DISUSUN OLEH :
Kelompok 3 Kelas 3A
T.A 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “MAKALAH
MELAKUKAN PENANGANAN AWAL KEGAWATDARURATAN PADA
KEHAMILAN”. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas mata kuliah Gawat Darurat Maternal dan Neonatal.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Gawat Darurat Maternal
dan Neonatal yang telah memberikan tugas ini dan kami yang telah menyusun dan
menyelesaikan makalah dengan baik dan benar, sehingga dapat menambah pengetahuan
dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami berharap makalah ini
bermanfaat bagi pembaca dalam menambah wawasan di bidang studi ini. Semoga pembaca
dapat memahami isi dari makalah kami.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
2.6 Molahidatidosa........................................................................................................... 21
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1ii
1.2 Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Abortus ?
2. Apa yang dimaksud dengan Abortus Imminens ?
3. Apa yang dimaksud dengan Abortus Insipiens ?
4. Apa yang dimaksud dengan Abortus Inkomplit ?
5. Apa yang dimaksud dengan Abortus Komplit ?
6. Apa yang dimaksud dengan Molahidatidosa ?
7. Apa yang dimaksud dengan Kehamilan Ektopik Terganggu ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang
Melakukan Penanganan Awal Kegawatdaruratan pada Kehamilan.
Setelah mempelajari kegawatdaruratan maternal neonatal dalam masa kehamilan,
mahasiswa mampu memberikan penanganan sesuai dengan kewenangannya. Secara
khusus, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Memberikan asuhan kegawatdaruratan kehamilan muda
2. Memberikan asuhan kegawadauratan kehamilan lanjut
3. Memberikan asuhan shock obstetri
2ii
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Abortus
1. Ciri-ciri keguguran
Pendarahan
Nyeri perut
Kelemahan
Kontraksi
3ii
Adanya jaringan yang terlihat seperti gumpalan darah yang keluar dari
vagina
2. Penyebab keguguran
sebagian besar tidak diketahui secara pasti tetapi terdapat beberapa faktor
sebagai berikut:
1. Faktor telur (ovum) atau spermatozoa yang kurang baik atau kurang
sempurna. Keduanya pembawa tanda, yang ketika mencari pasangan terjadi
penyimpangan sehingga menyebabkan pertumbuhan tidak sempurna sehingga
tidak mampu tumbuh sampai cukup umur.
2. Faktor ketidak suburan lapisan dinding rahim endometrium yang disebabkan
kekurangan gizi.
3. Kehamilan jarak pendek.
4. Penyakit sistemik yang terjadi pada ibu seperti penyakit jantung, paru, ginjal,
tekanan darah tinggi, hati, dan penyakit kelenjar dengan gangguan hormon
pada ibu.
(Manuaba Ida Ayu Chandranita, 2009).
4ii
keguguran yang membakat dan akan terjadi keluarnya fetus masih dapat dicegah
(Mochtar Rustam, 1998).
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa abortus imminens
adalah perdarahan pervaginam yang terjadi pada umur kehamilan < 20minggu
sementara ostium uteri ekternum masih tertutup dan janin masih baik atau masih
bisa dipertahankan
2. Penilaian Klinis
Vagina bercak atau perdarahan yang lebih berat umumnya terjadi selama
kehamilan awal dan dapat berlangsung selama beberapa hari atau minggu serta
dapat mempengaruhi satu dari empat atau lima wanita hamil. Secara keseluruhan,
sekitar setengah dari kehamilan ini akan berakhir dengan abortus . Abortus
iminens di diagnosa bila seseorang wanita hamil kurang dari 20 minggu
mengeluarkan darah sedikit pada vagina. Perdarahan dapat berlanjut beberapa hari
atau dapat berulang, dapat pula disertai sedikit nyeri perut bawah atau nyeri
punggung bawah seperti saat menstruasi.
3. Diagnosis Banding
Diagnosis abortus imminens ditentukan dari :
a. Terjadinya perdarahan melalui ostium uteri eksternum dalam jumlah
sedikit.
b. Hasil konsepsi masih di dalam uterus.
c. Tidak ada pembukaan ostium uteri internum (OUI).
d. Disertai sedikit nyeri perut bawah.
e. Uterus membesar sesuai dengan usia kehamilan.
f. Test kehamilan (+).
5ii
pengenceran 1/10. Bila hasil tes urin masih positif keduanya maka prognosisnya
adalah baik. Pengelolaan penderita ini sangat bergantung pada informed consent
yang diberikan. Bila ibu ini masih menghendaki kehamilan tersebut, maka
pengelolaan harus maksimal untuk mempertahankan kehamilan ini.
4. Penanganan Umum
Pada ibu dengan kasus abortus imminens, biasanya tidak perlu pengobatan
khusus/medik, hanya dapat diberi sedativa, misalnya dengan luminal, codein dan
morfin (sesuai protap dan instruksi dokter). Keluarnya fetus masih dapat dicegah
dengan memberi obat-obatan hormonal dan antispamodika dan untuk mengurangi
kerentanan otot-otot uterus, misal:gestanon (Rukiyah, 2010).
Penderita diminta untuk melakukan tirah baring sampai perdarahan berhenti. Bisa
diberi spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi tambahan hormon
progesteron atau derivatnya untuk mencegah terjadinya abortus. Obat-obatan ini
walaupun secara statistik kegunaannya tidak bermakna, tetapi efek psikologisnya
kepada penderit sangat menguntungkn. Penederita boleh dipulangkan setelah tidak
terjadi perdarahan dengan pesan khusus tidak boleh berhubungan seksual dulu
sampai lebih kurang 2 minggu (Prawirohardjo, 2014).
6ii
Jika perdarahan berhenti lakukan asuhan antenatal seperti biasa, lakukan
penilaian jika perdarahan terjadi lagi. Sementara jika perdarahn terus berlangsung
nilai kondisi janin (uji kehamilan atau USG), lakukan konfirmasi kemungkinan
adanya penyebab lain (hamil ektopik/mola) kemudian jika perdarahan setelah
beberapa minggu masih ada, maka perlu ditentukan apakah kehamilan masih baik
atau tidak. Apabila reaksi kehamilan 2 kali berturut-turut negatif maka sebaiknya
uterus dikosongkan.
5. Komplikasi
Komplikasi abortus imminens berupa perdarahan atau infeksi yang dapat
menyebabkan kematian. Risiko abortus imminens semakin tinggi dengan
bertambahnya paritas dan semakin bertambahnya usia ibu dengan asumsi bahwa
semakin tinggi paritas maka semakin tinggi angka kejadian abortus dan semakin
rendah paritas maka angka kejadian abortus akan semakin rendah. Komplikasi
yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi, infeksi dan syok.
Hal ini juga diketahui bahwa usia ibu, penyakit sistemik seperti diabetes
mellitus, hipotiroidisme, pengobatan infertilitas, trombofilia, berat badan ibu dan
struktur rahim yang abnormal meningkatkan risiko abortus imminens. Ibu yang
menderita penyakit seperti pneumonia, tifus abdominalis, pielonefritis, malaria,
dan lain-lain, maupun kronik seperti, anemia berat, keracunan, laparotomi,
peritonitis umum, dan penyakit menahun seperti brusellosis, mononukleosis
infeksiosa, toksoplasmosis, kemunginan akan mengalami abortus. Ibu yang
mempunyai penyakit kemungkinan akan mengalami beberapa risiko yang
menyebabkan abortus, kelahiran prematur, bayi dengan berat badan lahir yang
rendah, pendarahan antepartum, ketuban pecah dini hingga keguguran atau
kematian janin.Karena itu, jika setelah abortus imminens ini kehamilan masih
dilanjutkan, pemeriksaan rutin, istirahat yang cukup serta makanan bernutrisi
tinggi menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi (Triana, 2015).
7ii
6. Pencegahan
Adapun langkah-langkah praktis yang bisa dilakukan untuk memperkecil risiko
terjadinya abortus imminens adalah sebagai berikut :
1) Rutin memeriksakan diri ke dokter, berkonsultasi dan menjalani test USG.
3 cara ini setidaknya dapat membuat ibu, mengetahui gejala kelainan
dalam kandungan sedini mungkin sehingga. Jika terjadi kelainan, bisa
cepat dilakukan tindakan penyelamatan untuk menghindari risiko yang
lebih tinggi.
2) Mempersiapkan kehamilan sebaik-baiknya, semisal mencukupi asupan
nutrisi ibu hamil, mempertebal daya tahan tubuh atau jika diperlukan,
melakukan terapi untuk mengobati penyakit akut (seperti typhus, malaria,
pielonefritis, pneumonia dan lain-lain) atau kronis (TBC, anemia berat,
laparatomi dan lain lain) baik yang diderita calon bapak maupun calon ibu.
Selain dapat menular pada bayi, penyakit-penyakit tertentu yang diderita
calon bapak/ibu juga dapat menghambat proses kehamilan.
3) Mengurangi aktivitas fisik sejak masa pra-kehamilan hingga kehamilan.
4) Selektif dalam mengkonsumsi obat dan berkonsultasi terlebih dahulu
apakah sebuah obat aman dikonsumsi ibu hamil atau tidak. Istirahat yang
cukup dan menenangkan pikiran. Salah satu sebab yang dapat memicu
terjadinya abortus imminens adalah tekanan psikologis seperti trauma,
keterkejutan yang sangat atau rasa ketakutan yang luar biasa. Karena itu,
ibu hamil harus mengkondisikan pikirannya agar sebisa mungkin rileks
dan santai. Peran dan dukungan dari orang-orang terdekat juga amat
diperlukan dalam upaya menciptakan keadaan kondusif.
5) Mengatur jarak kehamilan.
6) Mengonsumsi vitamin dan nutrisi-nutrisi lain yang diperlukan tubuh.
7) Antenatal care (ANC), disebut juga prenatal care, merupakan intervensi
lengkap pada wanita hamil yang bertujuan untuk mencegah atau
mengidentifi kasi dan mengobati kondisi yang mengancam kesehatan
fetus/bayi baru lahir dan/atau ibu, dan membantu wanita dalam
menghadapi kehamilan dan kelahiran sebagai pengalaman yang
menyenangkan. Penelitian observasional menunjukkan bahwa ANC
mencegah masalah kesehatan pada ibu dan bayi. Pada suatu penelitian
menunjukkan, kurangnya kunjungan rutin ibu hamil dengan risiko rendah
8ii
tidak meningkatkan risiko komplikasi kehamilan namun hanya
menurunkan kepuasan pasien. Perdarahan pada kehamilan disebabkan oleh
banyak faktor yang dapat didentifikasi dari riwayat kehamilan terdahulu
melalui konseling dan anamnesis. Pada penelitian Herbst, dkk (2003), ibu
hamil yang tidak melakukan ANC memiliki risiko dua kali lipat untuk
mengalami risiko kelahiran prematur (Prawirohardjo, 2014).
9ii
Abortus adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus belum
sanggup hidup sendiri diluar uterus, belum sanggup diartikan apabila fetus itu
beratnya terletak antara 400 – 1.000 gram, atau usia kehamilan kurang dari 28
minggu (Eastman)
Abortus adalah terputusnya kehamilan sebelum minggu ke-16, dimana proses
plasentasi belum selesai. Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum anak dapat
hidup di dunia luar. (Obstetri Patologi, Hal : 7)
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada
kehamilan atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan
belum mampu untuk hidup di luar kandungan. (Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, hal : 145).
2. Etiologi
Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu :
1) Kelaianan pertumbuhan hasil konsepsi, biasa menyebabkan abortus pada kehamilan
sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini adalah
a. Kelainan kromosom, terutama trisomi autosom dan monosomi X
b. Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna
c. Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan, tembakau atau alkohol.
2) Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi
menahun.
3) Faktor maternal, seperti pneumonia, tifus, anemia berat, keracunan dan
toksoplasmosis.
4) Kelainan traktus genetalia seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada
trimester kedua) retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan uterus.
3. Manisfestasi Klinis
1. Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu.
2. Pada pemeriksaan fisik : Keadaan umum tampak lemah atau kesadaran
menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat
dan kecil, suhu badan normal atau meningkat.
3. Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi
4. Rasa mulas atau keram perut di daerah atas simfisis, sering disertai nyeri
pinggang akibat kontraksi uterus
5. Pemeriksaan ginekologi :
10
ii
a) Inspeksi vulva : perdarahan pervaginam ada / tidak jaringan hasil konsepsi,
tercium/tidak bau busuk dari vulva
b) Inspekulo : perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah
tertutup, ada/tidak jaringan keluar dari ostium, ada/tidak cairan atau
jaringan berbau busuk dario ostium.
c) Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak
jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia
kehamilan, tidak nyeri saat porsio dogoyang, tidak nyeri pada perabaan
adneksa, kavum Douglasi, tidak menonjol dan tidak nyeri.
6. Diagnosis Banding
Abortus bisa didiagnosis banding dengan keadaan fisiologi yakni flek nidasi.
Diagnosis banding lainnya adalah kondisi patologis yakni kehamilan ektopik dan
mola hidatidosa.
Kehamilan Ektopik
12
ii
7. Mola Hidatidosa
Pada mola hidatidosa, pasien datang dengan keluhan perdarahan yang disertai
tanda kehamilan, sama seperti abortus. Namun, pada mola hidatidosa, hormon HCG
akan sangat meningkat, sehingga kehamilan sering disertai hiperemesis. Pada hasil
pemeriksaan USG, tidak didapati hasil konsepsi, tetapi didapati gambaran honeycomb
pattern.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendiagnosis abortus adalah
plano pregnancy test, laboratorium darah, dan ultrasonografi.
Plano pregnancy test yang diperiksa melalui urin akan menunjukkan hasil
positif pada 2 minggu pasca terbentuknya konsepsi janin. Pada abortus, plano
pregnancy test umumnya masih positif sampai 7-10 hari pasca abortus namun
berangsur-angsur akan menjadi negatif.
13
ii
USG
(1) Serupa dengan penyebabnya, tidak ada cara pasti yang mampu mencegah abortus
insipiens. Namun, Anda bisa mengurangi risiko terjadinya keguguran dengan
cara:
(2) Tidak merokok, menyalahgunakan obat-obatan, dan konsumsi alkohol selama
hamil.
(3) Konsumsi makanan bergizi, setidaknya 5 porsi buah dan sayur dalam sehari.
(4) Menjaga berat badan
(5) Menjauhi risiko penyebab infeksi
(6) Menyembuhkan penyakit kronis
(7) Vaksinasi selama hamil
(8) Seks dengan aman
(9) Selalu kontrol kandungan di dokter kandungan atau bidan.
14
ii
Puskesmas PONED merupakan pusat pelayanan kesehatan dasar primer,
mempunyai kewenangan dalam penanganan abortus, diantaranya abortus inkomplit
dengan kewenangan melakukan kuretase.
3. Penilaian klinik
Menurut penelitian Manuaba pada 2010 sebagai berikut:
1. Perdarahan memanjang sampai terjadi keadaan anemis.
2. Perdarahan mendadak banyak menimbulkan keadaan gawat.
3. Terjadi infeksi dengan di tandai suhu tinggi.
4. Dapat terjadi degenerasi ganas (korio karsinoma).
4. Penanganan umum
abortus memiliki penanganan secara umum antara lain:
a) Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk tanda-
tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, suhu).
b) Pemeriksaan tanda-tanda syok (akral dingin,pucat, takikardi, tekanan sistolik <90
mmHg). Jika terdapat syok, lakukan tatalaksana awal syok.
c) Jika tidak terlihat tanda-tanda syok, tetap fikirkan kemungkinan tersebut saat
penolong melakukan evaluasi mengenai kondisi ibu karena kondisinya dapat
memburuk dengan cepat.
15
ii
Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi,
berikut kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam untuk 48 jam:
1. Ampisilin 2 g IV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6 jam.
2. Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
3. Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
d) Segerah rujuk ibu ke rumah sakit.
e) Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional dan
kongseling kontrasepsi pasca keguguran.
f) Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus (WHO, 2013:84).
5. Diagnosis banding
a. Perdarahan memanjang, sampai terjadi keadaan anemis.
b. Perdarahan mendadak banyak menimbulkan keadaan gawat.
c. Terjadi infeksi ditandai suhu tinggi.
d. Dapat terjadi degenerasi ganas.
e. Pada pemeriksaan dijumpai gambaran:
1) Kanalis servikalis terbuka
2) Dapat diraba jaringan dalam rahim.
3) Lakukan pemeriksaan bimanual: ukuran uterus, dilatasi, nyeri tekan, penipisan
serviks, serta kondisi ketuban.
4) Jika hasil pemeriksaan negatif, lakukan pemeriksaan denyut jantung janin
untuk menentukan kelangsungan hidup janin dan tenangkan keadaan ibu.
5) Jika perdarahan terus berlanjut, khususnya jika ditemui uterus lebih besar dari
yang harusnya mungkin menunjukkan kehamilan ganda atau molahidatidosa.
6) Jika perdarahan berhenti, lakukan asuhan antenatal seperti biasa dan lakukan
penilaian jika terjadi perdarahan lagi.
16
ii
7) Konsultasi dan rujuk ke dokter spesialis jika terjadi perdarahan hebat, kram
meningkat atau hasil pemeriksaan menunjukkan hasil abnormal (Yulaikhah,
2015:79-80).
6. Komplikasi
a. Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi
dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat
terjadi apabila pertolongan tidak di berikan pada waktunya.
b. Infeksi kadang-kadang sampai terjadi sepsis, infeksi dari tuba dapat
menimbulkan kemandulan.
c. Faal ginjal rusak disebabkan karena infeksi dan syok. Pada pasien dengan abortus
diurese selalu harus diperhatikan. Pengobatan ialah dengan pembatasan cairan
dengan pengobatan infeksi.
d. Syok bakteril: terjadi syok yang berat rupa-rupanya oleh toksin-toksin.
Pengobatannya ialah dengan pemberian antibiotika, cairan, corticosteroid dan
heparin.
e. Perforasi: ini terjadi karena curratage atau karena abortus kriminalis
(Pudiastuti,2012: 49-50).
7. Pencegahan
Perdarahan pada trimester pertama terjadi pada 20% sampai 25% kehamilan, setengah
dari wanita ini akan melakukan aborsi spontan. Abortus inkomplit adalah pengeluaran
produk janin yang tidak lengkap. Pasien tidak boleh menunda mencari perawatan
medis jika mereka mengalami perdarahan selama kehamilan, karena hal ini dapat
17
ii
menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Setelah seorang wanita
dievaluasi oleh seorang profesional medis dan didiagnosis dengan aborsi tidak
lengkap, rencana perawatan akan diputuskan berdasarkan presentasi pasien.
Dasar Diagnosis;
A. Anamnesis
1. Nyeri perut bagian bawah sedikit/tidak ada.
2. Perdarahan dari jalan lahir sedikit.
B. Pemeriksan dalam
1. Perdarahan bercak sedikit hingga sedang.
2. Teraba sisa jaringan buah kehamilan.
3. Ostium uteri tertutup, bila ostium terbuka teraba rongga uterus kosong.
4. Ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan. Penanganan, kaji kondisi ibu,
apakah disertai anemia atau tanda-tanda infeksi, selanjutnya persiapkan
rujukan dengan aman dan dalam perlindungan infus.
18
ii
C. Tanda-tanda Abortus Kompletus :
1. Perdarahan pervaginam
2. Adanya kontraksi uterus
3. Ostium serviks sudah menutup
4. Adanya pengeluaran jaringan
5. Tidak ada sisa jaringan dalam uterus
6. Uterus telah mengecil
19
ii
8. Anjurkan ibu untuk kontrol setelah obat habis atau jika ada keluhan.
5. Komplikasi
Menurut Manjoer (2005), komplikasi pada abortus adalah perdarahan,
perforasi, syok dan infeksi. Pada missed abortus dengan retensi lama konsepsi dapat
terjadi kelainan pembekuan darah. Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah
perdarahan, perforasi, infeksi dan syok (Wiknjosastro, 2005).
a. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi
dan jika perlu pemberian tranfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi
apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
b. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperetrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamat-amati dengan
teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi, dan tergantung
dari luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi,
perforasi abortus yang dikerjakan oleh orang awam menimbulkan personal gawat
karena perlukaan uterus biasanya luas. Dengan adanya dugaan atau kepastian
terjadinya perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan 17
luasnya cedera, untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan seperlunya guna
mengatasi komplikasi.
c. Infeksi
Infeksi serius disekitar kandungan akibat Rahim yang sobek (Uterine
Perforation).Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations), Infeksi rongga
panggul (Pelvic Inflammatory Disease).Infeksi pada lapisan rahim
(Endometriosis).
d. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan dan karena infeksi berat.
20
ii
6. Pencegahan
1. Mengonsumsi minimal 400 mcg asam folat setiap hari, setidaknya 1–2 bulan
selama program kehamilan.
2. Menjaga berat badan ideal.
3. Mengonsumsi makanan bergizi seimbang
4. Mengelola stres dengan baik.
5. Tidak merokok atau terpapar asap rokok, tidak mengonsumsi minuman
beralkohol, dan tidak menggunakan obat-obatan tanpa resep dokter.
6. Menerima vaksin sebelum hamil sesuai anjuran dokter, untuk mencegah
infeksi.
7. Menghindari paparan sinar radiasi dan zat beracun, seperti arsenik, timbal, dan
formaldehida.
8. Menjalani pengobatan untuk kondisi medis, terutama gangguan kesehatan
yang berisiko menyebabkan keguguran.
21
ii
Tidak disarankan menggunakan kuret tajam serta obat-obatan oksitosik untuk
meminimalisir risiko menyebarnya jaringan secara hematogen yang dapat berujung
metastasis.
1.3 Total Histerektomi dapat Menjadi Pilihan untuk Mengurangi Risiko Keganasan
Bagi wanita berusia >40 tahun yang tidak lagi menginginkan hamil, total
histerektomi dapat menjadi pilihan karena risiko terjadinya keganasan secara
signifikan meningkat pada kelompok populasi ini. Meskipun demikian,
histerektomi hanya dapat mengeliminasi risiko penyakit yang bersifat lokal-invasif
dan tidak dapat mencegah metastasis.
22
ii
2.7 Kehamilan Ektopik Terganggu
1. Prinsip dasar
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik dapat
mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut sebagai
kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik dapat terjadi diluar rahim misalnya
dalam tuba, ovarium atau rongga perut, tetapi dapat juga terjadi didalam rahim
misalnya dalam cervix, pars interstitialis tuba atau dalam tanduk rudimenter rahim.
Sebagian besar kehamilan ektopik terganggu berlokasi di tuba (90%) terutama di
ampula dan isthmus (Dewi, 2016)
Kehamilan ektopik ini dapat terjadi apabila terjadi ketidaknormalan dalam fisiologi
reproduksi manusia yang memungkinkan janin menempel atau tertanam dan matang
di luar endometrium yang akhirnya dapat menimbulkan kematian pada janin (Soliman
dan Salem, 2014). Kehamilan ektopik terganggu merupakan suatu kegawatdaruratan
dalam obstetri yang perlu penanganan segera. Perlunya diagnosis dini maupun
observasi klinis sangat diperlukan mengingat pentingnya kelangsungan hidup ibu
maupun prognosis reproduksi selanjutnya (Dewi dan Risilwa, 2017).
2. Penilaian klinik
Nyeri perut atau pelvis, amenorrhea atau haid yang terlambat, dan adanya perdarahan
pervaginam dengan atau tanpa gumpalan darah.
Selain itu, dapat berupa nyeri payudara, gejala gastrointestinal seperti mual dan
muntah, pusing, lemas, dan sinkop. Terkadang, pasien juga mengalami gejala infeksi
saluran kemih, keluarnya jaringan pervaginam, dan nyeri saat defekasi atau rasa
seperti ada tekanan pada rektum.
3. Diagnosis banding
Keadaan-keadaan patofisiologis baik didalam maupun di luar bidang kebidanan dan
kandungan (obstetri-gynekologi) perlu dipikirkan sebagai diagnosis banding
kehamilan ektopik terganggu menurut Yulianingsih (2009) antara lain:
23
ii
a) Abortus imminens atau insipiens
b) Kista ovari juga terpuntir, pecah, atau terinfeksi baik dengan atau tanpa
kehamilan muda.
c) Perdarahan uteria disfungsional atau metroraghia karena kelainan ginekologi
atau organi lainnya.
d) Endometriosis.
e) Salpingitis.
f) Rupture kista kiteal.
g) Penyakit trofoblastik gestasional.
2) Kelainan atau penyakit diluar bidang kebidanan dan penyakit kandungan yang
manifestasinya menyerupai kehamilan ektopik terganggu adalah
a) Apendisitis
b) Penyakit radang panggul
4. Penanganan umum
Pada umumnya zigot tidak akan mampu tumbuh layaknya normal bila berada di luar
rongga rahim. Bila telah didapatkan diagnosis dini maka jaringan ektopik sebaiknya
segera diangkat agar tidak menimbulkan bahaya yang mengancam nyawa pada wanita
hamil. Beberapa metode pengobatan yang biasa diberikan oleh dokter dapat berupa;
2. Operasi laparoskopi
Operasi laparoskopi adalah cara untuk mengangkat embrio dan memperbaiki
kerusakan akibat perdarahan pada kondisi kehamilan ektopik. Cara melakukan
operasi ini dengan membuat sayatan kecil di perut dekat puSelanjutnya, dokter
24
ii
kandungan akan menggunakan tabung tipis, lengkap dengan lensa kamera dan
cahaya untuk melihat kondisi tuba fallopi.
Untuk mengatasi kehamilan ektopik, dokter akan mengangkat bagian tuba fallopi
yang rusak akan (salpingektomi) dan memperbaikinya (salpingostomi)Setelah
melakukan operasi ini, Anda harus beristirahat total selama 1 sampai 2 hari.
3. Operasi darurat
Jika kehamilan ektopik menyebabkan perdarahan hebat, Anda mungkin perlu
operasi darurat dengan cara menyayat sayatan perut (laparotomi).Dalam beberapa
kasus, dokter dapat memperbaiki kerusakan pada tuba falopi.Jika tuba dan indung
telur rusak parah, Anda mungkin memerlukan operasi pengangkatan
(salpingektomi).
5. Komplikasi
Depresi: Hal ini dapat terjadi akibat perasaan berduka karena keguguran dan
mengkhawatirkan kehamilan di masa depan.
6. Pencegahan
Ada beberapa pemicu lain, seperti kebiasaan merokok, pernah memiliki riwayat
kehamilan ektopik sebelumnya, mengidap penyakit menular seksual, dan juga pernah
mengalami operasi pada bagian tuba falopi. Kehamilan ektopik menjadi salah satu
kondisi yang tidak dapat dicegah. untuk menghindari kondisi ini kamu bisa
melakukan beberapa hal, seperti:
25
ii
Melakukan gaya hidup sehat, dengan berhenti merokok maupun mengonsumsi
alkohol dan juga memenuhi asupan nutrisi yang dibutuhkan untuk membantu
menjaga kesehatan rahim maupun indung telur.
Rutin melakukan olahraga agar kesehatan tubuh dan berat badan tetap terjaga
dengan baik menjadi salah satu cara yang menurunkan risiko kehamilan ektopik.
26
ii
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kehamilan merupakan kondisi alami yang bisa terjadi pada wanita setelah ada proses
fertilisasi, dalam perjalannya kehamilan bisa berjalan normal tapi tidak kadang juga tidak
normal. Ketidak normalan yang dialami dalam kehamilan usia muda kurang dari 22
minggu, dapat terjadi perdarahan yang merupakan satu tanda yang harus sangat
diwaspadai. Selanjutnya dikembangkan dengan gejala lainnya baik secara subyektif
ataupun obyektif. Dari pengembangan gejala yang dialami wanita hamil pada kehamilan
muda dapat dibedakan adanya abortus (abortus imminen, abortus insipient, abortus in
komplit serta abortus komplit) dan selanjutnya kehamilan ektopik terganggu (KET)
ataupun mola hydatidosa. Ketiganya merupakan tanda bahaya kehamilan muda yang
harus mendapatkan pengawasan ketat.
3.2 Saran
Penyusun mengucapkan syukur alhamdullilah kepada Allah SWT, karena pada akhirnya
penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik meskipun masih banyak
kesalahan dan masih kurang sempurna.
Penyusun berharap dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua serta
para pembaca. Penyusun mengucapkan terimakasih kepada para pembaca atas kesediaan
membaca makalah ini.
27
ii
DAFTAR PUSTAKA
Referensi :
http://repository.unimus.ac.id/2614/3/BAB%20II.pdf
Sastrawinata, Sulaiman. dkk. 2005. Ilmu Kesehatan Reproduksi: ObstetriPatologi.
Edisi Jakarta: EGC
Cunningham FG, Gant FN, Leveno KJ, dkk. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta:
EGC, 2005
Dewi PS, R., & Yudho Prabowo, A. (2018). PERDARAHAN PADA KEHAMILAN
TRIMESTER 1.
http://digilib.ukh.ac.id/files/disk1/2/01-gdl-riskikusum-51-1-riskiku-i.pdf
https://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/20352/157032077.pdf?se
quence=1&isAllowed=y
Hamidah. 2013. Faktor Dominan yang Berhubungan Dengan Kejadian Abortus
Imminens. Jurnal Ilmu & Teknologi Ilmu Kesehatan, Jilid 1, Nomor 1, September
2013 : 29-33.
Ilhaini, Nur. 2013. Abortus Imminens: Upaya Pencegahan, Pemeriksaan, dan
Penatalaksanaan. Majalah Cermin Dunia Kedokteran CDK-206/ vol. 40 no. 7 :
492-496
Irianti, Bayu dkk. Asuhan Kehamilan Berbasis Bukti. Jakarta : Sagung Seto.2014.
28
ii
Gebretsadik A. Factors Associated with Management Outcome of Incomplete
Abortion in Yirgalem General Hospital, Sidama Zone, Southern Ethiopia. Obstet
Gynecol Int. 2018;2018:3958681.
Morgan, geri & Carole, Hamilton. 2009. Obstetri & Ginekologi Jakarta: EGC
Mayo Clinic. Diakses pada 2022. Molar pregnancy – Symptoms and causes.
National Health Service UK. Diakses pada 2022. Molar pregnancy.
Cleveland Clinic. Diakses pada 2022. Molar Pregnancy.
Sepilian VP, Wood E. Ectopic pregnancy [internet]. New York: Medscape; 2015
[diakses pada mei 2016]; tersedia dari: http://www.emedicine.medscape.com/ar
ticle/2041923‐overview
Galluzzo RN, Cardoso GM, Santos ML. Abdominal pregnancy. [Place unknown]:
[Publisher unknown]; 2006 [diakses pada Ags 2022]; Tersedia dari:
https://sonoworld.com/fetus/page.aspx?i d=1671.
29
ii