Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PERDARAHAN PADA PASCA PERSALINAN DAN


SYOK HEMORAGIK

Disusun oleh:
Ega Rahmawati

PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI PONTIANAK
TAHUN 2024/2025
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta
salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah menjadi suri
tauladan bagi umat manusia
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas akademik.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada dosen yang telah
memberikan arahan dan bimbingan dalam proses penyusunan makalah ini. Penulis
juga ingin menyampaikan apresiasi kepada teman-teman seperjuangan yang telah
memberikan dukungan serta inspirasi dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca sebagai tambahan wawasan dan
pengetahuan mengenai topik yang dibahas.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk
perbaikan di masa mendatang. Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat
memberikan kontribusi positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan kehidupan
kita semua.

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................... i
Daftar isi.......................................................................................................... ii
BAB I Pendahuluan..................................................................................... 1
A. Latar belakang............................................................................. 1
B. Rumusan masalah........................................................................ 3
C. Tujuan penulisan......................................................................... 3
BAB II Pembahasan..................................................................................... 4
A. Definisi ....................................................................................... 4
B. Etiologi........................................................................................ 5
C. Manifestasi klinis......................................................................... 6
D. Patofisiologi................................................................................. 7
E. Pathway....................................................................................... 9
F. Pemeriksaan diagnostik............................................................... 9
G. Penatalaksanaan........................................................................... 10
H. Komplikasi.................................................................................. 11
I. Prognosis..................................................................................... 12
J. Distres spritual............................................................................. 13
Daftar isi.......................................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indikator yang digunakan untuk menilai derajat kesehatan masyarakat
yang terpenting adalah Angka Kematian Ibu (AKI). AKI menggambarkan jumlah
wanita yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan
kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil)
selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan)
tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup.
Berdasarkan definisi dari perdarahan postpartum yaitu perdarahan yang
terjadi segera setelah partus (persalinan), sebanyak 500 ml pada persalinan per
vaginam atau lebih dari 1000 ml pada seksio sesarea. Cara yang paling tepat
untuk menentukan apakah seseorang mengalami perdarahan postpartum adalah
dengan menghitung kehilangan darah yang terjadi. Hal ini dapat dilaksanakan
dengan cara mengukur atau memperkirakan jumlah darah yang hilang saat
persalinan.
Menurut data dari WHO setiap hari di dunia terjadi 800 ibu meninggal
akibat kehamilan dan melahirkan dan sebanyak sembilan puluh sembilan persen
(99%) kematian tersebut terjadi di negara berkembang.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2012 menunjukkan
bahwa Angka Kematian Ibu melonjak dari 228 menjadi 359 per 100 ribu
kelahiran yang menjadikan Indonesia sebagai negara dengan AKI terburuk dari
negara-negara miskin di Asia. Angka ini juga masih jauh dari target dalam
Millenium Development Goals (MDGs) yaitu menurunkan angka kematian ibu
hingga 102 dari 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 yang pada akhirnya
tidak tercapai. Target-target dalam MDGs ini kemudian dilanjutkan dalam
bentuk program pembangunan global selanjutnya yang dikenal dengan

1
Sustainable Development Goals (SDGs). Dalam program baru ini, angka
kematian ibu ditargetkan menurun hingga mencapai 306 per 100.000 kelahiran
hidup di tahun 2019 dan 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030
mendatang.
Kematian ibu terjadi sebagai akibat dari komplikasi selama dan setelah
kehamilan dan persalinan. Sebanyak 80% kematian ibu di dunia disebabkan
perdarahan berat (paling sering perdarahan setelah persalinan), infeksi, tekanan
darah tinggi selama kehamilan (pre-eklampsia dan eklampsia) serta aborsi yang
tidak aman.2,4 Perdarahan postpartum adalah penyebab utama kematian ibu di
negara berkembang dan penyebab primer dari hampir seperempat dari seluruh
kematian ibu secara global. Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang
terjadi setelah partus (persalinan), sebanyak 500 ml pada persalinan per vaginam
atau lebih dari 1000 ml pada seksio sesarea.
Persalinan terbagi dalam tiga tahap/kala. Kala 1 dimulai dari awal
kontraksi uterus hingga pembukaan serviks penuh (10 cm) sehingga
memungkinkan kepala janin lewat. Kemudian pada kala 2 terjadi kelahiran bayi
lengkap dengan usaha dorongan secara aktif dari ibu, dilanjutkan dengan kala 3
yang berakhir dengan pengeluaran plasenta. Perdarahan postpartum biasanya
terjadi setelah kala 3 persalinan.
Perdarahan postpartum primer disebabkan oleh 4T, yaitu atonia uteri
(Tonus), retensio plasenta dan bekuan darah (Tissue), lesi/robekan jalan lahir
(Trauma), dan gangguan pembekuan darah (Thrombin). Sebagian besar kasus
kesakitan dan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan postpartum
dimana sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta yang
sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan manajemen aktif kala tiga.
Keuntungan-keuntungan manajemen aktif kala tiga, yaitu : 1) Persalinan kala
tiga yang lebih singkat, 2) Mengurangi jumlah kehilangan darah, 3) Mengurangi
kejadian retensio plasenta

2
Gejala Klinis Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah
sebanyak 10% dari volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik yang
nyata. Gejala klinik baru tampak apabila kehilangan darah telah mencapai 20%.
Perdarahan tidak hanya terjadi pada mereka yang memiliki faktor risiko tapi pada
setiap persalinan kemungkinan terjadi perdarahan selalu ada. Jika perdarahan
terus berlanjut akan menimbulkan tanda- tanda syok dengan gambaran klinisnya
berupa perdarahan terus-menerus dan keadaan pasien secara berangsur-angsur
menjadi jelek. Denyut nadi menjadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun,
pasien berubah pucat dan ekstrimita dingin, serta nafas menjadi sesak dan
terengah-engah.
Berdasarkan dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk menyelesaikan
makalah yang berjudul “Perdarahan Pada Pasca Persalinan Dan Syok
Hemoragik”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah cara mengidentifikasi masalah penyebab terjadinya
perdarahan post partum?
2. Berapakah tingkat kejadian post partum? Meskipun langka, perdarahan
postpartum merupakan penyebab utama kematian maternal di seluruh dunia.
3. Apa saja faktor risikonya?
4. Apa dampak dan konsekuensi pada perdarahan postpartum?
C. Tujuan Penulisan
1. Menggambarkan penyebab dan faktor risiko post partum
2. Menyajikan metode diagnostik perdarahan post partum
3. Menyoroti manajemen dan tindakan pencegahan perdarahan post partum
4. Mengedukasi masyarakat dan tenaga kesehatan

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih
setelah kala III selesai setelah plasenta lahir). Fase dalam persalinan dimulai
dari kala I yaitu serviks membuka kurang dari 4 cm sampai penurunan kepala
dimulai, kemudian kala II dimana serviks sudah membuka lengkap sampai 10
cm atau kepala janin sudah tampak, kemudian dilanjutkan dengan kala III
persalinan yang dimulai dengan lahirnya bayi dan berakhir dengan pengeluaran
plasenta. Perdarahan postpartum terjadi setelah kala III persalinan selesai.
(Saifuddin, 2014)
Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat
dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke dalam syok,
ataupun merupakan perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus
menerus dan ini juga berbahaya karena akhirnya jumlah perdarahan menjadi
banyak yang mengakibatkan wanita menjadi lemas dan juga jatuh dalam syok.
(Saifuddin, 2014)
Berdasarkan definisi diatas penulis menyimpulkan bahwa Perdarahan
postpartum terjadi setelah kala III persalinan selesai, ditandai dengan
perdarahan pervaginam sebanyak 500 cc atau lebih. Fase dalam persalinan
terdiri dari kala I, kala II, dan kala III. Perdarahan postpartum dapat beragam
dalam tingkat keparahan, dari hebat dan menakutkan hingga perdarahan yang
menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus. Penting untuk mengidentifikasi
dan mengelola perdarahan postpartum dengan cepat dan efektif untuk
mencegah komplikasi serius bagi ibu dan bayi.

4
B. Etiologi
Perdarahan postpartum disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa faktor
predisposisi adalah anemia, yang berdasarkan prevalensi di negara berkembang
merupakan penyebab yang paling bermakna. Penyebab perdarahan postpartum
paling sering adalah atonia uteri serta retensio plasenta, penyebab lain kadang-
kadang adalah laserasi serviks atau vagina, ruptur uteri, dan inversi uteri.
(Saifuddin, 2014)
Sebab-sebab perdarahan postpartum primer dibagi menjadi empat
kelompok utama:
1. Tone (Atonia Uteri)
Atonia uteri menjadi penyebab pertama perdarahan postpartum. Perdarahan
postpartum bisa dikendalikan melalui kontraksi dan retraksi serat-serat
miometrium. Kontraksi dan retraksi ini menyebabkan terlipatnya
pembuluh-pembuluh darah sehingga aliran darah ke tempat plasenta
menjadi terhenti.
Kegagalan mekanisme akibat gangguan fungsi miometrium dinamakan
atonia uteri. (Oxorn & Forte, 2010)
2. Trauma dan laserasi
Perdarahan yang cukup banyak dapat terjadi karena robekan pada saat
proses persalinan baik normal maupun dengan tindakan, sehingga inspeksi
harus selalu dilakukan sesudah proses persalinan selesai sehingga sumber
perdarahan dapat dikendalikan. Tempat-tempat perdarahan dapat terjadi di
vulva, vagina, servik, porsio dan uterus.(Oxorn & Forte, 2010)
3. Tissue (Retensio Plasenta)
Retensio sebagian atau seluruh plasenta dalam rahim akan mengganggu
kontraksi dan retraksi, sinus-sinus darah tetap terbuka, sehingga
menimbulkan perdarahan postpartum. Perdarahan terjadi pada bagian
plasenta yang terlepas dari dinding uterus. Bagian plasenta yang masih
melekat merintangi retraksi miometrium dan perdarahan berlangsung terus

5
sampai sisa organ tersebut terlepas serta dikeluarkan.(Oxorn & Forte,
2010)
4. Thrombophilia (Kelainan Perdarahan)
Afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia dapat terjadi setelah abruption
placenta, retensio janin-mati yang lama di dalam rahim, dan pada emboli
cairan ketuban. Kegagalan mekanisme pembekuan darah menyebabkan
perdarahan yang tidak dapat dihentikan dengan tindakan yang biasanya
dipakai untuk mengendalikan perdarahan. Secara etiologi bahan
thromboplastik yang timbul dari degenerasi dan autolisis decidua serta
placenta dapat memasuki sirkulasi maternal dan menimbulkan koagulasi
intravaskuler serta penurunan fibrinogen yang beredar. (Oxorn & Forte,
2010)
C. Manifestasi klinis
Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah sebelum hamil,
derajat hipervolemia-terinduksi kehamilan, dan derajat anemia saat persalinan.
Gambaran PPP yang dapat mengecohkan adalah kegagalan nadi dan tekanan
darah untuk mengalami perubahan besar sampai terjadi kehilangan darah sangat
banyak. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tandatanda syok yaitu
penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas
dingin, dan lain-lain. (Wiknjosastro, 2012)
Gambaran klinis pada hipovolemia dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Gambaran klinis perdarahan obstetri

Volume darah Tekanan darah Derajat


Tanda dan gejala
yang hilang (sistolik) syok
500-1000 mL
Normal Tidak ditemukan -
(<15-20%)
1000-1500 mL 80-100 mmHg Bradikardi (<100 kali per menit) Ringan
(20-25%) Berkeringat

6
Lemah
Takikardi (100-120 kali/menit)
1500-2000 mL
70-80 mmHg Oliguria Sedang
(25-35%)
Gelisah
2000-3000 mL Takikardi (>120 kali/menit)
50-70 mmHg Berat
(35-50%) Anuria

D. Patofisiologi
Patofisiologi perdarahan postpartum atau postpartum hemorrhage (PPH)
disebabkan oleh beberapa faktor. PPH dapat disebabkan oleh gangguan pada 4T
(tonus, tissue, trauma, dan thrombin).(Varney, 2008)
Selama masa kehamilan, volume darah ibu meningkat hingga 50% atau
setara dengan 4‒6 liter, dan volume plasma mengalami peningkatan hingga
melebihi kadar total sel darah merah. Kondisi ini menimbulkan kesan
penurunan konsentrasi hemoglobin dan penurunan jumlah hematokrit.
Peningkatan volume darah ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan perfusi
uteroplasenta, serta untuk menggantikan volume perdarahan yang akan terjadi
pada saat proses persalinan.
Fisiologi Penghentian Perdarahan pada Persalinan
Pada saat persalinan, plasenta akan terpisah secara spontan dari tempat
implantasinya beberapa menit setelah bayi lahir. Dibalik tempat melekatnya
plasenta, terdapat pembuluh-pembuluh darah uterus yang melintas di antara
serat-serat otot miometrium. Selama proses melahirkan, otot-otot ini akan
mengalami kontraksi dan retraksi.
Proses kontraksi dan retraksi akan mengkompresi pembuluh-pembuluh
darah tersebut, sehingga perdarahan dapat berhenti. Hal ini sering kali disebut
“jahitan fisiologis”, yang merupakan mekanisme pertahanan tubuh pada wanita
hamil tanpa penyulit atau komplikasi.

7
Kegagalan Mekanisme Fisiologi: Pada keadaan-keadaan tertentu,
mekanisme “jahitan fisiologis” bisa tidak terjadi, misalnya pada kondisi atonia
uteri, retensio plasenta, trauma jalan lahir, plasenta akreta, atau plasenta previa.
Atonia Uteri: Hal ini dikarenakan terdapat gangguan pada tonus uteri (atonia
uteri), di mana proses kontraksi dan retraksi tidak berjalan dengan baik dan
maksimal. Sehingga pembuluh-pembuluh darah pada uterus tidak terkompresi,
dan perdarahan tidak dapat dihentikan. Atonia uteri merupakan penyebab
tersering perdarahan postpartum.
Retensio Plasenta: Selain itu, proses kontraksi dan retraksi yang tidak
berjalan dengan baik juga dapat mengganggu proses pelepasan plasenta secara
utuh sehingga pada akhirnya akan menyebabkan keadaan yang kita kenal
sebagai retensio plasenta. Trauma Jalan Lahir: Pada kasus trauma jalan lahir,
jumlah pembuluh darah di jalan lahir meningkat selama kehamilan, sehingga
adanya trauma akan menimbulkan perdarahan yang lebih signifikan
dibandingkan pada wanita tidak hamil. Plasenta Akreta dan Plasenta Previa:
Perdarahan postpartum juga dapat terjadi pada kasus dimana implantasi
plasenta tidak normal, misalnya pada plasenta akreta atau plasenta previa. Pada
plasenta previa, letak plasenta yang rendah akan menyebabkan gangguan
kontraksi uterus. Pada plasenta akreta, implantasi plasenta terlalu dalam hingga
ke miometrium sehingga perlukaan akan mencapai miometrium dan
menyebabkan perdarahan yang lebih banyak saat plasenta lepas. (Syafneli., &
Daulay, S.M., 2020).

8
E. Pathway

F. Pemeriksaan diagnostik
Diagnostik perdarahan postpartum bertujuan untuk mengetahui penyebab
perdarahan serta mengevaluasi tingkat dan keparahan perdarahan tersebut.
(Dahlan, 2018). Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk
menilai perdarahan postpartum meliputi:
1. Pemeriksaan Fisik: ini melibatkan evaluasi langsung oleh tenaga medis
untuk menilai jumlah perdarahan, tanda-tanda syok, serta kondisi fisik ibu
pasca melahirkan. Pemeriksaan fisik juga dapat mencakup pemeriksaan
pada rahim untuk menilai apakah kontraksi rahim cukup efektif.

9
2. Pemeriksaan Ultrasonografi: Ultrasonografi bisa digunakan untuk
mengevaluasi kondisi rahim dan melihat apakah ada sisa-sisa plasenta atau
jaringan lain yang tertinggal setelah persalinan. Ini bisa menjadi penyebab
perdarahan postpartum.
3. Pengukuran Level Hemoglobin dan Hematokrit: Pengukuran kadar
hemoglobin dan hematokrit dalam darah dapat membantu menentukan
apakah ibu mengalami anemia akibat kehilangan darah yang signifikan.
4. Pemeriksaan Koagulasi: Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengevaluasi
kemampuan pembekuan darah. Ini penting untuk mengetahui apakah ibu
mengalami DIC (Disseminated Intravascular Coagulation), yang
merupakan komplikasi yang serius dari perdarahan postpartum.
5. Tes Darah dan Urin untuk Infeksi: Jika terdapat kecurigaan terhadap
infeksi sebagai penyebab perdarahan postpartum, tes darah dan urin dapat
dilakukan untuk mendeteksi keberadaan infeksi.
6. Pemeriksaan Histopatologi: Jika diperlukan, pemeriksaan histopatologi
dapat dilakukan pada sisa-sisa plasenta atau jaringan yang dikeluarkan dari
rahim untuk mengetahui penyebab perdarahan, seperti retensi plasenta atau
infeksi.
7. Pemeriksaan Radiologi: Kadang-kadang, pemeriksaan radiologi seperti CT
scan atau MRI mungkin diperlukan untuk mengevaluasi kondisi internal
tubuh yang terkait dengan perdarahan postpartum, seperti perdarahan
internal.
G. Penatalaksanaan
Penanganan pasien dengan PPP memiliki dua komponen utama yaitu
resusitasi dan pengelolaan perdarahan obstetri yang mungkin disertai syok
hipovolemik dan identifikasi serta pengelolaan penyebab dari perdarahan.
Keberhasilan pengelolaan perdarahan postpartum mengharuskan kedua
komponen secara simultan dan sistematis ditangani (Bobak, I.M., Lowdermilk,
D.L., & Jensen, M.D., 2005)

10
Penggunaan uterotonika (oksitosin saja sebagai pilihan pertama)
memainkan peran sentral dalam penatalaksanaan perdarahan postpartum. Pijat
rahim disarankan segera setelah diagnosis dan resusitasi cairan kristaloid
isotonik juga dianjurkan. Penggunaan asam traneksamat disarankan pada kasus
perdarahan yang sulit diatasi atau perdarahan tetap terkait trauma. Jika terdapat
perdarahan yang terusmenerus dan sumber perdarahan diketahui, embolisasi
arteri uterus harus dipertimbangkan. Jika kala tiga berlangsung lebih dari 30
menit, peregangan tali pusat terkendali dan pemberian oksitosin (10 IU) IV/IM
dapat digunakan untuk menangani retensio plasenta. Jika perdarahan berlanjut,
meskipun penanganan dengan uterotonika dan intervensi konservatif lainnya
telah dilakukan, intervensi bedah harus dilakukan tanpa penundaan lebih lanjut.
(WHO, 2012).
H. Komplikasi
Perdarahan postpartum adalah salah satu komplikasi serius yang dapat
terjadi setelah melahirkan. Prognosisnya tergantung pada sejumlah faktor,
termasuk seberapa cepat perdarahan terdeteksi, penyebabnya, dan seberapa
efektif intervensi medis yang diberikan. Meskipun kebanyakan kasus
perdarahan postpartum dapat diatasi dengan cepat dan tanpa masalah serius, ada
situasi di mana perdarahan tersebut dapat menjadi sangat berbahaya dan bahkan
mengancam nyawa.(Sembiring, R., 2020)
Berikut beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat perdarahan
postpartum yang berat:
1. Syok: Perdarahan yang berat dapat menyebabkan syok, di mana aliran
darah ke organ vital terganggu. Hal ini dapat menyebabkan tekanan darah
rendah, denyut nadi cepat, pusing, kelemahan, dan kesadaran yang
menurun.
2. Anemia: Kehilangan darah yang signifikan dapat menyebabkan anemia, di
mana kadar sel darah merah dalam tubuh menjadi rendah. Anemia dapat
menyebabkan kelelahan, pusing, dan kesulitan bernapas.

11
3. Kegagalan Organ: Kehilangan darah yang parah dapat menyebabkan
kerusakan organ, terutama pada hati, ginjal, dan otak.
4. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation): Ini adalah kondisi di mana
pembekuan darah tubuh menjadi terganggu, karena tubuh mencoba untuk
mengatasi kehilangan darah yang signifikan. Ini dapat menyebabkan
komplikasi serius dan bahkan kematian.
5. Infeksi: Jika perdarahan disebabkan oleh infeksi, risiko terkena infeksi
lanjutan meningkat. Infeksi ini dapat memengaruhi luka bekas melahirkan,
rahim, atau organ lainnya.
6. Retensi Plasenta atau Sisa-sisa Jaringan: Kondisi di mana bagian dari
plasenta atau jaringan lainnya tetap dalam rahim setelah persalinan dapat
menyebabkan perdarahan yang berat dan infeksi.
7. Perdarahan yang Berulang: Jika perdarahan tidak diatasi dengan efektif,
kemungkinan akan terjadi perdarahan berulang, yang dapat memperburuk
kondisi dan meningkatkan risiko komplikasi.
I. Prognosis
Prognosis perdarahan postpartum akan tergantung pada berbagai faktor,
termasuk tingkat keparahan perdarahan, penyebabnya, dan seberapa cepat
tindakan medis dapat diambil. Secara umum, kebanyakan kasus perdarahan
postpartum dapat ditangani dengan efektif dengan bantuan perawatan medis
yang tepat. Namun, dalam kasus-kasus yang lebih serius, perdarahan
postpartum dapat menyebabkan komplikasi serius yang memerlukan intervensi
segera dan dapat berpotensi mengancam jiwa.(Senewe, F.P., Sulistiyowati, N.,
2021)
Prognosis yang baik biasanya terjadi jika perdarahan postpartum
diidentifikasi dan diobati dengan cepat. Faktor-faktor yang mempengaruhi
prognosis meliputi:

12
1. Tingkat Keparahan Perdarahan: Semakin tinggi volume perdarahan,
semakin serius kondisinya dan semakin penting untuk mendapatkan
perawatan medis segera.
2. Penyebab Perdarahan: Identifikasi penyebab perdarahan dan pengobatan
yang tepat akan berkontribusi pada prognosis yang lebih baik. Penyebab
umum perdarahan postpartum meliputi retensi plasenta, robekan perineum
atau dinding uterus, atau gangguan pembekuan darah.
3. Respon Terhadap Pengobatan: Seberapa baik tubuh merespons terhadap
pengobatan yang diberikan juga akan memengaruhi prognosis. Jika
perdarahan dapat dikendalikan dengan efektif melalui tindakan medis
seperti transfusi darah, obat-obatan, atau prosedur bedah, prognosisnya
akan lebih baik.
4. Pengelolaan Pemulihan: Setelah perdarahan dikendalikan, penting untuk
memantau pemulihan pasien dengan cermat dan memberikan perawatan
yang diperlukan untuk mencegah terjadinya komplikasi jangka panjang.
J. Distres spritual
Distres spiritual merujuk pada ketidaknyamanan, kecemasan, atau
kesedihan yang berkaitan dengan isu-isu spiritual atau eksistensial. Ini bisa
melibatkan pertanyaan tentang makna hidup, tujuan, atau peran dalam dunia ini.
Distres spiritual dapat muncul dalam berbagai bentuk, termasuk tetapi tidak
terbatas pada perasaan kekosongan, perasaan terputus dari nilai-nilai atau
keyakinan yang penting, atau konflik antara keyakinan yang dipegang dan
pengalaman hidup.(Setiadi, 2014)
Untuk mengatasi distres spiritual, penting untuk mencari bantuan dari
sumber-sumber dukungan spiritual, seperti seorang pemimpin agama atau
seorang konselor yang sensitif terhadap masalah-masalah ini. Terapi atau
konseling yang berfokus pada pertanyaan-pertanyaan eksistensial dan spiritual
juga bisa membantu. Mendiskusikan perasaan dan pertanyaan Anda dengan
orang-orang yang dapat memahami dan memberikan dukungan dapat

13
memberikan rasa lega dan pemahaman yang mendalam.(Senewe, F.P.,
Sulistiyowati, N., 2021)
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, I.M., Lowdermilk, D.L., & Jensen, M.D. (2005). Buku Ajar Keperawatan
Maternitas (Edisi 4). Jakarta : EGC.
Dahlan, M. S. (2018). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan Deskriptif, Bivariat,
dan Multivariat dilengkapi Aplikasi dengan Menggunakan SPSS (Edisi 5). In
Jakarta : Salemba Medika.
Oxorn & Forte. (2010). Ilmu Kebidanan Patologi dan FisiologiPersalinan Human
Labor and Birth. In Indonesia: Yayasan Essentia Medika.
Saifuddin. (2014). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo (Edisi 4). In Jakarta: PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sembiring, R. (2020). Hubungan Anemia dalam Kehamilan dengan Kejadian
Perdarahan Post Partum di RSUP H. Adam Malik Medan. Jurnal D-III
Kebidanan Mutiara Indonesia.
Senewe, F.P., Sulistiyowati, N. (2021). Faktor-Faktor yang Berhubungan Komplikasi
Persalinan Tiga Tahun Terakhir di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan.
Setiadi. (2014). Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan. In Yogyakarta :
Graha Ilmu.
Syafneli., & Daulay, S.M. (2020). Analisis Faktor – Faktor yang Berhubungan
dengan Perdarahan Postpartum Primer di RSUD Rokan Hulu Tahun 2010.
Jurnal Kebidanan Maternity and Neonatal.
Varney, H. (2008). Buku Ajar Asuhan Kebidanan. In Jakarta: EGC.
WHO. (2012). Monitoring Health for the SDGs, Sustainable Development Goals. In
France : WHO Press.
Wiknjosastro. (2012). Ilmu Kebidanan. In Jakarta: Yayaan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

14
15

Anda mungkin juga menyukai