Disusun Oleh:
Nurul Hikmah Erwin
NIM 216100802047
Pembimbing :
LAPORAN KASUS
KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU
Disusun Oleh:
Nurul Hikmah Erwin
NIM 216100802047
Diajukan untuk Memenuhi Tugas di SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya / FK UPR
Pembimbing :
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Kehamilan Ektopik Terganggu”. Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi
sebagian tugas bagi mahasiswa Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi
RSUD dr. Doris Sylvanus/Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya.
iii
DAFTAR ISI
COVER ........................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1.Latar Belakang........................................................................... 1
1.2.Tujuan Penulisan ....................................................................... 2
BAB II LAPORAN KASUS ....................................................................... 3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 13
2.1.Definisi ...................................................................................... 13
2.2.Epidemiologi ............................................................................. 13
2.3.Etiologi ...................................................................................... 13
2.4.Faktor Risiko ............................................................................. 14
2.5.Patofisiologi ............................................................................... 15
2.6.Jenis-Jenis Lain Kehamilan Ektopik ......................................... 16
2.7.Tanda Gejala .............................................................................. 17
2.8.Diagnosis ................................................................................... 19
2.9.Tatalaksana ................................................................................ 22
2.10.Prognosis ................................................................................. 27
BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................. 28
BAB V KESIMPULAN .............................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 30
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Sekitar lebih dari 95,5% kehamilan ektopik berada dalam tuba fallopi, sedangkan
sisanya berimplantasi di ovarium, rongga peritoneum, atau di serviks. 4 Terjadinya kehamilan
ektopik tersering akibat sel telur yang sudah dibuahi dalam perjalanannya menuju endometrium
tersedat sehingga embrio berkembang sebelum mencapai endometrium rongga uterus,
kemudian embrio akan tumbuh di luar rongga rahim. ketika ruang tempat embrio tersebut
berimplantasi tidak dapat menyesuaikan diri dengan besarnya embrio yang berkembang, akan
terjadi ruptur, hal ini disebut kehamilan ektopik terganggu.5
Kehamilan ektopik sebenarnya memiliki proses yang sama dengan kehamilan normal
pada umumnya dari pembuahan sampai implantasi. Hanya saja kehamilan ektopik terjadi,
dikarenakan beberapa faktor yang menghambat embrio
1
2
Gejala klinis pada kehamilan ektopik ditemukannya trias klinik klasik yaitu amenore,
nyeri abdomen, perdarahan intraabdomen dan atau pervagina. Akan tetapi tidak ada gejala yang
pasti yang menunjukan seseorang mengalami kehamilan ektopik. Sehingga untuk menegakkan
diagnosis kehamilan ektopik perlu menggabungkan temuan klinis, pemeriksaan ultrasonografi,
dan pemeriksaan laboratorium.7
Diagnosis yang tepat dan segera perlu dilakukan untuk permulaan terapi dan
mengurangi terjadinya komplikasi kehamilan ektopik yaitu pecahnya tuba yang dapat
menyebabkan perdarahan dan bahkan kematian.6
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui mengenai Kehamilan Ektopik terkhususnya kejadian
Kehamilan Ektopik Terganggu secara keseluruhan.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada hari Senin, 24 Mei 2022 dengan pasien sendiri (auto-
anamnesis) di ruang Cempaka RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
Identitas pasien
Nama : Ny. S
Usia : 25 tahun
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Suku : Dayak
Alamat : Jl.Tingang II
Nama : Tn. MA
Usia : 35 tahun
Pendidikan : S1
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
3
4
Suku : Dayak
Pasien datang ke igd dengan keluhan nyeri dibagian seluruh perut sejak pagi sekitar jam
05.00 WIB. Pasien juga mengeluh merasa sangat lemas dan pusing sejak jam 11.00 WIB.
Pasien mengaku mengalami kehamilan sejak bulan Februari (13 Februari 2022), pasien
melakukan pemeriksaan kehamilan menggunakan alat test pack. Pada awal bulan Mei pasien
mengalami keluarnya flek darah dari jalan lahir, kemudian pasien melakukan pemeriksaan
USG di Bidan W pada tanggal 07 Mei 2022 dan didapatkan hasil rahim pasien bersih, dan
pasien mengalami keguguran. Namun, pasien tidak merasakan adanya keluar gumpalan dari
jalan lahir sebelum melakukan pemeriksaan USG tersebut.
Pasien mengatakan tidak pernah mengalami hal serupa. Riwayat ISPA (+), penyakit
jantung (-), hipertensi (-), hepar (-), diabetes melitus (-), anemia (-), alergi (-), HIV (-).
Menarche : 12 tahun
Dismenorea : (-)
Tanda Vital :
TD : 70/40 mmHg
N : 138x/menit
Rr : 24x/menit
Spo2 : 97%
Suhu : 36,6 C
Pemeriksaan generalis
Pemeriksaan ginekologis
Palpasi : nyeri tekan abdomen (+) regio suprapubic, iliaca dextra, dan sinistra
Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada tanggal 19-20 Mei 2022 dan didapatkan hasil
sebagai berikut :
Tabel 2.1
Tanggal pemeriksaan
Parameter Nilai rujukan
19/05/2022 (13:17:04)
7
Tanggal pemeriksaan
Parameter Nilai rujukan
19/05/2022 (20:17:15)
Hemoglobin 10.5 10.5 – 18.0 g/dL
Leukosit 16.07 4.50 – 11.00 10^3/uL
Hematokrit 28.0 37.0 – 48.0 %
Trombosit 320 150 – 400 10^3/uL
Tanggal pemeriksaan
Parameter Nilai rujukan
20/05/2022 (00:14:52)
Hemoglobin 9.3 10.5 – 18.0 g/dL
Leukosit 15.41 4.50 – 11.00 10^3/uL
Hematokrit 24.8 37.0 – 48.0 %
Trombosit 282 150 – 400 10^3/uL
Tanggal pemeriksaan
Parameter Nilai rujukan
20/05/2022 (06:03:31)
Hemoglobin 8.3 10.5 – 18.0 g/dL
Leukosit 9.15 4.50 – 11.00 10^3/uL
Hematokrit 24.4 37.0 – 48.0 %
Trombosit 238 150 – 400 10^3/uL
• Tampak gestasional sac berukuran 1,21cm x 1,6cm x 1,84cm di adnexa kiri dengan
fetal notch (-) dengan vaskularisasi perilesi (+).
• Tampak blood clot di cavum pelvis dan cul de sac posterior.
• Kesan : Menyokong gambaran KET di adnexa kiri
2.4 Follow Up
• IGD (19/05/2022)
S: Pasien datang ke igd dengan keluhan nyeri dibagian seluruh perut sejak pagi
sekitar jam 05.00 WIB. Pasien juga mengeluh merasa sangat lemas dan pusing
sejak jam 11.00 WIB. Pasien mengaku mengalami kehamilan sejak bulan
Februari (13 Februari 2022), pasien melakukan pemeriksaan kehamilan
menggunakan alat test pack. Pada awal bulan Mei pasien mengalami keluarnya
flek darah dari jalan lahir, kemudian pasien melakukan pemeriksaan USG di
Bidan W pada tanggal 07 Mei 2022 dan didapatkan hasil rahim pasien bersih, dan
pasien mengalami keguguran. Namun, pasien tidak merasakan adanya keluar
gumpalan dari jalan lahir sebelum melakukan pemeriksaan USG tersebut.
O : Kesadaran apatis, tekanan darah 70/40 mmHg, nadi 138 x/menit, respiratory rate
24 x/menit, suhu 36,6oC dan SPO2 96%. Konjungtiva tampak anemis, CRT > 2
detik,
A: G4P3A0 usia kehamilan 11-12 minggu + Susp. KET + Anemia
P: O2 NK 2-4 lpm, guyur NaCl 0,8%1000 cc, injeksi omeprazol 40 mg, injeksi
ondansentron 8 mg, SP Norepinephrine mulai dosis 0.05 mcg/kgBB/mnt, pasang
NGT, injeksi antrain 1 gram, rencana USG cito di Radiologi
Siang : Kesadaran cm, tekanan darah 105/72 mmHg, nadi 98x/menit, respiratory
rate 20 x/menit, suhu 37oC dan SPO2 99%. NGT cairan berwarna Hijau (+).
Siang : Bedrest total 24jam, IVFD ta-ka RL drip tramadol, ta-ki transfusi 2 kolf
PRC, SP Norephineprine dihentikan, injeksi cefotaxime 2x1 gram, injeksi
ketorolac 3x30 mg, observasi cairan NGT hingga berwarna jernih, cek HB post
transfusi.
O: Kesadaran cm, tekanan darah 113/76 mmHg, nadi 97x/menit, respiratory rate 18
x/menit, suhu 36,5oC dan SPO2 99%, NGT cairan berwarna jernih. Hb post 2 kolf
PRC 8,5 g/dL, Leukosit 11.260
Siang : Terapi lanjut (IVFD ta-ka RL drip tramadol, injeksi cefotaxime 2x1 gram,
injeksi ketorolac 3x30 mg), Transfusi 1 kolf (kolf ke 3), Mobilisasi duduk.
Malam : Sedia 1 kolf PRC (kolf ke -4), terapi ganti ke obat oral, pindah ruangan
biasa
O: Kesadaran cm, tekanan darah 113/76 mmHg, nadi 97x/menit, respiratory rate 18
x/menit, suhu 36,5oC dan SPO2 99%, NGT cairan berwarna jernih. Hb post 2 kolf
PRC 8,5 g/dL, Leukosit 11.260
Siang : Terapi lanjut (IVFD ta-ka RL drip tramadol, injeksi cefotaxime 2x1 gram,
injeksi ketorolac 3x30 mg), Transfusi 1 kolf (kolf ke 3), Mobilisasi duduk.
Malam : Sedia 1 kolf PRC (kolf ke -4), terapi ganti ke obat oral, pindah ruangan
biasa, lanjut transfusi kolf ke 4 besok pagi
O: Kesadaran cm, tekanan darah 112/90 mmHg, nadi 68x/menit, respiratory rate
20 x/menit, suhu 36,1oC dan SPO2 99%, NGT cairan berwarna jernih.
P: Pagi : Transfusi kolf PRC ke 4, cek Hb post 4 kolf PRC 11,6 g/dL, Leukosit
11.00
Siang : BLPL
1. Abortus
12
1. Resusitasi cairan
2. Perbaikan KU
3. Penghentian perdarahan
4. Transfusi darah
5. Observasi peningkatan Hb
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.3. Etiologi
Pada tiap kehamilan sel telur dibuahi di tuba fallopi dan akan migrasi menuju
edometrium uterus. Akan tetapi jika dalam perjalanannya mengalami hambatan atau tersendat
13
14
pada saat masih berada di tuba, sehingga pada saat implantasi sel telur masih berada pada tuba
fallopi. Semua faktor yang menyebabkan terjadinya hambatan tersebut menjadi etiologi
kehamilan ektopik.5
1. Kerusakan Tuba
a. Riwayat pembedahan tuba. Hal ini berkaitan dengan perubahan anatomis dari tuba. Data
yang diperoleh dari penelitian di Jerman menyatakan bahwa pembedahan menyebabkan
peningkatan besar dalam risiko kehamilan ektopik. Sebuah studi baru memperkirakan
bahwa wanita dengan kerusakan tuba 2,5-3 kali lebih berisiko terkena kehamilan
ektopik. Pembedahan tuba untuk mengatasi infertilitas juga termasuk, hal ini terkait
dalam pemakaian ART (Assisted Reproductive Technology). Dimana studi yang
dilakukan Clayton menyatakan bahwa ART menyebabkan peningkatan endometriosis
sebesar 1,3 kali. Endometriosis sendiri juga merupakan faktor risiko terjadinya
kehamilan ektopik.10
b. Riwayat infeksi pada tuba. Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan
lumen tuba menyempit atau buntu.5 Perlekatan tuba akibat salpingitis, infeksi pasca
abortus atau masa nifas mungkin meningkatkan risiko kehamilan ektopik. Satu kali
serangan salpingitis dapat diikuti oleh kehamilan ektopik pada 9 persen wanita.1
c. Kelainan edometriosis tuba atau diventrikel saluran tuba yang bersifat kongenital. Selain
itu adanya tumor di sekitar saluran tuba, misalnya mioma uteri yang menyebabkan
perubahan bentuk dan patensi tuba.5
2. Abnormalitas zigot. Apabila zigot tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar,
maka zigot akan tersendat dalam perjalanannya pada saat melalui tuba, kemudian terhenti
dan tumbuh di saluran tuba.5
3. Faktor ovarium. Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang
kontralateral, dapat membutuhkan waktu yang lebih panjang sehingga kemungkinan
terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.5
4. Faktor hormonal. Pada pil KB yang mengandung progesteron dapat mengakibatkan gerakan
tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat menyebabkan terjadinya kehamilan
ektopik.5 Kontrasepsi implant yang berisi progesterone dapat meningkatkan kehamilan
15
ektopik karena progesterone menganggu pergerakan silia di saluran tuba fallopi yang
membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi.9
5. Pemakain IUD. Proses peradangan yang dapat timbul pada endometrium dan endosalping
dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.5 Selain itu perubahan suasana
endometrium, infiltrasi leukosit ke dalam rahim, dan akumulasi makrofag yang ditimbulkan
oleh AKDR dapat menimbulkan kehamilan ektopik.11
6. Faktor umur. Sebagian besar wanita mengalami kehamilan ektopik pada usia 20 - 40 tahun
dengan usia rata-rata 30 tahun. Seiring dengan bertambahnya usia ibu, kesempatan
terjadinya kehamilan ektopik meningkat 4 kali lebih tinggi pada wanita dengan usia 35 tahun
keatas, hal ini berkaitan dengan proses penuaan dan penurunan fungsi organ reproduksi
yang dialami seiring dengan bertambahnya usia.12
7. Faktor asap rokok. Kehamilan ektopik meningkat sebesar 1,6-3,5 kali pada wanita yang
merokok. Hal ini disebabkan karena asap rokok menyebabkan penundaan masa ovulasi. 2
Selain itu dari beberapa penelitian mengatakan adanya efek dari merokok terhadap fungsi
tuba fallopi. Pengaruh yang diakibatkan merokok adalah perubahan lingkungan tuba fallopi
yang mendukung untuk terjadinya implantasi embrio, selain itu adanya ketidakseimbangan
antara regenerasi sel silia dengan kematian sel silia.13
8. Jejas luka sesar. Kehamilan pada bekas luka sesar merupakan kehamilan ektopik yang
sangat jarang terjadi, namun akibat bertambahnya angka kelahiran secara sesar maka
kejadian ini semakin meningkat (saat ini tercatat 1/2000 kehamilan normal). Pada kasus ini,
ovum yang telah dibuahi berimplantasi di myometrium pada bekas luka sesar sebelumnya.
Walaupun patofisiologi kehamilan pada bekas luka sesar belum jelas, namun kemungkinan
dapat disebabkan karena menembusnya blastosis ke dalam miometrium di hari pertama
melalui lesi mikroskopik.14
1. Ruptur tuba
Produksi konsepsi yang menginvasi dan membesar di tuba fallopi dapat
menyebabkan ruptur tuba fallopi. Sebagai patokan, jika terjadi ruptur tuba pada beberapa
minggu pertama, kehamilan terletak pada bagian ismus tuba. Jika ovum yang dibuahi
berimplantasi jauh di dalam bagian interstisium, maka ruptur biasanya terjadi belakangan.
Ruptur biasanya spontan, akan tetapi sebagian terjadi setelah koitus atau pemeriksaan
bimanual. Biasanya sering dijumpai gejala hipovolemia.1
2. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini penderita
tidak mengeluh apa-apa, hanya saja haidnya terlambat untuk beberapa hari.5
3. Abortus tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh vili
korialis pada dinding tuba tempat implantasi, dapat melepaskan hasil konsepsi dari dinding
tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. pelepasan ini dapat terjadi
sebagian atau seluruhnya, bergantung pada derajat perdarahan yang timbul. Bila pelepasan
menyeluruh, embrio dengan selaputnya dikeluarkan ke dalam lumen tuba dan kemudian
didorong oleh darah ke arah ostium tuba pars abdominalis. Frekuensi abortus dalam tuba
bergantung pada lokasi implantasi. Abortus ke lumen tuba lebih sering terjadi pada
kehamilan pars ampularis, sedangkan penembusan dinding tuba oleh vili korialis ke arah
peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars ismika.5
Pada abotus yang pelepasan embrionya tidak sempurna, perdarahan akan terus
berlangsung. Perdarahan yang terus berlangsung akan menyebabkan tuba membesar dan
kebiruan (hematosalping), dan selanjutnya darah akan mengalir ke ronga perut melalui
ostium tuba dan akan berkumpul di kavum Douglasi. 15
2. Kehamilan ovarial
17
Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis dapat ditegakan atas 4
kriteria dari spiegelberg, yakni tuba pada sisi kehamilan harus normal, kantong janin harus
berlokasi di ovarium, kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovari
proprium, jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong janin.
Akan tetapi kriteria tersebut sukar untuk dipenuhi karena kerusakan jaringan ovarium,
pertumbuhan trofoblas yang luas, dan perdarahan menyebabkan topografi kabur, sehingga
pengenalan implantasi permukaan ovum sukar ditentukan dengan pasti. Diagnosis
seringkali dibuat setelah pemeriksaan histopatologi. Pada kehamilan ovarial biasanya
ruptur pada kehamilan muda dengan akibat perdarahan dalam perut. Hasil konsepsi dapat
juga mengalami kematian sebelumnya, sehingga tidak terjadi ruptur.5,15
3. Kehamilan servikal
Riwayat kuret merupakan faktor predisposisi kehamilan servikal, ditemukan lebih
dari 2/3. Selain itu, tindakan in vitro fertilization (IVF) dan riwayat seksio sesarea
sebelumnya juga meningkatkan risiko. Gejala biasanya perdarahan pervagina tanpa adanya
rasa nyeri. Pada umunya serviks mengalami pembesaran, hiperemis atau sianosis.
Diagnosis awal ditegakkan dengan observasi kantong kehamilan disekitar serviks saat
melakukan pemeriksaan USG. Jika kehamilan terus berlangsung, serviks akan membesar
dan ostium uteri eksternum terbuka sebagian. Kehamilan ini jarang lebih dari 12 minggu
dan biasanya diakhiri secara operatif oleh perdarahannya. Paalman dan McElin (1959)
membuat kriteria klinik kehamilan serviks, yakni ostium uteri internum tertutup, ostium
uteri eksternum terbuka sebagian, seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoserviks, terjadi
perdarahan uterus setelah fase amenorea tanpa disertai rasa nyeri, serviks lunak, membesar
dapat lebih besar dari fundus uteri.5,15
mengalami keguguran. Gejala dan tanda kehamilan ektopik sering samar, atau bahkan tidak
ada. Pada umunya penderita menunjukan gejala hamil muda ditandai oleh keterlambatan haid
dan diikuti oleh perdarahan pervagina, dan mungkin merasa nyeri sedikit di perut bagian bawah
yang tidak seberapa sehingga dapat dihiraukan.1,5
Jika terjadi ruptur pada tuba atau tempat lain, pasien biasanya mengalami nyeri hebat
mendadak yang berlokasi di abdomen bawah sering dirasakan sebagai nyeri yang tajam,
menusuk, atau merobek. Pasien juga mengalami syok, vertigo hingga pingsan (sinkop).1
Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu. Pada ruptur tuba
nyeri abdomen bawah terjadi tiba-tiba dan terus menerus dengan disertai perdarahan yang
menyebabkan pasien pingsan dan syok.5
Perdarahan pervagina merupakan tanda penting pada kehamilan ektopik terganggu. Hal
ini menunjukan kematian janin, dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan desidua.
Perdarahan yang berasal dari uterus biasanya tidak banyak dan berwarna coklat tua. 5
Amenorea merupakan tanda penting pada kehamilan ektopik, walaupun pasien sering
menyebutkan tidak jelasnya ada amenorea, karena gejala dan tanda kehamilan ektopik
terganggu bisa langsung terjadi beberapa saat setelah terjadinya implantasi pada saluran tuba
yang kemudian disusul dengan ruptur tuba karena embrio berkembang melebihi kapasitas
ruang tuba. Lamanya amenorea bervariasi bergantung pada kehidupan janin. Sebagian pasien
tidak mengalami amenorea karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya. 5
Selain itu dijumpai nyeri tekan pada palpasi abdomen, dan pemeriksaan dalam
bimanual, terutama penggoyangan serviks menyebabkan nyeri hebat. Forniks posterior vagina
mungkin menonjol karena darah berkumpul di cavum douglas. Darah dalam rongga perut dapat
merangsang nyeri bahu dan leher.1
3.8. Diagnosis
Diagnosis pasti kehamilan ektopik secara USG jika ditemukan adanya kantong gestasi
berisi embrio atau janin hidup yang letaknya di luar endometrium kavum uteri. Hanya saja
gambaran Cuma ditemukan pada 5-10% kasus, dikarenakan gambaran USG kehamilan ektopik
sangat bervariasi dan sebagain besar kasus kehamilan ektopik tidak memberikan gambaran
yang spesifik.5
Diagnosis pada kehamilan ektopik yang belum terganggu sangat sukar, sehingga
sebagian besar penderita mengalami abortus tuba atau ruptur tuba sebelum keadaan menjadi
jelas. Bila mendapat dugaan pasien mengalami kehamilan ektopik yang belum terganggu,
penderita harus segera dirawat rumah sakit. Untuk mempertajam diagnosis, maka tiap
perempuan dalam masa reproduksi yang datang ke fasilitas kesehatan dengan keluhan nyeri
perut bagian bawah atau kelainan haid, kemungkinan kehamilan ektopik harus dipikirkan. Pada
umunya dengan anamnesis teliti dan pemeriksaan yang cermat diagnosis dapat ditegakkan,
meskipun alat bantu penunjang seperti ultrasonografi, laparoskopi, dan kuldosentesis masih
diperlukan.5
Tes kehamilan secara cepat dan akurat sangat penting dalam mengevaluasi wanita
dengan keluhan yang mengarah pada kehamilan ektopik. Uji-uji kehamilan serum dan urine
yang saat ini ada dan menggunakan metode enzyme-linked immunosornent assays (ELISA)
untuk β-hCG cukup sensitif untuk kadar 10 sampai 20 mIU/mL dan positif pada lebih 99 persen
kehamilan ektopik. Pada usia kehamilan 6-7 minggu, kadar β-hCG serum meningkat dua kali
lipat pada kehamilan intrauterine normal setiap 48 jam. Serum β-hCG yang peningkatanya
<50% mengkonfirmasi adanya kehamilan nonviable. Dalam praktik saat ini, sebagian unit
kesehatan menggunakan nilai minimum antara 50% atau 66% untuk peningkatan β-hCG
selama 48 jam yang dapat diterima pada kehamilan normal. Peningkatan yang ≤66% dijumpai
20
pada 85% kehamilan ektopik. Akan tetapi, hasil negatif β-hCG tidak menyingkirkan
kemungkinan kehamilan ektopik, karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas
menyebabkan produksi human chorionic gonadotropin menurunsehingga menyebabkan hasil
tes negatif.1,4,5,6
Pengukuran progesteron serum satu kali sudah dapat digunakan untuk menetapkan
bahwa kehamilan berkembang normal dengan tingkat kepercayaan tinggi. Pasien dengan
kehamilan intrauterine normal memiliki kada progesteron serum lebih dari 20 ng/mL (rata-rata
30,9 ng/mL) Nilai yang melebihi 20 ng/mL menyingkirkan kehamilan ektopik dengan
sensitivitas 92,5 persen. Sedangkan semua pasien dengan kehamilan ektopik memiliki
progesteron level kurang dari 15 ng/mL (rata-rata 5,7 ng/mL). Nilai kurang dari 5 ng/mL hanya
ditemukan pada 0,3 persen kehamilan normal. Karena itu jika nilai <5 ng/mL menandakan
kehamilan intrauterus dengan janin meninggal atau adanya kehamilan ektopik. Berbeda dengan
β-hCG, kadar progesteron serum stabil untuk kehamilan 8 sampai 10 minggu pertama.1,4
Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi beberapa penanda baru untuk
mendeteksi kehamilan ektopik. Penanda ini mencakup vascular endothelial growth factor
(VEGF). VEGF adalah factor angiogenetik kuat yang bertindak sebagai modulator
pertumbuhan vaskuler, remodeling, dan permeabilitas di endometrium serta selama
perkembangkan pembuluh darah di embrio, yang semuanya merupakan proses penting yang
terkait dengan implantasi dan plasentasi normal. Pada penelitian yang dilakukan Daponte,dkk
menggambarkan kosentrasi VEGF serum meningkat pada wanita dengan kehamilan ektopik
(227,2 pg/ml) dibandingkan dengan kehamilan intrauterine abnormal (107,2 pg/ml).
Daponte,dkk kemudian menyimpulkan bahwa konsentrasi serum VEGF mungkin merupakan
penanda yang baik untuk kehamilan ektopik dan menyarankan 174 pg/ml sebagai nilai batas
untuk kehamilan ektopik. Penanda ini belum dapat digunakan secara klinis.1,4
Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum
Douglasi ada darah. Cara ini sangat berguna dalam membantu membuat diagnosis kehamilan
ektopik terganggu. Serviks ditarik menuju simfisi dengan tenakulum, dan dilakukan insersi
jarum ukuran 16 atau 18 melalui forniks vagina posterior ke dalam kavum Douglasi. Jika ada,
cairan dapat diaspirasikan tetapi jika tidak ditemukan cairan tidak menyingkirkan kehamilan
ektopik.1,5
dengan frekuensi tinggi (>7 MHz), pencitraan ini dilakukan setelah pasien disuruh berkemih
dahulu. Pencintraan ini memungkinkan untuk mengevaluasi lebih rinci rongga edometrium.
Sonografi transvagina juga memberikan lebih detail penilaian ovarium dan struktur adneksa
lainnya. Diagnosis didasarkan visualisasi positif kehamilan ekstrauterin.4,7
Gambar 3.2 Algoritme yang dianjurkan untuk evaluasi seorang wanita yang dicurigai
kehamilan ektopik.1
3.9. Tatalaksana
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Dalam tindakan,
beberapa hal perlu diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu, kondisi penderita saat itu,
keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik, kondisi anatomis
organ pelvis pasien, fasilitas bedah setempat dan, kemampuan teknik bedah mikro dokter
operator. Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada
kehamilan tuba, atau dapat dilakukan pembedahan konservatif dalam arti hanya dilakukan
23
salpingostomi tuba. Apabila kondisi pasien buruk, miasalnya keadaan syok, lebih baik
salpingektomi. Hanya sedikit studi yang dilakukan untuk membandingkan bedah laparotomi
dengan laparoskopik. Hajenius,dkk melakukan studi untuk membandingkan bedah laparotomi
dengan laparoskopik dan temuan mereka diringkaskan sebagai berikut: 1,5
1. Tidak terdapat perbedaan signifikan dalam patensi tuba secara keseluruhan setelah
salpingostomi yang dilakukan pada laparoskopi second-look.
2. Setiap metode memiliki persentase diikuti oleh kehamilan intrauterus berikutnya dengan
jumlah yang sama.
3. Kehamilan ektopik berikutnya jarang terjadi pada wanita yang diterapi secara laparoskopis,
meskipun angka secara statistik tidak bermakna.
4. Laparoskopi memerlukan waktu operasi yang lebih singkat, dan lebih sedikit menyebabkan
perdarahan, tidak memerlukan analgesik yang banyak, perawatan inap lebih singkat, dan
biaya laparoskopi lebih murah.
Berdasarkan data yang telah terkumpul, kasus-kasus semula yang ditangani dengan
laparotomi-misalnya, kehamilan tuba atau kehamilan interstisium yang mengalami ruptur,
dapat dengan aman diatasi dengan laparoskopi. Bedah tuba dianggap konservatif jika tuba
diselamatkan. Contohnya salpingostomi, salpingotomi. Bedah radikal didefinisikan sebagai
salpingektomi. Bedah konservatif dapat meningkatkan angka keberhasilan kehamilan uterus
berikutnya.1
1. Pembedahan
a. Salpingostomi
Tindakan ini digunakan untuk mengangkat kehamilan kecil yang panjangnya
biasanya <2cm dan terletak di sepertiga distaltuba uterina. Dibuat sebuah insisi 10mm
sampai 15mm dengan kauter jarum unipolar di tepi antimesenterik di atas kehamilan.
Hasil konsepsi biasanya akan menyembul dari insisi dan mudah dikeluarkan atau
dibilas dengan irigasi tekanan tinggi yang dapat menghilangkan jaringan trofoblastik
secara lebih bersih. Perdarahan ringan dikontrol dengan elektrokoagulasi atau laser, dan
hasil insisi dibiarkan tanpa dijahit agar sembuh dengan secondary intention. Tingkat
keberhasilan salpingostomi adalah 92% dan kasus kegagalan dapat dikelola dengan
pemberian metotreksat. Pengukuran β-hCG serial harus terus dilakukan sampai tidak
terdeteksi untuk memastikan tidak adanya trofoblas persisten. Trofoblas persisten
terjadi akibat pengangkatan jaringan trofoblas yang tidak sempurna. Kadang-kadang
methotrexate dosis profilaksis (1 mg/m2) diberikan pascaoperasi. Dalam suatu studi
24
indikasi kehamilan ektopik. Hasil dari studi tersebut melaporkan angka kegagalan 1,5
persen jika konsentrasi β-hCG serum awal <1000 mIU/mL; kegagalan 5,6 persen pada
β-hCG 1000-2000 mIU/mL; 3,8 persen pada β-hCG 2000-5000 mIU/mL; dan 14,3
persen pada β-hCG 5000 sampai 10.000 mIU/mL.1
b. Ukuran kehamilan ektopik. Meskipun data ini kurang akurat namun banyak uji klinis
terdahulu menggunakan “ukuran besar” sebagai kriteria ekslusi. Lipscomb, dkk
melaporkan angka keberhasilan 93 persen dengan methotrexate dosis tunggal jika
massa kehamilan ektopik <3,5cm, dibandingkan dengan angka keberhasilan antara 87
persen sampai 90 persen pada kehamilan ektopik >3,5cm.1
Pada kebanyakan penelitian, dosis methotrexate intramuskular adalah 50 mg/m 2.
Meskipun terapi dosis tunggal lebih mudah diberikan dan dipantau daripada terapi dengan
dosis bervariasi tetapi cara ini mungkin menghasilkan angka kegagalan yang lebih tinggi.
Selain itu meskipun methotrexate dapat diberikan per oral, Lipscomb, dkk melaporkan
bahwa cara ini kurang efektif dibandingkan dengan pemberiaan intramuskular.
Penyuntikan langsung methotrexate ke dalam massa ektopik jarang dilakukan pada
kehamilan ektopik tuba.1
Penggunaan methotrexate secara intramuskular paling banyak digunakan dan
memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi pada kehamilan ektopik. Methotrexate adalah
antagonis asam folat yang menargetkan sel-sel yang mengalami pembelahan dan
menghentikan mitosis. Pada kehamilan ektopik, obat ini mecegah proliferasi sel-sel
sitotrofoblas, mengurangi viabilitas sel, dan menurunkan sekresi β-hCG sehingga
progesteron yang memfasilitasi kehamilan juga akan mengalami penurunan.4
Terdapat dua regimen umum pemberian methotrexate yaitu, methotrexate
multidosis (methotrexate 1 mg/kg IM hari 1, 3, 5, dan 7 berganti-gantian dengan asam
folinat 0,1 mg/kg IM/oral pada hari 2, 4, 6,dan 8). Biasanya asam folinat yang digunakan
adalah Leucovorin. Dan methotrexate dosis tunggal (methotrexate 0,4-1 mg/kg atau 50
mg/m2 IM tanpa asam folinat. Sekitar 14-20 persen pasien yang menerima pengobatan dosis
tunggal akan membutuhkan dosis ulangan, biasanya ini diputuskan setelah memantau
penurunan konsentrasi β-hCG, apakah penurunan kurang dari 15 persen pada hari keempat
setelah pengobatan. Pengobatan methotrexate memiliki angka keberhasilan yang tinggi
pada kehamilan ektopik yang kecil dan kondisi stabil. Sebuah studi yang telah dilakukan
menunjukkan tingkat keberhasilan sebesar 93 persen untuk regimen multidosis dan 88
persen untuk regimen terapi single dosis. Semakin kecil level β-hCG sebelum terapi
methotrexate, semakin tinggi kemungkinan terapi medis akan sukses. Sebuah studi
26
melaporkan bahwa peningkatan serum β-hCG 11-20 persen selama 48 jam sebelum
pemberian terapi methotrexate, memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi.4
Perdarahan intra-abdomen aktif adalah kontraindikasi pemberian terapi
methotrexate. Menurut Practice Committe dari American Society for Reproduvtive
Medicine, kontraindikasi mutlak lainnya adalah kehamilan intrauterus, menyusui,
imunodefisiensi, alkoholisme, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit paru yang kronis,
dan penyakit tukak peptik.1
Terapi methotrexate dilaporkan jarang menimbulkan kelainan laboratorium dan
gejala, meskipun kadang terjadi toksisitas berat. Kooi dan Kock mengulas 16 studi dan
melaporkan bahwa efek samping dari methotrexate mereda dalam 3 sampai 4 hari setelah
methotrexate dihentikan. Efek sampin tersering adalah keterlibatan hati (12 persen),
stomatitis (6 persen), dan gastroenteritis (1 persen). Juga terdapat laporan juga
menimbulkan mual dan muntah, pneumonitis, neutropenia berat, dan depresi sumsum
tulang. Selain itu obat anti-inflamasi non-steroid dapat meningkatkan toksisitas
methotrexate, sementara vitamin yang mengandung asam folat dapat menurunkan
efektifitas methotrexate.1,4
3.10. Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini,
penatalaksanaan yang tepat, dan persediaan darah yang cukup. Akan tetapi, bila pertolongan
terlambat, angka kematian dapat tinggi. Sjahid, dkk melaporkan angka kematian 2 dari 120
kasus.5
Sebagian perempuan menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik lagi pada
tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 0 persen sampai
14,6 persen. Untuk perempuan yang memiliki anak yang cukup, sebaiknya pada operasi
dilakukan salpingektomi bilateralis. Tentu hal ini perlu disetujui oleh pihak suami dan istri
yang bersangkutan.5
BAB IV
PEMBAHASAN
Kehamilan ektopik merupakan penyakit dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi
dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus. Sekitar lebih 95,5% kehamilan ektopik berada
dalam tuba fallopi, sedangkan sisanya berimplantasi di ovarium, rongga peritoneum, atau di
serviks. Gejala trias klinik klasik untuk kehamilan ektopik terganggu adalah nyeri abdomen,
amenore, dan perdarahan intra-abdominal dan/atau transvaginal.
Pada kasus ini, wanita berusia 25 tahun dengan diagnosa Kehamilan Ektopik
Terganggu. Pasien Ny. S datang dengan keluhan nyeri dibagian seluruh perut sejak pagi hari
sebelum masuk RS.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital hipotensi dan takikardi. Konjungtiva
tampak anemis, dan pasien tampak pucat. Pada pemeriksaan penunjang darah lengkap
didapatkan penurunan Hb, pemeriksaan urine didapatkan PP test positif, pemeriksaan USG
tampak gambaran KET gestasional sac berukuran 1,21cm x 1,6cm x 1,84cm di adnexa kiri
dengan fetal notch (-) dengan vaskularisasi perilesi (+) dan tampak blood clot di cavum pelvis
dan cul de sac posterior.
Dalam kasus ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang disesuaikan dengan literatur.
Diagnosis Kehamilan ektopik terganggu dapat ditegakkan dari pemeriksaan fisik dan
didukung oleh pemeriksaan penunjang.
28
29
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang, Ny. S usia 25 tahun
diagnosis dengan G4P3A0 usia kehamilan 11-12 minggu + Susp. KET + Anemia. Anamnesis
yang didapatkan nyeri abdomen sejak 2 hari yang lalu. Dari pemeriksaan fisik ditemukan
tanda-tanda vital hipotensi dan takikardi, kulit pusat, pusing dan lemas. Pada pemeriksaan
penunjang ditemukan USG didapatkan gestasional sac berukuran 1,21cm x 1,6cm x 1,84cm
di adnexa kiri. Pemeriksaan lab didapatkan Hb yang rendah. Pada pemeriksaan PP test
didapatkan hasil yang positif yang merupakan gambaran dari kejadian Kehamilan Ektopik
Terganggu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG, Dkk. Obstetri Williams. 23rd ed. Setia R, Dkk, Editors. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC; 2018.
5. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. 4th ed. Saifuddin AB, Dkk, editors. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2016. 474 p.
7. Lee R, Dupuis C, Chen B, Smith A, Kim YH. Diagnosing Ectopic Pregnancy In The
Emergency Setting. KSUM. 2018;37(January):78–87.
9. Zen PZ, Yusrawati. Ectopic Pregnancy With Acceptor Implant. Andalas Obstetrics and
Gynecology Journal. 2019;3(November):47–54.
10. Jacob L, Kalder M, Kostev K. Risk Factors For Ectopic Pregnancy in Germany : a
Retrospective Study of 100,197 Patients. German Medical Science. 2017;15:1–9.
11. Ayu RP. Hubungan Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Dengan Kejadian
Kehamilan Ektopik. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2012;
12. Asyima. Hubungan Paritas dan Umur Ibu Terhadap Kejadian Kehamilan Ektopik
Terganggu ( KET ) di RSUD Syekh Yusuf Gowa Tahun 2018. Jurnal Kesehatan Delima
Pelamonia. 2018;2(2).
13. Gumilar MS, Kodim N. Metaanalisis Tentang Hubungan Merokok Dengan Risiko
Terjadinya Kehamilan Ektopik. Jurnal Bahan Kesehatan Masyarakat. 2018;2(2):93–100.
30
31
14. Purnomo SB, Djanas D. Kehamilan Pada Jejas Luka Sesar: Diagnosis Yang Akurat Dan
Keberhasilan Dalam Tatalaksana Secara Konservatif. Andalas Obstetrics and Gynecology
Journal. 2020;4:50–6.
15. Prawirohardjo S. Ilmu Kadungan. III. Anwar M, editor. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2011.
16. Puspa T, Risilwa M. Kehamilan Ektopik Terganggu : Sebuah Tinjauan Kasus. JKS.
2017;(2):26–32.