Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH SEMINAR

KEPERAWATAN MATERNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PROLAPSUS UTERI

Pembimbing:

Erika, M. Kep., Sp.Mat., Phd


Meriani, STr. Keb

Disusun oleh:

KELOMPOK 4 (GELOMBANG 2)

RATIH INDAH SARI, S.Kep


NURSYAHRI RAMADHANI, S.Kep
WULANDARI GULTOM, S.Kep
NAURA NAZIFA, S.Kep
VINA MARISA KUANTAN G, S.Kep

PRAKTIK PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2019
KATA PENGANTAR

Puji sukur kami panjatkan kehairat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-NYA

sehingga proses penyusunan makalah seminar keperawatan kegawatdaruratan “Asuhan

Keperawatan Pasien dengan Prolapsus Uteri” dapat diselesaikan.

Makalah ini kami buat sebagai materi seminar praktik profesi ners keperawatan

medikal bedah. Terimakasih yang sebanyak-banyaknya kami ucapkan kepada pembimbing

akademik dan pembimbing rumah sakit yang telah memberikan arahan dan bimbingan

kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah seminar ini dengan baik.

Kami sangat sadar bahwa makalah seminar ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh

sebab itu, kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan demi penyempurnaan makalah

kami selanjutnya.

Pekanbaru, September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata pengantar.............................................................................................................. ii
Daftar isi....................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................ 1
A. Latar belakang.................................................................................................. 1
B. Tujuan penulisan............................................................................................... 2
C. Manfaat penulisan............................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................. 4
A. Prolaps uteri.................................................................................................. 4
BAB III PEMBAHASAN KASUS.............................................................................. 26
A. Gambaran kasus................................................................................................ 26
B. Hasil pengkajian, pemeriksaan fisik, laboratorium & diagnostik.................... 26
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................................ 39
A. Pengkajian........................................................................................................ 39
B. Diagnosa keperawatan...................................................................................... 40
C. Intervensi keperawatan..................................................................................... 40
D. Implementasi.................................................................................................... 41
E. Evaluasi............................................................................................................ 41
BAB V PENUTUP....................................................................................................... 46
A. Kesimpulan....................................................................................................... 46
B. Saran................................................................................................................. 47
Daftar pustaka............................................................................................................... 48

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Prolaps uteri terjadi karena adanya kerusakan pada otot dasar panggul. Kerusakan

tersebut dapat disebabkan oleh proses persalinan yang mengakibat-kan regangan dan

robekan pada fascia endopelvic, musculus levator dan perineal body. Namun, prolaps uteri

juga dapat terjadi pada wanita dengan peningkatan tekanan intraabdomen dan kelainan

jaringan ikat. Hal ini menyebabkan ketidaknyamanan dan mengganggu aktifitas

(Khalilullah, Masnawati, Saputra dan Hayati, 2011).

Prolaps uteri terjadi pada hampir setengah dari seluruh wanita.Walaupun hampir

setengah dari wanita yang pernah melahirkan memiliki prolaps organ pelvik melalui

pemeriksaan fisik, namun hanya 5-20% yang simtomatik. Prevalensi prolaps organ

panggul meningkat sekitar 40% tiap penambahan 1 dekade usia seorang wanita. Derajat

POP yang berat ditemukan pada wanita dengan usia yang lebih tua, yaitu 28%-32,3%

derajat 1, 35%- 65,5% derajat 2, dan 2-6% derajat 3 ( Tsikouras, 2013).

Prolaps uteri diakibatkan oleh kelemahan jaringan penyokong panggul, meliputi otot,

ligament, dan fasia. Umumnya, kondisi ini biasanya disebabkan oleh trauma obstetrik dan

laserasi selama persalinan. Proses persalinan vaginal menyebabkan peregangan pada dasar

panggul, dan hal ini merupakan penyebab paling signifikan dari prolaps uteri. Seiring proses

penuaan, terdapat penurunan kadar estrogen sehingga jaringan panggul kehilangan

elastisitas dan kekuatannya (Hamamah & Pangastuti, 2017).

Umumnya perempuan multipara mengalami pelemahan dasar panggul, karena itu

prevalensi prolaps uteri tanpa gejala cukup tinggi. Diperkirakan 50% multipara

1
menderita prolapsus uteri genetalia. Kasus prolapsus uteri akan meningkat jumlahnya

seiring dengan meningkatnya usia hidup wanita. Prolaps uteri ditemukan paling sedikit

pada 14 % perempuan di atas 30 tahun. Sedangkan menurut data dari American Medical

System (AMS), pada perempuan antara 18 sampai 44 tahun, prevalensinya adalah 24%

(Abrams, 2014). Selain itu penyebab yang dapay menyebabkan prolasp uteri adalah

persalinan pervaginam.

Persalinan pervaginam adalah yang paling sering dikutip sebagai faktor resiko

untuk terjadinya prolaps uteri contohnya tarikan pada janin pada pembukaan belum

lengkap, prasat Crede yang berlebihan, laserasi dinding vagina bagian bawah pada kala

II dan reparasi otot-otot panggul yang tidak baik. Jadi, tidaklah mengherankan bila

prolaps genitalia terjadi segera sesudah partus atau dalam masa nifas. Faktor resiko

prolaps uteri meningkat menjadi 1,2 kali lipat pada persalinan pervaginam

(Winkjosastro, 2007).

Hasil penelitian Hamamah dan Pangastuti (2017) menyatakan bahwa gangguan

yang paling sering dialami oleh pasien prolaps uteri adalah keluhan merasa penuh di vagina

(51,6%) dan teraba benjolan di jalan lahir (54,8%). Derajat prolaps uteri yang paling

banyak adalah derajat 4 (43,3 %).

Tata laksana prolaps organ panggul ada 3 yaitu pencegahan, konservatif dan operatif.

Indikasi untuk melakukan operasi prolaps organ panggul tergantung dari beberapa faktor

seperti umur penderita, keinginannya untuk masih mendapatkan anak atau untuk

mempertahankan uterus, tingkat prolapsus dan jenis keluhan. Jenis operasi yang paling

banyak dipilih adalah histerektomi vaginal karena mempunyai beberapa keuntungan

dibandingkan histerektomi abdominal yaitu waktu rawat di RS lebih singkat, lebih cepat

2
kembali menjalani aktivitas normal dan lebih sedikit kejadian infeksi atau demam.

Keuntungan yang lain adalah pada saat yang sama dapat dilakukan operasi prolaps dinding

vagina lainnya seperti kolporafi anterior, posterior, kolpokleisis atau kolpoperineorafi.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hamimah dan pangastuti (2017)

Penatalaksanaan prolaps uteri dari 30 kasus dibagi menjadi 2 macam yaitu konservatif dan

operatif. Terapi konservatif dibagi lagi menjadi latihan Kegel (7%) dan pasang pessarium

(3%). Terapi operatif diklasifikasikan menjadi 4 macam yaitu histerektomi vaginal total

(HVT) dengan kolporafi anterior dan posterior (53,3%), kolpokleisis saja (16,7%), HVT

dan kolpokleisis (10%), kolporafi anterior dan posterior saja (10%).

Prolaps uteri tentu saja sangat mempengaruhi kualitas hidup seseorang seiring

bertambahnya usia harapan hidup. Berbagai dampak dapat timbul antara lain dampak

sosial dan dampak ekonomi. Dampak sosial yaitu kehilangan pekerjaan, bahkan ada

yang diceraikan oleh suaminya. Sedangkan dampak ekonominya adalah pengeluaran

biaya untuk mengurangi keluhan dan meningkatkan kualitas hidup (Hendrix et al.

2009). Berdasarkan permasalahan tersebut maka penulis tertarik untuk membuat

makalah seminar tentang asuhan keperawatan pasien dengan prolaps uteri.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi prolaps uteri?

2. Apa saja etiologi prolaps uteri?

3. Apa saja manifestasi prolaps uteri?

4. Apa saja klasifikasi prolaps uteri?

5. Bagaimana patofisiologi prolaps uteri?

6. Bagaimana komplikasi prolapse uteri

3
7. Bagaimana prosedur penatalaksanaan pada prolaps uteri?

8. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan prolaps uteri?

C. Tujuan Masalah

Tujuan Umum

Untuk mengetahui asuhan keperawatan pasien dengan Prolaps Uteri.

Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui definisi prolaps uteri

2. Untuk mengetahui etiologi prolaps uteri

3. Untuk mengetahui manifestasi prolaps uteri

4. Untuk mengetahui klasifikasi prolaps uteri

5. Untuk mengetahui patofisiologi prolaps uteri

6. Untuk mengetahui prosedur penatalaksanaan pada prolaps uteri

7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien prolaps uteri.

4
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi Prolaps Uteri

Prolaps uteri adalah turunnya uterus dari tempat biasa, oleh karena

kelemahan otot atau fascia yang dalam keadaan normal menyokongnya atau

turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus genitalis akan jadi longgar dan

organ pelvis akan turun ke dalamnya (Winkjosastro, 2008). Prolaps uteri terjadi

karena adanya kerusakan pada otot dasar panggul. Kerusakan tersebut dapat disebabkan

oleh proses persalinan yang mengakibat-kan regangan dan robekan pada fascia

endopelvic, musculus levator dan perineal body. Namun, prolaps uteri juga dapat terjadi

pada wanita dengan peningkatan tekanan intraabdomen dan kelainan jaringan ikat. Hal

ini menyebabkan ketidaknyamanan dan mengganggu aktifitas (Khalilullah, Masnawati,

Saputra dan Hayati, 2011).

Prinsip terjadinya prolapsus uteri adalah terjadinya defek pada dasar pelvis

yang disebabkan oleh proses melahirkan, akibat regangan dan robekan fasia

endopelvik, muskulus levator serta perineal body. Neuropati perineal dan parsial

pudenda juga terlibat dalam proses persalinan. Sehingga wanita multipara sangat

rentan terhadap faktor resiko terjadinya prolaps uteri (Lazarou, 2010).

B. Etiologi Prolapsus Uteri

Prolaps uteri terjadi karena kelemahan otot ligamen endopelvik, terutama

ligamentum transversal dapat dilihat pada nulipara dimana terjadi elongatio colli

disertai prolapsus uteri. Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan dan

menopause. Persalinan lama yang sulit, meneran sebelum pembukaan lengkap,

laserasi dinding vagina bawah pada kala dua, penatalaksanaan pengeluaran plasenta,

5
reparasi otot-otot panggul yang tidak baik. Pada menopause, hormon estrogen telah

berkurang (Hipoestrogen) sehingga otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah

(Prawirohardjo, 2014).

Prolaps uteri sering terjadi pada wanita multipara tetapi seringkali tidak

dilaporkan. Penyebab salah satunya yaitu partus pervaginam. Kehamilan, persalinan

dan kelahiran pervaginam dapat menyebabkan berbagai derajat kerusakan pada

struktur penunjang panggul termasuk ligamentum, fasia, otot dan suplai sarafnya.

Lebih banyak kerusakan disebabkan oleh persalinan lama, kepala bayi atau bahu

yang besar dan ketika tindakan dengan forsep yang sulit diperlukan untuk melahirkan

bayi (Norwitz 2006).

1. Faktor Resiko

a. Pekerjaan

Pekerjaan mengangkat barang-barang berat yang dilakukan seperti orang

mengejan sehingga terdapat tekanan pada uterus. Pada saat itu otot- otot

panggul ikut teregang yang mengakibatkan otot-otot akan lemah pada ligamen

endopelvik. Pekerjaan dan aktifitas berat sering dikaitkan dengan pembentukan

prolaps uteri.

b. Berat badan

Banyak wanita yang bertambah berat badannya pada menopause, hal ini

disebabkan oleh faktor makanan ditambah lagi karena kurang berolahraga.

Pada orang gemuk otot-otot panggul yang dimiliki kurang bagus, mudah terjadi

prolaps uteri, sehingga memerlukan untuk olahraga atau senam kegel.

c. Jenis proses persalinan normal

Hal ini dapat terjadi apabila ibu berusaha mengeluarkan janin sebelum

serviks membuka lengkap, meneran lama pada persalinan kala dua. Dalam hal

6
ini ligamentum kardinale dapat mengendor, sehingga prolaps uteri dapat

terjadi.

d. Riwayat persalinan multiparitas

Partus yang berulang kali dan terlampau sering dapat menyebabkan

kerusakan otot-otot maupun saraf-saraf panggul sehingga otot besar panggul

mengalami kelemahan, bila ini terjadi maka organ dalam panggul bisa

mengalami penurunan.

e. Penatalaksanaan pengeluaran plasenta

Pada saat pengeluaran plasenta adanya tekanan intra-abdomen pada waktu

regangan lebih mendorong uterus ke kandung kemih, ligamen latum akan

teregang dan kemudian saat itu juga dikerahkan tenaga yang sangat besar untuk

mengeluarkan plasenta. Dalam hal ini ligamentum kardinale dapat mengendor,

sehingga prolaps uteri dapat terjadi.

f. Menopause

Menopause juga dapat menyebabkan turunnya rahim karena produksi

hormon estrogen berkurang sehingga elastisitas dari jaringan ikat berkurang

dan otot-otot panggul mengecil yang menyebabkan melemahnya sokongan

pada rahim.

C. Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda-tanda sangat berbeda dan bersifat individual. Kadangkala

penderita yang satu dengan prolaps uteri yang cukup berat tidak mempunyai keluhan

apapun, sebaliknya penderita lain dengan prolaps uteri ringan mempunyai banyak

keluhan. Keluhan-keluhan yang hampir selalu di jumpai:

1. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genitalia eksterna.

7
2. Rasa sakit di pinggul dan pinggang (Backache). Biasanya jika penderita berbaring,

keluhan menghilang atau berkurang.

3. Sistokel dapat menyebabkan gejala-gejala :

a. Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula-mula pada siang hari, kemudian lebih

berat juga pada malam hari.

b. Perasaan seperti kandung kemih tidak dapat dikosongkan seluruhnya.

c. Stress incontinence yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk dan

mengejan. Akdang-kadang dapat terjadi retensio urine pada sistokel yang besar

sekali.

4. Rektokel dapat menjadi gangguan pada defekasi :

a. Obstipasi karena feses berkumpul dalam rongga rektokel.

b. Baru dapat defekasi setelah diadakan tekanan pada rektokel dan vagina.

5. Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut :

a. Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu berjalan dan

bekerja. Gesekan portio uteri oleh celana menimbulkan lecet sampai luka dan

dekubitus pada portio uteri.

b. Lekores karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan karena infeksi

serta luka pada portio uteri.

6. Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasa penuh di

vagina (Megadhana, 2013).

D. Klasifikasi

Klasifikasi prolaps organ panggul dikembangkan beberapa sistem. Untuk keperluan

praktik klinis dan penelitian, sistem Pelvic Organ Prolapse Quantification (POP-Q) lebih

dipilih dibandingkan dengan system Baden-Walker. Derajat sistem POP-Q didasarkan

pada penurunan maksimal dari prolaps relatif terhadap hymen pada 1 atau lebih

8
kompartemen. Pengklasifikasian derajat prolaps organ pelvis berdasarkan sistem POP-

Q adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Derajat prolapsus organ panggul

Derajat 0 Tidak terlihat adanya prolapsus


Derajat I Bagian distal dari prolapsus > 1cm di atas himen.
Derajat II Bagian yang paling distal dari prolapsus < 1cm di bawah
lingkaran himen.
Derajat III \ Bagian yang paling distal dari prolapsus > 1cm di bawah
himen, namun kurang dari TVL (total vaginal length) – 2
cm.

Derajat IV Eversi komplit total panjang traktus genetalia bawah.


Bagian
distal prolapsus uteri menurun sampai (TVL-2) cm

Klasifikasi prolaps uteri menurut Sjamsuhidajat dan Jong (2004):

1. Prolaps uteri tingkat I, yaitu serviks tetap di dalam vagina. Pada sebagian pasien

keadaan ini biasanya tanpa disertai keluhan, pasien akan memeriksakan

keadaannya jika terdapat keluhan dan derajat prolaps bertambah.

2. Prolaps uteri tingkat II, yaitu porsio kelihatan di introitus (pintu masuk) vagina,

gejala yang dirasakan pasien adalah punggung bagian bawah terasa nyeri dan ada

perasaan yang mengganjal pada vagina, bahkan pada sebagian wanita keadaan ini

tidak ada keluhan.

3. Prolaps uteri tingkat III, disebut juga prosidensia uteri (seluruh rahim keluar dari

vulva), dikarenakan otot dasar panggul sangat lemah dan kendor sehingga tidak

mampu menopang uterus. Pada kasus ini prolapsus uteri dapat disertai sistokel,

enterokel atau rektokel.

E. Patofisiologi

Prolaps uteri terbagi dalam berbagai tingkat dari yang paling ringan sampai

prolaps uteri totalis. Terutama akibat persalinan, khususnya persalinan pervaginam

yang susah dan terdapatnya kelemahan-kelemahan ligamen yang tergolong dalam

9
fasia endopelvik dan otot-otot serta fasiafasia dasar panggul. Juga dalam keadaan

tekanan intra abdominal yang meningkat dan kronik akan memudahkan penurunan

uterus, terutama apabila tonus-tonus otot melemah seperti pada penderita dalam

menopause.

Serviks uteri terletak di luar vagina akan tergesek oleh pakaian wanita

tersebut dan lambat laun menimbulkan ulkus yang dinamakan ulkus dekubitus. Jika

fasia di bagian depan dinding vagina kendor biasanya terjadi trauma obstetrik, ia

akan terdorong oleh kandung kencing sehingga menyebabkan penonjolan dinding

depan vagina ke belakang yang dinamakan sistokel. Sistokel yang pada mulanya

hanya ringan saja, dapatmenjadi besar karena persalinan berikutnya yang kurang

lancar atau yang diselesaikan dalam penurunan dan menyebabkan urethrokel.

Kekendoran fasia dibagian belakang dinding vagina oleh trauma obstetrik atau

sebabsebab lain dapat menyebabkan turunnya rectum ke depan dan menyebabkan

dinding belakang vagina menonjol ke lumen vagina yang dinamakan rektokel.

Enterokel adalah hernia dari kavum douglas. Dinding vagina bagian belakang turun

dan menonjol ke depan. Kantong hernia ini dapat berisi usus atau omentum. Semua

akan terlihat nyata ketika menopause (Prawirohardjo, 2014).

10
11
F. Komplikasi
Winkjosastro (2009) menyatakan bahwa terdapat beberapa komplikasi yang
dapat terjadi pada prolapse uteri yaitu sebagai berikut:
1. Kreatinisasi mukosa vagina dan portio uteri
2. Dekubitus
3. Hipertrofi serviks uteri dan elangasio kolli
4. Kemandulan

G. Penatalaksanaan
1. Terapi Non Operatif

Pengobatan cara ini tidak seberapa memuaskan tetapi cukup membantu.

Cara ini dilakukan pada prolapsus ringan tanpa keluhan, atau penderita masih

ingin mendapat anak lagi, atau penderita menolak untuk dioperasi, atau

kondisinya tidak mengizinkan untuk dioperasi. Terapi ini dapat dilakukan

dengan cara latihan-latihan otot dasar panggul, stimulasi otot-otot dengan alat

listrik dan pengobatan dengan pesarium (Winkjosastro, 2008).

Tujuan dari terapi konservatif (non operatif) adalah untuk mencegah prolaps

bertambah parah, mengurangi gejala, meningkatkan kekuatan otot dasar

panggul. Pelatihan otot dasar panggul pertama kali diperkenalkan oleh Arnold

Kegel, caranya adalah dengan mengencangkan otot panggul selama beberapa

detik kemudian merelaksasikanya, dikerjakan secara berulang-ulang,

keuntungan dari cari ini adalah mudah untuk dikerjakan, tidak beresiko, tidak

mengeluarkan biaya, dapat dikerjakan dimana saja dan terbukti efektif jika

dikerjakan secara rutin, selain itu cara tersebut juga berguna untuk mencegah

dan menangani inkontinensia urin dan meningkatan sensasi seksual.

Selain cara di atas, terapi non bedah lainnya adalah dengan penggunaan

pesarium. Pesarium adalah suatu alat yang terbuat dari silikon, dipasang di

12
bawah atau di sekeliling serviks. Alat ini membantu menahan uterus untuk

turun dari tempatnya. Bagi sebagian ahli ureginokologi, pesarium digunakan

sebagai terapi lini pertama sebelum mereka menawarkan untuk terapi

pembedahan (Doster, 2012). Pesarium dapat dipasang pada hampir seluruh

wanita dengan prolapsus tanpa melihat stadium ataupun lokasi dari prolapses

(Cipta, 2015).

2. Terapi Operatif

Tujuan utama dari terapi pembedahan adalah untuk menghilangkan gejala.

Secara umum pembedahan ditawarkan kepada pasien yang telah menjalani

terapi konservatif tetapi gagal maupun tidak merasa puas dengan hasilnya, atau

pada pasien yang tidak ingin menjalankan terapi konservatif. Pada saat ini

teknik pembedahan untuk menangani prolaps organ panggul telah banyak

dikembangkan oleh para ahli, baik pervaginam, perabdominal maupun melalui

pendekatan laparoskopi. Beberapa teknik di antaranya adalah sakrokolpopeksi,

kuldoplasti, fiksasi ligamentum sakropinosum, suspensi uterosakral,

kolpokleisis dan berbagi cara lainnya (Doster, 2012).

Histerektomi vagina dilakukan pada prolapsus uteri tingkat lanjut (derajat

III dan IV) dengan gejala pada saluran pencernaan dan pada wanita yang telah

menopause. Histerektomi vagina lebih disukai oleh wanita menopause yang

aktif secara seksual. Histerektomi vaginal saat ini merupakan metode

pengobatan terkemuka untuk pasien prolapsus uteri simtomatik di Netherlands

(Detollenaere et al, 2011).

E. Asuhan Keperawatan Prolaps Uteri

1. Pengkajian
a. Anamnesis. Pada anamnesis, bagian yang dikaji adalah keluhan utama, riwayat

13
penyakit sekarang, dan riwayat penyakit terdahulu.

1) Keluhan Utama

2) Riwayat Penyakit Sekarang.

3) Riwayat Penyakit Dahulu

4) Riwayat Keluarga: perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang

menderita penyakit seperti ini

5) Psikososial: dalam pemeliharaan kesehatan dikaji tentang pemeliharaan gizi

di rumah dan bagaimana pengetahuan keluarga tentang penyakit

b. Pemeriksaan Fisik Fokus

1) Kepala

 Rambut: bersih, tidak ada ketombe, dan tidak rontok

 Wajah: tidak ada oedema, ekspresi wajah ibu menahan nyeri

(meringis), raut wajah pucat, cemas.

 Mata: konjunctiva tidak anemis

 Hidung: simetris, tidak ada sputum

 Telinga : simetris, bersih, tidak ada serumen

 Mulut : bibir tidak kering, tidak sianosis, mukosa bibir lembab, tidak

terdapat lesi

2) Leher: tidak ada pembesaran kelenjer tiroid dan tidak ada pembesaran

kelenjer getah bening

3) Dada

 Inspeksi: simetris

 Perkusi: sonor seluruh lap paru

 Palpasi: vocal fremitus simetri kana dan kiri

 Auskultasi: vesikuler, perubahan tekanan darah

14
4) Cardiac

 Inspeksi: ictus cordis tidak tampak

 Palpasi: ictus cordis teraba, Perubahan denyut nadi

 Perkusi: pekak

 Auskultasi: tidak ada bising

5) Abdomen

 Inspeksi: simetris, tidak ascites,

 Palpasi: hati limpa tidak teraba, bunyi usus (+) normal, massa (-), nyeri

tekan (-)

 Perkusi: tympani

 Auskultasi: bising usus normal

6) Genetalia

 Inspeksi: Tampak massa uterus keluar sebagian dari introitus vagina,

bentuk bulat, warna merah, discharge (-).

 Palpasi: Teraba massa ukuran 3cmx2cmx2cm, konsistensi kenyal,

nyeri tekan (+).

c. Pemeriksaan penunjang

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intraabdominal

b. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan luka oleh pergeseran

massa uterus

3. Intervensi Keperawatan

Dx: Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intraabdominal

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2X24 jam

nyeri pasien berkurang hingga hilang

15
Kriteria Hasil: 1. Skala nyeri pasien berkurang, TTV dalam batas normal,

mampu mengontrol nyeri

Intervensi:

 Minta pasien untuk menilai nyeri dengan skala 0-10, serta dilengkapi dengan

pengkajian PQRST

 Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada mereka yang

tidak mampu berkomunikasi efektif

 Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama akan

berlangsung, dan antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur

 Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (relaksasi, distraksi, terapi)

 Kolaborasi pemberian analgetik

Dx: Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan luka oleh pergeseran

massa uterus.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam

masalah keperawatan resiko tinggi infeksi tidak terjadi

teratasi dengan

Kriteria hasil: Nilai leukosit dalam batas normal, tidak ada tanda-tanda

infeksi yaitu panas,kemerahan, bengkak.

Intervensi:

 Observasi tanda-tanda infeksi berupa rubor, color, dolor, tumor

 Tehnik aseptik dalam setiap tindakan keperawatan kepada pasien

 Ajarkan dan anjurkan pasien untuk personal hygine daerah genetalia

 Kolaborasi pemberian antibiotik dan tindakan operasi

16
Daftar Pustaka

Asih, A & Darto. (2013). Prolaps uteri grade iv, sistokel grade iv dan rektokel grade iii
dengan giant vesicolithiasis dan prolaps rekti.
Dwi, C. R. S & Denny, A. Gambaran faktor risiko prolaps organ panggul pasca
persalinan vaginal. Daerah Istimewa Yogyakarta
Khalilullah, S., Masnawati., Saputra, Ramadhan, W., & Hayati, M. (2011). Prolapsus
Uteri pada Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, Indonesia Selama
2007 sampai 2010. Penelitian Deskriptif Retrospektif, 17 Februari 2011. Departemen
Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Syiahkuala.
NANDA Nic-Noc. Yogyakarta: Mediaction
Nurarif, A.H & Kusuma, H. (2013). Asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan
Wiknjosastro, H. (2005). Ilmu kandungan edisi kedua. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

17

Anda mungkin juga menyukai