Anda di halaman 1dari 14

FETOSCOPI

Mata Kuliah : Feto Maternal


Dosen Pembimbing : Dra. Hj. Rosmawati Ibrahim, SST,MS,M.Kes

OLEH :
KELOMPOK 26

RIZKA AYU PRATIWIH


NIM: PFB22026

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PELITA IBU


JURUSAN PROFESI KEBIDANAN
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayahnya kepada
kita. Dengan rahmatnya itulah makalah ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam selalu
tercurah kepada suri tauladan abadi dan kekasih kita Nabi Muhammad SAW, sosok pembawa
cahaya kebenaran yang Alhamdulillah sampai pada diri kita sehingga menjadi nikmat  bagi
kita bersama.

            Penulisan makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah “Feto Maternal”.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua yang
selalu mendukung, dosen mata kuliah Feto Maternal yang telah memberikan bimbingan dan
kepada kakak serta teman-teman Profesi Bidan yang telah memberi dukungan dan semangat
dari awal hingga akhir pembuatan makalah ini.

            Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini belum


sempurna, karena masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritikan
dan sarannya yang bersifat membangun.

      Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan membantu
pembaca pada umumnya dan penulis sendiri khususnya.

                                                                       Kendari, 23 Oktober 2022

                                                                          Penulis
DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUN ........................................................................................... 1

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1

B. Tujuan ....................................................................................................... 2

C. Rumusan Masalah .................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 3

A. Pengertian Fetoscopi ................................................................................ 3

B. Jenis-Jenis Fetoskopi ................................................................................ 3

C. Kegunaan Fetoscopi ................................................................................. 4

D. Resiko Pada Fetoscopi ............................................................................. 5

BAB III PENUTUP ................................................................................................. 6

A. Kesimpulan ............................................................................................... 6

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 7


BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan janin dalam kandungan merupakan hasil interaksi antara
potensigenetik dari ayah maupun ibu dan lingkungan intrauterine. Pertumbuhan janin
dipengaruhi oleh factor-faktor selama kehamilan, yaitu sakit berat, komplikasi
kehamilan, kurang gizi, dan keadaan stress pada ibu hamil (Soetjiningsih, 2012).
Status gizi ibu pada kehamilan berpengaruh pada status gizi janin. Asupan makanan
ibu dapat masuk kejanin melalui tali pusat yang terhubung kepada tubuh ibu. Kondisi
terpenuhnya kebutuhan zat gizi janin terkait dengan perhatian asupan gizi dari
makanan yang adekuat agar tumbuh kembang janin berlangsung optimal (Inderswari
et al.,2008).
Sejak 20 tahun terakhir, diagnosis prenatal menjadi suatu bagian yang tidak
terpisahkan dengan tindakan-tindakan/tes-tes pencegahan untuk kelainan bawaan.
Menurut Rodney Harris, dari 2500 anak yang lahir per tahunnya, terdapat 50 anak
yang cacat. Cacat di sini bisa berupa cacat fisik dengan latar belakang genetik ataupun
tidak. Bagi bangsa Indonesia, melahirkan anak-anak yang sehat tentu menjadi harapan
dan angan-angan setiap orang tua, para dokter dan tenaga medis lainnya. Dengan
ditunjang program perinatologi, di mana diagnosis prenatal menjadi salah satu mata
rantainya, maka diharapkan keinginan tersebut akan lebih nyata dan meyakinkan.1
Beberapa kondisi kelainan prenatal pada janin tidak dapat menunggu untuk
dilakukan terapi setelah kelahiran, sehingga mendorong untuk dilakukannya suatu
fetal terapi. Salah satu fetal terapi yang dikenal luas adalah penggunaan
glukokortikoid untuk pematangan paru. Namun beberapa fetal terapi memerlukan
tindakan yang langsung, invasif ke fetoplasental unit, memerlukan keterampilan
tinggi dan dihubungkan dengan komplikasi dari prosedur yang dilakukan, salah satu
fetal terapi tersebut adalah dengan teknik fetoskopi.
Fetoskopi adalah sebuah teknik visualisasi terhadap janin secara
transabdominal menggunakan teleskop fiber optik. Selama satu dekade, fetoskopi
sudah digunakan untuk keberlangsungan kehamilan dimana diagnosis adanya
kelainan pada janin hanya dapat dilakukan dengan visualisasi langsung, sampel darah
janin atau dengan biopsi jaringan janin. Upaya awal dalam visualusasi in utero
dilakukan oleh Westlin pada tahun 1954. Westlin memperkenalkan sebuah teleskop
berdiameter 10 mm. Tetapi baru berkembang pada tahun 70 dan 80an.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari fetoskopi?
2. Apa saja jenis-jenis fetoskopi?
3. Apa saja kegunaan fetoskopi?
4. Apa resiko dari fetoskopi ?

C. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini untuk memberikaninformasi dan pengetahuan
tentang fetoskopi yang berhubungan dengan ilmu kebidanan.
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Fetoskopi
Fetoscopy adalah prosedur menggunakan alat endoskopi seperti halnya
laparoscopy dan hysteroscopy, namun tindakan fetoscopy ini dilakukan pada wanita
hamil dengan tujuan untuk mengevaluasi secara langsung kondisi janin, air ketuban,
placenta dan sekaligus bisa melakukan tindakan tertentu seperti biopsi atau laser
oklusi seperti pada twin-twin tranfusion sindrome.
Fetoskopi adalah pemeriksaan terhadap janin intrauterin yang dikerjakan
dengan alat yang disebut fetoskopi. Alat ini berupa suatu alat fibreoptic yang lentur
dengan ukuran kecil yang dimasukkan ke cavum uteri/amniotic cavity melalui pem-
biusan setempat. Janin yang berusia 18 sampai 22 minggu dapat dievaluasi melalui
pemeriksaan ini. Risiko atau efek samping yang dapat terjadi, biasanya berupa
pecahnya selaput amnion, adalah 2-5% bila dilakukan oleh orang yang ahli dan
terampil. Selain fungsinya yang mirip dengan USG, pemeriksaan ini sangat
membantu dalam pengambilan darah dan jaringan janin intrauterin yang penting
digunakan untuk analisis kromosom, analisis biokimia/enzim dan analisis DNA.

B. Jenis-Jenis Fetoskopi

Ada dua jenis fetoskopi: eksternal dan endoskopi.

1. Fetoskopi Eksternal

Sebuah fetoskop eksternal menyerupai stetoskop, tetapi dengan headpiece.


Hal ini digunakan secara eksternal pada perut ibu untuk auskultasi bunyi jantung
janin setelah 18 minggu kehamilan. Hal ini juga memungkinkan untuk memantau
janin dan memastikan bayi mentoleransi tenaga kerja tanpa harus dilampirkan ke
monitor terus menerus.
Gambar Pinard Fetoskop
Gambar fetoskop

2. Fetoskopi Endoskopi

Tipe kedua fetoskop adalah endoskopi serat optik. Hal ini dimasukkan ke
dalam rahim baik transabdominal (melalui perut) atau transcervically (melalui
leher rahim) untuk memvisualisasikan janin, untuk mendapatkan sampel jaringan
janin, atau untuk melakukan operasi janin.

C. Kegunaan Fetoscopi
Beberapa kelainan janin yang dapat diobati oleh fetoskopi adalah :
1. Hernia diafragma kongenital (CDH). Pada bayi dengan CDH, diafragma (otot tipis
yang memisahkan dada dari perut) tidak berkembang dengan baik, organ-organ
perut dapat masuk rongga dada melalui lubang (hernia) dan menyebabkan
hiperplasia paru. HDK terjadi sekitar 1/4000 kelahiran hidup. Defek diafragmatika
menyebabkan herniasi pada organ abdominal ke rongga thorax, sehingga terjadi
hipoplasia pulmonal. Sekitar 80% dari defek ini terjadi pada sisi kiri, 15% terjadi
pada sisi kanan dan 5% bilateral. Secara keseluruhan risiko mortalitas sekitar
50%. Beberapa tahun terakhir, berbagai cara dilakukan untuk mencegah
perkembangan abnormal paru janin, termasuk dengan operasi bedah terbuka yang
melibatkan laparotomi dan histerotomi, dilanjutkan thorakotomi dan repair defek
diafragma. Tetapi hal tersebut telah ditinggalkan karena berhubungan dengan
tingginya morbiditas maternal dan tidak meningkatkan survival rate janin.
Sekarang, tindakan invasif minimal telah dikembangkan dan menggantikan
operasi bedah terbuka. Fetoskop dimasukkan ke dalam uterus, kemudian masuk
kedalam mulut janin, orofaring, dan trakhea. Sebuah balon digunakan untuk
menutup trakhea dan mencegah keluarnya sekret paru. Sehingga terjadi
peningkatan tekanan dan peningkatan luas penampang paru menghasilkan
stimulasi pertumbuhan paru. Balon biasanya diinsersi pada umur kehamilan 26
minggu dan dikeluarkan umur kehamilan 34 minggu.
2. Obstruksi saluran kemih. Uretra (tabung yang membawa urin dari kandung kemih
ke luar tubuh) dapat terjadi intra uterine growth restriction atau gagal untuk
berkembang secara normal. Ketika ini terjadi, urin dapat membuat cadangan
kedalam ginjal dan merusak jaringan atau menyebabkan kandung kemih menjadi
membesar. Jumlah cairan ketuban juga berkurang karena urin janin komponen
utama. Hipoplasia paru biasanya menghasilkan karena paru-paru mengandalkan
cairan ketuban dalam perkembangan mereka. Pada kondisi ini janin tidak dapat
mengosongkan kandung kemih sehingga kandung kemihnya menjadi semakin
besar. Selain itu, karena cairan amnion dibentuk dari urin janin pada pertengahan
trimester kedua, kantung amnion menjadi kering. Efeknya terjadi peningkatan dari
morbiditas dan mortalitas janin. Termasuk juga terjadi kelainan seperti
hidronefrosis, displasia ginjal, dan hipoplasia pulmo. Insidensi berdasarkan data
dari Northern Region Congenital Anomaly Register England memperlihatkan
bahwa LUTO terjadi 2,2 per 10.000 kelahiran. Katup urethra posterior terjadi 1,4
per 10.000 kelahiran, atresia urethra terjadi 0,7 per 10.000 kelahiran, dan sisanya
tidak teridentifikasi. Penyebab obstruksi bermacam-macam, paling sering karena
adanya katup urethra posterior pada janin laki-laki. Pada janin wanita, tersering
adalah karena atresia urethra. Penyebab lain obstruksi antara lain ureterocele,
striktur urethra atau agenesis, kloaka persisten, dan megalourethra. Hasil
pemeriksaan USG pada kelainan diatas mungkin serupa dan biasanya sulit
dibedakan hingga janin lahir. Terapi dapat dilakukan dengan bedah terbuka atau
dengan fetoskopi dilakukan Vesicoamniotic Shunt
3. Twin/kembar sindrom transfusi (TTTS). Dalam beberapa kehamilan kembar, dua
janin akan berbagi plasenta (disebut kehamilan monokorionik). TTTS terjadi pada
sekitar 15% dari kembar ini ketika volume darah antara janin adalah tidak
seimbang, menyebabkan volume darah rendah yang tidak normal dalam kembar
donor dan volume darah abnormal tinggi dikembar penerima. Sering ada
perbedaan besar dalam ukuran antara kembar. Sekitar 70-80% dari janin
menderita TTTS akan mati tanpa intervensi. Mortalitas mencapai 90% dan sekitar
30% yang bertahan memperlihatkan kelainan perkembangan saraf. Terapi TTTS
dilakukan dengan amnioreduksi atau laser ablasi fetoskopik.
4. Acardiac kembar. Kondisi ini juga terjadi pada kehamilan monokorionik, tapi satu
kembar mengembang normal sementara yang lain berkembang tanpa jantung. The
acardiac kembar menerima suplai darah dari kembar normal, yang jantungnya
sekarang harus memopa lebih keras melalui kedua janin. Sekitar 50-75% dari
kembar acardiac akan mati sebagai hasilnya. Kembar acardiac terjadi pada 1%
kehamilan monokorionik dan satu dari 35.000 kehamilan secara keseluruhan.
Kondisi ini terjadi 1 % dari kehamilan kembar monokorion. Darah mengalir atau
dipompakan kepada kembar lainnya (kembar akardiak) dengan aliran retrograde
sehingga menyebabkan kembar resipien memperoleh darah rendah oksigen.
Prosedur tersebut salah satunya dengan fetoskopi. Terapi TRAP dengan fetoskopi
dapat berupa ligasi tali pusat (umbilical cord ligation), terapi laser pada pembuluh
darah plasenta (laser therapy of the placental vessels), oklusi tali pusat dengan
laser (laser umbilical cord occlusion).3
5. Amnion adalah membran yang mengelilingi janin di dalam rahim, jika terjadi
ruptur maka helaian selaput dapat mengambang didalam kantung amnion
sehingga dapat menimbulkan ikatan pada bagian badan janin dan menyebabkan
trauma pada janin, hal tersebut disebut sebagai Amniotic band syndome. Kelainan
ini pertama kali didefinisikan oleh Montgomery tahun 1832. Terjadi 1 dari 1.200 -
15.000 kelahiran hidup. Jika tidak diterapi, jeratan helaian ini semakin erat pada
bagian badan janin, menyebabkan amputasi, deformitas berat pada ekstremitas,
jari kaki dan tangan berselaput, atau efek berat pada kraniofasial dan tulang
belakang Jika tidak diterapi, jeratan helaian ini semakin erat pada bagian badan
janin, menyebabkan amputasi, deformitas berat pada ekstremitas, jari kaki dan
tangan berselaput, atau defek berat pada kraniofasial dan tulang belakang.
Harap diingat bahwa fetoskopi adalah prosedur jarang digunakan dan untuk
setiap pasien didiagnosis dengan salah satu kondisi di atas, hanya beberapa prosedur
yang akan membutuhkan intervensi janin.
D. Risiko Pada Fetoskopi
Risiko utama dari fetoskopi yang melukai dan kehilangan janin selama
prosedur. Risiko dan manfaat dari prosedur akan dijelaskan dengan hati-hati. Jika
semua berjalan dengan baik dengan prosedur, kehamilan Anda akan dipantau dengan
cermat untuk persalinan prematur dan kelahiran prematur.

BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Beberapa kondisi kelainan prenatal pada janin tidak dapat menunggu untuk
dilakukan terapi setelah kelahiran, sehingga mendorong untuk dilakukannya suatu
fetal terapi. Fetoskopi adalah sebuah teknik visualisasi terhadap janin secara
transabdominal menggunakan teleskop fiber optik. Beberapa kondisi yang telah
dikenal dapat dilakukan fetal terapi dengan fetoskopi adalah hernia diafragmatika
kongenital, lower urinary tract obstruction, amniotic band syndrome, twin to twin
transfusion syndrome, twin reversed arterial perfussion. Dengan fetal terapi
(fetoskopi) morbiditas dan mortalitas janin terbukti dapat diturunkan.

DAFTAR PUSTAKA
Indreswari, M., Hardinsyah, dan Damanik, M.R. 2008. Hubungan antara Intensitas
Pemeriksaan Kehamilan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan Kon sumsi Tablet Besi
dengan Tingkat Keluhan selama Kehamilan . Jurnal Gizi dan Pangan. 3(1): 12-21.

Soetjiningsih. 2012. Perkembangan Anak dan Permasalahannya dalam Buku Ajar I Ilmu
Perkembangan Anak Dan Remaja. Jakarta :Sagungseto .Pp 86-90

https://id.scribd.com/document/530892216/makalah-fetoskopi-dan-biopsi-korion-Fitria-Mar-
Atus-Sholehah-Grobogan

https://id.scribd.com/doc/283118529/fetoskopi
PMB, POSKESDES/PONKESDES DAN PUSKESAMAS
Mata Kuliah : Managemen Pelayanan Kebidanan
Dosen Pembimbing : Dra. Hj. Rosmawati Ibrahim, SST,MS,M.Kes

OLEH :
KELOMPOK 7
RIZKA AYU PRATIWIH
SARFIANI ULAN PERSON
SITI MUSDALIFA
SITI RAHMAWATI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PELITA IBU


JURUSAN PROFESI KEBIDANAN
TAHUN 2022

Anda mungkin juga menyukai