Anda di halaman 1dari 32

Benign Prostatic Hyperplasia

Oleh kelompok 3 :

1. Ni Komang mega Angelina (18089014036)


2. Ni Nyoman Vila Delvyanti (18089014058)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG

S1 KEPERAWATAN

2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmatnya
dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kelompok kami dengan baik
dengan judul Benign Prostatic Hyperplasia.

Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah. Tidak lupa kami ucapkan terimakasi kepada kelompok kami atas partisipasi nya.
Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam pembuatan makalah ini baik yang
disengaja maupun tidak disengaja. Kami mengucapkan terimakasih kepada pihak – pihak
yang telah membimbing kami untuk menyelesaikan makalah ini.Kami menyadari bahwa
makalah kami jauh dari kata sempurna.

Singaraja, 18 maret 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR........................................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................1
1.3 Tujuan ......................................................................................................................2
1.4 Manfaat.....................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan fisiologi sistem perkemihan..............................................................3


2.2 Pengertian benign prostatic hyperplasia.................................................................8
2.3 Penyebab benign prostatic hyperplasia...................................................................8
2.4 Patofisiologi benign prostatic hyperplasia..............................................................9
2.5 Tanda dan gejala benign prostatic hyperplasia.......................................................11
2.6 Asuhan keperawatan benign prostatic hyperplasia.................................................12
2.7 Pendidikan kesehatan bagi benign prostatic hyperplasia .......................................23
2.8 Trend dan issue benign prostatic hyperplasia ........................................................23
2.9 Peran dan fungsi perawat benign prostatic hyperplasia.........................................24

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan............................................................................................................27

3.2 Saran......................................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................28

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengertian dari Benigna Prostat Hipertropi (BPH) adalah pembesaran kelenjar dan
jaringan selular kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin berkenaan
dengan proses penuaan. Prostat adalah kelenjar yang berlapis kapsula dengan perubahan
endokrin berkenaan dengan proses penuaan (Madjid dan Suharyanto, 2009) Benigna
Prostat Hipertropi adalah pembesaran prostat yang mengenai uretra, menyebabkan gejala
urinaria(Nursalam dan Fransisca, 2006).
Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada
populasi pria lanjut usia. Gejalanya merupakan keluhan yang umum dalam bidang bedah
urologi. Hiperplasia prostat merupakan salah satu masalah kesehatan utama bagi pria
diatas usia 50 tahun dan berperan dalam penurunan kualitas hidup seseorang. Suatu
penelitian menyebutkan bahwa sepertiga dari pria berusia antara 50 dan 79 tahun
mengalami hiperplasia prostat. Adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya
obstruksi saluran kemih dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan dengan
berbagai cara mulai dari tindakan yang paling ringan yaitu secara konservatif (non
operatif) sampai tindakan yang paling berat yaitu operasi (Smeltezr, 2000). Dengan
teknologi dan kemajuan ilmu yang semakin canggih dalam kehidupan ini banyak
membawa dampak negatif pada kehidupan masyarakat terhadap peningkatan kualitas
hidup, status kesehatan, umur dan harapan hidup. Dengan kondisi tersebut merubah
kondisi status penyakit infeksi yang dulu menjadi urutan pertama kini bergeser pada
penyakit degeneratif yang menjadi urutan pertama.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimanakah anatomi dan fisiologi sistem perkemihan ?
1.2.2 Apakah pengertian benign prostatic hyperplasia ?
1.2.3 Apakah penyebab benign prostatic hyperplasia ?
1.2.4 Bagaimanakah patofisiologi benign prostatic hyperplasia ?
1.2.5 Bagaimanakah tanda dan gejala benign prostatic hyperplasia ?
1.2.6 Bagaimanakah asuhan keperawatan benign prostatic hyperplasia ?
1.2.7 Bagaimanakah pendidikan kesehatan bagi benign prostatic hyperplasia ?

1
1.2.8 Apakah trend dan issue benign prostatic hyperplasia ?
1.2.9 Bagaimanakah peran dan fungsi perawat bagi penderita benign prostatic hyperplasia
?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi sistem perkemihan
1.3.2 Untuk mengetahui pengertian benign prostatic hyperplasia
1.3.3 Untuk mengetahui penyebab benign prostatic hyperplasia
1.3.4 Untuk mengetahui patofisiologi benign prostatic hyperplasia
1.3.5 Untuk mengetahui tanda dan gejala benign prostatic hyperplasia
1.3.6 Untuk mengetahui asuhan keperawatan benign prostatic hyperplasia
1.3.7 Untuk mengetahui pendidikan kesehatan bagi benign prostatic hyperplasia
1.3.8 Untuk mengetahui trend dan issue benign prostatic hyperplasia
1.3.9 Untuk mengetahui peran dan fungsi perawat bagi penderita benign prostatic
hyperplasia
1.4 Manfaat
bagi pembaca agar bisa menambah pengetahuan terhadap benign prostatic hyperplasia
dan bisa berguna kedepannya sehingga bila kita menemukan kasus seperti ini kita bisa tau
penyebabnya.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan

Sistem perkemihan terdiri dari: dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin, dua ureter
yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih), satu vesika urinaria
(VU), tempat urin dikumpulkan, dan satu urethra, urin dikeluarkan dari vesika urinaria.
1. Ginjal (Ren) Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau
abdomen. Ginjal ini terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan
limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar
suprarenal). Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk
memberi tempat untuk hati. Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke
sebelas dan duabelas. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak
perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam goncangan.
Pada orang dewasa, setiap ginjal memiliki ukuran panjang sekitar 11 cm dan

ketebalan 5 cm dengan berat sekitar 150 gram. Ginjal memiliki bentuk seperti kacang

dengan lekukan yang menghadap ke dalam. Di tiap ginjal terdapat bukan yang disebut

hilus yang menghubungkan arteri renal, vena renal, dan ureter. Sistem urinaria (ginjal)

terdiri dari organ-organ yang memproduksi urine dan mengeluarkannya dari tubuh.

Sistem ini merupakan salah satu sistem utama untuk mempertahankan homeostatis

(kekonstanan lingkungan internal).

Fungsi ginjal adalah memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat


toksis atau racun, mempertahankan suasana keseimbangan cairan, mempertahankan
keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan mengeluarkan sisa-sisa
metabolism akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.

a. Struktur Ginjal
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa,
terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, dan medulla
renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan cortex.
Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut

3
tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla
renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya
pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.. Pelvis renalis berbentuk
corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga
calices renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga
calices renalis minores. Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang
merupakan unit fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 sampai 4 juta nefron yang
merupakan unit pembentuk urine nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari :
Glomerulus, tubulus proximal, ansa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius.
1) Glomerulus adalah gulungan kapilar yang dikelilingin kapsul epitel
berdinding ganda disebut kapsul bowman. Glomelurus dan kapsul
bowman bersama-sama membentuk sebuah korpuskel ginjal.
2) Tubulus Kontortus Proksimal, panjangnya mencapai 15 mm dan
sangant berliku. Pada permukaan yang menghadap lumen tubulus ini
terdapat sel-sel epithelial kuboid yang kaya akan mikrovilus dan
memperluas area permukaan lumen.
3) Ansa Henle. Tubulus kontortus proksimal mengarah ke tungkai
desenden ansa henle yang masuk ke dalam medulla, membentuk
lengkungan jepit yang tajam (lekukan), dan membalik ke atas
membentuk tungkai asenden ansa henle.
4) Tubulus Kontostus Distal juga sangat berliku, panjangnya sekitar 5
mm dan membentuk segmen terakhir nefron.
5) Tubulus dan Duktus Pengumpul. Karena setiap tubulus pengumpul
bersedenden di korteks, maka tubulus tersebut akan mengalir ke
sejumlah tubulus kontortus distal. Tubulus pengumpul membentuk
duktus pengumpul besar yang lurus. Duktus pengumpul membentuk
tuba yang lebih besar yang mengalirkan urine ke dalam kaliks mayor.
Dari pelvis ginjal, urine dialirkan ke ureter yang mengarah ke kandung
kemih.
b. Suplai Darah
1) Arteri renalis adalah percabangan aorta abdomen yang mensuplai masing-masing
ginjal dan masuk kr hilus melalui cabang anterior dan posterios.

4
2) Cabang anterior dan posterior arteri renalis membentuk arteri-arteri interlobaris
yang mengalir diantara piramida-piramida ginjal.
3) Arteri arkuata berasal dari arteri interlobaris pada area pertemuan antara korteks
dan medulla.
4) Arteri interlobularis merupakan percabangan arteri arkuata disudut kanan
melewati korteks.
5) Arteriol aferen berasal dari arteri interlobularis. Satu arteriol aferen membentuk
sekitar 50 kapilar yang membentuk glomelurus.
6) Arteriol eferen meninggalkan setiap glomelurus dan membentuk jarring-jaring
kapilar lain, kapilar peritubular yang mengelilingin tubulus proksimal dan distal
untuk member nutrient pada tubulus tersebut dan mengeluarkan zat-zat yang
direabsorpsi.
7) Kapilar peritubular mengalir ke dalam vena korteks yang kemudian menyatu dan
membentuk vena interlobularis.
8) Vena arkuata menerima darah dari vena interlobularis. Vena arkuata bermuara ke
dalam vena interlobaris yang bergabung untuk bermuara ke dalam vena renalis.
Vena ini meninggalkan ginjal untuk bersatu dengan vena kava inferior.
2. Ureter
Ureter adalah perpanjangan tubular berpasangan dan berotot dari pelvis ginjal
yang merentang sempai kandung kemih.
1) Setiap ureter panjangnya antara 25 cm – 30 cm dan berdiameter 4 mm - 6
mm. saluran ini menyempit di tiga tempat : di titik asal ureter pada pelvis
ginjal, di titik saat melewati pinggiran pelvis, dan di titik pertemuannya
dengan kandung kemih. Batu ginjal dapat tersangkut dalam ureter di ketiga
tempat ini, mengakibatkan nyeri dan disebut kolik ginjal.
2) Dinding ureter terdiri dari tiga lapisan jaringan : lapisan terluar adalah
lapisan fibrosa, di tengah adalah muskularis longitudinal kea rah dalam
dan otot polos sirkular kea rah luar, dan lapisan terdalam adalah epitelum
mukosa yang mengsekresi lapisan mucus pelindung.
3) Lapisan ottot memiliki aktifitas peristaltic intristik. Gelombang peristaltis
mengalirkan urine dari kandung kemih keluar tubuh.

5
3. Vesika Urinaria (Kandung Kemih)
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti
buah pir (kendi). letaknya di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul.
Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet.
Pada laki-laki, kandung kemih terletak tepat di belakang simpisis pubis dan di
depan rectum. Pada perempuan, organ ini terletak agak di bawah uterus di depan
vagina. Ukuran organ ini sebesar kacang kenari dan terletak di pelvis saat kosong :
organ berbentuk seperti buah pir dan dapat mencapai imbilikus dalam rongga
abdominopelvis jika penuh berisi urine.
Struktur. Kandung kemih ditopang dalam rongga pelvis dalam lipatan-lipatan
peritoneum dan kondensasi fasia.
1) Dinding kandung kemih terdiri dari empat lapisan :
a) Serosa adalah lapisan terluar. Lapisan ini merupakan perpanjangan
lapisan teritoneal rongga abdominopelvis dan hanya ada di bagian atas
pelvis.
b) Otot detrusor adalah lapisan tengah. Lapisan ini tersusun dari berkas-
berkas otot polos yang satu sama lain saling membentuk sudut. Ini
untuk memastikan bahwa selama urinasi, kandung kemih akan
berkontraksi dengan serempak ke segala arah.
c) Submukosa adalah lapisan jaringan ikat yang terletak di bawah
mukosa dan menghubungkannya dengan muskularis.
d) Mukosa adalah lapisan terdalam. Lapisan ini merupakan lapisan
epitel, yang tersusun dari epithelium transisional. Pada kandung kemih
yang relax, mukosa membentuk ruga (lipatan-lipatan), yang akan
memipih dan mengembang saat urine berakumulasi dalam kandung
kemih.
2) Trigonum adalah area halus, triangular, dan relative tidak dapat berkembang
yang terletak secara internal di bagian dasar kandung kemih. Sudut-sudutnya
terbentuk dari tiga lubang. Di sudut atas trigonum, dua ureter bermuara ke
kandung kemih. Uretra keluar dari kandung kemih di bagian apeks trigonum.
3) Kandung kemih juga terdapat otot-otot polos yang bisa melakukan gerak-
gerak peristaltic untuk mendorong urine keluar.
4) Kapasitas kandung kemih adalah 900 cc / 900 ml. 300-350 kita masih sadar
bisa menahan jadi springter menutup, tapi sudah ada respons untuk pipis /
6
BAK. 700 cc kita tidak bisa menahan sfringter dengan sendirinya akan
terbuka dan terjadinya ngompol.
4. Uretra
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang berfungsi
menyalurkan air kemih ke luar.Uretra mengalirkan urine dari kandung kemih ke
bagian eksterior tubuh.
Pada laki-laki uretra membawa cairan semen dan urine, tetapi tidak pada waktu
yang bersamaan. Uretra laki-laki panjangnya mencapai 20 cm dan melalui kelenjar
prostat dan penis. Terdiri dari :
a) Uretra prostatic dikelilingi oleh kelenjar prostat. Uretra ini menerima dua
duktus ejaculator yang masing-masing terbentuk dari penyatuan duktus
deferen dan duktus kelenjar vesikel seminal, serta menjadi tempat
bermuaranya sejumlah duktus dari kelenjar prostat.
b) Uretra membranosa adalah bagian yang terpendek (1 sampai 2 cm). Bagian
ini berdinding tipis dan dikelilingi otot rangka sflingter uretra eksternal.
c) Uretra cavernous (penile, bersepons) merupakan bagian yang terpanjang.
Bagian ini menerima duktus kelenjar bulbouretra dan merentang sampai
orifisium uretra eksternal pada ujung penis. Tepat sebelum mulut penis, uretra
membesar untuk membentuk suatu dilatasi kecil, fosa navicularis. Uretra
kavernus dikelilingi korpus spongisum, yaitu suatu kerangka ruang vena yang
besar.
Uretra pada perempuan, berukuran pendek (3,75 cm). saluaran ini membuka
keluar tubuh melalui urivisiumuretra eksternal dalam vestibulum antara klitoris dan
mulut vagina. Kelenjar uretra yang homolog dengan kelenjar prostat pada laki-laki,
bermuara ke dalam uretra.Panjangnya uretra laki-laki cenderung menghambat infasi
bakteri ke dalam kandung kemih (sistitits) yang lebih sering terjadi pada perempuan.
5. Perkemihan (urinasi)
Bergantung pada inervasi parasimpatis dan simpatis juga impuls saraf volunteer.
Pengeluaran urine membutuhkan kontraksi aktif otot detrusor.
1) Bagian dari otot trigonum yang mengelilingi jalan keluar uretra berfungsi sebagai
sfingter uretra internal yang menjaga saluran tetap tertututp. Otot ini di inervasi
oleh neuron parasimpatis.

7
2) Sfingter uretra eksternal terbentuk dari serabut otot rangka dan otot perineal
tranversa yang berada di bawah kendali volunteer. Bagian pibokoksigeus pada
otot levator ini juga berkontribusi dalam pembentukan sfingter.
3) Refleks perkemihan terjadi saat peregangan kandung kemih sampai sekitar 300 ml
– 400 ml urine menstimulasi reseptor peregang pada dinding kemih.
4) Impuls pada medulla spinalis di kirim ke otak dan menghasilkan impuls
parasimpatis yang menjalar melalui saraf splanknik pelvis ke kandung kemih.
5) Reflex perkemihan menyebabkan kontraksi otot detsuror : relaksasi sfingter
internal dan eksternal mengakibatkan pengosongan kandung kemih.
6) Pada laki-laki, serabut simpatis menginervasi jalan keluar uretra dan
mengkontraksi jalan tersebut untuk mencegah refluks semen ke dalam kandung
kemih saat orgasme.
7) Pencegahan refluks perkemihan melalui kendali volunteer sflingter eksternal
adalah respons yang dapat di pelajari.
8) Pencegahan volunteer tergantung pada integritas saraf terhadap kandung kemih
dan uretra, traktus, yang keluar dari medulla spinalis menuju dan dari otak, dan
area motorik seremrum. Cedera pada lokasi ini dapat menyebabkan inkontenesia.
9) Kendali volunteer urinasi adalah respons yang dapat dipelajari. Hal ini tidak dapat
di latih pada SSP yang imatur yang sebaiknya ditunda  sampai paling tidak berusia
18 bulan.
2.2 Pengertian Benign Prostatic Hyperplasia

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat non-kanker.


Ini adalah gangguan urologi yang umum pada pria yang berusia di atas 50 tahun.
Pembesaran prostat ini menyebabkan uretra, saluran yang mengalirkan air kemih keluar
dari penis, terjepit dan menyempit. Ini menyumbat pembuangan air kemih keluar dari
kandung kemih dan diperlukan tekanan lebih besar untuk membuang air kemih.

2.3 Penyebab Benign Prostatic Hyperplasia

Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun
yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat
kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan. Ada beberapa factor kemungkinan
penyebab antara lain (Roger Kirby, 1994:229)

8
1. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma
dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan
testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan
transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari
kelenjar prostat

2.4 Patofisiologi

Kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia seiring dengan pertambahan usia pada
proses penuaan menimbulkan perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan
estrogen keadaan ini dapat menyebabkan pembesaran prostat, jika terjadi pembesaran
prostat maka dapat meluas ke kandung kemih, sehingga akan mempersempit saluran uretra
prostatica dan akhirnya akan menyumbat aliran urine.

Penyempitan pada aliran uretra dapat meningkatkan tekanan pada intravesikal.


Munculnya tahanan pada uretra prostatika menyebabkan otot detrusor dan kandung kemih
akan berkontraksi lebih kuat saat memompa urine, penegangan yang terjadi secara terus
menerus menyebabkan perubahan anatomi dari buli buli berupa : pembesaran pada otot
detrusor, trabekulasi terbentuknya selula, sekula, dan diventrivel kandung kemih.

Tekanan yang terjadi terus menerus dapat menyebabkan aliran balik urine ke ureter
dan bila terjadi terus menerus mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, dan kemunduran
fungsi ginjal.(Muttaqin, 2014). Salah satu upaya pengobatan pada penderita benigna
prostat hiperplasi adalah pembedahan terbuka merupakan tindakan pembedahan pada perut
bagian bawah, kelenjar prostat dibuka dan mengangkat kelenjar prostat yang mengalami
pembesaran, untuk mencegah pembentukan pembekuan darah dialirkan cairan via selang
melalui kandung kemih, selang biasanya dibiarkan dalam kandung kemih sekitar 5 hari
setelah operasi dan kemudian dikeluarkan jika tidak ada pendarahan.

9
10
2.5 Tanda dan gejala

Menurut Arora P.Et al 20061.


1. Gejala iritatif meliputi :
a) Peningkatan frekuensi berkemih
b) Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)
c) Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda
(urgensi)d.Nyeri pada saat miksi (disuria)
2. Gejala obstruktif meliputi :
a) Pancaran urin melemah
b) Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik
c) Kalau mau miksi harus menunggu lama
d) Volume urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
e) Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
f) Urin terus menetes setelah berkemih
g) Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan inkontinensia
karena penumpukan berlebih.
h) Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi Azotemia (akumulasi produk
sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin kronis dan volume
residu yang besar.
3. Gejala generalisata seperti seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa
tidak nyaman pada epigastrik. Berdasarkan keluhan dapat dibagi menjadi
(Sjamsuhidajat dan De jong, 2005)
a) Derajat I : penderita merasakan lemahnya pancaran berkemih, kencing tak
puas, frekuensi kencing bertambah terutama pada malam hari
b) Derajat II : adanya retensi urin maka timbulah infeksi. Penderita akan
mengeluh waktu miksi terasa panas (disuria) dan kencing malam bertambah
hebat.
c) Derajat III : timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka bisa
timbul aliran refluk ke atas, timbul infeksi ascenden menjalar ke ginjal dan
dapat menyebabkan pielonfritis, hidronefrosis.

11
2.6 Asuhan Keperawatan Benign Prostatic Hyperplasia

2.6.1 Pengkajian

1. Pengkajian
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pendidikan, tanggal MRS, nomor register dan diagnosa
keperawatan.

2) Keluhan utama
Klien datang dengan mengeluh tidak bisa buang air kecil, nyeri pada pinggang
dan pada ssaat BAK harus mengedan.

3) Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit kronis atau menular dan menurun seperti infeksi saluran kemih.

b. Riwayat kesehatan sekarang


Riwayat sebelum dibawa ke RS sejak dua bulan terakhir BAK pasien tidak

lancar, urinnya berwarna kemerahan, ketika BAK harus mengedan dan sejak 5

jam sebelum datang ke RS air kencingnya macet total, abdomen bagian bawah

semakin membesar dan menegang serta pasien merasa sangat nyeri.

c. Riwayat kesehatan keluarga


Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti penyakit kelamin, DM,

hipertensi, dan lain-lain yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada

klien.

4) Pemeriksaan fisik
a. Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi dapat
meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampai
syok.

12
b. Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan teknik bimanual untuk mengetahui
adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser pada
keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dan klien
akan terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
residual urin.
c. Pemeriksaan penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus,
striktur uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis.
d. Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimis
e. Rectal touch/pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan konsistensi
sistem persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat.

2.6.2 Perumusan Diagnosa

1) Pre operasi
a. Retensi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat,
dekompensasi otot destrusor dan ketidakmampuan kandung kemih untuk
berkontraksi secara adekuat.
b. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa buli-buli, distensi kandung
kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.
c. Risiko tinggi kekurangan cairan yang berhubungan dengan pasca obstruksi
diuresis.
d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi
prosedur bedah.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubunngan dengan kurangnya informasi.
2) Post operasi
a. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih.
b. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, alat selama
pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
c. Risiko tinggi cidera perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan.
d. Risiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten.
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri/efek pembedahan.

13
2.6.3 Perencanaan

1) Pre operasi
a. Retensi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat,
dekompensasi otot destrusor dan ketidakmampuan kandung kemih untuk
berkontraksi secara adekuat.
Tujuan :Retensi urin berkurang

Kriteria hasil :- Berkemih dalam jumlah yang cukup/normal

- Tidak megalami distensi vesika urinari

Intervensi :

1. Dorong klien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.
2. Observasi aliran urin, perhatikan jumlah urin dan kekuatan pancarannya.
3. Awasi dan catat waktu serta jumlah setiap kali berkemih.
4. Berikan cairan sampai 3000 ml sehari dalam toleransi jantung.
5. Berikan obat sesuai indikasi (antispasmodik).
b. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa buli-buli, distensi kandung
kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.
Tujuan :Nyeri berkurang/hilang

Kriteria hasil :- Menunjukkan nyeri berkurang/hilang

- Ekspresi wajah rileks

Intervensi :

1. Kaji nyeri, perhatikan lokasi dan intensitas nyeri (1-10).


2. Berikan tindakan kenyamanan (sentuhan terapeutik, pengubahan posisi,
pijatan punggung) dan aktivitas terapeutik.
3. Pertahankan tirah baring jika diindikasikan.
4. Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase. Pertahankan selang bebas
dari lekukan dan bekuan.
5. Kolaborasi dalam pemberian antispasmodik

14
c. Risiko tinggi kekurangan cairan yang berhubungan dengan pasca obstruksi
diuresis.
Tujuan :Keseimbangan cairan tubuh dapat dikontrol

Kriteria hasil :- TTV stabil

- Membran mukosa lembab

- Keluaran urin tetap

Intervensi :

1. Pantau keluaran urin tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan keluaran 100-
200 ml.
2. Pantau masukan dan keluaran cairan.
3. Awasi TTV, perhatikan peningkatan nadi dan pernapasan, penurunan
tekanan darah, diaforesis dan pucat.
4. Tingkatkan tirah baring dengan kepala lebih tinggi.
5. Kolaborasi dalam memantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi.

d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi


prosedur bedah.
Tujuan :Cemas berkurang/hilang

Kriteria hasil :- Klien tidak cemas lagi

- Klien sudah menerima keadaannya sekarang

- Klien sudah bisa memahami tujuan


pembedahan

Intervensi :

1. Dampingi klien dan bina hubungan saling percaya.


2. Berikan informasi tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.
3. Dorong klien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah atau perasaan.

15
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubunngan dengan kurangnya informasi.
Tujuan :Klien paham tentang proses penyakitnya

Kriteria hasil :- Perilaku dan pola hidup berubah menjadi lebih


baik

- Berpartisipasi dalam pengobatan

Intervensi :

1. Dorong klien menyatakan rasa takut.


2. Kaji ulang proses penyakit.
2) Post operasi
a. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih.
Tujuan :Nyeri berkurang/hillang

Kriteria hasil :- Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang

- Ekspresi wajah klien tenang

- Klien menunjukkan keterampilan relaksasi

Intervensi :

1. Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih.


2. Pantau klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk mengenai
gejala-gejala dini dari spasmus kandung kemih.
3. Jelaskan pada klien bahwa intensitas nyeri dan frekuensinya akan berkurang
dalam 24 sampai 48 jam.
4. Beri penyuluhan pada klien agar tidak berkemih ke seputar kateter.
5. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam.
6. Jaga selang drainase urine tetap aman dipaha untuk mencegah peningkatan
tekanan pada kandung kemih.
7. Anjurkan pada klien untuk tidak duduk dalam waktu yang lama
8. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat-obatan (analgesik atau anti
spasmodik).

16
b. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, alat selama
pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
Tujuan :Klien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi

Kriteria hasil :- Klien tidak mengalami infeksi

- TTV normal dan tidak menunjukkan


tanda-tanda syok

- Waktu penyembuhan sesuai dengan yang


direncanakan

Intervensi :

1. Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan steril.


2. Anjurkan intake cairan yang cukup (2500-3000) sehingga dapat
menurunkan potensial infeksi.
3. Pertahankan posisi urin bag dibawah.
4. Observasi TTV, laporkan tanda-tanda syok dan demam.
5. Observasi warna, jumlah, dan bau urin.
6. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotik

c. Risiko tinggi cidera perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan.


Tujuan :Tidak terjadi perdarahan

Kriteria hasil :- Klien tidak menunjukkan tanda-tanda


perdarahan

- TTV dalam batas normal

- Urin lancar lewat kateter

Intervensi :

1. Jelaskan pada klien tentang sebab terjadi perdarahan setelah pembedahan


dan tanda-tanda perdarahan.
2. Irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalam saluran kateter

17
3. Sediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat untuk memudahkan
defekasi.
4. Pantau traksi kateter, catat waktu traksi dipasang dan kapan traksi dilepas.
5. Observasi TTV tiap 4 jam, pemasukan dan pengeluaran dan warna urin.

d. Risiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten.


Tujuan :Fungsi seksual dapat dipertahankan

Kriteria hasil :- Klien tampak rileks dan melaporkan


kecemasan menurun

- Klien menyatakan pemahaman situasi


individual

- Klien menunjukkan keterampillan pemecahan


masalah

Intervensi :

1. Jelaskan tentang kemungkinan kembali ke tingkat tinggi seperti semula dan


kejadian ejakulasi.
2. Jelaskan untuk tidak melakukan hubungan seksual 3-4 minggu setelah
operasi.
3. Dorong klien untuk menanyakan ke dokter selama di rawat di rumah sakit
dan kunjungan lanjutan.
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri/efek pembedahan.
Tujuan :Kebutuhan istirahat dan tidur terpenuhi

Kriteria hasil :- Klien mampu beristirahat/tidur dalam waktu


yang cukup

- Klien mengungkapkan sudah bisa tidur

- Klien mampu menjelaskan faktor penghambat


tidur

Intervensi :

18
1. Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan
kemungkinan cara untuk menghindari.
2. Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi
kebisingan.
3. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi
nyeri (analgesik).

2.6.4 Implementasi

1) Pre operasi

a. Retensi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat,


dekompensasi otot destrusor dan ketidakmampuan kandung kemih untuk
berkontraksi secara adekuat.
Implementasi :

1. Mendorong klien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.
2. Mengobservasi aliran urin, memperhatikan jumlah urin dan kekuatan
pancarannya.
3. Mengawasi dan mencatat waktu serta jumlah setiap kali berkemih.
4. Memberikan cairan sampai 3000 ml sehari dalam toleransi jantung.
5. Memberikan obat sesuai indikasi (antispasmodik).
b. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa buli-buli, distensi kandung
kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.
Implementasi :

1. Mengkaji nyeri, memperhatikan lokasi dan intensitas nyeri (1-10).


2. Memberikan tindakan kenyamanan (sentuhan terapeutik, pengubahan
posisi, pijatan punggung) dan aktivitas terapeutik.
3. Mempertahankan tirah baring jika diindikasikan.
4. Mempertahankan patensi kateter dan sistem drainase. Mempertahankan
selang bebas dari lekukan dan bekuan.
5. Berkolaborasi dalam pemberian antispasmodik

19
c. Risiko tinggi kekurangan cairan yang berhubungan dengan pasca obstruksi
diuresis.
Implementasi :

1. Memantau keluaran urin tiap jam bila diindikasikan. Memperhatikan


keluaran 100-200 ml.
2. Memantau masukan dan keluaran cairan.
3. Mengawasi TTV, memperhatikan peningkatan nadi dan pernapasan,
penurunan tekanan darah, diaforesis dan pucat.
4. Meningkatkan tirah baring dengan kepala lebih tinggi.
5. Berkolaborasi dalam memantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi.
d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi
prosedur bedah.
Implementasi :

1. Mendampingi klien dan bina hubungan saling percaya.


2. Memberikan informasi tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.
3. Mendorong klien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah atau
perasaan.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubunngan dengan kurangnya informasi.
Implementasi :

3. Mendorong klien menyatakan rasa takut.


4. Mengkaji ulang proses penyakit.
2) Post operasi

a. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih.

Implementasi :

1. Menjelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih.


2. Memantau klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk
mengenai gejala-gejala dini dari spasmus kandung kemih.
3. Menjelaskan pada klien bahwa intensitas nyeri dan frekuensinya
akan berkurang dalam 24 sampai 48 jam.
4. Memberi penyuluhan pada klien agar tidak berkemih ke seputar kateter.

20
5. Mengajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas
dalam.
6. Menjaga selang drainase urine tetap aman dipaha untuk mencegah
peningkatan tekanan pada kandung kemih.
7. Menganjurkan pada klien untuk tidak duduk dalam waktu yang lama
8. Berkolaborasi dengan dokter untuk memberi obat-obatan (analgesik
atau anti spasmodik).
b. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, alat selama
pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.

Implementasi :

1. Mempertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan


steril.
2. Menganjurkan intake cairan yang cukup (2500-3000) sehingga dapat
menurunkan potensial infeksi.
3. Mempertahankan posisi urin bag dibawah.
4. Mengobservasi TTV, laporkan tanda-tanda syok dan demam.
5. Mengobservasi warna, jumlah, dan bau urin.
6. Berkolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotik
c. Risiko tinggi cidera perdarahan berhubungan dengan tindakan
pembedahan.

Implementasi :

1. Menjelaskan pada klien tentang sebab terjadi perdarahan setelah


pembedahan dan tanda-tanda perdarahan.
2. Mengirigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalam saluran kateter
3. Menyediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat untuk
memudahkan defekasi.
4. Memantau traksi kateter, catat waktu traksi dipasang dan kapan traksi
dilepas.
5. Mengobservasi TTV tiap 4 jam, pemasukan dan pengeluaran dan warna
urin.
d. Risiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan
impoten.

21
Implementasi :

1. Menjelaskan tentang kemungkinan kembali ke tingkat tinggi seperti semula


dan kejadian ejakulasi
2. Menjelaskan untuk tidak melakukan hubungan seksual 3-4 minggu setelah
operasi.
3. Mendorong klien untuk menanyakan ke dokter selama di rawat di rumah
sakit dan kunjungan lanjutan.

e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri/efek pembedahan.

Implementasi :

1. Menjelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan


kemungkinan cara untuk menghindari.
2. Menciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi
kebisingan.
3. Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi
nyeri (analgesik).

2.6.5 Evaluasi

1) Pre operasi
a. Berkemih dalam jumlah yang cukup dan tidak terasa nyeri saat berkemih
sehingga menunjukkan ekspresi wajah rileks.
b. TTV stabil dan membran mukosa tidak kering (lembab).
c. Cemas berkurang dan sudah mulai bisa menerima keadaannya serta memahami
tujuan dari pembedahan.
d. Berperilaku/menjalankan pola hidup sehat.
2) Post operasi
a. Nyeri berkurang dengan ekspresi wajah tenang.
b. Tidak terjadi infeksi dan tidak menunjukkan tanda-tanda syok.
c. Tidak menunjukkan tanda-tanda perdarahan.
d. TTV normal dan urin lancar lewat kateter.
e. Mampu beristirahat dan tidur dalam waktu yang cukup.

22
2.7 Pendidikan Kesehatan
1. Terapi menahan kemih
Terapi menahan kemih ini dilakukan tentu di bawah bimbingan medis. Dalam
terapi ini, akan diajarkan cara menahan keinginan berkemih, setidaknya dalam jeda
waktu 2 jam antara tiap berkemih. Dalam terapi ini akan diajarkan juga cara mengatur
pernapasan, mengalihkan pikiran ingin berkemih, serta relaksasi otot.
2. Gaya hidup yang sehat
a. Olahraga secara teratur, misalnya berjalan kaki setiap hari selama setengah
hingga satu jam.
b. Mengurangi mengkonsumsi kafein dan minuman beralkohol.
c. Membiasakan diri untuk tidak minum apapun dua jam sebelum tidur, agar
terhindar dari nokturia (meningkatnya frekuensi BAK sepanjang malam).
d. Mengurangi mengkonsumsi lemak hewani dan produk susu.
e. Tidak merokok
f. Menjaga berat badan tetap ideal
2.8 Trend dan Issue
1. Trend
Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Nyeri Post Operasi Turp Pasien Pada BPH di
RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL
BPH menjadi urutan kedua setelah penyakit batu saluran kemih, dan jika
dilihat secara umum diperkirakan hampir 50% pria Indonesia yang berusia diatas 50
tahun menderita BPH. Penatalaksanaan jangka panjang yang terbaik pada pasien BPH
adalah dengan pembedahan, salah satunya adalah pembedahan Transuretal Resection
of The Prostat (TURP). Prosedur pembedahan TURP menimbulkan luka bedah yang
akan mengeluarkan mediator nyeri dan menimbulkan nyeri pasca bedah. Mobilisasi
dini merupakan salah satu pendekatan non farmakologis yang dilakukan untuk
mengurangi nyeri pasca bedah. Tujuan Penelitian : Mengetahui pengaruh mobilisasi
dini terhadap nyeri post operasi TURP pada pasien BPH di RSU PKU
Muhammadiyah Bantul. Metode Penelitian : Desain penelitian quasi experiment
dengan tipe pretest posttest control design. Sampel diambil dengan teknik purposive
sampling sebanyak 30 pasien post operasi TURP yang di rawat di unit rawat inap
bedah RSU PKU Muhammadiyah Bantul. Instrumen penelitian menggunakan lembar
observasi. Hasil penelitian dianalisis dengan uji Mann-Whitney. Hasil Penelitian :
Intensitas nyeri post operasi TURP pada pasien BPH sebelum dilakukan mobilisasi
23
dini pada kelompok intervensi sebagian besar pada skala 3 (40%), sedangkan pada
kelompok kontrol sebagian besar pada skala 5 (33,3%). Intensitas nyeri post operasi
TURP setelah dilakukan mobilisasi dini pada kelompok intervensi sebagian besar
pada skala 1 (53,3%), sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar pasien
memiliki intensitas nyeri skala 4 (53,3%). Hasil uji MannWhitney diperoleh p-value
sebesar 0,004 < 0,05. Simpulan : Terdapat perbedaan yang signifikasi pengaruh
mobilisasi dini terhadap nyeri post operasi TURP pada pasien BPH di RSU PKU
Muhammadiyah Bantul sebelum dilakukan mobilisasi dini dan setelah dilakukan
mobilisasi dini.

2. Issue

Pembesaran Prostat gara-gara Kurang Ngeseks? Jakarta, KOMPAS.com-Salah satu


fungsi kelenjar prostat adalah menghasilkan cairan semen yang memperlancar pergerakan
sel sperma menuju indung telur. Ada yang menyebutkan bahwa gangguan prostat yang
biasa dialami di usia tua, 50 tahun ke atas, akibat dari kurang seringnya aktivitas seksual
seseorang. Benarkah demikian? “Sampai saat ini belum ada penelitian khusus yang
menunjukkan pembesaran prostat karenakurangnya hubungan intimn saat usia subur,”
Kata Urolog dari Rumah Sakit PusatKanker Nasional Dharmais, dr Rachmat B Santoso,
SpU. Rachmat menegaskan bahwa tidak ada hubungan antara aktivitas seksual dan
gangguan prostat.

2.9 Peran dan Fungsi Perawat


1. Peran perawat
Menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989, peran perawat terdiri dari :
a. Sebagai pemberi asuhan keperawatan
Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan
dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan.
Pemberiann asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai
dengan kompleks.
b. Sebagai advokat klien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam
menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan khususnya
dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan. Perawat juga

24
berperan dalam mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien
meliputi:
a) Hak atas pelayanan sebaik-baiknya
b) Hak atas informasi tentang penyakitnya
c) Hak atas privasi
d) Hak untuk menentukan nasibnya sendiri
e) Hak menerima ganti rugi akibat kelalaian
c. Sebagai edukator
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan pengetahuan
kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan sehingga terjadi
perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
d. Sebagai kolaborator
Peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri
dari dokter, fisioterapi, ahli gizi dll dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan
keperawatan yang diperlukan.
e. Sebagai koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta
mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberi
pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien.
f. Sebagai konsultan
Perawat berperan sebagai tempat konsultasi dengan mengadakan perencanaan,
kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode
pemberian pelayanan keperawatan.
g. Sebagai pembaharu
Perawat mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan
terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.
2. Fungsi perawat
a. Fungsi independen
Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana
perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan
keputusan sendiri dalam melakukan tindakan untuk memenuhi KDM.
b. Fungsi dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan
atau instruksi dari perawat lain sebagai tindakan pelimpahan tugas yang
25
diberikan. Biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat
umum, atau dari perawat primer ke perawat pelaksana.
c. Fungsi interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling
ketergantungan diantara tim satu dengan yang lainnya. Fungsi ini dapat
terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerjasama tim dalam
pemberian pelayanan. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim
perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun lainnya.

26
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sistem perkemihan terdiri dari: dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin, dua ureter
yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih), satu vesika urinaria
(VU), tempat urin dikumpulkan, dan satu urethra, urin dikeluarkan dari vesika urinaria.
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat non-kanker.
Ini adalah gangguan urologi yang umum pada pria yang berusia di atas 50 tahun.
Pembesaran prostat ini menyebabkan uretra, saluran yang mengalirkan air kemih keluar
dari penis, terjepit dan menyempit. Ini menyumbat pembuangan air kemih keluar dari
kandung kemih dan diperlukan tekanan lebih besar untuk membuang air kemih. Penyebab
yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang pasti
kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen.

3.2 Saran

Saran kami bagi pembaca agar mengetahui serta mampu memahami penyakit BPH
baik itu penyebab tanda dan gejala dan asuhan keperawatan.

27
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/31917712/askep_kasus_benigna_prostat_hiperplasia_BPH
Diakses tanggal 17 maret 2020

https://hellosehat.com/hidup-sehat/tips-sehat/cara-mencegah-kanker-prostat/ Diakses tanggal


17 maret 2020

https://www.academia.edu/10920513/Makalah_benigna_prostat_hiperplasia Diakses tanggal


17 maret 2020

https://amp.kompas.com/megapolitan/read/2009/05/13/16111850/kanker.prostat.gara-
gara.kurang.ngeseks Diakses tanggal 17 maret 2020

http://repository.stikes-ppni.ac.id:8080/xmlui/handle/123456789/709 Diakses tanggal 17 maret


2020

https://id.wikipedia.org/wiki/Hiperplasia_prostat_jinak Diakses tanggal 17 maret 2020

28

Anda mungkin juga menyukai