Anda di halaman 1dari 44

PERDARAHAN PERVAGINAM ANTEPARTUM,

POSTPARTUM, SYOK HEMORAGI DAN GANGGUAN


PEMBEKUAN PADA MASA HAMIL

Makalah

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas II

oleh :

Endang Mustofa (NIM G1A160029)

Intan Sri Rosalina (NIM G1A160001)

Risa Suherti Oktaviani (NIM G1A160013)

Program Studi Keperawatan

Fakultas Ilmu Kesehatan

UNIVERSITAS BALE BANDUNG

BANDUNG

2018
LEMBAR PENILAIAN TUGAS

MAKALAH INI TELAH DIPERIKSA

di Bandung tanggal : ………………………….

dengan Nilai Angka : ………………………….

Dosen Mata Kuliah,

Lidya Maryani, S.Kep., Ners., M.M


KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehinga kami dapat menyelesaikan
Makalah Keperawatan Maternitas II tentang Perdarahan Pervaginam Antepartum
Dan Postpartum.

Makalah ini disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Maternitas II yang diampu oleh Lidya Maryani.S.Kep,.Ners,.MM.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu, sehingga karya tulis ilmiah berupa makalah ini selesai sesuai dengan
waktunya. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun khususnya dari dosen
mata kuliah Keperawatan Maternitas II sangat penyusun harapkan, guna menjadi
acuan dalam bekal pengalaman bagi penyusun untuk lebih baik di masa yang akan
datang.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi para mahasiswa keperawatan yang
ingin menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang Perdarahan Pervaginam
Antepartum Dan Postpartum serta memberikan inspirasi terhadap pembaca.
Penyusun juga mengharapkan makalah ini dapat memberikan informasi bagi
masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan ilmu pengetahuan
kita semua.

Penyusun

i
Daftar isi

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
Daftar isi..................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.3 Tujuan................................................................................................................2
1.4 Manfaat..............................................................................................................2
BAB II LANDASAN TEORI..................................................................................3
2.1 Anatomi Fisiologi Plasenta................................................................................3
2.2 Perdarahan Antepartum......................................................................................5
2.3 Perdarahan Postpartum.....................................................................................13

2.4 Syok Hemoragi.................................................................................................18

2.5 Gangguan Pembekuan Darah pada Masa Hamil..............................................19

BAB III PEMBAHASAN......................................................................................22


3.1 Contoh Asuhan Keperawatan...........................................................................22
BAB IV PENUTUP...............................................................................................38
4.1 Kesimpulan......................................................................................................38
4.2 Saran.................................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................40

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehamilan adalah fungsi normal dari tubuh, bukan suatu penyakit.
Beberapa faktor dapat menyebabkan penyakit pada kehamilan termasuk
keadaan yang telah ada pada sebelumnya dan hal-hal yang berkembang
selama kehamilan. Kehamilan yang mengancam kesehatan janin atau ibu
disebut sebagai kehamilan risiko tinggi.

Angka kematian ibu di Indonesia menurut departemen kesehatan tahun


2002 adalah 307  per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih jauh
dibanding dengan sasaran Indonesia sehat 2010 dimana sasaran angka
kematian ibu sebesar 150 per 100.000. ( Prawirohardjo S, 2002).

Salah satu penyebab kematian ibu adalah perdarahan. Perdarahanadalah


hilangnya volume darah dari pembuluh kapiler baik mengucur maupun
merembes dalam waktu yang cepat (purwadiato, dkk :2000). Perdarahan
menyebabkan 25% kematian ibu di dunia berkembang dan yang paling
banyak adalah perdarahan pasca salin. Diperkirakan ada 14 juta kasus
perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita
mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut
terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan. Di Inggris (2000), separuh
kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan pasca
salin.( Carroli G dkk, 2008).

Perdarahan postpartum merupakan suatu hal yang paling umum pada


kematian maternal : pereklamsia/eklamsia dan trombopeblitis adalah
penyebab yang lainnya. Walaupun kehilangan sedikit darah merupakan hal
yang normal pada persalinan, kehilangan 1% atau lebih dari berat badan

1
dipertimbangkan sebagai hal yang berbahaya. Oleh karena itu, makalah ini di
buat untuk mempelajari perdarahan antepartum dan perdarahan postpartum
dalam memberikan asuhan keperawatan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu plasenta?
2. Apa itu perdarahan ?
3. Bagaimana perdarahan antepartum ?
4. Bagaimana perdarahan postpartum ?
5. Apa itu syok hemoragi ?
6. Bagaimana gangguan perdarahan pada masa kehamilan ?
7. Bagaimana asuhan keperawatan postpartum ?

1.3 Tujuan
1. Untuk menjelaskan anatomi fisiologi plasenta.
2. Untuk menjelaskan definisi perdarahan
3. Untuk menjelaskan perdarahan antepartum.
4. Untuk menjelaskan perdarahan postpartum.
5. Untuk menjelaskan syok hemoragi
6. Untuk menjelaskan gangguan perdarahan pada masa kehamilan
7. Untuk memaparkan asuhan keperawatan antepartum dengan plasenta
previa totalis

1.4 Manfaat
Dapat menerapkan ilmu yang telah diperoleh serta mendapatkan
pengetahuan tentang perdarahan antepartum dan postpartum serta mengetahui
tentang syok hemoragi dan gangguan pembekuan darah pada masa kehamilan
bagi penyusun dan pembaca.

2
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Anatomi Fisiologi Plasenta

Plasenta merupakan organ penting bagi janin, karena sebagai alat


pertukaran zat antara ibu dan bayi atau sebaliknya. Plasenta berbentuk bundar
atau hampir bundar dengan diameter 15-20 cm dan tebal ± 2,5 cm, berat rata-
rata 500 gram. Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan kurang
dari 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. tali
pusat yang menghubungkan plasenta panjangnya 25 cm-60cm. Tali pusat
terpendek yang pernah dilaporkan adalah 2,5 cm dan terpanjang sekitar 200
cm.

Implantasi plasenta terjadi pada fundus uteri depan atau belakang. Fungsi
plasenta dapat dilaksanakan melaluisirkulasi retroplasenter dengan
terbukanya arteri spinalis dan vena di dasar desidua basalis. Dibagian tepi
plasenta terdapat ruangan agak lebar sebagai penampang sementara darah
sebelum masuk menuju sirkulasi darah ibu. Sirkulasi retroplasenta terjadi
karena aliran darah arteri spinalis dengan tekanan 70 mmHg sampai 80
mmHg. Sedangkan tekanan darah pada vena di dasar desidua basalis 20
mmHg sampai 30 mmHg. Aliran darah ateri seolah-olah tegak lurus untuk
mencapai plat kronik di bagian plasenta dalam ruangan intervili. Dengan
perbedaan tekanan tersebut terjadi aliran darah yang memberikan kesempatan
luas bagi vili korialis untuk melakukan pertukaran nutrisi. Disamping itu vili

3
orialis bergerak-gerak karena aliran darah ibu dan terjadinya kontraksi
ringanmemberikan peluang untuk makin sempurnanya pertukaran nutrisi.

Plasenta merupakan akar janin untuk menghisap nutrisi dari ibu dalam
bentuk O2, asam amino, vitamin, mineral, dan zat lainnya ke janin dan
membuang sisa metabolisme janin dan CO2. Beberapa hormon yang
dihasilkan plasenta :

1. Korionik gonadrotopin
 Merangsang korpus luteum menjadi korpus luteum gravidarum
sehingga tetap mengeluarkan estrogen dan progesteron, dan
korpus luteum berfungsi sampai plasenta sempurna.
 bersifat khas kehamilan sehingga dapat dipakai sebagai hormon
tes kehamilan.
 Puncaknya mencapai pada hari ke-60
 Setelah persalinan, dalam urine tidak dijumpai
2. Koronik somatomamotrofin
 Hormon untuk metabolisme protein
 Bersifat laktogenik dan lutetropik
 Menimbulkan pertumbuhan janin
 Mengatur metabolisme karbohidrat dan lemak.
3. Estrogen plasenta. Estrogen plasenta dalam bentuk estradiol, estriol,
dan estron. Estrogen plasenta mempunyai fungsi:
 Pertumbuhan dan perkembangan otot rahim.
 Retensi air dan garam.
 Perkembangan tubulus payudara sebagai persiapan ASI.
 Melaksanakan sintesis protein.
4. Progesteron. Awal kehamilan diproduksi oleh korpus luteum dan
plasenta. Progesteron berfungsi untuk:
 Penenang otot rahim selama kehamilan.
 Bersama estrogen mengaktifkan tubulus dan alveolus
payudara.
 Menghambat proses pematangan folikel de Graaf sehingga
tidak terjadi ovulasi.
 Menghambat pengeluaran LH.

4
Fungsi dari plasenta adalah:

1. Nutrisi: tempat pertukaran zat dan pengambilan bahan nutrisi untuk


tumbuh kembang janin
2. Respirasi: memberikan O2 dan mengeluarkan CO2 janin
3. Ekskresi: mengeluarkan sisa metabolisme janin
4. Endokrin: sebagai penghasil hormon-hormon kehamilan seperti HCG,
HPL, esterogen, progesteron
5. Imunologi: menyalurkan berbagai komponen antibodi ke janin
6. Farmakologi: menyalurkan obat-obatan yang diperlukan janin, diberikan
melalui ibu
7. Proteksi: barier terhadap infeksi bakteri dan virus, zat toksik

2.2 Perdarahan Antepartum


Perdarahan Antepartum adalah perdarahan pada kehamilan tua. Batas
teoristis antara kehamilan mudan dengan kehamilan tua adalah 22 minggu
mengingat kemungkinan hidup janin di luar uterus. Perdarahan anterpartum
biasanya berbatas pada perdarahan jalan lahir setelah kehamilan ke 22
minggu tapi tidak jarang terjadi pula pada usia kandungan kurang dari 22
minggu dengan patologis yang sama. Perdarahan saat kehamilan setelah 22
minggu biasanya lebih berbahaya dan lebih banyak daripada kehamilan
sebelum 22 minggu. Oleh karena itu perlu penanganan yang cukup berbeda.
Perdarahan anterpartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan
plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plaenta
umpamanya kelainan serviks biasanya tidak seberapa berbahaya.

Perdarahan anterpartum terjadi kira-kira 3% dari semua persalinan yang


terbagi atas plasenta previa, solusio plasenta dan perdarahan yang belum jelas
penyebabnya. Setiap perdarahan pada kehamilan lebih dari 22 minggu yang
lebih banyak pada permulaan persalinan biasanya harus lebih di anggap
sebagai perdarahan anterpartum apapun penyebabnya, penderita harus segera
di bawa ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk transfusi darah dan
operasi. Perdarahan anterpartum di harapkan penanganan yang adekuat dan
cepat dari segi medisnya maupun dari aspek keperawatannya yang sangat
membantu dalam penyelamatan ibu dan janinnya (Rohan & Siyoto, 2013).

1. Plasenta Previa
a) Pengertian
Plasenta previa adalah plasenta yang abnormal yaitu pada segmen
bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh

5
pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta terletak di
bagian atas uterus. Plasenta previa adalah jaringan plasenta tidak
tertanam dalam korpuks uteri jauh dari ostium intermus serviks,
tetapi terletak sangat dekat pada ostium internus tersebut (Rohan &
Siyoto, 2013).
b) Klasifikasi
Menurut Rohan & Siyoto (2013), plasenta previa diklasifikasikan
menjadi:
 Plasenta previa totalis: apabila seluruh pembukaan (ostium
internus servisis) tertutup oleh jaringan plasenta.
 Plasenta Previa Literalis: hanya sebagian dari ostium tertutup oleh
plasenta
 Plasenta Previa Parsialis: apaila sebagian pembukaan ostium
internus servisis) tertutup oleh jaringan plasenta.
 Plasenta letak rendah: apabila plasenta yang letaknya abnormal
pada segmen bawah uterus belum sampai menutupi pembukaan
jalan lahir atau plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir permukaan
sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir.
c) Etiologi
Menurut Rohan & Siyoto (2013), plasenta previa meningkat
kejadianya pada keadaan-keadaan yang endometriumnya yang
kurang baik misalnya karena atrofi endometrium/kurang baiknya
vaskularisasi desidua. Keadaan ini dapat di temukan pada:
 Multipara, terutama jika jarak antara kehamilannya pendek.
 Mioma uteri.
 Kuretasi yang berulang.
 Bekas seksio sesarea.
Menurut Manuaba dalam Rohan & Siyoto (2013), penyebab
terjadinya plasenta previa diantaranya adalah mencakup:
 Perdarahan (hemorrhaging)

6
 Usia lebih dari 35 tahun
 Multiparitas
 Pengobatan interfetilitas
 Multiple gestation
 Erythroblastosis
 Riwayat operasi/pembedahan uterus sebelumnya
 Keguguran berulang
 Status sosial ekonomi yang rendah
 Jarak antar kehamilan yang pendek
 Merokok

Faktor predisisi dan presifitasi


Menurut Mochtar dalam Rohan & Siyoto (2013), faktor predisposisi
dan pressipitasi yang dapat mengakibatkanterjadinya plasenta previa
adalah:
1. Melebarnya pertumbuhan plasenta:
 Kehamilan kembar (gamelli)
 Tumbuh kembang plasenta tipis
2. Kurang suburnya endometrium:
 Malnutrisi ibu hamil
 Melebarnya plasenta karna gamelli
 Bekas seksio sesarea
 Sering di jumpai pada grandemultipara
3. Terlambat implantasi:
 Endometrium fundus kurang subur
 Terlambatnya tumbuh kembang hasil konsepsi dalam bentuk
blastula yang siap untuk nidasi.

d) Manifestasi Klinis

7
Gejala paling khas dari plasenta previa adalah perdarahan
pervaginam (yang keluar meleui vagina) tanpa nyeri yang pada
umumnya terjadi pada akhir triwulan ke dua. Ibu dengan plasenta
previa pada umunya asimptomatik (tidak memiliki gejala) sampai
terjadi perdarahan pervaginam. Biasanya perdarahan tersebut tidak
terlalu banyak dan berwarna merah segar. Padamunya perdarahan
terjadi tanpa faktor pencetus, meskipun latihan fisik dan hubungan
seksual dapat menjadi faktor pencetus. Perdarahan terjadi karena
pembesaran dinding rahim sehingga menyebabkan robeknya
perlekatan dari plasenta dengan dinding rahim. Koagulapati jarang
terjadi pada plasentaprevia. Jika di dapatkan kecurigaan terjadinya
plasenta previa pada ibu hamil, maka pemeriksaan Vagina Tousche
(pemeriksaan dalam vagina) oleh dokter tidak boleh di lakukan
kecuali di meja operasi mengingat resiko perdarahan hebat yang
mungkin terjadi (Rohan & Siyoto 2013).
e) Patofisiologi
Perdarahan anterpartum akibat plasenta previa terjadi sejak
kehamilan 20 minggu saat segmen uterus telah terbentuk dan mulai
melebar dan menipis. Umumnya terjadi pada trimester ke tiga
karena segmen baah uterus lebih banyak mengalami perubahan.
Pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks
menyebabkan sinus uterus robek karena lepasnya plasenta dari
diding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta.
Perdarahan tidak dapat di hindarkan karena adanya ketidak
mampuan selaput otot segmen baah uterus untuk berkontraksi
seperti pada plasenta letak normal (Rohan & Siyoto 2013).
f) Peeriksaan Diagnostik
 Pemeriksaan darah:hemoglobin, hematocrit
 Pemeriksaan ultra sonografi, dengan pemeriksaan ini dapat
ditentukan plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium

8
 Pemeriksaan luar bagian terbawah janin biasanya belum
masuk pintu atas panggul ada kelainan letak janin.
 Pemeriksaan inspekkulo secara hati-hati dan benar, dapat
menentukan sumber perdarahan dari karnalis servisis atau
sumber lain (servistis, polip, keganasan, laserasi/troma)
(Rohan & Siyoto, 2013).
g) Penatalaksanaan
Menurut Wiknjosastro dalam Rohan & Siyoto (2013),
penatalaksanaan yang diberikan untuk penanganan plasenta previa
tergantung dari jenis plasenta previanya yaitu:
 Kaji kondisi fisik klien
 Menganjurkan klien untuk tidak coitus
 Menganjurkan klien istirahat
 Mengobservasi pendarahan
 Memeriksa tanda vital
 Memeriksa kadar Hb.
 Berikan cairan pengganti intravena RL
 Berikan betametason untuk pematangan paru bila perlu dan bila
fetus masih premature
 Lanjutkan terapi ekspektatif bila KU baik, janin hidup dan umur
kehamilan.
2. Solusio Plasenta
a) Pengertian
Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta dari insersi sebelum
waktunya, plasenta itu secara normal terlepas setelah anak lahir.
Solusio plasenta adalah pelepasan sebagian / seluruhnya plasenta
yang normal implantasinya antara 22 minggu dan lahirnya anak.
Keadaan plasenta terlepas dari perlekatannya yang normal sebelum
janin lahir. Biasanya pada kehamilan 28 minggu (Nugroho, 2011).

9
Sulosio plasenta merupakan pemisahan prematur plasenta yang
normalnya tertahan di dinding uterus (Reeder, Martin & Griffin,
2003).

b) Klasifikasi
Menurut derajat lepasnya plasenta:
 Solusio plasenta partsialis
Bila hanya sebagian plasenta terlepas dari tempat pelekatnya.
 Solusio plasenta totalis
Bila seluruh plasenta sudah terlepas dari tempat pelekatnya.
 Prolapsus plasenta
Bila plasenta turun kebawah dan dapat teraba pada pemeriksaan
dalam (Rohan & Siyoto, 2013).
c) Etiologi
Menurut Rohan & Siyoto (2013), penyebab utama dari solusio
plasenta masih belum diketahui dengan jelas, meskipun demikian,
beberapa hal yang disebutkan dibawah ini di duga merupakan faktor-
faktor yang berpengaruh pada kejadiannya, antara lain :
 Hipertensi esensialis atau preeklamsi
 Tali pusat yang pendek
 Trauma
 Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior
 Uterus yang sangat mengecil (hidramnion pada waktu ketuban
pecah, kehamilan ganda pada waktu anak pertama lahir)

Disamping itu, ada pula pengaruh dari:


 Umur lanjut
 Multiparitas
 Ketuban pecah sebelum waktunya
 Defisiensi asam folat

10
 Merokok, alkohol, kokain
 Mioma uteri
d) Manifestasi Klinis
1. Perdarahan disertai rasa sakit.
2. Jalan asfiksia ringan sampai kematian intrauterin.
3. Gejala kardiovaskuler ringan sampai berat.
4. Abdomen menjadi tegang.
5. Perdarahan berwarna kehitaman.
6. Sakit perut terus menerus (Rohan & Siyoto, 2013).

e) Patofisiologi
Terjadinya solusio plasenta dipicu oleh perdarahan ke dalam desidua
basalis yang kemudian terbelah dan meningkatkan lapisan tipis yang
melekat pada mometrium sehingga terbentuk hematoma desidual
yang menyebabkan pelepasan, kompresi dan akhirnya penghancuran
plasenta yang berdekatan dengan bagian tersebut.
Ruptur pembuluh arteri spiralis desidua menyebabkan hematoma
retro plasenta yang akan memutuskan lebih banyak pembuluh darah,
hingga pelepasan plasenta makin luas dan mencapai tepi plasenta,
karena uterus tetap berdistensi dengan adanya janin, uterus tidak
mampu berkontraksi optimal dan menekan pembuluh darah tersebut.
Selanjutnya darah yang mengalir keluar dapat melepaskan selaput
ketuban (Rohan & Siyoto, 2013).
Macam-macam perdarahan pada solusio plasenta:
1. Perdarahan tersembunyi / perdarahan kedalam.
Adalah darah yang tidak keluar, tetapi berkumpul dibelakang plasenta
membentuk hematom reroplasenta dan kadang-kadang darah masuk
kedalam tuang amnion.
2. Perdarahan keluar
3. Perdarahan keluar dan tersembunyi.

11
Dengan perdarahan tersembunyi Dengan perdarahan keluar
 Pelepasan biasanya komplit  Pelepasan biasanya inkomplit
 Sering disertai toxoemia  Jarang disertai toxoemia
 Hanya merupakan 20% dari  Merupakan 80% dari solusio
solusio plasenta plasenta

f) Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium darah: hemoglobin, hematokrit,
trombosit, protombin, waktu pembekuan, waktu tromboplastin,
parsial kadar fibrinogen, dan elektrolit plasma.
2. Cardiotokografi untuk menilai kesejahteraan janin.
3. USG untuk menilai letak plasenta, usia gestasi dan keadaan
janin (Rohan & Siyoto, 2013).

g) Penatalaksanaan
1. Harus dilakukan dirumah sakit dengan fasilitas operasi.
2. Sebelum dirujuk,anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan
menghadap kekiri,tidak melakukan senggama,menghindari
peningkatan tekanan rongga perut.
3. Pasang infus cairan Nacl fisiologi. Bila tidak
memungkinkan,berikan cairal peroral.
4. Pantau tekanan darah & frekuensi nadi setiap 15 menit untuk
mendeteksi adanya hipotensi / syok akibat perdarahan. Pantau
pula BJJ & pergerakan janin.
5. Bila terdapat renjatan,segera lakukan resusitasi cairan dan
transfusi darah,bila tidak teratasi,upayakan penyelamatan
optimal.Bila teratasi perhatikan keadaan janin.
6. Setelah renjatan diatasi pertimbangkan seksio sesarea bila janin
masih hidup atau persalinan pervaginam diperkirakan akan
berlangsung lama.Bila renjatan tidak dapat diatasi,upayakan
tindakan penyelamatan optimal.

12
7. Setelah syok teratasi dan janin mati,lihat pembukaan.Bila lebih
dari 6 cm pecahkan ketuban lalu infus oksitosin.Bila kurang dari
6cm lakukan seksio sesarea.
8. Bila tidak terdapat renjatan dan usia gestasi kurang dari 37
minggu / taksiran berat janin kurang dari 2.500 gr.

2.3 Perdarahan Postpartum


Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24
jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta.
Perdarahan postpartum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600
ml dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Mochtar dalam Rukiyah,
2010).
1. Atonia Uteri
a) Pengertian
Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus
untuk berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab
perdarahan post partum yang paling penting dan biasa terjadi segera
setelah bayi lahir hingga 4 jam setelah persalinan. Atonia uteri dapat
menyebabkan perdarahan hebat dan dapat mengarah pada terjadinya
syok hipovolemik (Rukiyah, 2012).
b) Etiologi
Penyebab dari atonia uteri diantaranya salah penanganan kala III
persalinan, yaitu memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam
usaha melahirkan plasenta, dimana sebenarnya plasenta belum
terlepas dari dinding uterus (Wiknjosastro, 2005).
Beberapa hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia meliputi:
1. Manipulasi uterus yang berlebihan.
2. General anestesi (pada persalinan dengan operasi ).
3. Uterus yang teregang berlebihan :
 Kehamilan kembar

13
 Fetal macrosomia ( berat janin antara 4500 – 5000 gram )
 polyhydramnion
4. Kehamilan lewat waktu
5. Portus lama
6. Grande multipara ( fibrosis otot-otot uterus ),
7. Anestesi yang dalam
8. Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia ),
9. Plasenta previa
10. Solutio plasenta
Lemahnya kontraksi miometrium merupakan akibat dari kelelahan
karena persalinan lama atau persalinan dengan tenaga besar, terutama
bila mendapatkan stimulasi.
c) Manifestasi Klinis
1. tinggi fundus yang tidak berubah.
2. Fundus yang lembek atau lebut.
3. Perdarahan yang menetap atau perdarahan baru berwarna merah
terang.
4. Lokia yang berbau busuk.
d) Patofisiologi
Uterus yang mengalami overdistensi besar kemungkinan besar
mengalami hipotonia setelah persalinan. Dengan demikian, wanita
dengan janin besar, janin multipel, atau hidramnion rentan terhadap
perdarahan akibat atonia uteri. Kehilangan darah pada persalinan
kembar, sebagai contoh, rata-rata hampir 1000 ml dan mungkin jauh
lebih banyak (pritchard, 1965). Wanita yang persalinannya ditandai
dengan his yang terlalu kuat atau tidak efektif juga dengan
kemuungkinan mengalami perdarahan berlebihan akibat atonia uteri
setelah melahirkan. Demikian juga, persalinan yang dipicu atau dipacu
dengan oksitosin lebih rentan mengalami atonia uteri dan perdarahan
postpartum. Wanita dengan paritas tinggi mungkin berisiko besar
mengalami atonia uteri.

14
Risiko lain adalah wanita yang bersangkutan pernah mengalami
perdarahan postpartum. Akhirnya, kesalahan penatalaksanaan
persalinan kala tiga berupa upaya untuk mempercepat pelahiran
plasenta selain dari pada mengeluarkannya secara manual. Pemijatan
dan penekanan secara terus menerus terhadap uterus yang sudah
berkontraksi dapat mengganggu mekanisme fisiologis pelepasan
plasenta sehingga pemisahan plasenta tidak sempurna dan
pengeluaran darah meningkat.

2. Retensio plasenta
a) Pengertian
Menurut Rukiyah (2010), retensio plasenta adalah belum lahirnya
plasenta ½ jam setelah anak lahir. Tidak semua retensio plasenta
menyebabkan terjadinya perdarahan, apabila terjadi perdarahan
maka plasenta dilepas secara manual lebih dahulu.
Retensio plasenta adalah keadaan yang terjadi apabila plasenta
belum lahir setengah jam setelah janin lahir dan penyebabnya antara
lain: plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah
lepas akan tetapi belum dilahirkan (Sumarah, dkk, 2009).
Menurut Nugroho (2012) retensio plasenta adalah tertahannya atau
belum lahirnya plasenta hingga atau lebih dari 30 menit setelah bayi
lahir.

b) Klasifikasi
Retensio plasenta terdiri dari beberapa jenis:
1. Plasenta adhevesia adalah implantasi yang kuat dari jonjot
korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme
separasi fisiologi.
2. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai sebagian besar lapisan miometrium.

15
3. Plasenta inkerta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga
mencapai/melewati lapisan miometrium.
4. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang
menembut lapisan miometrium hingga mencapai lapisan serosa
dibanding uteris.

c) Etiologi
1. Penanganan kala III yang salah
Dengan pemijatan dan pendorongan uterus akan mengganggu
mekanisme pelepasan plasenta dan menyebabkan pemisahan
sebagian plasenta.
2. Abnormalitas plasenta
Abnormalitas plasenta meliputi bentuk plasenta dan penanaman
plasenta dalam uterus yang memengaruhi mekanisme pelepasan
plasenta.
3. Kelahiran bayi yang terlalu cepat
Kelahiran bayi yang terlalu cepat akan mrengganggu pemisahan
plasenta secara fisiologis akibat gangguan dari retraksi sehingga
dapat terjadi retensi plasenta.

d) Manifestasi Klinis
Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama
setengah jam setelah bayi lahir. Plasenta harus dikeluarkan karena
dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda
mati, dapat terjadi plasenta inkarserata, dapat terjadi polip plasenta
dan terjadi degenerasi ganar korio karsinoma. Sewaktu sebagian
plasenta (satu atau lebih dari korpus) tertinggal, maka uterus tidak
dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan
perdarahan. Gejala dan tanda yang dapat ditemui adalah perdarahan
segera, uterus berkontraksi tetapi tinggu fundus tidak berkurang
(Prawiharjo dalam Rukiyah, 2010).

16
e) Patofisiologi
Perdarahan obstetri sering disebabkan oleh kegagalan uterus untuk
berkontraksi secara memadai setelah pelahiran. Pada banyak kasus,
perdarahan postpartum dapat diperkirakan jauh sebelum pelahiran.
Contoh-contoh ketika trauma dapat menyebabkan perdarahan
postpartum anatara lain pelahiran janin besar, pelahiran dengan
forseps tengah, rotasi forseps, setiap manipulasi intrauterus, dan
mungkin persalinan pervaginam setelah seksio sesarea (VBAC) atau
insisi uterus lainnya. Atonia uteri yang menyebabkan perdarahan
dapat diperkirakan apabila digunakan zat-zat anestetik berhalogen
dalam konsentrasi tinggi yang menyebabkan relaksasi uterus
(Gilstrap dkk, 1987).
Risiko lain adalah wanita yang bersangkutan pernah mengalami
perdarahan postpartum. Akhirnya, kesalahan penatalaksanaan
persalinan kala tiga berupa upaya untuk mempercepat pelahiran
plasenta selain dari pada mengeluarkannya secara manual. Pemijatan
dan penekanan secara terus menerus terhadap uterus yang sudah
berkontraksi dapat mengganggu mekanisme fisiologis pelepasan
plasenta sehingga pemisahan plasenta tidak sempurna dan
pengeluaran darah meningkat.
f) Pemeriksaan Diagnostik
1. Palpasi masih didapatkan tinggi fundus teraba yang lebih besar
dari yang diperkirakan.
2. Lakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari:
 Tempat pelekatan plasenta
 Robekan rahim
3. Observasi dari pelepasan tali pusat yang terjulur ada yang
sebagian tidak.
4. Pemeriksaan laboraturium: pemerikasaan darah, Hb dan lain-
lain.

17
g) Penatalaksanaan
Untuk menagani perdarahan atonia uteri dapat mengambil langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Memasang infus-memberikan cairan pengganti.
2. Memberikan uterotonika intramuskular, intravena atau dengan
drip.
3. Melakukan masase uterus sehingga kontraksi otot rahim makin
cepat makin kuat (Manuaba, 2005).

2.4 Syok Hemoragi


Hemoragi adalah suatu ancaman utama pada ibu selama siklus usia subur.
Syok hemoragi merupakan situasi keadaan darurat dimana perfusi organ-
organ tubuh menjadi sangat terganggu dan kematian dapat terjadi. Terapi
agresif dibutuhkan untuk mencegah akibat yang merugikan (mis, kematian
seluler, beban cairan berlebihan, syok paru, toksisitas oksigen)
Apabila syok berlangsung lama, reduksi oksigenasi selular yang kontinu
mengakibatkan akumulasi asam laktat dan asidosis. Asidosi menyebabkan
vasodilatasi arteriol dan vasokontriksi venul menetap. Pola sirkular terjadi :
perfusi menurun, anoksia jaringan meningkat, terbentuk edema, dan
akumulasi darah lebih jauh menurunkan perfusi. Terjadi kematian seluler.

Penatalaksanaan Syok Hemoragi

Tanda dini syok pada wanita hamil ialah takikardi ringan/ ketika status
syok memburuk, frekuensi denyut jantung terus meningkat disertai penurunan
tekanan darah. Segera setelah wanita memperlihatkan tanda dan gejala syok,
perawat memberi bantuan dan peralatan. Perawat harus memiliki standing
orders untuk memulai pemberian cairan IV dan harus mengetahui tipe infus
yang akan digunakan dan uji laboraturium yang akan dilakukan.

Perawat memastikan kepatenan jalan nafas dan memfasilitasi pemberian


oksigen. Perawat dapat mengangkat salah satu panggul pasien untuk
menghindari sindrom hipotensi supine. Posisi trendelenburg tidak dianjurkan
karena posisi ini dapat mengganggu fungsi kardiopulmoner. Untuk
mempertahankan volume sirkulasi, diperlukan pemberian volume cairan
dalam jumlah besar. Selang intravena kedua dipasang dengan menggunakan

18
jarum berlubang besar. Perawat membantu pemasangan kateter Swan-Ganz
atau suatu kateter vena sentral jika dibutuhkan. Kristaloid dalam jumlah besar
(ringer laktat atau normal saline) meningkatkan volume plasma. Namun,
larutan tersebut menurunkan tekanan onkotik koloid (colloid oncotic pressure
(COP)). Seiring penurunan COP resiko edema pulmoner meningkat. Untuk
mengompensasi hal ini, larutan koloid (albumin) harus digunakan untuk
menyeimbangkan efek volume dan COP (dorman, 1989).

Perawat melanjutkan dengan memantau, mengkaji dan mencatat


pernafasan, nadi, tekanan darah, kondisi kulit, haluaran urine, tingkat
kesadaran dan parameter hemodinamika (CVP atau Swan-Ganz) untuk
mengevaluasi keefektifan penatalaksanaan yang telah dilakukan.

Pada tahap dini syok selama masa hamil, tekanan darah sistolik
meningkat, sementara pada tahap lanjut syok, tekanan darah sistolik menurun.
Dalam kehamilan tekanan darah bukan indikator yang sensitif bahwa syok
akan terjadi. Perfusi kulit dikorbankan dalam upaya tubuh mempertahankan
aliran darah ke jantung dan otak. Perawat mengkaji derajat iskemia atau
sianosis dasar kuku, kelopak mata, dan kulit di dalam mulut ( mukosa bukal,
gusi, lidah) mencatat derajat kesejukan dan kelembapan kulit dengan
melakukan palpasi. Perawat mengukur haluaran urine setiap jam. Haluaran
urine yang buruk kurang dari 30 ml per jam dapat mengindikasikan
perburukan syok atau ketidakadekuatan terapi cairan.

Hasil yang diperoleh dari CVP mengukur fungsi (mis, tekanan darah)
jantung kanan. Nilai normal memiliki rentang antara 1 dan 7 cm H2O
(Clark,dkk.,1989). Nilai yang menurun atau rendah mengindikasikan
ketidakadekuatan volume darah atau hipovolemia. Nilai yang meningkat atau
tinggi mengindikasikan kerusakan kontraktilitas. Terapi pengganti darah
merupakan hal yang bisa dilakukan pada penatalaksanaan hemoragi. Gejala
klinis umum volume intravaskular yang adekuat (hipovolemia) yang
memerlukan penggantian darah meliputi hal-hal berikut :

1. Bukti hemoragi (kehilangan sejumlah besar darah secara eksternal


atau internal dalam waktu yang singkat)
2. Bukti syok hipovolemia (nadi meningkat, kulit dingin dan lembab,
pernafasan cepat, merasa gelisah, haluaran urine menurun)
3. Penurunan hemoglobin dan hematokrit di bawah kadar yang dapat
diterima selama trimester kehamilan atau status bukan-hamil

2.5 Gangguan Pembekuan Darah pada Masa Kehamilan


a) Pembekuan normal

19
Sistem hemostatis terlibat dalam proses penyelamatan hidup
dengan menghentikan aliran darah dari pembuluh darah yang cedera,
sebagian melalui pembentukan fibrin yang tidak larut , yang berperan
sebagai plak trombosis hemostatis. Fase-fase proses koagulasi
melibatkan interaksi faktor-faktor koagulasi dimana setiap faktor secara
berurutan mengaktifkan faktor selanjutnya. Sistem fibrinolisis mengacu
pada proses dimana fibrin terbagi menjadi produk degradasi fibrin
(FDP) dan sirkulasi diperbaiki.
b) Koagulasi Intravaskular Diseminata
Disseminated intravascular coagulation (DIC, sindrom
defibrinasi, koagulapati defibrinasi, koagulapati konsumtif) adalah
bentuk patologis pembekuan yang difus dan mengkonsumsi sejumlah
besar faktor pembekuan, menyebabkan perdarahan interna/eksterna
yang luas. Secara sederhana, DIC merupakan konsumsi faktor
pembekuan dalam jumlah besar (Dorman, 1989).
Pemeriksaan fisik menunjukan perdarahan yang tidak lazim.
Perdarahan spontan dari gusi atau hidung wanita dicatat. Petekie
muncul disekeliling manset pengukur tekanan darah pada lengannya.
Gejala pada ibu meliputi takikardi dan diaforesis. Pemeriksaan
laboraturium menunjukan penurunan trombosit, fibrinogen, dan
protrombin (faktor-faktor tyang dikonsumsi selama koagulasi).
Penatalaksanaan primer semua kasus DIC meliputi perbaikan
penyebab dasar, misalnya, pengangkatan janin yang mati, terapi infeksi
yang ada atau preeklamsia-eklamsia, atau pengangkatan abrupsio
plasenta. Sel darah merah (SDM) dalam kemasan dapat ditransfusikan
untuk memperbaiki anemia.
Gagal ginjal merupakan salah satu akibat DIC. Oleh karena itu,
haluaran urine dipantau. Haluaran harus dipertahankan lebih dari 30 ml
per jam dan upaya yang mendukung mulai dilakukan. Oksigen
diberikan melalui masker pernafasan yang dipasang ketat dengan
kecepatan 10 sampai 12 liter per menit. Ansietas, rasa duka dan
perubahan konsep diri dapat muncul akibat kehilangan dan kehilangan
janin.

c) Gangguan Pembekuan Lain


Purpura trombositopenia autoimun (ATP) merupakan gangguan
autoimun dimana antibodi antitrombosit menurunkan rentang hidup
trombosit. Trombositopenia, kerentanan kapiler, dan peningkatan waktu
perdarahan merupakan tanda diagnostik gangguan ini.

20
ATP menyebabkan perdarahan setelah kelahiran sesaria atau akibat
laserasi vagina atau laserasi serviks. Transfusi trombosit diberikan
untuk mempertahankan hitung trombosit 100.000/mmᵌ. Kortikosteroid
diberikan jika diagnosis ditegakan sebelum atau selama kehamilan.
Spelenektomi, jika dibutuhkan, ditunda sampai setelah masa nifas.
Penyakit von willebrand, suatu tipe hemofilia, kemungkinan
merupakan gangguan perdarahan turunan yang paling umum terjadi.
(Cunningham, dkk., 1993). Penyakit ini merupakan akibat faktor
defisiensi VIII dan disfungsi trombosit. Penyakit ini ditransmisi sebagai
sifat dominan autosom pada kedua jenis kelamin. Terapi penyakit von
willebrand terdiri dari penggantian faktor VIII melalui pemberian
kryopresipitat atau plasma beku-segar.

21
BAB III

PEMBAHASAN KASUS

3.1 Contoh Asuhan Keperawatan


ASUHANKEPERAWATANPADANy.”S”G1P0A0 DENGANPLASENTAPREVIA
TOTALIS
DIRUANGANBOUGENVILE2 RSUPDr.SARDJITO

A. Identitas
Hari, tanggal : Senin, 17 November 2016
Jam : 12:00 WIB
Tempat : Kamar 09 Ruang Bougenville 2
Oleh :
Sumber data : Pasien, Keluarga pasien, dan status pasien
Metode : Anamnesa, Observasi, Pemeriksaan fisik dan Studi
dokumen
1. Pasien
Nama : Ny.” S”
Umur : 27 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jetisharjo, Cokrodiningrat, Jetis, DIY
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SMU
Pekerjaan : Swasta
Tanggal Masuk : 15 November 2016
Diagnosa Medis : Plasenta previa totalis primigravida 32 minggu
dengan ISK
2. Penanggung jawab
Nama : Tn.”S”
Alamat : Jetisharjo, Cokrodiningrat, Jetis, DIY
Hubungan dengan pasien : Ayah

B. Riwayat Kesehatan
1. Alasan masuk RS
Pasien adalah rujukan dari RS Sakina Idaman dengan diagnosa medis plasenta
previa totalis. Pasien pernah rawat inap di RS Sakina Idaman dari tanggal 1-11
November 2016 dengan keluhan perdarahan dari jalan lahir. Pasien telah diberikan
terapi dexamethasone 2x8mg dalam 2 hari. Pasien kemudian dirujuk ke RSS.
Pasien merasa hamil 8 bulan, mengeluh perdarahan dari jalan lahir ±100 cc.
Perdarahan sudah sejak 1 bulan sebelum masuk RS. Pasien pernah memeriksakan
diri ke dokter spesialis obsgyn dengan diagnosa plasenta previa totalis.

22
2. Keluhan utama
Pasien mengeluh nyeri padaperut bagian bawah, nyeri bertambah saat bayi dalam
kandungan bergerak aktif, nyeri seperti tertekan, skala nyeri 3 dari 0-10, nyeri terasa
hilang timbul.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Selain nyeri, pasien mengeluh mual, demam hingga menggigil, sempat muntah 1x
pada tanggal 16 November 2016 dan perdarahan pada jalan lahir, berwarna merah
segar.
4. Riwayat kehamilan
a. Primigravida G1P0A0
 HPMT : 30 Maret 2016
 HPL : 7 januari 2017
 Usia kehamilan : 32 minggu
b. Keluhan yang muncul selama kehamilan ini
 Trimester I : pasien mengatakan tidak ada
keluhan
 Trimester II : pasien mengatakan pada usia
kandungan 6 bulan merasakan nyeri perut, mual, muntah,
pusing, lemas, dan terjadi perdarahan pada jalan lahir
 Trimester III : pasien mengatakan terjadi
perdarahan, merasa demam hingga menggigil, mual,
muntah dan lemas.
c. Riwayat imunisasi
Pasien mengatakan mendapatkan imunisasi TT calon pengantin
sudah sekitar 1 tahun yang lalu

C. Riwayat Kesehatan Dahulu


1. Riwayat penyakit
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit keturunan seperti
hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung maupun alergi. Pada usia
kehamilan 6 bulan pasien memeriksakan diri ke RS Sakinah sebanyak
3 kali karena perdarahan pada jalan lahir.
2. Riwayat reproduksi
 Menstruasi
Menarche 12 tahun, siklus menstruasi 28 hari, lamanya 3-6
hari, tidak dismenhore, sifat darah khas darah menstruasi,
tidak ada keputihan.
 Menikah
Pasien mengatakan sudah menikah satu kali yaitu sudah selama
satu tahun yang lalu.
 Kehamilan yang dulu
Pasien mengatakan ini adalah anak pertama, belum pernah
keguguran.

23
3. Riwayat kesehatan keluarga
a. Genogram

Keterangan :

Laki-laki Garis keturunan

Perempuan Tinggal serumah

Garis pernikahan

b. Penyakit keluarga
Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit keturunan
seperti hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung maupun
alergi.

D. Kebutuhan Dasar
1. Nutrisi
a. Sebelum sakit
Pasien mengatakan makan 2-3 kali sehari sebanyak 1 porsi tiap
kalimakan, pasien mengatakan lebih banyak makan cemilan,
sedangkan pola minum pasien yaitu pasien minum air putih
sebanyak 3000 cc tiap hari. Pasien mengatakan tidak mempunyai
alergi terhadap makanan tertentu.
b. Selama sakit
Pasien mengatakan makan 3x sehari hanya beberapa sendok tiap
kali makan. Pola minum pasien lebih banyak minum air putih
yaitu 3100 cc dan susu ibu hamil sebanyak 2 gelas setiap hari .
pasien mengatakan nafsu makan menurun karena setiap kali makan
pasien merasakan mual. Pasien mengatakan mual apabila mencium
bau makanan yang menyengat.
2. Eliminasi

24
a. Buang air kecil
 Sebelum sakit
Pasien mengatakan BAK sebanyak 4 kali sehari dengan jumlah
yang banyak setiap berkemih ±250 cc. Tidak ada keluhan saat
berkemih
 Selama sakit
Pasien terpasang kateter dengan jumlah urine 600 cc warna
kuning jernih
b. Buang air besar
 Sebelum sakit
Pasien mengatakan BAB rutin 1x sehari dengan konsistensi
lunak
 Selama sakit
Pasien mengatakan belum BAB selama 3 hari semenjak
dirawat di RSS
3. Aktivitas dan latihan
a. Sebelum sakit
Pasien mengatakan sebelum sakit dalam melakukan kegiatan
sehari-hari meliputi mandi, makan, BAB/BAK dan berpakaian
pasien melakukan secara mandiri dan tidak menggunakan alat
bantu.
b. Selama sakit
Pasien mengatakan kegiatannya sehari-hari di RSS hanya
berbaring saja, pasien tidak dianjurkan untuk turun dari tempat
tidur.

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4


Makan/minum 

Toileting 

Berpakaian 

Mobilitas di tempat tidur 

Ambulasi/ROM 

Ket : 0 : mandiri, 1 : Alat bantu, 2 : dibantu orang lain, 3 : dibantu


orang lain&alat, 4 : tergantung total.
4. Istirahat dan tidur
a. Sebelum sakit

25
Pasien mengatakan sedikit sulit tidur, dalam sehari pasien tidur
selama ± 4-5 jam. Pasien tidak pernah tidur siang.
b. Selama sakit
Pasien mengatakan semakin sulit untuk tidur, sering terbangun,
tidur mulai pukul 19.00 WIB, 1 jam tidur kemudian bangun begitu
seterusnya. Pasien mengatakan sulit tidur karena nyeri dan demam
yang dirasakan tidak nyaman bagi pasien.
5. Presepsi dan kognitif
a. Status mental : baik
b. Sensasi : tidak ada gangguan pengecapan
c. Pendengaran : tidak ada gangguan pendengaran
d. Berbicara : tidak ada gangguan berbicara
e. Penciuman : pasien dapat membedakan bau-bauan
f. Perabaan : pasien dapat membedakan dingin, panas,
kasar
g. Kejang : pasien mengatakan tidak ada
riwayat kejang
h. Nyeri : pasien mengatakan nyeri pada perut bagian
bawah, nyeri bertambah saat bayi dalam kandungan bergerak aktif,
nyeri seperti tertekan, skala nyeri 3 dari 0-10, nyeri terasa hilang
timbul.
i. Kognitif : pasien mengatakan mengerti mengenai
plasenta previa, yaitu plasenta yang turun hingga menutupi jalan
lahir.

E. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmetis
1. Tanda-tanda vital
 TD : 100/60 mmHg
 N : 90x/menit
 S : 38,5°C
 R : 22x/menit
 DJJ : 153x/menit
2. Status gizi
 Bb sebelum hamil: 45 kg
 Bb terakhir : 55 kg
 Tinggi badan : 161 cm
 IMT : 55/(1,61)²=21,21 kg/m² (normal)
3. Kulit, rambut dan kuku

26
 Kulit : lembab tidak kering
 Kuku& rambut : kuku pendek dan bersih, rambut hitam
sedikit ketombe
4. Kepala dan leher
 Wajah : tidak ada oedema, tidak pucat, pasien
terlihat meringis kesakitan, pasien terlihat melindungi area
nyeri.
 Mata : sklera putih, konjungtiva tidak anemis,
terdapat lingkaran hitam disekitar mata, sayu
 Telinga : simetris, tidak ada cairan keluar dari telinga
 Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak
ada peningkatan JVP
5. Mulut dan hidung
 Mulut : membran mukosa lembab, bibir tidak
kering
 Hidung : tidak ada lesi, tidak ada cairan yang keluar
dari hidung
6. Thoraks
 Inspeksi : simetris kanan dan kiri, tidak ada lesi
 Palpasi : tidak ada masa, tidak ada nyeri tekan
 Perkusi : suara sonor
 Auskultasi : terdengar suara vesikuler, tidak ada suara
tambahan
7. Payudara
Payudara simetris, areola terlihat hiperpigmentasi, puting menonjol.
8. Jantung
 Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
 Palpasi : iktus cordis teraba
 Perkusi : suara redup
 Auskultasi : suara jantung S1 dan S2 reguler
9. Abdomen
 Inspeksi : perut tampak membuncit, tidak terdapat
striae gravidarum terlihat linea alba.
 Palpasi : teraba gerakan janin aktif, janin tunggal,
memanjang, presentasi kepala 5/5 bagian, TFU 22 cm, teraba
HIS 1x selama 15 detik dalam 10 menit dengan kekuatan
sedang
 Auskultasi : terdengar bising usus 6 kali/menit,
terdengar DJJ 153x/menit

27
10. Ekstremitas
Ekstremitas lengkap, tidak terlihat oedema maupun lesi. Akral teraba
hanga. CRT<2 detik
11. Genitalia
Terpasang kateter sejak tanggal 15 november 2016. Pasien
menggunakan pembalut, terlihat darah berwarna merah segar di
pembalut.

F. Terapi (17 November 2016)


1. Nifedipin 10 mg/8 jam per oral
2. Sulfas ferosus 600 mg/24 jam per oral
3. Injeksi cefotaxim 500 mg/12 jam per IV
4. Paracetamol tablet 500 m per oral jika perlu
5. VIP albumin 500mg/24 jam per oral
6. Injeksi cefotaxim 500 mg/12 jam per IV

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Hasil pemeriksaan urine dan darah tanggal 16 November 2014

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal


HEMATOLOGI
BUN 7 mg/dL 7-20
Creatinin 0,50 Mg/dL Lk: 0,9-1,3 Pr 0,6-1,1
Natrium 137 mmol/L 136-145
Kalium 4,2 mmol/L 3,5-5,1
Klorida 102 mmol/L 98-107
HbsAg Non reaktif Non reaktif
Leukosit 23,67 10ᵌ/µL 4,5-11
Eritrosit 3,55 10⁶/µL 4,5-5,2
Hemoglobin 10,6 g/dL M : 14-18 F : 12-16
Hematokrit 31,3 % Lk : 40-50 Pr : 37-43
MCV 88,2 fL 79-99
MCH 30 Pg 27-31
MCHC 34 g/dL 33-37
CHCM 35,7 g/dL 33-37
CH 31,3 Pg
RDW 14,4 % 11,5-15,5
HDW 2,6 % 2,2-3,2
Trombosit 224 X 10ᵌ/µL 150-450
MPV 7,3 Fl 7,2-11,1
NEUT# 21,1 10ᵌ/µL 1,8-8
LYMPH# 1,03 10ᵌ/µL 0,9-5,2
PPT 13,6 Detik 12,3-15,3
INR 0,98 0,9-1,1
Control PPT 13,9
APTT 27,3 Detik 27,9-37
KIMIAWI

28
Glukosa 0
Protein 10(+) Mg/dL
Bilirubin 0 Mg/dL
Urobilirubin Normal Mg/dL
pH 6,5
Berat jenis 1.010
Blood/darah 0,2(2+) Mg/dL
Keton 0,0 Mg/dL
Nitrit 1+ Mg/dL
Bakteri ++
2. Hasil pemeriksaan USG tanggal 16 November 2016
Janin tunggal, presentasi kepala, DJJ+, gerak +, plasenta berada di
corpus depan menutupi jalan lahir, gr II, Ak cukup, EFN 1105 gr.

H. ANALISA DATA

No DATA MASALAH PENYEBAB


1. DS : pasien mengatakan nyeri Nyeri akut Agen cedera biologis
P : saat bayi dalam kandungan
bergerak aktif
Q : seperti tertekan
R : perut bagian bawah
S : 3 dari 0-10
T : hilang timbul
 Sulit tidur karena nyeri yang
dirasakan tidak nyaman bagi
pasien
DO :
 Pasien terlihat meringis
kesakitan
2. DS : pasien mengatakan Mual kehamilan
 Nafsu makan menurun, makan
3x sehari hanya beberapa
sendok karena mual
 Muntah 1x pada tanggal 16
November 2016
 Merasa mual apabila mencium
bau makanan yang menyengat
DO :
 Pasien terlihat lemas
3. DS : pasien mengatakan Risiko Ketidakadekuatan
 Demam hingga menggigil penyebaran pertahanan sekunder
 Perdarahan pada jalan lahir infeksi
berwarna merah segar
DO :
 Hasil pemeriksaan darah
( leukosit 23,67 10ᵌ/µL,
hemoglobin 10,6g/dL)
 Suhu 38,5°C
 Terpasang kateter sejak 10
Nov 2016

29
 Hasil pemeriksaan USG
plasenta berada di corpus
depan menutupi jalan lahir
4. DS : pasien mengatakan Risiko tinggi Ketidak adekuatan perfusi
perdarahan pada jalan lahir, cedera janin plasenta
berwarna merah segar
DO :
 Hasil pemeriksaan darah
(leukosit 23,67 10ᵌ/µL,
hemoglobin 10,6g/dL, APTT
27,3 detik, hematokrit 31,3%,
eritrosit 3,5510⁶/µL)
 Plasenta berada di corpus
depan menutupi jalan lahir
grade II
 Pasien menggunakan
pembalut, terlihat darah
berwarna merah segar di
pembalut.
 TTV (TD : 100/60 mmHg, N :
90x/mnt, R : 22x/mnt)
 DJJ 153x/mnt
5. DS : pasien mengatakan Risiko Imobilitas fisik
 Belum BAB selama 3 hari konstipasi
 Kegiatan di RSS hanya
berbaring saja, tidak
dianjurkan turun dari tempat
tidur
 Mual
DO :
 Peristaltik usus 6x/mnt
 Pasien bedrest
 Abdomen bagian bawah teraba
keras

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
2. Mual berhubungan dengan kehamilan
3. Risiko penyebaran infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan
pertahanan sekunder
4. Risiko tinggi cedera (janin) berhubungan dengan ketidakadekuatan
perfusi plasenta
5. Risiko konstipasi berhubungan dengan imobilisasi fisik

J. RENCANA KEPERAWATAN

N DIAGNOSA RENCANA KEPERAWATAN

30
O KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1 17 november 2016 17 november 2016 17 november 2016 17 november 2014 12.00
12.00 WIB 12.00n WIB setelah 12.00 WIB WIB
Nyeri akut b.d agen dilakukan asuhan 1. Kaji ulanglokasi, 1. Mengidentifikasi
cedera biologis keperawatan selama karakteristik,dura kondisi dan dasar
3x24 jam di harapkan si,frekuensi dan intervensi
pasien tidak skala nyeri selanjutnya
merasakan nyeri 2. Monitor tandaa- 2. Mengidentifikasi
dengan criteria hasil: tanda perubahan TTV
1. Skala nyeri vital(TD,N,RR) untuik menentukan
berkurang intervensi
menjadi 1 dalam selanjutnya
skala 0-10 3. Atur posisi pasien 3. Posisi yang nyaman
2. Pasien dapat menurunkan
mengatakan nyeri rasa nyeri
berkurang 4. Ajarkan teknik 4. Nafas dalam
3. Ekspresi wajah manajemen nyeri meningkatkan suplai
tampak rileks nonfarmatologi: oksigen dan
Pasien dapat nafas dalam merileksasikan
melakukan nafas ketegangan otot
dalam secara 5. Memberikan
5. Jelaskan
mandiri informasi kepada
penyebab nyeri
pasien tentang nyeri
yang dialami
yang di alaminya,
pasien
mengurangi ansietas
6. Analgetik memblok
6. Kolaborasi pusat rasa nyeri
pemberian
parasetamol 500
mg per oral jika
perlu
2 17 november 2016 17 november 2016 17 november 2016 17 november 2016 12.00
12.00 WIB 12.00 WIB, setelah 12.00 WIB WIB
Mual b.d kehamilan dilakukan asuhan 1. Kaji penyebab 1. Menentukan
keperawatan 2x24 mual pasien intervensi
jam diharapkan selanjutnya
pasien tidak mual 2. Observasi mual 2. Mengetahui kondisi
dengan criteria hasil: dan muntah pasien dan dasar
1. Pasien tidak intervensi
muntah selanjutnya
2. Nutrisi pasien 3. ciptakan suasana 3. Suasana bersih dan
terpenuhi yang nyaman dan nyaman
bersih membebaskan pasien
dari bau-bau yang
menyebabkan mual
4. Member kesempatan
4. beri makanan
lambung untuk
dalam porsi kecil
mencerna makanan ,
tapi sering
mencegah refluks
5. Untuk meningkatkan
5. berikan pilihan nafsu makan pasien
makanan yang dan mencegah
disukai pasien timbulnya mual
dan makanan
yang tidak berbau
menyengat,

31
modifikasi diet
6. anjurkan pasien 6. Kebersihan mulut,
untuk menjaga dapat mengurangi
kebersihan mulut mual dan
meningkatkan
kenyamanan

7. anjurkan kepada 7. Membantu


pasien untuk mengurangi keletihan
memakan pasien mengunyah
makanan yang makanan dan
lunak meningkatkan asupan
nutrisi pasien
8. kelola pemberian 8. Memenuhi
suplemen dan kebutuhan asupan
vitamin: sulfas nutrisi pada masa
ferosus 600 kehamilan
mg/24
jam,albumin 500
mg/24 jam per
oral
9. kolaborasi dengan 9. Antiemetic
dokter tentang mencegah refluks
pemberian lambung
antiseptic
3 17 november 2016 17 november 2016 17 november 2016 17 november 2016 12.00
12.00 WIB 12.00 WIB, setelah 12.00 WIB WIB
Risiko penyebaran dilakukan asuhan 1. Observasi suhhu 1. Mengetahui kondisi
infeksi b.d ketidak keperawatan selama aksila dan tanda pasien dan dasar
adekuatan pertahanan 3x24 jam di harapkan gejala infeksi intervensi
sekunder pasien tidak selanjutnya
mengalami infeksi 2. Lakukan vulva 2. Mengurangi risiko
dengan kriteria hasil: hygine infeksi dan
1. Suhu rentang meningkatkan rasa
36,5-37,5oC nyaman
2. Tidak terlihat 3. Cuci tangan 3. Mencegah
tanda gejala sebelum dan kontaminasi silang
infeksi sesudah kontak, dan risiko infeksi
(tumpr,rubor,kalo batasi pengunjung nosokomial
r,dolor,fungsio 4. Anjurkan pasien 4. Mengurangi iritasi
lasea) banyak minum: 2 pada mukosa
liter per hari kandung kemih
5. Ajarkan keluarga 5. Keikutsertaan
dan pasien keluarga dalam
mengenai tanda memonitor infeksi
dan gejala infeksi dan mencegahnya
dan cara
mencegahnya
6. Kolaborasi 6. Antibiotik pembunuh
pemberian mikroorganisme
antibiotik injeksi penyebab infeksi
cefotaxim 500
mg/12 jam per IV
4 17 november 2016 17 november 2016 17 november 2016 17 November 2016 12.00

32
12.00 WIB 12.00 WIB, setelah 12.00 WIB WIB
Risiko tinggi cidera dilakukan asuhan 1. Monitor 1. Mengetahui kondisi
(janin) b.d ketidak keperawatan selama pendarahan pasien dan dasar
adekuatan perfusi 3x24jam di harapkan pervaginam intervensi
plasenta janin tidak selanjutnya
mengalami cidera 2. Kaji jumlah darah 2. Hemoragi
dengan kriteria hasil yang hilang, berlebihan dan
1. Pendarahan panyau tanda dan menetap dapat
minimal gejala syok mengancam hidup
2. DJJ rentang hipovolemi pasien atau
120-160x/menit mengakibatkan
infeksi
pascapartum,
anemia
pascapartum, KID,
gagal ginjal, atau
nekrosisi hipofisis
yang disebabkan
oleh hipoksia
jaringan
3. Denyut jantung
3. Monitor bunyi lebih >160
jauntung janin serta<100 dapat
menunjukan gawat
janin kemungkinan
terjadi ganguan
perfusi pada
plasenta
4. Melalui istirahat
kemungkinan
4. Istirahatkan terjadinya
pasien anjurkan pelepasan plasenta
bedrest dapat dicegah
5. Posisi miring kiri
menurunkan oklusi
5. Anjurkan pasien vena cava inferior
agar miring kekiri oleh uterus dan
meningkatkan
aliran balik vena ke
jantung
6. Pergerakan yang
banyak dapat
6. Anjurkan pasien mempermudah
untuk membatasi pelepasan plasenta
pergerakan sehingga dapat
terjadi pendarahan
7. Tokolitik menekan
kontraksi uterus
mengurangi
7. Kelola pemberian
pendarahan
tokolitik Nifedifin
8. Dengan pemberian
10 mg/8 jam per
O2 dapat
oral
meningkatkan
8. Kolaborasi
konsumsi O2
dengan dokter
sehingga konsumsi
tentang pemerian

33
oksigen pada janin
meningkat
5 17 november 2016 17 november 2016 17 november 2016 17 november 2016 12.00
12.00 WIB 12.00 WIB, setelah 12.00 WIB WIB
Risiko konstifasi b.d dilakukan asuhan 1. Kaji pola 1. Mengatuhi tingkat
imobilisasi fisik keperawatan selama defekasi pasien konstipasi
1x24 jam diharapkan 2. Berikan 2. Mengurangi
pasien tidak cukupan nutrisi penyerapan cairan
mengalami konstifasi berserat sesuai berlebihan di usus
dengan kriteria hasil: dengan indikasi
1. Pasien BAB 1x
sehari dengan 3. Berikan cairan 3. Untuk melunakan
konsistensi jika tidak feses
lunak kontraindikasi
2-3 liter perhari
4. Anjurkan 4. Mobilisasi dapat
pasien untuk merangsang BAB
seringt berganti
posisi
(berbaring,
miring dan
duduk)
5. Kolaborasi
dengan dokter 5. Laksatif bertujuan
pemberian melunakan feses
laksatif enema
sesuai dengan
indikasi

K. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI


KEPERAWATAN
Nyeri akut b.d agen 17 november 2016 10.00 WIB 17 november 2016 10.30 WIB
cedera biologis 1. Mengkaji ulang lokasi, S: pasien mengatakan nyeri masih terasa,
karakteristik,durasi,fre pasien mengatakan merasa lebih nyaman
kuensi an klal nyeri ketika posisi berbaring, pasien mengatakan
2. Mengatur posisi sudah menerapkan nafas dalam ketika nyeri,
senyaman mungkin pasien mengatakan penyebab nyeri adalah
3. Mengajarkan teknik gerakan janin
manajemen nyerinon O: wajah pasien terlihat tegang karna
farmakologi: nafas menahan nyeri, pasien terlihat sudah bias
dalam nafas dalam dengan benar, posisi pasien
4. Menjelaskan penyebab supinasi, teraba janin aktif di abdomen
nyeri yang dialami A: masa;ah nyeri akut teratasi sebagian
pasien P: monitor TTV
Risiko tpenyebaran 17 november 2016 11.00 WIB 17 november 2016 11.15 WIB
infeksi b.dketidak 1. Mengobservasi suhu S: keluarga pasien mengatakan suhu tubuh
adekuatan aksila dan tanda gejala pasien panas
pertahanan sekunder infeksi O: suhu 38oC
2. Mencuci tangan A: masalah risiko infeksi teratasi
sebelum dan sesudah P: kelola pemberian parasetamol tablet 500mg
kontak, batasi per oral
pengunjung

34
Risiko tinggi cidera 17 november 2016 14.30 WIB 17 november 2016 14.45 WIB
(janin) dengan 1. Memonitor S: pasien mengatakan masih keluar darah dari
ketidak adekuatan pendarahan jalan lahir, darah berwarna merah segar,
perfusi plasenta pervaginam pasien mengatakan akan sering miring kekiri
2. Mengkaji jumlah dan membatasi pergerakan
darah yang hilang, O: DJJ: 152X/menit, cedera(janin) teratasi
memantau tanda dan A: masalah risiko tinggi ncedera janin teratasi
gejala syok P: monitor pendarahan pervaginam
hipovolemi
3. Memonitor bvunyi
jantung jabedrest
4. Mrnnin
5. Mrnganjurkan pasien
istirahat
6. Anjurkan pasien agar
miring ke kiri mengan
jnurkan pasien untuk
membatasi pergerakan
Risiko penyebaran 18 november 2016 08.00 WIB 17 november 2016 18.15 WIB
infeksi b.d ketidak 1. menobservasi suhu S: pasien mengatakan sudah tidak demam lagi
adekuatan aksila dan tanda gejala A: SUHU 36,6OC, pasien terpasang infuse RL
pertahanan sekunder infeksi di tangan kanan sejak tanggal 17 november
2. Mencuci tangan 2014 kondisi bersih tidak terlihat tanda
sebelum dan sesudah flebitis dan infeksi cefotaxim 1 gram masuk
kontak, batasi IV
pengunjung A: masalah risoko infeksi teratasi
3. Memberikan injeksi P: kelola pemberian cefotaxim 1 gram/12 jam
cefotaxim 1 gram per per IV
IV
Mual b.d kehamilan 18 november 2016 10.00 WIB 17 november 2016 10.20 WIB
1. Mengkaji penyebab S: pasien mengatakan merasakan mual apabila
mual pasien mencium bau yang menyengat seperti ikan,
2. Mengobsevasi mual pasien mengatakan mal berkurang dan tidak
dan munta muntah, akan makn makanan yang lunak
3. Menganjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering, mengatakan
dalam porsi kecil tapi makan diet RS habis1/2 porsi
sering O: Tterlihat sedang makan cemilan
4. Menganjurkan kepada P: masalah mual tyeratasi
pasien untik memakan P: observasi mual dan muntah
makannan yang lunak
risiko penyebaran 19 november 2016 09.00 WIB 19 november 2016 10.00 WIB
infeksi b.d ketidak 1. Mengobservasi suhu S: pasien mengatakan masih flek-flek, [asien
adekuatan aksila dan tanda gejala mengatakan sudah banyak minum sehari
pertahanan sekunder infeksi kurang lebih 2 botol aqua, keluarga dan pasien
2. Mencuci tangan mengatakan sudah paham mengenai tanda dan
sebelum dan sesudah gejala infeksi.
kontak, batasi O: S: 37oC, TD: 110/70 mmHg n: 78x/menit,
pengunjung RR: 22x/menit, injeksi cefotaxim masuk seuai
3. Menganjurkan pasien injeksi melalui IV
banyak minum: 2 liter A: risiko infeksi teratasi
per hari P: kelola pemberian cefotaxim 1gram/12jam
4. Membertahui keluarga per IV
pasien tanda dan gejala
infeksi dan cara
mencegahnya

35
5. Mengelola pemberian
antibiotic injeksi
cefotaxim 1gr/12 jam
Risiko konstipasi 19 november 2016 11.00 WIB 19 november 2016 12.00 WIB
b.d imobilisasi fisik 1. Mengkaji pola S: pasien mengatakan biasanya BAB 1 kali
defekasi pasien sehari setiap pagi, pasien mengatakan sudah
2. Kolaborasi dengan berlatih untuk duduk dan miring, keluarga
keluarga untuk pasien mengatakan sudah membelikan pasien
memberikan cakupan sayur-sayuran tetapi pasien makan hanya
nutrisi berserat sesuai sedikit sekali kurang lebih 2 sendok
dengan indikasi O: posisi pasien sudah sering berubah
3. Menganjurkan pasien A: resiko konstipasi sudah teratasi sebagian
untik sering berganti P: kolaborasi dengan dokter pemberian
posisi(berbaring,mirin laktasif atau enema sesuai dengan indikasi
g,dan duduk)
mual b.d kehamilan 19 november 2016 08.30 WIB 17 november 2016 08.40 WIB
1. Mengkaji mual dan S: pasien mengatakan masih sedikit
muntah mual,tidak muntah, dan mengatakan mengerti
2. Menganjurkan pasien untuk makan-makanan yang di sukai sedikit-
makan sedikit-sedikit sedikit tapi sering
tapi sering O: obat dan dosis: sulfat ferosus 600 mh,
3. Menganjurkan pasien albumin 500 mg, rute: oral, pada Ny. S pukul
memakan makanan 08.30 WIB
yang di sukai A;mual teratasi sebagian
4. Mengelola pemberian P: monitor mual dan muntah
suplemen dan
vitamin:sulfas ferosus:
600 mg/oral, albumin
500 mg/oral

Rsiko konstipasi b.d 19 november 2016, 10.00 WIB 19 november 2016, 10.10 WIB
imobilisasi fisik 1. Mengkaji pola S: pasien mengatakan sudah BAB kemarin 1x
defekasi dengan konsisitensi keras, dan mengatakan
2. Menganjurkan pasien mengerti untuk minum 2-3 L perhari dan
minum 2-3 liter makan-makanan berserat
perhari O: pasien mampu menjelaskan kembali
3. Menganjurkan pasien tentang masalah konstipasi
banyaka makan- A: risiko konstipasi belum teratasi
makanan berserat P: kaji pola defekasi setiap hari

nyeri akut b.d agen 19 november 2016, 18.00 WIB 19 november 2016, 18.15 WIB
cedera biologis 1. Mengkaji ulang lokasi, S: pasien mengatakan nyeri perut berkueang
karakteristik,durasi,fre skala 1(1-10)
kuensi dan skala nyeri O: TD: 110/80 mmHg, nadi 80x/menit,
2. Memonitor tanda- respirasi 20x/menit, terlihat nafas dalam
tanda vital (TD,N,RR) secara mandiri,pasien terlihat rileks,pasien
3. Mengatur posisi dalam posisi supinasi
senyaman mungkin A: masalah nyeri akut teratasi
P: monitot TTV
Risiko penyebaran 19 november 20016, 20.00 19 november 2016, 20.15 WIB
infeksi b.d WIB S:-
ketidakadekuatan 1. Mengobservasi suhu O : suhu 36,2°, pasien terpasang infus RL di
pertahanan sekunder aksila dan tanda gejala tangan kanan sejak tanggal 17 november
infeksi 2016, kondisi bersih tidak terlihat tanda
2. Mencuci tangan flebitis dan infeksi, cefotaxim 1 gr masuk per

36
sebelum dan sesudah IV
kontak, batasi A : masalah risiko infeksi teratasi
pengunjung P : kelola pemberian cefotaxim 1 gram/ 12
3. Memberikan injeksi jam per IV
cefotaxim 1 gram per
IV
Risiko tinggi cidera 19 november 2016, 20.15 WIB 19 november 2016, 20.30 WIB
(janin) b.d 1. Memonitor S: pasien mengatakan pendarahan berkurang
ketidakadekuatan pendarahan tinggal flek,pasien mengatakan akan sering
petfusi plasenta pervaginam miring ke kiri dan membatasi pergerakan
2. Mengjaji jumlah darah O: DJJ: 149x/permenit pasien bedrest
yang hilang memantau A: masalah risiko tinggi cedera (janin) teratasi
tanda dan gejala syok P: monitor pendarahan peevaginam
hipovolemi
3. Memonitor bunyi
janting janin
4. Menganjurkan pasien
istirahat san bedrsest
5. Menganjurkan pasien
agar miring ke kiri
6. Penganjurkan pasien
untuk membatasi
peegerakan

L. Discharge Planning
 Menganjurkan klien untuk tetap mengkonsumsi makanan dengan
gizi seimbang
 Menganjurkan klien untuk kontrol rutin
 Menganjurkan klien untuk tidak melakukan hubungan sex selama
kehamilan ini
 Menganjurkan klien untuk tetap menggunakan teknik relaksasi dan
nafas dalam bila rasa cemas muncul

37
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Perdarahan anterpartum adalah perdarahan jalan lahir setelah kehamilan ke
22 minggu tapi tidak jarang terjadi pula pada usia kandungan kurang dari 22
minggu dengan patologis yang sama. Plasenta previa adalah plasenta yang
abnormal yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian
atau seluruh pembukaan jalan lahir. Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta
dari insersi sebelum waktunya, plasenta itu secara normal terlepas setelah
anak lahir.

Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24


jam setelah anak lahir. Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot
miometrium uterus untuk berkontraksi dan memendek. Retensio plasenta
adalah belum lahirnya plasenta ½ jam setelah anak lahir.

Hemoragi adalah suatu ancaman utama pada ibu selama siklus usia subur.
Syok hemoragi merupakan situasi keadaan darurat dimana perfusi organ-
organ tubuh menjadi sangat terganggu dan kematian dapat terjadi. Terapi
agresif dibutuhkan untuk mencegah akibat yang merugikan (mis, kematian
seluler, beban cairan berlebihan, syok paru, toksisitas oksigen)

Disseminated intravascular coagulation (DIC, sindrom defibrinasi,


koagulapati defibrinasi, koagulapati konsumtif) adalah bentuk patologis

38
pembekuan yang difus dan mengkonsumsi sejumlah besar faktor pembekuan,
menyebabkan perdarahan interna/eksterna yang luas. Purpura
trombositopenia autoimun (ATP) merupakan gangguan autoimun dimana
antibodi antitrombosit menurunkan rentang hidup trombosit.
Trombositopenia, kerentanan kapiler, dan peningkatan waktu perdarahan
merupakan tanda diagnostik gangguan ini. Penyakit von willebrand, suatu
tipe hemofilia, kemungkinan merupakan gangguan perdarahan turunan yang
paling umum terjadi. (Cunningham, dkk., 1993). Penyakit ini merupakan
akibat faktor defisiensi VIII dan disfungsi trombosit.

4.2 Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini semua pihak yang tidak menutup
kemungkinan masyarakat, mahasiswa pada khususnya mahasiswa
keperawatan, dan seluruh jajaran terkait, dapat memandang positif serta
memahami adanya informasi ini, sesuai apa yang dibahas didalamnya.

39
Daftar Pustaka

Bobak, Lowdermik, Jensen. 2012. “Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi

4”. Jakarta: EGC.

Rohan, H.H., Siyoto, H.S. (2013). Buku ajar kesehatan reproduksi. Yogyakarta :
Nuha Medika

Amanda, Vidia . (2011). Perdarahan antepartum dan postpartum [Online].


Tersedia:
http://www.academia.edu/29903024/Perdarahan_antepartum_dan_postpart
um.docx [2018, Maret 09]

Lusa . (2012). Anatomi plasenta [Online]. Tersedia:


http://www.lusa.web.id/plasenta/ [2018,Maret 09]

Blackscorpio.(2011)askep perdarahan postpartum[online].Tersedia


https://www.scribd.com/doc/72779869/ASKEP-Perdarahan-Postpartum
[2018.Maret09]

40

Anda mungkin juga menyukai