Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH FETOMATERNAL

“Pemeriksaan Fetoscopi”

Disusun oleh :

Kelompok 20

1. Yenni Zanubatul A
2. Yolanda Kristiana D
3. Yulia Citra
4. Yulia Viskiy
5. Yunita fatimah
6. Yunita Puspitasari

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


DIREKTORAT JENDERAL TENAGA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
TAHUN 2022

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah
fetomaternal, dengan judul : “Pemeriksaan Fetoscopi”.

Atas dukungan moral dan materil yang diberikan dalam penyusunan tugas
ini, maka penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Ibu Evi Yunita
Nugrahini,SST.,M.Keb selaku dosen pembimbing kami, yang memberikan
dorongan, masukan kepada penulis.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Surabaya, 22 Juli 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman sampul..............................................................................................i
Kata pengantar................................................................................................ii
Daftar isi........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan.......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................3
2.1 Definisi....................................................................................................3
2.2 Manfaat dan Kegunaan............................................................................3
2.3 Kriteria.......................................................................................................
2.4 Prosedur Tindakan.....................................................................................
2.5 Jenis-Jenis Fetoscopi.................................................................................
2.6 Resiko Pemeriksaan Fetoscopi..................................................................
BAB III PENUTUP..........................................................................................
3.1 Kesimpulan................................................................................................
3.2 Saran..........................................................................................................
Daftar Pustaka...................................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Twin-to-twin transfusi syndrome (TTTS) adalah anomali janin yang
mempengaruhi 10-15% dari kembar identik berbagi monochori plasenta yang
disebabkan oleh adanya pembuluh darah plasenta yang abnormal yang secara
tidak proporsional mentransfusikan darah dari satu kembar ke kembar lainnya.
Penerima darah yang berlebihan adalah berisiko gagal jantung, sedangkan kembar
dengan sirkulasi yang tidak mencukupi akan mengalami defisiensi pertumbuhan.
Jika tidak diobati, kematian di atas 90%. Oleh karena itu dalam kasus ini
diperlukan Terapi laser untuk TTTS sebelum kelahiran melalui fetoskopi secara
signifikan meningkatkan kelangsungan hidup. (Bahdanau 2015)
Perawatan fetoskopik TTTS bertujuan untuk memfotokoagulasi pembuluh
darah yang abnormal di plasenta menggunakan kamera fetoskopik dengan yang
dapat ditarik alat ablasi laser di saluran kerjanya, mengganggu transfusi darah
yang tidak diinginkan dari satu kembar ke yang lain. Menurut kemenkes RI
fetoscopy merupakan tindakan memasukkan instrumen melalui abdomen ke
rongga uterus untuk inspeksi janin secara visual.
Fetoskopi biasanya dilakukan pada trimester kedua atau ketiga
kehamilan. Prosedur ini dapat menempatkan janin pada peningkatan risiko hasil
yang merugikan, termasuk kehilangan janin atau kelahiran prematur, sehingga
risiko dan manfaatnya harus dipertimbangkan dengan cermat untuk melindungi
kesehatan ibu dan janin. Prosedur ini biasanya dilakukan di
ruang operasi oleh dokter kandungan-ginekologi .
Karena invasifnya prosedur ini dan risiko tinggi yang ditimbulkannya pada
janin, sebagian besar prosedur ini ditinggalkan demi sonografi
transvaginal sampai tahun 1990-an. Pada saat itu, instrumen yang lebih kecil telah
dikembangkan yang mengurangi risiko pada janin dan memberikan visual yang
lebih baik bagi dokter. Hal ini pada gilirannya memungkinkan pengembangan

1
teknik untuk intervensi bedah seperti biopsi. Pada 1993, penulis seperti Cullen,
Ghirardini, dan Reece menyebut teknik ini sebagai "fetoskopi". Bidang fetoskopi
bedah invasif minimal terus berkembang sejak tahun 2000-an. Dokter
seperti Michael Belfort dan Ruben Quintero telah menggunakan teknik untuk
mengangkat tumor dan memperbaiki spina bifida pada janin di dalam rahim.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari pemeriksaan fetoscopy?
2. Apa manfaat dari pemeriksaan fetoscopy?
3. Bagaimana cara kerja pemeriksaan fetoscopy?
4. Bagaimana interpretasi hasil dari pemeriksaan fetoscopy?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pemeriksaan fetoscopy
1.3.2 Tujuan Khusus
2 Mahasiswa mampu memahami definisi dari pemeriksaan fetoscopy
3 Mahasiswa mampu memahami manfaat dari pemeriksaan fetoscopy
4 Mahasiswa mampu memahami cara kerja pemeriksaan fetoscopy
5 Mahasiswa mampu memahami interpretasi hasil dari pemeriksaan
fetoscopy

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Fetoskopi adalah pemeriksaan terhadap janin intrauterin yang dikerjakan
dengan alat yang disebut fetoskopi. Alat ini berupa suatu alat fibreoptic yang
lentur dengan ukuran kecil yang dimasukkan ke cavum uteri/amniotic cavity
melalui pembiusan setempat. Janin yang berusia 18 sampai 22 minggu dapat
dievaluasi melalui pemeriksaan ini. Risiko atau efek samping yang dapat terjadi,
biasanya berupa pecahnya selaput amnion, adalah 2-5% bila dilakukan oleh orang
yang ahli dan terampil.
2.2 Manfaat dan Kegunaan
1. Selain fungsinya yang mirip dengan USG, pemeriksaan ini sangat
membantu dalam pengambilan darah dan jaringan janin intrauterin yang
penting digunakan untuk analisis kromosom, analisis biokimia/enzim dan
analisis DNA.
2. Fetoskopi juga dapat dijadikan sebagai alternative pemeriksaan untuk
menemukan Detak Jantung Janin
2.3 Kriteria
Bila diagnosis prenatal diperlukan, ada dua hal yang harus dikerjakan, yaitu:
1. Pastikanlah bahwa kemungkinan kelainan yang terjadi adalah berisiko
tinggi dengan indikasi yang jelas.
2. Pastikanlah bahwa terdapat fasilitas pemeriksaan prenatal yang akurat dan
dapat dipercaya. Karena hampir semua prosedur pemeriksaan prenatal
menyebabkan rasa cemas yang cukup besar pada ibu yang harus
mengalaminya, dan dapat menyebabkan efek samping yang cukup
berbahaya pada janin yang dikandung (1:200 untuk risiko abortus spontan
pada amniosentesis dan 1:100 pada CVS), maka sebelum prosedur
pemeriksaan prenatal dilakukan, harus sangat jelas memenuhi kriteria umum
untuk tes spesifik ini

3
2.4 Prosedur Tindakan
Tindakan fetoskopi karena dilakukan dengan cara memasukkan sebatang
pipa halus berisi kamera (dengan ujung yang berlampu) ke dalam air ketuban
lewat sebuah insisi kecil di sebelah atas tulang pubis. Umumnya, prosedur ini
dilakukan dengan sedasi dan anestesi lokal.
Dokter akan mengulangi USG rinci untuk mengkonfirmasi masalah dan
mengidentifikasi kelainan. Insisi pada abdomen dibuat untuk memungkinkan
penempatan ruang lingkup. Sesekali di dalam kantung ketuban, dokter Anda akan
melakukan prosedur yang diperlukan. Pada kasus lain, prosedur fetoskopi tidak
dapat dilakukan dengan sayatan kulit kecil karena lokasi janin dan plasenta di
rahim. Dalam situasi ini, prosedur membutuhkan sayatan yang lebih besar untuk
mengekspos rahim untuk menyediakan ruang yang aman.
2.5 Jenis-Jenis Fetoscopi
1. Fetoscopi Eksternal
Sebuah fetoskop eksternal menyerupai stetoskop, tetapi dengan headpiece.
Hal ini digunakan secara eksternal pada perut ibu untuk auskultasi bunyi jantung
janin setelah 18 minggu kehamilan. Hal ini juga memungkinkan untuk memantau
janin dan memastikan bayi mentoleransi tenaga kerja tanpa harus dilampirkan ke
monitor terus menerus
2. Fetoscopi Endoskopi
Tipe kedua fetoskop adalah endoskopi serat optik. Hal ini dimasukkan ke
dalam rahim baik transabdominal (melalui perut) atau transcervically (melalui
leher rahim) untuk memvisualisasikan janin, untuk mendapatkan sampel jaringan
janin, atau untuk melakukan operasi janin.
Beberapa kelainan janin yang dapat diobati oleh fetoskopi adalah :
a. Hernia diafragma kongenital (CDH). Pada bayi dengan CDH, diafragma
(otot tipis yang memisahkan dada dari perut) tidak berkembang dengan
baik, organ-organ perut dapat masuk rongga dada melalui lubang (hernia)
dan menyebabkan hiperplasia paru. HDK terjadi sekitar 1/4000 kelahiran
hidup. Defek diafragmatika menyebabkan herniasi pada organ abdominal ke
rongga thorax, sehingga terjadi hipoplasia pulmonal. Sekitar 80% dari defek

4
ini terjadi pada sisi kiri, 15% terjadi pada sisi kanan dan 5% bilateral. Secara
keseluruhan risiko mortalitas sekitar 50%. Beberapa tahun terakhir, berbagai
cara dilakukan untuk mencegah perkembangan abnormal paru janin,
termasuk dengan operasi bedah terbuka yang melibatkan laparotomi dan
histerotomi, dilanjutkan thorakotomi dan repair defek diafragma. Tetapi hal
tersebut telah ditinggalkan karena berhubungan dengan tingginya morbiditas
maternal dan tidak meningkatkan survival rate janin. Sekarang, tindakan
invasif minimal telah dikembangkan dan menggantikan operasi bedah
terbuka. Fetoskop dimasukkan ke dalam uterus, kemudian masuk kedalam
mulut janin, orofaring, dan trakhea. Sebuah balon digunakan untuk menutup
trakhea dan mencegah keluarnya sekret paru. Sehingga terjadi peningkatan
tekanan dan peningkatan luas penampang paru menghasilkan stimulasi
pertumbuhan paru. Balon biasanya diinsersi pada umur kehamilan 26
minggu dan dikeluarkan umur kehamilan 34 minggu.
b. Obstruksi saluran kemih. Uretra (tabung yang membawa urin dari kandung
kemih ke luar tubuh) dapat terjadi intra uterine growth restriction atau gagal
untuk berkembang secara normal. Ketika ini terjadi, urin dapat membuat
cadangan kedalam ginjal dan merusak jaringan atau menyebabkan kandung
kemih menjadi membesar. Jumlah cairan ketuban juga berkurang karena
urin janin komponen utama. Hipoplasia paru biasanya menghasilkan karena
paru-paru mengandalkan cairan ketuban dalam perkembangan mereka. Pada
kondisi ini janin tidak dapat mengosongkan kandung kemih sehingga
kandung kemihnya menjadi semakin besar. Selain itu, karena cairan amnion
dibentuk dari urin janin pada pertengahan trimester kedua, kantung amnion
menjadi kering. Efeknya terjadi peningkatan dari morbiditas dan mortalitas
janin. Termasuk juga terjadi kelainan seperti hidronefrosis, displasia ginjal,
dan hipoplasia pulmo. Insidensi berdasarkan data dari Northern Region
Congenital Anomaly Register England memperlihatkan bahwa LUTO
terjadi 2,2 per 10.000 kelahiran. Katup urethra posterior terjadi 1,4 per
10.000 kelahiran, atresia urethra terjadi 0,7 per 10.000 kelahiran, dan
sisanya tidak teridentifikasi. Penyebab obstruksi bermacam-macam, paling

5
sering karena adanya katup urethra posterior pada janin laki-laki. Pada janin
wanita, tersering adalah karena atresia urethra. Penyebab lain obstruksi
antara lain ureterocele, striktur urethra atau agenesis, kloaka persisten, dan
megalourethra. Hasil pemeriksaan USG pada kelainan diatas mungkin
serupa dan biasanya sulit dibedakan hingga janin lahir. Terapi dapat
dilakukan dengan bedah terbuka atau dengan fetoskopi dilakukan
Vesicoamniotic Shunt.
c. Twin/kembar sindrom transfusi (TTTS). Dalam beberapa kehamilan
kembar, dua janin akan berbagi plasenta (disebut kehamilan monokorionik).
TTTS terjadi pada sekitar 15% dari kembar ini ketika volume darah antara
janin adalah tidak seimbang, menyebabkan volume darah rendah yang tidak
normal dalam kembar donor dan volume darah abnormal tinggi dikembar
penerima. Sering ada perbedaan besar dalam ukuran antara kembar. Sekitar
70-80% dari janin menderita TTTS akan mati tanpa intervensi. Mortalitas
mencapai 90% dan sekitar 30% yang bertahan memperlihatkan kelainan
perkembangan saraf. Terapi TTTS dilakukan dengan amnioreduksi atau
laser ablasi fetoskopik.
d. Acardiac kembar. Kondisi ini juga terjadi pada kehamilan monokorionik,
tapi satu kembar mengembang normal sementara yang lain berkembang
tanpa jantung. The acardiac kembar menerima suplai darah dari kembar
normal, yang jantungnya sekarang harus memopa lebih keras melalui kedua
janin. Sekitar 50-75% dari kembar acardiac akan mati sebagai hasilnya.
Kembar acardiac terjadi pada 1% kehamilan monokorionik dan satu dari
35.000 kehamilan secara keseluruhan. Kondisi ini terjadi 1 % dari
kehamilan kembar monokorion. Darah mengalir atau dipompakan kepada
kembar lainnya (kembar akardiak) dengan aliran retrograde sehingga
menyebabkan kembar resipien memperoleh darah rendah oksigen. Prosedur
tersebut salah satunya dengan fetoskopi. Terapi TRAP dengan fetoskopi
dapat berupa ligasi tali pusat (umbilical cord ligation), terapi laser pada
pembuluh darah plasenta (laser therapy of the placental vessels), oklusi tali
pusat dengan laser (laser umbilical cord occlusion).

6
e. Amnion adalah membran yang mengelilingi janin di dalam rahim, jika
terjadi ruptur maka helaian selaput dapat mengambang didalam kantung
amnion sehingga dapat menimbulkan ikatan pada bagian badan janin dan
menyebabkan trauma pada janin, hal tersebut disebut sebagai Amniotic
band syndome. Kelainan ini pertama kali didefinisikan oleh Montgomery
tahun 1832. Terjadi 1 dari 1.200 - 15.000 kelahiran hidup. Jika tidak
diterapi, jeratan helaian ini semakin erat pada bagian badan janin,
menyebabkan amputasi, deformitas berat pada ekstremitas, jari kaki dan
tangan berselaput, atau defek berat pada kraniofasial dan tulang belakang
Jika tidak diterapi, jeratan helaian ini semakin erat pada bagian badan janin,
menyebabkan amputasi, deformitas berat pada ekstremitas, jari kaki dan
tangan berselaput, atau defek berat pada kraniofasial dan tulang belakang.
2.6 Resiko Pemeriksaan fetoscopi
Risiko utama dari fetoskopi yang melukai dan kehilangan janin selama
prosedur. Risiko dan manfaat dari prosedur akan dijelaskan dengan hati-hati. Jika
semua berjalan dengan baik dengan prosedur, kehamilan Anda akan dipantau
dengan cermat untuk persalinan prematur dan kelahiran prematur.

7
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Fetoskopi adalah pemeriksaan terhadap janin intrauterin yang
dikerjakan dengan alat yang disebut fetoskopi. Alat ini berupa suatu alat
fibreoptic yang lentur dengan ukuran kecil yang dimasukkan ke cavum
uteri/amniotic cavity melalui pembiusan setempat. Pemeriksaan ini sangat
membantu dalam pengambilan darah dan jaringan janin intrauterin yang
penting digunakan untuk analisis kromosom, analisis biokimia/enzim dan
analisis DNA.
3.2 Saran
Perlu kecermatan dan kehati-hatian dalam pemeriksaan ini karena
juga memiliki resiko yakni dapat melukai dan kehilangan janin selama
prosedur. Tapi jika semua berjalan dengan baik dengan prosedur,
kehamilan Anda akan dipantau dengan cermat untuk persalinan prematur
dan kelahiran prematur.

8
DAFTAR PUSTAKA

Azzahra, 2019. Antenatal care dan Pemeriksaan Kehamilan. Jakarta : Salemba

Dahlan, Sofyatun. 2017. Patologis Kehamilan. Jakarta : ARKAS

Ababa, Ethiopia. African Journal of Primary Health Care & Family


Medicine.2012; Vol. 4 (1): p.11. http://dx.doi.org/10.4102/phcfm. v4i1.384.

Bahdanau D, Cho K, Bengio Y (2015) Analisis teoritis penggabungan fitur dalam


pengenalan visual. Dalam: Prosiding konferensi internasional tentang
representasi pembelajaran

Bano, Shopia. International Journal of Computer Assisted Radiology and Surgery


(2020) 15:1807–1816 https://doi.org/10.1007/s11548-020-02242-8

Bano, Shopia International Journal of Computer Assisted Radiology and Surgery


(2020) 15:791–801 https://doi.org/10.1007/s11548-020-02169-0

Deprest J, Stoyanov D, Vercauteren T (2016) Mosaik video fetoskopik real-time


menggunakan saringan. Dalam: Pencitraan medis 2016: prosedur yang
dipandu gambar, intervensi robotik, dan pemodelan, vol 9786. Masyarakat
Internasional untuk Optik dan Fotonik, hal 97861R

Nyoman, Harista. Jurnal Sangkareang Mataram Volume 3, No. 2, Juni 2017.


https://www.untb.ac.id/Juni-2017/

Egloff, A., & Bulas, D. (2015). Magnetic Resonance Imaging Evaluation of Fetal
Neural Tube Defects. Seminars in Ultrasound, CT and MRI. [disitasi
tanggal 31 Agustus 2019]; 36(6), 487– 500. Tersedia dari:
https://doi.org/10.1053/j.sult.2015.06.0 04

Stoy anov D (2019) Mosaik berurutan dalam dari video fetoskopi.

Anda mungkin juga menyukai