Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL


NEONATAL DAN BASIC LIFE SUPPORT
“KOMPLIKASI DAN PENYULIT KEHAMILAN TRIMESTER III”

Dosen Pengampu: Khulul Azmi, S.ST.,M.Keb

DI SUSUN OLEH :

Dewi Sartika (20011222)


Ulya Ramada Yanti (20011248)

PRODI D III KEBIDANAN


POLITEKNIK ‘AISYIYAH PONTIANAK
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT senantiasa kita ucapkan atas karunia Nya kami
dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata kuliah Kegawatdaruratan
Maternal Neonatal dan Basic Life Support. Tidak lupa shalawat serta salam
tercurahkan bagi baginda agung Rasulullah SAW yang syafaat Nya akan kita nantikan
kelak.
Adapun penulisan makalah bertema “Komplikasi dan Penyulit Kehamilan Trimester
III” ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Kegawatdaruratan Maternal
Neonatal dan Basic Life Support. Semoga makalah ini mendapatkan manfaat serta
bisa memberikan ilmu pembelajaran untuk mahasiswa.
Dengan kerendahan hati, penulis memohon maaf apabila ada ketidaksesuaian kalimat
dan kesalahan. Meskipun demikian, penulis terbuka pada kritik dan saran dari
pembaca demi kesempurnaan makalah.
Wassalamu’alaikum wr.wb

Hormat Kami,
Penyusun
DAFTAR ISI

KATA
PENGANTAR.............................................................................................
.........................................................
DAFTAR
ISI.................................................................................................................
.............................................................
BAB 1
PENDAHULUAN.......................................................................................
.......................................................
A. Latar
Belakang.................................................................................................
.........................................................
B. Rumusan
Masalah..................................................................................................
...............................................
C. Tujuan....................................................................................................
...............................................................................
BAB II PEMBAHASAN
......................................................................................................................
........................
A. Hipertensi
Essensial.................................................................................................
............................................
B. Hipertensi Karena Kehamilan
(PIH)..............................................................................................
C. Pre
Eklamsia.................................................................................................
................................................................
D. Eklamsia.................................................................................................
...........................................................................
BAB
III.................................................................................................................
..........................................................................
A. Kesimpulan............................................................................................
........................................................................
B. Saran.......................................................................................................
...............................................................................
DAFTAR
PUSTAKA...................................................................................................
...................................................

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
World Health Organzation (WHO) menyatakan setiap hari bahwa sebanyak 830
perempuan meninggal melahirkan terkait komplikasi. Angka Kematian Ibu (AKI)
adalah jumlah kematian ibu akibat dari proses kehamilan, persalinan dan pasca
persalinan per 100.000 kelahiran hidup. Di negara-negara berkembang kematian ibu
pada tahun 2015 adalah 239/100.000 kelahiran hidup versus 12/100.000 kelahiran
hidup di negara maju (WHO, 2015)
Di Indonesia, angka kematian ibu (AKI) masih tinggi. Angka kematian ini berkaitan
dengan kehamilan, persalinan,dan nifas. Bukan karena sebab lain. Berdasarkan Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2012, AKI sebesar 359 per
100.000 kelahiran hidup.AKI kembali menunjukakan penurunan menjadi 305
kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. (Kemenkes, 2015)
Dalam kajian UNICEF Indonesia seperti yang diungkapkan dalam buku Kesehatan
Masyarakat di Indonesia (tahun 2014) menyatakan bahwa setiap 1jam, satu wanita
meninggal dunia saat melahirkan atau akibat hal yang berhubungan dengan
kehamilan.Faktor yang manyebabkan kematian ibu secara garis besar yaitu faktor
yang berhubungan dengan komplikasi kehamilan, persalinan, nifas.Yaitu, perdarahan
(28)%,preeklamsia atau eklamsia (24%), infeksi (11%), persalinan macet (5%), dan
abortus (3%).(Astuti, 2017).
Hipertensi pada kehamilan merupakan penyakit tidak menular penyebab kematian
maternal. Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyakit kronis yang tidak
ditularkan dari orang ke orang. PTM diantaranya adalah hipertensi, diabetes, penyakit
jantung, stroke, kanker, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). PTM merupakan
penyebab kematian hampir 70% di dunia. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007 dan 2013, tampak kecenderungan peningkatan prevalensi
PTM seperti hipertensi, diabetes, stroke, dan penyakit sendi/rematik/encok. Fenomena
ini diprediksi akan terus berlanjut (Kemenkes RI, 2018).
Hipertensi masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia dengan jumlah penderita
lebih satu milyar orang. Data World Health Organization (WHO) tahun 2013
menunjukkan bahwa sekitar satu milyar orang penduduk dunia menderita hipertensi
dan angka tersebut akan semakin meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Prevalensi
hipertensi meningkat di negara-negara Afrika sebesar 46% dan lebih rendah di negara
maju sebesar 35% (WHO, 2013). Di Amerika Serikat prevalensi hipertensi 31%, laki-
laki lebih tinggi dibanding perempuan (39% dan 23%). Insidensi hipertensi meningkat
10% pada umur 30 tahun dan meningkat 30% pada umur 60 tahun (Kaplan and Rose,
2010).
Hipertensi merupakan faktor risiko utama peningkatan angka kesakitan dan kematian
karena penyakit kardiovaskular, serebrovaskular dan gagal ginjal tahap akhir (Sutter,
2017; Kaplan, 2015). Menurut data National Health and Nutrition Examination
Survey (NHANES) 2011-2012 sepertiga penduduk dewasa di Amerika Serikat adalah
penderita hipertensi, hampir separuhnya tidak terkontrol. Dengan kontrol tekanan
darah akan menurunkan insiden penyakit jantung koroner sebesar 20-25%, stroke 30-
35% dan payah jantung 50% (Sutter, 2017).
Hipertensi pada kehamilan sering terjadi dan merupakan penyebab utama kematian
ibu melahirkan, serta memiliki efek serius lainnya saat melahirkan. Hipertensi pada
kehamilan terjadi pada 5% dari semua kehamilan (Karthikeyan, 2015). Di Amerika
Serikat angka kejadian kehamilan dengan hipertensi mencapai 6-10 %, dimana
terdapat 4 juta wanita hamil dan diperkirakan 240.000 disertai hipertensi setiap tahun.
Hipertensi merupakan faktor risiko stroke dan insidennya meningkat pada kehamilan
dimana 15% kematian ibu hamil di Amerika disebabkan oleh pendarahan intraserebral
(Malha et al., 2018).
Kondisi ini memerlukan strategi manajemen khusus agar hasilnya lebih bagus.
Hipertensi pada kehamilan mempengaruhi ibu dan janin, dan dapat menyebabkan
morbiditas dan mortalitas ibu dan janin jika tidak dikelola dengan baik (Karthikeyan,
2015).
Hipertensi yang diinduksi kehamilan dianggap sebagai komplikasi obstetrik. Ada efek
maternal merugikan yang signifikan, beberapa menghasilkan morbiditas atau
kematian maternal yang serius. Namun, harus diingat bahwa kondisi ibu dengan
abrupsio plasenta, gagal ginjal akut, pendarahan intraserebral dan edema paru akan
memiliki efek buruk pada janin. Demi untuk keselamatan ibu perlu rencana untuk
melahirkan janin lebih awal. Kelahiran dini ini akan menyelamatkan ibu namun
meningkatkan risiko pada bayi. Kesulitan dokter kandungan adalah memutuskan
apakah melanjutkan kehamilan atau segera melahirkan (Coutts, 2007).
Hipertensi yang diinduksi kehamilan memiliki risiko lebih besar mengalami
persalinan premature, IUGR (intrauterine growth retardation), kesakitan dan
kematian, gagal ginjal akut, gagal hati akut, pendarahan saat dan setelah persalinan,
HELLP (hemolysis elevated liver enzymes and low platelet count), DIC
(disseminated intravascular coagulation), pendarahan otak dan kejang (Khosravi et al.,
2014; Mudjari and Samsu, 2015). Oleh karena itulah dokter obsetri dalam
penatalaksanaan hipertensi pada kehamilan harus melibatkan internis, kardiologis dan
nefrologis terutama apabila dijumpai kelainan target organ atau didapatkan hipertensi
akselerasi (Malha et al., 2018).
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dari Hipertensi Essensial?
2. Apa Pengertian dari Hipertensi Karena Kehamilan?
3. Apa Pengertian dari Pre Eklamsia?
4. Apa Pengertian dari Eklamsia?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari Hipertensi Essensial
2. Untuk mengetahui pengertian dari Hipertensi Karena Kehamilan
3. Untuk mengetahui pengertian dari Pre Eklamsia
4. Untuk mengetahui pengertian dari Eklamsia

BAB II
PEMBAHASAN
KEHAMILAN DENGAN HIPERTENSI
A. Hipertensi esensial
Hipertensi esensial adalah kondisi permanen meningkatnya tekanan darah dimana
biasanya tidak ada penyebab yang nyata. Kadanng-kadang keadaan ini dihubungkan
dengan penyakit ginjal, phaeochromocytoma atau penyempitan aorta, dan keadaan ini
lebih sering muncul pada saat kehamilan.
Wanita hamil dikatakan mempunyai atau menderita hipertensi esensial jika tekanan darah
pada awal kehamilannya mencapai  140/90 mmHg. Yang membedakannya dengan
preeklamsia yaitu factor-faktor hipertensi esensial muncul pada awal kehamilan, jauh
sebelum terjadi preeklamsia, serta tidak terdapat edema atau proteinuria.
Selama trimester ke II kehamilan tekanan darah turun di bawah batas normal, selanjutnya
meningkat lagi sampai ke nilai awal atau kadang-kadang lebih tinggi. Setelah UK 18
minggu lebih sulit hipertensi esensial dari pre eklamsia.
Penatalaksanaan:
Wanita dengan hipertensi esensial harus mendapat pengawasan yang ketat dan harus
dikonsultasikan pada dokter untuk proses persalinannya. Selama tekanan darah ibu tidak
meningkat sampai 150/90 mmHg berarti pertanda baik. Dia dapat hamil dan bersalin
normal tetapi saat hamil dianjurkan untuk lebih banyak istirahat dan menghindari
peningkatan berat badan terlalu banyak. Kesejahteraan janin dipantau ketat untuk
mendeteksi adanya retardasi pertumbuhan. Kehamilan tidak dibolehkan melewati aterm
karena kehamilan postterm meningkatkan risiko terjadinya insufisiensi plasenta janin.
Jika perlu, dapat dilakukan induksi apabila tekanan darah meningkat atau terdapat tanda-
tanda Intra Uterine Growth Retardation (IUGR).
Merupakan pertanda kurang baik jika tekanan darah sangat tinggi. Jika ditemukan
tekanan darah 160/100 mmHg, harus dirawat dokter di rumah sakit. Obat-obat
antihipertensi dan sedative boleh diberikan untuk mengontrol tekanan darah. Anamnesa
juga diperlukan untuk mengeluarkan ibu dari pre eklamsia. Kandungan catecholamine
atau vanilmandelic acid (VMA) biasanya diukur karena hipertensi yang berat mungkin
disebabkan karena Pheochromacytoma atau tumor pada ginjal.
Keadaan ibu mungkin berkembang menjadi Pre Eklamsia atau mengalami abrupsio
plasenta (plasenta Pecah); kadang-kadang gagal ginjal merupakan komplikasi. Jika
tekanan darah sangat tinggi, 200/120 mmHg atau lebih, mungkin terjadi perdarahan otak
atau gagal jantung.
Janin juga berisiko, karena kurangnya sirkulasi plasenta, yang dapat menyebabkan
kejadian Intra Uterine Growth Retardation (IUGR) dan hipoksia. Jika tekanan darah tidak
dapat dikendalikan atau terdapat tanda-tanda IUGR atau hipoksia, dokter dapat
menghindari risiko yang serius dengan mempercepat persalinan. Hal ini dapat dilakukan
dengan menginduksi persalinan, atau jika keadaan berbahaya atau lebih akut, atau
meningkat pada awal persalinan, persalinan dapat dilakukan dengan cara Sectio caesarea.
B. Hipertensi Karena Kehamilan (PIH)
Hipertensi yang ditimbulkan atau diperberat oleh kehamilan lebih mungkin terjadi pada
wanita yang :
a. Terpapar vili korialis untuk pertamakalinya
b. Terpapar vili korialis yang terdapat jumlah yang banyak seperti pada kehamilan
kembar atau mola hidatidosa
c. Mempunyai riwayat penyakit vaskuler
d. Mempunyai kecenderungan genetic untuk menderita hipertensi dalam kehamilan.
Kemungkinan bahwa mekanisme imunologis di samping endokrin dan genetic turut
terlibat dalam proses terjadinya pre-ekklamsia dan masih menjadi masalah yang
mengundang perhatian. Resiko hipertensi karena kehamilan dipertinggi pada keadaan di
mana pembentuka antibody penghambat terhadap tempat-tempat yang bersifat antigen
pada plasenta terganggu.
Preeklamsia mungkin lebih sering terdapat pada wanita dari keluarga yang tidak mampu;
namun bisa juga terjadi pada pada wanita denan ekonomi yang menengah ke atas. Bahkan
pengamatan menyebutkan bahwa makanan yang kurang mengandung protein sebagai
penyebab penurunan insiden eklamsia. Kehamilan juga menyebabkan wanita hamil
kekurangnan nutrisi. Seharusnya preeklamsia ditemkan pada multipara dari pada nulipara,
tetapi kenyataannya sama-sama dapat terjadi preeklamsia.
C. Pre Eklamsia
1) Pengertian
Pre-Eklamsi Adalah Penyakit dengan tanda-tanda Hipertensi, Oedema, dan
Proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini biasanya timbul pada
Triwulan ke-3 kehamilan tetapi dapat timbul sebelumnya, misalnya pada Mola
Hidatosa.
Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu daripada tanda-tanda lain. Untuk
menegakkan diagnosa Pre-Eklamsi kenaikan tekanan Sistolik harus 30 mmHg atau
lebih. Kenaikan tekanan Diagnostik lebih dapat dipercaya apabila tekanan Diastolik
meningkat 15 mmHg atau lebih atau menjadi 90 mmHg atau lebih. Pemeriksaan
tekanan darah dilakukan minimal 2x dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat.
Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda lain. Kenaikan sistolik harus
30 mm Hg atau lebih diatas tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai 140
mmHg atau lebih.
Edema ialah Penimbunan cairan secara umum dan berlebih dalam jaringan tubuh dan
biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari
tangan, dan muka. Oedema Pretribal yang ringan sering terjadi pada kehamilan biasa,
sehingga tidak berarti untuk penentuan Diagnosis Pre- Eklamsi. Kenaikan BB 1⁄2 kg
setiap minggu masih normal tetapi kalau kenaikan BB I kg atau lebih setiap minggu
beberapa kali, hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya
preeklamsia.
Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urin yang melebihi 0,3 g/lt dalam urin 24
jam atau pada pemeriksaan menunjukan 1 atau 2+ atau 1 gr/lt yang dikeluarkan
dengan jarak waktu 6 jam. Proteinuria timbul lebih lambat daripada hipertensi dan
kenaikan berat badan, karena itu harus dianggap yang cukup serius.
2) Patofisiologi
Pre-Eklamsi terjadi pada spasme pembuluh darah yang disertai dengan Retensi Garam
dan air. Pada Biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola Glomerolus. Pada
beberapa kasus, lumen arteriole sedemikian sempitnya sehingga nyata dilalui oleh
satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola di dalam tubuh mengalami spasme
maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan
perifer agar oksigen jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan
Edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan
intestinal belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam.
Proteinuria dapat disebabkan oleh Spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada
glomerolus.
3) Tanda Dan Gejala
Tanda-tanda Pre-Eklamsi biasanya timbul dalam urutan pertambahan berat badan
yang berlebihan, di ikuti oedema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada Pre-
Eklamsi ringan tidak ditemukan gejala-gejala subyektif, pada Pre-Eklamsi ditemukan
sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diploma, penglihatan kabur, nyeri di daerah
epigastrum, mual dan muntah-muntah.
Gejala-gejala ini sering di temukan pada Pre-Eklamsi yang meningkat dan merupakan
petunjuk bahwa Eklamsi akan timbul.
4) Perubahan Psikologi
Normotensive pada wanita hamil dihubungkan dengan perubahan cardiovascular
termasuk meningkatnya kerja jantung, volume darah dan cardiac output (Gant Et al
1973). Hal ini menyebabkan sel endothelia rusak sehingga perbandingan antara
vasodilator : vasocontricsi. Perbandingan ini disebabkan karena untuk menopang
hipertensi. Dengan adanya hipertensi bersama-sama dengan sel Endothelia rusak
mempengaruhi melalui pembuluh, sehingga terjadi kebocoran plasma dan rusaknya
pembuluh darah sehingga dihasilkan oedema kemudian menuju ke jaringan.
Pengurangan cairan ke intravaskuler disebabkan hypoluemia dan hemokonsentrasi
dan ini adalah reflek untuk meningkatnya haematrokit. Dalam kasus yang parah, paru-
paru dapat menjadi macet dengan adanya cairan dan berkembang menjadi oedema
pulmonary, oksigen rusak dan sehingga terjadi sianosis.
Dengan vasokontriksi dan disruption ke vascular endothelium menjadi coagulasi aktif.
Meningkatnya produksi trombositopenia dan responsible untuk Disseminated
Intravaskular Cougelation (DIC). Di ginjal, vasospasme menghasilkan arteriolus
menyebabkan pengurangan aliran darah menuju ke ginjal yang menjadikan hypoxia
dan oedema.
5) Klasifikasi Pre Eklamsia
Klasifikasi pre eklamsia dibagi menjadi 2 golongan :
a. Preeklamsia ringan
 Tekanan darah 140/90 mmHg atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih
(diukur pada posisi berbaring terlentang) atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau
lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2x pemeriksaan dengan
jarak
 Proteinuria 0,3 gr/lt atau 1+ atau 2+
 Edema pada kaki, jari, muka dan berat badan naik >1 kg/mg

b. Preeklamsia berat
 Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih
 Proteinuria, 5 gr/lt atau lebih
 Oliguria (jumlah urine < 500 cc per 2 jam
 Terdapat edema paru dan sianosis
 Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri di epigastrium
6) Etiologi
Penyebab preeklamsia secara pasti belum di ketahui, namun pre eklamsia sering
terjadi pada
Primigravida Tuanya kehamilan Kehamilan ganda
Prinsip pencegahan preeklamsia
Pencegahan/ANC yang baik: ukuran tekanan darah, timbangan berat badan,
ukur kadar proteinuria tiap minggu
Diagnosa dini/tepat: diet, kalau perlu pengakhiran kehamilan
7) Penanganan
a) Penanganan Pre-Eklamsi Ringan:
(1) Rawat Jalan
 Banyak istirahat ( berbaring tidur miring)
 Diet: cukup protein, rendah kaebohidrat, lemak, dan garam
 Sedative ringan (jika tidak bisa istirahat ) tablet Febobarbital 3x30 mg peroral
selama 2 hari
 Roboransia
 Kunjungan ulang tiap 1 mg
(2) Jika dirawat di Puskesmas atau Rumah Sakit:
 Pada Kehamilan Preterm (kurang dari 37 minggu)
 Jika Tekanan Darah mencapai normotensif selama perawatan persalinan
ditunggu sampai aterm
 Bila Tekanan Darah turun tetapi belum mencapai normotensif selama
perawatan maka kehamilannya dapat diakhiri pada kehamilan lebih dari 37
minggu
 Pada Kehamilan Aterm (lebih dari 37 minggu)
Persalinan ditunggu spontan atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi
persalinan pada taksiran tanggal persalinan.
(3) Cara Persalinan
Persalinan dapat dilakukan spontan bila perlu memperpendek kal II dengan bantuan
bedah obstetri.
b) Penanganan Pre-Eklamsi Berat di Rumah Sakit
(1) Penanganan Aktif:
Indikasi perawatan aktif ialah bila di dapatkan satu atau lebih keadaan ini pada
ibu:
 Kehamilan lebih dari 37 minggu
 Adanya tanda-tanda impending
 Kegagalan terapi pada perawatan konservatif
Pada Janin :
 Adanya Tanda-tanda Fetaldistres
 Adanya Tanda-tanda IUFD

D. Eklamsia
1) Definisi
Eklampsi merupakan serangan konvulsi yang biasa terjadi pada kehamilan, tetapi
tidak selalu komplikasi dari pre eklampsi.
Dalam sebuah konduksi studi nasional di UK pada tahun 1992, 38% dsari kasus
eklampsi tidak disertai dengan hipertensi dan protein urin (Douglas dan Redman
1994). Ini terjadi di UK sekitar 2000 kelahiran dan beresiko tinggi untuk ibu dan
janin. Douglas dan Redman (1994) menemukan bahwa satu dari 50 wanita dengan
eklampsi meninggal dan satu dari 14 bayi mereka juga meninggal. Di dunia luas,
50.000 wanita meninggal setelah menderita konvulsi eklampsi (Duley 1994) dan
berbagai pusat penelitian sekarang ini sedang berlangsung untuk mengetahui obat
yang cocok untuk mencegah dan mengatasi konvulsi.
Konvulsi dapat terjadi sebelum, selama, dan sesudah persalinan. Jika ANC dan Inc
mempunyai standar yang tinggi, konvulsi postpartum akan lebih sering terhindar. Ini
terjadi lebih dari 48-72 jam setelahnya. Monitor tekanan darah dan urin untuk
proteinuria harus dilakukan dan dilanjutkan selama periode postpartum.
2) Etiologi
Dalam eklampsi berat terdapat hipoksia serebral yang disebabkan karena spasme kuat
dan oedem. Hipoksia serebral menunjukkan kenaikan dysrhytmia serebral dan ini
mungkin terjadi karena konvulsi. Beberapa pasien ada yang mempunyai dasar
dysrhytmia serebral dan oleh karena itu konvulsi terjadi mengikuti bentuk yang lebih
kuat dari pre eklampsi.
Ada satu tanda eklampsi, bernama konvulsi eklampsi. Empat fasenya antara lain:
a. Tahap premonitory. Pada tahap ini dapat terjadi kesalahan jika observasi pada ibu
tidak tetap. Mata dibuka, ketika wajah dan otot tangannya sementara kejang.
b. Tahap Tonic. Hampir seluruh otot-otot wanita segera menjadi serangan spasme.
Genggamannya mengepal dan tangan dan lengannya kaku. Dia menyatukan gigi
dan bisa saja dia menggigit lidahnya. Kemudian otot respirasinya dalam spasme,
dia berhenti bernafas dan warnanyaberubah sianosis. Spasme ini berlangsung
sekitar 30 detik
c. Tahap klonik. Spasme berhenti, pergerakkan otot menjadi tersendat-sendat dan
serangan menjadi meningkat. Seluruh tubuhnyabergerak-gerak dari satu sisi ke
sisi yang lain, sementara terbiasa, sering saliva blood-strained terlihatb pada
bibirnya
d. Tahap Comatose. Wanita dapat tidak sadar dan mungkin nafasnya berbunyi.
Sianosis memudar, tapi wajahnya tetap bengkak. Kadang-kadang sadar dalam
beberapa menit atau koma untuk beberapa jam
3) Bahaya-Bahaya Eklampsi
a. Bagi ibu
Perbedaan konvulsi dan kelelahan, jika frekuensi berulang hati gagal berkembang.
Jika kenaikan hipertensi banyak, pada ibu dapat terjadi cerebral hemorrhage. Pasien
dengan oedem dan oliguria perkembangan paru-paru dapat bengkak atau gagal ginjal.
Inhalasi darah atau mucus dapat menunjukkan asfiksia atau pneumonia. Dapat terjadi
kegagalan hepar. Dari komplikasi-komplikasi ini dapat terjadi kefatalan. Angka
kematian ibu dari eklampsi di UK pada tahun 1991-1993 adalah 11. Dalam lebih dari
setengah terdapat kematian ibu dan hanya satu atau dua yang selamat.
b. Bagi janin
Dalam eklampsi antenatal janin dapat terpengaruh dengan ketidakutuhan plasenta. Ini
menunjukkan retardasi pertumbuhan intrauterine dan hipoksia. Selama sehat ketika
ibu berhenti bernafas supply oksigen ke janin terganggu, selanjutnya berkurang.
Angka kematian perinatal sebanyak 15%. Konvulsi intrapartum sangat berbahaya
untuk janin karena kenaikan hipoksia intra uterin yang disebabkan karena kontraksi
uterus.
c. Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin: Solusio plasenta
 Hipofibrinogen
 Hemolisis
 Perdarahan otak Kelainan mata Edema paru-paru Nekrosis hati Kelainan
ginjal Prematuritas
 Komplikasi lain (lidah tergigit, trauma, dan fraktur karena jatuh dan DIC
4) Gejala dan Tanda
Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya pre-eklamsi dengan
gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual, nyeri
epigastrium, dan hiperefleksia. Bila keadaan ini tidak segera diobati, akan timbul
kejangan, konvulsi eklamsi dibagi 4 tingkat yaitu :
a) Tingkat awal atau aura
Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 menit. Mata penderita terbuka tanpa melihat,
kelopak mata bergetar demikian pula tangannya dan kepala diputar ke kanan dan
ke kiri.
b) Tingkat kejangan tonik
Berlangsung lebih 30 menit, dalam tingkat ini seluruh otot menjadi kaku,
wajahnya kelihatan kaku, tangan menggenggam dan kaki membengkok ke dalam,
pernafasan berhent, muka menjadi sianotik, lidah dapat tergigit.
c) Tingkat kejangan klonik
Berlangsung 1-2 menit, spasmus tonik menghilang, semua otot berkontraksi dan
berulang-ulang dalam tempo yang cepat, mulut membuka dan menutup dan lidah
dapat tergigit lagi, bola mata menonjol, dari mulut keluar ludah yang berbusa aka
menunjukan kongesti dan sianosis. Penderita menjadi tak sadar, kejadian kronik
ini demikian hebatnya, sehingga penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya.
Akhirnya kejangan terhenti dan penderita menarik nafas secara mendengkur.
d) Tingkat koma
Lamanya koma tidak selalu sama. Secara perlahan-lahan penderita menjadi sadar
lagi, akan tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan baru yang
berulang, sehingga ia tetap dalam koma.
5) Penatalaksanaan Eklamsi
Jika pre eklampsi diketahui lebih awal dan ditangani lebih cepat, eklampsi akan lebih
sulit terjadi. Sangat jarang dimulai dan proses cepat terjadi eklampsi diantara
pemeriksaan antenatal yang biasa dan sering. Jika wanita berada di luar rumah sakit
saat terjadi konvulsi, paramedis harus segera dipanggil untuk memberikan
pertolongan pertama sebelum dibawa ke rumah sakit.
a) Penatalaksanaan selama konvulsi antara lain:
(1) Memelihara kebersihan jalan nafas
(2) Melindungi wanita dari luka-luka
Ibu harus miring ke satu sisi dan pergerakkan konvulsinya dapat ditekan dari semua
ini harus dilakukan sepelan mungkin dan tidak tergesa-gesa. Mulut dibersihkan dari
mucus dan darah dengan suction. Oksigen diberikan untuk kepentingan keduanya ibu
dan janin. Untuk pertolongan awal bantuan medis harus dipanggil.
b) Penatalaksanaan Selanjutnya Prinsip-prinsip pelaksanaan:
(1) Mengontrol konvulsi
Ini sangat penting untuk mengontrol konvulsi, terlebih lagi konvulsi pada wanita
memiliki resiko tinggi untuk hidupnya dan janinnya. Obat diberikan dengan segera
untuk mengurangi rangsangan sistem saraf. Obat yang dipilih untuk pengobatan
eklampsi adalah Magnesium Sulfat (Neilsen 1995;Lucas 1995)
 Magnesium Sulfat
Antikonvulsi yang efektif dan bereaksi cepat. Penemuan Collaborative
Eclampsi Trial, dipublikasikan pada tahun 1995, terbukti Magnesium Sulfat
lebih efektif mengurangi dan mencegah konvulsi eklampsi dibandingkan
dengan diazepam dab phenytoin (Eclampsia Collaborative Trial Group, 1995).
Wanita yang menerima Magnesium Sulfat memiliki resiko 52% lebih rendah
dari konvulsi dibandingkan diberi diazepam, dan 67% resiko lebih rendah
dibandingkan dengan phenytoin. Magnesium Sulfat direkomendasikan untuk
pengobatan untuk eklampsi.WHO sekarang merekomendasikan penggunaan
Magnesium Sulfat untuk pengobatan eklampsi dan memasukkannya ke dalam
Daftar Obat Esensial (WHO, 1995). Injeksi intravena 4-5 gr dalam 20%
pemberian, diikuti dengan infus 1-2 gr/jam.
 Injeksi intravena diazepam 10-40 mg diikuti dengan infus 20-80 mg dalam
500 ml dari 5% dextrose dengan rata-rata 30 tetes/menit.
 Obat lain yang digunakan seperti morfin, tribromoethanol (Avertin),
paraldehyde dan lytic cocktail (kombinasi dari pethidine, promethozin dan
chlorpromazine dalam infus intravena dextrose 5%) sekarang tidak
direkomendasikan phenytoine digunakan untuk mengobati epilepsy dan saat
ini ada pembaharuan pada penatalaksanaan pre eklampsi. Walaupuntidak
efektif dalam mengontrol eklampsi (The eclampsia Collaborative Trial Group,
1995) dan dianggap sebagai prophylactic dari pada metode pengobatan
(Howard 1993).

(2) Mengontrol tekanan darah


Tekanan darah dikontrol oleh sedatif dan menggunakan obat anti hipertensi seperti
hydralazine, hydrochloride (apresoline) 20 mg dengan injeksi intravena diikuti oleh
20-40 mg sebagai injeksi intravena, laju teratur menurut aliran darah. Pengobatan
diuretic diindikasikan ketika urin yang keluar kurang dari 20 ml/jam. Antibiotik
mungkin untuk mencegah infeksi paru-paru.
Tes biokimia untuk mengetahui fungsi ginjal, trombositopenia, enzim dalam hati
dapat dimonitor dengan memberi informasi tentang:
6) Penanganan Rujukan
a. Rujukan
(1) Kriteria rujukan
Eklamsi harus ditangani di Rumah Sakit, jika semua kasus eklamsi harus
segera di rujuk.
(2) Proses rujukan
Jelaskan bahaya / komplikasi eklamsi kepada kelurga pasien.
Rujuk pasien ke RS di sertai perawat yang mengantar dan surat rujukan
Sebelum merujuk dapat diberikan pengobatan awal sesuai dengan diagnosis
kasus, baik untuk mengatasi kejang ataupun untuk memberi obat anti
hipertensi. Bari O2 Pasang infus dengan cairan dekstrose 5% dengan
kecepatan 20 tetes / menit. Pasang kateter urine yang dipertahankan dan
kantong urine.
Pasang goedel atau sudip yang dilapisi kain kasa untuk melindungi gigi
tergigit lidah.
Keempat ekstrimitas di ikat tidak terlalu ketat agar pasien tidak terjatuh.
b. Penanganan eklamsi di RS
(1) Penanganan medisinal Obat anti kejang MgSo4
(2) Loading dose
4 g MgSO4 40% dalam larutan 10 cc intravena selama 4 menit
disusul 8 g IM MgSO4 40 % dalam laritan 25 nn diberikan pada bokong kiri
dan kanan masing-masing 4 gram.
(3) Maintenance dose
Tiap 6 jam diberikan lagi 4 gram IM MgSO4
(4) Dosis tambahan
Bila timbul kenjeng-kejang lagi maka dapat diberikan MgSO4 2 gram IV
selama 2 menit. Sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir
Dosis tambahan 2 gram hanya diberikan sekali saja. Bila setelah diberi dosis
tambahan masih tetap kejang maka berikan amobarita 3-5 m/kg BB IV pelan-
pelan.
7) PATOFISIOLOGI
Vasokonstriksi merupakan dasar pathogenesis PE-E. Vasokonstriksi menimbulkan
peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi. Adanya vasokonstriksi
juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan
endotel, kebocoran arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat endotel . selain itu
Hubel (1989) mengatakan bahwa adanya vasokonstriksi arteri spiralis akan
menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter yang selanjutnya akan
menimbulkan maladaptasi plasenta. Hipoksia /anoksia jaringan merupakan sumber
reaksi hiperoksidase lemak, sedanfkan proses hiperoksidasi itu sendiri memerlukan
peningkatan konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian akan mengganggu
metabolism di dalam sel peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak
jenuh yang menghasilkan hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan
radikal bebas. Apabila keseimbangan antara peroksidase terganggu, dimana
peroksidase dan oksidan lebih dominan, maka akan timbul keadaan yang di sebut
stess oksidatif.
Pada FE-E serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta menjadi sumber
terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal, serumnya
mengandung transferrin, iontembaga dan sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan
yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan sel
yang di lewati termasuk sel-sel endotel yang akan mengakibatkan rusaknya sel-sel
endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan mengakibatkan antara lain:
adhesi dan agregasi trombosit, gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap
plasma, terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat
rusaknya trombosit, produksi prostasiklin terhenti, terganggunya keseimbangan
prostasiklin dan tromboksan, terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh
peroksidase lemak.
8) jenis-jenis Preeklampsia
a) Preeklampsia Ringan
Preeklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proterinuria dan
atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah kelahiran. Gejala
ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas.
Penyebab preeclampsia ringan belum diketahui secara jelas. Penyakit ini di anggap
sebagai” maladaptation syndrome”akibat vasospasme general dengan segala
akibatnya.
Gejala klinis preeclampsia ringan meliputi:
(1) kenaikan tekanan darah sistol 30 mmHg atau lebih, diastole 15mmHg atau lebih
dari tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih atau sistol
140mmHg sampai kurang 160 mmHg, diastole 90 mmHg sampai kurang 110 mmHg ,
(2) Proteinuria: secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara kualitatif
positif 2 (+2),
(3) Edema pada pretibial, dinding abdomen, lumbosacral, wajah atau tangan.
Pemeriksaan dan diagnosis untuk menujang keyakinan bidan atas kemungkinan ibu
mengalami preeklamsia ringan jika di tandai dengan: kehamilan lebih 20 minggu,
kenaikan tekanan darah 140/ 90 mmHg atau lebih dengan pemeriksaan 2 kali selang 6
jam dalam keadaan istirahat ( untuk pemeriksaan pertama di lakukan 2 kali setelah
istirahat 10 menit). Edema tekan pada tungkai ( pretibial), dinding perut, lumbosacral,
wajah atau tangan, proteinuria lebih 0, 3 gr/ liter/24 jam, kualitatif +2.
Penanganan Preeklampsia ringan dapat di lakukan dengan dua cara tergantung gejala
yang timbul yakni:
(1). Penatalaksanaan rawat jalan pasien preeclampsia ringan, dengan cara:
ibu dianjurkan banyak istirahat (berbaring tidur/miring), diet: cukup protein, rendah
karbohidrat, lemak dan garam, pemberian sedative ringan: tablet phenobarbital 3x 30
mg atau diazepam 3x2 mg peroral selama 7 hari (atas instruksi dokter), roborantia,
kunjungan ulang setiap 1 minggu, pemeriksaan laboratorium : hemoglobin,
hemotokrit, trombosit, urin lengkap, asam urat darah, fungsi hati, fungsi ginjal.
(2). Penatalaksanaan rawat tinggal pasien preeclampsia ringan berdasarkan kriteria:
setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak menujnukan adanya perbaikan dari
gejala-gejala preeclampsia, kenaikan berat badan ibu 1 kg atau lebih perminggu
selama 2 kali berturut-turut (2minggu), timbul salah satu atau lebih gejala atau tanda-
tanda preeclampsia berat.
Bila setelah 1 minggu perawatan diatas tidak ada perbaikan maka preeclampsia ringan
dianggap sebagai preeclampsia berat. Jika dalam perawatan dirumah sakit suda ada
perbaikan setelah 1 minggu dan kehamilan masih preterm maka penderita tetap
dirawat selama 2 hari lagi baru dipulangkan. Perawatan lalu disesuaikan dengan
perawatan rawat jalan.
Perawatan obstetric pasien preeclampsia ringan:
1. Kehamilan preterm (kurang 37 minggu) bila desakan darah mencapai normotensive
selama perawatan, persalinan di tunggu sampai aterm, bila desakan darah turun tetapi
belum mencapai normotensive selama perawatan maka kehamilannya dapat diakhiri
pada umur kehamilan 37 minggu atau lebih.
2. Kehamilan aterm (37 minggu atau lebih). Persalinan ditunggu sampai terjadi onset
persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan persalinan pada taksiran tanggal
persalinan.
3. Cara persalinan: persalinan dapat dilakukan secara spontan bila perlu
memperpendek kala 11.
b) preeclampsia Berat
Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai timbulnya
hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/ atau edema pada
kehamilan 20 minggu atau lebih.
 Gejala dan tanda preeclampsia berat: tekanan darah sistolik>160 mmHg, tekanan
darah diastolic> 110 mmHg, peningkatan kadar enzim hati atau /dan icterus,
trombosit < 100.000/mm3, Oliguria <400 ml/ 24 jam, proteinuria > 3gr /liter,
nyeri epigastrium, skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal yang berat,
perdarahan retina, odem pulmonum.
Penyulit lain juga bisa terjadi, yaitu kerusakan organ-organ tubuh seperti gagal
jantung, gagal ginjal, gangguan fungsi hati, gangguan pembekuan darah, sindroma
HELLP, bahakan dapat terjadi kematian pada janin, ibu, atau keduanya bila pre-
eklampsia tidak segera diatasi dengan baik dan benar.
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeclampsia berat
selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi:
1. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi di tambah
pengobatan medical,
2. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan
medisinal.
(1). Perawatan Aktif, sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita
dilakukan pemeriksaan fetal assessment yakni pemeriksaan Nonstress test (NST)
Ultrasonograft (USG) , dengan indikasi (salah satu atau lebih)
Yakni:
(a) Ibu: Usia kehamilan 37 minggu atau lebih, adanya tanda-tanda
atau gejala impending eklampsia , kegagalan terapi konservatif yaitu setelah 6 jam
pengobatan meditasi terjai kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam perawatan
edicinal, ada gejala-gejala status (tidak da perbaikan).
(b) Janin :Hasil fetal assessment jelek (NST &USG). Adanya tanda intra uterin Growt
Retardation (IUGR).
(c) Hasil laboratorium : Adanya “HELP Syndrome”(hemolysis dan peningkatan
fungsi hepar, trombositopenia).
(2) Pengobatan medisinal pasien preeclampsia berat ( dilakukan dirumah sakit dan
atas instruksi dokter) yaitu:
Segera masuk rumah sakit, tirah baring miring kesatu sisi. Tanda vital diperiksa setiap
30 menit, refleks fatella setiap jam, infus dextrose 5 % dimana setiap 1 liter diselingi
dengan infus RL ( 60-125cc/ jam )500cc, berikan Antasida, diet cukup protein, rendah
karbohidrat, lemak dan garam, pemberian obat anti kejang :MgSO4 diuretikum tidak
diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif atau
edema anasaraka. Diberikan furosemide injeksi 40 mg/ IM.
(3) Antihipertensi diberikan bila: tekanan darah sistolis lebih 180 mmHg, diastolis
lebih 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg, sasaran pengobatan adalah tekanan
diastolis kurang 105 mmHg ( bukan kurang 90 mmHg ) karena akan menurunkan
perfusi plasenta, dosis antihipertensi sama dengan dosis antihiprtensi pada umumnya.
(4) Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan obat-obat
antihiprtensi parenteral ( tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai
5 ampul dalam 500cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.
(5) Bila tidak tersedia anti hipertensi parenteral dapat diberikan tablet anti hipertensi
secara sublingual diulang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal pemberian
sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral ( Syakib bakri, 1997).
(6) Pengobobatan jantung jika ada indikasinya yakni ada tanda-tanda menjurus payah
jantung, diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid D.
(7) Lain-lain :konsul bagian penyakit dalam/ jantung, maka obat-obat antipiretik
diberikan bila suhu rectal lebih 38,5 c dapat dibantu dengan pemberian kompres
dingin atau alcohol atau xylomidion 2cc IM, antibiotik diberikan atas indikasi.
Diberikan ampicillin 1 gr/ 6 jam /1v /hari, anti nyrri bila penderita kesakitan atau
gelisah karena kontraksi uterus. Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja,
selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Hipertensi pada kehamilan sering terjadi (6-10 %) dan meningkatkan risiko
morbiditas dan mortalitas pada ibu, janin dan perinatal. Pre- eklampsia/eklampsia
dan hipertensi berat pada kehamilan risikonya lebih besar.
Hipertensi pada kehamilan dapat digolongkan menjadi pre-eklampsia/ eklampsia,
hipertensi kronis pada kehamilan, hipertensi kronis disertai pre- eklampsia, dan
hipertensi gestational.
Pengobatan hipertensi pada kehamilan dengan menggunakan obat antihipertensi
ternyata tidak mengurangi atau meningkatkan risiko kematian ibu, proteinuria,
efek samping, operasi caesar, kematian neonatal, kelahiran prematur, atau bayi
lahir kecil. Penelitian mengenai obat antihipertensi pada kehamilan masih sedikit.

B. Saran
1. Bagi Masyarakat
a. Sebaiknya ibu merencanakan kehamilannya pada waktu yang tepat, yaitu 20-35
tahun.
b. Ibu hamil agar tidak melakukan aktivitas fisik yang terlalu berat.
c. Sebaiknya ibu hamil tidak terbebani oleh masalah-masalah yang dapat
menyebabkan stres.
d. Sebaiknya ibu menelusuri apakah dalam keluarganya terdapat riwayat
preeklamsia keluarga, agar dapat mencegah terjadinya preeklamsia.
e. Sebaiknya ibu menghindari paparan asap rokok di rumahnya maupun di
lingkungan tempat tinggalnya.
f. Bagi perokok, sebaiknya merokok dilakukan di tempat tersendiri agar tidak
membahayakan orang di sekitar, terutama ibu hamil.
2. Bagi Instansi Kesehatan
a. Pada saat pelaksanaan program kelas ibu hamil dan posyandu dapat
memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu hamil tentang pentingnya
mengurangi aktivitas fisik tinggi, mengurangi stres, memberikan konseling kepada
ibu tentang masalah-masalah yang dihadapi .
b. Melakukan penyuluhan tentang komplikasi pada masa kehamilan di lingkungan
kerja, seperti perusahaan-perusahaan atau industri rumah tangga, karena banyak
ibu hamil yang bekerja.
c. Melakukan penyuluhan secara berkelanjutan tentang bahaya paparan
DAFTAR PUSTAKA

Angsar, M.D., 2016. Hipertensi dalam Kehamilan Ilmu dalam Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. Edisi IV. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. pp 531-
59

JNPK-KR. Asuhan Persalinan Normal – Asuhan Esensial Persalinan. Edisi Revisi


Cetakan ke-3. Jakarta: JNPK-KR. 2007.

Manuaba, Ida Bagus Gde. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC. 2004.

Depkes, 2006, Standart Praktek Kebidanan, Depkes RI: Jakarta, hal 94-8. Hacker
Moore, 2002, Obsteri Essensial., EGC: Jakarta: Bab 26
Buku Acuan,Revisi 2007, Asuhan Persalinan Normal, JNPK-KR : Bab 6 Varney H.,
et al: Buku Ajar Asuhan Kebidanan Vol 2,.EGC: Bab 78
WHO, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan (2011). Panduan Asuhan
Intranatal. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai