Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-
Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Kebidanan Pada Ibu
Bersalin Dengan Eklampsia” ini tepat pada waktunya. Dan tak lupa, dalam penyusunan
makalah ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. dr. H. M. Baharuddin, SpOG MARS. Selaku direktur Rumah Sehat Ibu dan Anak
Budi Kemuliaan.
2. Tuti Sukaeti, Spd, SST, Mkes. Selaku koordinator semester V-A.
3. Entin Sutrini, SSiT, MKM. Sebagai dosen pembimbing akademik.
4. Seluruh Dosen serta staf Akademi Kebidanan Budi Kemuliaan.
5. Orang tua, kakak asuh serta teman-teman yang telah memberi dukungan, baik
moril maupun materil.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk lebih baik lagi dalam
penyusunan makalah ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan khususnya bagi pembaca makalah umumnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGATAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan..................................................................................................................3
C. Ruang Lingkup.....................................................................................................................3
D. Sistematika Penulisan..........................................................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORI............................................................................................................5
A. Pengertian Eklampsia..........................................................................................................5
B. Epidemiologi.........................................................................................................................5
C. Tanda dan Gejala.................................................................................................................6
D. Penanganan Eklampsia........................................................................................................8
E. Pengertian Sindrom HELLP.............................................................................................10
F. Tanda dan Gejala Sindrom HELLP.................................................................................10
G. Penatalaksanaan Sindrom HELLP...............................................................................11
H. Pengertian HPP..............................................................................................................11
I. Klasifikasi HPP...................................................................................................................11
J. Etiologi HPP.......................................................................................................................12
K. Penanganan HPP............................................................................................................12
L. Pengertian Histerektomi....................................................................................................13
M. Indikasi Histerektomi.....................................................................................................13
N. Pengertian Ekstrasi Vacum...............................................................................................13
O. Indikasi dan Kontraindikasi Ekstrasi Vacum..............................................................13
S. Penanganan Gawat Janin..................................................................................................15
BAB III LAPORAN KASUS.........................................................................................................16
BAB IV PEMBAHASAN...............................................................................................................31
BAB V PENUTUP..........................................................................................................................33
A. Kesimpulan.........................................................................................................................33
ii
B. Saran...................................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Data angka kematian ibu hamil menurut WHO, penurunan angka kematian ibu per
100 ribu kelahiran bayi hidup masih terlalu lamban untuk mencapai target tujuan
pembangunan millenium (millenium development goals / MDGs) dalam rangka
mengurangi tiga perempat jumlah perempuan yang meninggal selama hamil dan
melahirkan pada 2015, demikian pernyataan resmi organisasi kesehatan dunia (WHO).
Jumlah angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih tergolong sangat tinggi diantara
Negara-negara ASEAN lainnya. Jika dibandingkan AKI di Singapura adalah 6 per 100.000
kelahiran hidup, AKI Malaysia mencapai 160 per 100.000 kelahiran hidup. Bahkan AKI
Vietnam sama seperti Negara Malaysia, sudah mencapai 160 per 100.000 kelahiran hidup,
Filifina 112 per 100.000 kelahiran hidup, Brunai 33 per 100.000 per kelahiran hidup,
sedangkan di Indonesia 228 per 100.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2008).
Target Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 adalah 102 per 100.000
kelahiran hidup. Berdasarkan (SDKI 2012), rata-rata angka kematian ibu (AKI) tercatat
mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh melonjak dibanding
hasil SDKI 2007, yang mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup.
Pada tahun 2008 AKI sempat turun tipis menjadi 226 namun pada tahun 2010 AKI
justru merosot jauh ke angka 390 per 100.000 kelahiran hidup, target MDGs untuk
menurunkan rasio AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup adalah hal yang mustahil
(Yuwono, 2010).
Salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan janin adalah preeklamsia (PE)
yang menurut WHO angka kejadiannya berkisar antara 0,5% - 38,4%. Di Negara maju
angka kejadian preeklampsia berkisar 6 – 7% dan eklampsia 0,1 – 0,7%. Sedangkan angka
kematian ibu yang diakibatkan preeklampsia dan eklampsia di Negara berkembang masih
tinggi.
1
Menurut Depkes RI tahun 2010, penyebab langsung kematian maternal di Indonesia
terkait kehamilan dan persalinan terutama yaitu perdarahan 28%, eklampsia 24%, infeksi
11%, partus lama 5%, dan abortus 5%. Preeklampsia/eklampsia merupakan komplikasi
kehamilan dan persalinan yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah, protein urine
dan oedema, yang kadang-kadang disertai komplikasi sampai koma.
2
esensial dimana target yang ditetapkan untuk tahun 2015 untuk Indonesia yaitu
menurunkan angka kematian ibu (Hermiyanti, 2008).
Selama kehamilan pelayanan antenatal penting untuk menjamin bahwa proses
alamiah dari kehamilan berjalan normal dan tetap melalui kehamilannya dengan sehat dan
selamat. Dengan pemeriksaaan kehamilan beberapa factor risiko yang ada pada ibu hamil
dapat diprediksi kemungkinan komplikasi yang akan terjadi (Syafruddin, 2009).
Menurut Suhary (2002) yang di ikuti dari Enita (2009) faktor lain seperti ibu hamil
dan melahirkan pada usia rawan (20 tahun atau 35 tahun), terlalu banyak melahirkan anak,
terlalu dini atau rapat jarak kelahiran, terbatasnya frekuensi penyuluhan dan pendidikan
kesehatan reproduksi juga mempengaruhi kejadian komplikasi persalinan.
Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Aceh Utara tersebut diketahui jumlah kehamilan
di Aceh Utara pada tahun 2014 sebanyak 13.602 kehamilan dimana dari komplikasi dan
berhasil ditangani di Aceh Utara sebanyak 2.113 kasus (76.1%). Angka kematian ibu tahun
2014 sebanyak 29 orang dengan kasus preeklampsia sebanyak6 (20,8%), perdarahan
sebanyak6 (20,8%), infeksi/sepsis sebanyak10 (34,5%), dan penyebab lain sebanyak7
(24,1%) (Dinkes Aceh Utara, 2014).
B. Tujuan Penulisan
1. Umum
Mahasiswa dapat menerapkan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan
eklampsia.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian data subjektif pada ibu bersalin dengan eklampsia
b. Melakukan pemeriksaan objektif pada ibu bersalin dengan eklampsia
c. Menganalisa masalah atau menentukan diagnosa pada ibu bersalin dengan
eklampsia
d. Melakukan penatalaksanaan, perencanaan dan evaluasi pada ibu bersalin
dengan eclampsia
C. Ruang Lingkup
3
Dalam penulisan makalah ini membahas tentang asuhan kebidanan ibu bersalin
dengan eklampsia pada Ny. J – Tn. H tanggal 11 Maret 2017 di Kamar Bersalini RSIA
Budi Kemuliaan.
D. Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini disusun dengan urutan sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Meliputi Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Ruang lingkup dan Sistematika
Penulisan.
BAB V : PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Eklampsia
Beberapa pengertian dari eklampsia adalah sebagai berikut (Maryunani, 2016) :
1. Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani berarti halilintar.
1) Kata tersebut dipakai karena seolah-olah gejala eklampsia timbul dengan
tiba-tiba tanpa didahului oleh tanda-tanda lain.
2) Istilah halilintar ini dapat diibaratkan bahwa penyakit eklampsia yang
menyerang tiba-tiba seperti petir.
3) Eklampsia umumnya timbul pada wanita hamil atau dalam nifas dengan
tanda-tanda pre-eklampsia, timbul serangan kejang yang diikuti oleh koma.
4) Tergantung dari saat timbulnya eklampsia,dibedakan menjadi :
a. Eklampsia gravidarum (eklampsia pada saat kehamilan)
b. Eklampsia partunientum (eklampsia pada saat persalinan)
c. Eklampsia puerperale (eklampsia pada saat pasca persalinan)
2. Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nifas
yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma. Sebelumnya, wanita tersebut
menunjukkan gejala-gejala pre-eklampsia (kejang-kejang timbul bukan akibat
kelainan neurologic) (PB POGI, 1991).
3. Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam masa persalinan atau
nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang atau demam (dr. Handaya, dkk).
4. Eklampsia adalah kejang yang dialami wanita hamil dalam persalinan atau masa
nifas yang disertai gejala-gejala preeklampsia (hipertensi, edema dan/atau
proteinuria). (Djamhoer Martaadisoebrata, Jakarta)
B. Epidemiologi
1. Frekuensi eklampsia bervariasai
5
2. Frekuensi rendah pada umumnya merupakan petunjuk tentang adanya
pengawasan antenatal yang baik dan penanganan pre-eklampsia yang
sempurna.
3. Di Negara yang sedang berkembang, frekuensi dilaporkan berkisar antara
0,3 – 0,7%.
4. Sedangkan di Negara maju angka tersebut lebih kecil, yaitu 0,05 – 0,1%.
(Maryunani, 2016)
6
c. Wajahnya kelihatannya kaku.
d. Tangan menggenggam.
e. Kaki membengkok ke dalam.
f. Pernafasan berhenti.
g. Muka mulai menjadi sianotik.
h. Lidah dapat tergigit.
3) Tingkat kejang klonik atau stadium kejnag klonik :
a. Berlangsung antara 1-2 menit.
b. Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo
yang cepat.
c. Mulut membuka dan menutup.
d. Lidah dapat tergigit.
e. Bola mata menonjol.
f. Dari mulut keluar ludah yang berbusa.
g. Muka menunjukkan kongesti dan sianosis.
h. Klien menjadi tidak sadar.
4) Tingkat koma atau stadium koma :
a. Stadium ini adalah stadium paling akhir.
b. Lama kesadaran tidak selalu sama
Setelah beberapa waktu, dapat terjadi serangan baru seperti kejadian yang dilukiskan
di atas, terkadang berulang sampai 10-20 kali.
Penyebab kematian pada eklampsia ialah edema paru, apopleksia dan asidosis.
Penderita dapat juga meninggal dunia setelah beberapa hari akibat pneumonia aspirasi,
kerusakan hati atau gangguan faal ginjal.
Kadang-kadang eklampsia timbul tanpa kejang, gejala yang menonjol ialah koma.
Eklampsia semacam ini disebut ‘eclampsi sine eclampsi’, yang membuat hati rusak berat.
Oleh karena kejang merupakan gejala khas eklampsia, ‘eclampsi sine eclampsi’ sering
dimasukkan ke dalam preeclampsia berat.
7
Pada eklampsia, tekanan darah biasanya tinggi, sekitar 180/110 mmHg. Denyut nadi
masih kuat dan berisi., kecuali dalam keadaan yang sudah buruk, ketika nadi mengecil dan
cepat. Demam tinggi menunjukkan prognosis buruk. Agaknya demam ini disebabkan oleh
faktor serebral. Napas biasanya cepat dan berbunyi. Pada keadaan berat, dapat terjadi
sianosis.
Proteinuria hamper selalu ada, bahkan terkadang sangat tinggi, edema juga biasanya
ada.
Eklampsia antepartum biasanya akan diikuti oleh persalinan setelah beberapa waktu
kemudian. Namun demikian, penderita juga dapat berangsur membaik, tidak kejang lagi,
kemudian sadar, sementara kehamilannya terus berlangsung.
Setelah persalinan, keadaan pasien berangsur membaik kira-kira dalam 12-24 jam.
Keparahan penyakit juga berkurang dalam kasus persalinan janin yang sudah mati
intrauterine. Proteinuria menghilang dalam 4-5 hari, sedangkan tekanan darah norma
kembali ±2 minggu kemudian.
Tidak jarang penderita pascaeklampsia menjadi psikotik, biasanya dalam hari ke-2
atau ke-3 pascasalin.keadaan ini dapat berlangsung selama 2-3 minggu. Prognosis
umumnya baik.
D. Penanganan Eklampsia
8
Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama., kecuali bahwa
persalinan harus berlangsung dalam 12 jam setelah timbulnya kejang pada
eklampsia. Semua kasus preeklampsia beratharus ditangani secara aktif.
Penanganan konservatif tidak dianjurkan karena gejala dan tanda eklampsia seperti
hiperrefleksia dan gangguan penglihatan sering tidak sahih. (Prawirohardjo, 2014)
Penangana kejang :
1. Beri obat antikonvulsan
2. Perlengkapan untuk penangan kejang (jalan napas, sedotan, masker dan
balon, oksigen)
3. Beri oksigen 4-6 liter per menit
4. Lindungi pasien dari kemungkinan trauma, tetapi jangan diikat terlalu keras
5. Baringkan pasien pada sisi kiri untuk mengurangi risiko aspirasi
6. Setelah kejang, aspirasi mulut dan tenggorokan jika perlu
9
a) MgSO4 1-2 gr per jam infus, 15 tetes/menit atau 5gr MgSO4 I.M. tiap
4 jam
b) Lanjutkan pemberian MgSO4 sampai 24 jam pascapersalinan atau
kejang berakhir
3. Berhentikan pemberian MgSO4, jika :
a) Frekuensi pernapasan <16x/menit
b) Refleks patella (-)
c) Urin <30ml/jam dalam 4 jam terakhir (Buku Pelayanan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal : 2014)
10
G. Penatalaksanaan Sindrom HELLP
1) Begitu diketahui adanya sindrom HELLP , maka harus segera dilakukan
kelahiran darurat. Namun harus dipertimbangkan adanya masalah-masalah
berikut ini (Maryunani, Manajemen Kebidanan Terlengkap, 2016) :
a) Masalah dengan trombosit rendah, kontraindikasi untuk
dilakukannya anestesi blok regional
b) Ibu/klien merupakan calon yang buruk untuk anestesi umum karena
intubasi meningkatkan tekanan darah
c) Ibu/klien akan mengalami perdarahan berat pada waktu dilakukan
seksio sesaria
d) Ibu/klien telah mengalami koagulopati, dengan penurunan volume
intravaskuler, maka perdarahan pascapartum terutama juga menjadi
masalah
2) Oleh karena itu, maka konsekuensi pelaksanaan kelahiran darurat tersebut
harus diantisipasi sebagai berikut :
a) Ambang rendah untuk alur tekanan vena sentral (CVP)
b) Harus melakukan pencatatan keseimbangan cairan dengan akurat
(Chapman, 2003)
H. Pengertian HPP
Definisi perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang melebihi 500
ml. Pada praktisnya tidak perlu mengukur jumlah perdarahan sampai sebanyak itu
sebab menghentikan perdarahan lebih dini akan memberikan prognosis baik. Pada
umumnya bila terdapat perdarahan yang lebih dari normal, apalagi telah
menyebabkan perubahan tanda vital (seperti kesadaran menurun, pucat, limbung,
berkeringat dingin, sesak napas, serta tensi < 90 mmHg dan nadi > 100 x/menit),
maka penangan harus segera dilakukan. (Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo, 2014)
I. Klasifikasi HPP
11
Perdarahan pasca persalinan atau perdarahan postpartum diklasifikasikan
menjadi 2, yaitu (Maryunani, Asuhan Kegawatdaruratan Dalam Kebidanan, 2016) :
1) Perdarahan pasca persalinan dini (early postpartum haemorhage) :
a) Yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama sesudah bayi
lahir
b) Disebut juga perdarahan primer
2) Perdarahan pasca persalinan lanjut (late postpartum haemorhage) :
a) Yaitu perdarahan yang terjadi pada masa nifas (puerperium)
b) Tidak termasuk 24 jam pertama setelah bayi lahir
c) Disebut juga perdarahan sekunder
J. Etiologi HPP
Penyebab umum perdarahan pasca partum, antara lain (Maryunani, Asuhan
Kegawatdaruratan Dalam Kebidanan, 2016) :
1) Atonia uteri
2) Retensio plasenta
3) Sisa plasenta dan selaput ketuban
4) Trauma/perlukaan jalan lahir, antara lain :
a) Episiotomi yang lebar
b) Laserasi perineum, vagina, serviks, forniks dan uterus
c) Rupture uteri
5) Kelainan pembekuan darah
K. Penanganan HPP
Menurut (Prawirohardjo, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal, 2014) penanganan pada HPP (Haemoragic Post
Partum) ialah :
a) Masase Fundus Uteri
b) Melakukan KBI
c) Melakukan KBE
12
d) Histerektomi
L. Pengertian Histerektomi
Histerektomi adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk mengangkat
rahim, baik sebagian (subtotal) tanpa serviks uteri ataupun seluruhnya (total)
berikut serviks uteri. (Prawirohardjo, Ilmu kebidanan Sarwono Prawirohardjo,
2000)
M. Indikasi Histerektomi
Menurut (Prawirohardjo, Ilmu kebidanan Sarwono Prawirohardjo, 2000)
indikasi untuk melakukan histerektomi adalah sebagai berikut :
1) Ruptura uteri
2) Plasenta akreta, inkreta atau perkreta
3) Uterus sebagai sumber infeksi
4) Atonia / hipotonia uteri
5) Jaringan parut yang menghalangi fungsi fisiologis miometrium
6) Robekan pembuluh darah uterus
7) Displasia berat
8) Mioma uteri
13
2. Letak muka
3. Fetal distress
4. Ruptura uteri imminen (Manuaba, 2012)
14
f) Ibu diabetes
g) Kehamilan premature dan postmatur atau prolapse tali pusat
15
BAB III
LAPORAN KASUS
1. PENGKAJIAN
a. Identitas Pasien
Tgl 9/1/2017 Ps dtg ke UGD rujukan dari PKM Tanah Abang G3P2A0 Hamil 39
minggu d/ Pk 2, Eklampsia, Gawat janin.
Pukul 21.34
Tanpa konfirmasi dalam keadaan kejang di ambulans. Os dtg ke PKM
S/ Tanah Abang jam 21.00 WIB , selama ANC tidak ada tensi tinggi. Os
di PKM tidak dapat MgSO4 perbolus karena tensi saat itu 90/60
mmHg. Os terpasang inf. RL kosong
Riw.Kehamilan Sekarang :
16
Riw.Penyakit Dahulu : Tidak Ada
Riw.Persalinan Dahulu :
Pemeriksaan Obstetri :
O/
melenting
seperti papan
janin
DJF : Satu-satu
17
PD a/i menilai kemajuan : Portio : tidak teraba
Ketuban : (-)
Presentasi : Kepala
Posisi : UUK
Pemeriksaan Penunjang :
A/ Maspot : Apnue
18
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan kepada suami & keluarga
P/ 3.
4.
Teriak minta tolong code blue
Mobilisasi tim emergency
5. Memposisikan pasien & memasang O2 10 ltr/menit
6. Membebaskan jalan nafas
7. Memasang inf. RL kembali
8. Memasang dower cateter
urin keluar warna kuning kemerahan, cek protein (+3)
9. Memberikan MgSO4 4 gr/bolus
10. Memberikan MgSO4 12 gr/drip
11. Berkolaborasi dgn dr. konsulen jaga
a/p siapkan vakum di KB
12. Membawa pasien ke KB
J. 21.40
Ps. Sampai di KB
Ps dtg J. 14.00 WIB ø 3cm tdk ada riw. tensi tinggi. J. 18.00 WIB
diperiksa ulang ø 7cm , TD : 120/80 mmHg,
19
J. 21.00 WIB ketuban pecah spontan warna putih keruh, saat akan DJJ
ps hilang kesadaran & ekstremitas kaku ps dipasang 02 5 liter
Ps diantar ke OK
J. 21.42
Ps masuk kamar terima OK dalam keadaan kejang terpasang qudle, O2
& trpsng Inf. MgSO4 drip
20
a/p dr. SpA : - psg infus
- loading cairan
- ventilator
Pada saat selesai penjahitan SBU, tampak kontraksi hilang timbul dan
terdapat hematom di uterus kiri bagian belakang, dilakukan ligasi arteri
uterira kiri dilanjutkan ligasi arteri uterira kanan.
dr. F dtg melihat kondisi ps, mengecek kontraksi uterus masih hilang
timbul
21
dr. F meminta untuk kolaborasi
Suami mengerti
Ps terpasanag CUP & intubasi ETT total cairan masuk saat Re-Lap
3000cc
22
Urin 150cc warna kemerahan
Operasi selesai
J. 02.15 Ps pindah ke KH u/ di ventilator
1. Terpasang Inf RL
NaCl spoel
3. Terpasang ventilator
Sh : 36,5˚C RR : 25x/menit
23
Palpasi Abd : Lemas Luka operasi : Tertutup
S/
KU : Buruk Kesadaran : Delirium
RL kosong
Vascon 9 cc/jam
24
4. Terpasang Brain produksi saat ini (-)
P/
RR : 15 x/menit Sat O2 : 83%
25
g. Dopamin 5,4 cc/jam (syring pump)
h. Sankorbin 2x400 mg
i. Ranitidine 2x500 mg
j. Asam traneksamat 3x1 gr (syring pump)
k. Ca Gluconas 3x1 gr
l. Bila TD > 100/60 mmHg boleh diet cairan
m. Pasang NGT
n. R/ cek DPL ulang post transfusi 4 jam
o. R/ cek kimia darah, elektrolit, calsium
p. R/ lapor dr. SpOg
S/
KU : Buruk Kesadran : Delirium
RR : 12 , PC abuve PEEP : 13
26
Terpasang CVP NaCl
RL kolf 6
RL MgSO4 II
Vascon 9 cc/jam
Propovol 4 cc/jam
Modor 1 cc/jam
A/
a/i HPP ec. Atonia uteri + DIC + Hellp Syndrome + obs. Febris
Sh : 39,3˚C RR : 15 x/menit
27
4. Memberikan terapi Inf. RL / 6 jam
a. MgSO4 ~ protocol
b. Transamin 1,2 cc/jam (syring pump / 24 jam)
c. Ca Glukonas 3x1 gr
d. Furamin 2x1 ampul
e. Ranitidine 2x1 ampul
f. Dexamethasone 10-10-5-5
g. Vascon 0,25 9 cc/jam
h. Dopamin 5,4 cc/jam
i. Propofol 4 cc/jam
j. Mador 1 cc/jam
k. AB triple drugs :
a) Ceftriaxone 1x2 gr
b) Metronidazole drips 3x500 mg
c) Levofloxcicyn 1x500 mg
Tgl l. Sanmol 3x1 gr/drips
12/1/2017
Tgl Ps direncanakan untuk dirujuk sekaligus saja, jadi tidak bolak balik,
13/1/2017 pertimbangkan kondisi pasien
28
J. 18.45 dr. SpOg dan dr. SpAn memutuskan untuk memberitahu kondisi Ps ke
dr. T dan meminta bantuan untuk mencari tempat
J. 19.50 dr. T menghubungi dr. SpOg memberitahukan ada tempat di RS Budi
Asih mengkonfirmasi ke RS Budi Asih
J. 20.00
S/
KU : Buruk Kesadaran : Delirium
O/
Palp.Abd : Lemas , Luka Operasi : Tertutup
RL/24 jam
Modor 1 cc/jam
Propovol 4 cc/jam
NGT tertutup
A/
P3A0 post SC hari ke-1 d/ Riw. Eklampsia + post Hysterktomi subtotal
a/i HPP ec. Atonia uteri + DIC + Hellp Syndrome + obs. Febris
29
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan kepada suami & keluarga
Sh : 37,3˚C RR : 15 x/menit
P/
2. Mengobservasi KU,TTV, Luka Operasi, Rembesan
4. Memberikan terapi :
a) Inf. RL
b) Antibiotik
c) Furamin 3x1
d) Vit K 3x1
e) Ranitidine 2x1
30
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Dalam penegakkan diagnosa eklampsia sudah sesuai karena terdapat gejala, yaitu :
Kejang & Tidak sadarkan diri pada ibu hamil. Gejala ini sesuai dgn teori yg ada.
(Asuhan Kegawatdaruratan dalam Kebidanan : 2016)
2. Dalam penatalaksanaan eklampsia di UGD ini sangat tepat, karena pasien diberikan
MgSO4 4 gr/bolus dan MgSO4 12 gr/drip, diberikan O2 sebanyak 10 liter, dan ps
dipasang dower cateter untuk mengobservasi volume urin. Penatalaksanaan ini sesuai
dengan teori yg ada. (Buku Pelayanan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal : 2014)
3. Penanganan pada saat di PKM tidak sesuai, karena sebaiknya pada saat terjadi kejang
di PKM ps distabilisasi dahulu dgn diiberikan MgSO4 dosis awal agar tidak terjadi
kejang berulang. Penatalaksanaan ini terdapat kesenjangan dgn teori yg ada. (Buku
Pelayanan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal : 2014)
4. Sebelum di berikan MgSO4 tidak ada data hasil pemeriksaan objektif reflek patela &
hasil volume urin. Terdapat kesenjangan dgn teori yg ada. (Buku Pelayanan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal : 2014)
5. Penegakkan diagnosa hellp syndrome sangat tepat, karena terdapat tanda gejala
keluarnya urin yang berwarna merah dan hasil laboratorium menunjukkan SGOT : 356
U/L , SGPT : 182 U/L Kreatinin Darah : 1,45 mg/dL. Gejala ini sesuai dengan teori
yang ada. (Asuhan Kebidanan Persalinan & Kelahiran : 2006)
6. Penanganan hellp syndrome sudah sesuai yaitu dengan mengakhiri kehamilan sesegara
mungkin. Penanganan ini sesuai dengan teori yang ada.
7. Dalam perencanaan persalinan dengan ekstrasi vakum ini tidak tepat, karena dengan
kondisi ibu yang sudah kejang tidak memungkinkan untuk mengejan. Sedangkan
dalam melakukan ekstrasi vakum salah satu syaratnya adalah kekuatan his dan
mengejan cukup (Buku Ajar Pengantar Kuliah Teknik Operasi Obstetri dan Keluarga
Berencana : 2012).
31
8. Penegakkan diagnosa HPP sudah sangat tepat karena terdapat gejala yaitu perdarahan
yang lebih dari 500 cc, pada kasus ini perdarahan yang dialami ny.J adalah 2000cc .
Penyebab HPP pada kasus ini adalah atonia uteri. Gejala ini sesuai dengan teori yang
ada. (Buku Ajar Pengantar Kuliah Teknik Operasi Obstetri dan Keluarga Berencana :
2012)
9. Dalam penanganan HPP pada kasus ini sangat tepat, yaitu setelah dilakukan KBI
namun tidak berhasil, tenakes melanjutkan untuk melakukan histerektomi. Penanganan
ini sesuai dengan teori yang ada.(Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar)
10. Dalam penegakkan diagnosa gawat janin sangat tepat, karena djf < 100 x/menit, hal ini
terjadi pada saat ibu eklampsia. Gejala ini sesuai dgn teori yg ada. (Asuhan
Kegawatdaruratan dalam Kebidanan : 2016)
11. Dalam penatalaksanaan gawat janin juga sudah sangat tepat, karena dilakukan
terminasi kehamilan. Ini sesuai dgn teori yg ada. (Asuhan Kegawatdaruratan dalam
Kebidanan : 2016)
32
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pada kasus ini bidan sudah sangat tepat dalam melakukan pengkajian data
subjektif sehingga di dapat data-data penyebab dari eklampsia, hellp syndrome,
gawat janin dan HPP.
2. Dalam melakukan pemeriksaan objektif bidan telah melakukannya dengan tepat
sehingga di dapatkan hasil TD tinggi, urin (+3), urin berwarna merah, dan
kontraksi uterus yang hilang timbul.
3. Dalam penegakkan diagnosa eklampsia, hellp syndrome, gawat janin dan HPP ini
sudah tepat karna sesuai dari hasil pengkajian data subjektif dan pemeriksaan
objektif pada pasien tersebut.
4. Dalam melakukan penatalaksanaan dari kasus ini sudah sangat tepat, yaitu pada
saat pasein kejang pasien mendapat MgSO4 4 gram/IV & MgSO4 12 gram/drip
dan pada saat terjadi HPP dilakukan histerektomi.
B. Saran
1. Rumah Sakit
Petugas harus lebih cermat dan teliti dalam mengobservasi pasien, sehingga
tidak ada kesenjangan antara pelaksanaan dan pendokumentasian. Petugas pun
harus teliti dalam mengecek tanggal kalibrasi alat-alat yang sudah digunakan, agar
tidak terjadi kesalahan pada hasil pemeriksaan.
2. Institusi Pendidikan
Sistem pembelajaran yang diterapkan sudah sangat baik bagi proses belajar
mengajar di kelas, lebih baik lagi jika suatu pemahaman antar pengajar dapat
disamakan sehingga tidak terjadi suatu perbedaan.
3. Mahasiswa
Lebih memperkaya ilmu asuhan kebidanan fisiologis maupun patologis
sehingga dapat memberikan asuhan kebidanan yang kompeten dalam
33
melaksanakan setiap tindakan yang akan dilakukan dan sesuai standar pelayanan
kebidanan. Mahasiswa pun harus mengobservasi ketat pasien yang sedang ia
tangani, seperti menanyakan quick check dan keluhan yang pasien rasakan selama
proses persalinan agar tidak terjadi kejang yang tiba-tiba seperti kasus ini.
4. Bidan Perujuk
Pada saat merujuk sebaiknya melakukan stabilisasi terlebih dahulu agar pasien
dapat tertangani sementara dan tidak terjadi hal yang lebih buruk sesampainya di
tempat rujukan.
34
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba, I. B. (2012). Teknik Operasi Obstetri & Keluarga Berencana. Jakarta: Trans Info
Media.