Anda di halaman 1dari 62

Case Report

PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)


DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. M. Zein PAINAN

RUANG BEDAH
“Penatalaksanaan Peritonitis et causa perforasi Adenocarsinoma colon pada pasien bedah di
RSUD M. ZEIN Painan”

Preseptor:
dr Muhamad Givari, SpB
apt. Yudhea Gemilang Putri, S,Farm

Disusun oleh :

Elvi Oktavianti, S.Farm (2330122051)


Feti Marida, S.Farm (2330122052)
Lailatul Badri, S.Farm (2330122059)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas


segala rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan case
study Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
M.Zein Painan.
Dalam proses penyelesaian laporan kasus ini penulis banyak mendapatkan
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh sebab itu pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. dr. Muhamad Givari, SpB dan apt. Yudhea Gemilang Putri, S.Farm selaku
preseptor yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan,
petunjuk, dan arahan sehingga laporan case study ini dapat diselesaikan.
2. apt. Sanubari Rela Taubat, M. Farm dan Ibu apt. Lola Azyenela, M.Farm selaku
dosen pembimbing PKPA RSUD M. Zein Painan.
3. Staf Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Dr.M. Zein Painan yang
telah memberikan bantuan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
laporan case study ini.
Terimakasih atas semua bimbingan, bantuan dan dukungan yang telah
diberikan kepada penulis, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua untuk
perkembangan ilmu pengetahuan pada masa mendatang khususnya tentang
pelayanan klinis farmasi rumah sakit mengenai “Penatalaksanaan Peritonitis et
causa perforasi Adenocarsinoma colon pada pasien bedah di RSUD M. ZEIN
Painan”. Penulis menyadari laporan kasus ini memiliki banyak kekurangan dan
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak.

Painan, Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1Latar Belakang...........................................................................................1
1.2. Rumusan masalah.....................................................................................2
1.3. Tujuan.......................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4
2.1. Carsinomma Colorectal............................................................................4
2.1.1. Pengertian......................................................................................4
2.1.2. Etiologi dan etimologi...................................................................4
2.1.3. Faktor resiko..................................................................................5
2.1.4. Patofisiologi(Kemenkes, 2018).....................................................5
2.1.5. Manifestasi klinis...........................................................................6
2.1.6. Diagnosis.......................................................................................7
2.1.7. Penatalaksanaan.............................................................................9
BAB III TINJAUAN KASUS..............................................................................14
3.1. Identitas pasien......................................................................................14
3.2. Anamnesa..............................................................................................14
3.2.1. Keluhan Utama............................................................................14
3.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang.........................................................14
3.2.3. Riwayat Penyakit dahulu.............................................................15
3.2.4. Riwayat Penyakit Keluarga.........................................................15
3.2.5. Riwayat Penggunaan Obat...........................................................15
3.3. Pemeriksaan...........................................................................................15
3.3.1 Pemeriksaan Fisik.........................................................................15
3.3.2 Pemeriksaan Penunjang................................................................16
3.4. Diagnosa................................................................................................16
3.5.Terapi Pengobatan..................................................................................16
3.5.1Terapi IGD (29/09/2023)...............................................................16
3.5.2 Terapi di Ruangan Rawatan Bedah...............................................17
3.5.3 Terapi Pulang.................................................................................18
3.6. Followup................................................................................................18
3.7. Analisis Terapi.......................................................................................24
3.7.1 Analisis Terapi Farmakologi........................................................24
3.7.2 Kajian kesesuaian Dosis...............................................................25
3.7.3Lembaran Drug Related Problem (DRP)......................................28
BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................33
BAB V KESIMPULAN.......................................................................................37
5.1 Kesimpulan..............................................................................................37
5.2 Saran.........................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................38
LAMPIRAN..........................................................................................................39

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Kanker merupakan pertumbuhan sel yang tidak terkontrol, mempunyai


kemampuan untuk menginvasi dan bermetastasis. (Muray, 1997). Kanker merupakan
salah satu penyakit yang mematikan yang ditandai dengan pertumbuhan sel-sel
abnormal dan membelah secara terus-menerus. Pembelahan secara terus–menerus
tersebut menjadi tidak terkendali dan membentuk sel-sel tumor. Sel– sel tumor
kemudian menginvasi bagian di sekitarnya dan bermetastase ke jaringan dan organ–
organ lain yang ada di dalam tubuh. Tumor dibagi menjadi dua golongan besar yaitu
tumor jinak (benign) dan tumor ganas (malignant).
Kanker merupakan istilah umum untuk tumor ganas. (Pertamawati,
2013).Dari tahun ke tahun peringkat penyakit kanker sebagai penyebab kematian
dibanyak negara semakin mengkhawatirkan.WHO memperkirakan kematian akibat
kanker lebih tinggi dibandingkan dengan kematian akibat AIDS, TB maupun malaria.
Angka kejadian kanker dilaporkan mengalami peningkatan pesat, khususnya di
negara-negara berkembang di berbagai belahan dunia. Angka kejadian kanker
diperkirakan 12.7 juta kasus kanker baru terjadi pada tahun 2008 (WHO, 2012).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi tumor/kanker
di Indonesia adalah 1,4% , dan kanker merupakan penyebab kematian normor 7
(5,7%) setelah stroke, TB, hipertensi, cedera , dan DM (Kemenkes RI, 2013).
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum yang bisa disebabkan oleh
bakteri atau reaksi kimiawi. Peritonitis bakteri spontan sering terjadi pada anak dan
dewasa, dan merupakan komplikasi sirosis, 70% terdiri dari anak-anak. Pada dewasa
seringkali terjadi pada sirosis alkohol. Sedangkan pada pasien dengan asites,
prevalensinya 18%. Pada peritonitis abses insidensi abses setelah operasi abdomen
ialah 1-2 % (Sjamsuhidrajat,2016).

1
Kanker kolon merupakan salah satu penyebab kematian ketiga terbesar pada
pria dan wanita di Amerika. The American Cancer Society (2005) memperkirakan
pada tahun 2005 terdapat sekitar 48.290 kasus baru pada pria dan 56.660 kasus baru
pada wanita. Di Amerika pada tahun 1998–2000 hanya 1 dari 17 pria penderita
kanker kolon yang berpeluang untuk hidup dan hanya 1 dari 18 pada wanita
(American Cancer Society, 2004). Sel kanker kolon dapat menghindari mekanisme
kematian sel yang terprogram (apoptosis) sehingga menyebabkan pertumbuhan sel
kanker secara tidak terkontrol.
Kanker kolorektal adalah suatu tumor maligna yang muncul dari jaringan
epitel dari kolon atau rektum. Kanker kolorektal ditujukan pada tumor ganas yang
ditemukan di kolon dan rektum. Kolon dan rektum adalah bagian dari usus besar pada
sistem pencernaan yang disebut juga traktus gastrointestinal. Lebih jelasnya kolon
berada dibagian proksimal usus besar dan rektum di bagian distal sekitar 5-7 cm di
atas anus. Kolon dan rektum berfungsi untuk menghasilkan energi bagi tubuh dan
membuang zat-zat yang tidak berguna (Harahap,2004).
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut
tentang Drug Related Problems (DRPs) penggunaan obat pada pasien Ca. Colon di
ruang rawat inap bedah Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. Zein Painan
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemantauan obat nyeri pasca operasi pada pasien Ca. Colon ?
2. Bagaimana pemantauan terapi obat pada penderita Ca. Colon ?
3. Apakah ada kemungkinan terjadi Drug Related Problem’s (DRP’s) dari obat-
obatan yang diberikan kepada pasien ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui terapi obat nyeri pada penderita Ca. Colon.
2. Untuk mengetahui kemungkinan terjadinya Drug Related Problem’s (DRP’s)
obat-obatan yang diberikan kepada pasien.
3. Untuk mengetahui solusi jika terjadi Drug Related Problem’s (DRP’s) obat-
obatan yang diberikan kepada pasien.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Carcinomma Colorectal


2.1.1 Pengertian
Kanker kolorektal adalah suatu tumor maligna yang muncul dari jaringan
epitel dari kolon atau rektum. Kanker kolorektal ditujukan pada tumor ganas yang
ditemukan di kolon dan rektum. Kolon dan rektum adalah bagian dari usus besar pada
sistem pencernaan yang disebut juga traktus gastrointestinal. Lebih jelasnya kolon
berada dibagian proksimal usus besar dan rektum di bagian distal sekitar 5-7 cm di
atas anus. Kolon dan rektum berfungsi untuk menghasilkan energi bagi tubuh dan
membuang zat-zat yang tidak berguna. Kanker kolorektal merupakan masalah
kesehatan di dunia. Data dari global cancer observatory (Globocan) pada tahun 2018,
menunjukkan bahwa kanker kolorektal menduduki posisi ketiga sebagai insiden
kanker tertinggi di dunia dengan persentase sebesar 10,2%.
2.1.2 Etiologi dan Epidemiologi
Etiologi kanker kolorektal hingga saat ini masih belum diketahui. Faktor
lingkungan dan pola makan mempengaruhi perkembangan kanker kolorektal. Selain
faktor lingkungan, kanker kolorektal berkembang lebih sering pada keluarga tertentu,
dan kecenderungan genetik untuk kanker ini sudah diketahui. Insiden kanker
kolorektal pada pria sekitar 1,5 kali lebih besar daripada yang diamati pada wanita.
Secara keseluruhan, kanker usus besar dan dubur membentuk sekitar 12% dari semua
diagnosis kanker pada pria dan wanita di Amerika Serikat. Usia rata-rata saat
diagnosis adalah 68 tahun dengan sangat sedikit kasus yang terjadi pada individu
yang berusia kurang dari 45 tahun. Usia tampaknya menjadi faktor risiko terbesar
untuk pengembangan kanker kolorektal dengan 70% kasus didiagnosis pada orang
dewasa yang berusia lebih dari 65 tahun. Meskipun masih menjadi penyebab utama
kedua kematian akibat kanker, angka kematian untuk kanker kolorektal telah
menurun selama 30 tahun terakhir sebagai akibat dari modalitas skrining yang lebih
baik, dan semakin banyak digunakan, dan perawatan yang lebih efektif (Siegel R.
dkk., 2014). Di Indonesia sudah banyak data mengenai angka kejadian kanker
kolorektal. Menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008, di Indonesia kanker
kolorektal berada pada peringkat 9 dari 10 peringkat utama penyakit kanker pasien
rawat inap di seluruh rumah sakit di Indonesia dengan jumlah kasus sebanyak 1.810
dengan proporsi sebesar 4,92%. Data Rumah Sakit Kanker Dharmais tahun 2010,
kanker kolorektal masuk dalam 10 besar kanker yang banyak dialami di mana kanker
rektum menempati urutan keenam dan kanker kolon menempati urutan kedelapan

3
(Tatuhey dkk., 2014).

2.1.3 Patofisiologi
Kanker kolon dan rektum (95%) adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel
usus). Dimulai sebagai polip jinak yang dapat menjadi ganas dan menyusup serta
merusak jaringan normal dan meluas kedalam struktur sekitarnya. Sel kanker dapat
terlepas dari tumor primer dan menyebar kebagian tubuh yang lain yaitu yang paling
sering ke hati (Japaries, 2013). Pertumbuhan kanker menghasilkan efek sekunder,
meliputi penyumbatan lumen usus dengan obstruksi dan ulserasi pada dinding usus
serta perdarahan. Penetrasi kanker dapat menyebabkan perforasi dan abses, serta
timbulnya metastase pada jaringan lain. Prognosis relatif baik jika lesi terbatas pada
mukosa dan submukosa pada saat reseksi dilakukan, dan jauh lebih jelek ketika telah
terjadi metastase ke kelenjar limfe (Japaries, 2013).
- Resiko meningkat dengan meningkatnya usia. Pecandu alkohol berat, kurang
aktivitas fisik, kegemukan, tembakau, colitis ulseratif kronik, crohns disease,
dan kerentanan genetic (keturunan adenomatosis polyposis dan kanker
kolorektal nonpoliposis keturunan) juga meningkatkan risiko. Sebaliknya,
penggunaan aspirin, anti inflamasi Non-steroid (AINS), dan hormone dan
hormon paska menopause menurunkan risiko.
- Perkembangan suatu neoplasma kolorektal merupakan proses multi tahap dari
perubahan genetik dan fenotip struktur dan fungsi epitel usus normal. Mutasi
berurutan didalam epitel kolon berakibat pada replikasi selular atau
peningkatan daya tembus. Perubahan genetic termasuk aktifitas mutasi dari
onkogen (K-ras dan N-ras) dan inaktivasi gen supresor tumor (contoh : APC,
p53, dan DCC)
- Adenokarisoma berkonstribusi pada >90% tumor usus besar.
2.1.4 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala kanker kolorektal dapat sangat beragam, tidak jelas, serta
nonspesiifik. Pasien yang menderita kanker kolorektal tahap awal sering tanpa gejala.
Adapun gejala umum dari kanker kolorektal ditandai oleh :

4
a. Diare atau sembelit
b. Perut terasa penuh
c. Ditemukannya darah (baik merah terang atau sangat gelap di feses)
d. Feses yang dikeluarkan lebih sedikit dari biasanya
e. Sering mengalami sakit perut, kram perut, atau perasaan penuh atau
kembung.
f. Kehilangan berat badan ttanpa alasan yang diketahui.
g. Merasa sangat lelah sepanjang waktu.
h. Mual dan muntah.

2.1.5 Diagnosis

a. Kanker kolorektal menimbulkan gejala lebih sering ketika sudah pada


stadium lanjut. Gejala umum meliputi perubahan pola buang air besar, rasa tidak
nyaman pada perut, kelelahan, penurunan berat badan. Adanya darah pada tinja dapat
menjadi suatu tanda waspada. Temuan darah pada tinja dapat terlihat oleh mata
telanjang atau melalui analisis tinja di laboratorium.
b. Endoskopi adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan dengan cara
memasukkan selang berlampu melalui anus masuk ke dalam usus. Pemeriksaan ini
memungkinkan kita untuk melihat bagian dalam usus. Ketika sebuah tumor
ditemukan dalam jarak 15 cm dari anus, maka akan dipertimbangkan sebagai tumor
rektum, jika lokasinya lebih jauh lagi maka dipertimbangkan sebagai tumor kolon.
c. Uji radiologis khusus juga membantu untuk menggambarkan lokasi dan
ukuran tumor.
d. Analisis darah untuk mencari antigen karsinoembrionik (CEA), suatu
penanda tumor, dapat bermanfaat pada situasi tertentu, tetapi diagnosis sebaiknya
tidak hanya bergantung semata-mata pada hasil tersebut.
e. Konfirmasi diagnosis hanya didapat dari analisis laboratorium tumor dan
jaringan yang terlibat (histopatologi).

5
2.1.6. . Faktor Risiko
Secara umum perkembangan KKR merupakan interaksi antara faktor
lingkungan dan faktor genetik. Faktor lingkungan multipel beraksi terhadap
pradisposisi genetik atau defek yang didapat dan berkembang menjadi KKR.
Terdapat banyak faktor yang dapat meningkatkan atau menurunkan risiko
terjadinya KKR, faktor risiko dibagi menjadi dua, yaitu faktor yang dapat
dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Termasuk didalam faktor risiko yang
tidak dapat dimodifikasi adalah riwayat KKR atau polip adenoma individu dan
keluarga, serta riwayat individu penyakit inflamasi kronis pada usus. Yang termasuk
didalam faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah inaktivitas, obesitas, konsumsi
tinggi daging merah, merokok, dan konsumsi alkohol sedang-sering.
Pencegahan kanker kolorektal dapat dilakukan mulai dari fasilitas kesehatan layanan
primer melalui program KIE di populasi atau masyarakat dengan menghindari faktor-
faktor risiko kanker kolorektal yang dapat dimodifikasi dan dengan melakukan
skrining atau deteksi dini pada populasi, terutama pada kelompok risiko tinggi.
1. Faktor Genetik Sekitar
20% kasus KKR memiliki riwayat keluarga. Anggota keluarga tingkat pertama (first-
degree) pasien yang baru didiagnosis adenoma kolorektal atau kanker kolorektal
invasif memiliki peningkatan risiko kanker kolorektal. Kerentanan genetik terhadap
KKR meliputi sindrom Lynch atau Hereditary Nonpolpyposis Colorectal Cancer
(HNPCC) dan familial adenomatous polyposis. Oleh karena itu, riwayat keluarga
perlu ditanyakan pada semua pasien KKR.
2. Keterbatasan Aktivitas dan Obesitas
Aktivitas fisik yang tidak aktif atau “physical inactivity“ merupakan sebuah faktor
yang paling sering dilaporkan sebagai faktor yang berhubungan dengan KKR.
Aktivitas fisik yang reguler mempunyai efek protektif dan dapat menurunkan risiko
KKR sampai 50%. American Cancer Society menyarankan setidaknya aktivitas fisik
sedang (e.g. jalan cepat) selama 30 menit atau lebih selama 5 hari atau lebih setiap
minggu. Selain itu, kurangnya aktivitas fisik dapat menyebabkan kelebihan berat

6
badan yang juga merupakan sebuah faktor yang meningkatkan risiko KKR.
3. Diet
Beberapa studi, termasuk studi yang dilakukan oleh American Cancer Society
menemukan bahwa konsumsi tinggi daging merah dan/atau daging yang telah
diproses meningkatkan risiko kanker kolon dan rektum. Risiko tinggi KKR
ditemukan pada individu yang mengkonsumsi daging merah yang dimasak pada
temperatur tinggi dengan waktu masak yang lama. Selain itu, individu yang
mengkonsumsi sedikit buah dan sayur juga mempunyai faktor risiko KKR yang lebih
tinggi.
4. Suplemen Kalsium
Suplementasi kalsium untuk pencegahan kanker kolorektal tidak didukung data yang
cukup. Sebuah penelitian metaanalysis randomized controlled trials menemukan
bahwa suplementasi kalsium lebih dari 1.200 mg menurunkan risiko adenoma secara
signifikan. Cara kerja kalsium dalam menurunkan risiko KKR belum diketahui secara
pasti.
5. Vitamin D
Beberapa studi menunjukkan bahwa individu dengan kadar vitamin D yang rendah
dalam darah mempunyai risiko KKR yang meningkat. Namun, hubungan antara
vitamin D dan kanker belum diketahui secara pasti

6. Merokok dan Alkohol


Banyak studi telah membuktikan bahwa merokok tobako dapat menyebabkan KKR.
Hubungan antara merokok dan kanker lebih kuat pada kanker rektum dibandingkan
dengan kanker kolon. Konsumsi alkohol secara sedang dapat meningkatkan risiko
KKR. Individu dengan rata-rata 2-4 porsi alkohol per hari selama hidupnya,
mempunyai 23% risiko lebih tinggi KKR dibandingkan dengan individu yang
mengkonsumsi kurang dari satu porsi alkohol per hari.
7. Obat-obatan dan Hormon
Aspirin, Nonsreoidal Anti-Inflammatory Drugs (NSAID) serta hormon

7
pascamenopause dikatakan dapat mencegah KKR. Bukti-bukti penelitian kohort
mulai mendukung pernyataan bahwa penggunaan aspirin dan NSAID secara teratur
dan jangka panjang dapat menurunkan risiko KKR. Namun, saat ini American Cancer
Society belum merekomendasikan penggunaan obat-obat ini sebagai pencegahan
kanker karena potensi efek samping perdarahan saluran cerna.

2.1.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kanker kolorektal bersifat multidisiplin yang melibatkan
beberapa spesialisasi atau subspesialisasi antara lain gastroenterologi, bedah digestif,
onkologi medik, dan radioterapi. Pilihan dan rekomendasi terapi tergantung pada
beberapa faktor, seperti stadium kanker, histopatologi, kemungkinan efek samping,
kondisi pasien dan preferensi pasien. Terapi bedah merupakan modalitas utama untuk
kanker stadium dini dengan tujuan kuratif. Kemoterapi adalah pilihan pertama pada
kanker stadium lanjut dengan tujuan paliatif. Radioterapi merupakan salah satu
modalitas utama terapi kanker rektum. Saat ini, terapi biologis (targeted therapy)
dengan antibodi monoklonal telah berkembang pesat dan dapat diberikan dalam
berbagai situasi klinis, baik sebagai obat tunggal maupun kombinasi dengan
modalitas terapi lainnya. Penatalaksanaan kanker kolorektal dibedakan menjadi
penatalaksanaan kanker kolon dan kanker rektum.

Stadium Terapi
Stadium 0 (TisN0M0)  Eksisi lokal atau polipektomi sederhana
 Reseksi en-bloc segmental untuk lesi yang tidak memenuhi
syarat eksisi local
Stadium I (T1-2N0M0)  Wide surgical resection dengan anastomosis tanpa kemoterapi
adjuvant
Stadium II (T3N0M0, Wide surgical resection dengan anastomosis  Terapi adjuvan
T4a-bN0 M0) setelah pembedahan pada pasien dengan risiko tinggi
Stadium III (T apapun Wide surgical resection dengan anastomosis  Terapi adjuvan

8
N1-2M0) setelah pembedahan
Stadium IV (T apapun, Reseksi tumor primer pada kasus kanker kolorektal dengan
N apapun M1) metastasis yang dapat direseksi  Kemoterapi sistemik pada kasus
kanker kolorektal dengan metastasis yang tidak dapat direseksi dan
tanpa gejala

Tabel. Rangkuman Penatalaksanaan Kanker Kolon


1. Pemeriksaan klinis
Hal ini meliputi pemeriksaan fisik perut dan rektum. Dengan melakukan
perabaan pada perut, dokter akan menentukan apakah tumor telah menyebabkan
pembesaran organ hati, dan apakah terdapat pengumpulan cairan berlebih di dalam
rongga perut, yang disebut asites. Selama pemeriksaan rektum, dokter akan
menggunakan jari dari tangan yang telah terpasang sarung tangan untuk memeriksa
bagian dalam anus dan rektum untuk mendeteksi pembengkakan abnormal atau jejak
darah.
2. Endoskopi
Selama berlangsungnya endoskopi dari usus besar, sebuah selang kecil
bercahaya dengan kamera dimasukkan melalui anus hingga ke dalam usus besar.
Proses ini memungkinkan dokter untuk memeriksa bagian dalam usus untuk melihat
area atau pertumbuhan abnormal pada lapisan dalam usus. Dengan memasukkan
instrumen kecil melalui endoskop, dokter juga dapat melakukan biopsi dari area
abnormal, atau- jika ditemukan polip- dapat mengangkat seluruh polip. Jaringan ini
kemudian dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan histopatologi (lihat di bawah).
Endoskopi dapat dilakukan pada area berbeda, dengan memasukkan instrumen yang
relevan ke dalam kolorektal pada jarak kedalaman yang bervariasi. Rektoskop adalah
suatu instrumen pendek dan kaku yang dimasukkan hanya ke dalam rektum (prosedur
ini dinamakan rektoskopi). Sigmoidoskop adalah suatu instrumen lentur dan panjang
yang dimasukkan ke dalam bagian paling bawah usus besar, di atas rektum (prosedur

9
ini disebut sigmoidoskopi). Kolonoskop adalah instrumen lentur dan panjang yang
dapat melewati keseluruhan usus besar (prosedur ini dinamakan kolonoskopi).
3. Pemeriksaan radiologis.
− CT kolonografi.
Pemeriksaan ini melibatkan CT scan perut, yang mana setelah prosedur
dilakukan, komputer memproduksi gambaran 3 dimensi dari dinding dalam usus
besar. Prosedur ini juga disebut sebagai kolonoskopi virtual. Pemeriksaan ini bukan
suatu prosedur rutin, namun dapat membantu ketika kolonoskopi sulit dilakukan,
misalnya pada tumor obstruktif/dengan sumbatan. Di samping itu dapat membantu
ahli bedah dalam menentukan lokasi tumor dengan akurat sebelum operasi.
-Barium enema kontras ganda.
Selama pemeriksaan ini dikerjakan, barium sulfat (cairan pucat yang umum
digunakan dalam pemeriksaan radiologis) dan udara dimasukkan ke dalam kolon
melalui anus. Baik barium dan udara akan tampak pada film sinar-x dan ini akan
menggambarkan kerangka dinding bagian dalam kolon dan rektum. Pemeriksaan ini
dikerjakan sesuai dengan kondisi, terutama ketika bagian sisi kanan kolon sulit
dijangkau dengan kolonoskop, tapi saat ini secara umum telah digantikan oleh
pemeriksaan CT kolonografi.
- Diperlukan persiapan usus yang cukup pada tindakan kolonoskopi dan
kolonoskopi virtual.

4. Pemeriksaan laboratorium
- Tes darah rutin dikerjakan dan meliputi pemeriksaan darah lengkap, tes fungsi hati
dan ginjal.
- Penanda tumor adalah faktor-faktor yang diproduksi oleh tumor dan dapat diukur
menggunakan tes darah. Bersamaan dengan hasil dari pemeriksaan rutin, penanda
tumor ini dapat membantu untuk menegakkan diagnosis rekurensi kanker setelah
pengobatan awal dari stadium awal atau untuk mengikuti evolusi kanker selama atau
setelah terapi. Sejumlah usaha besar penelitian dilakukan dalam rangka mencari

10
penanda tumor untuk kanker kolorektal. Selain antigen karsinoembrionik (CEA, lihat
di bawah), yang dapat berguna pada situasi tertentu, sejauh ini belum ada tes yang
tersedia.
- Antigen karsinoembrionik (CEA). Sel kanker kolorektal dapat memproduksi
faktor CEA dan dapat diukur nilainya melalui tes darah. Namun, tidak semua kanker
kolorektal menghasilkan CEA, dan nilai CEA juga dapat tinggi pada kanker lain dan
kondisi yang tidak ganas. Sehingga, pada kanker kolorektal, CEA tidak dapat
berfungsi sebagai tes penapisan. Walaupun demikian, nilai CEA yang tinggi pada
pasien dengan kanker kolorektal saat didiagnosis dapat digunakan untuk evaluasi
prognosis dan untuk tindak lanjut setelah pengobatan.
5. Pemeriksaan histopatologi.
Ini merupakan pemeriksaan laboratoris terhadap jaringan tumor. Pemeriksaan
ini dilakukan dengan menggunakan mikroskop untuk melihat hasil biopsi atau polip
yang didapat melalui endoskopi. Informasi histopatologi akan mengkonfirmasi
diagnosis kanker kolorektal dan mengungkap karakter spesifik dari tumor. Jika
pembedahan telah selesai dikerjakan, pemeriksaan histopatologi tidak hanya
dilakukan pada jaringan tumor saja, tetapi juga pada kelenjar getah bening yang
secara rutin juga diangkat, dan pada organ yang telah diinvasi oleh tumor dan diambil
saat pembedahan. Pemeriksaan histopatologi mungkin juga perlu dilakukan pada
jaringan metastasis. Histopatologi adalah bagian dari proses diagnosis yang disebut
penentuan stadium (staging. Staging adalah ketika dokter menentukan sejauh mana
tumor kolorektal telah menyerang organ lain atau telah mengakibatkan metastasis.
Staging memungkinkan dokter untuk mengarahkan pengobatan yang optimal. Bab
“Apa yang penting diketahui untuk menentukan pengobatan optimal” menjelaskan
bagaimana informasi histopatologi digunakan untuk menuntun arah pengobatan.
Nyeri pasca operasi harus dinilai dan diberi tatalaksana yang adekuat. Penatalaksanaan yang
tidak adekuat akan dapat berujung pada peningkatan derajat nyeri, kecemasan, gangguan
mobilisasi, gangguan tidur, dan distress emosional. Esesmen yang adekuat diperlukan untuk
dasar pemberian tatalaksana yang adekuat. Tatalaksana yang adekuat akan menuntun pada

11
pemulihan yang lebih cepat, komplikasi yang minimal, risiko nyeri persisten yang lebih kecil,
dan peningaktan kepuasan pasien.Esesmen nyeri pasca operasi sama dengan nyeri pada
umumnya, yaitu mencari informasi tentang lokasi, intensitas, kualitas nyeri, onset, durasi,
variabilitas serangan nyeri, faktor-faktor yang memperingan/ memperberat rasa nyeri, dan
dampak nyeri (mis: gangguan tidur, aktivitas, dan pekerjaan). Pada esesmen nyeri diperlukan
pula diskusi dengan pasien tentang pilihan tindakan untuk mengurangi nyeri dan evaluasi
terhadap hasil pengobatan dan efek samping
2.2.1. Nyeri
2.2.2. Definisi nyeri
Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan akan adanya bahaya kerusakan jaringan.
Nyeri akan membantu individu untuk tetap hidup dan melakukan kegiatan secara fungsional.
Pada kasus-kasus gangguan sensasi nyeri (misalnya: neuropati akibat diabetes) maka dapat
terjadi kerusakan jaringan yang hebat. Nyeri pada umurrmya dapat dibagi menjadi 2 bagian
besar, yaitu: nyeri adaptif dan nyeri maladaptif. Nyeri adaptif berperan serta dalam proses
bertahan 2 Pengkajian Nyeri hidup dengan melindungi organisme dari cedera berkepanjangan
dan membantu proses pemulihan. Sebaliknya, nyeri maladaptif merupakan bentuk patologis
dari sistem saraf.
2.2.3. Berdasarkan durasi (waktu terjadinya)
 Nyeri akut
Nyeri akut di definisikan sebagai nyeri yang dirasakan seseorang selama
beberapa detik sampai dengan 6 (enam) bulan. Nyeri akut biasanya datang tiba-tiba,
umumnya berkaitan dengan cidera spesifik, jika ada kerusakan maka berlangsung tidak
lama dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan proses
penyembuhan. Beberapa pustaka lain menyebutkan nyeri akut adalah bila < 12 minggu.
Nyeri antara 6-12 minggu adalah nyeri sub akut. Nyeri diatas 12 minggu adalah nyeri
kronis.
 Nyeri kronis
Nyeri kronis sering didefenisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama 6
(enam) bulan atau lebih. Nyeri kronis bersifat konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang satu periode waktu. Nyeri kronis dapat tidakmempunyai awitan yang
ditetapkan dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan

12
respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya.
2.2.4. Berdasarkan etiologi (penyebab timbulnya nyeri)
 Nyeri nosiseptik
Merupakan nyeri yang terjadi karenaa dan yarangsangan/stimulus mekanis ke
nosiseptor. Nosiseptor adalah saraf aferen primer yang Pengkajian Nyeri 5 berfungsi
untuk menerima dan menyalurkan rangsang nyeri. Ujungujung saraf bebas nosiseptor
berfungsi sebagai saraf yang peka terhadap rangsangan mekanis, kimia, suhu, listrik yang
menimbulkan nyeri. Nosiseptor terletak di jaringan subkutis, otot rangka, dan sendi.
 Nyeri neuropatik
Nyeri neuropatik erupakan nyeri yang terjadi karena adanya lesi atau disfungsi
primer pada sistem saraf. Nyeri neuropatik biasanya berlangsung lama dan sulit untuk di
terapi. Salah satu bentuk yang umum dijumpai di praktek klinik adalah nyeri pasca
herpes dan nyeri neuropatik diabetikan.
 Nyeri inflamatorik
Nyeri inflamatorik merupakan nyeri yang timbul akibat adanya proses inflamasi.
Nyeri inflamatorik kadang dimasukkan dalam klasifikasi nyeri nosiseptif. Salah satu
bentuk yang umum dijumpai di praktek klinik adalah osteoarthritis.
 Nyeri campuran
Nyeri campuran merupakan nyeri yang etiologinya tidak jelas antara nosiseptif
maupun neuropatik atau nyeri memang timbul akibat rangsangan pada nosiseptor
maupun neuropatik. Salah satu bentuk yang umum dijumpai adalah nyeri punggung
bawah dan ischialgia akibat HNP (Hernia Nukleus Pulposus.
2.2.5. Berdasarkan intensitasnya (berat ringannya)
 Tidak nyeri
Kondisi dimana seseorang tidak mengeluhkan adanya rasa nyeri atau disebut juga
bahwa seseorang terbebas dari rasa nyeri.
 Nyeri ringan
Seseorang merasakan nyeri dalam intensitas rendah. Pada nyeri ringan seseorang
masih bisa melakukan komunikasi dengan baik, masih bisa melakukan aktivitas seperti
biasa dan tidak terganggu kegiatannya.
 Nyeri sedang

13
Rasa nyeri seseorang dalam intensitas yang lebih berat. Biasanya mulai
menimbulkan respon nyeri sedang akan mulai mengganggu aktivitas seseorang.
 Nyeri berat
Nyeri berat/ hebat merupakan nyeri yang dirasakan berat oleh pasien dan
membuat pasien tidak mampu melakukan aktivitas seperti biasa, bahkan akan terganggu
secara psikologis dimana orang akan merasa marah dan tidak mampu untuk
mengendalikan diri.
2.2.6. Mekanisme
Pengalaman sensoris pada nyeri akut disebabkan oleh stimulus noksious yang
diperantarai oleh sistem sensorik nosiseptif. Sistem ini berjalan mulai dari perifer melalui
spinalis, batang otak, talamus, dan korteks cerebri. Pencegahan terhadap terjadinya kerusakan
jaringan mengharuskan setiap individu untuk belajar mengenali stimulusstimulustertentu
yang berbahaya dan harus dihindari? Apabila telah terjadi kerusakan jaringan, maka sistem
nosiseptif akan bergeser fungsinya, dari fungsi protektif menjadi fungsi yang membantu
perbaikan jaringan yang rusak.
Nyeri inflamasi merupakan salah satu bentukuntuk mempercepat perbaikan
kerusakan jaringan. Sensitivitas akan meningkat, sehingga stimulus non noksious atau
noksious ringan yang mengenai bagian yang meradang akan menyebabkan nyeri. Sebagai
akibatnya, individu akan mencegah adanya kontak atau gerakan pada bagian yang cidera
tersebut sampai perbaikan jaringan selesai. Hal ini akan meminimalisasi kerusakan jaringan
lebih lanjut. Nyeri inflamasi akan menurunkan derajat kerusakan dan menghilangkan respon
inflamasi. Nyeri inflamasi merupakan bentuk nyeri yang adaptif namun demikian pada kasus-
kasus cedera elektif (misalnya: pembedahan), cedera karena trauma, atau rheumatoid
arthritis, penatalaksanaan yang aktif harus dilakukan.
Respon inflamasi berlebihan atau kerusakan jaringan yang hebat tidak boleh
dibiarkan. Nyeri maladaptif tidak berhubungan dengan adanya stimulus noksious atau
penyembuhan jaringan. Nyeri maladaptif dapatterjadisebagairespon kerusakan sistem saraf
(nyeri neuropatik) atau sebagai akibat fungsi abnormal sistem saraf (nyeri fungsional)
2.3. Nyeri pasca operasi
Nyeri pasca operasi harus dinilai dan diberi tatalaksana yang adekuat.
Penatalaksanaan yang tidak adekuat akan dapat berujung pada peningkatan derajat nyeri,

14
kecemasan, gangguan mobilisasi, gangguan tidur, dan distress emosional. Esesmen yang
adekuat diperlukan untuk dasar pemberian tatalaksana yang adekuat. Tatalaksana yang
adekuat akan menuntun pada pemulihan yang lebih cepat, komplikasi yang minimal, risiko
nyeri persisten yang lebih kecil, dan peningaktan kepuasan pasien.Esesmen nyeri pasca
operasi sama dengan nyeri pada umumnya, yaitu mencari informasi tentang lokasi, intensitas,
kualitas nyeri, onset, durasi, variabilitas serangan nyeri, faktor-faktor yang memperingan/
memperberat rasa nyeri, dan dampak nyeri (mis: gangguan tidur, aktivitas, dan pekerjaan).
Pada esesmen nyeri diperlukan pula diskusi dengan pasien tentang pilihan tindakan untuk
mengurangi nyeri dan evaluasi terhadap hasil pengobatan dan efek samping.

BAB III
TINJAUAN KHUSUS

15
3.1 Identitas Pasien

DATA UMUM

No. MR 325XXX

Nama Pasien Tn. S

Agama Islam

Jenis Kelamin Laki-laki

Tanggal Lahir 10 Desember 1950

Berat Badan 60 kg

Pekerjaan Wiraswasta

Alamat Tanjung Sari Silaut

Ruang Rawatan Ruang Bedah

Diagnosa Peritonitis et causa perforasi


Adenocarsinoma colon
Mulai perawatan 29 September – 09 Oktober 2023

Jenis pembiayaan Umum

Dokter yang merawat dr. Muhamad Givary, SpB

3.2 Anamnesa
3.2.1 Keluhan Utama
Nyeri di seluruh lapangan perut sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit
3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri perut kanan bawah memberat sejak 2 hari yang sebelum masuk rumah
sakit, nyeri sudah dirasakan sejak 1 bulan yang lalu SMRS. BAB encer dengan
frekuensi 3x, tidak berlendir dan tidak berdarah.

16
3.2.3 Riwayat penyakit dahulu
Tidak Ada
3.2.4 Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada
3.2.5 Riwayat penggunaan obat
Tidak ada
3.3 Pemeriksaan
3.3.1 Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda Vital
Tanggal Suhu Nafas (x/Menit) Nadi (x/Menit) Tekanan Darah
(mmHg)
Nilai Normal 36-38 oC 12-20 x/menit 85-155 x/menit 90-60 mmHg-
120/80 mmHg
29 September 36,7 oC 22 97 123/83
2023
30 September 36,6 oC 20 86 103/67
2023
1 Oktober 2023 36,5 oC 20 88 139/86
2 Oktober 2023 36,5 oC 20 80 113/79
3 Oktober 2023 36,5 oC 20 80 113/79
4 Oktober 2023 36,0 oC 20 82 112/
5 Oktober 2023 36,5 oC 20 80 123/81
6 Oktober 2023 36,5 oC 20 82 87/62
7 Oktober 2023 36,5 oC 20 102 98/61
8 Oktober 2023 36,5 oC 20 102 98/61
9 Oktober 2023 36,5 oC 20 102 98/61

3.3.2 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan 29/09/2023
Nilai Satuan Hasil Keterangan
Rujukan
Haematokrit 37 – 43 % 39,9 Normal
Haemoglobin 12 – 14 g/dl 13,2 Normal
Trombosit 150000 - /mm3 351.000 Normal
400000

17
Leukosit 5000 - /mm3 19.280 Tinggi
10000
GDR <200 mg/dl 101 Rendah
Ureum 10 – 50 mg/dl 55,9 Tinggi
Kreatinin 0,5 – 0,9 mg/dl 1,9 Tinggi
Natrium 135 – 145 mmol/l 135 Normal
Kalium 3,5 – 5,1 mmol/l 4,5 Normal
Klorida 97 – 111 mmol/l 98 Normal
SGOT <38 U/L 13 Normal
SGPT <41 U/L 33 Normal
Keterangan :
Rendah Tinggi

3.4 Diagnosa
Peritonitis et causa Appendices Perforasi
3.5 Terapi Pengobatan
3.5.1 Terapi IGD (29/09/2023)
IVFD RL 1 kolf selanjutnya 20 tpm
Pasang NGT & kateter
Pycyn 2x 750 mg IV
Metronidazole 3x 500 mg
Injeksi ranitidin 2x1 ampul
Pasien rencana laparatomieksplorasi

3.5.2. Terapi di Ruangan Rawatan Bedah

MST (Morfin) 3x10mg


Cefixim 2x 200mg
Ranitidin 2x150 mg
Ketoprofen 2x 100mg
Vit C 2x1 g
Metronidazole 3x500mg
Injeksi Meropenem 3x1g
Metronidazole infus 3x500mg
Paracetamol Infus 3x10mg

18
Injeksi Tramadol 2x50mg

3.5.3 Terapi Pulang


Nama obat Jumlah Dosis Frekuensi Cara
pemberian
Cefixime X 200 mg 2x PO
Ranitidine X 150 mg 2x PO

Ketoprofen X 100 mg 2x PO
Vit C X 50 mg 2x PO
Metronidazole X 500 mg 3x PO

3.6 Follow up
Nama : Tn. S No RM : 325XXX Diagnosa : Dokter : dr.
Peritonitis et causa Muhamad Givari,
perforasi SpB
Adenocarsinoma
colon
Umur : 73 Tahun BB : 60 Ruangan : Bedah Apoteker :
Yudhea Gemilang
Putri, S.Farm

Tanggal S O A P
29/09/2023 Pasien Hemaglobin = Dokter : Apoteker
mengeluh 13,2 g/dl Peritonitis et - Pemantauan
nyeri perut Leukosit = causa perforasi terapi obat pada
kanan bawah 19.280 mm3 Adenocarsinoma pasien
memberat Hematokrit = colon - Pemantauan
sejak 2 39,9%
nyeri pada
hari,BAB Trombosit Apoteker :
encer, cair, = 351000 - Tidak ada
pasien
tidak mm3 interaksi obat, - Usul :
berlendir, Ureum = 55,9 - efek samping diberikan obat
tidak mg/dl obat untuk
berdarah. Kreatini = 1,9 metronidazlole mengatasi mual
Rencana akan mg/dl yaitu akibat efek
dilakukan Natrium = menimbulkan samping
laparotomi 135 mmol/L rasa mual
eksplorasi Kalium = 4,5
jam 10.00 mmol/L
WIB. Klorida = 98

19
mmol/L
GDR = 101
mg/dl
SGOT =13
U/L
SGPT =33
UL
30/09/2023 Pasien sadar Hemaglobin = Dokter : Apoteker
penuh 13,2 g/dl Peritonitis et -Pemantauan terapi
Leukosit = causa perforasi obat pada pasien
19.280 mm3 Adenocarsinoma -Pemantauan nyeri
Hematokrit = colon pada pasien
39,9%
Usul : diberikan obat
Trombosit Apoteker :
= 351000 - Tidak ada
untuk mengatasi mual
mm3 interaksi obat, akibat efek samping
Ureum = 55,9 - efek samping
mg/dl obat
Kreatini = 1,9 metronidazlole
mg/dl yaitu
Natrium = menimbulkan
135 mmol/L rasa mual
Kalium = 4,5
mmol/L
Klorida = 98
mmol/L
GDR = 101
mg/dl
SGOT =13
U/L
SGPT =33
UL
01/10/2023 Badan lemas Hemaglobin = Dokter : Apoteker
dan mual 13,2 g/dl Peritonitis et -Pemantauan terapi
Leukosit = causa perforasi obat pada pasien
19.280 mm3 Adenocarsinoma -Pemantauan nyeri
Hematokrit = colon pada pasien
39,9%
Usul : diberikan obat
Trombosit Apoteker :
= 351000 - Tidak ada
untuk mengatasi mual
mm3 interaksi obat, akibat efek samping
Ureum = 55,9 - efek samping
mg/dl obat
Kreatini = 1,9 metronidazlole
mg/dl yaitu
Natrium = menimbulkan

20
135 mmol/L rasa mual
Kalium = 4,5
mmol/L
Klorida = 98
mmol/L
GDR = 101
mg/dl
SGOT =13
U/L
SGPT =33
UL
02/10/2023 Pasien Hemaglobin = Dokter : Apoteker
mengatakan 13,2 g/dl Peritonitis et -Pemantauan terapi
nyeri luka Leukosit = causa perforasi obat pada pasien
operasi 19.280 mm3 Adenocarsinoma -Pemantauan nyeri
Hematokrit = colon pada pasien
39,9%
Usul : diberikan obat
Trombosit Apoteker :
= 351000 - Tidak ada
untuk mengatasi mual
mm3 interaksi obat, akibat efek samping
Ureum = 55,9 - efek samping
mg/dl obat
Kreatini = 1,9 metronidazlole
mg/dl yaitu
Natrium = menimbulkan
135 mmol/L rasa mual
Kalium = 4,5
mmol/L
Klorida = 98
mmol/L
GDR = 101
mg/dl
SGOT =13
U/L
SGPT =33
UL
03/10/2023 Nyeri post Hemaglobin = Dokter : Apoteker
operasi sudah 13,2 g/dl Peritonitis et -Pemantauan terapi
berkurang, Leukosit = causa perforasi obat pada pasien
stoma viabel, 19.280 mm3 Adenocarsinoma -Pemantauan nyeri
reduksi cair Hematokrit = colon pada pasien
ada 39,9%
Usul : diberikan obat
Trombosit Apoteker :
= 351000 - Tidak ada
untuk mengatasi mual
mm3 interaksi obat, akibat efek samping
Ureum = 55,9 - efek samping

21
mg/dl obat
Kreatini = 1,9 metronidazlole
mg/dl yaitu
Natrium = menimbulkan
135 mmol/L rasa mual
Kalium = 4,5
mmol/L
Klorida = 98
mmol/L
GDR = 101
mg/dl
SGOT =13
U/L
SGPT =33
UL
04/10/2023 Pasien Hemaglobin = Dokter : Apoteker
mengatakan 13,2 g/dl Peritonitis et -Pemantauan terapi
nyei perut Leukosit = causa perforasi obat pada pasien
post operasi 19.280 mm3 Adenocarsinoma -Pemantauan nyeri
Hematokrit = colon pada pasien
39,9%
Usul : diberikan obat
Trombosit Apoteker :
= 351000 - Tidak ada
untuk mengatasi mual
mm3 interaksi obat, akibat efek samping
Ureum = 55,9 - efek samping
mg/dl obat
Kreatini = 1,9 metronidazlole
mg/dl yaitu
Natrium = menimbulkan
135 mmol/L rasa mual
Kalium = 4,5
mmol/L
Klorida = 98
mmol/L
GDR = 101
mg/dl
SGOT =13
U/L
SGPT =33
UL
05/10/2023 Pasien Hemaglobin = Dokter : Apoteker
mengatakan 13,2 g/Dl Peritonitis et -Pemantauan terapi
nyeri pada Leukosit = causa perforasi obat pada pasien
luka operasi 19.280 mm3 Adenocarsinoma -Pemantauan nyeri
Hematokrit = colon pada pasien
39,9%
Usul : diberikan obat

22
Trombosit untuk mengatasi mual
= 351000 Apoteker : akibat efek samping
mm3 - Tidak ada
Ureum = 55,9 interaksi obat,
mg/dl - efek samping
Kreatini = 1,9 obat
mg/dl metronidazlole
Natrium = yaitu
135 mmol/L menimbulkan
Kalium = 4,5 rasa mual
mmol/L
Klorida = 98
mmol/L
GDR = 101
mg/dl
SGOT =13
U/L
SGPT =33
UL
06/10/2023 Nyeri perut, Hemaglobin = Dokter : Apoteker
Perut terasa 13,2 g/Dl Peritonitis et -Pemantauan terapi
keras, mual Leukosit = causa perforasi obat pada pasien
dan muntah 19.280 mm3 Adenocarsinoma -Pemantauan nyeri
berkurang Hematokrit = colon pada pasien
39,9%
Usul : diberikan obat
Trombosit Apoteker :
= 351000 - Tidak ada
untuk mengatasi mual
mm3 interaksi obat, akibat efek samping
Ureum = 55,9 - efek samping
mg/dl obat
Kreatini = 1,9 metronidazlole
mg/Dl yaitu
Natrium = menimbulkan
135 mmol/L rasa mual
Kalium = 4,5
mmol/L
Klorida = 98
mmol/L
GDR = 101
mg/dl
SGOT =13
U/L
SGPT =33
UL
07/10/2023 Nyeri Hemaglobin = Dokter : Apoteker
perut,perut 13,2 g/dl Peritonitis et -Pemantauan terapi

23
terasa keras Leukosit = causa perforasi obat pada pasien
19.280 mm3 Adenocarsinoma -Pemantauan nyeri
Hematokrit = colon pada pasien
39,9% Usul : diberikan obat
Trombosit Apoteker :
untuk mengatasi mual
= 351000 - Tidak ada
mm3 interaksi obat,
akibat efek samping
Ureum = 55,9 - efek samping
mg/dl obat
Kreatini = 1,9 metronidazlole
mg/Dl yaitu
Natrium = menimbulkan
135 mmol/L rasa mual
Kalium = 4,5
mmol/L
Klorida = 98
mmol/L
GDR = 101
mg/dl
SGOT =13
U/L
SGPT =33
UL
08/10/2023 Pasien Hemaglobin = Dokter : Apoteker
mengatakan 13,2 g/Dl Peritonitis et -Pemantauan terapi
nyeri pada Leukosit = causa perforasi obat pada pasien
luka operasi 19.280 mm3 Adenocarsinoma -Pemantauan nyeri
Hematokrit = colon pada pasien
39,9%
Usul : diberikan obat
Trombosit Apoteker :
= 351000 - Tidak ada
untuk mengatasi mual
mm3 interaksi obat, akibat efek samping
Ureum = 55,9 - efek samping
mg/dl obat
Kreatini = 1,9 metronidazlole
mg/Dl yaitu
Natrium = menimbulkan
135 mmol/L rasa mual
Kalium = 4,5
mmol/L
Klorida = 98
mmol/L
GDR = 101
mg/dl
SGOT =13
U/L

24
SGPT =33
UL
09/10/2023 Nyeri pada Hemaglobin = Dokter : Apoteker
luka operasi 13,2 g/Dl Peritonitis et -Pemantauan terapi
sudah Leukosit = causa perforasi obat pada pasien
berkurang 19.280 mm3 Adenocarsinoma -Pemantauan nyeri
Dan pasien Hematokrit = colon pada pasien
sudah di 39,9%
Usul : diberikan obat
perbolehkan Trombosit Apoteker :
pulang = 351000 - Tidak ada
untuk mengatasi mual
mm3 interaksi obat, akibat efek samping
Ureum = 55,9 - efek samping
mg/dl obat
Kreatini = 1,9 metronidazlole
mg/Dl yaitu
Natrium = menimbulkan
135 mmol/L rasa mual
Kalium = 4,5
mmol/L
Klorida = 98
mmol/L
GDR = 101
mg/dl
SGOT =13
U/L
SGPT =33
UL

25
3.7 Analisis Terapi
3.7.1 Analisis Terapi Farmakologi

Nama obat Dosis Rut 29/09/2 30/09/2 01/10/2 02/10/23 03/10/2 04/10/2 05/10/2 06/10/2 07/10/2 08/10/2 09/10/2
e 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Mst 3x10 √ √ √ √ √ √ √ √
mg
Cefixime 2x20
0 mg
Ranitidine 2x15
0 mg
Ketoprofen 2x10 OBAT P
0 mg PULAN
G
Vit c 2x50 U
mg
Metronidazol 3x50 L
e 0 mg
Asering 500 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ A
ml
Amino fluid 500 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ N
ml
Meropenem 3x1 g √ √ √ √ √ √ √ √ √ G
Metro infus 3x50 √ √ √ √ √ √ √ √ √
0 mg
Omeprazole 1x40 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
mg
Pct infus 3x1 √ √ √ √ √ √ √ √ √
mg

26
Tramadol 2x50 √ √ √ √ √ √ √ √
mg
Diazepam 1 1x2 √ √ √
mg
amp
diencerkan
dlm 10 cc
Nacl 0,9%
Transamin 3x50 √
0 mg

3.7.2 Kajian kesesuain Dosis


No Nama obat Dosis yang Dosis literature Keterangan
diberikan
Mst (Morfin) 3x10 mg Dosis literatur : Oral : 5-20mg setiap 4 jam. Sesuai
Rekomendasi loading dose 1 atau 2 (10mg)
setiap 12-24 jam.
Nyeri kanker parah, nyeri parah dewasa : sebagai
tartrat mofrin 5-20mg setiap 4-6 jam melalui
suntikan SC/IM. Jika diperlukan onset aksi yang
cepat, dapat diberikan 2,5-15mg melalui injeksi
IV perlahan selama 4-5 menit. Sebagai analgesia
pasie terkontrol IV (PCA) 1mg/jam diberikan
Sesuai 67 dengan interval penguncian 6-10
menit dan dosis permintaan sebesar 0,5mg
(maks. 1,5mg).
IV : Nyeri sedang hingga parah, nyeri terkait
infrak miokard, nyeri pasca operasi, nyeri kanker

27
parah dewasa sebagai morfin sulfat dosis
disesuaikan berdsarkan tingkat keparahan nyeri,
respon pasien, dan pengalaman analgesik
sebelumnya. Sebagai analgesia terkontrol pasien
(PCA) dosis awal 1-10mg (maks. 15mg) melalui
IV selama 4-5 menit, kemudian 1mg sesuai
dngan permintaan dengan waktu penguncian 5-
10 menit. Lansia perlu pengurangan dosis.
(Medscape)
Meropenem 3x1 g Dosis literature : 1 g IV tiap 8 jam; tidak Sesuai
melebihi 2 g IV setiap 8 jam
Omz 1x40 mg Dosis literature : injeksi (vial) 40mg Sesuai
Pct infus 3x1 gr Dosis literatur: Dewasa: Untuk pengobatan Sesuai
jangka pendek: Pasien dengan berat badan >33-
50 kg: 15 mg/kg. Maksimum: 60 mg/kg (tidak
melebihi 3.000 mg) per hari. Pasien dengan berat
badan >50 kg: 1.000 mg. Maksimum: 4.000 mg
per hari. Dosis diberikan setidaknya 4 jam sekali
melalui infus selama 15 menit
Tramadol 2x50 mg Dosis literature : 50 – 100 mg/ kali tiap 4-6 Sesuai
jam. 400 mg /hari maksimal.
Transamin 3x500 mg Dosis literature : Dewasa: dosis 1 gram (setara Sesuai
2 tablet 500 mg atau 4 kapsul 250 mg) diminum
3 kali sehari saat menstruasi dengan durasi
pengobatan maksimal 5 hari.
Dosis dapat ditingkatkan pada pendarahan berat
bila perlu, dengan dosis maksimal 4 g per hari.

Diazepam 1x2 mg Dosis literature : 0,15-0,2 mg/ KgBB/dosis, Sesuai

28
kecepatan maksimal 5 mg/menit. Maksimal 10
mg/dosis, bias diulang 1 kali.
Cefixime 2x200 mg Dosis literatur : Dewasa: 200-400 mg sebagai Sesuai
dosis tunggal atau dibagi menjadi 2 dosis
tergantung pada keparahan infeksi. Durasi
pengobatan: 7-14 hari, tergantung pada jenis dan
keparahan infeksi. Anak:

Usia 6 bulan hingga 10 tahun dengan berat badan


10 tahun dengan berat badan >50 kg: Sama
seperti dosis dewasa. (MIMS)
Ranitidin 2x150 mg Dosis literature: 150 mg 2 kali sehari (pagi dan Sesuai
malam) atau 300 mg 1x sehari sesudah makan
malam atau sebelum tidur, selama 4-8 minggu.
Ketoprofen 2x100 mg Dosis literature : tablet : 2-3 kali 50-100 mg Sesuai
sehari.
Kapsul CR : 1 kapsul 200 mg diberikan 1 kali
sehari.

Vit C 2x50 mg Dosis literature : Asam askorbat 100 mg,50 mg. Sesuai
Metronidazole 3x500 mg Dosis literature : dosis umum metronidazole Sesuai
adalah 250 – 500 mg/ dosis diberikan 3x sehari
secara intravena atau per oral.

3.7.3 Lembaran Drug Related Problem (DRP)


Nama : Tn. S No RM : 325XXX Diagnosa : Peritonitis et Dokter : dr. Muhamad
causa Appendices Givary, SpB
Perforasi

29
Umur : 73 Tahun BB : 60 Ruangan : Bedah Apoteker : Yudhea
Gemilang Putri, S.Farm

No Drug Check List Rekomendasi


Therapy
Problem
1. Terapi yang di
perlukan
Terdapat terapi tanpa - Tidak Pasien telah mendapatkan terapi sesuai dengan indikasi.
indikasi medis - Meropenem IV berfungsi sebagai antibiotika gram
negatif dan gram positif
- Metronidazole injeksi berfungsi sebagai mengobati
infeksi bakteri
- Omeprazole berfungsi untuk mengurangi gejala iritasi
dinding lambung, seperti nyeri ulu hati, mual, dan
kembung.
- Paracetamol infus berfungsi sebagai analgetik
antipiretik
- Morfin berfungsi untuk meredakan dan
menghilangkan nyeri hebat dan tidakdapat diobati
dengan anlgetik dan narkotik
- Tramadol untuk meredakan nyeri sedang dan berat
- Diazepam digunakan sebagai terapi awal pada pasien
dengan status konvulsi atau kejang demam.
- Transamin berfungsi untuk membantu meghentikan
pendarahan abnormal
- Ranitidine injeksi berguna untuk mengobati gejala

30
atau penyakitt yang berkaitan dengan produksi asam
lambug berlebih
- Vitamin c berfungsi sebagai membantu tubuh dalam
pembentukan jaringan dan sistem pertahanan tubuh.
- Cefixim berfungsi untuk mengobati infeksi saluran
kemih.
- Metronidazole berfungsi sebagai antibakteri dengan
cara menghentikan pertumbuhan bakteri.
- Ketoprofen berfungsi untuk meredakan nyeri.

Pasien mendapatkan - Tidak Pasien tidak memerlukan terapi tambahan,karena pasien


terapi tambahan yang telah mendapatkan terapi sesuai dengan kondisi medis.
tidak diperlukan
Pasien masih Tidak Pasien tidak memungkinkan mendapatkan terapi non
memungkinkan menjalani farmakologi
terapi Non Farmakologi
Terdapat duplikasi terapi - Tidak terdapat duplikasi terapi

Pasien mendapat Tidak


penanganan terhadap efek
samping yang seharusnya
dapat dicegah.
2. Kesalahan Obat
Bentuk sediaan tidak tepat Tidak Bentuk sediaan yang diberikan pada saat rawatan sudah
tepat.
Bentuk sediaan IV : IVFD meropenem , IVFD
metronidazole injeksi, paracetamol infus, transamin,
Diberikan secara IV agar mempercepat efek kerja obat.

31
Bentuk sediaan tablet: cefixime, ranitidine morfin,
vitamin c,
Diberikn secara oral karena pasien mampu menelan obat
dan dosisnya lebih tepat.
Terdapat kontra indikasi
Kondisi pasien tidak dapat Tidak Kondisi pasien dapat disembuhkan dengan obat.
disembuhkan oleh obat
Terdapat obat lain yang Tidak Tidak terdapat obat lain yang lebih efektif.
lebih efektif
3.Dosis tidak tepat
Dosis terlalu rendah Tidak Dosis yang diberikan sudah tepat.

Dosis terlalu tinggi Tidak Dosis yang diberikan sudah tepat.

Frekuensi penggunaan Tidak Frekuensi penggunaan tepat


tidak tepat
Durasi penggunaan tidak Tidak Durasi penggunaan sudah tepat
tepat

Penyimpanan tidak tepat Tidak Proses penyimpanan obat sudah diletakan pada tempat
yang sesuai pada tempatnya dimana obat disimpan dalam
tempat obat pasien.
Terdapat interaksi obat
Tidak Tidak dapat interaksi obat

4.Reaksi yang tidak

32
diinginkan
Obat tidak aman untuk Tidak Obat yang diberikan telah aman digunakan padapasien.
pasien
Terjadi reaksi alergi obat Tidak Pasien tidak menimbulkan alergi dari penggunaanObat

Terjadi interaksi obat Tidak Tidak terjadi interaksi antar obat

Dosis obat dinaikkan Tidak Tidak Ada


atau diturunkan terlalu
cepat
Muncul efek yang tidak Tidak Tidak ada muncul efek yang tidak diinginkan
dinginkan
Administrasi yang tidak Tidak Administrasi sudah tepat
tepat
5.Ketidaksesuaian
kepatuhan Pasien

Obat tidak tersedia Tidak Obat tersedia

Pasien tidak mampu Tidak Keluarga pasien mampu menyediakan obat


menyediakan obat
Pasien tidak bisa menelan
obat
Pasien tidak mengerti Tidak Semua sediaan diberikan secara tepat oleh tenaga medis
intruksi penggunaan obat
Pasien tidak patuh atau Tidak Pasien patuh menggunakan obat
memilih untuk tidak

33
menggunakan obat
6. Pasien membutuhkan
terapi tambahan
Terdapat kondisi yang Tidak Terapi sesuai
tidak diterapi
Pasien membutuhkan Tidak Pasien sudah mendapatkan obat yang sinergis untuk
obat lain yang sinergis terapi penyakit
Pasien membutuhkan Tidak Pasien sudah mendapatkan terapi profilaksis, seperti
terapi profilaksis pemberian ceftriaxon
sebelum operasi, pemberian inj. Ranitidine untuk
mencegah stres ulcer

34
BAB IV
PEMBAHASAN

Kanker kolon atau usus besar merupakan kanker yang menyerang daerah usus
besar. Perkembangan kanker ini sangat lambat, sehingga sering diabaikan oleh
penderita. Pada stadium dini, sering sekali tidak ada keluhan dan tidak ada rasa sakit
yang berat. Penderita kanker jenis ini umumnya datang ke dokter setelah timbul rasa
sakit yang berlebihan (stadium lanjut), sehingga pengobatannya menjadi lebih sulit
(Mangan, 2009).
Penyebab kanker kolon ini belum diketahui dengan pasti, tetapi ada hubungannya
dengan faktor makanan yang mengandung lemak hewan tinggi, kadar serat yang
rendah, serta adanya interaksi antara bakteri di dalam kolon dengan asam empedu dan
makanan. Faktor-faktor tersebut akan memproduksi bahan karsinogenik yang memicu
kanker kolon (Wijayakusuma, 2010). Selain itu ada beberapa faktor resiko tinggi
terkena kanker kolon menurut Wijayakusuma (2010), antara lain: Umur lebih dari 40
tahun dan memiliki riwayat gangguan pencernaa, ada salah satu keluarga yang
menderita karsinoma kolon, kolitis ulseratif, menderita poliposis atau ada keluarga
yang menderita polyposis (multiple polip dalam kolon)
Seorang pasien laki-laki tn. S berusia 73 tahun masuk ke IGD RSUD. Dr. M.
Zein Painan pada tanggal 29 September 2023 jam 16.00 WIB. Pasien dating dengan
keluhan nyeri perut kanan bawah memberat sejak 2 hari SMRS, nyeri sudah
dirasakan sejak lebih kurang 1 bulan SMRS. BAB encer sejak satu hari SMRS,
dengan frekuensi 3 kali. BAB cair tidak berlendir, tidak berdarah dan pasien tidak
memiliki gejala demam.
Hasil pemeriksaan penunjang hematologi pasien didapatkan: Nafas: 22
x/menit (tinggi), Nadi:97 x/menit (tinggi), Tekanan Darah (mmHg) : 123/83 mmHg
(tinggi) , Haematokrit 39,9 % (Normal), Haemoglobin 13,2 g/dL (Normal),
Trombosit 351.000 /mm3 (Normal), Leukosit 19.280 /mm3 (Tinggi), GDR 101
mg/dL (Rendah), ureum 55,9 mg/dL (Tinggi), kreatinin 1,9 mg/Dl (Tinggi), natrium

35
135 mmol/L (Normal), Kalium 4,5 mmol/L (Normal), klorida 98 mmol/L (Normal),
SGOT 13 U/L (normal), SGPT 33 U/L (normal).
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan, pasien di diagnosa Ca. colon. Pada
saat pasien dirawat di IGD pasien diberikan terapi : IVFD RL 1 kolf selanjutnya 20
tpm, Pasang NGT & kateter, Pycyn 2x 750 mg IV, Metronidazole 3x 500 mg, Injeksi
ranitidin 2x1 ampul, Pasien rencana laparatomieksplorasi. Lalu pasien dipindahkan ke
ruang rawat bedah untuk mendapatkan perawatan yang lebih intensif..
Pada tanggal 30 September 2023 Pasien sadar penuh. Pemeriksaan tanda-
tanda vital Hemoglobin = 13,2 g/dL, Leukosit = 19.280 mm3, Hematokrit = 39,9%,
Trombosit = 351000 mm3, Ureum = 55,9 mg/dL, Kreatini = 1,9 mg/dL, Natrium =
135 mmol/L, Kalium = 4,5 mmol/L, Klorida = 98 mmol/L, GDR = 101 mg/dl, SGOT
=13 U/L, SGPT =33 U/L.
Pada tanggal 01 Oktober 2023 Badan lemas dan mual. Pemeriksaan tanda-
tanda vital : Hemoglobin = 13,2 g/dL
Leukosit = 19.280 mm3, Hematokrit = 39,9%, Trombosit = 351000 mm3, Ureum =
55,9 mg/dL, Kreatini = 1,9 mg/dl, Natrium = 135 mmol/L, Kalium = 4,5 mmol/L,
Klorida = 98 mmol/L, GDR = 101 mg/dl, SGOT =13 U/L, SGPT =33 U/L.
Pada tanggal 02 Oktober 2023 Pasien mengatakan nyeri luka operasi,
Pemeriksaan tanda-tanda vital: Hemoglobin = 13,2 g/dL, Leukosit = 19.280
mm3Hematokrit = 39,9%, Trombosit = 351000 mm3, Ureum = 55,9 mg/dL, Kreatini
= 1,9 mg/dL, Natrium = 135 mmol/L, Kalium = 4,5 mmol/L, Klorida = 98 mmol/L,
GDR = 101 mg/dL, SGOT =13 U/L, SGPT =33 U/L.
Pada tanggal 03 Oktober 2023 Nyeri post operasi sudah berkurang, stoma
viabel, reduksi cair ada, Pemeriksaan tanda-tanda vital: Hemoglobin = 13,2 g/dL,
Leukosit = 19.280 mm3, Hematokrit = 39,9%, Trombosit = 351000 mm3, Ureum =
55,9 mg/dL, Kreatini = 1,9 mg/dL, Natrium = 135 mmol/L, Kalium = 4,5 mmol/L,
Klorida = 98 mmol/L, GDR = 101 mg/dL, SGOT =13 U/L, SGPT =33 U/L.
Pada tanggal 04 Oktober 2023 Pasien mengatakan nyei perut post operasi.
Pemeriksaan tanda-tanda vital: Hemoglobin = 13,2 g/dL, Leukosit = 19.280 mm3,

36
Hematokrit = 39,9%, Trombosit = 351000 mm3, Ureum = 55,9 mg/dL, Kreatini =
1,9 mg/dL, Natrium = 135 mmol/L, Kalium = 4,5 mmol/L, Klorida = 98 mmol/L,
GDR = 101 mg/dL, SGOT =13 U/L, SGPT =33 U/L.
Pada tanggal 05 Oktober 2023 Pasien mengatakan nyeri pada luka operasi.
Pemeriksaan tanda-tanda vital: Hemoglobin = 13,2 g/dL
Leukosit = 19.280 mm3, Hematokrit = 39,9% Trombosit,, = 351000 mm3, Ureum =
55,9 mg/dL, Kreatini = 1,9 mg/dL, Natrium = 135 mmol/L, Kalium = 4,5 mmol/L,
Klorida = 98 mmol/L, GDR = 101 mg/dL, SGOT =13 U/L, SGPT =33 U/L
Pada tanggal 06 Oktober 2023 Nyeri perut, Perut terasa keras, mual dan
muntah berkurang. Pemeriksaan tanda-tanda vital: Hemoglobin = 13,2 g/dL, Leukosit
= 19.280 mm3, Hematokrit = 39,9%, Trombosit = 351000 mm3, Ureum = 55,9
mg/dL, Kreatini = 1,9 mg/dL, Natrium = 135 mmol/L, Kalium = 4,5 mmol/L, Klorida
= 98 mmol/L, GDR = 101 mg/dL, SGOT =13 U/L, SGPT =33 U/L
Pada tanggal 07 Oktober 2023 Nyeri perut,perut terasa keras. Pemeriksaan
tanda-tanda vital: Hemoglobin = 13,2 g/dL
Leukosit = 19.280 mm3, Hematokrit = 39,9%, Trombosit = 351000 mm3, Ureum =
55,9 mg/dL, Kreatini = 1,9 mg/dL, Natrium = 135 mmol/L, Kalium = 4,5 mmol/L,
Klorida = 98 mmol/L, GDR = 101 mg/dL, SGOT =13 U/L, SGPT =33 U/L.
Pada tanggal 08 Oktober 2023 Pasien mengatakan nyeri pada luka operasi.
Pemeriksaan tanda-tanda vital: Hemoglobin = 13,2 g/dL
Leukosit = 19.280 mm3, Hematokrit = 39,9%, Trombosit = 351000 mm, Ureum =
55,9 mg/dL, Kreatini = 1,9 mg/dL, Natrium = 135 mmol/L, Kalium = 4,5 mmol/L,
Klorida = 98 mmol/L, GDR = 101 mg/dL, SGOT =13 U/L, SGPT =33 U/L.
Pada tanggal 09 Oktober 2023 Nyeri pada luka operasi sudah berkurang Dan
pasien sudah di perbolehkan pulang. Pemeriksaan tanda-tanda vital : Hemoglobin =
13,2 g/dL, Leukosit = 19.280 mm3, Hematokrit = 39,9%, Trombosit = 351000 mm3,
Ureum = 55,9 mg/dL. Kreatini = 1,9 mg/dL, Natrium = 135 mmol/L, Kalium = 4,5
mmol/L, Klorida = 98 mmol/, GDR = 101 mg/dL, SGOT =13 U/L, SGPT =33 U/L
Pasien diberikan terapi antibiotik sebelum operasi dengan tujuan untuk

37
mencegah infeksi yang diakibatkan oleh Ca. Colon. Pemberian antibiotik pada pasien
setelah operasi untuk mempercepat pengobatan pasca operasi dan mencegah infeksi
yang diakibatkan bakteri-bakteri yang da dirumah sakit. Pemberian antibiotik juga
mempertimbangkan dengan melihat hasil leukosit dari pemeriksaan laboratorium.

38
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan :
1. Pasien didiagnosa oleh dokter adalah Ca. Colon.
2. Terapi yang diberikan kepada pasien memberikan perbaikan pada kondisi
pasien.
3. Tidak ada interaksi antar obat.

5.2 Saran
1. Dianjurkan kepada pasien untuk meminum obat secara teratur.
2. Dianjurkan kepada pasien untuk istirahat yang cukup.
3. Pasien disarankan untuk melakukan pemantauan lebih lanjut dengan konsultasi
ulang pada dokter.

39
DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society: Cancer Facts and Figures 2005 Atlanta, American Cancer
Society Inc; 2005.

American Cancer Society: Cancer Statistics 2004 Atlanta, American Cancer Society
Inc; 2004.

Anonim. Basic Pharmacology & Drug Notes edisi 2023. MMN. Publishing 2023
de Jong W,Sjamsuhidajat R N.d.Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC;2011.
Hal 755-64.

Harahap, 2004. Perawatan Pasien Dengan Kolostomi Pada Penderita Kanker


Kolorektal [online], cited 28 December 2019, available from:
http://www.digilib-usu.com.

Kemenkes, R. (2013). Panduan Memperingati Hari kanker Sedunia di Indonesia


Tahun 2013: Apakah Anda Tahu Tentang Kanker. Direktorat Jenderal PP
& PL. Kementrian Kesehatan RI.

Murray, R. (1997). Biokimia Harper (terj) (24 ed.). Jakarta: EGC.

Pertamawati, L. (2013). Aplikasi Kendali Optimum pada Kemoterapi Kanker. In


Skripsi. Yogyakarta : Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.

Sjamsuhidajat, R. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat - de Jong: Sistem Organ dan
Tindak Bedahnya (2) Edisi 4. Jakarta: EGC; 2016

Tomislav, 2009. Colon cancer, adenocarcinoma. (online),


http//emedicine.medscape.com, diakses 29 Januari 2019.

40
Lampiran 1. Tinjauan Obat

1.Mst
Nama obat Morphine Sulfate
Bentuk sediaan Tablet, ampul
Dosis Paraneteral

Nyeri kanker parah, Nyeri parah Dewasa:


Sebagai tartrat morfin: 5-20 mg setiap 4-6 jam
melalui suntikan SC/IM. Jika diperlukan onset
aksi yang cepat, dapat diberikan 2,5-15 mg
melalui injeksi IV perlahan selama 4-5 menit.
Sebagai analgesia pasien terkontrol IV (PCA): 1
mg/jam diberikan dengan interval penguncian 6-
10 menit dan dosis permintaan sebesar 0,5 mg
(Maksimum 1,5 mg).

Intravena (melalui pembuluh darah vena)


Nyeri sedang hingga parah, Nyeri terkait infark
miokard, Nyeri pascaoperasi, Nyeri kanker
parah Dewasa: Sebagai morfin sulfat: Dosis
disesuaikan berdasarkan tingkat keparahan
nyeri, respons pasien, dan pengalaman
analgesik sebelumnya. Sebagai Analgesia
Terkontrol Pasien (PCA): Dosis awal: 1-10 mg
(Maksimum 15 mg) melalui infus IV selama 4-
5 menit, kemudian 1 mg sesuai permintaan
dengan waktu penguncian 5-10 menit. Lansia:
Perlu
pengurangan dosis.
Komposisi Morphine 10 mg, 15 mg
Indikasi Untuk meredakan dan menghilangkan nyeri
hebat yang tidak dapat diobati dengan analgetic
non narkotik, misalnya nyeri akibat thrombosis
coroner, neoplasma, kolik ranl atau kolik
empedu, oklusi pembuluh darah perifer,
pulmoner atau coroner, pericarditis akut,
pleuritis dan pneumothoraks spontan, trauma
missal luka bakar, fraktur dann nyeri
pasca bedah.
Kontra Indikasi Hipersensitivitas. Depresi pernapasan, penyakit
saluran napas obstruktif, ileus paralitik,
penyakit hati akut, alkoholisme akut, cedera

41
kepala, peningkatan tekanan intrakranial,
sekresi bronkial yang berlebihan, asma bronkial
akut atau parah, gagal jantung sekunder akibat
penyakit paru kronis, penundaan pengosongan
lambung, obstruksi saluran pencernaan, perut
akut, syok sirkulasi. Penggunaan bersamaan
selama atau
dalam 14 hari setelah terapi MAOI.
Efek samping Depresi pernapasan, pusing, gangguan
penglihatan, depresi mental, sedasi, koma,
euphoria, agitasi, disforia lemah, gugup,
delirium & insomnia; mual, muntah, nyerin
perut, ileus paralitik, konstipasi, hipotensi,
pruritus, urtikaria, kemerahan kulit& edema,
reaksi hipersensitif. Penggunaan jangka
panjang dapat menyebabkan toleransi atau
ketergantungan.
Mekanisme Kerja Morfina, sejenis analgesik opioid, adalah
turunan fenantrena yang bertindak
terutamanya pada sistem saraf pusat dan otot
halus. Morfina mengikat reseptor opioid di
sistem saraf pusat sehingga memodulasi
persepsi dan respons terhadap nyeri dengan
mengubah jalur penghambatan menurun dari
otak. Analgesia, euforia, dan ketergantungan
diyakini terjadi karena tindakan morfina pada
reseptor µ-1, sementara depresi pernapasan
dan penghambatan gerakan usus terjadi karena
tindakan pada reseptor µ-
2. Analgesia tulang belakang dimediasi oleh
aksi
agonis morfina pada reseptor κ.
Peringatan Hati-hati pada pasien dengan hipotensi,
hipotiroidisme,asma (hindari selama
serangan), hipertrofi prostat, gangguan
kovulsi. Hati-hati pada Wanita hamil dan
menyusui; kurangi dosis atau hindari pada
gangguan fungsi hati, gangguan fungsi

42
ginjal, penderita lansia.
Gambar Sediaan

2.Cefixim
Nama obat Cefixime
Bentuk sediaan Tablet, kaplet, kapsul, sirup kering
Dosis Dewasa: 200-400 mg sebagai dosis tunggal
atau dibagi menjadi 2 dosis tergantung pada
keparahan infeksi. Durasi pengobatan: 7-14
hari, tergantung pada jenis dan keparahan
infeksi.

Anak: Usia 6 bulan hingga 10 tahun dengan


berat badan <50 kg: Dalam bentuk suspensi
atau tablet kunyah: 8 mg/kg harian sebagai
dosis tunggal atau dibagi menjadi 2 dosis;
>10 tahun dengan berat badan >50 kg:
Sama seperti dosis dewasa.
Komposisi Cefixime 200 mg
Indikasi Infeksi yang disebabkan oleh pathogen
yang sensitive terhadap Cefixime pada
penyakit ISK tanpa komplikasi, infeksi
saluran napas atas (otitis media,
faringitis, tonsilitis), infeksi saluran napas
bawah (bronkitis akut dan bronkitis kronik
eksaserbasi akut).
Kontra Indikasi Hipersensitivitas terhadap sefalosporin.
Efek samping Signifikan: Ensefalopati (termasuk kejang,
kebingungan, gangguan kesadaran,
gangguan gerakan), gagal ginjal akut
(termasuk nefritis tubulointerstisial).
Gangguan darah dan sistem limfatik:
Trombositopenia sementara, leukopenia,

43
neutropenia, pansitopenia, agranulositosis,
eosinofilia. Gangguan gastrointestinal:
Diare, tinja yang encer atau sering, nyeri
perut, mual, muntah, dispepsia, kembung.
Gangguan hepatobilier: Hepatitis, kuning
(jaundice), hiperbilirubinemia. Gangguan
sistem kekebalan tubuh: Reaksi
hipersensitivitas termasuk ruam, gatal-
gatal, urtikaria, demam obat. Pemeriksaan:
Peningkatan sementara dalam SGPT,
SGOT, fosfatase alkalin, BUN dan
kreatinin; peningkatan LDH. Jarang, waktu
protrombin yang memanjang. Gangguan
sistem saraf: Sakit kepala, pusing, kejang.
Gangguan sistem reproduksi dan payudara:
Gatal pada alat kelamin, vaginitis,
kandidiasis.
Potensial Kematian: Reaksi kulit yang
parah termasuk
sindrom epidermal toksik (TEN), sindrom
Stevens- Johnson (SJS), ruam obat dengan
eosinofilia dan gejala sistemik (DRESS),
dan pustulosis eksantematosa umum
akut (AGEP), anemia
hemolitik, kolitis pseudomembranosa, reaksi
anafilaksis / anafilaktoid.
Mekanisme Kerja Cefixime adalah sefalosporin generasi ke-
3 dengan aktivitas bakterisidal. Obat ini
mengikat satu atau lebih protein pengikat
penisilin (PBPs) yang menghambat
langkah transpeptidasi akhir sintesis
peptidoglikan pada dinding sel bakteri,
sehingga menghambat biosintesis dan
menghentikan perakitan dinding sel yang
menyebabkan lisis dan kematian sel
bakteri.
Peringatan Hipersensitif terhadap penicillin,
gangguan fungsi ginjal. Riwayat penyakit
saluran cerna, terutama colitis. Hamil &
menyusui. Anak < 6 bulan.

44
Gambar

3. Ranitidine
Nama obat Ranitidine
Bentuk sediaan Tablet, Sirup, Kapl salut selaput, injeksi
Dosis Oral: - ulkus peptikum & ulkus duodenum =
150 mg 2 x sehari (pagi dan malam) atau 300
mg 1 x sehari sesudah makan malam atau
sebelum tidur, selama 4- 8 minggu.
- Refluks gastroesofagitis = 150 mg, 2 x
sehari. Injeksi intravena lambat:
Ulkus peptikum & ulkus duodenum= 50 mg
diberikan selama tidak kurang dari 2 menit;
dapat diulang setiap 6-8 jam.
Komposisi Ranitidine 25 mg/ml/ 150 mg/tab
Indikasi Tukak lambung, tukak duodenum, refluks
esophagitis, hipersekresi patologis (missal:
sindroma Zollinger ellison)
Kontra Indikasi Hipersensitivitas terhadap ranitidin atau
komponen dalam formulasi obat merupakan
kontraindikasi untuk
menggunakan ranitidin.
Efek samping Sakit kepala, pusing, mual, diare, konstipasi,
nyeri abdomen, ruam kulit.
Mekanisme Kerja H2-receptor antagonist adalah obat yang
menghambat reseptor H2 pada sel-sel parietal
di lambung, sehingga menyebabkan
penghambatan
sekresi asam lambung.
Peringatan Keganasan lambung, gangguan ginjal dan hati,
kehamilan, menyusui.

45
Gambar

4.Ketoprofen
Nama obat Kaltrofen, Nasaflam,
Bentuk sediaan Tablet, Kapsul, Injeksi, Gel.
Dosis Tablet 2-3 x 50-100mg sehari
Komposisi 50mg, 100mg, 50mg/ml
Indikasi Nyeri dan radang pada penyakit reumatik yang
ringan dan ganguan otot skelet lainnya,setelah
pembedahan ortopedik
Kontra Indikasi Hipersensitif terhadap ketoprofen atau OAINS
lain. Riwayat ulkud peptikum, pendarahan
saluran cern, perforasi saluran cerna. Hamil
trimester 3, ganguan ginjal atau hati berat.
Efek samping Nyeri pada tempat injeksi, iritasi rectum pada
pemberian suppositoria, perdarahan dan
ulserasi saluran cerna,retensi cairan, sakit
kepala, vertigo, gangguan fungai hati dan
ginjal, rekasi alergi.
Mekanisme Kerja Menghambat sintesis prostaglandin dengan
hambatan pada enzim siklooksigenase
sehingga konversi asam arakidonat menjadi
prostaglandin terganggu.
Peringatan Hati-hati pada pasien dengan riwayat

46
meningitis aseptic, SLE, gagal jantung atau
retensi cairan, hipertensi, gangguan hati dan
ginjal. Anak dan lansia.Kehamilan trimester 1
& 2,laktasi tidak untuk jangka panjang.
Gambar

5.Vit C
Nama obat Vitamin C
Bentuk sediaan Injeksi, tablet effervescent, Kaplet
Dosis Asam askorbat untuk dewasa : maksimal 2000
mg/hari : untuk 90 mg, untuk wanita 75 mg
Komposisi Asam askorbat untuk dewasa : maksimal 2000
mg/hari : untuk 90 mg, untuk wanita 75 mg
Indikasi Pencegahan dan pengobatan defisiensi vitamin
C
Kontra Indikasi Sebelum mengonsumsi vitamin C, perlu
diperhatikan bahwa pengguna tidak pernah
memiliki reaksi alergi pada penggunaan
suplemen vitamin C atau alergi terhadap bahan
inaktif dalam suplemen (seperti kacang atau
kedelai). Pada pasien yang memiliki alergi
terhadap sulfit juga perlu diperhatikan karena
beberapa sediaan vitamin C mengandung
sulfit.
Efek samping Sakit kepala, wajah kemerahan, mual,
muntah,migraine.
Mekanisme Kerja Vitamin larut air yang bekerja sebagai
antioksidan. Vitamin C berperan dalam
pembentukan jaringan ikat tubuh, penyerapan,
dan penyimpanan zat besi di dalam tubuh.
Selain itu, vitamin C juga memiliki fungsi
dalam proses pembentukan kolagen, karnitin,
hormon atau asam amino.
Peringatan Gangguan ginjal atau memiliki riwayat batu

47
ginjal, Penyakit genetik kelainan kadar zat besi
berlebih (hemakromatosis) atau gangguan
enzim (defisiensi G6PD), Merokok, karena
merokok akan menurunkan efektivitas dari
vitamin C
Gambar

6 .Metronidazole
Nama obat Metronidazole
Bentuk sediaan Tablet, suspense, infus
Dosis 500 mg
Indikasi Terutama digunakan untuk amubiasis,
trikomoniasis, dan infeksi bakteri anaerob.
Kontra Indikasi Hipersensitivitas, kehamilan trimester 1,
riwayat penyakit darah, gangguan SSP.
Efek samping Sakit kepala, mual, mulut kering, rasa
logam. Muntah,diare, spasme usus, lidah
berselaput, glositis dan stomatitis.
Mekanisme Kerja
Peringatan Pemberian>7 hari hendaknya disertai dengan
pemeriksaan leukosit secara berkala. Bila
ditemukan ataksia, kejang, atau gejala ssp
lainnya, mka metronidazole harus
dihentikan.
Gambar

48
7.Meropenem
Nama obat Meropenem
Bentuk sediaan Vial
Dosis 0,5g dan 1g
Komposisi 0,5 g dan 1 g meropenem
Indikasi Pengobatan pneumonia & pneumonia
nosocomial, ISK, infeksi intraabdominal,
infeksi ginekologi, infeksi kulit & struktur
kulit:meningitis,septikimia.
Kontra Indikasi Hipersensitivitas terhadap meropenem atau
carbapenem lainnya.
Efek samping Mual, muntah, diare, nyeri perut, gangguan
uji fungsi hati, trombositopenia, ruam kulit.
Mekanisme Kerja Meropenem memiliki aktivitas spectrum luas
yang termasuk bakteri gram positif dan
bakteri gram negative, baik yg aerob maupun
anaerob. Obat ini resisten terhadap berbagai
jenis betalaktam.
Peringatan Hipersensitivitas terhadap penicillin,
cephalosphorin dan antibiotic neta lactam
lainnya. Gangguan fungsi hati, fungsi ginjal,
wanita hamil/menyusui.
Gambar

49
8.Omeprazole
Nama obat OMZ
Bentuk sediaan Kapsul, injeksi
Dosis 1x20 mg/hari 40mg
Komposisi Omeprazole 40 mg
Indikasi Tukak lambung dan tukak duodenum, tukak
lambung dan duodenum yang terkait dengan
OAINS, regimen eradikasi H.pylori pada
tukak peptic, GERD, sindrom zollinger
Ellison.
Kontra Indikasi Penderita yang hipersensitif terhdap
omeprazole dan PPI lainnya.
Efek samping Gangguan saluran cerna,sakit kepala dan
pusing
Mekanisme Kerja Omeprazole dapat menghambat asam
lambung dengan dengan mengahmbat kerja
enzim K, H,ATPase yang akan memecah
dan menghasilkan energy yang digunakan
untuk mengeluarkan asam HCL dari
kanalikuli sel parietal kedalam lumen
lambung.
Peringatan Hati-hati dengan pasien dengan penyakit hati
, kehamilan & menyusui.
Gambar

9.Paracetamol
Nama obat Paracetamol
Bentuk sediaan Tablet, syrup, drops, rectal tube,
suppositoria, infus.
Dosis Dewas: 500-1000 mg/dosis, diberikan
tiap 4-6 jam. Maksimum 4 g per hari.
Anak <12 tahun: 10 mg/KgBB/kali (bila

50
ikterik: 5 mg/KgBB/kali) diberikan tiap
4-6 jam. Maksimum 4 dosis sehari.
Komposisi Paracetamol 500 mg/ tab / 1 gram (infus)
Indikasi Nyeri ringan sampai sedang, demam.
Kontra Indikasi Hipersensitif, gangguan hati berat atau
penyakit hati aktif.
Efek samping Reaksi alergi, ruam kulit berupa
eritema atau urtikaria,
kelainan darah, kerusakan hati.
Mekanisme Kerja Paracetamol adalah turunan para-
aminofenol yang menunjukkan efek
analgesik dan antipiretik serta aktivitas
antiinflamasi yang lemah. Mekanisme
efek analgesiknya belum sepenuhnya
ditentukan tetapi mungkin terkait
dengan penghambatan sintesis
prostaglandin di sistem saraf pusat dan
dalam tingkat yang lebih rendah,
melalui penghambatan pembentukan
impuls rasa sakit perifer. Paracetamol
menghasilkan antipiretik dengan
menghambat pusat pengaturan panas
hipotalamus.
Sinonim: asetaminofen
Peringatan Gangguan fungsi hati dan ginjal,
ketergantungan alkohol.
Gambar

10.Tramadol

51
Nama obat Tramadol
Bentuk sediaan Tablet, ampul
Dosis Nyeri sedang hingga berat :
Dewasa: Sebagai
tablet/kapsul/orodispersible atau tablet yang
dapat hancur: 50-100 mg setiap 4-6 jam.
Maksimum: 400 mg sehari. Sebagai kapsul
pelepasan modifikasi (setiap 12 jam):
Awalnya, 50-100 mg dua kali sehari, dapat
dititrasi menjadi 150 mg atau 200 mg dua
kali sehari jika diperlukan. Maksimum: 400
mg sehari. Sebagai tablet/kapsul pelepasan
modifikasi (setiap 24 jam): Awalnya, 100
mg atau 150 mg sekali sehari. Maksimum:
300 mg atau 400 mg sehari.
Gunakan dosis efektif terendah untuk
durasi pengobatan yang sesingkat
mungkin. Sesuaikan dosis berdasarkan
tingkat keparahan nyeri dan sensitivitas
individu. Rekomendasi dosis dapat
bervariasi antara negara dan produk
individu (lihat panduan produk terperinci).

Anak: ≥12 tahun Sama dengan dosis dewasa.

Lansia: >75 tahun Interval dosis dapat


diperpanjang sesuai dengan kebutuhan
individu. Rekomendasi pengobatan dapat
bervariasi antara negara dan produk
individu (lihat panduan produk terperinci).

Nyeri pascaoperasi

Dewasa: Awalnya, 100 mg melalui injeksi


IV, IM, atau SC yang lambat, diikuti
dengan 50 mg setiap 10- 20 menit hingga
total 250 mg (termasuk dosis awal) dalam
jam pertama. Dosis berikutnya sebesar 50
mg atau 100 mg setiap 4-6 jam dapat
diberikan.
Maksimum: 600 mg per hari. Anak: ≥12
tahun Sama dengan dosis dewasa. Lansia:

52
>75 tahun Interval dosis dapat diperpanjang
sesuai dengan kebutuhan individu.

Nyeri sedang hingga berat Dewasa: 50-100


mg setiap 4-6 jam melalui injeksi lambat
IV selama 2-3 menit, injeksi IM, atau
injeksi SC. Maksimum: 600 mg per hari.
Anak: ≥12 tahun Sama dengan dosis
dewasa.
Lansia: > 75 tahun Interval dosis dapat
diperpanjang sesuai dengan kebutuhan
individu.
Komposisi Tramadol 50mg/ml
Indikasi Nyeri sedang hingga berat, nyeri pasca
operasi,
Kontra Indikasi Kerusakan akut akibat obat analgesik
yang bersifat sentral, hipnotik,
psikotropika, alkohol, atau opioid lainnya;
epilepsi yang tidak terkontrol, depresi
pernafasan yang signifikan, asma bronkial
akut atau parah (dalam lingkungan yang
tidak termonitor atau kurangnya peralatan
resusitasi), sumbatan saluran cerna yang
diketahui atau diduga (termasuk ileus
paralitik). Anak-anak di bawah 12 tahun dan
pada anak-anak di bawah 18 tahun yang
telah menjalani tonsilektomi dan/atau
adenoidektomi. Metaboliser ultrarapid dan
lemah CYP2D6. Penggunaan bersamaan
atau dalam waktu 14 hari setelah terapi
MAOI. Penggunaan untuk pengobatan
penghentian
narkotik atau selama tahap ringan dari
anestesi.
Efek samping Penting: Gangguan pernapasan saat tidur
(misalnya, hipoksemia saat tidur, apnea
tidur sentral), gejala penarikan, kejang,
kekurangan hormon kortisol yang dapat
pulih, hipotensi yang parah (termasuk
sinkope dan hipotensi ortostatik),
hiponatremia (termasuk kasus yang parah),
depresi pada sistem saraf pusat, kejang otot
sfingter Oddi. Jarang terjadi, ketergantungan
obat (akibat penggunaan).

53
Gangguan sistem reproduksi dan
payudara: Gejala menopause.

Gangguan kulit dan jaringan subkutan:


Pruritus, urtikaria, ruam, hiperhidrosis,
nekrolisis epidermal toksik, sindrom
Stevens-Johnson.

Potensial mematikan: Sindrom serotonin,


depresi pernapasan (terutama pada anak-
anak), sindrom putus obat pada bayi baru
lahir (penggunaan jangka panjang
selama kehamilan). Jarang, reaksi
anafilaktoid yang serius; hipoglikemia
(termasuk kasus yang parah).
Mekanisme Kerja Tramadol adalah obat pereda nyeri yang
bekerja sentral dan memiliki sifat agonis
opioid. Obat ini mengikat reseptor opiat μ
di sistem saraf pusat sehingga menghambat
jalur nyeri yang naik, mengubah persepsi
dan respons terhadap rasa sakit.
Penghambatan penyerapan neuron
noradrenalin dan peningkatan pelepasan
serotonin juga dapat
berkontribusi pada efek analgesiknya.
Peringatan Efek ketergantungan pada (pada terapi
jangka lama). Pasien dengan cedera kepala,
peningkatan TIK, gangguan fungsi hati
& ginjal berat, hipersekresi
bronkus, peningkatan risiko kejang,
syok. Hamil, laktasi. Dapat mengganggu
kemampuan mengemudi atau menjalankan
mesin. Anak <16 tahun. Tidak untuk
pasien dengan Riwayat penyalah gunaan
obat,
ketergantungan obat, atau penggunaan opiate

54
kronis
Gambar

11. Diazepam
Nama obat Diazepam
Bentuk sediaan Tablet, injeksi, suppositoria
Dosis Tablet 2mg & 5mg, suppositoria 5mg/2,5ml
& 10mg/2,5ml, injeksi 5mg/ml
Indikasi Pemakaian jangka pendek pada ansietas atau
insomnia,premedikasi anestesi, sedasi pada
prosedur bedah minor, status epileptikus,
kejang demam, spasme otot, tambahan pada
putus alcohol akut.
Kontra Indikasi Depresi pernapasan, gangguan hati berat,
psikosis kronik, glaucoma sudut sempit akut,
serangan asma akut, trimester 1 kehamilan,
bayi premature, tidak boleh digunakan
sendirian pada depresi atau ansietas dengan
depresi
Efek samping Mengantuk, kelemahan otot, ataksia,
gangguan mental, amnesia, ketergantungan,
depresi pernafasan, kepala terasa ringan hari
berikutnya
Mekanisme Kerja
Peringatan Dapat mengganggu kemampuan mengemudi
atau mengoperasikan mesin, hamil, menyusui,
bayi, lansia, penyakit hati dan ginjal,
penyakiy pernafasan, kelemahan otot, riwayat
penggunaan obat atau alcohol.

55
Gambar

12.Asam Tranexamat
Nama obat Transamin
Bentuk sediaan Kapsul, tablet, injeksi
Dosis 250 mg, 500mg, 250 mg-500mg/5ml
Indikasi Pendarahan abnormal sesudah operasi.
Fibrinolisis local seperti : epistaksis,
prostatektomi, konisasi serviks.
Kontra Indikasi Hipersensitif terhadap asam tranexamat.
Penyakit tromboemboli aktif, riwayat
thrombosis arteri atau vena dan gangguan
gagal ginjal berat.
Efek samping Ganggua saluran cerna (mual,muntah,diare).
Reaksi hipotensi dan pusing dapat terjadi
pada pemberian intravena yang cepat.
Mekanisme Kerja Asam traneksamat merupakan competitive
inhibitor dari activator plasminogen dan
penghambat plasmin. Plasmin sendiri
berperan menghancurkan fibrinogen, fibrin
dari factor pembekuan darah lain. Oleh
karena itu asam traneksamat dapat digunakan
untuk membantu mengatasi perdarahan akibat
fibrinolisis yang berlebihan.
Peringatan Insufisiensi ginjal, perdarahan pada saluran
kemih atas. Lakukan pemeriksaan mata & tes
fungsi ginjal pada pasien edema
angioneurotik herediter (jangka panjang).
Hamil & laktasi.
Gambar

56
13.Asering
Nama obat Asering 500 mL
Bentuk sediaan Larutan
Dosis 500 mL
Indikasi Per 500 mL CaCl 2H2O 0.1 g, KCl 0.15
g, NaCl 3 g, Na acetate 3H2O 1.9 g
Kontra Indikasi Nutrien & pengobatan asidosis yang
berhubungan dengan dehidrasi &
kehilangan ion alkali dalam tubuh
Efek samping Demam, infeksi, nekrosis, trombosis vena
atau flebitis jar pd tempat suntikan,
hipervolemia.
Gambar

14.Aminofluid
Nama obat Aminofluid
Bentuk sediaan Larutan
Dosis Dosis dewasa yang biasa adalah 500
mL per dosis. Laju infus harus
dikurangi pada orang tua dan pada
pasien yang kritis. Dosis harus
disesuaikan dengan kondisi, berat
badan, dan usia pasien.

Dosis maksimum adalah 2500 mL per


hari.
Komposisi Glukosa, asam amino, elektrolit.
Indikasi Suplai elektrolit, glukosa dan asam amino
pada kondisi dimana asupan oral tidak
adekuat sebelum dan sesudah operasi.

57
Kontra Indikasi Koma hepatik atau resiko koma hepatik,
gangguan ginjal berat atau azotemia,
gagal jantung kongesif, asidosis berat,
metabolisme elelktrolit yang abnormal,
hyperkalemia, hiperfosfatemia,
hipermagnesemia, hiperkalsemia,
penurunana jumlah pengeluaran urin,
metabolism asam amino abnormal.
Efek samping Ruam kulit, nyeri dada, palpitasi, edema
serebral, pulmoner & perifer,
hyperkalemia, demam, rasa hangat, sakit
kepala.
Peringatan Gangguan hati & ginjal, disfungsi
kardiovaskular, asidosis, DM, hamil,dan
laktasi.
Gambar

58

Anda mungkin juga menyukai