Oleh:
dr. Ninda Afrini
Dokter Pendamping:
dr. Zulkarnaini ZA
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat, rahmat
dan hidayah-Nya, tugas presentasi laporan kasus telah dapat diselesaikan. Selanjutnya
shalawat beserta salam penulis haturkan kepangkuan Nabi Muhammad SAW yang telah
membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu
pengetahuan.
Adapun judul tugas ini adalah “ Benign Prostatic Hyperplasia” Tugas ini diajukan
sebagai salah satu tugas dalam menjalani Program Dokter Intersip Indonesia di RSUD
Teuku Umar. Penulis mengucapkan terimakasih kepada dokter pendamping RSUD Teuku
Umar dr. Zulkarnaini ZA yang telah memberikan masukan dan arahan dalam
penyelesaian laporan kasus ini.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tuga sini masih jauh dari
kesempurnaan. Penulis tetap terbuka terhadap kritik dan saran yang membangun agar
tercapai hasil yang lebih baik kelak. Harapan penulis semoga laporan kasus ini dapat
bermammfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan umumnya dan profesi kedokteran
khususnya. Semoga ALLAH SWT selalu Memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya basgi
kita semua.
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................. i
KATA PENGANTAR................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 2
2.1 Definisi .................................................................................... 2
2.2 Struktur Anatomi Prostat ........................................................ 2
2.3 Epidemiologi............................................................................ 3
2.4 Etiologi..................................................................................... 4
2.6 Patofisiologi............................................................................. 5
2.7 Manifestasi Klinis.................................................................... 6
2.8 Pemeriksaan dan Diagnosis..................................................... 7
2.9 Tatalaksana.............................................................................. 8
BAB III LAPORAN KASUS..................................................................... 12
3.1Identitas Diri............................................................................. 12
3.2 Anamnesis................................................................................ 12
3.3 Pemeriksaan Fisik.................................................................... 12
3.4 Pemeriksaan Penunjang........................................................... 15
3.5 Diagnosis................................................................................. 16
3.6 Tatalaksana.............................................................................. 16
3.7 Prognosis.................................................................................. 16
BAB IV PEMBAHASAN .......................................................................... 17
4.1Analisa Kasus ............................................................................. 17
BAB VKESIMPULAN.............................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 19
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Benign prostate hyperplasia atau sering disebut pembesaran prostat jinak adalah
sebuah penyakit yang sering terjadi pada pria dewasa di Amerika dimana terjadi
pembesaran prostat. BPH terjadi pada zona transisi prostat, dimana sel stroma dan sel
epitel berinteraksi. Sel sel ini pertumbuhannya dipengaruhi oleh hormon seks dan respon
sitokin. Pada penderita BPH hormon dihidrotestosteron (DHT) sangat tinggi dalam
jaringan prostat. Sitokin dapat memicu respon inflamasi dengan menginduksi epitel.
Prostat membesar mengakibatkan penyempitan uretra sehingga terjadi gejala obstruktif
yaitu : hiperaktif kandung kemih, inflamasi, pancaran miksi lemah.2
Benign prostate hyperplasia (BPH) dikaitkan dengan gejala saluran kemih
bawah, Gejala-gejala yang biasanya dirasakan oleh penderita pembesaran prostat jinak
yaitu nookturia, inkontinensia urin, aliran urin tersendat-sendat, mengeluarkan urin
disertai darah, dan merasa tidak tuntas setelah berkemih.2
2
Gambar 2.1 Anatomi Dan Zona Prostate.
McNeal membagi kelenjar prostat menjadi 3 bagian.
1. Zona sentral
2. Zona perifer 75% volume prostat normal. Kanker prostat berkembang dari zona
ini.
3. Zona transisional.5-10% volume prostat normal) ini merupakan bagian dari
prostat yang membesar pada hiperplasia prostat jinak.5
Kelenjar prostat yang sehat seperti ukuran kenari, letaknya tepat di bawah blader
dan di atas rektum. dan mengelilingi uretra. Perannya untuk menghasilkan cairan kental
yang membuat sebagian besar air mani pria. Otot prostat membantu sperma bergerak
melalui saluran ejakulasi, dan juga membantu membuka kandung kemih untuk
memungkinkan urin melewati uretra. dengan demikian, kelenjar prostat yang sehat
diperlukan untuk kinerja yang memuaskan dari kedua fungsi seksual dan saluran
kencing.5
2.2 Epidemiologi
Benign prostate hyperplasia mempengaruhi sekitar 50% laki-laki antara usia 51
sampai 60 tahun, dan meningkat 90% pada pria yang berusia 80 tahun. Pada tahun 2010
di USA hampir 14 juta pria menderita gejala Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS)
yang disebabkan oleh BPH (Anonim, 2014). Survei dari Multi-national Aging Men
(MSAM) yang dilakukan di Eropa dan Amerika, menunjukkan bahwa lebih dari 14.000
pria usia 50-80 tahun mengalami masalah seksual akibat BPH. Data menunjukkan 49%
3
mengalami kesulitan ereksi, 48% mengalami gangguan ejakulasi dan 7% mengalami
nyeri saat berhubungan seksual.3
Di indonesia operasi yang sering dilakukan yaitu operasi saluran kemih dan diikuti
oleh benign prostat hyperplasia dan saluran kemih bawah.3
Meskipun sulit untuk menentukan jumlah pasien dengan benign prostate
hyperplasia, survei menunjukkan bahwa jumlah pasien pada tahun 1996 adalah 319.000,
pada tahun 1999 adalah 334.000, dan 398.000 sampai 459.000 pada tahun 2002 di
Jepang, menurut survei National Livelihood Survey (health questionnaires) pasien
dengan benign prostat hyperplasia mengalami peningkatan pertahunnya.3
2.4 Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat
kaitannya dengan adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan
estrogen pada usia lanjut, peranan faktor pertumbuhan (growth factor) sebagai pemacu
pertumbuhan stroma kelenjar prostat, meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena
berkurangnya sel-sel yang mati dan terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga
menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan.1
Gambar 2.2 Peranan Growth Faktor Sebagai Pemicu Pertumbuhan Stroma Kelenjar
Prostat pada BPH
4
2.4 Patofisiologi
BPH terjadi pada zona transisi prostat, dimana sel stroma dan sel epitel
berinteraksi. Sel sel ini pertumbuhannya dipengaruhi oleh hormon seks dan respon
sitokin. Di dalam prostat, testosteron diubah menjadi dihidrotestosteron (DHT), DHT
merupakan androgen dianggap sebagai mediator utama munculnya BPH ini. Pada
penderita ini hormon DHT sangat tinggi dalam jaringan prostat. Sitokin berpengaruh
pada pembesaran prostat dengan memicu respon inflamasi dengan menginduksi epitel.
Prostat membesar karena hyperplasia sehingga terjadi penyempitan uretra yang
mengakibatkan aliran urin melemah dan gejala obstruktif yaitu : hiperaktif kandung
kemih, inflamasi, pancaran miksi lemah.2
Penyebab BPH masih belum jelas, namun mekanisme patofisiologinya diduga
kuat terkait aktivitas hormon Dihidrotestosteron (DHT).2
DHT merupakan suatu androgen yang berasal dari testosteron melaui kerja enzim
5α-reductase dan metabolitnya, 5α- androstanediol merupakan pemicu utama
terjadinyaa poliferase kelenjar pada pasien BPH. Pengubahan testosteron menjadi DHT
diperantai oleh enzim 5α- reductase. Ada dua tipe enzim 5α-reductase, tipe pertama
5
terdapat pada folikel rambut, kulit kepala bagian depan, liver dan kulit. Tipe kedua
terdapat pada prostat, jaringan genital, dan kulit kepala. Pada jaringan-jaringan target
DHT menyebaabkan pertumbuhan dan pembesaran kelenjar prostat.4
6
mengakibatkan pembentukan batu dalam kandung kemih. Bila terjadi gangguan faal
ginjal, bisa timbul poliuria yang kadang-kadang mirip dengan diabetes insipidus, mual,
rasa tak enak di lidah, lesu, haus dan anoreksia.6
7
sendiri bukanlah penanda spesifik untuk kanker prostat. Serum PSA digunakan untuk
mendeteksi berkembangnya penyakit BPH, jika kadar PSA tinggi berarti pertumbuhan
volume prostat lebih cepat, laju urin lebih rendah, dan lebih mudah terjadi retensi urin.1,7
Kebanyakan pasien berobat karena gejala dari BPH sendiri yang mempengaruhi
quality of life , Score International Prostate Symptom Score (IPSS) dapat digunakan
untuk mengevaluasi dan mengukur keparahan gejala pasien. Skor 0-7 menunjukkan
gejala ringan; skor 8-19 menunjukan gejala sedang dan skor 20-35 menunjukkan gejala
berat.1,7
2.1 Penatalaksanaan
Salah satu gejala BPH adalah LUTS, gejala ini mungkin dapat disembuhkan
dengan terapi pengobatan dan tindakan pembedahan. Penatalaksanaan BPH bertujuan
agar mengembalikan kualitas hidup pasien,. Terapi yang diberikan pada pasien
tergantung pada tingkat keluhan pasien, ukuran prostate, berat badan, tingkat antigen
prostat spesifik (PSA) pilihannya adalah mulai dari : tanpa terapi (watchful waitting),
terapi farmakologi, dan terapi intervensi atau pembedahan.8,9
1. Watchful Waitting
Watchful waitting artinya, pasien tidak mendapatkan terapi apapun tetapi
perkembangan keadaan penyakitnya tetap diawasi dokter, pilihan watchful waitting
ini ditujukan untuk pasien BPH dengan keluhan sedang hingga berat, pancaran urin
melemah dan terdapat pembesaran prostat > 30 gram (Dhingra dkk, 2011). Setiap 6
bulan, klien diminta untuk memeriksakan diri dan memberitahukan mengenai
perubahan keluhan yang dirasakannya. Watchful waitting yang diamati adalah
perubahan gaya hidup dari pasien tersebut serta melakukan evaluasi pada pasien
dengan keluhan LUTS ringan. Perubahan gaya hidup disarankan seperti
menghindari makanan dan minuman yang mengakibatkan iritasi misalnya, kafein
atau alkohol), menghindari atau pemantauan beberapa obat (misalnya, diuretik,
dekongestan, antihistamin, antidepresan), dan memantau waktu berkemih (kandung
kemih pelatihan ulang).8,9
Modifikasi gaya hidup dapat membantu memperbaiki gejala BPH, seperti
mengurangi konsumsi alkohol dan kafein, mengurangi cairan sebelum tidur untuk
meningkatkan symptoms nokturia, dan berkemih. 8,9
8
2. Medical Therapies (Terapi Farmakologi)
Terapi medikametosa atau farmakologi dilakukan pada pasien BPH tingkat
sedang, atau dapat juga dilakukan sebagai terapi sementara pada pasien BPH
tingkat berat. Tujuan terapi medikametosa adalah 1) untuk mengurangi resistensi
leher buli-buli dengan obat-obatan golongan α- adrenergik blocker dan 2)
mengurangi volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon testosteron
atau dehidrotestosteron (DHT). 8,9
Untuk pengobatan farmakologis, pedoman AUA 2003 menyatakan bahwa
alfuzosin (Uroxatral), doxazosin (Cardura), tamsulosin (Flomax), dan terazosin
(Hytrin) merupakan pilihan pengobatan yang sesuai untuk pasien dengan LUTS
sekunder untuk BPH. Meskipun ada sedikit perbedaan dalam profil efek samping
dari obat ini, AUA menyatakan bahwa keempat agen memiliki efektivitas klinis
yang sama. Pedoman ini juga menyatakan bahwa 5α-reduktase finasteride
(Proscar) dan dutasteride (Avodart) telah terbukti merupakan pengobatan yang
tepat dan efektif untuk pasien dengan LUTS terkait dengan pembesaran prostat. 8,9
3. Alpha-Blockers
Golongan α-adrenergik bloker bekerja dengan menghalangi kontraksi
reseptor adrenergik simpatik dari otot polos prostat dan leher kandung kemih.
dengan relaksasi otot polos di bagian leher prostat, saluran kemih dibuka yang
memungkinkan aliran urin. Alpha-blocker memiliki onset cepat, dalam waktu 3
sampai 5 hari. setelah obat dihentikan, gejala biasanya kembali ke pra-pengobatan,
tingkat dasar.10
9
Gambar 2.5 Reseptor Alpha Adrenergik pada Otot Polos Prostat dan Leher
Kandung Kemih
Beberapa obat alpha-blockers yang direkomendasikan oleh CUA sebagai
pengobtan untuk pasien BPH dengan keluhan LUTS. yaitu terazosin, doksazosin
yang merupakan generasi kedua dan alfuzosin, dan tamsulosin yang merupakan
generasi 3. Efek samping dari alpha-blocker yaitu hipotensi ortostatik, pusing,
kelelahan (asthenia), masalah ejakulasi dan hidung tersumbat. Untuk generasi 3
alpha-blocker tamsulozin dan alfuzosin resiko pusing lebih rendah dibanding
alpha-blocker generasi 2. Terazosin dan doxazosin memerlukan titrasi dosis karena
sifat anti-hipertensi . tamsulosin dan alfuzosin tidak memerlukan titrasi dosis serta
mempunyai lebih sedikit efek samping kardiovaskular. 8,9
4. 5-Alpha-reductase inhibitors (5-ARIs)
Obat golongan 5α-reduktase inhibitors bekerja dengan cara menghambat
pembentukan dihidrotestosteron (DHT), sehingga terjadi penurunan kadar zat aktif
dehidrotestosteron dan mengecilnya ukuran prostat. 5-Alpha-reductase inhibitors
(5-ARIs) bekerja dengan memblok konversi testosteron menjadi dihidrotestoteron
(DHT), dimana DHT ini merupkan androgen yang dapat memicu pembesaran
prostat. Apabila kadar dihidrotestosteron mengalami penurunan mengakibatkan
penurunan ukuran prostat.10
10
Gambar 2.6 Mekanisme Kerja Finasteride (Roehborn C G,2008).
11
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Nama : Iswandi
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 61 tahun
Alamat : Mon mata
Agama : Islam
No. MR : 13 44 31
TMRS : 18 Juli 2022
Tanggal Pemeriksaan : 18 Juli 2022
3.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama : Tidak bisa buang air kecil
2. Keluhan Tambahan : Tidak lampias, menetes
3. Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang dengan keluhan tidak bisa buang air
kecil. Kurang lebih 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh sulit buang
air kecil (BAK). Pasien mengaku sulit untuk memulai BAK, dan terkadang harus
disertai dengan mengedan untuk BAK, pancaran kencing lemah, kadang terhenti
kemudian lancar kembali. Pasien juga mengeluh sering berkali-kali ke kamar mandi
pada malam hari saat tidur malam karena ingin BAK namun saat BAK hanya menetes
dan merasa kurang puas. BAK tidak keluar batu, tidak berdarah, demam tidak ada,
nyeri pinggang tidak ada, buang air besar biasa.
4. Riwayat penyakit dahulu : Tidak ada
1. Riwayat Keluarga : Tidak ada keluarga mengeluhkan keluhan yang sama
2. Riwayat Pengobatan : Tidak ada
12
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 36,2 ° C
B. Status Generalis
1.Kulit : Warna : Sawo matang (tidak ada petekie)
Sianosis : tidak ada
Turgor : normal
Kelembaban : cukup
Pucat : tidak ada
Lain-lain : tidak ada
2.Kepala :Bentuk : normosefali
Rambut : Warna : hitam
Mata : Bentuk : Eksoftalmus (-/-)
Palpebra : edem (-/-)
Alis & bulu mata : tidak mudah dicabut
Konjungtiva : pucat (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Pupil : Diameter : isokor, normal
Reflek cahaya : (+/+)
Kornea : jernih/jernih
Telinga : Bentuk: simetris
Sekret : tidak ada
Serumen : tidak ada
Nyeri : tidak ada
Hidung : Bentuk : simetris
Pernafasan : cuping hidung (-)
Epistaksis : tidak ada
Sekret : tidak ada
Mulut : Bentuk : simetris
Bibir : mukosa bibir basah
Gusi : pembengkakan tidak ada, berdarah tidak ada
Gigi-geligi : normal
Lidah : Bentuk : normal
Pucat/tidak : tidak pucat
13
Tremor/tidak : tidak tremor
Kotor/tidak : tidak kotor
Warna : kemerahan
Faring : Hiperemi : tidak ada
Edema : tidak ada
Tonsil : Warna : kemerahan
Pembesaran : tidak ada
Abses/tidak : tidak ada
Membran/pseudomembran : (-)
3.Leher :
Vena Jugularis, Pulsasi : R+2 cmH2O
Pembesaran kelenjar : pembesaran KGB (-)
Pembesaran Tiroid (-)
4. Toraks :
1. Dinding dada/paru :
Inspeksi : Bentuk : simetris
Retraksi : tidak ada
Palpasi : stem fremitus kanan dan kiri normal
Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi :
Suara Napas Dasar :Vesikuler (+/+)
Suara Napas Tambahan : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
2. Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi :
Batas Atas : ICS II linea parasternal sinistra
Batas Kanan : ICS V linea parasternal dekstra
Batas Kiri : ICS VI 2 jari lateral linea axilla anterior sinistra
Auskultasi : BJ 1 > BJ 2, bising (-)
5. Abdomen :
Inspeksi : Bentuk : datar, simetris, benjolan (-)
Palpasi :Hati : tidak teraba
14
Lien : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
Massa : tidak ada
15
Eosinofil 0 0–6 %
Basofil 0 0–2 %
NeutrofilBatang 2 2–6 %
NeutrofilSegmen 55 50 – 70 %
Limfosit 30 20 – 40 %
Monosit 2 2–8 %
3.3 Diagnosis
Benign Prostatic Hyperplasia
3.4 Tatalaksana
1. Farmakologi
IVFD Rl 20 gtt/i
Inj Ceftrianoe 1 gr / 12 jam
Inj Ranitidine 1 amp / 12 jamGentamicin 25 mg / 12 jam IV
Dutasterid 1 x 0,5 Mg
Paracetamol drop 3 x 500 mg
1. Planing
Pasang keteter
3.7 Prognosis
Quo Ad Vitam : Bonam
Quo Ad Fungsionam: Dubia ad Bonam
16
BAB IV
PEMBAHASAN
17
BAB V
KESIMPULAN
Benign prostatic hyperplasia adalah suatu keadaan dimana terjadi hiperplasia sel-
sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. Benign prostatic hyperplasia ini dapat
dialami oleh sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka ini akan meningkat hingga
90% pada pria berusia di atas 80 tahun.
Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah untuk memperbaiki keluhan
miksi, meningkatkan kualitas hidup, mengurangi obstruksi intravesika, mengembalikan
fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, mengurangi volume residu urin setelah miksi, dan
mencegah progesifitas penyakit. Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa,
pembedahan, atau tindakan endourologi yang kurang invasif.
18
DAFTAR PUSTAKA
19