Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS

KEHAMILAN EKTOPIK

DISUSUN OLEH :

Dearni Anggita K. P. 150100001


Wanda Guslin 150100085
Novita Sari Tambunan 150100143

Pembimbing:

dr. Arvitamuriany Triyanthi Lubis, M.Ked(OG), Sp.OG

PROGRAM KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

DEPARTEMEN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RUMAH SAKIT UMUM HAJI ADAM MALIK

MEDAN

2020
i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan laporan kasus kami yang
berjudul “Kehamilan Ektopik”. Penulisan laporan ini merupakan salah satu
syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan
Profesi Dokter di Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
dosen pembimbing, dr. Arvitamuriany Triyanthi Lubis, M.Ked(OG), Sp.OG
yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga
dapat selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan yang telah disusun ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk laporan kasus ini. Akhir kata, semoga laporan kasus ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca dan semua pihak yang terlibat dalam pelayanan
kesehatan di Indonesia.

Medan, 14 Oktober 2020

Penulis
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii

DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv

DAFTAR GAMBAR .........................................................................................v

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................1

1.1. Latar Belakang ....................................................................................1


1.2. Tujuan Laporan Kasus ........................................................................2
1.3. Manfaat Laporan Kasus ......................................................................2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................3

2.1. Definisi ................................................................................................3


2.2 Epidemiologi .......................................................................................3
2.3 Patogenesis..........................................................................................4
2.4 Etiologi dan Faktor Risiko................. .................................................4
2.5 Diagnosis ............................................................................................8
2.6 Penatalaksanaan ................................................................................12
2.7 Prognosis ...........................................................................................17

BAB 3 STATUS PASIEN................................................................................18

BAB 4 DISKUSI STATUS ..............................................................................27

BAB 5 KESIMPULAN ....................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................31


iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Mekanisme patogen. Mekanisme potensial yang terlibat dalam


patogenesis kehamilan tuba setelah pembuahan alami dan IVF,
dalam kaitannya dengan faktor risiko yang telah
ditetapkan...........................................................................................5
Gambar 2.2 Ultrasonografi Kehamilan Ektopik Tuba..........................................11
Gambar 2.3 Kontraindikasi absolut dan relatif Methotrexate ..............................13
Gambar 2.4 Pemberian dosis tunggal dan dosis ganda Methotrexate...................15
Gambar 2.5 Algoritma tatalaksana operatif Kehamilan Ektopik Tuba.................17
Gambar 3.1 Inspekulo menunjukkan gambaran serviks………...………………21
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehamilan ektopik adalah komplikasi trimester pertama kehamilan yang


muncul pada 1,3-2,4% dari semua kehamilan, yang membawa morbiditas dan
mortalitas yang besar. Bahkan hingga saat ini, kehamilan ektopik menyumbang
kematian sebanyak 6% terkait kehamilan1
Lokasi kehamilan ektopik yang paling umum adalah di tuba falopi, terutama
di regio ampullary tuba falopi. Implantasi di luar tuba falopi — di serviks,
ovarium, miometrium, rongga perut, bagian interstitial (yaitu, intramuskular /
proksimal) tuba falopi atau secara kebetulan dengan kehamilan intrauterin —
terjadi pada kurang dari 10% dari kasus kehamilan ektopik.2
Faktor risiko yang telah dikaitkan dengan kehamilan ektopik termasuk riwayat
kehamilan ektopik , operasi tuba, riwayat infertilitas, merokok, banyak pasangan
seksual, usia ibu yang lebih tua, dan paparan dietilsistilbestrol(DES) dalam
rahim. Penggunaan pil khusus levonorgestrel untuk kontrasepsi darurat (LNG-EC)
pada saat konsepsi baru-baru ini telah diidentifikasi sebagai faktor risiko
kehamilan ektopik.3
Kehamilan ektopik dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat, terlepas
dari status sosial ekonomi negara tersebut. Dalam beberapa tahun terakhir,
kejadian situasi ini telah dikalikan 1,5 di seluruh dunia. Namun morbiditas dan
mortalitasnya mengalami penurunan. Hal ini dapat dijelaskan dengan
pengembangan alat diagnostik, terutama pemeriksaan hCG dan USG
transvaginal.4
Peningkatan metode diagnostik dan terapeutik telah membuat kematian ibu
akibat kehamilan ekstrauterin jarang terjadi sebagai fenomena global (0,05%),
namun kualitas diagnosis dan pengobatan kondisi ini tidak seragam. Terlepas dari
ketersediaan metode bedah invasif minimal, diagnosis yang tertunda dan
kesalahan dalam pengobatan akut dan perawatan lanjutan masih membuat ruptur
2

kehamilan ekstrauterin sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari dalam


kebidanan dan ginekologi.1

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah:

1. Melengkapi tugas laporan kasus pada departemen Obstetri dan Ginekologi


RSUP HAM Medan.
2. Memperdalam pengetahuan mengenai Kehamilan Ektopik Terganggu.

3. Memperdalam pemahaman mengenai penanganan Kehamilan Ektopik


terutama yang sudah terganggu.

1.3 Manfaat

Manfaat dari penulisan laporan kasus ini adalah:


1. Meningkatkan ketajaman pemahaman mengenai definisi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, terapi, komplikasi, dan prognosis
kehamilan ektopik terganggu.
2. Mampu mengaplikasikan landasan teori kehamilan ektopik terganggu dengan
kasus yang terjadi pada pasien di lapangan.
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kehamilan ektopik diartikan sebagai kehamilan yang terjadi di luar rongga


rahim. Tempat tersering kehamilan ektopik adalah tuba falopi. Sebagian besar
kasus kehamilan ektopik tuba yang terdeteksi secara dini dapat berhasil diobati
baik dengan pembedahan invasif minimal atau dengan manajemen medis
menggunakan metotreksat. Namun, kehamilan ektopik tuba pada pasien yang
tidak stabil merupakan keadaan darurat medis yang memerlukan intervensi bedah
segera.5

2.2 Epidemiologi

Insiden kehamilan ektopik diperkirakan antara 1% sampai 2% dari semua


kehamilan. Meskipun kejadian kehamilan ektopik meningkat enam kali lipat
antara tahun 1970 dan 1992, kejadian ini tetap stabil sejak saat itu. Di Amerika
Serikat pada tahun 1989, angka kehamilan ektopik tahunan per 10.000 wanita
berusia 15 hingga 44 tahun adalah 15,5, serupa dengan di Finlandia, tetapi lebih
tinggi daripada angka di Prancis. Data nasional terakhir dan terbaru yang
dilaporkan oleh Centers for Disease Control menunjukkan bahwa keseluruhan
kejadian kehamilan ektopik telah stabil menjadi sekitar 20/1000 kehamilan pada
awal 1990-an.6
Frekuensi kehamilan ektopik sulit untuk ditentukan secara akurat tetapi di
Amerika Serikat kira-kira 5 sampai 20 per 1000 kehamilan. Insidensi kehamilan
ektopik bervariasi di antara negara yang berbeda, dengan angka setinggi 1 dari 28
dan 1 dari 40 kehamilan yang dilaporkan di Jamaika dan Vietnam, masing-
masing. Risiko kehamilan ektopik yang terkait dengan teknologi reproduksi
berbantuan meningkat dibandingkan dengan populasi umum dengan tingkat dari
0,8% menjadi 8,6%. Data dari National ART Surveillance System dari 2001-2011
menunjukkan bahwa tingkat kehamilan ektopik menurun dari 2% menjadi 1,6%
dari 553.577 kehamilan di Amerika Serikat.6
4

Rasio kematian 6,8 kali lebih tinggi untuk orang Afrika-Amerika daripada
kulit putih dan 3,5 kali lebih tinggi untuk wanita yang lebih tua dari 35 tahun
dibandingkan dengan wanita yang lebih muda dari 25 tahun. Dari 76 kematian di
antara wanita yang dirawat di rumah sakit karena kehamilan ektopik antara tahun
1998 dan 2007, 70% dari kehamilan ektopik terletak di saluran tuba. Wanita yang
belum menikah dari semua ras memiliki peluang 1,7 kali lebih besar untuk
meninggal akibat kehamilan ektopik dibandingkan wanita yang sudah menikah.
Secara keseluruhan, risiko kematian akibat kehamilan ektopik sekitar 10 kali lebih
besar daripada risiko melahirkan dan lebih dari 50 kali lebih besar daripada risiko
aborsi legal.6

2.3 Patogenesis

Kehamilan ekstrauterin berasal dari multifaktorial. Hampir setengah dari


semua wanita dengan kehamilan ekstrauterine tidak memiliki faktor risiko yang
dikenali untuk itu. Mekanisme yang didalilkan meliputi obstruksi tuba anatomis
dan / atau fungsional, gangguan motilitas tubular dan disfungsi siliaris, dan faktor
kemotaktik molekuler yang merangsang dan mendorong implantasi tuba.1

2.4 Etiologi dan Faktor Risiko

Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar


penyebabnya tidak begitu diketahui. Tiap kehamilan dimulai dengan pembuahan
telur dibagian ampulla tuba, dan dalam perjalanan ke uterus telur mengalami
hambatan sehingga pada saat nidasi masih di tuba. Penyumbatan anatomi atau
perubahan motilitas saluran reproduksi mencegah sel telur ditanamkan di rongga
rahim8
Faktor risiko :
1. Usia
- Dapat terjadi pada wanita usia reproduksi yang aktif secara seksual
- Risiko meningkat dengan bertambahnya usia ibu
2. Etnis / ras
5

- Di Amerika Serikat, wanita bukan kulit putih memiliki insiden yang lebih
tinggi
3. Faktor / asosiasi risiko lainnya
- Intrauterine device (pelepasan tembaga dan progestogen)
- Kontrasepsi oral khusus progestin
- Pengobatan infertilitas (mis., Induksi ovulasi farmakologis, fertilisasi in
vitro)
Kehamilan tuba yang terjadi secara alami dan setelah IVF-ET memiliki faktor
risiko tuba yang sama, menunjukkan bahwa kerusakan tuba memiliki peran utama
dalam patogenesis keduanya.

Gambar 2.1 Mekanisme patogen. Mekanisme potensial yang terlibat dalam patogenesis
kehamilan tuba setelah pembuahan alami dan IVF, dalam kaitannya dengan faktor risiko
yang telah ditetapkan.

Pemahaman kita tentang patofisiologi EP terbatas. Literatur saat ini


mendukung hipotesis bahwa penyebab utama implantasi tuba adalah kerusakan
tuba itu sendiri, meskipun faktor embrio dan uterus juga dapat terlibat. Hasil
6

kerusakan tuba dari perubahan dalam mekanisme transportasi tuba dan ekspresi
molekul yang biasanya menghambat implantasi blastokista di tuba Fallopii .
Namun, dalam kasus EP pasca IVF-ET, di mana embrio di sepanjang tuba
fallopi tidak terjadi, faktor tambahan yang mencegah implantasi intrauterin harus
mendahului implantasi ektopik embrio. Sulit membedakan antara mekanisme
yang terlibat dalam kehamilan tuba alami dan pasca IVF-ET. Untuk pengetahuan
kita, hanya satu studi yang membandingkan patologi tuba pada kehamilan ektopik
alami dan IVF, menggunakan E-cadherin sebagai penanda potensi implantasi.
Studi biologi lebih lanjut menggunakan pendekatan komparatif ini diperlukan
untuk menjelaskan mekanisme yang terlibat.
Penjelasan lain untuk EP selama IVF-ET adalah gangguan fungsi tuba dan
penerimaan endometrium dengan implantasi ektopik yang terjadi setelah
kegagalan interaksi biologis normal antara endometrium, tuba falopi dan embrio
akibat stimulasi ovarium terkontrol (COS) dan perubahan selanjutnya dalam
lingkungan hormonal. Oleh karena itu wanita dengan penyakit tuba yang
mendasari yang melakukan IVF mungkin menghadapi "risiko ganda" dalam risiko
EP, karena penyakit tuba dan efek samping superovulasi pada fungsi tuba selama
siklus IVF.9

- Riwayat :
o Kehamilan ektopik
Wanita dengan kehamilan pertama ektopik memiliki peningkatan risiko
hasil kelahiran yang merugikan pada kehamilan intrauterin di masa
mendatang, seperti kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, dan
persalinan sesar. Resikonya ada tanpa memandang usia. Namun, wanita yang
pernah mengalami kehamilan ektopik yang berusia 30 tahun atau lebih
memiliki risiko gangguan plasenta yang lebih tinggi. Studi lebih lanjut
diperlukan untuk menentukan apakah hubungan ini ada di pengaturan lain.
Temuan ini menunjukkan rute baru untuk menyelidiki penyebab bersama dari
kehamilan ektopik dan hasil kelahiran yang merugikan.10
7

o Prosedur sterilisasi tuba dan operasi tuba sebelumnya, yang dapat


menyebabkan kerusakan tuba falopi.9
o Endometriosis yang dapat menyebabkan gangguan dan jaringan parut pada
anatomi panggul
Radang saluran tuba akibat kondisi seperti endometriosis merupakan
faktor risiko kehamilan ektopik. Dibandingkan dengan wanita tanpa
endometriosis, wanita dengan endometriosis memiliki risiko dua kali lipat
untuk kehamilan ektopik (risiko relatif 1.9, interval kepercayaan 95% 1,8
hingga 2,1).6
o Penyakit radang panggul dengan keterlibatan tuba falopi
Riwayat penyakit radang panggul (PID) juga telah terlibat dalam
peningkatan insiden EP setelah konsepsi alami atau terbantu. Riwayat PID di
masa lalu dikaitkan dengan risiko 7,5 kali lebih besar untuk mengembangkan
EP .
Infeksi Chlamydia trachomatis adalah infeksi menular seksual yang
paling umum di seluruh dunia. Respon imun terhadap infeksi ini dapat
menyebabkan oklusi tuba, EP dan infertilitas . Meskipun ada pembersihan
spontan dari infeksi C. trachomatis, antibodi terhadap organisme dan heat
shock protein-60 (CHSP60) tetap dapat dideteksi selama bertahun-tahun.
Kehadiran antibodi ini sangat terkait dengan hasil reproduksi yang buruk,
termasuk keguguran dini dan EP setelah IVF.9
o Hubungan seksual pertama kali pada usia dini
o Banyak pasangan seksual
o Merokok
Beberapa studi epidemiologi menunjukkan bahwa merokok dikaitkan
dengan peningkatan risiko kehamilan ektopik sekitar dua kali lipat, bahkan
ketika data dikontrol untuk mengetahui adanya faktor risiko lainnya. Risiko
kehamilan ektopik berhubungan langsung dengan jumlah rokok yang dihisap
per hari, dengan peningkatan risiko empat kali lipat pada wanita yang
merokok 30 atau lebih batang per hari.6
o Paparan diethylstilbestrol in utero
8

Meskipun lebih jarang ditemui saat ini, kejadian kehamilan ektopik secara
signifikan lebih besar (empat sampai lima kali lipat) pada wanita yang telah
terpapar dietilstilbestrol (DES) dalam rahim dan telah dilaporkan pada tingkat
4% sampai 5%. Hal ini kemungkinan karena morfologi tuba yang abnormal
dan gangguan fungsi fimbriae. Pada wanita yang terpapar DES yang
histerosalpingogramnya menunjukkan kelainan pada kavum uteri, tingkat
kehamilan ektopik setinggi 13%.6

2.5 Diagnosis

Setiap wanita yang sudah aktif secara seksual, berada dalam usia produktif,
dan datang dengan keluhan nyeri abdomen atau perdarahan pervaginam harus
diskrining dengan tes kehamilan meskipun sedang memakai kontrasepsi. Wanita
yang sudah hamil namun memiliki faktor risiko kehamilan ektopik juga harus
diskrining meski tidak memiliki keluhan.11 Kehamilan ektopik dan keguguran
memiliki efek samping pada kualitas hidup wanita dengan bukti peningkatan case
fatality rate (CFR) setiap tahunnya, sehingga diagnosis dan tatalaksana yang lebih
cepat sangat diperlukan.12
Adapun trias klasik untuk kehamilan ektopik yang diusung oleh Giovanni
Domenico Santorini adalah jika ditemui nyeri abdomen, amenorea dan perdarahan
pervaginam.13 Sebanyak 90% kejadian kehamilan ektopik berada di daerah tuba
sedangkan 7-10% berada di daerah non-tuba meliputi daerah serviks, interstitial,
cornual, luka sesar, ovarium, dan abdominal.14 Sebuah meta-analisis menyatakan
bahwa 88% dari kehamilan ektopik di tuba dapat diidentifikasi dengan kombinasi
tidak adanya kantung gestasi pada uterus dan dengan adanya massa adneksa.
Nyeri serviks pars vaginalis saat digerakkan (nyeri goyang portio), dijumpai
adanya massa adneksa dan nyeri panggul unilateral meningkatkan kemungkinan
kehamilan tuba. Kumpulan cairan ekogenik di kantong Douglas kemungkinan
besar disebabkan perdarahan (dijumpai pada sepertiga sampai setengah kasus
kehamilan tuba). Jika dijumpai adanya cairan non-ekogenik menutupi fundus atau
meluas ke kantong Morison (antara hati dan ginjal kanan), maka perdarahan
tersebut membutuhkan intervensi terapeutik segera.15
9

Dalam keadaan emergensi, pasien yang datang dengan keluhan nyeri


abdomen onset akut dan/atau instabilitas hemodinamik harus dengan segera
diskrining untuk ruptur kehamilan ektopik dengan (1) tes serum atau urin untuk
memastikan kehamilan dan (2) Pemeriksaan ultrasonografi disamping tempat
tidur (Bedside ultrasound scanning) untuk melihat hemoperitoneum (adanya
cairan bebas pada rongga pelvik, perisplenik, dan perihepatik). Jika dijumpai
adanya positif hCG (pada nilai berapapun) dan cairan bebas kompleks yang
divisualisasi oleh ultrasonografi (dengan tidak dijumpainya kantung gestasi di
dalam uterus) pada pasien dengan nyeri akut dan/atau instabilitas hemodinamik
maka dapat didiagnosis dengan ruptur kehamilan ektopik dan membutuhkan
operasi emergensi (biasanya dengan laparoskopi diagnostik).16
Pada pasien yang stabil, pengukuran β-hCG kuantitatif sangat krusial untuk
mengklarifikasi lokasi kehamilan dan prognosis. β-hCG mulai dideteksi di darah
pada minggu kedua kehamilan dan mencapai puncak pada minggu ke 10-12.
Serum progesteron adalah marker lain yang sering disorot untuk diagnosis
kehamilan ektopik dimana hasilnya lebih rendah daripada kehamilan intrauterine (
cut off 10 ng/mL).17
Seluruh wanita dengan keluhan nyeri atau perdarahan pada kehamilan awal
direkomendasikan untuk pemeriksaan ultrasonografi terutama ultrasonografi
transvaginal yang dapat mengidentifikasi lokasi dari kehamilan termasuk fetal
pole dan denyut jantung janin.12,18 Berikut beberapa gambaran ultrasonografi yang
dapat mengacu pada kehamilan ektopik tuba :
 Tanda yang mengindikasikan kehamilan ektopik tuba :
o Adanya massa adneksa yang bergerak terpisah dengan ovarium,
terdiri dari kantung gestasi yang berisi yolk sac atau
o Adanya massa adneksa yang bergerak terpisah dengan ovarium,
terdiri dari kantung gestasi dan fetal pole (dengan atau tanpa
denyut jantung janin)
 Tanda yang mengindikasikan High Probability kehamilan ektopik tuba:
10

o Adanya massa adneksa yang bergerak terpisah dengan ovarium,


terdiri dari kantung gestasi yang kosong (terkadang dideksripsikan
sebagai “tubal ring” atau “bagel sign”) atau
o Adanya massa adneksa yang kompleks, inhomogen, bergerak
terpisah dengan ovarium
o Jika terdapat gambaran seperti ini, bandingkan kembali dengan
gejala klinis pasien dan nilai serum hCG sebelum membuat
diagnosis
 Tanda yang mengindikasikan Possible kehamilan ektopik tuba :
o Adanya uterus yang kosong
o Adanya kumpulan cairan pada rongga uterus (umumnya
dideksripsi sebagai pseudo-sac)
o Jika terdapat gambaran seperti ini, bandingkan kembali dengan
gejala klinis pasien dan nilai serum hCG sebelum membuat
diagnosis
 Pada pemeriksaan ultrasonografi transabdominal atau transvaginal, jika
didapatkan adanya cairan bebas berukuran sedang hingga banyak pada
rongga peritoneum atau kavum Douglas (Hemoperitoneum) maka dapat
dibandingkan kembali dengan gejala klinis pasien dan nilai serum hCG
sebelum membuat diagnosis.12
11

Gambar 2.2 Ultrasonografi Kehamilan Ektopik Tuba15,17


12

2.6 Penatalaksanaan

2.6.1 Tatalaksana Ekspektasi


Tujuan jangka pendek tatalaksana pada kehamilan ektopik adalah untuk
mengurangi morbiditas maternal, mortality terkait kehamilan ektopik (ruptur tuba
dan perdarahan) atau terkait metode tatalaksana (komplikasi operasi, toksisitas
obat), atau keduanya. Tujuan jangka panjang (untuk wanita yang menginginkan
kehamilan berikutnya) adalah memaksimalkan kesempatan kehamilan intrauterine
selanjutnya dan kelahiran bayi yang hidup dari konsepsi spontan maupun dibantu
teknologi reproduksi (mis: bayi tabung – in vitro fertilisation).19
Sebelumnya, tatalaksana ekspektasi tidak direkomendasikan namun
berdasarkan penelitian terkini diidentifikasi bahwa tatalaksana ekspektasi
memiliki efektifitas dan aman bagi pasien. Beri tatalaksana ekspektasi pada pasien
dengan:
 Secara klinis stabil dan tidak merasakan nyeri
 Mempunyai kehamilan ektopik tuba berukuran < 35mm tanpa terlihat
adanya denyut jantung janin pada pemeriksaan ultrasonografi transvaginal,
 Mempunyai nilai serum hCG ≤1000 IU/L ( Pertimbangkan tatalaksaana
ekspektasi pada nilai serum >1000 IU/L dan <1500 IU/L)
 Tidak ada tanda-tanda ruptur,
 Tidak ada aktivitas jantung embrio, dan
 Mampu kembali melakukan follow-up, menerima risiko ruptur, perdarahan
dan operasi emergensi.12
Pada pasien dengan kehamilan ektopik tuba yang ditatalaksana dengan terapi
ekspektasi, ulangi pemeriksaan serum hCG pada hari ke 2,4, dan 7 :
 Jika hasil serum hCG turun ≥15% dari hasil sebelumnya pada hari ke-
2,4,7 maka pemeriksaan selanjutnya dilakukan setiap minggu sampai
didapatkan hasil negatif ( <20 IU/L ), atau
 Jika hasil serum hCG tidak turun 15%, hasil tetap sama, atau meningkat
dari nilai sebelumnya, maka berdasarkan hasil penelitian tatalaksana
ditingkatkan ke level yang lebih lanjut.12
13

Edukasi yang harus diberikan pada pasien dengan tatalaksana ekspektasi


adalah bahwa tidak ada perbedaan risiko tatalaksana ekspektasi dan tatalaksana
medikamentosa dalam : Risiko menghilangnya kehamilan ektopik secara natural,
risiko rupturnya tuba, status kesehatan, skor depresi atau ansietas. Edukasikan
pada pasien bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan untuk fungsi fertilitas
kehamilan berikutnya pada pasien dengan terapi ekspektasi maupun
medikamentosa. Jika kriteria diatas tidak dapat dipenuhi, maka pasien dapat
diberikan tatalaksana medikamentosa atau operatif.12
2.6.2 Tatalaksana Medikamentosa
Intervensi yang sering digunakan untuk tatalaksana medikamentosa kehamilan
ektopik adalah Methotrexate (MTX). Methotrexate telah dibuktikan lebih cost-
effective daripada tatalaksana operatif dengan kesuksesan dan fungsi fertilitas
yang tidak jauh berbeda. Pemberian injeksi glukosa hiperosmolar ke dalam tuba
sempat diteliti namun memiliki kegagalan yang lebih tinggi daripada tatalaksana
medikamentosa dan operatif standar sehingga tidak direkomendasikan.17 Adapun
kriteria tatalaksana medikamentosa dengan Methotrexate adalah sebagai berikut:
 Tidak ada aktivitas jantung embrio
 Nilai serum β-hCG < 2000 mIU/mL
 Massa ektopik ≤3,5cm
 Tidak adanya kontraindikasi medis
 Mampu kembali melakukan follow-up
 Tanda vital stabil dan tidak ada tanda gejala ruptur kehamilan ektopik.20

Gambar 2.3 Kontraindikasi absolut dan relatif Methotrexate 17


14

Methotrexate adalah dihydrofolate reductase inhibitor yang dapat


mengganggu sintesis prekursor DNA dan RNA pada sel yang sedang bermitosis
dan pada kehamilan ektopik dapat mengganggu jaringan tropoblas primer. Efek
samping Methotrexate sebagai tatalaksana kehamilan ektopik yang sering
dijumpai adalah nyeri pelvik, mual, pusing, nyeri abdomen dan dermatitis. Pada
pasien dengan pengobatan Methotrexate harus diberikan edukasi meliputi :
 Tanda-tanda ruptur dan kapan harus mencari pengobatan segera
 Berhenti mengonsumsi vitamin prenatal folat / makanan mengandung
folat karena akan mengurangi efikasi kerja Methotrexate.
 Menghindari cahaya matahari yang berlebihan untuk mencegah kejadian
dermatitis yang diinduksi Methotrexate
 Menghentikan sementara konsumsi obat NSAID karena dapat menunda
eksresi Methotrexate pada ginjal
 Berhenti mengonsumsi alcohol karena dapat meningkatkan enzim hati
 Berhati-hati / Menghindari aktivitas seksual, aktivitas fisik berat maupun
pemeriksaan pelvik untuk mengurangi risiko ruptur dari kehamilan
ektopik (KET)
 Beberapa peneliti merekomendasi agar wanita menunda kehamilan
berikutnya setidaknya 3 bulan setelah dosis terakhir methotrexate.11,17
15

Gambar 2.4 Pemberian dosis tunggal dan dosis ganda Methotrexate 17

2.6.3 Tatalaksana Operatif


Tatalaksana operatif diindikasikan pada pasien dengan kontraindikasi
tatalaksana medikamentosa, hemodinamik yang tidak stabil, atau dengan adanya
gejala klinis ruptur kehamilan ektopik (Kehamilan Ektopik Terganggu/KET)
seperti nyeri, tanda perdarahan intra-abdomen atau karena preferensi dari pasien.
Standar dari tatalaksana operatif sebelumnya adalah hanya dengan laparotomi
hingga pendekatan laparoskopi diperkenalkan pada tahun 1973 meskipun output
fungsi reproduksi dan risiko rekurensi kehamilan selanjutnya tidak jauh berbeda
diantara kedua tindakan.17
Ada dua metode eksisi dari kehamilan ektopik tuba yaitu Salpingektomi
(konsepsi ektopik diangkat dan tuba falopi diangkat setengah atau seluruhnya) dan
Salpingostomi (juga disebut Salpingotomi; dimana konsepsi ektopik diangkat
namun tuba falopi tetap dipertahankan). Salpingektomi disarankan pada kerusakan
tuba yang ekstensif dan/atau ruptur, perdarahan tak terkontrol, riwayat ligasi
untuk sterilisasi tuba, atau kehamilan ektopik tuba yang besar (diameter ≥5cm).
Pendekatan operatif juga didasarkan pada status tuba falopi kontralateral pasien,
rencana pasien untuk fertilitas selanjutnya, dan kenyamanan atau preferensi
operator operasi.17 Salpingostomi/Salpingotomi disarankan pada pasien yang tidak
mempunyai / tuba falopi kontralateral nya obstruksi, karena jika tidak maka
pasien akan tersterilisasi untuk kehamilan berikutnya.16
16

Setelah salpingektomi, jika analisis histopatologi menunjukkan bukti


kehamilan tuba, maka tidak diperlukan pemeriksaan lanjut β-hCG atau
pemeriksaan lain. Pada tindakan intraoperatif Salpingostomi, vasopressin akan
disuntikkan pada tempat sayatan yang direncanakan untuk meningkatkan fungsi
hemostatik setelah insisi linier 1-2cm dibuat dengan elektrokauter, laser, atau
gunting pada gestasi ektopik yang menonjol, maka hasil konsepsi dapat diangkat
dengan forsep atau irigasi tekanan kuat (Hydrodissection). Penggunaan hidro-
diseksi untuk mendorong produk kehamilan mungkin lebih disukai daripada
forsep karena pengangkatan jaringan trofoblas dapat tidak lengkap dilakukan.
Insisi tuba dapat dibiarkan terbuka (Salpingostomi-penyembuhan luka sekunder)
atau ditutup dengan jahitan (Salpingotomi-penyembuhan luka primer). Review
pada Cochrane melaporkan perbedaan yang tidak signifikan pada risiko
kehamilan ektopik berulang dan kehamilan intrauterine diantara kedua teknik ini.
Setelah salpingostomi, pengukuran β-hCG setiap minggu diperlukan untuk
mengetahui apakah ada jaringan trofoblas yang tertinggal (20% kasus). Pemberian
dosis tunggal Methotrexate pada tuba pada intraoperatif atau injeksi IM
Methotrexate pada 24 jam pertama pasca operasi dapat menurunkan risiko
jaringan trofoblas persisten.17
Fimbrae Milking adalah metode operasi yang dapat dilakukan ketika
produk konsepsi terletak di ujung fimbrae atau sangat dekat dengan fimbrae. Pada
metode ini, hasil konsepsi dapat dikeluarkan dengan memegang segmen tuba dan
secara bertahap memerah kantung gestasi keluar dari fimbrae tuba. Gerakan
bertahap dimulai dari bagian proksimal tuba hingga kearah rongga perut. Produk
konsepsi didorong dengan lembut sampai ekstrusi. Spesimen lalu dikeluarkan
dengan menggunakan laparoscopic bag. Untuk mencegah perkembangan dari
jaringan trofoblas yang tersisa maka dapat diberikan injeksi Methotrexate.
Pemberian profilaksis Methotrexate pada operasi mempertahankan tuba
(Salpingotomi, salpingostomi, dan Fimbrae Milking) dapat mempertahankan
fungsi fertilitas tuba dengan menurunkan risiko rusaknya tuba / salpingektomi
akibat persistent trophoblast.9
17

Gambar 2.5 Algoritma tatalaksana operatif Kehamilan Ektopik Tuba.15

2.7 Prognosis

Riwayat kehamiilan ektopik meningkatkan risiko kehamilan ektopik berulang


seiring usia. Pasien dengan riwayat KE dan mengalami kehamilan intrauterus
selanjutnya meningkatkan risiko kelahiran preterm, BBLR, gangguan plasenta dan
SC (tanpa memandang usia). Sementara pada wanita yang lebih tua memiliki
risiko lebih besar untuk melahirkan ganda, solusio plasenta, dan plasenta previa.
Risiko ini tidak tergantung pada penggunaan teknologi reproduksi dan patologi
abdominopelvic. Wanita yang lebih tua dengan kehamilan ektopik pertama
memiliki kesempatan yang lebih rendah untuk kehamilan intrauterin berikutnya,
terutama jika mereka diterapi dengan salpingektomi.21
18

BAB III

STATUS PASIEN

3.1 Status Pasien


ANAMNESIS PRIBADI
Nama : Ny. F
Umur : 35 tahun
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan Terakhir : SMA
Status Pernikahan : Sudah Menikah
Tanggal Masuk : 29 September 2020

ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan Utama : Nyeri Perut bagian bawah
Telaah :
Hal ini dialami pasien sejak 2 hari lalu dan memburuk 6 jam sebelum masuk
rumah sakit. Riwayat perdarahan pervaginam sebanyak 4 kali sejak 1 bulam yang
lalu. Darah segar, dengan volume ganti pembalut 2 kali per hari. Riwayat
keputihan dijumpai berulang, berwarna putih susu, dan pasien mengonsumsi obat
untuk masalah keputihan tersebut sejak pertengahan tahun ini, namun pasien lupa
nama obatnya. Riwayat infeksi saluran kemih juga dijumpai. Riwayat perut
dikusuk dijumpai. Riwayat program kehamilan/ In Vitro Fertilization (IVF)
dijumpai. Riwayat batuk (-), sesak nafas (-), demam (-). Riwayat berpergian
keluar kota atau negara tidak dijumpai. Berkemih dan buang air besar tanpa
kelainan.

Riwayat Penyakit Terdahulu : Infeksi saluran kemih


Riwayat Pemakaian Obat : tidak jelas
Riwayat Operasi : tidak ada
19

RIWAYAT MENSTRUASI
Menarche : 15 tahun
Lama : 5-6 hari, teratur
Siklus : teratur
Ganti pembalut: 3-4x/hari
Nyeri : tidak ada
HPHT : 05 Agustus 2020
Estimasi Persalinan : 12 Mei 2021
Antenatal Care : Belum ada

RIWAYAT KEHAMILAN
1. Abortus Komplit (2017)
2. Kehamilan saat ini

PEMERIKSAAN FISIK

VITAL SIGN
Status Presens:
Sensorium : Compos Mentis
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 92x/ menit
Pernapasan : 20x/ menit
Temperatur : 36,8°C
Anemis :+
Ikterik :-
Sianosis :-
Dyspnoe :-
Edema : Ekstremitas atas ( -/-)
Ekstremitas bawah (-/-)
Keadaan umum : Sedang
Keadaan nurtisi : Baik
20

Keadaan penyakit : Sedang


TB : 165 cm
BB : 60 kg
BMI : 22,03
LILA : 23,9 cm

Status Generalisata:
Kepala : Dalam batas normal
Mata : Konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-/-), reflex cahaya (+/+), isokor,
kanan = kiri
Leher : Pembesaran KGB tidak dijumpai, pembesaran tiroid tidak dijumpai
Thorax : Inspeksi. : Simetris fusiformis
Palpasi. : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Jantung: S1(N) S2 (N) S3 (-) S4 (-) regular, murmur -
Paru : Suara pernafasan : vesikuler
Suara tambahan : (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT<2 detik, clubbing finger (-), oedem pretibial (-/-)
Genitalia : Edema pada labia (-)

RONTGEN THORAKS

Kesimpulan : Jantung dan Paru dalam batas normal


21

STATUS GINEKOLOGI:
Abdomen : muscular defense (+), peristaltic (+), nyeri abdomen (+)
TFU : tidak teraba
Perdarahan pervaginam : bercak darah (+)
Berkemih : Spontan
Defekasi : Normal
Pemeriksaan Vagina
Inspekulo : Porsio licin, erosi (+), Flor Albus (+), Darah (+), dibersihkan
kesan tidak ada perdarahan aktif, lividae (+), massa (-)
Vaginal Touche: Uterus antefleksi berukuran normal, nyeri goyang serviks (+),
Adneksa kanan teraba massa dan kiri dalam batas normal.
Parametrium kanan dan kiri lemas, cavum douglas menonjol.

Gambar 3.1 Inspekulo menunjukkan gambaran serviks.

USG Transabdominal
22

USG Transvaginal

USG Transabdominal dan Transvaginal


 Kandung kemih terisi
 Uterus antefleksi dengan ukuran 88,2 x 58,9 x 48,5 mm
 Tampak gambaran hipoekoik di ekstrauterin dengan ukuran 8,7 x 9 cm
mengisi cavum douglas seperti berasal dari adneksa kiri
 Ovarium kanan : 3,9 x 2,2 cm
 Cairan bebas (+)
Kesimpulan : Kehamilan ektopik terganggu
23

LABORATORIUM
29 September 2020 pukul 16.30
Jenis Satuan Hasil Rujukan
Pemeriksaan Darah Lengkap
Hemoglobin gr/dl 8,9 12-14
Leukosit /uL 5.190 4.000-11.000
Hematokrit /% 26,3 36,0-42,0
MCV 85,9 81-99
MCH 29,1 27-31
MCHC 33,8 31-37
Platelet /uL 211.000 150.000-400.000
Neutrofil 58,7 50-70
Limfosit 33,1 20-40
Monosit 6,6 2-8
Eosinofil 1,0 1-6
Basofil 0,6 0-1
NLR 1,77
Anti Covid-19 Non reactive Non reactive
Tes kehamilan
IgM Positif
Kesimpulan : Anemia Normokrom normositter

29 September 2020 pukul 17.30


Jenis Satuan Hasil Rujukan
Pemeriksaan Darah Lengkap
Hemoglobin gr/dl 8,3 12-14
Leukosit /uL 5.090 4.000-11.000
Hematokrit /% 27,4 36,0-42,0
MCV 85,6 81-99
MCH 29,1 27-31
MCHC 33,9 31-37
Platelet /uL 222.000 150.000-400.000
Neutrofil 54,9 50-70
Limfosit 35,6 20-40
24

Monosit 7,7 2-8


Eosinofil 1,2 1-6
Basofil 0.6 0-1
Kimia Klinik
Ureum mg/dl 14,5 10-50
Creatinin mg/dl 0,66 0,6-1,2
NLR 1,55
PT Detik 13,5 C: 14,77s
APTT Detik 28,7 C: 32,0s
TT Detik 14,6 C: 16,00
KGD ad random g/dL 94 <200
Natrium mmol/dL 139 136-155
Kalium mmol/dL 3,65 3,5-5,5
Chloride mmol/dL 103 95-103
HbsAg Non reaktif Non reaktif
HIV Non reaktif Non reaktif

Kesimpulan : Anemia Normokrom normositter

Diagnosis : Kehamilan Ektopik Ruptur

Terapi :
 IVFD RL 20 tetes/menit
 Injeksi Cefazolin 2gr/IV (skin test)

Rencana :
 Laparatomi segera
 Konsul ke departemen Anestesiologi
 Konsul ke departemen Paru
 Persiapan darah berupa 1 bag PRC dan 1 WB
25

Laporan Salpingo-ooporektomi Sinistra atas indikasi Kehamilan Ektopik


yang Ruptur
 Pasien dibaringkan pada meja operasi. Kateter infus dan kateter urin
dipasang.
 Prosedur antiseptic dan aseptic dilaksanakan menggunakan povidone iodine
pada abdomen dan pemasangan kain duk sehingga lapangan operasi
terekspose
 Di bawah pengaruh anestesi umum insisi pfanenstil dilakukan. Fascia diinsisi
pada midline dan memanjang ke lateral dengan gunting bedah. Aspek
superior fascia diangkat menggunakan kocher dan otot rektus dipisahkan.
 Peritoneum diidentifikasi, darah segar dan menggumpal ditemukan dibalik
peritoneum. Peritoneum diangkat menggunakan klem dan dimasuki
menggunakan gunting metxenbaum dengan hati-hati dan organ di bawah dan
genangan darah dijumpai sekitar ±200cc di dalam rongga abdomen, clot (+).
Darah dievakuasi dari rongga abdomen dan terlihat uterus normal dan pada
adneksa kiri, konsepsi ditemukan pada tuba falopii kiri sampai ovarium kiri.
Tidak ada kelainan pada adneksa kanan.
 Salfingo-ooporektomi kiri diputuskan untuk dilakukan.
 Tuba falopii kiri sampai ke ovarium kiri diklem lalu digunting dan jahitan
hemostatic dilakukan secara kontiniu pada lateral kiri uterus.
 Evaluasi perdarahan →perdarahan terkontrol
 Transfusi darah selama pembedahan dilakukan dengan 1 PRC dan 1 WB.
 Rongga abdomen dibersihkan dengan aquades untuk memastikan tidak
adanya perdarahan.
 Dinding abdomen ditutup lapis demi lapisan.
 Peritoneum dijahit secara kontiniu, persambungan otot dengan jahitan simple
dan pentupan fascia dengan jahitan kontiniu.
 Lapisan subkutan dijahit dengan jahitan simple dan kulit dijahit dengan
jahitan subkutikuler.
 Luka operasi ditutup dengan sofratule, kasa steril dan hipafix.
 Kondisi ibu stabil setelah operasi.
26

Diagnosis : Post salpingo-ooporektomi sinistra atas indikasi kehamilan ektopik

Terapi :
 IVFD RL 20 tetes/menit
 Ceftriaxone 1gr/12 jam/IV
 Ketorolac 30 mg/8 jam/IV

Rencana :
Pemantauan tanda-tanda vital dan perdarahan pervaginam
Cek CBC 6 jam post transfusi
27

BAB IV

DISKUSI KASUS

Teori Kasus

Definisi
Kehamilan ektopik diartikan sebagai Keluhan utama nyeri perut bagian bawah
kehamilan yang terjadi di luar rongga Riwayat perdarahan melalui kemaluan
rahim. Tempat tersering kehamilan sebanyak 4 kali sejak 1 bulan.
ektopik adalah tuba falopi. Tes kehamilan (+), USG: KET
Faktor risiko :
1. Usia Ny. F berusia 38 tahun.(merupakan usia
2. Faktor / asosiasi risiko lainnya reproduksi aktif secara seksual)
o IUD, Kontrasepsi oral khusus
progestin
o Pengobatan infertilitas (mis., Riwayat kontrasepsi tidak diketahui
fertilisasi in vitro) Riwayat program kehamilan/ In Vitro
3. Riwayat : Fertilization (IVF) (+)
o Kehamilan ektopik Riwayat kehamilan pertama : abortus
o Prosedur sterilisasi tuba dan operasi komplit (penyebab tidak diketahui)
tuba sebelumnya Riwayat pengobatan atas indikasi ISK
o Endometriosis Riwayat leukore, suhu tubuh normal,
o Penyakit radang panggul dengan leukosit darah normal
keterlibatan tuba falopi
o Paparan diethylstilbestrol in utero
Diagnosis
Setiap wanita yang aktif secara seksual, Keluhan utama nyeri perut bagian bawah
berusia produktif, dan datang dengan sejak 2 hari lalu dan memburuk 6 jam
keluhan nyeri abdomen atau perdarahan sebelum masuk RS.
pervaginam harus diskrining dengan tes Riwayat perdarahan melalui kemaluan
kehamilan meskipun sedang memakai sebanyak 4 kali sejak 1 bulam
kontrasepsi. HPHT : 05 Agustus 2020
28

Trias klasik untuk kehamilan ektopik Tanggal Masuk RS: 29 September 2020
dalah jika ditemui nyeri abdomen, Tes kehamilan (+)
amenorea dan perdarahan pervaginam Riwayat perut dikusuk (+)
Anemia normokrom normositter
(8,9→8,3)
Nyeri serviks pars vaginalis saat STATUS GINEKOLOGI:
digerakkan (nyeri goyang portio), Abdomen :
dijumpai adanya massa adneksa dan muscular defense (+), peristaltic (+), nyeri
nyeri panggul unilateral meningkatkan abdomen (+)
kemungkinan kehamilan tuba. Kumpulan TFU : tidak teraba
cairan ekogenik di kantong Douglas Perdarahan pervaginam : bercak darah (+)
(cavum douglas menonjol) kemungkinan Pemeriksaan Vagina
besar disebabkan perdarahan (dijumpai Inspekulo : Porsio licin, erosi (+), Flor
pada sepertiga sampai setengah kasus Albus (+), Darah (+), dibersihkan kesan
kehamilan tuba). tidak ada perdarahan aktif, lividae (+),
massa (-)
Vaginal Touche: Uterus antefleksi
berukuran normal, nyeri goyang serviks
(+), Adneksa kanan dan kiri dalam batas
normal. Parametrium kanan dan kiri
lemas, cavum douglas menonjol.
Pada pemeriksaan ultrasonografi USG Transabdominal dan Transvaginal
transabdominal atau transvaginal, jika  Kandung kemih terisi
didapatkan adanya cairan bebas  Uterus antefleksi dengan ukuran
berukuran sedang hingga banyak pada 88,2 x 58,9 x 48,5 mm
rongga peritoneum atau kavum Douglas  Tampak gambaran hipoekoik di
(Hemoperitoneum) maka dapat ekstrauterin dengan ukuran 8,7 x 9
dibandingkan kembali dengan gejala cm mengisi cavum douglas seperti
klinis pasien dan nilai serum hCG berasal dari adneksa kiri
sebelum membuat diagnosis.  Ovarium kanan : 3,9 x 2,2 cm
 Cairan bebas (+)
29

Kesimpulan : Kehamilan ektopik


terganggu

Intervensi yang sering digunakan untuk Pada pasien dijumpai tanda ruptur pada
tatalaksana medikamentosa kehamilan KET sehingga tidak disarankan
ektopik adalah Methotrexate (MTX). tatalaksana ekspektatif.
Dengan indikasi salah satunya yaitu Pentalaksanaan segera mengingat
tanda vital stabil dan tidak ada tanda perdarahan intraabdomen melalui tanda
gejala ruptur kehamilan ektopik. cavum doughlas yang menonjol bahkan
anemia normokrom normositter yang
Tatalaksana operatif diindikasikan pada diduga akibat perdarahan. Diberikan :
pasien dengan kontraindikasi tatalaksana  IVFD RL 20 tetes/menit
medikamentosa, hemodinamik yang  Persiapan darah berupa 1 bag PRC
tidak stabil, atau dengan adanya gejala dan 1 WB
klinis ruptur kehamilan ektopik Direncanakan laparatomi segera dan
(Kehamilan Ektopik Terganggu/KET) diberikan antibiotic profilaksis.
seperti nyeri, tanda perdarahan intra-  Injeksi Cefazolin 2gr/IV (skin test)
abdomen atau karena preferensi dari
pasien.
Ada dua metode eksisi dari kehamilan Pada saat laparatomi pasien dilakukan
ektopik tuba yaitu salpingo-ooporektomi.
1. Salpingektomi
2. Salpingostomi (Salpingotomi) Mengingat pasien belum memiliki anak
disarankan pada kerusakan tuba yang (kehamilan pertama abortus), sehingga
ekstensif dan/atau ruptur, perdarahan tak fungsi fertilitas perlu dipertimbangkan.
terkontrol, riwayat ligasi untuk sterilisasi Alalangkah lebih baik operasi dengan
tuba, atau kehamilan ektopik tuba yang metode yang dapat mempertahankan tuba
besar (diameter ≥5cm). dan ovariumnya dengan cara
Fimbrae Milking adalah metode operasi salpingostomi atau Fimbrae Milking yang
yang dapat dilakukan ketika produk dikombinasikan dengan MTX.
konsepsi terletak di ujung fimbrae atau
sangat dekat dengan fimbrae.
30

BAB V

KESIMPULAN

Ny. F datang dengan keluhan utama nyeri perut bagian bawah dan
perdarahan pervaginam. Melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksan
penunjang (USG transvaginal dan transabdominal) didiagnosa dengan kehamilan
ektopik terganggu. Riwayat ISK, riwayat leukorea dan riwayat IVF diduga
menjadi faktor risiko KE dan riwayat dikusuk diduga menjadi penyebab ruptur.
Pasien segera ditatalaksana dengan pemberian cairan infus dan disediakan 1 bag
PRC dan 1 WB dan direncanakan laparatomi segera. Pasien belum memiliki anak
sebaiknya fungsi fertilitas dengan mempertahankan tuba falopii dan ovarium
melalui salpingotomi atau fimbrae milking.
31

DAFTAR PUSTAKA

1. Taran F, Kagan K, Hübner M, Hoopmann M, Wallwiener D, Brucker S.


The Diagnosis and Treatment of Ectopic Pregnancy. Deutsches Aerzteblatt
Online. 2015;41(112):693–704.
2. Sotelo C. Ovarian Ectopic Pregnancy: A Clinical Analysis. The Journal for
Nurse Practitioners. 2019;15(3):224-227.
3. Assouni Mindjah Y, Essiben F, Foumane P, Dohbit J, Mboudou E. Risk
factors for ectopic pregnancy in a population of Cameroonian women: A
case-control study. PLOS ONE [Internet]. 2018;13(12). Available from:
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0207699Kho RM et al: Ectopic
pregnancy In: Lobo RA et al, eds: Comprehensive Gynecology. 7th ed.
Philadelphia, PA: Elsevier; 2017:348-69.e3
4. H akim H, Yaich R, Halouani S, Jouou S, Arfaoui R, Rachdi R. Non-
Surgical Management of Ectopic Pregnancies. Journal of Gynecological
Oncology. 2019;2(2):1-4.
5. Barnhart, MD, MSCE; K, Franasiak, MD, TS J. ACOG Practice Bulletin
No. 191. Obstetrics & Gynecology. 2018;131(2):e65-e77
6. Kho R, Lobo R. Comprehensive Gynecology. 7th ed. Elsevier; 2017.
7. Tao G, Patel C, Hoover KW: Updated estimates of ectopic pregnancy
among commercially and medicaid-insured women in the United States,
2002-2013. South Med J 2017; 110: pp. 18-24.
8. Chouinard M, Mayrand M, Ayoub A, Healy-Profitós J, Auger N. Ectopic
pregnancy and outcomes of future intrauterine pregnancy. Fertility and
Sterility. 2019;112(1):112-119.
9. Refaat B, Dalton E, Ledger W. Ectopic pregnancy secondary to in vitro
fertilisation-embryo transfer: pathogenic mechanisms and management
strategies. Reproductive Biology and Endocrinology. 2015;13(1).
10. American College of Obstetricians and Gynecologists. ACOG Practice
Bulletin No. 193: tubal ectopic pregnancy. Obstetrics and gynecology.
2018 Mar;131(3):e91-103.
32

11. Webster K, Eadon H, Fishburn S, Kumar G. Ectopic pregnancy and


miscarriage: diagnosis and initial management: summary of updated NICE
guidance. BMJ. 2019 Nov 13;367.
12. Odejinmi F, Huff KO, Oliver R. Individualisation of intervention for tubal
ectopic pregnancy: historical perspectives and the modern evidence based
management of ectopic pregnancy. European Journal of Obstetrics &
Gynecology and Reproductive Biology. 2017 Mar 1;210:69-75.
13. Parker VL, Srinivas M. Non-tubal ectopic pregnancy. Archives of
gynecology and obstetrics. 2016 Jul 1;294(1):19-27.
14. Taran FA, Kagan KO, Hübner M, Hoopmann M, Wallwiener D, Brucker
S. The diagnosis and treatment of ectopic pregnancy. Deutsches Ärzteblatt
International. 2015 Oct;112(41):693.
15. Brady PC. New evidence to guide ectopic pregnancy diagnosis and
management. Obstetrical & Gynecological Survey. 2017 Oct
1;72(10):618-25
16. Panelli DM, Phillips CH, Brady PC. Incidence, diagnosis and management
of tubal and nontubal ectopic pregnancies: a review. Fertility Research and
Practice. 2015 Dec;1(1):15.
17. Scibetta EW, Han CS. Ultrasound in Early Pregnancy: Viability, Unknown
Locations, and Ectopic Pregnancies. Obstetrics and gynecology clinics of
North America. 2019 Dec;46(4):783-95.
18. Kumar V, Gupta J. Tubal ectopic pregnancy. BMJ clinical evidence.
2015;2015.
19. Hendriks E, MacNaughton H, MacKenzie MC. First trimester bleeding:
evaluation and management. American Family Physician. 2019 Feb
1;99(3):166-74.
20. Song T, Lee DH, Kim HC, Seong SJ. Laparoscopic tube-preserving
surgical procedures for ectopic tubal pregnancy. Obstetrics & gynecology
science. 2016 Nov 1;59(6):512-8.
21. Chouinard M., Mayrand M.H., Ayoub A., Profitos J.H., Auger N. Ectopic
pregnancy and outcomes of future intrauterine pregnancy. Elsevier. 2019

Anda mungkin juga menyukai