Anda di halaman 1dari 38

KATA PENGATAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-
Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Kebidanan Pada Ibu
Bersalin Dengan Eklampsia” ini tepat pada waktunya. Dan tak lupa, dalam penyusunan
makalah ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. dr. H. M. Baharuddin, SpOG MARS. Selaku direktur Rumah Sehat Ibu dan Anak
Budi Kemuliaan.
2. Tuti Sukaeti, Spd, SST, Mkes. Selaku koordinator semester V-A.
3. Entin Sutrini, SSiT, MKM. Sebagai dosen pembimbing akademik.
4. Seluruh Dosen serta staf Akademi Kebidanan Budi Kemuliaan.
5. Orang tua, kakak asuh serta teman-teman yang telah memberi dukungan, baik
moril maupun materil.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk lebih baik lagi dalam
penyusunan makalah ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan khususnya bagi pembaca makalah umumnya.

Jakarta, 10 November 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan..................................................................................................................3
C. Ruang Lingkup.....................................................................................................................3
D. Sistematika Penulisan..........................................................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORI............................................................................................................5
A. Pengertian Eklampsia..........................................................................................................5
B. Epidemiologi.........................................................................................................................5
C. Tanda dan Gejala.................................................................................................................6
D. Penanganan Eklampsia........................................................................................................8
E. Pengertian Sindrom HELLP.............................................................................................10
F. Tanda dan Gejala Sindrom HELLP.................................................................................10
G. Penatalaksanaan Sindrom HELLP...............................................................................11
H. Pengertian HPP..............................................................................................................11
I. Klasifikasi HPP...................................................................................................................11
J. Etiologi HPP.......................................................................................................................12
K. Penanganan HPP............................................................................................................12
L. Pengertian Histerektomi....................................................................................................13
M. Indikasi Histerektomi.....................................................................................................13
N. Pengertian Ekstrasi Vacum...............................................................................................13
O. Indikasi dan Kontraindikasi Ekstrasi Vacum..............................................................13
S. Penanganan Gawat Janin..................................................................................................15
BAB III LAPORAN KASUS.........................................................................................................16
BAB IV PEMBAHASAN...............................................................................................................31
BAB V PENUTUP..........................................................................................................................33
A. Kesimpulan.........................................................................................................................33

ii
B. Saran...................................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Data angka kematian ibu hamil menurut WHO, penurunan angka kematian ibu per
100 ribu kelahiran bayi hidup masih terlalu lamban untuk mencapai target tujuan
pembangunan millenium (millenium development goals / MDGs) dalam rangka
mengurangi tiga perempat jumlah perempuan yang meninggal selama hamil dan
melahirkan pada 2015, demikian pernyataan resmi organisasi kesehatan dunia (WHO).
Jumlah angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih tergolong sangat tinggi diantara
Negara-negara ASEAN lainnya. Jika dibandingkan AKI di Singapura adalah 6 per 100.000
kelahiran hidup, AKI Malaysia mencapai 160 per 100.000 kelahiran hidup. Bahkan AKI
Vietnam sama seperti Negara Malaysia, sudah mencapai 160 per 100.000 kelahiran hidup,
Filifina 112 per 100.000 kelahiran hidup, Brunai 33 per 100.000 per kelahiran hidup,
sedangkan di Indonesia 228 per 100.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2008).
Target Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 adalah 102 per 100.000
kelahiran hidup. Berdasarkan (SDKI 2012), rata-rata angka kematian ibu (AKI) tercatat
mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh melonjak dibanding
hasil SDKI 2007, yang mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup.
Pada tahun 2008 AKI sempat turun tipis menjadi 226 namun pada tahun 2010 AKI
justru merosot jauh ke angka 390 per 100.000 kelahiran hidup, target MDGs untuk
menurunkan rasio AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup adalah hal yang mustahil
(Yuwono, 2010).
Salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan janin adalah preeklamsia (PE)
yang menurut WHO angka kejadiannya berkisar antara 0,5% - 38,4%. Di Negara maju
angka kejadian preeklampsia berkisar 6 – 7% dan eklampsia 0,1 – 0,7%. Sedangkan angka
kematian ibu yang diakibatkan preeklampsia dan eklampsia di Negara berkembang masih
tinggi.

1
Menurut Depkes RI tahun 2010, penyebab langsung kematian maternal di Indonesia
terkait kehamilan dan persalinan terutama yaitu perdarahan 28%, eklampsia 24%, infeksi
11%, partus lama 5%, dan abortus 5%. Preeklampsia/eklampsia merupakan komplikasi
kehamilan dan persalinan yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah, protein urine
dan oedema, yang kadang-kadang disertai komplikasi sampai koma.

Sindroma preeklampsia ringan seperti hipertensi, oedema, dan proteinuria sering


tidak diperhatikan, sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul preeklampsia
berat, bahkan eklampsia (Prawirohardjo, 2002). Sindroma preeklampsia dapat dicegah dan
dideteksi secara dini. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan yang secara rutin mencari
tanda-tanda preeklampsia, sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan
eklampsia. Ibuhamil yang mengalami preeklampsia perlu ditangani dengan segera.
Penanganan ini dilakukan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak (Prawirohardjo,
2002).

Preeklampsia/eklampsia dapat dideteksi dengan pemeriksaan antenatal secara teratur


minimal 4 kali selama kehamilanya itu dengan pemeriksaan tekanan darah, tes protein
urine, dan oedema untuk menegakkan diagnose ibu hamil dengan preeklampsia/eklampsia.
Secara keseluruhan derajat kesehatan masyarakat Indonesia telah meningkat namun derajat
kesehatan ibu (maternal) masih sangat memprihatinkan.
Kasus kematian ibu hamil dan melahirkan banyak terjadi di daerah yang kekurangan
tenaga bidan dan akses informasi mengenai kesehatan reproduksi yang kurang memadai.
Jika kondisi kehamilan seorang ibu dapat dipantau secara teratur maka dapat diprediksi
resiko yang mungkin timbul, sehingga dapat dilakukan langkah-langkah pencegahan (Evy,
2007).
Upaya-upaya yang bertujuan untuk menyelamatkan ibu dalam kaitanya dengan
kehamilan sangat bervariasi di berbagai negara, tergantung sumber daya yang ada dan
lingkungan social budaya setempat (Sherris, 1999). Salah satu intervensi strategis upayanya
yaitu upaya Safe Motherhood yang di nyatakan sebagai Empat Pilar Safe Matherhood,
yaitu keluarga berencana, pelayanan antenatal, persalinan aman, dan pelayanan obstetric

2
esensial dimana target yang ditetapkan untuk tahun 2015 untuk Indonesia yaitu
menurunkan angka kematian ibu (Hermiyanti, 2008).
Selama kehamilan pelayanan antenatal penting untuk menjamin bahwa proses
alamiah dari kehamilan berjalan normal dan tetap melalui kehamilannya dengan sehat dan
selamat. Dengan pemeriksaaan kehamilan beberapa factor risiko yang ada pada ibu hamil
dapat diprediksi kemungkinan komplikasi yang akan terjadi (Syafruddin, 2009).
Menurut Suhary (2002) yang di ikuti dari Enita (2009) faktor lain seperti ibu hamil
dan melahirkan pada usia rawan (20 tahun atau 35 tahun), terlalu banyak melahirkan anak,
terlalu dini atau rapat jarak kelahiran, terbatasnya frekuensi penyuluhan dan pendidikan
kesehatan reproduksi juga mempengaruhi kejadian komplikasi persalinan.
Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Aceh Utara tersebut diketahui jumlah kehamilan
di Aceh Utara pada tahun 2014 sebanyak 13.602 kehamilan dimana dari komplikasi dan
berhasil ditangani di Aceh Utara sebanyak 2.113 kasus (76.1%). Angka kematian ibu tahun
2014 sebanyak 29 orang dengan kasus preeklampsia sebanyak6 (20,8%), perdarahan
sebanyak6 (20,8%), infeksi/sepsis sebanyak10 (34,5%), dan penyebab lain sebanyak7
(24,1%) (Dinkes Aceh Utara, 2014).

B. Tujuan Penulisan
1. Umum
Mahasiswa dapat menerapkan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan
eklampsia.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian data subjektif pada ibu bersalin dengan eklampsia
b. Melakukan pemeriksaan objektif pada ibu bersalin dengan eklampsia
c. Menganalisa masalah atau menentukan diagnosa pada ibu bersalin dengan
eklampsia
d. Melakukan penatalaksanaan, perencanaan dan evaluasi pada ibu bersalin
dengan eclampsia

C. Ruang Lingkup

3
Dalam penulisan makalah ini membahas tentang asuhan kebidanan ibu bersalin
dengan eklampsia pada Ny. J – Tn. H tanggal 11 Maret 2017 di Kamar Bersalini RSIA
Budi Kemuliaan.

D. Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini disusun dengan urutan sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Meliputi Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Ruang lingkup dan Sistematika
Penulisan.

BAB II : TINJAUAN TEORI

Meliputi Pengertian Eklampsia,Tanda Gejala Eklampsia, Penanganan


Eklampsia, Pengertian Hellp Syndrom, Tanda Gejala Hellp Syndrome,
Pengertian HPP, Penanganan HPP, Pengertian Histerektomi, Indikasi
Histerektomi, Pengertian Ekstrasi Vacum, Indikasi & Kontraindikasi
Ekstrasi Vacum, Syarat-Syarat Ekstrasi Vacum, Pengertian Gawat Janin,
Penanganan Gawat Janin

BAB III: LAPORAN KASUS

Berisi tentang paparan kasus dengan pendekatan manajemen SOAP.


Terdiri dari data subjektif, data Objektif, Analisa, dan Peatalaksanaannya.

BAB IV: PEMBAHASAN

Merupakan perbandingan antara teori dan praktik.

BAB V : PENUTUP

Memuat kesimpulan dan saran tentang kasus yang dibahas.

DAFTAR PUSTAKA

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Eklampsia
Beberapa pengertian dari eklampsia adalah sebagai berikut (Maryunani, 2016) :
1. Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani berarti halilintar.
1) Kata tersebut dipakai karena seolah-olah gejala eklampsia timbul dengan
tiba-tiba tanpa didahului oleh tanda-tanda lain.
2) Istilah halilintar ini dapat diibaratkan bahwa penyakit eklampsia yang
menyerang tiba-tiba seperti petir.
3) Eklampsia umumnya timbul pada wanita hamil atau dalam nifas dengan
tanda-tanda pre-eklampsia, timbul serangan kejang yang diikuti oleh koma.
4) Tergantung dari saat timbulnya eklampsia,dibedakan menjadi :
a. Eklampsia gravidarum (eklampsia pada saat kehamilan)
b. Eklampsia partunientum (eklampsia pada saat persalinan)
c. Eklampsia puerperale (eklampsia pada saat pasca persalinan)
2. Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas
yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma. Sebelumnya, wanita tersebut
menunjukkan gejala-gejala pre-eklampsia (kejang-kejang timbul bukan akibat
kelainan neurologic) (PB POGI, 1991).
3. Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam masa persalinan atau
nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang atau demam (dr. Handaya, dkk).
4. Eklampsia adalah kejang yang dialami wanita hamil dalam persalinan atau masa
nifas yang disertai gejala-gejala preeklampsia (hipertensi, edema dan/atau
proteinuria). (Djamhoer Martaadisoebrata, Jakarta)

B. Epidemiologi
1. Frekuensi eklampsia bervariasai

5
2. Frekuensi rendah pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya
pengawasan antenatal yang baik dan penanganan pre-eklampsia yang
sempurna.
3. Di Negara yang sedang berkembang, frekuensi dilaporkan berkisar antara
0,3 – 0,7%.
4. Sedangkan di Negara maju angka tersebut lebih kecil, yaitu 0,05 – 0,1%.
(Maryunani, 2016)

C. Tanda dan Gejala


1. Pengantar
1) Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya pre-
eklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal,
gangguan penglihatan, mual yang hebat, nyeri di epigastrium dan
hiper-refleksi.
2) Bila keadaan ini tidak segera diobati akan timbul kejang. Terutama
pada persalinan, bahaya ini besar.

2. Gejala – gejala eklampsia :


Menurut (Maryunani, 2016) gejala eklampsia yang berupa konvulsi
eklampsia dibagi dalam 4 (empat) tingkat :
1) Tingkat awal (aura) atau stadium invasi :
a. Stadium ini masih awal dan keadaan ini berlangsung kira-kira
30 detik.
b. Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar.
c. Demikian pula tangannya dan kepala berputar ke kiri atau ke
kanan.
2) Tingkat kejang tonik atau stadium kejang tonik :
a. Berlangsung kurang dari 30 detik.
b. Dalam tingkat ini seluruh otot menjadi kaku.

6
c. Wajahnya kelihatannya kaku.
d. Tangan menggenggam.
e. Kaki membengkok ke dalam.
f. Pernafasan berhenti.
g. Muka mulai menjadi sianotik.
h. Lidah dapat tergigit.
3) Tingkat kejang klonik atau stadium kejnag klonik :
a. Berlangsung antara 1-2 menit.
b. Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo
yang cepat.
c. Mulut membuka dan menutup.
d. Lidah dapat tergigit.
e. Bola mata menonjol.
f. Dari mulut keluar ludah yang berbusa.
g. Muka menunjukkan kongesti dan sianosis.
h. Klien menjadi tidak sadar.
4) Tingkat koma atau stadium koma :
a. Stadium ini adalah stadium paling akhir.
b. Lama kesadaran tidak selalu sama

Setelah beberapa waktu, dapat terjadi serangan baru seperti kejadian yang dilukiskan
di atas, terkadang berulang sampai 10-20 kali.

Penyebab kematian pada eklampsia ialah edema paru, apopleksia dan asidosis.
Penderita dapat juga meninggal dunia setelah beberapa hari akibat pneumonia aspirasi,
kerusakan hati atau gangguan faal ginjal.

Kadang-kadang eklampsia timbul tanpa kejang, gejala yang menonjol ialah koma.
Eklampsia semacam ini disebut ‘eclampsi sine eclampsi’, yang membuat hati rusak berat.
Oleh karena kejang merupakan gejala khas eklampsia, ‘eclampsi sine eclampsi’ sering
dimasukkan ke dalam preeclampsia berat.

7
Pada eklampsia, tekanan darah biasanya tinggi, sekitar 180/110 mmHg. Denyut nadi
masih kuat dan berisi., kecuali dalam keadaan yang sudah buruk, ketika nadi mengecil dan
cepat. Demam tinggi menunjukkan prognosis buruk. Agaknya demam ini disebabkan oleh
faktor serebral. Napas biasanya cepat dan berbunyi. Pada keadaan berat, dapat terjadi
sianosis.

Proteinuria hamper selalu ada, bahkan terkadang sangat tinggi, edema juga biasanya
ada.

Eklampsia antepartum biasanya akan diikuti oleh persalinan setelah beberapa waktu
kemudian. Namun demikian, penderita juga dapat berangsur membaik, tidak kejang lagi,
kemudian sadar, sementara kehamilannya terus berlangsung.

Eklampsia yang tidak segera disusul dengan presalinan disebut intercurrent


eclampsia. Dalam keadaan ini, penderita dianggap belum sembuh tetapi membaik ke
tingkat yang lebih ringan (dari eklampsia ke preeclampsia). Penderita masih mungkin
terserang eklampsia sebelum persalinan terjadi. Oleh sebab itu, semua kasus eklampsia
harus segera diakhiri dengan terminasi kehamilan.

Setelah persalinan, keadaan pasien berangsur membaik kira-kira dalam 12-24 jam.
Keparahan penyakit juga berkurang dalam kasus persalinan janin yang sudah mati
intrauterine. Proteinuria menghilang dalam 4-5 hari, sedangkan tekanan darah norma
kembali ±2 minggu kemudian.

Tidak jarang penderita pascaeklampsia menjadi psikotik, biasanya dalam hari ke-2
atau ke-3 pascasalin.keadaan ini dapat berlangsung selama 2-3 minggu. Prognosis
umumnya baik.

Penyulit lainnya ialah hemiplegia dan ganguan penglihatan/kebutaan akibat edema


retina. (Djamhoer Martaadisoebrata, Jakarta).

D. Penanganan Eklampsia

8
Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama., kecuali bahwa
persalinan harus berlangsung dalam 12 jam setelah timbulnya kejang pada
eklampsia. Semua kasus preeklampsia beratharus ditangani secara aktif.
Penanganan konservatif tidak dianjurkan karena gejala dan tanda eklampsia seperti
hiperrefleksia dan gangguan penglihatan sering tidak sahih. (Prawirohardjo, 2014)
Penangana kejang :
1. Beri obat antikonvulsan
2. Perlengkapan untuk penangan kejang (jalan napas, sedotan, masker dan
balon, oksigen)
3. Beri oksigen 4-6 liter per menit
4. Lindungi pasien dari kemungkinan trauma, tetapi jangan diikat terlalu keras
5. Baringkan pasien pada sisi kiri untuk mengurangi risiko aspirasi
6. Setelah kejang, aspirasi mulut dan tenggorokan jika perlu

Syarat pemberian MgSO4 :


1. Frekuensi pernapasan minimal 16x/menit
2. Refleks patella (+)
3. Urin minimal 30ml/jam dalam 4 jam terakhir

Pemberian MgSO4 pada preeklampsia berat dan eklampsia :


1. Dosis Awal
a) MgSO4 4gr I.V. sebagai larutan 40% selam 5 menit
b) Segera dilanjutkan dengan pemberian 10gr larutan MgSO4 50%,
masing-masing 5gr dibokong kanan dan kiri secara I.M. dalam,
ditambah 1 ml lignokain 2% pada semprit yang sama. Pasien akan
merasa agak panas sewaktu pemberian MgSO4
c) Jika kejang berulang setelah 15 menit, berikan MgSO4 2gr (larutan
40%) I.V. selama 5 menit
2. Dosis Pemeliharaan

9
a) MgSO4 1-2 gr per jam infus, 15 tetes/menit atau 5gr MgSO4 I.M. tiap
4 jam
b) Lanjutkan pemberian MgSO4 sampai 24 jam pascapersalinan atau
kejang berakhir
3. Berhentikan pemberian MgSO4, jika :
a) Frekuensi pernapasan <16x/menit
b) Refleks patella (-)
c) Urin <30ml/jam dalam 4 jam terakhir (Buku Pelayanan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal : 2014)

E. Pengertian Sindrom HELLP


Sindrom HELLP adalah varian penting pada preeklampsia berat dan biasanya
dihubungkan dengan hipertensi dan proteinuria, meskipun ini mungkin bukan
merupakan gambaran yang dominan. (S. Elizabeth Robson, 2011)
Pengertian dan hal-hal berkaitan dengan sindrom HELLP (Maryunani,
Manajemen Kebidanan Terlengkap, 2016) :
1) HELLP singkatan dari hemolysis, elevated liver enzymes dan low
platelets.
2) Sindrom HELLP merupakan salah satu komplikasi kehamilan, yang
umumnya dianggap sebagai varian preeklamsia berat atau eklamsia
yang mengakibatkan disfungsi multisystem akibat vasopasme arteri,
kerusakan endotel, atau agregasi trombosit (Nuri, 1997).
3) Kondisi maternal dan janin dapat mengalami deterioasi cepat dan
hasilnya lebih buruk disbanding pada preeklamsia saja.
F. Tanda dan Gejala Sindrom HELLP
1) Sindrom HELLP Biasanya terdiagnosa ketika hasil uji darah preeklampsia
diterima
2) Klien mengeluh nyeri epigastrik
3) Klien mengalami perdarahan berat dan darah tidak bisa membeku.
(Chapman, 2003)

10
G. Penatalaksanaan Sindrom HELLP
1) Begitu diketahui adanya sindrom HELLP , maka harus segera dilakukan
kelahiran darurat. Namun harus dipertimbangkan adanya masalah-masalah
berikut ini (Maryunani, Manajemen Kebidanan Terlengkap, 2016) :
a) Masalah dengan trombosit rendah, kontraindikasi untuk
dilakukannya anestesi blok regional
b) Ibu/klien merupakan calon yang buruk untuk anestesi umum karena
intubasi meningkatkan tekanan darah
c) Ibu/klien akan mengalami perdarahan berat pada waktu dilakukan
seksio sesaria
d) Ibu/klien telah mengalami koagulopati, dengan penurunan volume
intravaskuler, maka perdarahan pascapartum terutama juga menjadi
masalah
2) Oleh karena itu, maka konsekuensi pelaksanaan kelahiran darurat tersebut
harus diantisipasi sebagai berikut :
a) Ambang rendah untuk alur tekanan vena sentral (CVP)
b) Harus melakukan pencatatan keseimbangan cairan dengan akurat
(Chapman, 2003)
H. Pengertian HPP
Definisi perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang melebihi 500
ml. Pada praktisnya tidak perlu mengukur jumlah perdarahan sampai sebanyak itu
sebab menghentikan perdarahan lebih dini akan memberikan prognosis baik. Pada
umumnya bila terdapat perdarahan yang lebih dari normal, apalagi telah
menyebabkan perubahan tanda vital (seperti kesadaran menurun, pucat, limbung,
berkeringat dingin, sesak napas, serta tensi < 90 mmHg dan nadi > 100 x/menit),
maka penangan harus segera dilakukan. (Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo, 2014)

I. Klasifikasi HPP

11
Perdarahan pasca persalinan atau perdarahan postpartum diklasifikasikan
menjadi 2, yaitu (Maryunani, Asuhan Kegawatdaruratan Dalam Kebidanan, 2016) :
1) Perdarahan pasca persalinan dini (early postpartum haemorhage) :
a) Yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama sesudah bayi
lahir
b) Disebut juga perdarahan primer
2) Perdarahan pasca persalinan lanjut (late postpartum haemorhage) :
a) Yaitu perdarahan yang terjadi pada masa nifas (puerperium)
b) Tidak termasuk 24 jam pertama setelah bayi lahir
c) Disebut juga perdarahan sekunder

J. Etiologi HPP
Penyebab umum perdarahan pasca partum, antara lain (Maryunani, Asuhan
Kegawatdaruratan Dalam Kebidanan, 2016) :
1) Atonia uteri
2) Retensio plasenta
3) Sisa plasenta dan selaput ketuban
4) Trauma/perlukaan jalan lahir, antara lain :
a) Episiotomi yang lebar
b) Laserasi perineum, vagina, serviks, forniks dan uterus
c) Rupture uteri
5) Kelainan pembekuan darah

K. Penanganan HPP
Menurut (Prawirohardjo, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal, 2014) penanganan pada HPP (Haemoragic Post
Partum) ialah :
a) Masase Fundus Uteri
b) Melakukan KBI
c) Melakukan KBE

12
d) Histerektomi

L. Pengertian Histerektomi
Histerektomi adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk mengangkat
rahim, baik sebagian (subtotal) tanpa serviks uteri ataupun seluruhnya (total)
berikut serviks uteri. (Prawirohardjo, Ilmu kebidanan Sarwono Prawirohardjo,
2000)

M. Indikasi Histerektomi
Menurut (Prawirohardjo, Ilmu kebidanan Sarwono Prawirohardjo, 2000)
indikasi untuk melakukan histerektomi adalah sebagai berikut :
1) Ruptura uteri
2) Plasenta akreta, inkreta atau perkreta
3) Uterus sebagai sumber infeksi
4) Atonia / hipotonia uteri
5) Jaringan parut yang menghalangi fungsi fisiologis miometrium
6) Robekan pembuluh darah uterus
7) Displasia berat
8) Mioma uteri

N. Pengertian Ekstrasi Vacum


Ekstrasi vakum adalah suatu persalinan buatan dengan prinsip antara kepala
janin dan alat penarik mengikuti gerakan alat vakum ekstraktor. (Prawirohardjo,
Ilmu kebidanan Sarwono Prawirohardjo, 2000)

O. Indikasi dan Kontraindikasi Ekstrasi Vacum


a) Indikasi Ekstraksi Vakum
1. Distosia persalinan
b) Kontraindikasi Ekstraksi Vakum
1. Prematuritas

13
2. Letak muka
3. Fetal distress
4. Ruptura uteri imminen (Manuaba, 2012)

P. Syarat Ekstrasi Vacum


Syarat ekstrasi vacuum adalah sebagai berikut (Manuaba, 2012) :
a) Pembukaan minimal 5cm
b) Ketuban sudah pecah atau dipecahkan
c) Bagian terendah janin pada letak kepala atau letak bokong
d) Penurunan bagian terendah telah mencapai H II
e) Kekuatan his dan mengejan cukup
f) Anak hidup

Q. Pengertian Gawat Janin


Gawat janin adalah keadaan hipoksia janin (Wiknyosastro, 2007).
Dikatakan gawat janin dalam persalinan, apabila denyut jantung janin (DJJ) kurang
dari 100 kali per menit atau lebih dari 180 kali permenit, dan atau air ketuban hijau
kental (Saefuddin, 2002).

R. Diagnosis Gawat Janin


Diagnosis gawat janin pada saat persalinan didasarkan pada denyut jantung
janin yang abnormal. Diagnosis yang lebih pasti jika disertai air ketuban hijau dan
kental/sedikit. Gawat janin dapat terjadi dalam persalinan, karena (Maryunani,
Asuhan Kegawatdaruratan Dalam Kebidanan, 2016) :
a) Partus lama
b) Infus oksitosin
c) Perdarahan
d) Infeksi
e) Insufisiensi plasenta

14
f) Ibu diabetes
g) Kehamilan premature dan postmatur atau prolapse tali pusat

S. Penanganan Gawat Janin


Beberapa tindakan yang dapat dilakukan dalam penanganan gawat janin
adalah sebagai berikut (Maryunani, Asuhan Kegawatdaruratan Dalam Kebidanan,
2016) :
a) Kenali tanda-tanda gawat janin, lakukan tindakan yang sesuai
b) Atur posisi ibu
c) Koreksi hipotensi maternal dengan :
1) Tinggikan kaki
2) Tingkatkan tetesan infus
d) Hentikan infusan oksitosin
e) Beri oksigen
f) Pemeriksaan vagina untuk melihat adanya prolaps tali pusat
g) Pemeriksaan sampling darah janin
h) Persiapkan terminasi kehamilan bila di indikasikan
i) Jelaskan dengan singkat setiap tindakan yang dilakukan
j) Yakinkan pada ibu bahwa dalam keadaan darurat, peralatan medic
dan personil siap untuk menolong persalinan ibu

15
BAB III

LAPORAN KASUS

1. PENGKAJIAN
a. Identitas Pasien

Nama : Ny. J Nama Suami : Tn. H


Usia : 39 tahun Usia :
Pekerjaan : Petani Pekerjaan :
Agama : Islam Agama :
Pendidikan : Pendidikan :
Suku/Bangsa : Suku/Bangsa :
Alamat : Alamat :
No.Tlp : No.Tlp :
Alamat Kantor: Alamat Kantor :
No.Tlp Kantor: No.Tlp Kantor :

Tgl 9/1/2017 Ps dtg ke UGD rujukan dari PKM Tanah Abang G3P2A0 Hamil 39
minggu d/ Pk 2, Eklampsia, Gawat janin.
Pukul 21.34
Tanpa konfirmasi dalam keadaan kejang di ambulans. Os dtg ke PKM

S/ Tanah Abang jam 21.00 WIB , selama ANC tidak ada tensi tinggi. Os
di PKM tidak dapat MgSO4 perbolus karena tensi saat itu 90/60
mmHg. Os terpasang inf. RL kosong

Riw.Kehamilan Sekarang :

Os ANC rutin di PKM Tanah Abang.

HPHT : 5-4-2016 TP : 12-1-2017

16
Riw.Penyakit Dahulu : Tidak Ada

Riw.Penyakit Keluarga : Tidak Ada

Riw.Operasi : Tidak Ada

Riw.Alergi : Tidak Ada

Riw.Persalinan Dahulu :

1. Laki-laki, 2012, BB tdk terlampir, sehat, Bd/BPM


2. Laki-laki, 2013, BB tdk terlampir, sehat, Bd/BPM
3. Ini

KU : Berat Kesadaran : Delirium

TD : 130/100 mmHg Nadi : 108 x/menit RR : 28 x/menit

Sat O2 : 97 % Akral teraba dingin

Pemeriksaan Obstetri :

Palpasi Abd : TFU : 32 cm

Leopold I : teraba tidak bulat, lunak, tidak

O/
melenting

Leopold II : Puka : teraba panjang keras

seperti papan

Puki : Teraba bagian-bagian kecil

janin

Leopold III : Teraba bulat keras tidak melenting

Leopold IV : Divergen teraba 2/5 bagian

His : 4x10’45” , ada relaksasi

Auskultasi : Punctum maksimum : 2 jari dibawah pusat

DJF : Satu-satu

17
PD a/i menilai kemajuan : Portio : tidak teraba

Pembukaan : Lengkap (10 cm)

Ketuban : (-)

Presentasi : Kepala

Penurunan : Hodge III

Posisi : UUK

Pemeriksaan Penunjang :

Laboratorium : Cek Protein (+ 3) Gol.Darah : B (+)

HB : 10,3 g/dl Leu : 30,15 Ht : 31,2

Tr : 158 ribu/L Eritrosit : 3,74 juta/L

Protein Total : 6,5 g/dL

Albumin : 3,08 g/dL

SGOT : 96 U/L SGPT : 25 U/L

Ureum darah : 11,2 mg/dL

Kreatinin darah : 0,97 mg/dL

Asam urat : 5,7 mg/dL

Glukosa darah sewaktu : 218 mg/dL

G3P2A0 H. 39 mgg d/ PK II + Eklampsia + Gawat Janin

Janin Tunggal Hidup Presentasi Kepala

A/ Maspot : Apnue

Maspot janin : Asfiksia

18
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan kepada suami & keluarga

TD : 130/100 mmHg Nadi : 108 x/menit

RR : 28x/menit Sat O2 : 97 % Akral teraba dingin

2. Menginformasikan kepada suami bahwa keadaan ibu saat ini


buruk dan akan diberikan obat anti kejang

suami dan keluarga setuju

P/ 3.
4.
Teriak minta tolong code blue
Mobilisasi tim emergency
5. Memposisikan pasien & memasang O2 10 ltr/menit
6. Membebaskan jalan nafas
7. Memasang inf. RL kembali
8. Memasang dower cateter
urin keluar warna kuning kemerahan, cek protein (+3)
9. Memberikan MgSO4 4 gr/bolus
10. Memberikan MgSO4 12 gr/drip
11. Berkolaborasi dgn dr. konsulen jaga
a/p siapkan vakum di KB
12. Membawa pasien ke KB
J. 21.40
Ps. Sampai di KB

Alloanamnesa dgn suami ps :


Suami ps mengatakan ini hamil anak ke-3, selama ini ANC 3x di
PKM Tn.Abang ps mengalami tensi tinggi 1x saat usia
kehamilan 11-12 mgg di Bidan, di PKM Tn.Abg tdk pernah tensi
tinggi, ps tdk pernah USG sebelumnya. Suami ps mengatakan ps
tdk ada riw.penyakit, tdk ada riw.operasi sebelumnya & tdk ada
alergi obat.

Menurut Bd. Perujuk :

Ps dtg J. 14.00 WIB ø 3cm tdk ada riw. tensi tinggi. J. 18.00 WIB
diperiksa ulang ø 7cm , TD : 120/80 mmHg,

19
J. 21.00 WIB ketuban pecah spontan warna putih keruh, saat akan DJJ
ps hilang kesadaran & ekstremitas kaku  ps dipasang 02 5 liter

Dalam perjalanan DJJ : 60 x/menit Nadi : 48 x/menit

Cup vakum kiwi dipasang, ps non kooperatif tdk sadar, gelisah

sulit untuk dilakukan tindakan VE

a/p dr. SpOg : siapkan SC

Penjelasan kpd suami ps u/ SC (+), SIO (+)

Ps mendapat MgSO4 2gr dosisi ulangan

Ps diantar ke OK
J. 21.42
Ps masuk kamar terima OK dalam keadaan kejang terpasang qudle, O2
& trpsng Inf. MgSO4 drip

J. 21.43 Ps langsung masuk ke OK 1

KU : Buruk Kesadaran : Delirium


J. 21. 45
TD : 130/88 mmHg Nadi : 125 x/menit

Sat O2 : 95% DJF : 90 x/menit

Ps di skin test ceftriaxone

Ps mendapat ceftriaxone 2gr dlm NaCl

dr. Z datang dilakukan suction, karena mulut ps banyak darah akibat ps


menggigit lidah, ps dipersiapkan untuk pembiusan umum, penjelasn (+)

J. 22.13 Operasi dimulai

Bayi lahir JK : perempuan , lemas , tdk menangis , pucat , dilakukan


langkah awal resusitasi , BB : 3300gr , PB : 49 cm , Lila : 11cm , LK :
J. 22.18 34cm , A/S : 0/2/4

Sat O2 : 68% Nadi : 127 x/menit

20
a/p dr. SpA : - psg infus

- loading cairan

- ventilator

Pemberitahuan petugas NICU (+)

dr. SpOg meminta darah 500 cc PRC

Pada saat selesai penjahitan SBU, tampak kontraksi hilang timbul dan
terdapat hematom di uterus kiri bagian belakang, dilakukan ligasi arteri
uterira kiri dilanjutkan ligasi arteri uterira kanan.

kontraksi uterus mulai membaik, perut di tutup lapis demi lapis

Operasi selesai  minta siap darah 500cc


J. 22.50
Pada saat memandikan ps, tampak darah mengalir dari vagina 
dilakukan eksplorasi

darah mengalir aktif ± 500cc

Lapor dr. F  cytotex 3 tab

dr. F dtg melihat kondisi ps, mengecek kontraksi uterus masih hilang
timbul

TD : 112/58 mmHg Nadi : 114 x/menit Sat O2 : 98%

Kont. Uterus : hilang timbul TFU : sepusat

Dilakukan massase uterus  darah masih mengalir

Dilakukan KBI  anjuran untuk menyiapkan tampon uterus

tampon uterus dipasang, dengan kateter no. 24 + kondom di isi


cairan ± 300 cc

Kont. Uterus (+) TFU : sepusat  ps mendapat cytotex

darah masih merembes sedikit

Pemberitahuan bank darah  permintaan darah jadi 1000cc

21
dr. F meminta untuk kolaborasi

Perdarahan total 2000cc

Pemberitahuan dr. R oleh Bidan a/p : siapkan Hysterektomi tp dr. R


sdg dijalan dan meminta tlg dr. H

Lapor dr. H akan segera dtg

TD : 195/118 mmHg Nadi : 122 x/menit Sat O2 : 97%

dr. F menjelaskan kpd suami ps mengenai tindakan yg akan dikerjakan


setelah SC dan keadaan ps saat ini

Suami mengerti

dr. H dtg melihat keadaan ps  diputuskan HT

Memberi penjelasan kpd suami ps (+)


J. 23.40
Ps msk darah Kolf 1 Goldar : B (+)

TD : 176/100 mmHg Nadi : 115 x/menit

dr. I memasang CVP


J. 23.58
Operasi dimulai Relaparatomi
10/1/2017
Darah kolf II masuk Gol.darah B rhesus (+)
J. 00.15

Setelah peritonium dibuka, tampak darah mengalir dari abdomen

Uterus tampak atonia, lembek  dilakukan tindakan histerektomi


subtotal dikarenakan masih ada rembesan

Pasang drain abdomen ditutup lapis demi lapis  anjuran ventilator

Memberitahu petugas KH  venti usdah siap

TD : 170/78 mmHg Nadi : 110 x/menit Sat O2 : 98%

Ps terpasanag CUP & intubasi ETT  total cairan masuk saat Re-Lap
3000cc

22
Urin 150cc warna kemerahan

Perdarahan total 700cc

Total perdarahan 2700cc

Operasi selesai
J. 02.15 Ps pindah ke KH u/ di ventilator

S/ Memberi penjelasan kepada suami & keluarga

Ps dalam pengaruh anastesi

Ku : Buruk Kesadaran : Delirium

TD : 176/100 mmHg Nadi : 110 x/menit Sh : 36,5˚C RR : 25


x/menit

O/ Palpasi Abd : Lemas Luka operasi : Tertutup

Nyeri tekan (-)Nyeri lepas (-)


Rembesan : (-)

1. Terpasang Inf RL

NaCl spoel

A/ 2. Terpasang CVP, terpasang drain

3. Terpasang ventilator

4. Terpasang DC  warna kemerahan

P3A0 post SC + Relaparatomi + Histerektomi subtotal + HPP ec Atonia


Uteri ec DIC

1. Menginformasikan hasil pemeriksaan kepada suami & keluarga

P/ TD : 176/100 mmHg Nadi : 110 x/menit

Sh : 36,5˚C RR : 25x/menit

23
Palpasi Abd : Lemas Luka operasi : Tertutup

Rembesan : (-) Nyeri tekan (-) Nyeri lepas (-)

2. Mengobservasi di KU, TTV, Kontraksi, TFU, Perdarahan,


Jumlah Urin di KH

3. Rencana transfusi 1000 PRC, FFP 750cc, TC 10U

Ps masuk KH (Tindakan 3) langsung dari OK


J. 02.30

S/
KU : Buruk Kesadaran : Delirium

TD : Tak Terukur Nadi : 97 x/menit Sh :36˚C

RR : 15 x/menit Sat O2 : 83%

O/ Palp.Abdomen: Lemas , NT (-), NL (-)

Luka operasi : Tertutup Rembesan : Tidak Ada

Perdarahan saat ini minimal

1. Terpasang CVP NaCl

RL kosong

Vascon 9 cc/jam

Dopamin 5,4 cc/jam

2. Terpasang In.RL (Taki)

3. Terpasang ETT  sambil di bogging

24
4. Terpasang Brain  produksi saat ini (-)

5. Terpasang DC  warna urin merah

Pemeriksaan Laboratorium : Albumin : 1,58 g/dL

SGOT : 356 U/L SGPT : 182 U/L

Kreatinin Darah : 1,45 mg/dL

P3A0 post SC d/ Eklampsia + Post Hysterektomi Sub Total e.c Atonia


A/ Uteri e.c DIC + HPP

1. Menginformasikan hasil pemeriksaan kepada suami dan keluarga

KU : Buruk Kesadaran : Delirium

TD : Tak Terukur Nadi : 97 x/menit Sh :36˚C

P/
RR : 15 x/menit Sat O2 : 83%

Palp.Abdomen: Lemas , NT (-), NL (-)

Luka operasi : Tertutup Rembesan : Tidak Ada

Perdarahan saat ini minimal

2. Mengobservasi KU, TTV, Luka Operasi, Rembesan, Perdarahan

3. Mengobservasi balance cairan

4. a/p dr. SpAn :

a. Inf. RL + MgSO4 + Tramadol


b. Transfusi PRC 3u dulu
c. Memasukan FFP semua 750 cc
d. Memasukan TC semua 10u
e. AB triple drugs :
a) Ceftriaxone 1x2 gr
b) Metronidazole drips 3x500 mg
c) Levofloxcicyn 1x500 mg
f. Vascon 9 cc/jam (syring pump)

25
g. Dopamin 5,4 cc/jam (syring pump)
h. Sankorbin 2x400 mg
i. Ranitidine 2x500 mg
j. Asam traneksamat 3x1 gr (syring pump)
k. Ca Gluconas 3x1 gr
l. Bila TD > 100/60 mmHg boleh diet cairan
m. Pasang NGT
n. R/ cek DPL ulang post transfusi 4 jam
o. R/ cek kimia darah, elektrolit, calsium
p. R/ lapor dr. SpOg

ETT dipasang ke ventilator, settingan : mode preassure control, FiO2 :


J. 02.33
40%, PEEP : 5, RR: 12, DC abuve keep : 13

Sat. O2 menurun s/d 43%  lapor dr. SpAn

FiO2 dinaikkan menjadi 100%


J. 03.20 Ps dipasang NGT

Ps dipasang morphin 1cc/jam


Tgl
11/1/2017

S/
KU : Buruk Kesadran : Delirium

TD : 140/56 mmHg Nadi : 120 x/menit Sh : 39,3˚C

RR : 15 x/menit Sat O2 : 100%

O/ Palp.Abd : Lemas , Kembung (+) , Luka Operasi : Tertutup

Rembesan (+) tidak meluas , Perdarahan minimal

Terpasang Ventilator mode pressure support, FiO2 : 35%, PEEP : 5

RR : 12 , PC abuve PEEP : 13

26
Terpasang CVP NaCl

RL kolf 6

RL MgSO4 II

Vascon 9 cc/jam

Dopamin 5,4 cc/jam

Propovol 4 cc/jam

Modor 1 cc/jam

Transmin 1,2 cc/jam

Terpasang NGT  Produksi (+) warna hijau pekat

Terpasang Brain  produksi minimal

Terpasang DC  warna kemerahan

P3A0 post SC hari ke-1 d/ Riw. Eklampsia + post Hysterktomi subtotal

A/
a/i HPP ec. Atonia uteri + DIC + Hellp Syndrome + obs. Febris

Maspot : Arrest , Sepsis

1. Menginformasikan hasil pemeriksaan kepada suami & keluarga

KU : Buruk Kesadran : Delirium

TD : 140/56 mmHg Nadi : 120 x/menit

Sh : 39,3˚C RR : 15 x/menit

P/ 2. Mengobservasi KU, TTV, Luka Operasi, Rembesan, Perdarahan

3. Mengobservasi balance cairan

27
4. Memberikan terapi Inf. RL / 6 jam

a. MgSO4 ~ protocol
b. Transamin 1,2 cc/jam (syring pump / 24 jam)
c. Ca Glukonas 3x1 gr
d. Furamin 2x1 ampul
e. Ranitidine 2x1 ampul
f. Dexamethasone 10-10-5-5
g. Vascon 0,25 9 cc/jam
h. Dopamin 5,4 cc/jam
i. Propofol 4 cc/jam
j. Mador 1 cc/jam
k. AB triple drugs :
a) Ceftriaxone 1x2 gr
b) Metronidazole drips 3x500 mg
c) Levofloxcicyn 1x500 mg
Tgl l. Sanmol 3x1 gr/drips
12/1/2017

J. 07.15 Bayi (+)

Tgl Ps direncanakan untuk dirujuk sekaligus saja, jadi tidak bolak balik,
13/1/2017 pertimbangkan kondisi pasien

R/ diskusi dgn dr. SpOg u/ rujuk sekaligus


J. 10.00
Pemberitahuan ke dr.A  dr.A acc

1. Tlp ke RS Sumber Waras  ICU full & tdk tersedia ventilator

2. Tlp RS Tarakan  2x tdk diangkat

3. Tlp RS Mintoharjo  Tempat Full

4. Tlp RS Pelni 6x  tdk diangkat

5. Tlp RS Jakarta  tempat full

28
J. 18.45 dr. SpOg dan dr. SpAn memutuskan untuk memberitahu kondisi Ps ke
dr. T dan meminta bantuan untuk mencari tempat
J. 19.50 dr. T menghubungi dr. SpOg memberitahukan ada tempat di RS Budi
Asih  mengkonfirmasi ke RS Budi Asih
J. 20.00

S/
KU : Buruk Kesadaran : Delirium

TD : 130/70 mmHg Nadi : 121 x/menit Sh : 37,3˚C

RR : 15 x/menit Sat O2 : 99%

O/
Palp.Abd : Lemas , Luka Operasi : Tertutup

Rembesan (-) , Perdarahan minimal

Terpasang Ventilator mode pressure support, FiO2 : 35%, PEEP : 5 , RR


: 12 , PC abuve PEEP : 13

Terpasang CVP NaCl

RL/24 jam

Lasix 1,5 cc/jam

Modor 1 cc/jam

Dopamin 5,4 cc/jam

Propovol 4 cc/jam

NGT tertutup

A/
P3A0 post SC hari ke-1 d/ Riw. Eklampsia + post Hysterktomi subtotal
a/i HPP ec. Atonia uteri + DIC + Hellp Syndrome + obs. Febris

Maspot : Arrest , Sepsis

29
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan kepada suami & keluarga

KU : Buruk Kesadaran : Delirium

TD : 130/70 mmHg Nadi : 121 x/menit

Sh : 37,3˚C RR : 15 x/menit

P/
2. Mengobservasi KU,TTV, Luka Operasi, Rembesan

3. Mengobservasi balance cairan

4. Memberikan terapi :

a) Inf. RL
b) Antibiotik
c) Furamin 3x1
d) Vit K 3x1
e) Ranitidine 2x1

5. Merencanakan untuk di rujuk ke Budi Asih

Penjelasan kepada suami & keluarga pasien tentang keadaan pasien


J. 20.30 untuk rencana dirujuk ke RS Budi Asih dgn menggunakan ambulance
ventilator
J.21.00 Konfirmasi ke ambulance ventilator  petugas akan dtg sekitar 45
menit

Petugas ambulance dtg a/p dr. SpAn yg mengantar ke RS Budi Asih


J.22.00 adalah MOD

MOD memberitahu dr. SpOg bahwa ps akan dirujuk

Ps brgkt dirujuk ke RS Budi Asih Cawang dgn menggunakan ambulance


J. 22.40 ventilator  TD : 144/74 mmHg Nd : 120 x/mnt Sat.O2 : 99% RR :
13x/mnt

30
BAB IV

PEMBAHASAN

1. Dalam penegakkan diagnosa eklampsia sudah sesuai karena terdapat gejala, yaitu :
Kejang & Tidak sadarkan diri pada ibu hamil. Gejala ini sesuai dgn teori yg ada.
(Asuhan Kegawatdaruratan dalam Kebidanan : 2016)
2. Dalam penatalaksanaan eklampsia di UGD ini sangat tepat, karena pasien diberikan
MgSO4 4 gr/bolus dan MgSO4 12 gr/drip, diberikan O2 sebanyak 10 liter, dan ps
dipasang dower cateter untuk mengobservasi volume urin. Penatalaksanaan ini sesuai
dengan teori yg ada. (Buku Pelayanan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal : 2014)
3. Penanganan pada saat di PKM tidak sesuai, karena sebaiknya pada saat terjadi kejang
di PKM ps distabilisasi dahulu dgn diiberikan MgSO4 dosis awal agar tidak terjadi
kejang berulang. Penatalaksanaan ini terdapat kesenjangan dgn teori yg ada. (Buku
Pelayanan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal : 2014)
4. Sebelum di berikan MgSO4 tidak ada data hasil pemeriksaan objektif reflek patela &
hasil volume urin. Terdapat kesenjangan dgn teori yg ada. (Buku Pelayanan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal : 2014)
5. Penegakkan diagnosa hellp syndrome sangat tepat, karena terdapat tanda gejala
keluarnya urin yang berwarna merah dan hasil laboratorium menunjukkan SGOT : 356
U/L , SGPT : 182 U/L Kreatinin Darah : 1,45 mg/dL. Gejala ini sesuai dengan teori
yang ada. (Asuhan Kebidanan Persalinan & Kelahiran : 2006)
6. Penanganan hellp syndrome sudah sesuai yaitu dengan mengakhiri kehamilan sesegara
mungkin. Penanganan ini sesuai dengan teori yang ada.
7. Dalam perencanaan persalinan dengan ekstrasi vakum ini tidak tepat, karena dengan
kondisi ibu yang sudah kejang tidak memungkinkan untuk mengejan. Sedangkan
dalam melakukan ekstrasi vakum salah satu syaratnya adalah kekuatan his dan
mengejan cukup (Buku Ajar Pengantar Kuliah Teknik Operasi Obstetri dan Keluarga
Berencana : 2012).

31
8. Penegakkan diagnosa HPP sudah sangat tepat karena terdapat gejala yaitu perdarahan
yang lebih dari 500 cc, pada kasus ini perdarahan yang dialami ny.J adalah 2000cc .
Penyebab HPP pada kasus ini adalah atonia uteri. Gejala ini sesuai dengan teori yang
ada. (Buku Ajar Pengantar Kuliah Teknik Operasi Obstetri dan Keluarga Berencana :
2012)
9. Dalam penanganan HPP pada kasus ini sangat tepat, yaitu setelah dilakukan KBI
namun tidak berhasil, tenakes melanjutkan untuk melakukan histerektomi. Penanganan
ini sesuai dengan teori yang ada.(Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar)
10. Dalam penegakkan diagnosa gawat janin sangat tepat, karena djf < 100 x/menit, hal ini
terjadi pada saat ibu eklampsia. Gejala ini sesuai dgn teori yg ada. (Asuhan
Kegawatdaruratan dalam Kebidanan : 2016)
11. Dalam penatalaksanaan gawat janin juga sudah sangat tepat, karena dilakukan
terminasi kehamilan. Ini sesuai dgn teori yg ada. (Asuhan Kegawatdaruratan dalam
Kebidanan : 2016)

32
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pada kasus ini bidan sudah sangat tepat dalam melakukan pengkajian data
subjektif sehingga di dapat data-data penyebab dari eklampsia, hellp syndrome,
gawat janin dan HPP.
2. Dalam melakukan pemeriksaan objektif bidan telah melakukannya dengan tepat
sehingga di dapatkan hasil TD tinggi, urin (+3), urin berwarna merah, dan
kontraksi uterus yang hilang timbul.
3. Dalam penegakkan diagnosa eklampsia, hellp syndrome, gawat janin dan HPP ini
sudah tepat karna sesuai dari hasil pengkajian data subjektif dan pemeriksaan
objektif pada pasien tersebut.
4. Dalam melakukan penatalaksanaan dari kasus ini sudah sangat tepat, yaitu pada
saat pasein kejang pasien mendapat MgSO4 4 gram/IV & MgSO4 12 gram/drip
dan pada saat terjadi HPP dilakukan histerektomi.
B. Saran
1. Rumah Sakit
Petugas harus lebih cermat dan teliti dalam mengobservasi pasien, sehingga
tidak ada kesenjangan antara pelaksanaan dan pendokumentasian. Petugas pun
harus teliti dalam mengecek tanggal kalibrasi alat-alat yang sudah digunakan, agar
tidak terjadi kesalahan pada hasil pemeriksaan.
2. Institusi Pendidikan
Sistem pembelajaran yang diterapkan sudah sangat baik bagi proses belajar
mengajar di kelas, lebih baik lagi jika suatu pemahaman antar pengajar dapat
disamakan sehingga tidak terjadi suatu perbedaan.
3. Mahasiswa
Lebih memperkaya ilmu asuhan kebidanan fisiologis maupun patologis
sehingga dapat memberikan asuhan kebidanan yang kompeten dalam

33
melaksanakan setiap tindakan yang akan dilakukan dan sesuai standar pelayanan
kebidanan. Mahasiswa pun harus mengobservasi ketat pasien yang sedang ia
tangani, seperti menanyakan quick check dan keluhan yang pasien rasakan selama
proses persalinan agar tidak terjadi kejang yang tiba-tiba seperti kasus ini.
4. Bidan Perujuk
Pada saat merujuk sebaiknya melakukan stabilisasi terlebih dahulu agar pasien
dapat tertangani sementara dan tidak terjadi hal yang lebih buruk sesampainya di
tempat rujukan.

34
DAFTAR PUSTAKA

Djamhoer Martaadisoebrata, F. F. (Jakarta). Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi.


2013: EGC.

Manuaba, I. B. (2012). Teknik Operasi Obstetri & Keluarga Berencana. Jakarta: Trans Info
Media.

Maryunani, A. (2016). Asuhan Kegawatdaruratan Dalam Kebidanan. Jakarta: TIM.

Maryunani, A. (2016). Manajemen Kebidanan Terlengkap. Jakarta: TIM.

Prawirohardjo, S. (2000). Ilmu kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Prawirohardjo, S. (2014). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Prawirohardjo, S. (2014). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan


Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Prawirohardjo, S. (2014). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

S. Elizabeth Robson, J. W. (2011). Patologi Pada Kehamilan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai