Anda di halaman 1dari 58

CASE REPORT STUDY PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) Dr. M ZEIN PAINAN

“Penatalaksanaan Medikamentosa Apendisitis Akut Pasca Operasi di RSUD


M Zein Painan”

Preseptor

dr. Muhamad Givari, Sp. B

Apt. Yudhea Gemilang Putri, S. Farm

DISUSUN OLEH :

Fira Annisa Utami, S.Farm (2330122054)

Heni Febri Yasmita Sitorus,S.Farm (2330122056)

Hernita Duwi Saputri, S. Farm (2330122057)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


APOTEKER ANGKATAN XXXIII
UNIERSITAS PERINTIS INDONESIA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case Study Report Praktek
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Muhammad
Zein Painan. Dalam proses penyelesaian laporan kasus ini penulis banyak
mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan banyak terima kasih kepada :
1. dr. Muhamad Givari, Sp. B dan apt. Yudhea Gemilang Putri, S.Farm
selaku preseptor yang telah meluangkan waktu untuk memberikan
bimbingan, petunjuk, dan arahan sehingga laporan Case Study ini dapat
diselesaikan.
2. apt. Sanubari Rela Tobat, M.Farm dan apt Lola Azyenella, M.Farm
selaku dosen pembimbing PKPA RSUD Dr. Muhammad Zein Painan.
3. Staf instalasi farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Muhammad Zein
Painan yang telah memberikan bantuan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan Case Study ini.
Terimakasih atas semua bimbingan, bantuan dan dukungan, yang telah
diberikan kepada penulis, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua untuk
perkembangan ilmu pengetahuan pada masa mendatang khususnya tentang
pelayanan klinis Instalasi Farmasi Rumah Sakit mengenai “Penatalaksanaan
Medikamentosa Apendisitis Akut Pasca Operasi di RSUD M Zein Painan”
Penulis menyadari laporan kasus ini masih memiliki kekurangan dan jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak.

Painan, November 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2


DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3
BAB I ...................................................................................................................... 5
PENDAHULUAN .................................................................................................. 5
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 5
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 7
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 7
BAB II ..................................................................................................................... 8
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 8
2.1 Apendisitis ..................................................................................................... 8
2.1.1 Pengertian ............................................................................................... 8
2.1.2 Klasifikasi ............................................................................................... 8
2.1.3 Etiologi.................................................................................................... 9
2.1.4. Patofisioogi .......................................................................................... 10
2.1.5 Penatalaksanaan .................................................................................... 11
2.2 Antibiotik..................................................................................................... 12
BAB III ................................................................................................................. 20
TINJAUAN KASUS ............................................................................................. 20
3.1 Identitas Pasien ............................................................................................ 20
3.2. Anamnesis .................................................................................................. 20
3.2.1 Keluhan Utama ..................................................................................... 20
3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang .................................................................. 21
3.2.3 Riwayat Penyakit dahulu ...................................................................... 21
3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga .................................................................. 21
3.2.5 Riwayat Penggunaan Obat .................................................................... 21
3.3 Pemeriksaan ................................................................................................ 21
3.4 Diagnosa ...................................................................................................... 23
3.5 Terapi Pengobatan ....................................................................................... 23
3.6 Follow Up ................................................................................................... 24
3.7 Analisis terapi .............................................................................................. 31
3.7.1 Analisis Terapi Farmakologi ................................................................ 31
3.7.2 Kajian Kesesuaian Dosis ...................................................................... 32
3.8 Analisa Drug Related Problems (DRP) ....................................................... 37
BAB V................................................................................................................... 45
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 45
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 45
5.2 Saran ....................................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 46
LAMPIRAN .......................................................................................................... 48
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks vermiformis atau biasa

dikenal di masyarakat dengan peradangan pada usus buntu. Apendiks vermiformis

memiliki panjang yang bervariasi dari 7 sampai 15 cm (Dorland, 2000) dan

merupakan penyebab tersering nyeri abdomen akut dan memerlukan tindakan

bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya

(Sjamsuhidajat, 2010). Apendisitis biasanya di tandai dengan nyeri abdomen

periumbilical, mual, muntah, lokalisasi nyeri ke fosa iliaka kanan, nyeri tekan saat

dilepas di sepanjang titik McBurney, dan nyeri tekan pelvis pada sisi kanan ketika

pemeriksaan (Thomas & Dkk, 2016).

Apendisitis merupakan penyebab tersering dari nyeri abdolmen yang progresif

dan menetap pada semua golongan umur, kegagalan menegakkan diagnosa dan

keterlambatan penatalaksanaan akan menyebabkan peningkatan morbiditas dan

mortalitas.

WHO menyatakan angka mortalitas akibat apendisitis adalah 21.000 jiwa,

populasi laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Angka mortalitas

apendisitis sekitar 12.000 jiwa pada laki-laki dan sekitar 10.000 jiwa pada

perempuan. Di Amerika Serikat terdapat 70.000 kasus apendisitis setiap tahunnya.

Kejadian apendisitis di Amerika memiliki insiden 1-2 kasus per 10.000 anak per

tahunnya. Kejadian meningkat 25 kasus per 10.000 anak per tahunnya antara 10-
17 tahun di Amerika Serikat (WHO, 2022). Jumlah pasien yang menderita

penyakit apendisitis di Indonesia berjumlah sekitar 27% dari jumlah penduduk di

Indonesia. Apendisitis umumnya penyakit pada usia belasan tahun dan awal 20-an

dengan penurunan setelah usia 30 tahun (Depkes RI, 2021)

Antibiotik dibagi menjadi 3 berdasarkan fungsinya yaitu antibiotika sebagai

profilaksis (mencegah terjadinya infeksi), empiris (penghambatan pertumbuhan

bakteri penyebab infeksi sebelum pemeriksaan mikrobiologi) dan definitif

(penghambatan pertumbuhan bakteri penyebab infeksi berdasarkan hasil

pemeriksaan mikrobiologi). Penggunaan antibiotika profilaksis preoperasi terbukti

menurunkan risiko infeksi daerah luka operasi, Namun penggunaan antibiotik

yang tidak tepat atau tidak sesuai dengan pedoman terapi akan meningkatkan

resistensi bakteri terhadap antibiotik, akan tetapi munculnya resistensi dapat

dicegah dengan menggunakan antibiotik secara rasional dan terkendali.

Saat pasien menjalani suatu pengobatan, beberapa memperoleh hasil yang

tepat atau berhasil menyembuhkan penyakit yang dideritanya. Namun tidak

sedikit yang gagal dalam menjalani terapi. Penyimpangan dalam terapi tersebut

disebut dengan Drug Related Problems (DRPs) (Priyanto, 2009).

Drug Related Problems (DRPs) merupakan salah satu penyebab utama dari

Medication Error. DRPs adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan karena

mengganggu keberhasilan penyembuhan pasien. Medication Error merupakan

suatu bentuk error dalam bidang kedokteran dan kefarmasian, yang selama ini

selalu luput dari perhatian, cenderung di abaikan, atau bahkan dianggap tidak
pernah terjadi. Kesalahan peresepan dapat memberikan resiko yang berarti bagi

pasien (Dwiprahasto, 2004).

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik mengangkat kasus Apendisitis akut

untuk mendapatkan gambaran pemberian terapi pada pasien Apendisitis akut di

Rumah Sakit Umum daerah M. Zein Paninan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana kesesuaian pemberian obat kepada pasien ?

2. Bagaimana solusi jika tejadi Drug Relate Problem (DRP) dari obat-obatan

yang diberikan kepada pasien ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui bagaimana kesesuaian pemberian obat kepada pasien

2. Untuk mengetahui solusi jika terjadi Drug Related Problem (DRP) obat-

obatan yang diberikan kepada pasien.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Apendisitis

2.1.1 Pengertian

Apendisitis adalah peradangan/inflamasi pada apendiks. Apendisitis,

penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga

abdomen, untuk bedah abdomen darurat. (Mubarak, 2009).

2.1.2 Klasifikasi

Apendisitis dibagi menjadi 2 yaitu akut dan kronik:

1. Apendisitis Akut

Apendisitis akut adalah apendisitis dengan onset gejala akut yang

memerlukan intervensi bedah dan biasanya ditandai dengan nyeri di

kuadran abdomen kanan bawah dan dengan nyeri tekan lokal dan alih,

spasme otot yang ada diatasnya. Apendisitis merupakan infeksi

bakteria.

2. Apendisitis Kronik

Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua

syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang

kronik apendiks, dan keluhan menghilang setelah appendectomy.


2.1.3 Etiologi

Apendisitis akut dapat terjadi umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri.

Faktor pencetus apendisitis adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks.

Obstruksi pada lumen apendiks ini biasanya disebabkan karena adanya

timbunan tinja yang keras (fekalit), hipeplasia jaringan limfoid, penyakit cacing,

parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur. Obstruksi lumen

apendiks yang paling sering adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid

(Jitowiyono, Kristiyanasari : 2010). Paling sering ditemukan dan kuat dugaannya

sebagai penyebab adalah faktor penyumbatan oleh tinja/feses dan hyperplasia

jaringan limfoid. Penyumbatan atau pembesaran inilah yang menjadi media bagi

bakteri untuk berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam tinja/feses manusia

sangat mungkin sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman Escherichia coli, inilah

yang sering kali mengakibatkan infeksi yang berakibat pada peradangan usus

buntu (Jitowiyono & Kristiyanasari, 2010).


2.1.4. Patofisioogi

Patofisiologi dari apendisitis dimulai dari terinflamasi dan mengalami

edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat, kemungkinan disebabkan oleh

fekalit (massa keras dari feses), tumor, atau beda asing. Proses inflamasi ini

menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal, sehingga menimbulkan nyeri

abdomen dan menyebar secara hebat dan progresif dalam beberapa jam

terlokalisasi di kuadran kanan bawah abdomen. Hal tersebut menyebabkan

apendik yang terinflamasi tersebut berisi pus (Smeltzer & Bare, 2012).

Menurut bagian bedah staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia (2012), patofisiologi apendisitis mula-mula disebabkan oleh sumbatan

lumen. Obstruksi lumen apendiks disebabkan oleh penyempitan lumen akibat

hiperplasia jaringan limfoid submukosa. Feses yang terperangkap dalam lumen

apendiks mengalami penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang akhirnya

menjadi penyebab sumbatan tersebut. sumbatan lumen tersebut menyebabkan

keluhan sakit disekitar umbilikus dan epigastrium, mual dan muntah. Proses

selanjutnya adalah invasi kuman Entamoeba Coli dan spesies bakteroides dari

lumen ke lapisan mukosa, submukosa, lapisan muskularis dan akhirnya ke

peritoneum parietalis kemudian terjadilah peritonitis lokal kanan bawah, hal ini

menyebabkan suhu tubuh mulai naik. Gangren dinding apendiks disebabkan oleh

oklusi pembuluh darah dinding apendiks akibat distensi lumen apendiks. Bila

tekanan intra lumen meningkat maka akan terjadi perforasi yang ditandai dengan

kenaikan suhu tubuh dan menetap tinggi. Tahapan peradangan apendisitis dimulai

dari apendisitis akuta yakni sederhana tanpa perforasi, kemudian menuju

apendisitis akut perforata yakni apendisitis gangrenosa.


2.1.5 Penatalaksanaan

1. Terapi farmakologi

a. Terapi Anti Mikroba

Penggunaan sefalosporin generari 1 dan generasi 2 secara empiris harus

dihindari kecuali antibiogram lokal menunjukkan >80% sampai 90% rentan

terhadap bakteri E. Coli. Penggunaan golongan quinolon dapat dikatikan dengan

kegagalan pengobatan karena meningkatnya resistensi terhadap patogen enterik

termasuk E. Coli. Pengunnan quinolon secara empiris harus dihindari kecuali

antibiogram lokal menunjukkan >80% sampai 90% rentan terhadap bakteri E.

Coli.
2. Algoritma Terapi.

2.2 Antibiotik

2.2.1 Defenisi

Antibiotik adalah zat kimiawi, yang dihasilkan oleh mikroorganisme

secara semisintesis, yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau

menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain terutama bakteri karena memiliki

sifat toksik. Sifat toksik senyawa-senyawa yang terbentuk mempunyai

kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri (efek bakteriostatik) dan ada pula

yang langsung membunuh bakteri ( efek bakterisida).


Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mengobati infeksi bakteri.

Permasalahan dalam penggunaan terapi antibiotik adalah ketika bakteri sudah

resistensi terhadap antibiotik. Pemilihan antibiotik harus didasarkan atas spektrum

antibiotik, efektivitas klinik, keamanan, kenyamanan dan cocok tidaknya obat

yang dipilih untuk pasien bersangkutan, biaya atau harga obat, serta potensi untuk

timbulnya resistensi dan risikosuperinfeksi.

2.2.2 Pengolongan dan cara kerja Antibiotik

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

2406/Menkes/Per/XII/2011 Tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik,

penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja, yaitu :

A. Obat yang menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri

a. Antibiotik beta-laktam Antibiotik beta-laktam terdiri dari berbagai

golongan obat yang mempunyai struktur cincin beta-laktam yaitu penisilin,

sefalosporin, monobaktam, karbapenem dan inhibitor beta-laktamase.

Obat-obat antibiotik beaktam umumnya bersifat bakterisid dan sebagian

besar efektif terhadap bakteri Gram-positif dan negatif. Antibiotik beta-

laktam mengganggu sintesis dinding sel bakteri.

1. Penisilin, contoh obat pada golongan ini yaitu, Penesilin G dan

PenesilinV, Amoksisilin, Ampisilin dan Piperasilin.

2. Sefalosporin. Menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan

makanisme yang sama dengan Penisilin. Antibiotik yang termasuk

golongan ini yaitu, Sefadroksil, Sefuroksim dan Seftriakson.


3. Monobaktam, contoh obat pada golongan ini yaitu, aztreonam yang

menjadi alternatif yang aman untuk pasien yang alergi terhadap

penisilindan sefalosporin

4. Inhibitor beta-laktam. Antibiotik yang termasuk dalam golongan ini

yaitu, Asam klavulamat, Sulbaktam dan Tazobaktam.

b. Vankomisin

Vankomisin merupakan antibiotika lini ketiga yang terutama aktif terhadap

bakteri Gram-positif. Vankomisin hanya diindikasikan untuk infeksi yang

disebabkan oleh Streptococcus aureus yang resistensi terhadap metisilin

(MRSA). Semua basil Gram-negatif dan mikobakteri resisten terhadap

vankomisin. Vankomisin diberikan secara intravena, dengan waktu paruh

sekitar 6 jam. Efek sampingnya adalah reaksi hipersensitivitas, demam,

flushing dan hipotensi (pada infus cepat), serta gangguan pendengaran dan

nefrotoksisitas pada dosis tinggi.Contoh obat ini antara lain Vancodex,

Vancomycin Hydrochloride, dan Vancep.

c. Basitrasin

Basitrasin adalah kelompok yang terdiri dari antibiotik polipeptida, yang

utama adalah basitrasin A. Basitrasin tersedia dalam bentuk salep mata dan

kulit, serta bedak untuk topikal. Basitrasin jarang menyebabkan

hipersensitivitas. Pada beberapa sediaan, sering dikombinasi

denganneomisin dan/atau polimiksin. Basitrasin bersifat nefrotoksik bila

memasuki sirkulasi sistemik.Berbagai bakteri kokus dan basil Gram-

positif, Neisseria, H. influenzae, dan Treponema pallidum sensitif terhadap


obat ini. Contoh obat ini antara lain Bacitracin – Polymyxin B, Enbatic,

Liposin, NB Topical Ointment, Nebacetin, Scanderma Plus, dan Tracetin.

B. Obat yang memodifikasikan atau menghambat sintesis protein

a. Aminoglikosida.

Aminoglikosida bersifat bakterisidal. Antibiotik yang termasuk golongan

inicontohnya Streptomisin, Kanamisin, Neomisin, Gentamisin, Amikasin

dan Tobramisin.

b. Tetrasiklin.

Tetrasiklin adalah antibiotik yang bersifat bakteriostatik. Antibiotik yang

termasuk golongan ini adalah Tetrasiklin, Doksisiklin, Minosiklin,

Klortetrasiklin dan Oksitetrasiklin.

c. Kloramfenikol.

Kloramfenikol merupakan antibiotika berspektrum luas dan bersifat

bakterisidal, dengan kerja menghambat bakteri Gram-positif dan Gram-

negatif, bakteri aerob dan anaerob, Klamidia, Ricketsia dan Mikoplasma.

d. Makrolida.

Makrolida aktif terhadap bakteri Gram-positif, tetapi juga dapat

menghambat beberapa Enterococcus dan basil Gram-positif. Antibiotik

yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Azitromisin, Eritromisin,

Roksitromisin dan Klaritromisin.

e. Klindamisin.
Klindamisin menghambat sebagian besar bakteri kokus Gram-positif dan

sebagian besar bakteri anaerob, tetapi tidak bias menghambat bakteri

Gram-negatif aerob seperti Haemophilus, Mycoplasma dan Clamydia.

f. Mupirosin.

Mupirosin merupakan obat topical yang menghambat bakteri Gram-

positif dan beberapa Gram-negatif. Tersedia dalam bentuk salep atau

krim 2% untuk penggunaan di kulit.

g. Spektinomisin

Obat ini dapat digunakan sebagai obat alternatif untuk infeksi Gonokokus

bila obat lini pertama tidak dapat digunakan. Diberikan secara

intramuscular (IM).

C. Obat antimetabolit yang menghambat enzim esensial dalam metabolisme

folat

a. Sulfonamida.

Sulfonamide adalah antibiotik yang bersifat bakteriostatik.

b. Trimethoprim.

Trimethoprim dikombinasikan dengan Sulfametoksazol mampu

menghambat sebagian besar patogen saluran kemih, kecuali

P.aeruginosa dan Neisseria sp.

D. Obat yang mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleta

a. Kuinolon. Antibiotik yang termasuk golongan ini yaitu:

1. Asam nalidiksat

2. Fluorokuinolon golongan ini meliputi Siprofloksasin, Ofloksasin,

Moksifloksasin, Norfloksasin, Levofloksasin dan lainlain.


Fluorokuinolon biasa digunakan untuk infeksi yang di sebabkan oleh

Gonokokus, Shgella, E.coli, Salmonella, Haemophilus, Moraxella

catarrhalis serta Enterobacteriacea dan P.aerginosa.

b. Nitrofuran

Nitrofuran meliputi Nitrofurantoin, Furazolidin dan Nitrofurazo.

Nitrofuran dapat menghambat bakteri Gram-positif dan negatif, termasuk

E.coli, Staphylococcus sp, Klebsiella sp, Enterococcus sp, Neisseria sp,

Salmonellasp, Shigella sp dan Proteus sp.

2.2.3 Antibiotik Profilaksis pada pembedahan (Permenkes, 2021)

1. Definisi

Antibiotik profilaksis adalah antibiotik yang diberikan sebelum, saat, dan

setelah prosedur operasi untuk mencegah terjadinya komplikasi infeksi

atau infeksi daerah operasi (IDO). Pemberian antibiotik profilaksis

setelah prosedur operasi maksimal 24 jam sejak pemberian pertama.

2. Tujuan

Antibiotik berguna untuk mencegah kolonisasi atau berkembangnya

bakteri yang masuk ke jaringan target saat operasi. Antibiotik profilaksis

tidak bertujuan mensterilkan jaringan target karena bakteri akan

dimatikan oleh sistem imunitas tubuh. Antibiotik profilaksis bertujuan

mencegah terjadinya komplikasi infeksi pascabedah di daerah operasi

(IDO) dengan segala konsekuensinya, seperti meningkatnya rata-rata

lama rawat (average length of stay, ALOS), meningkatnya biaya

perawatan, dan diperlukan tindakan untuk mengatasi komplikasi,


menurunnya kinerja akibat mengalami komplikasi, dan meningkatnya

mortalitas.

3. Indikasi

Antibiotik profilaksis digunakan pada prosedur operasi bersih dan

bersih terkontaminasi, Pilihan antibiotik profilaksis dilakukan

berdasarkan pembagian kelas operasi menurut Mayhall. Pada operasi

bersih yang tidak melibatkan rongga tubuh tidak perlu pemberian

antibiotik profilaksis, misalnya operasi Fibroadenoma Mammae

(FAM), struma, tumor jaringan lunak, sirkumsisi, eksisi tumor jinak

kulit kecil, insisi dan drainase abses, jahit luka, ekstraksi kuku

4. Pilihan Antibiotik Profilaksis

Pilihan antibiotik profilaksis untuk pembedahan umumnya golongan

sefalosforin sistemik generasi pertama yaitu sefazolin 2 gram (dosis

anak: 30 mg/kgBB). Untuk pasien dengan berat badan >120 kg

diberikan dosis sefazolin 3 gram. Sefazolin terbukti dapat menekan

kolonisasi kuman di area kulit yang akan disayat. Selain itu, sefazolin

terbukti kompatibel dengan zat anastetik dan kurang memicu mutasi

bakteri. Untuk pembedahan digestif, terutama kolorektal, pada

umumnya digunakan kombinasi sefazolin dan metronidazol. Apabila

pasien alergi terhadap golongan beta-laktam, dapat digunakan

gentamisin 3-5 mg/kgBB.


5. Cara pemberian

a. Antibiotik diberikan sebelum operasi, 30-60 menit sebelum insisi

sehingga saat insisi sudah terdapat antibiotik dalam kadar yang efektif

di jaringan target operasi.

b. Antibiotik profilaksis diberikan dalam dosis tunggal. Dosis ulangan

diberikan pada operasi yang berlangsung lebih dari 3 jam, kemudian

dosis ulangan diberikan 3 jam setelah pemberian dosis pertama. Dosis

ulangan diberikan juga bila terjadi perdarahan >1500 mL (pada

anakanak perdarahan >15 mL/kgBB) dan kelipatannya, untuk

mempertahankan agar konsentrasi dalam jaringan tetap stabil.

c. Antibiotik dilarutkan dalam NaCl 0,9% 100 mL, diberikan secara

intravena drip selama 15 menit di kamar operasi.

d. Sebelum pemberian antibiotik profilaksis tidak diperlukan skin test,

tetapi diperlukan anamnesis cermat tentang riwayat alergi terhadap

golongan sefalosporin atau beta-laktam.


BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

DATA UMUM

No.MR 326XXX

NamaPasien Sdri. ODF

Agama Islam

JenisKelamin Perempuan

TanggalLahir 09 Desember 2002

BeratBadan -

Pekerjaan Mahasiswi

Alamat Painan

RuangRawatan Ruang bedah

Diagnosa Apendisitis akut

MulaiPerawatan 05/11/2023 –

JenisPembiayaan BPJS

Dokter Yang Merawat dr.Muhamad Givari,Sp.B

3.2. Anamnesis

3.2.1 Keluhan Utama

Nyeri perut kanan bawah hilang timbul.


3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

- Pasien mengeluhkan nyeri perut kanan bawah sejak 3 hari lalu, namun nyeri

memberat sejak pagi ini, nyeri hilang timbul.

- Mual ada, dan muntah tidak ada

3.2.3 Riwayat Penyakit dahulu

Tidak ada

3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada

3.2.5 Riwayat Penggunaan Obat

Tidak ada

3.3 Pemeriksaan

3.3.1 Tanda-tanda vital

Pemeriksaan Nilai Hasil

Vital Rujukan 05/11/23 06/11/23 07/11/23 08/11/23

Tekanan
100-120 / 60- 119/68 101/60 110/65 116/68

Darah 90 mmHg mmHg mmHg mmHg mmHg

Nadi 60 – 80 x/i 80 x/i 86 x/i 84 x/i 80 x/i

Pernafasan
16 – 20 x/i 20 x/i 20 x/i 20 x/i 20 x/i

(RR)

36,5 0C 36,70C 36,5 0C 36,5 0C


36,5 – 37, 2

Suhu (T) 0
C
2.2.1 Data laboratorium (05/11/2023)

Pemeriksaan Hasil Nilai Satuan Keterangan

Rujukan

Hemoglobin 10.9 12.0 – 14. 0 g/dl Rendah

Leukosit 9.310 5.000 – /mm ^3 Normal

10.000

Eritrosit 4.19 4- 4.50 10^6/µL Normal

Trombosit 418.000 150.000 – /mm ^3 Tinggi

400.000

Hematokrit 32.4 37 – 43 % Rendah

MCV 77.3 82 – 92 fL Rendah

MCH 26 27 – 31 Pg Rendah

MCHC 33,6 32 -36 % Normal

PT 14.9 13 -18 detik Normal

INR 1,19 < 1,2 Normal

APTT 37,7 27 – 42 Detik Normal

Gula darah 73 50 – 200 Mg/dL Normal

sewaktu

Tes Kehamilan Negatif

Keterangan : Tinggi Rendah


3.4 Diagnosa

Apendisitis akut.

3.5 Terapi Pengobatan

3.5.1 Terapi IGD (28/06/2023)

a. IVFD Asering 20 tetes/menit

b. Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gram (IV)

c. Inj. Ranitidine 2 x 1 (IV)

d. Inj. Ketorolac drip 3 x 1 (IV)

3.5.2 Terapi di Ruang Perawatan Bedah

a. IVFD Asering 20 tetes/menit

b. Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gram (IV)

c. Inj. Ranitidine 2 x 25 mg/ml (IV)

d. Inj. Ketorolac drip 3 x 30 mg (IV)

e. Sucralfat syrup 3 x 1 sendok takar (500mg/ 5ml) (PO)

f. Lansoprazol 1 x 30 mg (PO)

g. Paracetamol 3x 500mg (PO)

3.5.3 Terapi Pulang

a. Cefixim 2 x 200 mg(PO)

b. Ketoprofen 2 x 100 mg (PO)

c. Ranitidin 2 x 150mg (PO)

d. Sucralfat syrup 3 x 1 sendok takar (500mg/ 5ml) (PO)


3.6 Follow Up

Nama : sdr. ODF Diagnosa Utama : Apendisitis akut Dokter : dr. Muhamad Givari, Sp.B

No MR : 326XXX Ruangan : Rawatan Bedah Apoteker : apt. Yudhea Gemilang Putri, S.Farm

Tanggal S O A P

05/06/2023 Nyeri pada perut TD: 119/68 mmHg Dokter Dokter

kanan bawah Suhu: 36,5 0C Apendisitis akut a. IVFD Asering 16 tpm

berat sejak pagi Nadi: 80 x/i Apoteker b. Inj. Ceftriaxone 2 x

ini, nyeri sudah Pernafasan: 20 x/i - Pasien telah mendapatkan terapi sesuai 1gr

dirasakan sejak 3 dengan indikasi. c. Ketorolac 1 amp, drip

hari sebelum Hemoglobin: 10.9 g/Dl - Tidak ada interaksi obat ketorolac 3 x 30 mg

masuk rumah Leukosit: 9, 310/ mm^3 - Efek samping dari keterolac yaitu d. Inj. Ranitidin 2 x 25

sakit, nyeri Eritrosit: 5.19 10^6/µL gangguan gastro intestinal (nyeri mg/ml

hilang timbul, Hematokrit: 32.4 % abdomen,dispepsia, mual, diare) Apoteker

mual ada, MCV: 77.3 fL - Pemberian Informasi


muntah tidak ada MCH: 26.0 pg Obat (PIO)

,demam hilang MCHC: 33.6 % - Pemantauan terapi

timbul, BAK & PT: 14.9 detik obat

BAB Normal. INR: 1.19 - Pantau nyeri pasien

APTT: 37.7 - Beri ranitidine untuk

Gula darah sewaktu: mengatasi efek

73Mg/dL samping dari

Tes Kehamilan: Negatif ketorolac

- Pantau nyeri pasien

06/06/2023 Nyeri luka post TD: 101/60 mmHg Dokter Dokter

operasi Suhu: 36,7 0C Apendisitis akut Dokter

Nadi: 86 x/i a. IVFD Asering 16 tpm

Pernafasan: 20 x/i Apoteker b. Inj. Ceftriaxone 2 x

- Pasien telah mendapatkan terapi sesuai 1gr

dengan indikasi. c. Ketorolac 1 amp, drip


- Tidak ada interaksi obat ketorolac 3 x 30 mg

- Efek samping dari keterolac yaitu d. Inj. Ranitidin 2 x 25

gangguan gastro intestinal (nyeri mg/ml

abdomen,dispepsia, mual, diare) Apoteker

- Pemberian Informasi

Obat (PIO)

- Pantau nyeri pasien

- Beri ranitidine untuk

mengatasi efek

samping dari

ketorolac.

07/06/2023 Nyeri luka post TD: 110/65 mmHg Dokter Dokter

operasi, mual Suhu: 36,5 0C Apendisitis akut a. IVFD Asering 16

Nadi: 84 x/i Apoteker tpm

Pernafasan: 20 x/i - Pasien telah mendapatkan terapi sesuai b. Inj. Ceftriaxone 2


dengan indikasi. x1gr

- Tidak ada interaksi obat c. Ketorolac 1 amp,

- Efek samping dari keterolac yaitu drip ketorolac 3 x

gangguan gastro intestinal (nyeri 30 mg

abdomen,dispepsia, mual, diare) d. Inj. Ranitidin 2 x

25 mg/ml

e. Sucralfat syrup 3x1

sendok takar

(500mg/5ml) (PO)

f. Paracetamol 3 x

500mg (PO)

g. Lansoprazole 1x 30

mg (PO)

Apoteker
- Pemberian Informasi

Obat (PIO)

- Pemantauan terapi

obat

- Pantau nyeri pasien

- Beri ranitidine,

sucralfat, lansoprazole

untuk mengatasi mual

(pemakaian

dijarakkan 1 jam)

08/06/2023 Nyeri luka post TD: 101/60 mmHg Dokter Dokter

operasi sudah Suhu: 36,7 0C Apendisitis akut Pasien mendapatkan

berkurang, Nadi: 86 x/i Apoteker terapi obat pulang:

Pasien sudah Pernafasan: 20 x/i - Pasien telah mendapatkan terapi sesuai - Sucralfat syrup 3 x 1

boleh pulang. dengan indikasi. sendok takar


- Tidak ada interaksi obat (500mg/5ml) (PO)

- Cefixim 2 x 200mg

(PO)

- Ranitidin 2 x 150mg

(PO)

- Ketoprofen 2 x

100mg (PO)

Apoteker

- Pemberian informasi

obat (PIO) mengenai

kepatuhan

mengkonsumsi obat

terapi obat pulang

antibiotik
- Pemberitahuan

informasi obat (PIO)

sucralfat syrup da

ranitidine diminum

sebelum makan

- Pemberitahuan tempat

penyimpanan obat
3.7 Analisis terapi

3.7.1 Analisis Terapi Farmakologi

Tanggal pemberian obat


Nama obat Dosis Rute
05/11/23 06/11/23 07/11/23 08/11/23

IVFD Asering 14 tetes/i IVFD   

Inj. Ceftriaxone 2 x 1gr IV   

Inj. Ranitidine 2x1 IV   

Keterolac drip 3x1 IV   

3 x 1 sendok takar (
Sucralfat syrup PO  
500mg/ml)

Lansoprazol 1 x 30mg PO 

Parasetamol 3 x 500mg PO  

Cefixim 2 x 200mg PO 
Ranitidin 2 x 150mg PO 

Ketoprofen 2 x 100mg PO 

3.7.2 Kajian Kesesuaian Dosis

Dosis yang
No Nama Obat Dosis Literatur Komentar
diberikan

( ) Sesuai

=
1 IVFD Asering 20 tetes/i

= 8,3 jam.

Dosis literatur:

2 Inj. Ceftriaxone 2 x 1gr - Dewasa dan anak > 12 tahun: 1-2 gram/hari. Pada Sesuai

infeksi berat dosis dapat ditingkatkan hingga 4


gram/hari Infeksi Gonorea tanpa komplikasi: 250 mg

I.M dosis tunggal

Profilaksis bedah: 1-2 gram dosis tunggal, diberikan

30- 90 menit sebelum operasi

- Dosis neonatus: 20-50 mg/kgBB/hari

- Dosis bayi&anak: 20-80 mg/kgBB/hari. Pemberian

infus IV dalam 60 menit

Oral

- Ulkus peptikum & ulkus duodenum: 150 mg 2 kali

sehari (pagi dan malam) atau 300 mg 1xsehari

sesudah makan malam atau sebelum tidur, selama 4-


3 Inj. Ranitidine 2 x 25 mg/ml Sesuai
8 minggu. Terapi pemeliharaan: 150 mg, malam hari

sebelum tidur

Injeksi :

- Dosis literatur : 50 mg IV/IM setiap 6-8 jam


- Dosis awal Ketorolac yang dianjurkan adalah 10 mg

diikuti dengan 10 – 30 mg tiap 4 sampai 6 jam bila

diperlukan.

4 Keterolac drip 3 x 30 mg - Dosis harian total tidak boleh lebih dari 90 mg untuk Sesuai

orang dewasa dan 60 mg untuk orang lanjut usia,

pasien gangguan ginjal dan pasien yang berat

badannya kurang dari 50 kg.

-Tukak lambung dan duodenum:

 Tab: 4 x 1gr/hari (2 jam sebelum makan

Dan sebelum tidur) selama 4-6 minggu.


3 x 1 sendok takar
5 Sucralfat syrup Maks 8gr/hari. Sesuai
( 500mg/ml)
 Larutan suspensi: 2 sdt 4 x/hari.

- Profilaksis stress-related ulcer: 6x1 gr maks 8 gr/hari

- Anak < 15 tahun tidak dianjurkan

6 Lansoprazol 1x 30 mg - Tukak lambung dan duodenum : 1 x 30 mg/hari Sesuai


selama 2-4 minggu (tukak duodenum) atau selama 4

-8 minggu (tukak lambung)

- Erdikasi H. Pylori : sesuai regimen terapi eradikasi

H.Pylori

- GERD: 1 X 15-30 mg/hari selama 4 minggu

- Sindrom Zollinger- Ellison : dosis awal 60 mg 1 x

sehari

Dosis literatur : Sesuai

- Dewasa : 500-1000 mg /dosis, diberikan tiap 4-6 jam

, maks 4 g/hari.
7 Parasetamol 3 x 500mg
- Anak <12tahun : 10mg/kgbb/kali (bila ikterik

5mg/kgbb/kali) diberikan tiap

- 4-6jam. Maks 4 dosis/hari (MIMS)

- Dewasa dan anak > 30 kg atau > 12 tahun: 50-100


8 Cefixim 2 x 200mg Sesuai
mg/x diberikan 2x/hari, dapat ditingkatkan hingga
200 mg 2x/hari

- Anak < 30 kg: 1,5-3 mg/kgBB/hari selama 2 minggu

Oral

- Ulkus peptikum & ulkus duodenum: 150 mg 2 kali

sehari (pagi dan malam) atau 300 mg 1xsehari

2 x 150mg sesudah makan malam atau sebelum tidur, selama 4-


9 Ranitidin Sesuai
8 minggu. Terapi pemeliharaan: 150 mg, malam hari

sebelum tidur

Injeksi :

- Dosis literatur : 50 mg IV/IM setiap 6-8 jam

- Tablet: 2-3 x 50-100 mg sehari

- Kapsul CR (controlled released): 1 kapsul 200 mg

10 Ketoprofen 2 x 100mg diberikan 1xsehari Sesuai

- Injeksi: untuk AR & OA: 3-4 x 50 mg/hari, untuk

nyeri: 25-50 mg tiap hari 6-8 jam.


- Plester: tempelkan plester pada bagian yang sakit 2x

sehari

- Gel topikal: oleskan 1-2x sehari

- Suppositoria: 1 supp diberikan 2x sehari

3.8 Analisa Drug Related Problems (DRP)

No Drug Related Problem Check list Rekomendasi

1 Terapi obat yang tidak

diperlukan

Terdapat terapi tanpa indikasi Tidak Pasien telah mendapatkan terapi sesuai dengan indikasi

medis

Pasien mendapatkan terapi Tidak Pasien tidak memerlukan terapi tambahan, pasien telah mendapatkan terapi

tambahan yang tidak diperlukan sesuai dengan kondisi medis.

Pasien masih memungkinkan Tidak Pasien tidak memerlukan terapi non farmakologi.
menjalani terapi non farmakologi

Terdapat duplikasi terapi Tidak Tidak terdapat duplikasi terapi karena obat dengan mekanisme kerja yang

berbeda-beda

Pasien mendapat penanganan Tidak Pasien tidak mendapatkan penanganan terhadap efek samping yang

terhadap efek sampingyang seharusnya dapat dicegah, karena pasien tidak mengalami efek samping yang

seharusnya dapat dicegah. signifikan

2 Kesalahan obat

Bentuk sediaan tidak tepat Tidak Bentuk sediaan yang diberikan pada saat rawatan sudah tepat.

Terdapat kontra indikasi Tidak Tidak ditemukan adanya kontraindikasi pada terapi pengobatan.

Kondisi pasien tidak dapat Tidak Kondisi pasien masih bisa disembuhkan dengan obat dengan syarat pasien

disembuhkan oleh obat teratur dan disiplin mengkonsumsi obat, dan menghindari faktor-faktor

resiko yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan pasien.

Obat tidak diindikasikan untuk Tidak Setiap obat yang diberikan sudah sesuai dengan indikasi suatu

kondisi pasien penyakit yang diderita pasien.

Terdapat obat lain yang lebih Tidak ada Terapi obat yang diberikan telah efektif dalam proses penyembuhan
efektif pasien.

3. Dosis tidak tepat

Dosis terlalu rendah Tidak Dosis yang diberikan sudah tepat.

Dosis terlalu tinggi Tidak Dosis yang diberikan sudah tepat.

Frekuensi penggunaan tidak tepat Tidak Frekuensi penggunaan obat yang diberikan sudah tepat.

Durasi penggunaan tidak tepat Tidak Durasi penggunaan sudah tepat.

Penyimpanan tidak tepat Tidak Penyimpanan obat sudah tepat karena telah disimpan di tempat kering dan

terhindar dari matahari dan disimpan pada tempat yang sesuai dalam tempat

obat pasien.

Terdapat interaksi obat Tidak Tidak terdapat interaksi obat

4. Reaksi yang tidak diinginkan

Obat tidak aman untuk pasien Tidak Obat yang diberikan telah aman digunakan pada pasien dan sesuai dengan

kondisi pasien.

Terjadi reaksi alergi Tidak Pasien tidak mengalami alergi selama pengobatan.

Terjadi interaksi obat Tidak Saat ini tidak terjadi interaksi obat yang mempengaruhi terapi pasien.
Dosis obat dinaikan atau Tidak Dosis obat yang diturunkan sudah sesuai.

diturunkan terlalu cepat

Muncul efek yang tidak Tidak Tidak muncul efek yang tidak diinginkan.

diinginkan

Administrasi obat yang tidak tepat Tidak Administrasi obat telah sesuai.

Ketidak sesuaian kepatuhan

pasien

Obat tidak tersedia Tidak Obat telah tersedia di apotek rumah sakit.

Pasien tidak mampu menyediakan Tidak Keluarga pasien dapat membantu menyiapkan obat.

Obat

Pasien tidak bisa menelan atau Tidak Pasien dapat menelan obat.

menggunakan obat

Pasien tidak mengerti intruksi Tidak Keluarga pasien mengerti instruksi penggunaan.

penggunaan obat obat.

Pasein tidak patuh atau memilih Tidak Pasien patuh menggunakan obat.
untuk tidak menggunakan obat

6. Pasien membutuhkan terapi

tambahan

Terdapat kondisi yang tidak Tidak Kondisi pasien telah diberikan terapi yang sesuai.

diterapi

Pasien membutuhkan obat Tidak Pasien sudah mendapatkan obat yang sinergis untuk terapi penyakit.

lain yang sinergis

Pasien membutuhkan terapi Tidak Pasien sudah mendapatkan terapi profilaksis.

profilaksi
BAB V

PEMBAHASAN

Pasien wanita berusia 21 tahun datang ke IGD RSUD Dr. M. Zein pada tanggal

05 November 2023 dengan keluhan utama Nyeri perut kanan bawah memberat sejak

pagi ini, nyeri perut kanan bawah sudah dirasakan semenjak 3 hari yang lalu dan hilang

timbul. Mual ada muntah tidak ada. Pasien didiagnosa mengalami Apendisitis akut.

Berdasarkan pemeriksaan pasien di IGD, diperoleh tekanan darah 119/68 mmHg, nadi

80 x/ menit, suhu tubuh 36,5oC, pernafasan 20 x/menit.

Pemeriksaan labor dilakukan pada tanggal 05 November 2023. Berdasarkan

hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil : Hemoglobin 10,9 g/dL (rendah),

Leukosit 9.310/mm3 (normal), Eritrosit 4,19 106/µL (Normal), Trombosit 418.000/mm3

(tinggi), Hematokrit 32,4% (rendah), MCV 77,3 fL (rendah), MCH 26 Pg (Rendah),

MCHC 33,6 %(Normal), PT 14.9 detik (Normal), INR 1,19 (normal), APTT 37,7 detik

(Normal), gula darah sewaktu 73 mg/dL (normal).

Pasien didiagnosa suspek Apendisitis akut. Dilakukan operasi pada sore hari di

tanggal 5 November 2023. Diberikan terapi IVFD Asering 20 tetes/menit, Injeksi

Ceftriaxone 2x1 gram, Injeksi Ranitidine 2x50 mg. Lalu pasien dipindahkan ke Ruang

Rawatan Bedah.

Pada tanggal 6 November 2023, pasien masih mengeluhkan nyeri perut post

operasi. Adapun Tanda Tanda Vitalnya TD 101/60 mmHg, Nadi 86 x/menit, Pernafasan

20 x/menit, Suhu 36,7oC. Terapi yang diberikan masih sama dengan terapi IGD.

42
Tanggal 7 November 2023, pasien mengatakan nyeri bekas operasi sudah

berkurang. Pemeriksaan tanda-tanda vital TD 110/65 mmHg, Nadi 84 x/menit,

Pernafasan 20 x/menit, Suhu 36,5 oC. Masih diberikan terapi yang sama dengan hari

sebelumnya, ada penambahan sucralfat syrup untuk mengatasi tukak lambung,

paracetamol untuk mengatasi demam pasien, dan lansoprazole untuk mengatasi tukak

lambung.

Tanggal 8 November 2023, pasien mengatakan nyeri pada bekas luka operasi

sudah berkurang. Hari ini pasien sudah boleh pulang. Pemeriksaan tanda-tanda vital TD

101/65 mmHg, Nadi 86 x/menit, Pernafasan 20 x/menit, Suhu 36,7 oC. Terapi yang

diberikan untuk pulang adalah Sucralfat syrup berfungsi sebagai tukak lambung,

Ranitidine diguanakan sebagai tukak lambung, Cefixime diguanakan sebagai antibiotik

untuk mencegah infeksi, Ketoprofen digunakan sebagai anti nyeri.

Salah satu penatalaksanaan pasien apendisitis yaitu dengan pembedahan

(Apendiktomi). Apendiktomi adalah tindakan pembedahan dengan memotong jaringan

apendiks yang mengalami peradangan. Apendiktomi harus dilakukan segera mungkin

untuk mengurangi resiko perforasi

pemberian antibiotik terapi pada pasien operasi apendisitis dimulai dari hari

pertama pasien masuk rumah sakit berfungsi untuk mencegah berkembangnya infeksi

pada apendiks, Pemberian antibiotik terapi setelah operasi untuk mengurangi kejadian

perforasi apendisitis. Lama penggunaan antibiotik dipengaruhi oleh keparahan perforasi

apendisitis. Perforasi memiliki gejala peningkatan angka leukosit, mual, nyeri perut.

43
Operasi apendisitis termasuk operasi bersih kontaminasi yang direkomendasikan

untuk pemberian antibiotik profilaksis. Adanya penggunaan antibiotik terapi pada kasus

ini dikarenakan penggunaan antibiotik berspektrum luas tertentu diperkirakan telah

dapat menanggulangi infeksi. Pemberian antibiotik sebelum dan sesudah operasi

diperlukan karena dapat mengurangi dan mencegah infeksi. Penggunaan antibiotik yang

sesuai dengan indikasinya dapat mencegah ataupun menurunkan resiko resistensi

antibiotik (Kemenkes 2011).

Antibiotik profilaksis diberikan untuk mencegah berkembangnya infeksi pada

pasien dan pada prosedur operasi yang dijalankan (Dipiro et al 2008). Menurut

Kemenkes pada tahun 2011, apendiktomi merupakan kategori rekomendasi tinggi untuk

indikasi antibiotik profilaksis.

Apendisitis merupakan penyakit yang dapat disebabkan oleh bakteri yang salah

satunya adalah E. Coli yang termasuk dalam Enterobacteriaceae. Pemberian antibiotik

ceftriaxon lebih efektif untuk pasien operasi apendisitis, terutama untuk mencegah

infeksi Staphylococcus Aureus. Ceftriaxon memiliki waktu paruh lebih panjang,

toksisitas lebih rendah dan tidak memiliki metabolit aktif.

Terapi pulang untuk mengatasi nyeri diberi ketoprofen, dimana ketoprofen

merupakan suatu antiinflamasi non steroid dengan efek antiinflamasi, analgesic dan

antipiretik. Sebagai antiinflamasi bekerja dengan menghambat sintesa prostaglandin.

Pada pemberian oral kadar puncak dicapai selama 0,5 – 2 jam. Waktu eliminasi pada

orang dewasa 3 jam, dan 5 jam pada orang tua.

44
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Pasien didiagnosa oleh dokter apendisitis Akut

2. Terapi yang diberikan kepada pasien memberikan perbaikan

5.2 Saran

1. Dianjurkan terhadap pasien untuk minum obat secara teratur

2. Istirahat yang cukup

3. Pasien disarankan untuk melakukan pemantuan lebih lanjut dengan konsultasi

ulang kepada dokter

45
DAFTAR PUSTAKA

Adriaansz, G. 2008. Asuhan Antenatal. Jaringan Nasional Pelatihan KlinikKesehatan

Reproduksi. 1-17.

Aslam, M., C. K. Tan, dan A. Prayitno. 2003. Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy).

Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Hlm. 179-180.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia 2008, Pengujian

Mikrobiologi Pangan, InfoPOM vol 9 No 2.

Dipiro, J,T. Yee G, C. Posey L,M. Haines, S, T. Nolin T, D. Ellingrod, V. 2020.

Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Eleven Edition.

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. 2005. Pharmaceutical care untuk

Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hlm.

8-11.

Dorland W.A.N. 2000. Dorland’s Illustrated Medical Dictionary. 29th ed. Terjemahan:

Huriawati Hartanto. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. p.142.

FDA 2009, U.S. Food and Drug Administration, U.S. Department of Health & Human

Services, FDA report on the occurrence of foodborne illness risk factors in

selected institutional foodservice, restaurant and retail food store facility types

200

Hidajati, A. 2010. Hamil Itu Indah. Yogyakarta: Katahati. Hlm. 57-58.

Katzung, B. G., 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 3. Jakarta: Salemba

Medika.

46
Martin, J. 2009. British National Formulary, 57th Edition. London: BMJ Group and

RPS Publishing.

Martin, J. 2009. British National Formulary, 57th Edition. London: BMJ Group and

RPS Publishing

Mubarak, H. Acute Appendicitis from Harrison's Principle of Internal Medicine edisi

17.

Sanjoyo, R. 2005. Obat (Biomedik Farmakologi). (serial online), (cited 2010,

November, 20). Available from: http://www.yoyoke.web.ugm.ac.id

Setiabudy, R. 2010. Keamanan Penggunaan Antimikroba Pada Kehamilan. Cermin

Dunia Kedokteran 174. Vol. 37 (1): 12-16.

Spicer, W. J., K. Christiansen, B. J. Currie, J. G. A. Dartnell, J. K. Ferguson, S. M.

Garland, dan P. P. Glasziou. 2003. Therapeutic Guidelines Antibiotic Version

12. North Melbourne: Therapeutic Guidelines Limited.

Tjay, T. H. dan K. Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-

efek Sampingnya. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Hlm. 75-76, 78-79.

WHO. 2001. WHO Model Prescribing Information: Drugs Used in Bacterial Infections

Geneva : World Health Organization.

47
LAMPIRAN

1. Paracetamol

Nama Sediaan Paracetamol 500 mg

Komposisi Paracetamol 500 gram

Meredakan gejala demam dan nyeri ringan hingga


Indikasi sedang seprti sakit kepala, sakit gigi, nyeri otot, serta
menurunkan demam.

Parasetamol jangan diberikan kepada penderita


Kontraindikasi hipersensitif/alergi terhadap parasetamol, penderita
fungsi hati berat.

Sakit perut, mual, dan muntah. Pada pasien


hipersensitif maka efek samping yang dapat terjadi
berupa reaksi alegi, seperti: gatal-gatal, sulit
bernafas, pembengkakan wajah pada wajah,bibir
lidah atau tenggorokan. Dalam kondisi yang langka,
paracetamol dapat menyebabkan efek samping serius.
Sebaiknya berhenti menggunakan obat ini jika
mengalami gejala berupa: demam yang disertai mual,
Efek Samping sakit perut, dan kehilangan nafsu makan,urine
berwarna gelap, tinja tampak seperti tanah liat atau
berwarna gelap, mengalami penyakit kuning atau kulit
dan mata terlihat menguning.

Efek samping paracetamol yang jarang terjadi lainnya


yaitu: Ruam, kelainan darah, kerusakan hati dan ginjal
(jika mengonsumsi dalam dosis yang lebih tinggi dari
yang direkomendasikan).

48
Dosis Dewasa: 500–1.000 mg, diberikan setiap 4–6 jam
sekali. Dosis maksimal 4.000 mg per hari.

Pada anak-anak, paracetamol oral dapat diberikan


setiap 4–6 jam sekali. Pemberian obat maksimal 4 kali
sehari.

Pemberian Obat Oral.

Sediaan Tablet.

Gambar sediaan

1. Asering

Nama Obat Asering 500 mL

Komposisi Kalsium klorida dihidroksia 0,1 gram

Kalium klorida 0,15 gram

Natrium klorida 3 gram

Natrium asetat trihidroksida 1,9 gram

Indikasi Untuk membantu mengembalikan keseimbangan


elektrolit pada kondisi dehidrasi

Kontra Indikasi Gagal jantung kongestif, sirosis hati

Efek samping Hiperglikemia, edema, anuria, infus yang cepat

49
toksis untuk jantung

Dosis Dosis sesuai kebutuhan pasien

Pemberian obat Intravena

Sediaan Larutan

Gambar sediaan

2. Ketorolac

Nama Obat Ketorolac Injeksi 30 mg

Komposisi Ketorolac 30 mg

Indikasi Nyeri akut sedang sampai berat

Mekanisme Kerja Menghambat sintesis prostaglandin dalam jaringan


tubuh dengan menghambat 2 enzim siklo-oksigenase
(COX), COX-1 dan COX-2

Dosis Nyeri akut : IV 30 mg dosis tunggal, 4x30 mg,


maksimal 120 mg, PO 20 mg kemudian 4x10 mg
maksimal 40 mg

Interaksi Obat Aspirin, Captopril, celexocib, diclofenac, enalpril,


ramipril, pribencid, albuterol, ateplase

Kontra Indikasi Hipersensitivitas terhadap ketorolac atau OAINS,


pendarahan gastrointestinal, kehamilan tri semester
3, pendarahan

Efek Samping Gangguan saluran cerna, hipertensi, edema, ruam,


pusing

50
Peringatan Pasien dengan terapi antikoagulan, hemofilia,
penyakit kardiovaskular, gagal ginjal akut,
hipertensi

Farmakokinetik 2. Biovalibilty : 80-100%


3. Onset IM : 10 menit, PO :30-60 menit
4. Distribusi : Berikatan protein >99%
5. Metabolisme di hati
6. Eliminasi, waktu paruh : 2-6 jam
7. Eksresi : urin 91%, Feses 6%

Gambar Sediaan

3. Ranitidine

Nama Obat Ranitidine Injeksi 25 mg/mL; 150 mg

Komposisi Ranitidine 150 mg tab, Ranitidine 25 mg

Kelas Terapi Antagonis reseptor H2

Indikasi Tukak lambung, tukak duodenum, refluks esofagitis

Mekanisme Kerja Antagonis reseptor H2 bekerja dengan memblok


reseptor Histamin pada sel parietal sehingga sel
parietal tidak dapat di rangsang untuk mengeluarkan
asam lambung

Dosis GERD : 2x150 mg PO, 3-4x50 mg IV

Ulkus peptikum & Ulkus duodenum : 150 mg 2 kali

51
sehari PO, 50 mg 3 sampai 4 kali sehari IV

Kontra Indikasi Hipersensitivitas, Porfiria

Interaksi Obat Antasida, warfarin, Levoketoconazole

Efek Samping Sakit perut, konstipasi, diare, hipersensitifitas, ruam


kulit

Bentuk Sediaan Tablet dan Ampul

Peringatan Gangguan ginjal, hipersensitifitas ranitidine, gangguan


hati

Farmakokinetik Absorbsi : Biovalibitas 50% (PO), 90-100 (IM), Onset


: 1 jam

Distribusi : berikatan dengan protein 10-19%

Metabolisme oleh hati

Eliminasi : waktu paruh : 2,5-3 jam PO, 2-2,5 jam IV

Eksresi urine 30% PO, 70% IV

Gambar Sediaan

4. Ketoprofen

Nama Obat Ketoprofen 100 mg

Bentuk Sediaan Tablet

Dosis Analgetik : 200 mg PO 4 kali sehari

Rheumatoid Artritis : 75 mg/8jam PO

52
Komposisi Ketoprofen 100 mg

Indikasi Nyeri akut sedang sampai berat

Kontra Indikasi Hipersensitivitas terhadap ketoprofen atau OAINS,

pendarahan gastrointestinal, kehamilan tri semester 3,

pendarahan

Efek Samping Gangguan saluran cerna, hipertensi, edema, ruam,

pusing

Farmakokinetik Bioviabilitas: 90%Onset : <30 menit

Terikatnya obat dengan protein: 99%

Metabolisme : hati

Waktu paruh : 2-4 jam

Ekskresi : urine 50-90%, feses 1-8%

Peringatan Penderita penyakit kardiovaskular,

gangguan pencernaan, gagal jantung

Gambar Sediaan

53
5. Sucralfate

Nama Obat Sucralfate

Bentuk Sediaan Tablet, kaplet, dan suspensi

Dosis Tukak lambung dan duodenum : Tab 4 x 1 gr/hari

(2 jam sebelum makan dan sebelum tidur malam)

selama 4-6 minggu. Maks 8 gr/hari.

Larutan suspensi : 2 sdt 4x/hari

Komposisi Tiap sendok takar (5 ml) mengandung Ssucralfate

500 mg

Indikasi Tukak lambung dan tukak duodenum

Kontra Indikasi Hipersenstif terhadap Sucralfate

Efek Samping Konstipasi, diare, mual, mulut kering, ruam, reaksi

hipersensitivitas, nyeri punggung, pusing, sakit

kepala, mengantuk

Mekanisme Kerja Membentuk kompleks polimer yang dapat melapisi

jaringan tukak, dengan cara mengikat eksudat

protein pada lokasi ulkus. Kompleks polimer yang

terbentuk berfungsi sebagai sawar/barrier yang

mencegah keluarnya asam, pepsin dan asam

empedu/bile salts, sehingga dapat melindungi

mukosa lambung dari kerusakan lebih lanjut

Farmakokinetik Absorbsi : sukralfat yang terserap hanya sekitar 5%

54
dan aluminium yang terserap sekitar 0,005%.

Didistribusikan : Waktu paruh 6 jam.

Metabolisme : Yang diabsorpsi tidak mengalami

distribusi maupun metabolisme

Eliminasi obat : terabsorbsi diekskresikan melalui

urin (>90%), dalam bentuk tidak termetabolisme

(unchanged drug).

Gambar Sediaan

7. Ceftiaxone

Nama Obat Ceftriaxon injeksi 1 gram

Komposisi Ceftriaxone 1 gram

Kelas Terapi Antibiotik Golongan sefalosporin generasi 3

Indikasi Intra abdominal infeksi, otitis media, mengitis,

radang panggul (PID), profilaksis bedah, ncomplicated

Gonococcal infeksi

55
Mekanisme kerja Aktivasi gram negatif spektrum luas; memiliki

kemanjuran yang lebih rendah terhadap organisme

gram positif tetapi terhadap organisme yang resisten;

sangat stabil dengan adanya beta-laktamase

(penisilinase dan sefalosporinase) dari bakteri gram

negatif dan gram positif; aktivasi bakterisida

dihasilkan dari penghambatan sintesis dinding

sel dengan mengikat atau lebih protein pengikat

penisilin; memberikan efek antimikroba dengan

mengganggu sintesis peptidoglikan; bakteri akhirnya

lisis karena aktivasi enzim autolitik dinding sel

berlanjut sementara perakitan dinding sel terhenti

Dosis Dewasa :

- Profilaksis bedah : 1 g IV

- Infeksi intra abdominal : 1-2 g/ hari

- Bakteri akut otitis media : 50 mg/kg IV/IM

(Medscape)

Komtraindikasi Hipersensitif terhadap golongan sefalosporin

Interaksi Obat Kalsium karbonat, enoxaparin, heparin,

chlorampenicol, probenecid, erythromycin,

tetracycline

Efek samping Eosinophi;ia, Trombositotis, diare, BUN, nyeri,

ruamkulit, leukopenia

56
Bentuk sediaan Serbuk dalam vial 1 gram

Peringatan – Pada penderita yang hipersensitif terhadap

penicillinkemungkinan terjadi reaksi alergi silang

– Hati-hati penggunaan pada wanita hamil dan

menyusui

- Hati-hati pemberian pada penderita yang pernah

mengalami syok anafilaktik

– Dapat menimbulkan pseudomembran kolitis pada

penderita yang mengalami diare setelah pemberian

obat-obat antibakteri.

– Dapat menimbulkan super infeksi pada

mikroorganismeyang tidak peka (Basic

Pharmacology and Drug, 2019)

Farmakokinetik Absorpsi: Ceftriaxone diabsropsi lengkap setelah

pemberian IM dengan kadar plasma maksimum rata-

rata 2-3 jam setelah pemberian.

Distribusi: Didistribusikan ke seluruh tubuh,

termasuk kandung empedu, paru-paru, tulang,

empedu, dan CSF (konsentrasi lebih tinggi dicapai

ketika meninges meradang); melintasi plasenta;

memasuki cairan ketubandan Asi

Metabolisme: Dimetabolisme di hati

Eliminasi: Waktu paruh: 5-9 jam (fungsi hati dan

57
ginjal normal); 12-16 jam (gangguan ginjal ringan

sampaiberat) (Medscape)

Gambar Sediaan

58

Anda mungkin juga menyukai