terbuka dan ketuban yang teraba, kehamilan itu tidak dapat dipertahankan lagi.
(Prof.Dr.Rustam M.MPH Sinopsis Obstetri 1)
Diperkirakan frekwensi keguguran spontan berkisar 10 – 15%. Namun
demikian, frekuensi keguguran yang pasti sulit / sukar ditentukan. Hal itu disebabkan
sebagian keguguran spontan hanya disertai gejala dan tanda ringan sehingga wanita
tidak datang ke dokter / RS.
Pada kasus ini hendaknya penolong dapat memberikan pertolongan yang tepat
dan optimal, sehingga penderita tidak sampai mengalami komplikasi sehingga dapat
mengurangi terjadinya angka kematian ibu. Pada kasus abortus insipiens ini, janin
sudah tidak dapat diselamatkan maka jaringan fetus yang keluar harus benar – benar
bersih dalam rahimnya agar tidak menimbulkan komplikasi.
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. (FKUI Kapita Selekta Kedokteran
1,260).

9ii
Abortus adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus belum
sanggup hidup sendiri diluar uterus, belum sanggup diartikan apabila fetus itu
beratnya terletak antara 400 – 1.000 gram, atau usia kehamilan kurang dari 28
minggu (Eastman)
Abortus adalah terputusnya kehamilan sebelum minggu ke-16, dimana proses
plasentasi belum selesai. Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum anak dapat
hidup di dunia luar. (Obstetri Patologi, Hal : 7)
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada
kehamilan atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan
belum mampu untuk hidup di luar kandungan. (Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, hal : 145).
2. Etiologi
Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu :
1) Kelaianan pertumbuhan hasil konsepsi, biasa menyebabkan abortus pada kehamilan
sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini adalah
a. Kelainan kromosom, terutama trisomi autosom dan monosomi X
b. Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna
c. Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan, tembakau atau alkohol.
2) Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi
menahun.
3) Faktor maternal, seperti pneumonia, tifus, anemia berat, keracunan dan
toksoplasmosis.
4) Kelainan traktus genetalia seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada
trimester kedua) retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan uterus.

3. Manisfestasi Klinis
1. Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu.
2. Pada pemeriksaan fisik : Keadaan umum tampak lemah atau kesadaran
menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat
dan kecil, suhu badan normal atau meningkat.
3. Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi
4. Rasa mulas atau keram perut di daerah atas simfisis, sering disertai nyeri
pinggang akibat kontraksi uterus
5. Pemeriksaan ginekologi :
10
ii
a) Inspeksi vulva : perdarahan pervaginam ada / tidak jaringan hasil konsepsi,
tercium/tidak bau busuk dari vulva
b) Inspekulo : perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah
tertutup, ada/tidak jaringan keluar dari ostium, ada/tidak cairan atau
jaringan berbau busuk dario ostium.
c) Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak
jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia
kehamilan, tidak nyeri saat porsio dogoyang, tidak nyeri pada perabaan
adneksa, kavum Douglasi, tidak menonjol dan tidak nyeri.

4. Tanda Dan Gejala Abortus Insipiens


1. Perdarahan lebih banyak
2. Perut mules (sakit) lebih hebat dikarenakan kontraksi rahim kuat
3. Pada pemeriksaan dijumpai perdarahan lebih banyak, kanalis servikalis
terbuka dan jaringan/ hasil konsepsi dapat diraba.
4. Serviks terbuka
a) Komplikasi
1) Anemia oleh karena perdarahan
2) Perforasi karena tindakan kuret
3) Infeksi
4) Syok pendaran atau syok endoseptik
b) Resusitasi cairan hendaknya dilakukan terlebih dahulu dengan NACL atau RL
disusul dengan transfusi dara.

5. Penanganan Pada Abortus Insipiens


1. Penanganan abortus insipiens yang paling pertama harus dilakukan adalah
menunggu keluarnya jaringan sisa janin secara spontan, Setelahnya, dokter
juga akan melakukan kuretase untuk membersihkan sisa-sisa jaringan pada
usia kehamilan di bawah 12 minggu, Jika keguguran terjadi pada usia
kehamilan 12-23 minggu, dokter akan melakukan prosedur dilatasi dan
evakuasi. Prosedur ini dilakukan dengan memperlebar serviks agar sisa
jaringan bisa keluar lebih mudah, Bila kehamilan mencapai 16-23 minggu,
dokter juga akan memberikan obat induksi medis, misalnya dengan obat
misoprostol.
11
ii
2. Lakukan prosedur evakuasi hasil konsepsi
Bila usia gestasi ≤ 16 minggu, evakuasi dilakukan dengan peralatan Aspirasi
Vakum Manual (AVM) setelah bagian – bagian janin dikeluarkan.
Bila usia gestasi ≥ 16 minggu, evakuasi dilakukan dengan prosedur dilatasi
dan kuretase (D & K)
3. Bila Prosedur evakuasi tidak dapat segera dilaksanakan atau usia gestasi lebih
besar dari 16 minggu, lakukan tindakan pendahuluan dengan :
(a) Infus Oksitosin 20 unit dalam 500 ml NS atau RL mulai dengan 8 tetes /
menit yang dapat dinaikkan dengan hingga 40 tetes / menit, sesuai dengan
kondisi kontraksi uterus hingga terjadi pengeluaran hasil konsepsi.
(b) Ergometrin 0,2 mg IM yang di ulangi 15 menit kemudian.
(c) Misoprostol 400 mg per oral dan apabila masih diperlukan, dapat diulangi
dengan dosis yang sama setelah 4 jam dari dosis awal.
4. Hasil konsepsi yang tersisa dalam kavum uteri dapat dikeluarkan dengan
AVM atau D & K (hati – hati resiko perforasi).
5. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.

6. Diagnosis Banding
Abortus bisa didiagnosis banding dengan keadaan fisiologi yakni flek nidasi.
Diagnosis banding lainnya adalah kondisi patologis yakni kehamilan ektopik dan
mola hidatidosa.

 Perdarahan Vagina Fisiologis Akibat Flek Nidasi

Flek nidasi akibat implantasi terkadang terjadi pada kehamilan normal.


Gejala yang timbul berupa spotting atau flek ringan yang mungkin terjadi pada
1-2 minggu paska pembuahan dimana sel telur mulai menempel pada uterus.
Pada keadaan ini, flek akan menghilang dalam 3-5 hari.

 Kehamilan Ektopik

Pasien dengan kehamilan ektopik juga bisa datang dengan keluhan


mirip abortus. Pada kehamilan ektopik, akan didapatkan nyeri perut, distensi
abdomen, dan juga teraba massa adneksa. Pada USG, akan didapatkan janin
ekstrauterine.

12
ii
7. Mola Hidatidosa

Pada mola hidatidosa, pasien datang dengan keluhan perdarahan yang disertai
tanda kehamilan, sama seperti abortus. Namun, pada mola hidatidosa, hormon HCG
akan sangat meningkat, sehingga kehamilan sering disertai hiperemesis. Pada hasil
pemeriksaan USG, tidak didapati hasil konsepsi, tetapi didapati gambaran honeycomb
pattern.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendiagnosis abortus adalah
plano pregnancy test, laboratorium darah, dan ultrasonografi.

Plano Pregnancy Test

Plano pregnancy test yang diperiksa melalui urin akan menunjukkan hasil
positif pada 2 minggu pasca terbentuknya konsepsi janin. Pada abortus, plano
pregnancy test umumnya masih positif sampai 7-10 hari pasca abortus namun
berangsur-angsur akan menjadi negatif.

Pemeriksaan Laboratorium Darah

Jika terjadi perdarahan hebat pada abortus, akan ditemukan penurunan


hemoglobin (Hb) dan hematokrit, serta terjadi peningkatan leukosit dengan
pergeseran ke kiri jika terjadi infeksi.

Profil koagulasi dianjurkan diperiksa hanya jika ada perdarahan masif.

Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch dilakukan jika ada indikasi


transfusi darah. Pemeriksaan golongan darah dan rhesus juga diperlukan untuk
melihat adanya kemungkinan inkompatibilitas, serta untuk menentukan jika
diperlukan pemberian anti-D.

Pemeriksaan beta HCG darah dapat dilakukan untuk mengetahui


perkembangan plasenta. Pada abortus, kadar beta HCG bisa lebih rendah atau
menurun dibanding sebelumnya dan akan normal dalam 2 minggu setelah abortus.
Pemeriksaan ini jarang diperlukan, tetapi dapat dilakukan sebagai pemeriksaan serial
untuk menunjang diagnosis jika kelangsungan kehamilan meragukan.

13
ii
USG

Pemeriksaan ultrasonografi (USG) umumnya dianjurkan dilakukan untuk


melihat ada tidaknya kantung gestasi, untuk mengetahui apakah embrio masih
berkembang, dan untuk mendeteksi detak jantung janin. USG transvaginal lebih baik
dibanding transabdominal karena gambaran yang ditampilkan lebih jelas.

USG transvaginal disarankan terutama pada pasien obesitas dan pasien


dengan uterus retrofleksi.

8. Pencegah Abortus Insipiens

(1) Serupa dengan penyebabnya, tidak ada cara pasti yang mampu mencegah abortus
insipiens. Namun, Anda bisa mengurangi risiko terjadinya keguguran dengan
cara:
(2) Tidak merokok, menyalahgunakan obat-obatan, dan konsumsi alkohol selama
hamil.
(3) Konsumsi makanan bergizi, setidaknya 5 porsi buah dan sayur dalam sehari.
(4) Menjaga berat badan
(5) Menjauhi risiko penyebab infeksi
(6) Menyembuhkan penyakit kronis
(7) Vaksinasi selama hamil
(8) Seks dengan aman
(9) Selalu kontrol kandungan di dokter kandungan atau bidan.

2.4 Abortus Inkomplit


1. Prinsip dasar
Abortus incompletes (keguguran tidak lengkap). Sebagian dari buah kehamilan telah
dilahirkan tapi sebagian (biasanya jaringan plasenta) masih tertinggal di dalam rahim.
Pada abortus ini pengeluaran sebagian janin pada kehamilan sebelum 20 minggu
dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vaginal, servikalis
terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavun uteri atau kadang-kadang sudah
menonjol dari ostium uteri eksternum. Pendarahan tidak akan berhenti sebelum sisa
janin dikeluarkan, dapat menyebabkan syok.

14
ii
Puskesmas PONED merupakan pusat pelayanan kesehatan dasar primer,
mempunyai kewenangan dalam penanganan abortus, diantaranya abortus inkomplit
dengan kewenangan melakukan kuretase.

2. Tanda-tanda Abortus Inkomplit


a) Setelah tejadi abortus dengan pengeluaran jaringan, pendarahan berlangsung terus.
b) Sering cervix tetap terbuka karena masih ada benda di dalam rahim yang dianggap
corpus allieum, maka uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan
kontraksi. Tetapi kalau keadaan ini dibiarkan lama cerviksakan menutup kembali
(Pudiastuti, 2012: 45).

3. Penilaian klinik
Menurut penelitian Manuaba pada 2010 sebagai berikut:
1. Perdarahan memanjang sampai terjadi keadaan anemis.
2. Perdarahan mendadak banyak menimbulkan keadaan gawat.
3. Terjadi infeksi dengan di tandai suhu tinggi.
4. Dapat terjadi degenerasi ganas (korio karsinoma).

Gejala abortus inkomplit ditandai dengan adanya pendarahan bercak hingga


sedang, sedikit atau tanpa nyeri perut, dan servik terbuka atau menutup, serta riwayat
ekspulsi hasil konsepsi.

4. Penanganan umum
abortus memiliki penanganan secara umum antara lain:
a) Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk tanda-
tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, suhu).
b) Pemeriksaan tanda-tanda syok (akral dingin,pucat, takikardi, tekanan sistolik <90
mmHg). Jika terdapat syok, lakukan tatalaksana awal syok.
c) Jika tidak terlihat tanda-tanda syok, tetap fikirkan kemungkinan tersebut saat
penolong melakukan evaluasi mengenai kondisi ibu karena kondisinya dapat
memburuk dengan cepat.

15
ii
Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi,
berikut kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam untuk 48 jam:
1. Ampisilin 2 g IV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6 jam.
2. Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
3. Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
d) Segerah rujuk ibu ke rumah sakit.
e) Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional dan
kongseling kontrasepsi pasca keguguran.
f) Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus (WHO, 2013:84).

Abortus inkomplit adalah begitu keadaan hemodinamik pasien sudah dinilai


dan pengobatan dimulai, jaringan yang tertahan harus diangkat atau perdarahan akan
terus berlangsung. Oksitosik (oksitosin 10 IU/500ml larutan dekstrosa 5% dalam
larutan RL IV dengan kecepatan kira-kira 125 ml/jam) akan membuat uterus
berkontraksi, membatasi perdarahan, membantu pengeluaran bekuan darah atau
jaringan dan mengurangi kemungkinan perforasi uterus selama dilatasi dan kuretase.

5. Diagnosis banding
a. Perdarahan memanjang, sampai terjadi keadaan anemis.
b. Perdarahan mendadak banyak menimbulkan keadaan gawat.
c. Terjadi infeksi ditandai suhu tinggi.
d. Dapat terjadi degenerasi ganas.
e. Pada pemeriksaan dijumpai gambaran:
1) Kanalis servikalis terbuka
2) Dapat diraba jaringan dalam rahim.
3) Lakukan pemeriksaan bimanual: ukuran uterus, dilatasi, nyeri tekan, penipisan
serviks, serta kondisi ketuban.
4) Jika hasil pemeriksaan negatif, lakukan pemeriksaan denyut jantung janin
untuk menentukan kelangsungan hidup janin dan tenangkan keadaan ibu.
5) Jika perdarahan terus berlanjut, khususnya jika ditemui uterus lebih besar dari
yang harusnya mungkin menunjukkan kehamilan ganda atau molahidatidosa.
6) Jika perdarahan berhenti, lakukan asuhan antenatal seperti biasa dan lakukan
penilaian jika terjadi perdarahan lagi.

16
ii
7) Konsultasi dan rujuk ke dokter spesialis jika terjadi perdarahan hebat, kram
meningkat atau hasil pemeriksaan menunjukkan hasil abnormal (Yulaikhah,
2015:79-80).

Diagnosis banding untuk nyeri perut bagian bawah dan/atau panggul


dengan perdarahan vagina pada wanita hamil meliputi kehamilan ektopik,
perdarahan idiopatik pada kehamilan yang layak, perdarahan subkorionik,
kehamilan mola, trauma vagina, infeksi vagina atau serviks, aborsi spontan, atau
kelainan serviks (berlebihan). kerapuhan, keganasan, atau polip). Jika pasien
datang dengan tanda-tanda syok, perbedaannya dapat melebar termasuk aborsi
septik, syok hemoragik, syok serviks, atau ruptur uteri.

6. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada abortus yang di sebabkan oleh abortus


kriminalis dan abortus spontan adalah sebagai berikut:

a. Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi
dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat
terjadi apabila pertolongan tidak di berikan pada waktunya.
b. Infeksi kadang-kadang sampai terjadi sepsis, infeksi dari tuba dapat
menimbulkan kemandulan.
c. Faal ginjal rusak disebabkan karena infeksi dan syok. Pada pasien dengan abortus
diurese selalu harus diperhatikan. Pengobatan ialah dengan pembatasan cairan
dengan pengobatan infeksi.
d. Syok bakteril: terjadi syok yang berat rupa-rupanya oleh toksin-toksin.
Pengobatannya ialah dengan pemberian antibiotika, cairan, corticosteroid dan
heparin.
e. Perforasi: ini terjadi karena curratage atau karena abortus kriminalis
(Pudiastuti,2012: 49-50).

7. Pencegahan
Perdarahan pada trimester pertama terjadi pada 20% sampai 25% kehamilan, setengah
dari wanita ini akan melakukan aborsi spontan. Abortus inkomplit adalah pengeluaran
produk janin yang tidak lengkap. Pasien tidak boleh menunda mencari perawatan
medis jika mereka mengalami perdarahan selama kehamilan, karena hal ini dapat

17
ii
menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Setelah seorang wanita
dievaluasi oleh seorang profesional medis dan didiagnosis dengan aborsi tidak
lengkap, rencana perawatan akan diputuskan berdasarkan presentasi pasien.

Penatalaksanaan yang paling umum adalah hamil, dan wanita dapat


mengharapkan untuk melanjutkan perdarahan selama 1-2 minggu. Tindak lanjut
kebidanan sangat penting untuk USG berulang dan tingkat beta-hCG serial untuk
memastikan semua produk konsepsi telah dikeluarkan sepenuhnya. Penting juga
untuk mendidik pasien bahwa aborsi tanpa komplikasi tidak berdampak pada
kesuburan di masa depan, dan ovulasi dapat terjadi segera setelah delapan hari setelah
pengeluaran jaringan janin.

2.5 Abortus Komplit


1. Prinsip Dasar
Abortus Completus Hasil konsepsi lahir dengan lengkap. Pada keadaan ini kuretase
tidak diperlukan. Perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan
selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan akan berhenti sama sekali, karena
dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai. Serviks dengan
segera menutup kembali. Kalau 10 hari setelah abortus masih ada perdarahan,
abortus inkomplitus atau endometritis pasca abortus harus dipikirkan.

Dasar Diagnosis;

A. Anamnesis
1. Nyeri perut bagian bawah sedikit/tidak ada.
2. Perdarahan dari jalan lahir sedikit.
B. Pemeriksan dalam
1. Perdarahan bercak sedikit hingga sedang.
2. Teraba sisa jaringan buah kehamilan.
3. Ostium uteri tertutup, bila ostium terbuka teraba rongga uterus kosong.
4. Ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan. Penanganan, kaji kondisi ibu,
apakah disertai anemia atau tanda-tanda infeksi, selanjutnya persiapkan
rujukan dengan aman dan dalam perlindungan infus.

18
ii
C. Tanda-tanda Abortus Kompletus :
1. Perdarahan pervaginam
2. Adanya kontraksi uterus
3. Ostium serviks sudah menutup
4. Adanya pengeluaran jaringan
5. Tidak ada sisa jaringan dalam uterus
6. Uterus telah mengecil

2. Penegakan Diagnosa/Diagnosis Banding


1. Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu. ada pemeriksaan fisik:
keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun, tekanan darah normal
atau menurun, denyut nadi normal atau cepatdan kecil, suhu badan normal atau
meningkat.
2. Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi
3. Rasa mulas atau keram perut di daerah atas simfisis, sering disertai
nyeri pinggang akibat kontraksi uterus.
Abortus Kompletus ditegakan bila jaringan yang keluar juga diperiksa
kelengkapannya. Untuk memastikan rahim bersih atau belum dilakukan USG
oleh dokter spesialis Obstetri dan Gynekologi.

3. Penanganan Umum Abortus Kompletus


1. Tidak perlu penanganan khusus apabila rahim telah bersih
2. Observasi untuk melihat adanya perdarahan banyak yang bisa mengkibatkan
anemia berat dan perlu pananganan dengan tranfusi Apabila terdapat anemia
sedang berikan tablet sulfas ferrosus 60mg perhari selama 2 minggu. untuk
mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung protein,vitamin dan mineral
3. Apabila kondisi ibu baik cukup berikan tablet methylergometrin 3x1 tablet/ hari
untuk 3-5 hari,asam mefenamat 3x500mg/hari,tablet Fe
4. 1x60mg/hari selama 2 minggu,amoxillin 3x500mg/hari selama 3 hari untuk
mencegah terjadinya infeksi.
5. Pastikan tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan meliputi KU,tanda-
tanda vital dan pengeluaran pervaginam
6. Konseling asuhan pasca keguguran dan pemantauan lanjut dirumah
7. Anjurkan ibu untuk diet tinggi protein,vitamin dan mineral

19
ii
8. Anjurkan ibu untuk kontrol setelah obat habis atau jika ada keluhan.

4. Manifestasi klinis/Penilaian Klinis


1. Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan
2. Ostium uteri telah menutup
3. Uterus sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit
4. Besar uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan.

5. Komplikasi
Menurut Manjoer (2005), komplikasi pada abortus adalah perdarahan,
perforasi, syok dan infeksi. Pada missed abortus dengan retensi lama konsepsi dapat
terjadi kelainan pembekuan darah. Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah
perdarahan, perforasi, infeksi dan syok (Wiknjosastro, 2005).
a. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi
dan jika perlu pemberian tranfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi
apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
b. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperetrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamat-amati dengan
teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi, dan tergantung
dari luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi,
perforasi abortus yang dikerjakan oleh orang awam menimbulkan personal gawat
karena perlukaan uterus biasanya luas. Dengan adanya dugaan atau kepastian
terjadinya perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan 17
luasnya cedera, untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan seperlunya guna
mengatasi komplikasi.
c. Infeksi
Infeksi serius disekitar kandungan akibat Rahim yang sobek (Uterine
Perforation).Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations), Infeksi rongga
panggul (Pelvic Inflammatory Disease).Infeksi pada lapisan rahim
(Endometriosis).
d. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan dan karena infeksi berat.
20
ii
6. Pencegahan

Keguguran yang disebabkan oleh kelainan genetik sulit untuk dicegah.


Namun, keguguran yang terjadi karena faktor lain dapat dicegah dengan
melakukan beberapa cara berikut:

1. Mengonsumsi minimal 400 mcg asam folat setiap hari, setidaknya 1–2 bulan
selama program kehamilan.
2. Menjaga berat badan ideal.
3. Mengonsumsi makanan bergizi seimbang
4. Mengelola stres dengan baik.
5. Tidak merokok atau terpapar asap rokok, tidak mengonsumsi minuman
beralkohol, dan tidak menggunakan obat-obatan tanpa resep dokter.
6. Menerima vaksin sebelum hamil sesuai anjuran dokter, untuk mencegah
infeksi.
7. Menghindari paparan sinar radiasi dan zat beracun, seperti arsenik, timbal, dan
formaldehida.
8. Menjalani pengobatan untuk kondisi medis, terutama gangguan kesehatan
yang berisiko menyebabkan keguguran.

2.6 Mola hidatidosa


1. Prinsip dasar Penatalaksanaan Mola Hidatidosa
Pada dasarnya, penatalaksanaan mola hidatidosa meliputi empat prinsip utama yaitu :
1.1 Perbaikan Keadaan Umum
Perbaikan keadaan umum dilakukan dengan mengevaluasi tanda vital, rehidrasi,
dan resusitasi cairan bila didapatkan tanda-tanda syok. Bila pada hasil pemeriksaan
darah didapatkan anemia berat, perlu dipertimbangkan pemberian transfusi
darah dengan packed red cell (PRC).

1.2 Pengeluaran Jaringan Mola dengan Vakum Kuretase


Vakum kuretase atau suction curettage merupakan metode pilihan dalam evakuasi
jaringan mola hidatidosa tanpa mempedulikan ukuran uterus bagi pasien yang
ingin mempertahankan status fertilitasnya.

21
ii
Tidak disarankan menggunakan kuret tajam serta obat-obatan oksitosik untuk
meminimalisir risiko menyebarnya jaringan secara hematogen yang dapat berujung
metastasis.

1.3 Total Histerektomi dapat Menjadi Pilihan untuk Mengurangi Risiko Keganasan
Bagi wanita berusia >40 tahun yang tidak lagi menginginkan hamil, total
histerektomi dapat menjadi pilihan karena risiko terjadinya keganasan secara
signifikan meningkat pada kelompok populasi ini. Meskipun demikian,
histerektomi hanya dapat mengeliminasi risiko penyakit yang bersifat lokal-invasif
dan tidak dapat mencegah metastasis.

1.4 Pemeriksaan Tindak Lanjut


Mengingat adanya kemungkinan keganasan muncul setelah mola hidatidosa,
tindak lanjut menjadi penting dilakukan dengan memantau kadar hCG pasien. Tes
hCG harus mencapai nilai normal kembali 8 minggu setelah evakuasi. Tindak
lanjut dapat diteruskan hingga kisaran 1 tahun setelah evakuasi.
Selama 6 bulan setelah evakuasi, pasien disarankan untuk tidak hamil terlebih
dahulu agar tidak terjadi bias selama pemantauan kadar serum hCG. Oleh karena
itu, penggunaan alat kontrasepsi yang efektif harus diinformasikan kepada pasien.
Saat ini, Federation of Gynecologists and Obstetricians (FIGO) mengeluarkan
kriteria diagnosis penyakit trofoblas setelah mola hidatidosa, yaitu :
 Kadar hCG menetap pada 4 kali pemeriksaan dalam durasi 3 minggu (yaitu
pada hari ke 1, 7, 14, dan 21).
 Kadar hCG meningkat lebih dari 10% pada 3 kali pemeriksaan yang dihitung
dalam durasi 2 minggu (yaitu hari ke 1,7, dan 14).
 Kadar hCG yang persisten, yaitu tetap terdeteksi selama lebih dari 6 bulan
setelah evakuasi mola.

22
ii
2.7 Kehamilan Ektopik Terganggu
1. Prinsip dasar
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik dapat
mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut sebagai
kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik dapat terjadi diluar rahim misalnya
dalam tuba, ovarium atau rongga perut, tetapi dapat juga terjadi didalam rahim
misalnya dalam cervix, pars interstitialis tuba atau dalam tanduk rudimenter rahim.
Sebagian besar kehamilan ektopik terganggu berlokasi di tuba (90%) terutama di
ampula dan isthmus (Dewi, 2016)
Kehamilan ektopik ini dapat terjadi apabila terjadi ketidaknormalan dalam fisiologi
reproduksi manusia yang memungkinkan janin menempel atau tertanam dan matang
di luar endometrium yang akhirnya dapat menimbulkan kematian pada janin (Soliman
dan Salem, 2014). Kehamilan ektopik terganggu merupakan suatu kegawatdaruratan
dalam obstetri yang perlu penanganan segera. Perlunya diagnosis dini maupun
observasi klinis sangat diperlukan mengingat pentingnya kelangsungan hidup ibu
maupun prognosis reproduksi selanjutnya (Dewi dan Risilwa, 2017).

2. Penilaian klinik
Nyeri perut atau pelvis, amenorrhea atau haid yang terlambat, dan adanya perdarahan
pervaginam dengan atau tanpa gumpalan darah.
Selain itu, dapat berupa nyeri payudara, gejala gastrointestinal seperti mual dan
muntah, pusing, lemas, dan sinkop. Terkadang, pasien juga mengalami gejala infeksi
saluran kemih, keluarnya jaringan pervaginam, dan nyeri saat defekasi atau rasa
seperti ada tekanan pada rektum.

3. Diagnosis banding
Keadaan-keadaan patofisiologis baik didalam maupun di luar bidang kebidanan dan
kandungan (obstetri-gynekologi) perlu dipikirkan sebagai diagnosis banding
kehamilan ektopik terganggu menurut Yulianingsih (2009) antara lain:

1) Kelainan di bidang kebidanan dan penyakit kandungan yang di diagnosis banding


dengan kehamilan ektopik terganggu, yaitu:

23
ii
a) Abortus imminens atau insipiens
b) Kista ovari juga terpuntir, pecah, atau terinfeksi baik dengan atau tanpa
kehamilan muda.
c) Perdarahan uteria disfungsional atau metroraghia karena kelainan ginekologi
atau organi lainnya.
d) Endometriosis.
e) Salpingitis.
f) Rupture kista kiteal.
g) Penyakit trofoblastik gestasional.

2) Kelainan atau penyakit diluar bidang kebidanan dan penyakit kandungan yang
manifestasinya menyerupai kehamilan ektopik terganggu adalah
a) Apendisitis
b) Penyakit radang panggul

4. Penanganan umum
Pada umumnya zigot tidak akan mampu tumbuh layaknya normal bila berada di luar
rongga rahim. Bila telah didapatkan diagnosis dini maka jaringan ektopik sebaiknya
segera diangkat agar tidak menimbulkan bahaya yang mengancam nyawa pada wanita
hamil. Beberapa metode pengobatan yang biasa diberikan oleh dokter dapat berupa;

1. Pemakaian obat dengan ketentuan dan syarat khusus


Setelah itu, dokter memeriksa ada atau tidaknya detak jantung janin dalam rahim,
serta memeriksa gejala kehamilan lainnya.Jika tidak ada adanya pembuahan yang
berhasil dalam rahim, dokter akan menyuntikkan obat metotreksat.Obat ini dapat
menghentikan dan menghambat kehamilan saat itu. Obat metotreksat memiliki
tingkat keberhasilan yang tinggi dan efek samping yang risikonya kecil.Mengingat
termasuk obat keras, pemberian metotrexate hanya bisa dokter lakukan dengan
ketentuan medis.

2. Operasi laparoskopi
Operasi laparoskopi adalah cara untuk mengangkat embrio dan memperbaiki
kerusakan akibat perdarahan pada kondisi kehamilan ektopik. Cara melakukan
operasi ini dengan membuat sayatan kecil di perut dekat puSelanjutnya, dokter
24
ii
kandungan akan menggunakan tabung tipis, lengkap dengan lensa kamera dan
cahaya untuk melihat kondisi tuba fallopi.
Untuk mengatasi kehamilan ektopik, dokter akan mengangkat bagian tuba fallopi
yang rusak akan (salpingektomi) dan memperbaikinya (salpingostomi)Setelah
melakukan operasi ini, Anda harus beristirahat total selama 1 sampai 2 hari.

3. Operasi darurat
Jika kehamilan ektopik menyebabkan perdarahan hebat, Anda mungkin perlu
operasi darurat dengan cara menyayat sayatan perut (laparotomi).Dalam beberapa
kasus, dokter dapat memperbaiki kerusakan pada tuba falopi.Jika tuba dan indung
telur rusak parah, Anda mungkin memerlukan operasi pengangkatan
(salpingektomi).

5. Komplikasi

 Perdarahan Internal. Seorang wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik


dan tidak menerima diagnosis atau pengobatan tepat waktu lebih mungkin mungkin
mengalami perdarahan internal yang parah. Kondisi ini dapat menyebabkan syok dan
dampak yang serius.

 Kerusakan Tuba Falopi: Menunda pengobatan juga dapat menyebabkan kerusakan


tuba falopi, secara signifikan meningkatkan risiko kehamilan ektopik di masa
mendatang.

 Depresi: Hal ini dapat terjadi akibat perasaan berduka karena keguguran dan
mengkhawatirkan kehamilan di masa depan.

6. Pencegahan
Ada beberapa pemicu lain, seperti kebiasaan merokok, pernah memiliki riwayat
kehamilan ektopik sebelumnya, mengidap penyakit menular seksual, dan juga pernah
mengalami operasi pada bagian tuba falopi. Kehamilan ektopik menjadi salah satu
kondisi yang tidak dapat dicegah. untuk menghindari kondisi ini kamu bisa
melakukan beberapa hal, seperti:

25
ii
 Melakukan gaya hidup sehat, dengan berhenti merokok maupun mengonsumsi
alkohol dan juga memenuhi asupan nutrisi yang dibutuhkan untuk membantu
menjaga kesehatan rahim maupun indung telur.

 Rutin melakukan olahraga agar kesehatan tubuh dan berat badan tetap terjaga
dengan baik menjadi salah satu cara yang menurunkan risiko kehamilan ektopik.

 Mencegah munculnya penyakit menular seksual dengan tidak berganti pasangan


atau melakukan hubungan intim dengan menggunakan kondom.

26
ii
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kehamilan merupakan kondisi alami yang bisa terjadi pada wanita setelah ada proses
fertilisasi, dalam perjalannya kehamilan bisa berjalan normal tapi tidak kadang juga tidak
normal. Ketidak normalan yang dialami dalam kehamilan usia muda kurang dari 22
minggu, dapat terjadi perdarahan yang merupakan satu tanda yang harus sangat
diwaspadai. Selanjutnya dikembangkan dengan gejala lainnya baik secara subyektif
ataupun obyektif. Dari pengembangan gejala yang dialami wanita hamil pada kehamilan
muda dapat dibedakan adanya abortus (abortus imminen, abortus insipient, abortus in
komplit serta abortus komplit) dan selanjutnya kehamilan ektopik terganggu (KET)
ataupun mola hydatidosa. Ketiganya merupakan tanda bahaya kehamilan muda yang
harus mendapatkan pengawasan ketat.

3.2 Saran
Penyusun mengucapkan syukur alhamdullilah kepada Allah SWT, karena pada akhirnya
penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik meskipun masih banyak
kesalahan dan masih kurang sempurna.

Penyusun berharap dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua serta
para pembaca. Penyusun mengucapkan terimakasih kepada para pembaca atas kesediaan
membaca makalah ini.

27
ii
DAFTAR PUSTAKA

Referensi :
http://repository.unimus.ac.id/2614/3/BAB%20II.pdf
Sastrawinata, Sulaiman. dkk. 2005. Ilmu Kesehatan Reproduksi: ObstetriPatologi.
Edisi Jakarta: EGC
Cunningham FG, Gant FN, Leveno KJ, dkk. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta:
EGC, 2005
Dewi PS, R., & Yudho Prabowo, A. (2018). PERDARAHAN PADA KEHAMILAN
TRIMESTER 1.
http://digilib.ukh.ac.id/files/disk1/2/01-gdl-riskikusum-51-1-riskiku-i.pdf
https://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/20352/157032077.pdf?se
quence=1&isAllowed=y
Hamidah. 2013. Faktor Dominan yang Berhubungan Dengan Kejadian Abortus
Imminens. Jurnal Ilmu & Teknologi Ilmu Kesehatan, Jilid 1, Nomor 1, September
2013 : 29-33.
Ilhaini, Nur. 2013. Abortus Imminens: Upaya Pencegahan, Pemeriksaan, dan
Penatalaksanaan. Majalah Cermin Dunia Kedokteran CDK-206/ vol. 40 no. 7 :
492-496

Irianti, Bayu dkk. Asuhan Kehamilan Berbasis Bukti. Jakarta : Sagung Seto.2014.

WHO, Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan.


Jakarta:Unicef, 2013.

Pudiastuti,Ratna Dewi. Asuhan Kebidanan Pada Hamil Normal


Patologi.Yogyakarta: Nuha Medika. 2012.

Iqbal MJ, Risanto S. Perbandingan Antara Misoprostol dan Kuretase dalam


Penatalaksanaan Abortus Inkomplet. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada;
2013.

Rosmanengsi(2017).Manajemen Asuhan Kebidanan Ibu Hamil dengan Ibu Hamil


Di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Syekh Yusuf Gowa

Yulaikha, Lili. Seri Asuhan Kebidanan Kehamilan. Jakarta: EGC. 2012.

Griebel CP, Halvorsen J, Golemon TB, Day AA. Management of spontaneous


abortion. Am Fam Physician. 2005 Oct 01;72(7):1243-50.

28
ii
Gebretsadik A. Factors Associated with Management Outcome of Incomplete
Abortion in Yirgalem General Hospital, Sidama Zone, Southern Ethiopia. Obstet
Gynecol Int. 2018;2018:3958681.

Birch JD, Gulati D, Mandalia S. Cervical shock: a complication of incomplete


abortion. BMJ Case Rep. 2017 Jul 14;2017

Gemzell-Danielsson K, Kopp Kallner H, Faúndes A. Contraception following


abortion and the treatment of incomplete abortion. Int J Gynaecol Obstet. 2014
Jul;126 Suppl 1:S52-5.
Redinger A, Nguyen H. Incomplete Abortions. [Updated 2022 Jun 27]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.

Baston Helen, 2013, Midwifery Essentials, Antenatal, Volume 2, EGC,Jakarta

Morgan, geri & Carole, Hamilton. 2009. Obstetri & Ginekologi Jakarta: EGC

Prawirohadjo, sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka

Mayo Clinic. Diakses pada 2022. Molar pregnancy – Symptoms and causes.
National Health Service UK. Diakses pada 2022. Molar pregnancy.
Cleveland Clinic. Diakses pada 2022. Molar Pregnancy.
Sepilian VP, Wood E. Ectopic pregnancy [internet]. New York: Medscape; 2015
[diakses pada mei 2016]; tersedia dari: http://www.emedicine.medscape.com/ar
ticle/2041923‐overview

Galluzzo RN, Cardoso GM, Santos ML. Abdominal pregnancy. [Place unknown]:
[Publisher unknown]; 2006 [diakses pada Ags 2022]; Tersedia dari:
https://sonoworld.com/fetus/page.aspx?i d=1671.

Scheid DC, Ramakrishnan K. Determining ectopic pregnancy risk using


progesterone levels. Am Fam Physician [internet]. 2006. [Diakses pada Ags
2022]; 1;73(11):1892. Tersedia dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1
6770919.

Jazayeri A, Davis TA, Contreras DN. Diagnosis and management of abdominal


pregnancy: a case report. J Reprod Med [internet]. 2002 [diakses pada Ags 2022];
47(12):1047‐9. Tersedia dari: http://www/ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1 2516328

Radhakrishnan K. Radiological case: intra‐ abdominal pregnancy. J Pract Med


Imaging & Manage [internet]. 2015. [diakses pada Ags 2022]; Tersedia
dari: http://www.appliedradiology.com/articles /radiological‐case‐intra‐
abdominal‐ pregnancy

29
ii

Anda mungkin juga menyukai