Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN KEHAMILAN EKTOPIK DAN MOLA


HIDATIDOSA

Dosen Pembimbing : Asmawati.,S.Kep.,M.Kep

Disusun oleh : Kelompok 3

Alsima Ilnur P05120321002


M. Fachri P05120321028
Reza Ardiansyar P05120321036
Rona Uli Arta Siahaan P05120321040
Yurike Betris Rachellia M. P05120321048

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BENGKULU

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2022/2023


Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Keperawatan
Maternitas dengan judul " Asuhan Keperawatan Kehamilan Ektopik dan Mola
Hidatidosa,“ .

Penyusunan Makalah keperawatan anak ini penulis mendapatkan bimbingan dan


bantuan baik materi maupun nasihat dari berbagai pihak sehingga penulis dapat
menyelesaikan Makalah Asuhan Keperawatan tepat pada waktunya. Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyusun makalah laporan seminar ini masih
banyak terdapat kekeliruan dan kekhilafan baik dari segi penulisan maupun
penyusunan dan metedologi.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan bimbingan dari berbagai pihak
agar penulis dapat berkarya lebih baik dan optimal lagi di masa yang akan datang.
Penulis berharap semoga Makalah yang telah penulis susun in dapat bermanfaat bagi
semua pihak serta dapat membawa perubahan positif terutama bagi penulis sendiri
dan mahasiswa lain di Poltekes Kemenkes Bengkulu.

Bengkulu, 8 Maret 2023

Penulis
Daftar Isi

Kata Pengantar...............................................................................................................2

Daftar Isi........................................................................................................................3

BAB 1............................................................................................................................4

PENDAHULUAN.........................................................................................................4

A. Latar belakang.................................................................................................4

B. Tujuan.............................................................................................................4

C. Manfaat...........................................................................................................4

BAB II KONSEP TEORI..............................................................................................6

A. Konsep Teori Kehamilan Ektopik...................................................................6

B. Konsep Mola Hidatidosa...............................................................................14

BAB III........................................................................................................................22

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN......................................................................22

A. Pengkajian Keperawatan...............................................................................22

B. Diagnosa Keperawatan.................................................................................26

C. Intervensi Keperawatan................................................................................27

BAB IV........................................................................................................................31

PENUTUP...................................................................................................................31

A. Kesimpulan...................................................................................................31

B. Saran.............................................................................................................31

Daftar Pustaka..............................................................................................................32
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kehamilan secara normal akan berada di kavum uteri. Kehamilan ektopik
ialah kehamilan di tempat yang luar biasa. Kehamilan ektopik terjadi setiap saat
ketika penanaman blastosit berlangsung dimanapun, kecuali di endometrium yang
melapisi rongga uterus. Tempat yang mungkin untuk kehamilan ektopik adalah
serviks, tuba fallopi, ovarium dan abdomen. Kehamilan ektopik hampir 95%
kehamilan berimplantasi di berbagai segmen tuba uterine. Yang terbanyak terletak
diampula. Sisa 5% tertanam di ovarium, rongga peritoneum, atau di dalam
serviks.

Mola hidatidosa atau yang disebut juga dengan hamil anggur adalah suatu
bentuk tumor jinak dari sel-sel trofoblas (yaitu bagian dari tepi sel telur yang
kelak terbentuk menjadi ari-ari janin) atau merupakan suatu hasil pembuahan
yang gagal. Jadi dalam proses kehamilannya mengalami hal yang berbeda dengan
kehamilan normal, dimana hasil pembuahan sel sperma dan sel telur gagal
terbentuk dan berubah menjadi gelembunggelembung semakin banyak bahkan
bisa berkembang secara cepat. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar
HCG (dengan pemeriksaan GM titrasi) atau dapat dilihat dari hasil laboratorium
beta sub unit HGG pada ibu hamil tinggi. Pemeriksaan USG kandungan akan
terlihat keadaan kehamilan yang kosong tanpa janin dan tampak gambaran seperti
badai salju dalam bahasa medis disebut “snow storm”

B. Tujuan
Untuk memahami konsep dasar teori kehamilan ektopik dan mola hipatidosa

C. Manfaat
Memberikan pengetahuan, dapat memberikan informasi dan pemahaman
menganai asuhan keperawatan pada kasus Kehamilan Ektopik, Mola
Hipatidosa
BAB II
KONSEP TEORI

A. Konsep Teori Kehamilan Ektopik


1. Definisi

Kehamilan ektopik berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata ‘ektopos’, yang
memiliki arti tidak pada tempatnya (Soliman dan Salem, 2014). Secara sederhana,
kehamilan ektopik dapat diartikan sebagai suatu kehamilan yang terjadi di luar
rongga uterus (Varma et al.,2019). Kehamilan ektopik merupakan hasil dari
implantasi dan pematangan konseptus di luar rongga endometrium, yang akhirnya
berakhir dengan kematian janin. Jika tidak didiagnosis dini dan mendapat
perawatan yang tepat waktu, maka kehamilan ektopik dapat mengancam nyawa.
(Abdulkareem dan Eidan, 2017)

Kehamilan Ektopik adalah kehamilan dimana setelah fertilisasi implantasi


terjadi diluar endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik ialah implantasi
embrio di luar uterus. Embrio dapat menempel pada tuba fallopi, ovarium,
interstisial (bagian intramyometrial dari tuba fallopi), serviks atau leher rahim,
pada bekas luka berasal operasi sesar terdahulu, intramural, maupun pada rongga
perut. Kehamilan ektopik adalah kehamilan diluar rahim seperti embrio
menempel di tuba fallopi, ovarium serviks atau leher rahim. Insiden kehamilan
ektopik 85-90% ditemukan pada wanita multigravida.

2. Klasifikasi
Klasifikasi kehamilan ektopik menurut (Sari dan Prabowo, 2018) yaitu:
a. Kehamilan ektopik pada tuba
Kehamilan ektopik pada tuba paling sering terjadi dibandingkan yang lain.
Tuba merupakan tempat bertemunya sel telur dan sperma tetapi bukan merupakan
tempat yang tepat bagi ovum yang sudah dibuahi untuk menempel dan
berkembang, sehingga janin tidak akan tumbuh secara normal atau utuh seperti di
dalam uterus. Kehamilan tuba biasanya akan terganggu pada usia kehamilan 6-10
minggu. Berikut merupakan kemungkinan yang akan terjadi pada kehamilan tuba,
yaitu ruptur dinding tuba, hasil pembuahan mati dini dan diresorpsi, dan abortus ke
dalam lumen tuba.
b. Kehamilan pars interstisialis tuba
Pada kehamilan ini, ovum menempel dan berkembang pada pars interstisialis
tuba. hal ini jarang terjadi, hanya 1% dari semua kehamilan tuba. Pada umur
kehamilan lebih tua, ruptur pada keadaan ini terjadi dan dapat mencapai akhir
bulan keempat. Jumlah perdarahan yang terjadi banyak dan bila tidak dioperasi
segera dapat menyebabkan kematian. Operasi yang dapat dilakukan adalah
laparatomi yang bertujuan untuk membersihkan isi kavum abdomen dari sisa
jaringan konsepsi, darah, dan menutup sumber perdarahan dengan melakukan
wegde resection pada kornu uteri tempat tuba pars interstisialis berada.
c. Kehamilan ektopik ganda
Kondisi langka dengan dua kehamilan bersamaan yaitu kehamilan intrauterin
(IUP) normal dan kehamilan lain atau ektopik. Bentuk yang paling umum adalah
kombinasi dari IUP dengan kehamilan ektopik tuba. Frekuensi dari kehamilan
yaitu 1:15.000-40.000 kehamilan. Biasanya diagnosis kehamilan ektopiknya
dibuat pada waktu penatalaksanan berupa operasi kehamilan ektopik terganggu.
Padalaparotomi akan ditemukan uterus membesar sesuai dengan usia kehamilan.
d. Kehamilan ektopik ovarial
Kehamilan ektopik ovarial mengacu pada implantasi kantung kehamilan di
dalam ovarium dan dapat menyebabkan hingga 3% kehamilan ektopik. Diagnosis
dapat ditegakkan berdasarkan 4 kriteria dari Spiegelberg, yaitu kondisi tuba pada
sisi kehamilan harus normal, lokasi kantong janin harus pada ovarium, kantong
janin dan uterus dihubungkan oleh ligamentum ovarii proprium, dalam dinding
kantong janin jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan.
e. Kehamilan ektopik servikal
Kehamilan ektopik serviks terjadi pada kurang dari 1% kehamilan ektopik,
bila ovum menempel pada kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tetapi
tidak disertai nyeri pada kehamilan awal. Ini didiagnosis ketika kantung kehamilan
divisualisasikan dalam stroma serviks, biasanya dalam posisi eksentrik. Biasanya,
kehamilan servikal jarang melewati usia 12 minggu dan akan berakhir operatif.

3. Etiologi

Menurut Sarwono (2014: 476) faktor-faktor yang menyebabkan kehamilan


ektopik diantaranya :

a. Faktor tuba

Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen tuba menyempit
atau buntu. Kerusakan tersebut menghalangi sel telur yang telah dibuahi untuk
masuk ke rahim sehingga akhirnya menempel pada tuba fallopi.

b. Faktor abnormalitas dari zigot

Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan
tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti dan tumbuh
di saluran tuba.

c. Faktor ovarium

Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang kontralateral,
dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga
kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.

d. Faktor hormonal

Pil KB yang mengandung progesteron dapat mengakibatkan gerakan tuba


melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat menyebabkan terjadinya kehamilan
ektopik
e. Faktor Resiko
 Pilihan alat kontrasepsi yaitu penggunaan kontrasepsi jenis spiral
(intrauterine device IUD) bertujuan untuk mencegah kehamilan. Namun,
apabila kehamilan tetap terjadi, kemungkinan besar kehamilan bersifat
ektopik.
 Pernah mengalami kehamilan ektopik sebelumnya. Wanita yang mengalami
kondisi ini memiliki risiko lebih tinggi untuk kembali mengalaminya.
 Mengidap infeksi atau inflamasi. Wanita yang pernah mengalami inflamasi
tuba fallopi atau penyakit radang panggul akibat penyakit seksual menular,
memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami kehamilan ektopik.
 Proses sterilisasi pada saat pengikatan tuba atau pembukaan ikatan tuba yang
kurang sempurna juga beresiko memicu kehamilan ektopik.
 Faktor merokok.

4. Manifestasi Klinik
Menurut Catrina M. Bain (2013: 321) gejala kehamilan ektopik terganggu
diantaranya :
a. Nyeri Tekan Abdomen
Nyeri hebat pada pemeriksaan abdomen dan vagina, terutama ketika serviks
digerakkan, dapat dilakukan pada lebih dari tiga perempat wanita dengan
kehamilan tuba yang ruptur. Namun, nyeri seperti ini dapat tidak ada sebelum
ruptur.
b. Nyeri Tekan Panggul
Lakukan pemeriksaan dengan hati-hati ketika memeriksa pasien untuk
memastikan bahwa kehamilan ektopik tidak mengalami ruptur proses
pemeriksaan.
c. Massa Adneksa
Massa adneksa adalah benjolan di jaringan dekat rahim, biasanya di indung
telur atau tuba fallopi. Lakukan palpasi bimanual dengan lembut untuk
mendapatkan adanya massa adneksa di panggul.
d. Perubahan Uterus
Karena hormon plasenta, uterus dapat membesar selama 3 bulan pertama pada
kehamilan tuba. Konsistensinya juga dapat serupa dengan kehamilan normal.
Uterus dapat terdorong ke satu sisi oleh massa ektopik dan apabila
ligamentum latum uteri terisi darah, uterus dapat tergeser dan menyebabkan
keluarnya serpihan. Serpihan tersebut dapat disertai kram dan menimbulkan
abortus spontan.
e. Nyeri abdomen bawah atau pelvic, disertai amenorrhea atau spotting atau
perdarahan vaginal.
f. Menstruasi abnormal
g. Abdomen dan pelvis yang lunak.
h. Perubahan pada uterus yang dapat terdorong ke satu sisi oleh massa
kehamilan, atau tergeser akibat perdarahan. Dapat ditemukan sel desidua pada
endometrium uterus.
i. Penurunan tekanan darah dan takikardi bila terjadi hipovolemi.
j. Kolaps dan kelelahan
k. Pucat
l. Nyeri bahu dan leher (iritasi diafragma)
m. Nyeri pada palpasi, perut pasien biasanya tegang dan agak gembung.
n. Gangguan kencing
o. Kadang-kadang terdapat gejala besar kencing karena perangangan peritoneum
oleh darah di dalam rongga perut
p. Pembesaran uterus
Pada kehamilan ektopik uterus membesar juga karena pengaruh hormon-
hormon kehamilan tapi pada umumnya sedikit lebih kecil dibandingkan
dengan uterus pada kehamilan intrauterin yang sama umurnya
q. Perubahan darah
Dapat diduga bahwa kadar haemoglobin turun pada kehamilan tuba yang
terganggu, karena perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut.
5. Patofisiologi
Patofisiologi kehamilan ektopik (ectopic pregnancy) didasari oleh adanya
cacat pada proses fisiologis organ reproduksi sehingga hasil konsepsi melakukan
implantasi dan maturasi di luar uterus. Hal ini paling sering terjadi karena sel telur
yang sudah dibuahi dalam perjalanannya menuju endometrium mengalami
hambatan, sehingga embrio sudah berkembang terlebih dulu sebelum mencapai
kavum uteri dan akibatnya akan tumbuh di luar kavum uteri. Hal lain yang juga
dapat menyebabkan kehamilan ektopik walaupun jarang terjadi adalah terjadinya
pertemuan antara ovum dan sperma di luar organ reproduksi, sehingga hasil
konsepsi akan berkembang di luar uterus.

Apabila kehamilan ektopik terjadi di tuba, pada proses awal kehamilan


dimana hasil konsepsi tidak bisa mencapai endometrium untuk proses nidasi, ia
dapat tumbuh di saluran tuba dan kemudian akan mengalami beberapa proses
seperti pada kehamilan normal. Karena tuba bukan merupakan suatu media yang
baik untuk pertumbuhan embrio, maka pertumbuhan ini dapat mengalami
beberapa kemungkinan, yaitu hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi, abortus
dalam lumen tuba, ataupun terjadi ruptur dinding tuba.
6. Pathway

7. Pemeriksaan Diagnostik

a. β -hCG kuantitatif (diulang dalam 48 jam jika rendah): mengindikasikan kadar


yang turun atau rendah
b. USG transvaginal (β-hCG mengindikasikan gestasi lebih dari 6 minggu):
menunjukkan tidak ada kehamilan intrauteri
c. Laparoskopi memperlihatkan kehamilan diluar uterus dan / atau rupture tuba
fallopi
d. Kuldosentesis menunjukkan darah bukan - bekuan
e. Hitung sel darah putih mungkin meningkat
f. Hitung sel darah merah, Hb dan Ht menurun
g. Laju endap darah (LED) mungkin meningkat

8. Penatalaksanaan
a. Tatalaksana Expectant (Menunggu dan Waspada)
Selain bisa menyebabkan ruptur, kehamilan ektopik juga bisa berakhir
dengan abortus tuba ataupun resorbsi. Tatalaksana expectant ini adalah
tatalaksana tanpa intrevensi baik medikamentosa maupun intervensi bedah.
Sesuai dengan namanya tatalaksana ini dilakukan dengan cara menunggu
kehamilan ektopik berakhir sendiri tanpa terjadinya ruptur. Namun, tidak
semua pasien dapat ditatalaksana seperti ini. Pasien yang dapat menjadi
kandidat tatalaksana ini adalah pasien yang asimtomatis dan hemodinamik
stabil tanpa adanya tanda-tanda ruptur. Selain itu, pasien juga harus memiliki
bukti objektif terjadinya resolusi seperti kadar ẞ-hCG yang menurun. Namun,
pada tatalaksana ini perlu ditekankan bahwa pasien harus betul-betul patuh
untuk melakukan follow-up rutin serta harus mau menerima bahwa risiko
ruptur tetap ada.

b. Medikamentosa
Obat yang paling umum digunakan sebagai terapi pada kehamilan
ektopik adalah methotrexate. Methotrexate merupakan antagonis asam folat
yang menginhibisi sintesis DNA pada sel yang aktif membelah, temasuk
trofoblas. Pemberian secara tepat pada pasien terpilih memiliki tingkat
kesuksesan sampai 94%. Methotrexate telah lama diketahui efektif mengobati
berbagai jenis kanker dan penyakit autoimun. Keefektifan penggunaan
methotrexate pada jaringan tropoblastik berasal dari pengalaman
menggunakan obat ini pada mola hidatidosa dan koriokarsinoma. Dalam
penggunaannya pada kehamilan ektopik, pemberian methotrexate dapat
dilakukan dengan injeksi dosis tunggal ataupun multipel. Kehamilan ektopik
yang berlokasi di serviks, ovarium, insterstisial, dan cornu tuba sangat
diuntungkan dengan terapi methotrexate ini karena intervensi bedah pada
kasus-kasus tersebut memiliki risiko perdarahan yang tinggi bahkan seringkali
harus berakhir dengan histerektomi dan ooforektomi.
c. Regimen dosis Multipel
Pemberian regimen methotrexate dosis multipel pada kehamilan
ektopik harus disertai pemberian leucovorin. Leucovorin adalah asam folat
yang merupakan produk akhir dari reaksi yang dikatalisasi oleh dihidrofolat
reduktase. Normalnya, sel yang membelah mengabsorbsi leucovorin sehingga
dapat menrunkan aksi methotrexate, dengan kata lain menurunkan efek
samping sistemik methotrexate.
d. Pembedahan
Intervensi bedah yang dapat dilakukan sebagai terapi pada kehamilan
ektopik adalah salpingektomi dan salpingostomi. Salpingektomi adalah
pembedahan untuk menyingkirkan/membuang Tuba Fallopi. Sementara
salpingostomi adalah metode membuka Tuba Fallopi, tetapi tanpa
menyingkirkan tuba. Salpingostomi dikenal juga dengan sebutan
neosalpingostomi atau fimbrioplasti. Disebut demikian karena prosedur ini
merupakan prosedur rekonstruksi tuba dengan cara membuka fimbriae tuba
dan memperbaikinya. Pada perempuan tanpa faktor risiko infertilitas atau
sudah tidak berkeinginan untuk memiliki anak lagi, salpingektomi lebih
dianjurkan. Kedua metode pembedahan ini dapat dilakukan baik secara
laparoskopi maupun laparotomi, saat ini laparoskopi lebih sering digunakan
karena lebih cepat dan cenderung memiliki efek samping yang lebih rendah.

B. Konsep Mola Hidatidosa


1. Definisi
Mola hidatidosa merupakan penyakit yang berasal dari kelainan pertumbuhan
trofoblas plasenta atau calon plasenta dan disertai dengan degenerasi kistik villi
dan perubahan hidopik. Mola hidatidosa yang dikenal awam sebagai hamil anggur
merupakan kehamilan abnormal berupa tumor jinak yang terjadi sebagai akibat
kegagalan pembentukan bakal janin, sehingga terbentuk jaringan permukaan
membran (villi) yang mirip gerombolan buah anggur (Norma & Dwi, 2013,
h.161).

Mola Hidatidosa (MH) secara histologis ditandai oleh kelainan vili korionik
yang terdiri dari proliferasi trofoblas dengan derajat bervariasi dan edema stroma
vilus. MH biasanya terletak di rongga uterus, namun kadang-kadang MH terletak
di tuba fallopi dan bahkan ovarium (Cunningham FG, 2010).

2. Klasifikasi

Klasifikasi atau pengelompokan mola hidatidosa menurut Sastrawinata, 2007 :

a) Mola hidatidosa komplet (MHK)


Pada mola jenis ini, tidak terdapat adanya tanda-tanda embrio, tali
pusat, atau membrane. Kematian terjadi sebelum berkembangnya sirkulasi
plasenta. Vili korionik berubah menjadi vesikel hidropik yang jernih yang
menggantung bergerombol pada pedikulus kecil, dan memeberi tampilan
seperti seikat anggur. Ukuran vesikel bervariasi, dari yang sulit dilihat sampai
yang berdiameter beberapa sentimeter.
Pada kehamilan normal, trofoblas meluruhkan desidua untuk
menambahkan hasil konsepsi. Hal ini berarti bahwa mola yang sedang
berkembang dapat bepenetrasi ke tempat implantasi. Miometrium dapat
terlibat, begitu pula dengan vena walaupun jarang terjadi ruptur uterus dengan
perdarahan massif merupakan salah satu akibat yang dapat terjadi.
Secara sitogenik umumnya bersifat diploid 46XX, sebagai hasil
pembuahan satu ovum, tidak berinti atau intinya tidak aktif, dibuahi oleh
sperma yang mengandung 23X kromosom, yang kemudian mengadakan
duplikasi menjadi 46XX. Jadi, umunya MHK bersifat homozigot, wanita dan
berasal dari bapak (Andogenetik ). Kadang pembuahan terjadi oleh dua buah
androgenetik dan bisa terjadi, walaupun sangat jarang terjadi hamil kembar
dizigotik, yang terdiri dari satu bayi normal dan satu lagi MHK sperma 23X
dan 23Y (dispermi) sehingga terjadi 46XX atau 46 XY. Disini, MKH bersifat
heterozigot, tetapi tetap androgenetik dan bisa terjadi, walaupun sangat jarang
terjadi hamil kembar dizigotik, yang terdiri dari satu bayi normal dan satu lagi
MHK.
b) Mola hidatidosa parsial (MHP)
Tanda-tanda adanya suatu embrio, kantong janin, atau kantong amnion
dapat ditemukan karena kematian terjadi sekitar minggu ke-8 atau ke-9.
Hiperplasia trofoblas hanya terjadi pada lapisan sinsitotrofoblas tunggal dan
tidak menyebar luas dibandingkan dengan mola komplet. Kariotip umunya
adalah triploid sebagai hasil pembuahan satu ovum oleh dua sperma
(dispermi).Bisa berupa 69 XXX, 69 XXY, atau 69 XYY.
Pada MHP, embrio biasanya mati sebelum trimester pertama.
Walaupun pernah dilaporkan adanya MHP dengan bayi aterm. Secara
histologi, membedakan antara mola parsial dan keguguran laten merupakan
hal yang sulit dilakukan. Hal ini memiliki signifikan klinis karena walaupun
resiko ibu untuk menderita koriokarsinoma dari mola parsial hanya sedikit,
tetapi pemeriksaan tindak lanjut tetap menjadi hal yang sangat penting.
Seperti pada MHK, tetapi disini masih ditemukan embrio yang biasanya mati
pada masa dini. Degenerasi hidropik dan vili bersifat setempat, dan yang
mengalami hiperplasi hanya sinsito trofoblas saja. Gambaran yang khas
adalah crinkling atau scalloping dari vili dan stromal trophoblastic inclusions

3. Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor
penyebabnya adalah:
a) Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi
terlambat dikeluarkan, spermatozoa memasuki ovum yang telah
kehilangan nukleusnya atau dua serum memasuki ovum tersebut sehingga
akan terjadi kelainan atau gangguan dalam pembuahan.
b) Imunoselektif dari tropoblast : yaitu dengan kematian fetus, pembuluh
darah pada stroma villi menjadi jarang dan stroma villi menjadi sembab
dan akhirnya terjadi hyperplasia sel –sel trophoblast.
c) Keadaan sosio-ekonomi yang rendah : akan berpengaruh terhadap
pemenuhan gizi ibu yang pada akhirnya akan mempengaruhi
pembentukan ovum abnormal yang mengarah pada terbentuknya mola
hidatidosa
d) Paritas tinggi : ibu multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan mola
hidatidosa karena trauma melahirkan atau penyimpanan transmisi secara
genetif yang dapat diidentifikasi dan penggunaan stimulan ovulasi seperti
klomifen atau menotropiris
e) Kekurangan protein
f) Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.
g) Kualitas ovum dan sperma yang tidak baik
h) Pada wanita yang ovulasinya distimulasi dengan klomiferm
i) Wanita yang berada di kedua ujung masa reproduksi (awal batasan tahun
atau premenopause).Umur, lebih banyak ditemukan pada wanita hamil
berumur dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun
j) Genetik, wanita dengan balanced translocation mempunyai resiko lebih

4. Manifestasi klinis

Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan
biasanya terjadi pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari
kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan
bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materiseperti anggur pada
pakaian dalam. Pada penderita mola dapat ditemukan beberapa gejala – gejala
sebagai berikut :

 Hamil muda yang kadang – kadang lebih nyata dari kehamilan biasa
amenore
 Terjadi gejala toksemia pada kehamilan trimester 1 dan 2
 Dijumpai gejala tirotoksitosis atau hipertiroid seperti intoleransi panas,
gugup, penurunan BB yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan
berkeringat, kulit lembab.
 Peningkatan tajam kadar Human Chorionic Gonadatrophin (HCG) karena
proliferasi cepat sel placenta, yang mengekskresikan HCG.
 Perdarahan tanpa nyeri yang tidak teratur paling banyak terjadi pada 12
minggu kehamilan.
 Tidak ada bunyi denyut jantung janin
 Tidak ada aktivitas janin (Morgan, 2009; Yulianti, 2005; Murkoff, 2005).
 Uterus membesar tidak sesuai usia kehamilan

5. Patofisiologi

Mola parsialis adalah bila dijumpai janin dan gelembung - gelembung mola.
Secara mikroskopik terlihat trias :

 Proliferasi dari trofoblas


 Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban
 Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma

Sel telur seharusnya berkembang menjadi janin justru terhenti perkembangannya


karena tidak ada buah kehamilan atau degenerasi sistem aliran darah terhadap
kehamilan pada usia 3-4 minggu. Pada fase ini sel seharusnya mengalami nidasi
tetapi karena adanya poliferasi dari trofoblas atau pembengkakan vili atau
degenerasi hidrifilik dari stroma vili dan hilangnya pembuluh darah stroma vili
maka nidasi tidak terjadi. Selain itu sel trofoblas juga mengeluarkan hormon
HCG yang akan mengeluarkan rasa mual dan muntah. Pada mola hidatidosa juga
terjadi perdarahan pervaginam, ini dikarenakan poliferasi trofoblas yang
berlebihan, pengeluaran darah ini kadang disertai juga dengan gelembuung vilus
yang dapat memastikan dignosis mola hidatidosa (Purwaningsih,2010).

6. Pathway
7. Pemeriksaan penunjang

Menurut Purwaningsih, 2010 ada beberapa pem eriksaan penunjang yang dapat
dilakukan pada pasien mola hidatidosa dengan:

 HCG : nilai HCG meningkat dari normal nya. Nilai HCG normal pada ibu
hamil dalam berbagai tingkatan usia kehamilan berdasarkan haid terakhir :
 Pemeriksaan rontgen : Tidak ditemukan kerangka bayi
 Pemeriksaan USG : Tidak ada gambaran janin dan denyu jantung janin
 Uji sonde : Pada hamil mola, sonde mudah masuk, sedangkan pada
kehamilan biasa, ada tahanan dari janin

8. Penatalaksanaan

Penanganan yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah :

a. Lakukan kuretase
b. Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis.
c. Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis.
d. Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera.
e. Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus).
f. Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun.

Selain dari penanganan di atas, masih terdapat beberapa penanganan khusus yang
dilakukan pada pasien dengan mola hidatidosa, yaitu :

 Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi


berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL
dengan kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif
terhadap perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan
uterus secara tepat).
 Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila
sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3
set agar dapat digunakan secara bergantian hingga pengosongan kavum
uteri selesai.
 Kenali dan tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik
sebelum, selama dan setelah prosedur evakuasi.
 Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari, untuk
anemia berat lakukan transfusi.
 Kadar hCG diatas 100.000 IU/L praevakuasi menunjukkan masih terdapat
trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi MTX dan
pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu.
 Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi
hormonal (apabila masih ingin anak) atau tubektomy apabila ingin
menghentikan fertilisasi
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi status kesehatan klien. (Salam, 2018).

Menurut (Yuli, 2019) pengkajian yang perlu dilakukan pada Remaja adalah
sebagai berikut:

a. Identitas

1) Nama, yaitu sebagai sebuah identitas bagi pelayanan


kesehatan/RumahSakit/Klinik atau catat apakah klien pernah dirawat
disini atau tidak.

2) Umur, Digunakan sebagai pertimbangan dalam memberikan terapi dan


tindakan, juga sebagai acuan pada umur berapa penyakit/kelainan tersebut
terjadi. Pada keterangan sering terjadi pada usia produktif 25 - 45 tahun

3) Alamat, sebagai gambaran tentang lingkungan tempat tinggal klien apakah


dekat atau jauh dari pelayanan kesehatan khususnya dalam pemeriksaan
kehamilan.

4) Pendidikan, Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien sehingga akan


memudahkan dalam pemberian penjelasan dan pengetahuan tentang gejala
/ keluhan selama di rumah atau Rumah Sakit.
5) Status pernikahan, Dengan status perkawinan mengetahui berapa kali
klien mengalami kehamilan (KET) atau hanya sakit karena penyakit lain
yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan.

6) Pekerjaan, Untuk mengetahui keadaan aktivitas sehari-hari dari


klien,sehingga memungkinkan menjadi faktor resiko terjadinya KET.

b. Keluhan Utama

Pada umumnya pasien akan mengeluh nyeri hebat pada perut bagian bawah
disertai dengan perdarahan dan pasien ammenorrhea.

c. Riwayat penyakit sekarang

Awalnya wanita mengalami ammenorrhoe beberapa minggu kemudian disusul


dengan adanya nyeri hebat seperti disayat-sayat pada mulanya nyeri hanya satu
sisi ke sisi berikutnya disertai adanya perdarahan pervagina

1) Kadang disertai muntah

2) Keadaan umum klien lemah dan adanya syok

3) Terkumpulnya darah di rongga perut

4) Menegakkan dinding perut nyeri

5) Dapat juga menyebabkan nyeri hebat hingga klien pingsan Perdarahan


terus menerus kemungkinan terjadi syok hipovolemik

d. Riwayat penyakit dahulu

Mencari faktor pencetus misalnya terdapat riwayat endomatritis, addresitis yang


menyebabkan perlengkapan endosalping, tuba menyempit.

e. Riwayat penyakit keluarga


Hal yang dikaji apakah keluarga pasien memiliki riwayat yang sama dengan
pasien atau apakah suami pasien mengaami infeksi sistem urogenetalia yang
dapat menular pada pasien sehingga mengakibatkan infeksi pada serviks.

f. Riwayat obsterti

1) Usia perkawinan, sering terjadi pada usia produktif 25 - 45 tahun,


berdampak bagi psikososial, terutama keluarga yang masih mengharapkan
anak.

2) Riwayat persalinan yang lalu, Apakah klien melakukan proses persalinan di


petugas kesehatan atau di dukun

3) Grade multi

4) Riwayat penggunaan alat kontrasepsi, seperti penggunaan IUD.

Adanya keluhan seperti haid, keluarnya darah haid dan yang menyengat sehingga
kemungkinan adanya infeksi

b. Pemeriksaan Fisik

 Melakukan pemeriksaan fisik umum

1) Antropometri
a) Berat Badan
Berat badan harus dipantau karena berat badan ibu hamil biasanya
naik saat kehamilan dan berat badan yang berlebih dapat disebabkan adanya
penimbunan retensi air yang disebut pra edema.
b) Tinggi Badan
Tinggi badan ibu hanya perlu diperiksa pada kunjungan pertama.
Bila tinggi badan ibu kurang dari 145 cm, maka persalinan perlu diwaspadai
karena kemungkinan ibu mempunyai panggul yang sempit.
c) Lingkar Lengan atas normalnya 23,5 cm
2) Pemeriksan fisik secara sistematis atau berurutan
a) Kepala
Inspeksi : warna dan kebersihan rambut, kerontokan rambut
Palpasi : raba kepala untuk mengetahui adanya lesi dan massa
b) Wajah
Inspeksi : apakah Pucat, apakah ada edema pada wajah , apakah ada cloasma
gravidarum
c) Mata
Inspeksi : Sklera ikterik / tidak, konjungtiva anemis / tidak
d) Hidung
Inspeksi : Kesimetrisan hidung, pernafasan cuping hidung
Palpasi : Pembesaran polip & sinusitis
e) Mulut
Inspeksi : Bibir kering dan pecah-pecah/tidak, sianosis/tidak, stomatitis,
gingivitis, adakah gigi yang tanggal, berlubang, dan caries gigi, lidah
kotor/tidak, bau mulut yang menyengat
f) Leher
Palpasi : Kelenjar gondok, pembesaran vena jugularis; pembesaran kelenjar
tiroid, pembesaran kelenjar limfa.
g) Pemeriksaan mamae / payudara;
Inspeksi : Kesimetrisan payudara; Papila mamae atau puting susu menonjol,
mendatar atau masuk (inverted); Areola mamae melebar & bertambah hitam
(hiperpigmentasi)
Palpasi : Pengeluaran kolostrum; Terdapat benjolan abnormal tidak (pada
kunjungan pertama)
h) Abdomen
Pada abortus tuba terdapat nyeri tekan di perut bagian bawah di sisi uterus,
dan pada pemeriksaan luar atau pemeriksaan bimanual ditemukan tumor yang
tidak begitu padat, nyeri tekan dan dengan batas-batas yang tidak rata
disamping uterus. Hematokel retrouterina dapat ditemukan. Pada repture tuba
perut menegang dan nyeri tekan, dan dapat ditemukan cairan bebas dalam
rongga peritoneum. Kavum Douglas menonjol karena darah yang berkumpul
ditempat tersebut baik pada abortus tuba maupun padarupture tuba gerakan
pada serviks nyeri sekali.
i) Genetalia
Sebelum Tindakan pada dilakukan operasi pemeriksaan genetalia eksterna
dapat ditemukan adanya perdarahan pervagina. Perdarahan dari uterus
biasanya sedikit sedikit, berwarna merah kehitaman, Setelah dilakukan
tindakan operasi pada pemeriksaan genetaliadapat ditemukan adanya darah
yang keluar sedikit.
j) Ekstremitas
Pada ekstrimitas atas dan bawah biasanya ditemukan adanya akraldingin
akibat syok serta tanda-tanda cyanosis perifer pada tangandan kaki.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut
2. Risiko infeksi
3. Hipovolemia
4. Ansietas
C. Intervensi Keperawatan
NO. DIAGNOSA KEPERAWATAN SLKI SIKI
1. Nyeri Akut b/d Setelah dilakukan intervensi SIKI: Manajemen Nyeri
- Mengeluh nyeri
keperawatan selama 3x24 jam, maka Observasi
Objektif:
- Tampak meringis diharapkan pasien: 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Bersikap protektif Ekspektasi: Menurun
2. Identifikasi skala nyeri
- Gelisah SLKI: Tingkat Nyeri 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
- Frekuensi nadi meningkat 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
- Sulit tidur Dengan kriteria hasil:
memperingan nyeri
Gejala & tanda minor 1. Keluhan nyeri menurun 5. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
Subjektif: - 2. Meringis menurun nyeri
Objektif: 3. Gelisah menurun Terapuetik:
- Tekanan darah meningkat 4. Frekuensi nadi membaik
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
5. Tekanan darah membaik
- Pola napas berubah mengurangi rasa nyeri
- Nafsu makan berubah 2. Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri
- Proses berpikir terganggu Edukasi:
- Menarik diri 1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Berfokus pada diri sendiri 2. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
- Diaforesis mengurangi nyeri
3. Jelaskan strategi meredakan nyeri
Kolabarosi:
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Risiko Infeksi b/d Setelah dilakukan intervensi SIKI: Pencegahan Infeksi
Faktor Risiko: keperawatan selama 3x24 jam, maka Observasi
1. Penyakit kronis diharapkan pasien: 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
2. Efek prosedur invasif sistemik
Ekspektasi: Menurun
3. Malnutrisi Teraupetik
4. Peningkatan paparan SLKI: Tingkat Infeksi
1. Batasi jumlah pengunjung
organisme patogen
Dengan kriteria hasil: 2. Berikan perawatan kulit pada area edema
lingkungan
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
5. Ketidakadekuatan 1. Demam menurun
dengan pasien dan lingkungan pasien
pertahanan tubuh primer 2. Kemerahan menurun
4. Pertahankan teknik aseptik pada pasien
6. Gangguan peristaltik 3. Bengkak menurun
berisiko tinggi
7. Kerusakan integritas kulit 4. Kadar sel darah putih
Edukasi
8. Perubahan sekresi pH membaik
9. Penurunan kerja siliaris 5. Nyeri menurun 1. Jelaskan gejala dan tanda infeksi
10. Ketuban pecah lama 2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
11. Ketuban pecah sebelum 3. Ajarkan etika batu
waktunya 4. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
12. Merokok operasi
13. Statis cairan tubuh Kolaborasi :
14. Ketidakadekuatan
1. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
pertahanan tubuh sekunder
15. Penurunan hemoglobin
16. Imunosupresi
17. Leukopenia
18. Supresi respon inflamasi
19. Vaksinisasi tidak adekuat
3. Hipovolemia b/d Setelah dilakukan intervensi SIKI:
keperawatan selama 3x24 jam, maka
diharapkan pasien: Observasi
Ekspektasi: Membaik 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia
2. Monitor intake dan output cairan
SLKI:
Terapeutik
Dengan kriteria hasil:
1. Berikan posisi modified trendelenburg
1.Kekuatan nadi 2. Hitung kebutuhan cairan
Edukasi :
2.Frekuensi nadi
1. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
3.Tekanan darah
2. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
4.membran mukosa
5.Intake cairan Kolaborasi :
-kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis,NaCl
RL)
4. Ansietas Setelah dilakukan intervensi SIKI: Reduksi Ansietas
Gejala & tanda mayor keperawatan selama 3x24 jam, maka Observasi
Subjektif: diharapkan pasien: -Monitor Tanda-tanda ansietas(Verbal dan non verbal)
-
Ekspektasi: Menurun Terapeutik
Objektif:
- SLKI: Tingkat ansietas -Ciptakan suasana Terapeutik untuk menumbuhkan
Gejala & tanda minor Dengan kriteria hasil: kepercayaan
Subjektif:
- 1.Verbalisasi khawatir akibat -Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
Objektif: perilaku yang dihadapi -dengarkan dengan penuh perhatian
-
2.Perilaku gelisah Edukasi :
3.Perilaku tegang -Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin
4.Frekuensi nadi dialami
-Anjurkan keluarga untuk menemani pasien
-latih kegiatan pengalih untuk mengurangi ketegangan
Kolaborasi :
-kolaborasi pemberian obat antiansietas jika perlu
BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana setelah fertilisasi terjadi diluar
endometrium kavum uteri. Hampir 90% kehamilan ektopik terjadi di tuba uteria.
Kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau rupture apabila masa kehamilan
berkembang melebihi kapasitas ruang implantasi (misalnya tuba) dan peristiwa ini
disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu.

Mola hidatidosa merupakan penyakit yang berasal dari kelainan pertumbuhan


trofoblas plasenta atau calon plasenta dan disertai dengan degenerasi kistik villi
dan perubahan hidopik. Mola hidatidosa yang dikenal awam sebagai hamil anggur
merupakan kehamilan abnormal berupa tumor jinak yang terjadi sebagai akibat
kegagalan pembentukan bakal janin, sehingga terbentuk jaringan permukaan
membran (villi) yang mirip gerombolan buah anggur.

Diagnosa yang dapat ditegakkan dalam 2 kasus diatas adalah : nyeri akut,
resiko infeksi, hipovolemia, dan ansietas.

B. Saran
Untuk menjadikan makalah ini menjadi makalah yang sempurna maka harus
disertai saran-saran yang bersifat mendorong dan membangun, saran - saran itu
antara lain : Kita hendaknya lebih memahami tentang materi Kehamilan Ektopik
dan Mola Hipatidosa dalam meningkatkan pelayanan pada ibu hamil khususnya
untuk pemberian asuhan keperawatan. Demikian saran dari kami semoga apa
yang kami suguhkan dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi para
pembaca pada umumnya.
Daftar Pustaka

Amalia, E. H., & Azinar, M. (2017).Kehamilan Ektopik. HIGEIA:Journal of Public


Health Research and Development, 1(1), 1–7.

PPNI(2016).Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia:Definisi dan indikator


diagnostik, Edisi 1.Jakarta : DPP PPNI

PPNI (2016).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:Definisi dan Tindakan


Keperawatan,Edisi 1.Jakarta : DPP PPNI

PPNI (2016).Standar Luaran Keperawatan Indonesia:Definisi dan Kriteria Hasil


Keperawatan,Edisi 1.Jakarta : DPP PPNI
Sari purba yulita dan Muh Ardi Munir, 2019 Mola Hidatidosa, Palu Indonesia

Paputungan V.Tiara, W. Wagey Freddy ,2016, Profil penderita mola hidatidosa di


RSUP

Prof. Dr. R. D Kandou Manado

Yulianingsih, Maryunanni, Anik. (2009). Asuhan Kegawatdaruratan Dalam

Kebidanan. Penerbit : Trans Info Media, Jakarta

Ratnawati Ana, (2016). Asuhan Keperawatan Maternitas. I- Yogyakarta

Prawirohardjo, Sarwono. (2006). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Anda mungkin juga menyukai