Anda di halaman 1dari 23

PENDEKATAN SOSIAL BUDAYA DALAM PRAKTEK KEBIDANAN MENURUT

SASARANNYA YAITU PUS/WUS DAN KLIMAK TERIUM/MENAPAUSE


Dosen Pegampuh :
Yetty Yuniarty,M.Kes

DI
SUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
Dewi Sartika 20011222
Putri Asmaraatus sholeha(20011237)
Dara Mutia Alfin Nur 20011220
Irma syahri prasasti 20011229
Iis Rismawati 20011228
Dwi Nuryana 20011224
Fina Khoiriyatuzzulfa 20021227
Reni Puspita Sari (20011240)
Rachimah Afra Syadza (20011238)
Atri Rizky (20011218)
Tantri(20011245)

POLITEKNIK ‘AISYIYAH PONTIANAK


PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN
2021
Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami, sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah Ilmu Sosial Dan
Budaya yang Alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Pendekatan Sosial Budaya
dalam Praktek Kebidanan Melalui Pendekatan Pesantren”.Makalah ini berisikan informasi
tentang Pendekatan Ilmu Sosial Budaya Dalam Praktek Kebidanan Melalui Pendekatan .
Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi serta pengetahuan dan wawasan baru
tentang tema yang kita bahas diatas.Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.Akhir kata,kami sampaikan terimakasih
kepada semua pihak. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala urusan kita. Amin.

Pontianak, April 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR……………………………………………………………………..…..i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………...….ii

BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………………………..….1
1.1. LATAR BELAKANG…………………………………………………………..……1
1.2. TUJUAN…………………………………………………………………………..….2
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………..5
2.1 PENDEKATAN SOSIAL BUDAYA DALAM PRAKTEK KEBIDANAN
MENURUT SASARANNYA
………………………………………………………………………………………………...5
2.2 PUS/WUS ……….……………………………………………………………………6
2.3 KLIMAK TERIUM/MENAPAUSE. …….……………………...…………………..10
BAB III PENUTUP………………………………………………..………………………...17
3.1. KESIMPULAN……………………………………………………………………..17
3.2. SARAN…………………………………………………...………………………..17

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………....18
2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Aspek sosial dan budaya sangat mempengaruhi pola kehidupan manusia. Di era
globalisasi sekarang ini dengan berbagai perubahan yang begitu ekstrim menuntut semua
manusia harus memperhatikan aspek sosial budaya. Salah satu masalah yang kini banyak
merebak di kalangan masyarakat adalah kematian ataupun kesakitan pada ibu dan anak
yang sesungguhnya tidak terlepas dari faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di
dalam masyarakat dimana mereka berada.
Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi-
konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab- akibat antara makanan dan
kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan, seringkali membawa dampak baik
positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak.
Menjadi seorang bidan bukanlah hal yang mudah. Seorang bidan harus siap fisik maupun
mental, karena tugas seorang bidan sangatlah berat. Bidan yang siap mengabdi di
kawasan pedesaan mempunyai tantangan yang besar dalam mengubah pola kehidupan
masyarakat yang mempunyai dampak negatif tehadap kesehatan masyarakat. Tidak
mudah mengubah pola pikir ataupun sosial budaya masyarakat. Apalagi masalah proses
persalinan yang umum masih banyak menggunakan dukun beranak.
Ditambah lagi tantangan konkret yang dihadapi bidan di pedesaan adalah kemiskinan,
pendidikan rendah, dan budaya. Karena itu, kemampuan mengenali masalah dan mencari
solusi bersama masyarakat menjadi kemampuan dasar yang harus dimiliki bidan.
Untuk itu seorang bidan agar dapat melakukan pendekatan terhadap masyarakat perlu
mempelajari sosial-budaya masyarakat tersebut, yang meliputi tingkat pengetahuan
penduduk, struktur pemerintahan, adat istiadat dan kebiasaan sehari-hari, pandangan
norma dan nilai, agama, bahasa, kesenian, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan
wilayah tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1. menjelaskan dalam praktek kebidanan menurut sasarannya
2. Menjelaskan PUS/WUS
3, Mejelaskan KLIMAK TERIUM/MENAPAUSE

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dalam praktek kebidanan menurut sasarannya
2. Untuk mengetahui PUS/WUS
3. Untuk Mengetahui KLIMAK TERIUM/MENAPAUSE
BAB II
PEMBAHASAN
A. ASPEK SOSIAL BUDAYA TERHADAP KESEHATAN IBU HAMIL

1. BUDAYA TERHADAP KESEHATAN IBU HAMIL


BERIKUT BUDAYA ATAU KEBIASAAN YANG ADA DI DAERAH KENDAL
TERHADAP KESEHATAN IBU HAMIL:

Ibu hamil harus membawa benda tajam kecil seperti (gunting kuku, gunting lipat,
jarum bundel, dan lain-lain. Agar terhindar dari gangguan mahluk halus misal: setan, jin,
gendruo dan lain-lain.
Suami dari ibu hamil di larang membunuh hewan, Karena memiliki keyakinan akan
mengakibatkan cacat pada calon bayi Tidak boleh mengejek atau mencacimaki kekurangan
orang, Karena berkeyakinan akan terdapat kekurangan tersebut pada calon bayi.
Dilarang keluar malam, Dikhawatirkan ibu hamil di culik mahluk halus.
Mitos wanita hamil tidak boleh makan pisang yang dempet, nanti anaknya jadi kembar siam.

2.2 Aspek Sosial Terhadap Kesehatan Ibu Hamil

Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran masih diberlakukan juga
pada masa pasca persalinan. Pantangan ataupun anjuraan ini biasanya berkaitan dengan
proses pemulihan kondisi fisik misalnya, ada makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi
untuk memperbanyak produksi ASI; ada pula makanan tertentu yang dilarang karena
dianggap dapat mempengaruhi kesehatan bayi. Secara tradisional, ada praktek-praktek yang
dilakukan oleh dukun beranak untuk mengembalikan kondisi fisik dan kesehatan si ibu ,
Misalnya makan daun katuk agar air susu ibu bayi banyak, dan lain-lain.
2.3 Pengertian Pasangan Usia Subur (PUS)
Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami istri yang istrinya berumur antara 15
sampai dengan 49 tahun atau pasangan suami istri yang istri berumur kurang dari 15 tahun
dan sudah haid atau istri berumur lebih dari 50 tahun, tetapi masih haid (datang bulan)
(Kurniawati, 2014). PUS yang menjadi peserta KB adalah pasangan usia subur yang
suami/istrinya sedang memakai atau menggunakan salah satu alat atau cara kontrasepsi
modern pada tahun pelaksanaan pendataan keluarga. (BKKBN, 2011)
2.2 Perkembangan Program Keluarga Berencana dan Penggunaan Alat Kontrasepsi
Program Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu program pemerintah yang
diselenggarakan untuk membatasi kelahiran guna mengurangi pertumbuhan penduduk dan
menurunkan laju penduduk. Program KB diatur berdasarkan UU No 10 Tahun 1992 dan
disempurnakan lagi dengan terbitnya UU No 52 Tahun 2009. Program KB merupakan upaya
mengatur kelahiran anak, jarak, dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui
promosi, perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan
keluarga yang berkualitas (UU No 52, 2009). Tujuan dari program KB pada dasarnya yaitu
pengaturan kelahiran guna membangun keluarga sejahtera (Sulistyaningsih, 2013).
9
Awalnya pada tahun 1957, terbentuklah Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI)
yang merupakan organisasi sosial yang bergerak dalam bidang KB. Namun setelah adanya
perkembangan, program KB diambil oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) sebagai tindak lanjut dari UU No. 52 Tahun 2009 (Rismawati, 2015)
Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), angkakelahiran total
(Total Fertility Rate/TFR) secara nasional cenderung menurun dari 2,4 (SDKI 2002/2003
setelah revisi) menjadi sekitar 2,3 anak per perempuan usia reproduksi (SDKI 2007 setelah
direvisi). Penurunan TFR antara lain didorong oleh meningkatnya usia kawin pertama
perempuan dari sekitar 19,2 tahun pada tahun 2003, menjadi 19,8 tahun (SDKI,2007). Selain
itu juga disebabkan karena penurunan angka kelahiran menurut umur 15-19 tahun dari 35
menjadi 30 per 1000 perempuan.Dari aspek kualitas penduduk, program Keluarga Berencana
Nasional juga telah membantu meningkatkan kualitas dan kesejahteraan keluarga Indonesia
karena dengan dua atau tiga anak, setiap keluarga lebih dapat memenuhi hak-hak dasar anak-
anaknya (BKKBN, 2011)
Prevalensi pemakaian kontrasepsi (Contraceptive Prevalence rate/CPR) masih rendah dan
bervariasi antar provinsi, status ekonomi, tingkat pendidikan, dan desa-kota. Bila dilihat hasil
SDKI 2002-2003 dan 2007, CPR tidak memperlihatkan peningkatan yang berarti, yaitu
masing-masing dari 56,7% menjadi 57,4% (cara modern) dan dari 60% menjadi 61,4%
(semua cara). CPR terendah terdapat di Maluku sekitar 33,9 persen dan tertinggi di Bengkulu
sekitar 73,9 persen(BKKBN, 2011).
Di Indonesia penggunaan alat kontrasepsi cara modern berdasarkan survey SDKI 2007 dan
2012 tidak meningkat secara signifikan, yaitu dari sebesar 56,7%
10
pada tahun 2002 menjadi sebesar 57,4 % pada tahun 2007, dan pada tahun 2012 meningkat
menjadi sebesar 57,9%. Penggunaan alat dan obat Metode Kontrasepsi Jangka Pendek (non
MKJP) terus meningkat dari 46,5% menjadi 47,3%), sementara Metode Kontrasepsi Jangka
Panjang (MKJP) cenderung menurun, dari 10,9% menjadi 10,6. Rendahnya kesertaan KB
Pria, yaitu sebesar 2,0 persen (BKKBN, 2015).
Kebutuhan Ber-KB
Kebutuhan Ber-KB yang Terpenuhi
Pemenuhan kebutuhan ber-KB merupakan salah satu faktor penting dalam pengendalian
tingkat kelahiran. Indikator ini merupakan salah satu indikator penting dalam mengukur
keberhasilan program dalama memenuhi kebutuhan akan informasi dan pelayanan KB di
kalangan PUS. PUS yang mengikuti program KB dengan tujuan ingin mengatur jarak dan
jumlah kelahiran termasuk ke dalam kebutuhan ber-KB yang telah terpenuhi (BKKBN,
Kebutuhan Ber-KB yang Tidak Terpenuhi (unmet need KB)
Salah satu sasaran strategis BKKBN dalam memenuhi program KB yaitu menurunnya
kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmet need KB)(BKKBN, 2011). Unmet need KB
adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang tidak menginginkan anak, menginginkan anak
dengan jarak 2 tahun atau lebih tetapi tidak menggunakan alat kontrasepsi. Kelompok unmet
need merupakan sasaran yang perlu menjadi perhatian dalam pelayanan program
KB(Handrina, 2011). Dalam program KB di Indonesia, terjadi peningkatan unmet need dari
8,4% pada tahun 2002 menjadi 9,1% pada tahun 2007, padahal prevalensi pemakaian
kontrasepsimengalami peningkatan dari 60,3% pada tahun 2002 menjadi
11
61,4%pada tahun 2007.Oleh karena itu peningkatan persentase unmet need KB diIndonesia
perlu digali kembali apa yang menjadi penyebabnya(BKKBN, 2009). Berdasarkan SDKI
2007 dan 2012, total unmet need di Indonesia menurun dari 13% menjadi 11% .
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Ber-KB Pada PUS
Terjadinya unmet need pada pasangan usia subur merupakan salah satu sikap dan perilaku
dari pasangan tersebut dalam menggunakan alat kontrasepsi. Salah satu teori perilaku yaitu
Teori Precede-Proced yang dikembangkan oleh Lawrence Green pada tahun 1991.
Berdasarkan penelitian sebelumnya terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian
unmet need pada PUS. Namun terdapat pula faktor lain yang dapat mempengaruhi PUS untuk
tidak menggunakan alat kontrasepsi dan menjadi kelompok unmet need KB berdasarkan teori
perilaku. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan kedalam teori yang dikemukakan oleh
Lawrence Green (1991).
Faktor Predisposisi
a. Umur
Umur berperan sebagai faktor presdiposisi dalam hubungannya dengan pemakaian KB. Umur
berhubungan dengan struktur organ, fungsi fisiologis komposisi biokimiawi serta sistem
hormonal seorang wanita(Indira, 2009). Perbedaan fungsi fisiologis, komposisi biokimiawi
dan sistem hormonal akan mempengaruhi pemakaian kontrasepsi yang bermaksud untuk
menyelamatkan ibu dan anak akibat melahirkan pada usia muda, jarak kelahiran yang terlalu
dekat dan melahirkan pada usia tua. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh
Ulsafitri dan Nabila, 2015 tidak terdapat hubungan yang
12
signifikan antara umur responden dengan kejadian unmet need KB (p = 0,500 (p>0,05 ; OR =
0,67)(Ulsafitri & Nabila, 2015).
b. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah seseorang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa adanya pengetahuan, seseorang tidak akan
memiliki dasar dalam pengambilan sebuah keputusan serta menentukan tindakan maupun
solusi terhadap masalah yang dihadapi(Dwijayanti, 2008).Berdasarkan penelitian yang
pernah dilakukan terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan responden terhdapa
kejadian unmet need KB (p=0,0 (p<0,05) ; OR= 0,079) Selain itu, penelitian yang dilakukan
oleh Suseno 2011 menunjukkan bahwa variabel pengetahuan berpengaruh secara signifikan
antara pengetahuan dengan kejadian unmet need KB (p=0,049 (p<0,05) ; 95% CI = 1,004-
8,378).
Wanita Usia Subur (WUS)
Pengertian Wanita Usia Subur (WUS)
Wanita Usia Subur (WUS) adalah wanita yang masih dalam usia reproduktif
(sejak mendapat haid pertama dan sampai berhentinya haid), yaitu antara usia 15–
49 tahun, dengan status belum menikah, menikah, atau janda, yang masih
berpotensi untuk mempunyai keturunan (Novitasary, Mayulu, & Kawengian, 2013).
Wanita Usia Subur (WUS) merupakan wanita usia produktif merupakan wanita yang
berusia 15-49 tahun dan wanita pada usia ini masih berpotensi untuk mempunyai
keturunan.
Pada wanita, kurangnya aktifitas fisik sangat mempengaruhi kesehatannya.
Apalagi jika aktivitasnya kurang namun asupan makanan lebih banyak masuk, maka
akan menyebabkan penimbunan lemak yang akan mengakibatkan obesitas terjadi.
Masalah obesitas merupakan masalah yang sering terjadi pada Wanita Usia Subur
(WUS). WUS adalah wanita yang sudah menikah atau belum menikah yang berusia
15-45 tahun dan termasuk kelompok yang rawan sehingga harus selalu mendapat
perhatian (Depkes RI, 2010).
Obesitas banyak dialami oleh wanita usia subur karena pola makan yang tidak
seimbang sehingga menyebabkan status gizi seseorang berlebihan.Obesitas
abdominal pada wanita lebih tinggi (44,3%) daripada pria (4,7%) (Gotera, dkk.,
2006). Hasil survey Indeks Massa Tubuh (IMT) tahun 1995 – 1997 di 27 ibukota
7
propinsi menunjukkan bahwa prevalensi gizi lebih mencapai 6,8% pada laki-laki
dewasa dan 13,5% pada perempuan dewasa (Kurniawan, 2002).
Obesitas pada wanita dewasa banyak terjadi pada ibu rumah tangga.Faktor
yang mempengaruhi kejadian obesitas pada ibu rumah tangga diantaranya adalah
aktivitas fisik yang rendah. Penelitian yang dilakukan tahun 2014 pada 200 ibu
rumah tangga menyebutkan aktivitas fisik yang rendah menjadi faktor risiko
obesitas pada ibu rumah tangga. Meningkatkan aktivitas fisik 45-60 menit sehari
dapat mencegah kejadian obesitas. Setiap penurunan 1 poin dari skor penilaian
aktivitas fisik akan meningkatkan IMT sebesar 1,25 kg/m2 (Apriaty, 2015).
Obesitas
Pengertian Obesitas
Kata obesitas berasal dari bahasa latin: obesus, obedere yang artinya gemuk
atau kegemukan. Obesitas atau gemuk merupakan suatu kelainan atau penyakit
yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan.
Ditinjau dari segi klinis, obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh, yang
umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh
dan kadang terjadi perluasan kedalam jaringan organnya. Obesitas merupakan
salah satu bentuk salah gizi yang banyak dijumpai di antara golongan masyarakat
dengan sosial ekonomi tinggi. Menurut World Health Organization (WHO) 2015,
obesitas didefenisikan sebagai kumpulan lemak berlebih yang dapat mengganggu
kesehatan dengan Body Mass Index (BMI) ≥ 30 kg/m
Pengukuran Obesitas
Banyak metode yang dapat dilakukan untuk menentukan kriteria
overweight dan obesitas pada seseorang diantaranya adalah pengukuran Indeks
Massa Tubuh (IMT), tebal lemak bawah kulit, dan dengan menghitung rasio
lingkar pinggang terhadap lingkar panggul. Dalam hal ini, untuk menentukan
overweight dan obesitas dapat diketahui dengan menghitung indeks massa tubuh
yang merupakan indikator status gizi. Nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) dihitung
dengan menggunakan rumus :
Berat Badan (kg)
Indeks Massa Tubuh = ------------------------
( IMT ) Tinggi Badan (m)
2
WHO telah mendefenisikan sejumlah klasifikasi/kategori IMT yang dapat
mencerminkan risiko penyakit tertentu:
Tabel 2.2.2.1 Klasifikasi IMT Menurut WHO Tahun 2000
Kategori IMT (Kg/m2
)
Kurus (Underweight) < 18,5
Normal (ideal) 18,5-24,9
Berat Badan Lebih (Overweight) 25-29,9
Obesitas Tingkat I (Sedang) 30-34,9
Obesitas Tingkat II (Berbahaya) 35-39,9
Obesitas Tingkat III (Sangat berbahaya) ≤ 40,0
WHO, 2000
Sedangkan klasifikasi obesitas berdasarkan IMT untuk orang Asia menurut WHO
sebagai berikut:
Tabel 2.2.2.2 Klasifikasi Berat Badan berdasarkan IMT untuk orang Asia
Kategori IMT (Kg/m2
)
Kurus (Underweight) < 18,5
Normal (ideal) 18,5-22,9
Berat Badan Lebih
Resiko Obesitas(Normal) 23,0-24,9
Obesitas Tingkat I (Baik) 25,0-29,9
Obesitas Tingkat II (Buruk) 30,0
WHO, 2000
9
WHO (2014) mengemukakan batasan terhadap tingkat kegemukan dengan
menggunakan IMT, dimana berat badan dikatakan normal bila IMT 20,1-25 untuk
laki-laki dan 18,7-22,8 untuk perempuan. Bila IMT di atas 25 maka digolongkan
sebagai overweight dan bila di atas 30 dinyatakan sebagai obese. Seseorang
dikatakan kurus atau underweight bila IMT nya sekitar 18,5-20. Sedangkan bila IMT
nya 17,0-18,5 dinyatakan kurus dengan risiko tinggi terhadap infeksi.
Saat ini indeks massa tubuh (IMT) sudah digunakan untuk penentuan status
gizi pasien dewasa di beberapa rumah sakit seperti di RSCM (Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo). Dalam menentukan status gizi orang dewasa IMT ternyata sangat
sensitif untuk menentukan berat badan kurang, normal, dan lebih, baik pada lakilaki maupun
perempuan.
2.2.3 Jenis – Jenis Obesitas
Obesitas Berdasarkan Tempat Penimbunan Lemaknya
a. Obesitas Android (Tipe Apel)
Merupakan karakteristik obesitas pada laki-laki dengan ciri
abdomen besar, namun bagian paha dan pantat relatif kecil. Juga
dapat terjadi pada wanita menopause, yaitu bila lemak tertimbun di
tengah bagian atas tubuh (perut, dada, punggung, dan muka). Lemak
yang menumpuk pada tipe android sebagian besar merupakan lemak
jenuh yang mengandung sel-sel lemak yang besar, sehingga lebih
mudah mengalami metabolisme.
Menurut Vague, seorang peneliti dari Perancis, tipe android
mempunyai risiko lebih tinggi terhadap penyakit yang berhubungan
10
dengan metabolisme lemak dan glukosa, seperti penyakit diabetes
mellitus, jantung koroner, stroke, dan tekanan darah tinggi. Namun
kegemukan tipe ini lebih mudah untuk menurunkan berat badan
dibanding tipe ginoid asalkan melaksanakan diet dan olahraga dengan
disiplin.
b. Obesitas Ginoid (Tipe Pear)
Merupakan karakteristik dari obesitas pada wanita dengan ciri
abdomen kecil, namun bagian panggul atau pantat dan paha relatif
besar. Hal ini disebabakan karena sel-sel yang ada pada daerah
tersebut lebih banyak terdiri dari lipoprotein lipase.
Tipe ginoid lebih aman bila dibandingkan dengan tipe android,
sebab lebih kecil kemungkinan terserang penyakit yang berhubungan
dengan metabolisme lemak dan glukosa. Jenis timbunan lemaknya
adalah lemak tidak jenuh dengan ukuran sel lemaknya lebih kecil dan
lembek.
Gambar 2.2.3.1 Obesitas Berdasarkan Tempat Penimbunan Lemaknya
11
Obesitas Berdasarkan Kondisi Sel
a. Tipe Hiperplastik
Tipe hiperplastik merupakan kegemukan yang disebabkan oleh
jumlah sel lemak lebih banyak dibandingkan dengan kondisi normal.
Akan tetapi, ukuran sel lemak tersebut masih sesuai dengan ukuran sel
yang normal. Kegemukan tipe hiperplastik biasanya terjadi sejak masa
anak-anak dan sulit untuk diturunkan ke berat badan normal. Bila
terjadi penurunan berat tubuh sifatnya hanya sementara dan
kondisi tubuh akan mudah kembali ke keadaan semula.
b. Tipe Hipertropik
Kegemukan yang termasuk dalam tipe ini mempunyai jumlah
sel yang normal, tetapi ukuran sel lebih besar dari ukuran normal.
Kegemukan ini biasanya terjadi pada orang dewasa dan relatif lebih
mudah menurunkan berat tubuh dibanding tipe hiperplastik. Namun,
kegemukan tipe ini mempunyai risiko lebih mudah terserang
penyakit gula dan tekanan darah tinggi.
c. Tipe Hiperplastik-Hipertropik
Pada kegemukan tipe ini jumlah maupun ukuran sel yang terdapat
pada tubuh seseorang melebihi ukuran normal. Proses kegemukan
dimulai sejak masa anak-anak dan berlangsung terus hingga dewasa.
Mereka yang mengalami kegemukan tipe ini paling sukar menurunkan
berat tubuh. Dengan demikian, seseorang dengan tipe kegemukan
seperti ini paling mudah terserang berbagai penyakit degeneratif.
12
Obesitas Berdasarkan Tingkatan
a. Simple obesity (kegemukan ringan), merupakan kegemukan akibat kelebihan
berat tubuh sebanyak 20% dari berat ideal dan tanpa disertai penyakit
diabetes melitus, hipertensi, dan hiperlipidemia.
b. Mild obesity, merupakan kegemukan akibat kelebihan berat tubuh antara 20-
30% dari berat ideal yang belum disertai penyakit tertentu, tetapi sudah
perlu diwaspadai.
c. Moderat obesity, merupakan kegemukan akibat kelebihan berat tubuh
antara 30-60% dihitung dari berat ideal. Pada tingkat ini penderita termasuk
berisiko tinggi untuk menderita penyakit yang berhubungan dengan obesitas.
d. Morbid obesity, merupakan kegemukan akibat kelebihan berat tubuh dari
berat ideal lebih dari 60% dengan risiko sangat tinggi terhadap penyakit
pernapasan, gagal jantung, dan kematian mendadak. Sedangkan kegemukan
atau obesitas berdasarkan usia yaitu kegemukan masa bayi (infancy-onset
obesity), masa anak-anak (childhood-onset obesity), dan masa dewasa (adultonset obesity).
2.2.5 Komplikasi Obesitas
Hasil penelitian membuktikan bahwa kegemukan dan obesitas menimbulkan
banyak masalah dan memperbesar risiko seseorang terserang penyakit degeneratif
(penyakit yang timbul akibat ada perubahan atau kerusakan tingkat seluler
yang meluas ke jaringan yang sama). Beberapa penyakit yang disebabkan oleh
obesitas, antara lain : hipertensi, diabetes mellitus, kanker, dan penyakit jantung
koroner.

B. KLIMAKTERIUM ATAU MENOPAUSE

Seiring dengan bertambahnya usia, setiap wanita akan mengalami  proses peralihan dari
masa reproduksi ke masa tua (senium).  Peralihan ini dikenal dengan masa klimakterium.  
Masa ini terdiri dari beberapa fase, yakni :
•    Pra menopause adalah suatu masa  yang berlangsung sekitar 4-5 tahun sebelum
menopause, ditandai dengan adanya keluhan perdarahan  yang tidak teratur.
•    Menopause adalah masa dimana menstruasi berhenti secara permanen, sekurang-
kurangnya satu tahun. Pada umumnya, menopause terjadi pada usia antara 45 – 55 tahun.
Rata –rata terjadi pada usia 51 tahun.
•    Pasca menopause adalah suatu masa yang berlangsung 3 – 4  tahun setelah menopause.
Dalam praktek sehari-hari, istilah klimakterium tidak populer digunakan, masa klimakterium
ini sering kali disamakan dengan masa menopause.
Kata menopause berasal dari bahasa Yunani, yakni mensis (= bulan), dan poresis  (=
berhenti), yang artinya berhentinya menstruasi oleh karena hilangnya fungsi ovarium. Masa
menopause (klimakterium) adalah suatu masa peralihan dalam kehidupan wanita, dimana
ovarium (indung telur) berhenti menghasilkan sel telur, aktivitas menstruasi berkurang dan
akhirnya berhenti dan pembentukan hormon wanita (estrogen dan progesteron) berkurang.
Menopause sebenarnya terjadi pada siklus menstruasi yang terakhir. Tetapi kepastiannya baru
diperoleh jika seorang wanita sudah tidak mengalami siklus menstruasi selama minimal 12
bulan.
Biasanya ketika mendekati masa menopause, lama dan banyaknya darah yang keluar pada
siklus menstruasi cenderung bervariasi, tidak seperti biasanya.
Pada beberapa wanita, aktivitas menstruasi berhenti secara tiba-tiba, tetapi biasanya terjadi
secara bertahap (baik jumlah maupun lamanya) dan jarak antara 2 siklus menjadi lebih dekat
atau lebih jarang. Ketidakteraturan ini bisa berlangsung selama 2-3 tahun sebelum akhirnya
siklus berhenti.
Penyebab menopause
Sejalan dengan pertambahan usia, ovarium menjadi kurang tanggap terhadap rangsangan
oleh Luteinizing hormone dan Follicle Stimulating Hormone, yang dihasilkan oleh kelenjar
hipofisa. Akibatnya ovarium melepaskan lebih sedikit estrogen dan progesteron dan pada
akhirnya proses ovulasi (pelepasan sel telur) berhenti.
Menopause dini adalah menopause yang terjadi sebelum usia 40 tahun. Kemungkinan 
penyebabnya adalah faktor keturunan, penyakit autoimun dan rokok.
Menopause buatan terjadi akibat campur tangan medis yang menyebabkan berkurangnya
atau berhentinya pelepasan hormon oleh ovarium. Campur tangan ini bisa berupa
pembedahan untuk mengangkat ovarium atau untuk mengurangi aliran darah ke ovarium
serta kemoterapi atau terapi penyinaran pada panggul untuk mengobati kanker. Histerektomi
(pengangkatan rahim) menyebabkan berakhirnya siklus menstruasi, tetapi selama ovarium
tetap ada hal tersebut tidak akan mempengaruhi kadar hormon dan tidak menyebabkan
menopause.
Gejala menopause
Gejala-gejala dari menopause disebabkan oleh perubahan kadar estrogen dan progesteron.
Karena fungsi ovarium berkurang, maka ovarium menghasilkan lebih sedikit
estrogen/progesteron dan tubuh memberikan reaksi. Estrogen bertanggung jawab terhadap
pembentukan lapisan epitel pada rongga rahim. Selama masa reproduktif, pembentukan
lapisan rahim diikuti dengan pelepasan dinding rahim pada setiap siklus menstruasi.
Berkurangnya kadar estrogen pada menopause menyebabkan tidak terjadinya pembentukan
lapisan epitel pada rongga rahim.
Gejala menopause biasanya berbeda pada tiap wanita. Beberapa orang mungkin
mengalami perubahan pada fisik dan psikisnya, tetapi berat ringannya gejala sangat
bervariasi. Beberapa wanita hanya mengalami sedikit gejala, sedangkan wanita yang lain
mengalami berbagai gejala yang sifatnya ringan sampai berat. Hal ini adalah normal.
Berkurangnya kadar estrogen secara bertahap menyebabkan tubuh secara perlahan
menyesuaikan diri terhadap perubahan hormon, tetapi pada beberapa wanita penurunan kadar
estrogen ini terjadi secara tiba-tiba dan menyebabkan gejala-gejala yang hebat. Hal ini sering
terjadi jika menopause disebabkan oleh pengangkatan ovarium.
Beberapa gejala menopause yang dapat terjadi adalah :
•    Menstruasi yang tidak teratur.
Biasanya terjadi pada masa pra menopause, yang ditandai dengan makin jarangnya
mengalami menstruasi, atau bahkan  sering menstruasi ( siklus haid memendek). Pada masa
ini, beberapa wanita masih ada kemungkinan hamil, sampai mereka betul-betul memasuki
masa menopause.
•    Hot Flashes
Gejala ini hampir selalu dirasakan tiap wanita yang mengalami menopause. Rasa panas
menyebar di seluruh tubuh, tetapi yang tersering ialah daerah wajah dan dada. Biasanya rasa
panas ini disertai dengan warna kulit kemerahan dan keringat yang berlebihan.
Hot flashes dialami oleh sekitar 75% wanita menopause. Kebanyakan hot flashes dialami
selama lebih dari 1 tahun dan 25-50% wanita mengalaminya sampai lebih dari 5 tahun.
•    Keringat malam
Terkadang rasa panas disertai dengan keringat pada malam hari. Ini       menyebabkan wanita
yang mengalaminya sering terbangun  dan sulit untuk       tidur lagi.
•    Vagina menjadi kering dan gatal karena penipisan jaringan pada dinding vagina sehingga
dapat timbul nyeri atau iritasi pada saat berhubungan badan (dyspareunia). Perubahan pada
vagina juga memudahkan terjadinya infeksi.
•    Saluran kemih (urethra)  menjadi kering dan kurang elastis, sehingga mudah terjadi
infeksi saluran kemih dan rasa tidak puas saat berkemih.
•    Mudah lelah ( fatique), perubahan mood,  dan mudah tersinggung.
•    Pusing, kesemutan dan palpitasi (jantung berdebar).
•    Hilangnya kendali terhadap kandung kemih (beser).
•    Perubahan pada tekstur kulit. Kulit tidak elastis lagi dan mulai muncul keriput. Ini
diakibatkan jaringan kolagen yang makin berkurang akibat menurunnya kadar estrogen.
Efek Menopause Lanjut
Menopause selain dapat menimbulkan gejala-gejala seperti diatas, dapat juga menimbulkan
efek lanjutan terhadap fisik wanita, diantaranya adalah :
•    Osteoporosis (pengeroposan tulang)
Pada keadaan menopause lanjut, kecepatan remodeling tulang tidak sebanding dengan
kecepatan resorpsi tulang yang masih lebih cepat. Akibatnya, wanita pada usia 60 tahun
keatas mudah mengalami fraktur. Resiko tinggi terjadinya osteoporosis ditemukan pada
wanita yang:
1.  Kurus
2.  merokok
3.  mengkonsumsi alkohol secara berlebihan
4.  mengkonsumsi kortikosteroid
5.  memiliki asupan kalsium yang rendah
6.  jarang berolah raga
•    Resiko menderita penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis meningkat, dikarenakan
penurunan kadar estrogen. Penurunan kadar estrogen menyebabkan meningkatnya kadar
kolesterol LDL (kolesterol jahat) dan menurunnya kadar kolesterol HDL (kolesterol baik).
Terapi Menopause
Menopause pada dasarnya merupakan suatu keadaan normal, dan bukan penyakit yang
membutuhkan obat. Tetapi, bilamana gejala-gejala yang timbul mempengaruhi kualitas hidup
wanita, sebaiknya diterapi. Adapun terapi menopause ialah dengan terapi hormon yang
mengandung estrogen atau gabungan hormon estrogen dan progesteron ( progestin).
Terapi hormon digunakan untuk mengontrol gejala-gejala menopause sehubungan dengan
penurunan kadar estrogen. Namun, dari penelitian  Women’s Health Initiate (WHI) yang
dilakukan oleh National Institutes of Health, wanita yang mendapat terapi hormon estrogen
dan progesteron dapat meningkatkan resiko terjadinya serangan jantung, stroke, dan kanker
payudara. Sampai sekarang, hal ini masih kontroversial.

Pola Hidup Sehat Pada Masa Menopause


Beberapa gejala dan efek dari menopause dapat dikurangi dengan cara mengatur pola
hidup yang sehat. Olahraga yang teratur dan rutin dapat membantu mencegah penyakit 
jantung koroner dan osteoporosis. Selain itu, nutrisi yang seimbang serta tidak adanya
kebiasaan merokok dapat menurunkan resiko terjadinya penyakit jantung.

Periode klimakterium adalah salah satu fase krusial dalam perjalanan hidup seorang wanita.
Dalam fase ini, Anda akan mengalami berbagai perubahan yang alamiah dan tidak
terhindarkan, termasuk penurunan kondisi kesehatan.
Klimakterium adalah periode kehidupan wanita yang dimulai ketika fungsi rahim mengalami
penurunan dan berakhir ketika rahim benar-benar tidak berfungsi lagi secara alamiah.
Mayoritas orang mengenal periode ini dengan sebutan ‘masa menopause’, padahal
menopause sendiri merupakan salah satu tahapan dalam klimakterium.Berdasarkan
definisinya, periode klimakterium terbagi atas 3 tahap, yakni fase pramenopause, menopause,
dan pascamenopause. Masing-masing tahapan klimakterium memiliki ciri yang khas dan
kadang kala dibarengi dengan munculnya masalah kesehatan, seperti osteoporosis
Ketiga tahap yang dimaksud dalam klimakterium adalah:
1. Pramenopause
Dalam fase pertama klimakterium ini, menstruasi Anda belum berhenti, hanya saja akan
datang secara tidak beraturan. Misalnya, Anda bisa saja datang bulan setiap 30 hari, tapi kali
ini berlangsung 60 hari sekali atau bahkan lebih.Mayoritas wanita mengalami pramenopause
di usia 47 tahun, tapi bisa juga lebih awal atau lebih lambat dari acuan tersebut. Meski fungsi
rahim sudah mulai menurun karena menstruasi yang tidak teratur ini, Anda secara teori masih
bisa hamil.
2. Menopause
Fase ini ditandai dengan keluarnya menstruasi terakhir dalam hidup Anda. Meskipun
demikian, Anda kemungkinan tidak akan menyadari sudah masuk masa menopause hingga
satu tahun setelah haid terakhir, mengingat haid yang tidak teratur sebelumnya.
3. Pascamenopause
Tahap akhir dari klimakterium adalah pascamenopause, yakni tepat satu tahun setelah
mengalami haid terakhir dan Anda sudah tidak mungkin lagi hamil. Salah satu hal terpenting
yang perlu diingat pada fase ini adalah keluarnya darah dari vagina, untuk setiap penyebab,
bukanlah hal normal sehingga Anda wajib langsung memeriksakan diri ke dokter.

Gejala saat memasuki klimakterium


Gejala yang akan Anda alami saat memasuki fase klimakterium bisa berbeda untuk setiap
wanita. Namun, biasanya tanda klimakterium adalah berupa:
 Menstruasi tidak beraturan

Menstruasi bisa lebih panjang, lebih pendek, lebih deras, atau bahkan seperti
tersendat. Jika mengalami jeda haid lebih dari 60 hari, kemungkinan besar Anda
sedang memasuki masa praimenopause.

 Hot flash dan gangguan tidur

Hot flash pada masa klimakterium adalah munculnya perasaan panas di dalam tubuh
secara intens dan tiba-tiba. Hot flash bisa mengakibatkan gangguan tidur, tapi sulit
tidur juga dapat muncul tanpa hot flash. Kondisi ini akan makin intens saat memasuki
tahap menopause.

 Perubahan mood

Gampang marah, sering sedih tiba-tiba, dan stres bisa terjadi mulai pada masa
pramenopause, karena perubahan hormonal di dalam tubuh.

 Perubahan perilaku seksual


Cairan vagina berkurang, gairah seksual menurun, begitu pula dengan tingkat
kesuburan karena merosotnya level hormon estrogen.

Masalah kesehatan yang mengintai saat klimakterium

Hal paling mencolok yang terjadi pada fase klimakterium adalah penurunan level
hormon estrogen di dalam tubuh manusia. Saat hormon ini berkurang drastis ketika
Anda mencapai tahap pascamenopause, maka keseimbangan tubuh juga akan
terganggu yang mengakibatkan lebih rentan mengalami masalah kesehatan.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Di masing-masing daerah terdapat adat istiadat sosial budaya, Dalam praktek


tradisional, memang ada banyak hal yang tak jarang dikaitkan dengan mitos-mitos
dan sedikit berbau tahayul. Namun demikian kita tidak perlu menyikapinya dengan
antipati, Petiklah hal-hal positif yang tentu saja tidak merugikan terhadap kesehatan
ibu hamil. Ibu hamil berbeda dengan ibu yang biasanya, karena mereka mempunyai
sifat yang berlebih, seperti emosi yang tidak biasa, oleh karena itu ibu hamil harus
diperhatikan supaya ibu dan anak dalam kandungannya sehat.

Terpenting adalah jangan sampai lambat laun kita melupakan warisan


kekayaan tradisi asli daerah kita terutama di Indonesia ini, Jangan lupa tetap periksa
teratur selama kehamilan baik pada dokter kandungan, bidan maupun tenaga
kesehatan agar mendapat bimbingan yang benar dalam menjaga kesehatan selama
hamil.

3.1 SARAN

1. Bagi mahasiswa dapat lebih mempelajari tentang aspek sosial buadaya terhadap
kesehatan ibu hamil.

2. Bagi pemberi asuhan, guna memberikan asuhan yang memperhatikan


tentang aspek sosial buadaya terhadap kesehatan ibu hamil..

3. Bagi klien sebaiknya lebih terbuka dengan pemberi asuhan, sehingga

dapat menyampaikan keluhan atau kondisi kesehatannya tanpa ada

rasa malu atau canggung dan percaya pada pemberi asuhan bahwa

tindakan yang dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.

DAFTAR PUSAKA

Ana,S.2010,Trimester Pertama Kehamilan Anda,Bukubiru, Yogyakarta

Dinas Kesehatan Kota Binjai, 2012, Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Departemen
Kesehatan RI , Jakarta.

Eva dkk, 2010 , Kesehatan Reproduksi Wanita ,Trans Info Media, Jakarta.

Fauziah,2008, Mitos - mitos Tentang Kehamilan,Jurnal Kesehatan

Indonesia,2729072009_20.pdf(SECURED), di akses tanggal 5 Mei 2014


Hesty dkk, Konsep Perawatan Kehamilan Etnis Bugis

Pada Ibu Hamil Di Desa Buareng Kecamatan Kajuara Kabupaten Bone, 2013, jurnal
penelitian di akses tanggal 20 januari 2014

Wahit dkk, 2012 , Ilmu Sosial Budaya Dasar kebidanan ,

EGC ,Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai