Oleh
Kelompok 1 :
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Kegawatdaruratan
dalam Kehamilan Lanjut” ini tepat pada waktunya. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik pikiran maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun merasa
bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................1
Pendahuluan........................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................................3
Pembahasan.........................................................................................................................................3
2.1 Definisi Kegawatdaruratan.......................................................................................................3
2.2 Jenis – Jenis Kegawatdaruratan Kehamilan Lanjut...............................................................3
2.2.1 Pre – Eklampsia..................................................................................................................3
2.2.2 Eklampsia............................................................................................................................8
2.2.3 Plasenta Previa..................................................................................................................15
2.2.4 Solusio Plasenta.................................................................................................................20
BAB III...............................................................................................................................................26
Penutup..............................................................................................................................................26
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................................26
3.2 Saran.........................................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................27
2
BAB I
Pendahuluan
Penyebab kematian yang paling cepat pada neonatus adalah asfiksia dan perdarahan.
Asfiksia perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting. Akibat
jangka panjang, asfiksia perinatal dapat diperbaiki secara bermakna jika gangguan ini
diketahui sebelum kelahiran (mis; pada keadaan gawat janin) sehingga dapat diusahakan
memperbaiki sirkulasi/ oksigenasi janin intrauterine atau segera melahirkan janin untuk
mempersingkat masa hipoksemia janin yang terjadi.
Pada saat ini angka kematian ibu dan angka kematian perinatal di Indonesia masih
sangat tinggi. Menusut survei demografi dan kesehatan indonesia (SDKI) tahun 2011 Angka
Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi, yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup, dan Angka
Kematian Balita di Indonesia tahun 2007 sebesar 44/10.000 Kelahiran Hidup. Jika
dibandingkan dengan negara-negara lain, maka angka kematian ibu di Indonesia adalah 15
kali angka kematian ibu di Malaysia, 10 kali lebih tinggi dari pada thailan atau 5 kali lebih
tinggi dari pada Filipina.
Dari berbagai faktor yang berperan pada kematian ibu dan bayi, kemampuan kinerja
petugas kesehatan berdampak langsung pada peningkatan kualitas pelayanan kesehatan
maternal dan neonatal terutama kemampuan dalam mengatasi masalah yang bersifat
kegawatdaruratan. Semua penyulit kehamilan atau komplikasi yang terjadi dapat dihindari
apabila kehamilan dan persalinan direncanakan, diasuh dan dikelola secara benar. Untuk
3
dapat memberikan asuhan kehamilan dan persalinan yang cepat tepat dan benar diperlukan
tenaga kesehatan yang terampil dan profesional dalam menanganan kondisi
kegawatdaruratan.
4
BAB II
Pembahasan
2.1 Definisi Kegawatdaruratan
Kegawatdaruratan adalah mencakup diagnosis dan tindakan terhadap semua pasien
yang memerlukan perawatan yang tidak direncnakan dan mendadak atau terhadap pasien
dengan penyakit atau cidera akut untuk menekan angka kesakitan dan kematian pasien.
Obstetri adalah cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan persalinan, hal-hal
yang mendahuluinya dan gejala-gejala sisanya . membahas tentang fenomena dan
penatalaksanaan kehamilian, persalinan, peurperium baik dalam keadaan normal maupun
abnormal.
Berikut berbagai tanda preeklampsia pada ibu hamil yang perlu diwaspadai, yaitu:
5
Tanda pre-eklampsia ini biasanya paling umum dan mudah terdeteksi. Kondisi
ini ditandai dengan tekanan darah yang ada di angka 140/90 mmHg bahkan lebih
ketika menjalani pengecekan tekanan darah. Jika tanda ini terjadi di minggu ke-20
kehamilan sementara sebelumnya tidak memiliki riwayat darah tinggi, maka segera
konsultasikan ke dokter untuk pemeriksaan mengenai kemungkinan adanya
preeklampsia.
c. Bengkak
d. Sakit kepala
Sakit kepala baik yang terasa tumpul, berat, dan juga berdenyut bisa menjadi
salah satu gejala yang umum selama masa kehamilan. Namun, Ibu hamil perlu
mewaspadai sakit kepala yang disertai dengan gangguan penglihatan, nyeri di bawah
tulang rusuk, serta sesak napas. Hal tersebut bisa jadi merupakan tanda preeklampsia,
apalagi jika kondisi ini mulai sering terjadi di usia ke-20 kehamilan.
6
Jika sakit kepala tidak juga hilang setelah berbaring, dan bahkan disertai
dengan perubahan penglihatan serta sensitif terhadap cahaya, sebaiknya segera
konsultasikan ke dokter. Tanda preeklampsia berupa sakit kepala sama bahayanya
dengan tanda-tanda lainnya dan berpotensi menimbulkan komplikasi yang parah.
Berat badan yang meningkat secara tiba-tiba sebanyak satu kilogram dalam
seminggu bisa menjadi salah satu ciri Ibu hamil mengalami preeklampsia. Pasalnya,
pembuluh darah yang rusak memungkinkan air bocor dan masuk ke berbagai jaringan
tubuh dan tidak masuk ke ginjal untuk seharusnya dikeluarkan melalui urine. Selain
itu, tanda preeklampsia lain yang mesti Ibu hamil waspadai adalah mual, muntah,
nyeri pada perut dan bahu, dan pandangan buram. Jika Ibu hamil mengalami tanda
preeklampsia di atas, segera konsultasi ke dokter kandungan Ibu hamil. Pasalnya, bila
tanda preeklampsia ini tak cepat ditangani akan menyebabkan kondisi yang lebih
parah dan berbahaya bagi janin.
Ibu hamil mungkin mengira bahwa rasa mual dan muntah yang Ibu hamil
alami hanya bagian dari gejala-gejala kehamilan biasa. Namun, Ibu hamil perlu
berhati-hati apabila mual dan muntah masih terjadi setelah trimester pertama
kehamilan. Bisa jadi hal tersebut merupakan tanda preeklampsia.
Pasalnya, gejala morning sickness yang lumrah dialami ibu hamil umumnya
terjadi pada masa-masa awal kehamilan saja. Jika Ibu hamil masih sering merasa
mual, terlebih jika mual muncul secara mendadak, Ibu hamil perlu memeriksakan
tanda awal preeklampsia ini ke dokter.
f. Hiperreflexia
Kondisi ini terjadi akibat reaksi berlebihan pada sistem saraf involunter di
dalam tubuh Ibu hamil. Umumnya, perubahan refleks pada tubuh memperbesar
7
peluang Ibu hamil mengalami kejang, meskipun kejang juga dapat terjadi tanpa
adanya hiperreflexia.
Tanda preeklampsia juga dapat muncul dalam bentuk rasa cemas berlebihan
(anxiety), yang diikuti dengan gejala sesak napas, denyut nadi meningkat, serta
merasa linglung.
Kondisi ini memang umum terjadi ketika tekanan darah meningkat, serta
kemungkinan berkaitan dengan penumpukan cairan atau edema pada paru-paru.
1) Pre-eklamsia ringan :
a. Kenaikan tekanan darah diastolik 15 mmHg atau >90 mmHg dengan 2 kali
pengukuran berjarak 1jam atau tekanan diastolik sampai 110mmHg.
b. Kenaikan tekanan darah sistolik 30 mmHg atau > atau mencapai 140mmHg.
c. Protein urin positif 1, edema umum, kaki, jari tangan dan muka. KenaikanBB
> 1Kg/mgg.
2) Pre-eklampsia berat :
8
a. Sakit kepala terutama daerah frontal
b. Rasa nyeri daerah epigastrium
c. Gangguan penglihatan
d. Terdapat mual samapi muntah
e. Gangguan pernafasan sampai sianosis
f. Gangguan kesadaran
6. Diagnosa Pre-Eklampsia
8. Pencegahan Pre-Eklampsia
8. Penanganan Pre-Eklamsia
a. Jika setelah penanganan diastolik tetap lebih dari 110 mmHg, beri obat anti
hipertensisampai tekanan diastolik di antara 90-100mmHg.
b. Pasang infus dengan jarum besar (16G atau lebih besar).
c. Ukur keseimbangan cairan jangan sampai terjadi overload cairan.
d. Kateterisasi urin untuk memantau pengeluaran urin dan proteinuria.
e. Jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam, hentikan magnesium sulfat dan berikan
cairanIV NaCl 0,9% atau Ringer laktat 1 L/ 8 jam dan pantau kemungkinan
oedema paru.
f. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi muntah
dapatmengakibatkan kematian ibu dan janin.
9
g. Observasi tanda-tanda vital, refleks, dan denyut jantung tiap jam.
h. Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda oedema paru.
i. Hentikan pemberian cairan IV dan beri diuretic (mis: furosemid 40 mg IV sekali
saja jika ada edema paru).
j. Nilai pembekuan darah jika pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit
(kemungkinan terdapat koagulopati)
2.2.2 Eklampsia
1. Pengertian Eklampsia
Eklampsia adalah suatu serangan kejang pada wanita hamil yang merupakan
komplikasi dari preeklampsia. Ibu hamil dengan pre-eklampsia atau mengalami
hipertensi berat dalam kehamilan berisiko muncul eklampsia yang ditandai dengan
kejang dan kemudian diikuti penurunan kesadaran atau koma. Eklampsia jarang
terjadi, tetapi apabila muncul harus segera ditangani karena mengancam nyawa ibu
dan janin dalam kandungan.
a. Kejang, awalnya kedutan atau kejang pada otot-otot wajah dan kemudian
menyebar keseluruh tubuh.
b. Penurunan kesadaran atau koma muncul setelah terjadi kejang seluruh tubuh
a. Sakit kepala
b. Meningkatnya respon reflek fisiologis yang dapat dilihat dari lutut dan lengan
d. Gangguan penglihatan
f. Sesak nafas
g. Gelisah
10
h. Proteinuria, protein terdeteksi dalam pemeriksaan urine
3. Penyebab Eklampsia
4. Klasifikasi Eklampsia
a. Kerusakan otak bagian oksipital akibat kejang yang dapat menyebabkan kebutaan
d. Sindrom HELLP
a. Hamil pada usia tua (diatas 35 tahun) atau usia remaja (dibawah 20 tahun)
e. Kehamilan kembar
11
f. Riwayat keluarga mengalami pre-eklampsia atau eklampsia
g. Obesitas
6. Diagnosa Eklampsia
Pada wanita hamil dengan kejang, dokter akan menentukan apakah kejang
akibat komplikasi dari preeklampsia atau sebab lainnya. Pemeriksaan penunjang yang
dapat membantu menegakkan diagnosis:
e. Pemeriksaan pencitraan lain, seperti CT Scan dan MRI dapat dilakukan apabila
curiga adanya komplikasi pada otak seperti pembengkakan jaringan otak (edema
cerebri) dan perdarahan otak akibat kejang.
7. Pencegahan Eklampsia
12
Penyebab dari preeklampsia dan eklampsia tidak diketahui secara pasti maka
pencegahan khusus agar tidak terjadi eklampsia tidak diketahui. Untuk meminimalisir
risiko terjadinya eklampsia dapat dilakukan
13
e. Obat-obatan diuretik seperti furosemid dapat diberikan apabila terdapat cairan
pada paru (edema pulmo)
Dapat diberikan induksi persalinan dengan suntikan atau infus oksitosin untuk
merangsang kontraksi rahim apabila belum terdapat kontraksi yang cukup untuk
melahirkan normal. Jika terdapat gawat janin dan kondisi ibu tidak memungkinkan
untuk persalinan normal, maka persalinan caesar segera dilakukan. Jika usia
kehamilan belum cukup bulan atau kurang dari 34 minggu, maka dapat diberikan
injeksi kortikosteroid untuk merangsang pematangan paru pada bayi.
9. Penatalaksanna Eklampsia
a. Terapi Suportif
a) Jaga patensi jalan napas dan pastikan oksigenasi baik. Pada pasien dengan
penurunan kesadaran, peralatan intubasi perlu dipersiapkan
b) Posisikan pasien dalam posisi left lateral decubitus. Posisi ini dapat mencegah
aspirasi dan obstruksi atau penekanan pada vena kava oleh janin yang dapat
meningkatkan uterine blood flow
c) Pasang monitor untuk memantau tanda-tanda vital, yakni tekanan darah, nadi,
laju napas, hingga saturasi oksigen. Lakukan monitor pada janin juga dengan
memeriksa denyut jantung janin secara berkala
14
d) Lakukan pemasangan jalur intravena dengan jarum berukuran 16–
18 gauge untuk mempermudah proses administrasi obat dan cairan serta
mengantisipasi kebutuhan transfusi darah
e) Lakukan pemasangan kateter untuk memonitor urine output
b. Medikamentosa
a) Antikonvulsan
Obat ini harus diberikan dengan perhatian khusus karena dapat menyebabkan
toksisitas, kelumpuhan saluran napas, depresi sistem saraf pusat, dan henti
jantung. Pemantauan refleks, kadar kreatinin, dan urine output penting dilakukan
selama pemberian magnesium sulfat.
Pada kejang refrakter yang tidak merespons terhadap magnesium sulfat, dapat
digunakan lorazepam 2–4 mg melalui intravena dalam 2–5 menit atau diazepam 5–10
mg melalui intravena secara perlahan untuk menangani kejang.
b) Antihipertensi
Tekanan darah sistolik >160 mmHg atau diastolik >110 mmHg harus segera
ditangani dengan obat-obat antihipertensi. Pilihan antihipertensi yang
direkomendasikan pada eklamsia adalah labetalol, nifedipine, dan hydralazine. Dosis
awal labetalol adalah 20 mg intravena, kemudian dapat ditingkatkan menjadi 40–80
mg dengan interval 10 menit, sampai target penurunan tekanan darah tercapai.
15
Dosis awal hydralazine adalah 5–10 mg dalam 2 menit melalui intravena,
kemudian dapat ditingkatkan menjadi 10 mg setelah 20 menit dari dosis awal apabila
tekanan darah sistolik masih di atas 160 mmHg atau diastolik masih di atas 110
mmHg.
Tekanan darah sistolik harus di bawah 150 mmHg dan diastolik harus di
bawah 100 mmHg dalam 2 kali pemeriksaan dengan jeda 4 jam. Penurunan tekanan
darah tidak boleh terlalu drastis karena dapat menyebabkan perfusi uteroplasental
yang inadekuat dan gangguan pada fetus. Kontrol tekanan darah postpartum juga
penting karena risiko eklamsia masih tinggi selama 48 jam setelah persalinan.[3,4]
c) Kortikosteroid
d) Obat Lainnya
c. Pemantauan Maternal
16
Terminasi kehamilan merupakan tata laksana definitif untuk kasus eklamsia.
Namun, pastikan bahwa pasien sudah dalam kondisi stabil, yakni tidak dalam kondisi
kejang atau koma dan hemodinamik sudah stabil. Apabila tidak
ada malpresentasi dan gawat janin, maka induksi persalinan dapat dilakukan.
Plasenta previa adalah kondisi ketika ari-ari atau plasenta berada di bagian
bawah rahim, sehingga menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir. Selain menutupi
jalan lahir, plasenta previa dapat menyebabkan perdarahan hebat, baik sebelum
maupun saat persalinan.
Plasenta previa adalah kondisi plasenta yang normalnya berada di sisi atas
rahim justru menutupi seluruh atau sebagian mulut rahim. Padahal mulut rahim
sendiri berfungsi sebagai jalan lahir si Kecil saat proses persalinan.
Plasenta adalah organ yang terbentuk di rahim pada masa kehamilan. Organ
ini berfungsi menyalurkan oksigen dan nutrisi dari ibu kepada janin, serta membuang
limbah dari janin.
Melansir dari Mayo Clinic, plasenta previa adalah kondisi yang ditandai
dengan berbagai gejala seperti:
17
a. Plasenta previa totalis
Jalan lahir bayi akan seluruhnya ditutupi oleh plasenta. Tertutupnya jalan lahir
secara total menyebabkan bayi tidak mungkin lahir lewat vagina karena selama proses
persalinan, kemungkinan akan mengalami perdarahan yang sangat hebat.
Plasenta previa partialis hampir menutupi sebagian atau separuh jalan lahir,
sehingga ada kemungkinan membuat bayi sulit untuk dilahirkan. Mengatasi kondisi
ini berarti bayi tidak bisa dilahirkan secara normal karena risiko perdarahannya masih
besar
Plasenta previa marginalis memang tidak menutupi jalan lahir saat sedang
terjadi proses persalinan. Ini dikarenakan yang tertutup hanya bagian tepi dalam jalan
lahir saja.
Proses persalinan pun masih bisa terjadi secara normal. Hanya saja tetap ada
kemungkinan besar terjadinya risiko perdarahan.
18
d. Low-lying plasenta
Low lying plasenta adalah kondisi di mana biasanya plasenta terletak rendah
karena hanya berjarak beberapa centimenter atau milimeter dari jalan lahir
Dokter dapat menduga ibu hamil mengalami plasenta previa jika terjadi
perdarahan di trimester kedua atau ketiga kehamilan. Namun untuk memastikannya,
dokter akan melakukan sejumlah pemeriksaan berikut:
a. USG transvaginal
b. USG panggul
Prosedur ini sama dengan USG transvaginal, tetapi alat hanya ditempelkan
pada dinding perut, guna melihat kondisi di dalam rahim.
Prosedur ini digunakan untuk membantu dokter melihat dengan jelas posisi
plasenta. Jika ibu hamil mengalami plasenta previa, dokter kandungan akan terus
memantau posisi plasenta atau ari-ari dengan USG secara berkala, sampai tiba hari
persalinan.
Diagnosis Banding:
19
Plasenta previa dapat didiagnosis banding dengan solusio plasenta dan vasa previa.
1) Solusio Plasenta
2) Vasa Previa
Vasa previa adalah keadaan dimana tali pusat berkembang pada tempat
abnormal selain di tengah plasenta, yang menyebabkan pembuluh darah fetus
menyilang pada serviks. Hal ini dapat menyebabkan ruptur pembuluh darah yang
mengancam janin. Pada pemeriksaan dalam vagina dapat teraba pembuluh darah pada
jalan lahir. Bila sudah terjadi perdarahan, maka akan diikuti dengan denyut jantung
janin yang tidak beraturan, deselerasi atau bradikardi. [12]
3) Plasenta Akreta
Plasenta akreta timbul ketika plasenta melekat terlalu dalam pada rahim,
misalnya hingga ke miometrium. Pada plasenta akreta, pasien umumnya asimtomatik.
Perdarahan dapat timbul pada trimester ketiga kehamilan. Pada kasus yang jarang,
plasenta akreta dapat dideteksi pada USG rutin saat pasien melakukan pemeriksaan
antenatal.
5. Penatalaksanaan
20
Plasenta previa dapat bergeser dan tidak menutupi jalan lahir secara spontan,
sehingga tidak semua kasus membutuhkan sectio caesarea.
a. Tatalaksana Umum
c. Cervical Cerclage
Sebuah studi dengan jumlah subjek studi yang kecil menunjukkan bahwa
cervical cerclage mampu memberikan luaran yang cukup baik pada pasien dengan
plasenta previa. Studi ini menunjukkan bahwa cervical cerclage mampu memfasilitasi
migrasi plasenta dan menurunkan kejadian perdarahan.
d.Terminasi Kehamilan
6. Pemeriksaan penunjang
Gold standard pemeriksaan penunjang plasenta previa saat ini adalah melalui
transvaginal sonography (TVS). Pemeriksaan transabdominal sonography (TAS)
dapat dilakukan dengan tujuan menilai pertumbuhan janin. Selain itu pemeriksaan
21
TAS juga berfungsi untuk menilai keadaan patologis intrauterin seperti berkurang
atau bertambahnya jumlah cairan amnion.
22
lahir prematur dengan berat lahir rendah (BBLR), kematian bayi dalam kandungan
(stillbirth), dan kematian bayi setelah dilahirkan akibat asfiksia neonatorum.Solusio
plasenta juga bisa menyebabkan perdarahan hebat pada ibu setelah melahirkan yang
berakibat fatal.
a. Munculnya perdarahan dari area vagina, bisa sedikit seperti flek atau banyak;
kadang bisa tidak muncul karena perdarahan terjadi di dalam.
b. Nyeri pada area perut maupun bagian punggung, yang datang tiba-tiba.
c. Kontraksi rahim secara terus-menerus dan terasa sakit.
d. Munculnya gawat janin (fetal distress) yang ditandai dengan detak jantung janin
tidak normal.
e. Cairan ketuban sedikit.
1) Solusio plasenta parsialis : bila hanya sebagian saja plasenta terlepas dari
tempat perlengkatannya.
23
plasenta yang tidak berdarah banyak sama sekali tidak mempengaruhi keadaan
ibu atau janinnya.
3) Kelas II : gejala klinik sedang dan terdapat hampir 27% kasus. Solusio
plasenta sedang dalam hal ini plasenta telah lebih dari seperempatnya tetapi
belum sampai dua pertiga luas permukaannya. Gejala : perdarahan pervaginam
yang berwarna kehitamhitaman, perut mendadak sakit terus-menerus dan tidak
lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam walaupun tampak
sedikit tapi kemungkinan lebih banyak perdarahan di dalam, di dinding uterus
teraba terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian bagian janin sulit
diraba, apabila janin masih hidup bunyi jantung sukar di dengar dengan
stetoskop biasa harus dengan stetoskop ultrasonic, terdapat fetal distress, dan
hipofibrinogenemi (150 – 250 % mg/dl).
4) Kelas III : gejala berat dan terdapat hampir 24% kasus. Solusio plasenta
berat, plasenta lebih dari dua pertiga permukaannya, terjadinya sangat tiba-tiba
biasanya ibu masuk syok dan janinnya telah meninggal.
Gejala : ibu telah masuk dalam keadaan syok, dan kemungkinan janin telah
meninggal, uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri, perdarahan
pervaginam tampaknya tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, perdarahan
pervaginam mungkin belum sempat terjadi. Besar kemungkinan telah terjadi
kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal, hipofibrinogenemi (< 150
mg/dl).
24
3) Solusio plasenta berat Perdarahan pervaginam luas > 500 ml, uterus tetanik,
syok maternal sampai kematian janin dan koagulopati.
1) Solusio plasenta ringan Plasenta yang kurang dari ¼ bagian plasenta yang
terlepas. Perdarahan kurang dari 250 ml.
3) Solusio plasenta berat Plasenta yang terlepas > ½ bagian, perdarahan >
1000 ml, terdapat fetal distress sampai dengan kematian janin, syok maternal
serta koagulopati.
a. Hipertensi maternal.
b. Trauma maternal seperti jatuh atau kecelakaan kendaraan bermotor.
c. Merokok.
d. Konsumsi alkohol.
e. Penggunaan kokain.
f. Tali pusat pendek.
g. Dekompresi rahim tiba-tiba.
h. Fibromyoma retroplasenta.
i. Perdarahan retroplasenta akibat tusukan jarum, seperti pada amniosentesis.
j. Abnormalitas pembuluh darah rahim.
25
k. Memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya.
l. Korioamnionitis.
m. Ketuban pecah dini.
n. Usia ibu lebih dari 35 tahun
o. Usia ibu kurang dari 20 tahun
p. Janin laki-laki.
q. Status ekonomi sosial rendah.
r. Peningkatan serum alpha-fetoprotein ibu.
s. Hematoma subkorionik.
a. Pengobatan solusio plasenta meliputi rawat inap, pemberian cairan intravena dan
persiapan transfusi darah. Jika disebabkan oleh gangguan koagulasi, dokter akan
memperbaiki kondisi tersebut dengan obat-obatan atau juga transfusi faktor koagulan.
a. Diagnosis terhadap solusio plasenta dapat dilakukan lewat pemeriksaan fisik. Lewat
pemeriksaan ini, dokter akan memastikan tekanan rahim, apakah lunak atau keras.
Namun itu bukanlah satu-satunya pemeriksaan yang bisa dilakukan. Pemeriksaan
lainnya adalah dengan dengan tes darah dan pemeriksaan ultrasound.
26
b. Melalui tes darah dan pemeriksaan ultrasound, dapat diketahui penyebab terjadinya
perdarahan. Penggunaan ultrasound dengan frekuensi tinggi biasanya diperlukan
untuk mengetahui kondisi rahim. Meski demikian, pemeriksaan ini tidak selalu dapat
memastikan solusio plasenta.
BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Kegawatdaruratan adalah mencakup diagnosis dan tindakan terhadap semua pasien yang
memerlukan perawatan yang tidak direncnakan dan mendadak atau terhadap pasien dengan
penyakit atau cidera akut untuk menekan angka kesakitan dan kematian pasien.
27
Obstetri adalah cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan persalinan, hal-hal yang
mendahuluinya dan gejala-gejala sisanya . membahas tentang fenomena dan penatalaksanaan
kehamilian, persalinan, peurperium baik dalam keadaan normal maupun abnormal.
Penyebab kematian yang paling cepat pada neonatus adalah asfiksia dan perdarahan. Asfiksia
perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting. Akibat jangka
panjang, asfiksia perinatal dapat diperbaiki secara bermakna jika gangguan ini diketahui
sebelum kelahiran (mis; pada keadaan gawat janin) sehingga dapat diusahakan memperbaiki
sirkulasi/ oksigenasi janin intrauterine atau segera melahirkan janin untuk mempersingkat
masa hipoksemia janin yang terjadi.
Dari berbagai faktor yang berperan pada kematian ibu dan bayi, kemampuan kinerja petugas
kesehatan berdampak langsung pada peningkatan kualitas pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal terutama kemampuan dalam mengatasi masalah yang bersifat kegawatdaruratan.
Semua penyulit kehamilan atau komplikasi yang terjadi dapat dihindari apabila kehamilan
dan persalinan direncanakan, diasuh dan dikelola secara benar. Untuk dapat memberikan
asuhan kehamilan dan persalinan yang cepat tepat dan benar diperlukan tenaga kesehatan
yang terampil dan profesional dalam menanganan kondisi kegawatdaruratan.
3.2 Saran
Diharapkan bagi penulis agar dapat meningkatkan pengetahuan dan pengalaman pada kasus
dalam memberikan asuhan kebidanan kegawatdaruratan pada kehamilan lanjut. Serta
diharapkan untuk tenaga kesehatan lebih mampu melakukan tindakan segera dan
merencanakan asuhan kebidanan kegawatdaruratan pada kehamilan lanjut.
28
DAFTAR PUSTAKA
29