Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

PATOFISIOLOGI
ANATOMI FISIOLOGI DAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN
Dosen Pengampu : Fitri Septiyani Suparma.S.Kep.Ners,.

Disusun oleh :
Muhammad Bertrans Artha Vidia W (029PA22031)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN (POLTEKES) YAPKESBI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan Makalah Patofisiologi mengenai Anatomi Fisiologi dan Gangguan
Sistem Perkemihan sebagai salah satu syarat untuk melakukan presentasi.

Dalam hal ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, karena itu pada
kesempatan kali ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Warsiti, M.Kep, Sp. Mat, selaku rektor Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.
2. Fitria Siswi Utami, S.SiT., MNS, selaku ketua Program Studi Kebidanan Program
Sarjana Terapan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.
3. Istri Utami, S.SiT., M.Keb, selaku koordinator serta pengampu praktikum Mata Kuliah
Patofisiologi.
4. Teman-teman satu kelompok yang bersedia ditanyai serta mendukung saya dalam
penyusunan makalah ini.
Penulis merasa bahwa Makalah ini masih jauh dari kata sempurna sehingga
kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan dari para pembaca.

Sukabumi , 13 Januari 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI........................................................................................................................... iii
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 2
A. Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan ........................................................................... 2
B. Gangguan Sistem Perkemihan ........................................................................................ 2
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 27
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 27
B. Penutup ......................................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 28

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem perkemihan merupakan sistem pengeluaran zat-zat metabolisme tubuh yang
tidak berguna lagi bagi tubuh yang harus dikeluarkan (dieliminasi) dari dalam tubuh karena
dapat menjadi racun. proses eliminasi ini dapat dibagi menjadi eliminasi unrine (buang air
kecil) dan eliminasi alvi (buang air besar).

Gangguan saluran kemih adalah gangguan dari kandung kemih atau uretra. Ginjal,
Uretra, kandung kemih adalah organ-organ yang menyusun saluran kemih. Fungsi utama
dari saluran ini adalah untuk membuang air dan sisa metabolisme dan mengeluarkannnya
sebagai urin. Proses ini berlangsung terus. Hanya pada kasus luka, infeksi atau penyakit
pada organ dari saluran kemih, fungsinya menjadi terganggu dan karenanya menganggu
biokimia dari aliran bawah. Ginjal adalah organ vital penyangga kehidupan.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana anatomi fisiologi dan gangguan dalam sistem perkemihan?
C. Tujuan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui anatomi fisiologi dari sistem perkemihan
2. Agar mahasiswa mengetahui gangguan pada sistem pekemihan

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan
Menurut Suharyanto & Madjid (2009), sistem perkemihan terdiri atas beberapa organ
yaitu ginjal, ureter, vesika urinaria (kandung kemih), dan uretra.

1. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terletak di kedua ssi
kolumna vertebralis. Pada orang dewasa, ginjal panjangnya 12-13 cm, tebalnya 6 cm,
dan beratnya 120-150 gram. Ginjal terbagi menjadi bagian luar yang disebut korteks
dan bagian dalam disebut medulla. Ginjal memeroleh suplai darah dari arteri dalam
renalis yang merupakan cabang dari aorta abdominalis. Glomerular Foltration Rate
(GFR) adalah jumlah plasma yang melewati glomerulus akan disaring ke dalam nefron
dengan jumlah yang mencapai sekitar 180 liter filtrat per hari. Urine yang dihasilkan
oleh proses filtrasi kurang lebih 1,5 liter per hari. Fungsi ginjal yaitu memertahankan
volume dan komposisi cairan ekstra sel dalam batas-batas normal.
2. Ureter
Ureter merupakan saluran yang panjangnya 10-12 inci, terbentang dari ginjal
sampai kandung kemih yang terdiri dari otot polos. Fungsi satu-satunya ureter adalah
menyalurkan urine dari ginjal ke kandung kemih.
3. Vesika urinaria (Kandung Kemih)
Kandung kemih adalah satu kantung berotot yang dapat mengempis, terletak di
belakang simfisis pubis. Kandung kemih memiliki tiga muara, yaitu: dua muara ureter
dan satu muara uretra. Fungsi kandung kemih yaitu sebagai tempat penyimpanan urine
sebelum dikeluarkan oleh tubuh.
4. Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang dapat mengembang, berjalan dari
kandung kemih sampai keluar tubuh. Panjangnya pada wanita 1,5 inci dan pada laki-
laki sekitar 8 inci. Pada laki-laki, kelenjar prostat yang terletak di bawah leher kandung
kemih mengelilingi uretra di sebelah posterior dan lateral.

B. Gangguan Sistem Perkemihan


Gangguan sistem perkemihan dibagi menjadi (Corwin, 2009; Mutakin & Sari, 2011;
Robins & Stanley, 1995; Suharyanto & Madjid, 2009):

2
1. Gangguan Sistem Perkemihan dengan Infeksi
a. Sistisis
1) Definisi
Sistisis merupakan inflamasi atau infeksi yang terjadi pada kandung kemih.
2) Etiologi
Sistisis disebabkan oleh bakteri E. Coli yang menyebar di dalam uretra.
Peyebabnya yaitu adanya aliran balik urin dari uretra ke dalam kandung kemih,
kontaminasi fekal, pemakaian kateter atau sistokop.
3) Manifestasi Klinis
Peningkatan frekuensi berkemih, rasa nyeri pada daerah suprapubik, nokturia,
rasa panas dan nyeri pada saat berkemih, piuria (adanya sel darah putih dalam
urine), hematuria (adanya sel darah merah dalam urine), serta terdapatnya
koloni bakteri pada pemeriksaan kultur.
4) Patofisiologi
Bakteri E. Coli masuk ke dalam kandung kemih secara refluk melalui uretra.
Karena terlalu banyaknya bakteri dalam kandung kemih sehingga menyebabkan
pertahanan tubuh individu menurun. Bakteri ini naik ke kandung kemih pada
saat miksi dan masuk ke kandung kemih secara refluk. Pada kondisi normal,
bakteri tidak mampu menembus dinding mukosa kandung kemih.
5) Pemeriksaan
Analisis urin, apabila sering kambuh menggunakan IVU, USG, Sitoskopi
6) Penatalaksanaan
Penanganan ideal dengan menggunakan obat antibakterial yang secara efektif
dapat menghilangkan bakteri dari kandung kemih dengan efek minimal
terhadap flora fekal dan vagina. Medikasinya menggunakan sulfisoxazole
(gantrisin), trimetroprim-sulfametoksasol (bactrim, septra), dan nitrofurantoin
(macrodantin).
b. Glomerulonefritis
1) Definisi
Glomerulonefritis adalah peradangan yang terjadi pada glomerulus.
2) Jenis, Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi Klinik, Pemeriksaan, serta
Penatalaksanaan

3
a) Glomerulonefritis Akut
Glomerulonefritis akut merupakan peradangan secara mendadak yang
disebabkan oleh pengendapan kompleks antigen-antibodi di glomerulus
oleh bakteri streptokokkus. Produk streptokokkus sebagai antigen
menstimulasi sirkulasi antibodi dan menghasilkan endapan kompleks di
glomerulus, yang menyebabkan cedera pada ginjal. Ginjal membesar,
bengkak dan kongesti. Seluruh jaringan renal-glomerulus tubulus dan
pembuluh darah dipengaruhi dalam berbagai tingkat tanpa memerhatikan
tipe glomerulus yang ada.
Pada penyakit ini, gejala yang muncul antara lain klien mengalami
hipertensi ringan sampai berat, edema wajah, malaise, nyeri panggul, sakit
kepala, serta nyeri tekan pada sudur kostovertebral.
Penatalaksanaan pada penyakit ini yaitu dengan urinalisis
(ditemukannya darah pada urine), proteinuri, serta pemeriksaan BUN dan
kreatinin serum meningkat. Penatalaksanaan yang dilakukan yaitu terapi
antibiotik penisilin, bedrest, diet rendah protein dan natrium, menghitung
keseimbangan cairan, menjelaskan pada klien bahwa pemeriksaan tekanan
darah, urinalisis, kadar BUN dan kreatinin dilakukan untuk menentukan
perkembangan penyakit.
b) Glomerulonefritis Kronik
Glomerulonefritis kronik merupakan peradangan lama di sel-sel glomerulus
yang disebabkan oleh glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau
timbul secara spontan. Klien mengalami perdarahan hidung, stroke atau
kejang, penurunan berat badan, lemas, peningkatan iritabilitas, nokturia,
sakit kepala, pusing, dan gangguan pencernaan.
c) Glomerulonefritis Progresif Cepat
Glomerulonefritis Progresif Cepat merupakan peradangan yang terjadi
sangat cepat sehingga menyebabkan penurunan GFR 50% dalam 3 bulan
setelah penyakit ini didiagnosa, disebabkan oleh memburuknya
glomerulonefritis akut, penyakit autoimun ataupun sebab idiopatik (tidak
diketahui). Gejala yang umum pada pasien yaitu penurunan volume urine,
darah dalam urine (urine berwarna kecoklatan), serta retensi cairan.
c. Pielonefritis
1) Definisi

4
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tubulus, dan jaringan
interstisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih
melalui uretra dan naik ke ginjal. Meskipun ginjal menerima 20% - 25% curah
jantung, bakteri jarang mencapai ginjal melalui darah; kasus penyebaran secara
hematogen kurang dari 3%.
2) Etiologi
Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di usus
besar) merupakan penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar rumah sakit dan
penyebab dari 50% infeksi ginjal di rumah sakit.
Infeksi biasanya berasal dari daerah kelamin yang naik ke kandung
kemih.
Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh
aliran air kemih yang akan membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter
di tempat masuknya ke kandung kemih.
Berbagai penyumbatan fisik pada aliran air kemih (misalnya batu ginjal
atau pembesaran prostat) atau arus balik air kemih dari kandung kemih ke dalam
ureter, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi ginjal.
Infeksi juga bisa dibawa ke ginjal dari bagian tubuh lainnya melalui aliran
darah.
Keadaan lainnya yang meningkatkan resiko terjadinya infeksi ginjal adalah:
a) kehamilan
b) kencing manis
c) keadaan-keadaan yang menyebabkan menurunnya sistem kekebalan tubuh
untuk melawan infek.
3) Manifestasi Klinis
Gejala yang paling umum dapat berupa demam tiba-tiba. Kemudian dapat
disertai menggigil, nyeri punggung bagian bawah, mual, dan muntah. Pada
beberapa kasus juga menunjukkan gejala ISK bagian bawah yang dapat berupa
nyeri berkemih dan frekuensi berkemih yang meningkat.
Dapat terjadi kolik renalis, di mana penderita merasakan nyeri hebat yang
desebabkan oleh kejang ureter. Kejang dapat terjadi karena adanya iritasi akibat
infeksi atau karena lewatnya batu ginjal. Bisa terjadi pembesaran pada salah
satu atau kedua ginjal. Kadang juga disertai otot perut berkontraksi kuat.
a) Pyelonefritis akut ditandai dengan :

5
(1) pembengkakan ginjal atau pelebaran penampang ginjal.
(2) Pada pengkajian didapatkan adanya demam yang tinggi, menggigil,
nausea,
(3) nyeri pada pinggang, sakit kepala, nyeri otot dan adanya kelemahan
fisik.
(4) Pada perkusi di daerah CVA ditandai adanya tenderness.
(5) Klien biasanya disertai disuria, frequency, urgency dalam beberapa hari.
(6) Pada pemeriksaan urin didapat urin berwarna keruh atau hematuria
dengan bau yang tajam, selain itu juga adanya peningkatan sel darah
putih.
b) Pielonefritis kronis
(1) Pielonefritis kronis Terjadi akibat infeksi yang berulang-ulang, sehingga
kedua ginjal perlahan-lahan menjadi rusak. Tanda dan gejala:
(2) Adanya serangan pielonefritis akut yang berulang-ulang biasanya tidak
mempunyai gejala yang spesifik.
(3) Adanya keletihan.
(4) Sakit kepala, nafsu makan rendah dan BB menurun.
(5) Adanya poliuria, haus yang berlebihan, azotemia, anemia, asidosis,
proteinuria, pyuria dan kepekatan urin menurun.
(6) Kesehatan pasien semakin menurun, pada akhirnya pasien mengalami
gagal ginjal.
(7) Ketidaknormalan kalik dan adanya luka pada daerah korteks.
(8) Ginjal mengecil dan kemampuan nefron menurun dikarenakan luka
pada jaringan.
(9) Tiba-tiba ketika ditemukan adanya hipertensi.
4) Patofisiologi
a) Pyelonefritis akut.
Pyelonefritis akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi berulang
karena tetapi tidak sempurna atau infeksi baru. 20 % dari infeksi yang
berulang terjadi setelah dua minggu setelah terapi selesai. Infeksi bakteri
dari saluran kemih bagian bawah ke arah ginjal, hal ini akan mempengaruhi
fungsi ginjal. Infeksi saluran urinarius atau dikaitkan dengan selimut.abses
dapat di jumpai pada kapsul ginjal dan pada taut kortikomedularis. Pada
akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta glomerulus terjadi.

6
b) Pyelonefritis kronik.
Pielonefritis kronik juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat juga
karena faktor lain seperti obstruksi saluran kemih dan refluk urin.
Pyelonefritis kronik dapat merusak jaringan ginjal secara permanen akibat
inflamasi yang berulang kali dan timbulnya parut dan dapat menyebabkan
terjadinya renal faiure (gagal ginjal) yang kronik. Ginjal pun membentuk
jaringan parut progresif, berkontraksi dan tidak berfungsi. Proses
perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi ginjal yang berulang –
ulang berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang gawat.
Pembagian Pyelonefritis akut sering di temukan pada wanita hamil,
biasanya diawali dengan hidro ureter dan Pyelonefrosis akibat obstruksi
ureter karena uterus yang membesar.
5) Pemeriksaan
a) Urinalisis
(1) Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya
ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang
pandang besar (LPB) sediment air kemih
(2) Hematuria: hematuria- positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment
air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik
berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
b) Bakteriologis
(1) Mikroskopis : satu bakteri lapangan pandang minyak emersi. 102 -103
organisme koliform / mL urin plus piuria
(2) Biakan bakteri
(3) Tes kimiawi : tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji
carik
6) Penatalaksanaan
Pielonefritis akut: pasien pielonefritis akut beresiko terhadap bakteremia
dan memerlukan terapi antimikrobial yang intensif. Terapi parentral di berikan
selama 24-48 jam sampai pasien afebril. Pada waktu tersebut, agens oral dapat
diberikan. Pasien dengan kondisi yang sedikit kritis akan efektif apabila
ditangani hanya dengan agens oral. Untuk mencegah berkembangbiaknya
bakteri yang tersisa, maka pengobatan pielonefritis akut biasanya lebih lama
daripada sistitis.

7
Masalah yangmungkin timbul dlam penanganan adalah infeksi kronik
atau kambuhan yang muncul sampai beberapa bulan atau tahun tanpa gejala.
Setelah program antimikrobial awal, pasien dipertahankan untuk terus dibawah
penanganan antimikrobial sampai bukti adanya infeksi tidak terjadi, seluruh
faktor penyebab telah ditangani dan dikendalikan, dan fungsi ginjal stabil.
Kadarnya pada terapi jangka panjang.
Pielonefritis kronik: agens antimikrobial pilihan di dasarkanpada
identifikasi patogen melalui kultur urin, nitrofurantion atau kombinasi
sulfametoxazole dan trimethoprim dan digunakan untuk menekan pertumbuhan
bakteri. Fungsi renal yang ketat, terutama jika medikasi potensial toksik.
d. Abses Perinefrik
1) Definisi
Abses perinefrik adalah abses ginjal yang meluas ke dalam jaringan lemak di
sekitar ginjal.
2) Etiologi
Abses perinefrik merupakan akibat dari infeksi ginjal, seperti pielonefritis, atau
dapat terjadi secara hematogen yang berasal dari bagian mana saja dari tubuh.
Organisme penyebabnya yaitu staphylococcus, proteus dan E. Coli. Terkadang
infeksi menyebar dari area yang berdekatan seperti diverkulitis atau apendisitis.
3) Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik yang sering terjadi adalah demam distertai dengan menggigil,
leukositas, nyeri panggul, nyeri abdomen dan nyeri tekan pada sudut
kostovertebral.
4) Patofisiologi
Mekanisme yang paling umum pada abses bakteri gram negatif untuk
berkembang adalah pecahnya abses kortikomedular, sementara mekanisme
yang paling umum untuk pengembangan infeksi stapilokokus adalah pecahnya
abses korteks ginjal. Pasien dengan penyakit ginjal polikistik yang menjalani
hemodialisis sangat rentan untuk mengalami abses perinephric (62% kasus).
Gangguan infeksi dari usus, pankreas, hati, kantung empedu, prostat, dan
rongga pleura, dan mereka dapat disebabkan oleh osteomielitis tulang rusuk
atau tulang belakang yang berdekatan. Kadang-kadang, dengan infeksi
penyerta, hematoma perirenal dapat berkembang menjadi abses perinephric.
5) Pemeriksaan

8
a) Temuan fisik termasuk nyeri panggul atau nyeri costo1ertebral.
b) bila nyeri perut hadir (60%), dapat menyulitkan diagnosis.
c) Pasien mungkin hadir dengan kekakuan dan rasa kekenyangan.
d) sebuah massa sayap teraba jika abses besar atau terletak di kutub inferior
ruang ginjal (9-47%).
e) Pasien dapat mengalami rasa sakit pada saat membungkuk ke sisi
kontralateral, setelah fleksi aktif paha ipsilateral terhadap resistensi, dan
setelah ekstensi paha sambil berjalan.
f) Pertimbangkan diagnosis abses perinephric pada pasien dengan nyeri
pinggang unilateral dan demam, tidak ada respon terhadap pengobatan
untuk pielonefritis akut, demam yang tidak diketahui asalnya, peritonitis
yang tidak dapat dijelaskan, abses pel1is, dan empiema.
6) Penatalaksanaan
a) Abses diinsisi, didrianase dan di tes kultur
b) Pemilihan obat antimikrobial yang tepat berdasarkan hasil tes kultur
c) Perawatan drainase setiap hari
d) Memantau adanya sepsis.
e. Abses Renal
1) Definisi
Abses ginjal adalah abses yang terdapat pada parenkim ginjal. Abses ini
dibedakan dalam 2 macam, yaitu abses korteks ginjal dan abses kortiko-
meduler. Abses korteks ginjal atau disebut karbunkel ginjal pada umumnya
disebabkan oleh penyebaran infeksi kuman Stafilokokus aureus yang menjalar
secara hematogen dari fokus infeksi di luar sistem saluran kemih (antara lain
dari kulit). Abses kortiko-medulare merupakan penjalaran infeksi secara
asending oleh bakteri E. Coli, Proteus, atau Klebsiella spp. Abses
kortikomedulare ini seringkali merupakan penyulit dari pielonefritis akut.
2) Etiologi
Suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui beberapa cara:
a) Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum
yang tidak steril
b) Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
c) Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak
menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.

9
Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika:
a) Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi
b) Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
c) Terdapat gangguan sistem kekebalan.
3) Manifestasi Klinis
a) Nyeri pinggang
b) Demam disertai menggigil
c) Teraba massa sipinggang (pada abses peri atau pararenal)
d) Keluhan miksi jika fokus infeksinya berasaal dari : saluran kemih,
anoreksia, malas dan lemah
4) Patofisiologi
Abses ginjal hasil dari penyebaran hematogen kortikal bakteri dari fokus
extrarenal utama infeksi. Staphylococcus aureus adalah agen etiologi dalam
90% kasus abses kortikal. Sebaliknya, abses corticomedullary ginjal
berkembang sebagai infeksi menaik oleh organisme yang telah diisolasi dari
urin. Keterlibatan parenkim ginjal yang parah dalam kombinasi dengan abses
corticomedullary lebih mungkin untuk memperluas pada kapsul ginjal dan
berlubang, sehingga membentuk abses perinephric. Ginjal corticomedullary
infeksi termasuk proses infeksi bawah akut dan kronis ginjal.
5) Pemeriksaan
a) Pemeriksaan Urinalalis
Menunjukkan adanya oluria dan hematuria
b) Kultur Urine
Menunjukkan penyebab infeksi
c) Pemeriksaan darah
Terdapat leukositosis dan laju endap darah yang meningkat

d) Pemeriksaan foto polos abdomen


Didapatkan kekaburan pada daerah pinggang, bayanga psoas menjadi kabur,
terdapat bayangan gas pada jaringan lunak, skoliosis, atau bayangan opak
dari suatu batu di saluran kemih. Adanya proses pada subdiafragma akan
tampak pada foto thoraks sebagai ateletaksis, efusi pleura, empiema, atau
elevasi diafrgama.
e) Pemeriksaan USG

10
Adanya cairan abses, tetapi pemeriksaan ini sanagt tergantung pada
kemampuan pemeriksa.
f) Pemeriksaan CT Scan
Dapat menunjukkan adanya cairan nanah di dalam intrarenal, perirenal,
maupun pararenal
6) Penatalaksanaan
Jika dijumpai suatu abses harus dilakukan drainase, sedangkan sumber
infeksi diberantas dengan pemberian antibiotika yang adekuat. Drainase abses
dapat dilakukan melalui operasi terbuka ataupun perkutan melalui insisi kecil
di kulit. Selanjutnya dilakukan berbagai pemeriksaan untuk mencari penyebab
terjadinya abses guna menghilangkan sumbernya.
2. Gangguan Sistem Perkemihan dengan Neoplasma
a. Kanker Ginjal
1) Definisi
Kanker ginjal juga dikenal dengan nefrrokarsinoma, karsinoma sel renal,
hipernefroma, dan tumor Grawitz. Penyekit ini biasanya muncul pada orang
dewasa yang lebih tua, dengan sekitar 85% tumor berasal dari ginjal dan sisanya
akibat metastasis dari tempat primer lainTumor ginjal (yang biasanya besar
keras, nodular, terenkapsulasi, unilateral, dan soliter) bisa dipisahkan secara
histologis menjadi tipe sel bersih (Clear cell), graular, dan sel spindel. Sekitar
50% penderita kanker ginjal dapat bertahan sampai dengan 5 tahun. Insiden
kanker ginjal menyerang pria lebih banyak dari pada wanita dan biasanya
menyerang pada seseorang dengan usia lebih dari 50 tahun.
2) Etiologi
Seperti kanker kandung kemih, merokok dan terpapar secara langsung dengan
bahan industri atau bahan pelarut dapat meningkatkan resiko karsinoma sel
transisional di saluran perkemihan atas. Selain itu, tumor ini juga mengalami
peningkatan frekuensi resiko pada pasien dengan riwayat pemberian analgesik
berlebih, pasien dengan Balkan Neuropathy (penyakit ginjal kronis
tubulointerstitial), terpapar dengan Thorotrast (sebuah bentuk thorium dioksida
yang digunaka sebagai media kontras radiologis). Semua unsur utama senyawa
analgesik yang dikonsumsi terkait langsung dengan peningkatan kanker saluran
perkemihan atasPenyebab kanker ginjal masih belum diketahui ada beberapa

11
faktor resiko seperti merokok berat dan menjalani haemodialisis secara teratur
dapat menyebabkan kanker ginjal.
3) Manifestasi Klinis
a) Tumor tanpa disertai gejala dan ditemukan pada pemeriksaan fisik secara
teratur. Saat melakukan palpasi ditemukan massa di daerah abdomen.
b) Lemah, anemia, berat badan menurun dan demam akibat efek sistemik
kanker ginjal.
c) Classical triad (gejala lambat)
(1) Hemturia: intermiten atau terus-menerus pada pemeriksaan mikroskopis
dan kasat mata
(2) Nyeri pinggul: distensi kapsul ginjal dan invasi sekitar struktur ginjal.
(3) Teraba massa pada pinggul.
4) Patofisiologi
Penyebab pasti terjadinya kanker ginjal hingga saat ini idiopatik, namun
ada beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya kanker ginjal seperti rokok,
faktor keturunan, obesitas, hipertensi, von helper-lindau syndrome, dialysis
>5th pada pasien gagal ginjal kronik, analgesik penasetin.
Untuk rokok (kandungan cadmium dalam rokok) masuk ke dalam tubuh melalui
air liur hingga masuk ke dalam pembuluh darah menyebabkan vasokontriksi
arteriol aferen dimana cadmium sendiri saling berikatan dengan protein yang
mengakibatkan konsentrasi dalam darah meningkat menyebabkan penurunan
LFG (Laju filtrasi glomerulus) apabila hal ini terjadi dalam waktu yang lama
menimbulkan obstruksi atau kerusakan lumen tubular dalam ginjal memicu
pelepasan zat-zat vasoaktiv intrarenal yang merangsang pertumbuhan sel
endotel yang abnormal dan bersifat merusak.
Phenacetin yang masuk dalam pembuluh darah bersifat kurang dapat
dilarutkan sehingga meningkatkan kinerja ginjal, terhambatnya proses filtrasi
menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerus apabila hal ini terjadi dalam
waktu yang lama menimbulkan obstruksi atau kerusakan lumen tubular dalam
ginjal memicu pelepasan zat-zat vasoaktiv intrarenal tubular dalam ginjal
memicu pelepasan zat-zat vasoaktiv intrarenal yang merangsang pertumbuhan
sel endotel yang abnormal dan bersifat merusak.
5) Pemeriksaan
Ketika diduga kanker ginjal dapat dilakukan pemeriksaan:

12
a) Pemeriksaan Radiologi: USG, CT-Scan, MRI, Sinar-X dada, Nefrogram,
Sonogram, Urogram IV.
b) Pemeriksaan Laboratorium: Analisis urin, Pemeriksaan sel darah lengkap,
Blood Gas Analysis, Pemeriksaan kimia darah lengkap dan koagulasi darah,
Laju endap eritrosit, Kadar human chronic gonadotropin (HCG), Kadar
kortisol, Kadar renin, Kadar hormon adenokortikotropin.
6) Penatalaksanaan
a) Pembedahan untuk mengangkat ginjal yang sakit biasanya dilakukan. Pada
klien yang memiliki ginjal yang sehat, dapat dilakukan teknik pembedahan
untuk memertahankan fungsi ginjal yang sakit.
b) Kemoterapi dan imunoterapi juga dapat dilakukan
c) Pemakaian bahan-bahan antiangiogenik seperti inhibitor faktor
pertumbuhan endotel vaskular sedang dievaluasi dalam berbagainujicoba
klinis.
b. Kanker Kandung Kemih
1) Definisi
Kanker kandung kemih adalah papiloma yang tumbuh di dalam lumen
kandung kemih, meskipun pada pertumbuhannya mungkin menginfiltrasi
sampai dinding kandung kemihKanker ini biasanya menyerang orang dewasa,
meskipun semua tingkatan umur memiliki peluang yang sama. Umumnya,
kanker ini terdiagnosa pada tahap awal perkembangan, di mana kanker ini
masih dapat diobati.
2) Etiologi
Tidak jelas apa yang menyebabkan kanker kandung kemih. Kanker
kandung kemih memiliki keterkaitan dengan merokok, infeksi parasit, radiasi
dan terkena zat kimia. Kanker kandung kemih terjadi karena mutasi sel. Mutasi
ini menyebabkan sel tumbuh dengan tidak terkendalikan dan kemudian hidup
ketika sel lainnya mati.
Penyebab lainnya adalah :
a) Karsinogen dalam air minum : minum dapat menghilangkan racun yang ada
dalam tubuh tetapi air yang mengandung klorin dapat meningkatkan
kemungkinan timbulnya kanker kandung kemih

13
b) Penyakit saluran kemih : saat epitel uretra mengalami iritasi kronis atau
metabolisme karsinogen dalam urin man/usia meningkat, menyebabkan
proliferasi urothelial dan kemudian menjadi kanker
c) Obat – obatan : meminum obat obatan non-phenacetin yang mengandung
analgesik dengan dosis besar membuat resiko kanker kandung kemih
semakin meningkat
3) Manifestasi Klinis
a) Hematuria : hematuria dapat dibagi menjadi hematuria intermiten atau
penuh, dan dapat dinyatakan sebagai hematuria awal atau terminal
hematuria, sebagian dari pasien kanker kandung kemih akan ada
pembuangan gumpalan gumpalan darah dan bangkai bangkai busuk .
b) Iritasi kandung kemih : tumor terbentuk di trigonum kandung kemih,
lingkup patologi meluas atau saat terjadi infeksi dapat menstimulasi sampai
ke kandung kemih sehingga menyebabkan fenomena sering buang air kecil
dan urgen.
c) Gejala obstruktif saluran kemih : tumor yang lebih besar, tumor pada leher
kandung kemih dan penyumbatan gumpalan darah akan menyebabkan
buang air bahkan sampai retensi urin. Infiltrasi tumor ke dalam lubang
saluran kemih dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih, sehingga
menimbulkan nyeri pinggang, hidronefrosis dan fungsi ginjal terganggu.
d) Gejala metastase : invasi tumor stadium lanjut sampai ke jaringan kandung
kemih sekitarnya, organ lain atau metastasis kelenjar getah panggul simpul,
akan menyebabkan nyeri di daerah kandung kemih, uretra fistula vagina,
dan edema ekstremitas bawah, metastasis sampai organ yang lebih jauh,
nyeri tulang dan cachexia.
4) Patofisiologi
Perokok baik aktif maupun pasif dapat menghasilkan metabolisme
karsinogen yang dihasilkan oleh metabolisme tryptophan yang abnormal.
Kebanyakan CA buli berasal dari papiloma yang berubah menjadi ganas. Tumor
noduler jarang terjadi tetapi dapat juga menginvasi dinding buli. Proliperasi sel
terdiri atas sel epitelium transisional (90 %), squmuosa (6 %), dan
adenocarsinoma ( 2%).

14
Derajat tumor berdasarkan kedalaman penetrasi kedalam dinding buli
dan derajat metastase, penentuan derajat kanker harus ditegakan terlebih dahulu
sebelum dilakukan penatalaksanaan.
Kanker biasa bermetastase ke liver, tulang dan paru-paru,lebih lanjut
tumor menyebar ke rectum, vagina, jaringan lunak dan struktur retroperitoneal.
Tumor derajat C atau D memiliki prognosis yang buruk. Tumor superficial
memiliki peluang untuk distabilkan atau dibuang, tetapi angka kekambuhannya
cukup tinggi. Kurang dari 25 % klien dengan invasi tumor yang dalam memiliki
rata-rata bertahan hidup sekitar 5 tahun, sedangkan Adenokarsinoma sekitar 21
bulan.
5) Pemeriksaan
Pemeriksaan bimanual sangat berguna untuk menentukan infiltrasi.
Pada sistografi dan Karsinoma kandung kemih perlu dibedakan dari tumor
ureter yang menonjol dalam kandung kemih, karsinoma prostat, dan hipertrofi
prostat lobus median prostat. Untuk membedakan kelainan ini dibutuhkan
Endoscopy dan Biopsy, urografi atau IVP, Ct Scan, USG dan sitoscopy.
Tingkat keganasan dibedakan menjadi tiga golongan yaitu : Deferensiasi baik
(G I), sedang (G II), dan kurang berdiferensiasi (G III).
Karsinoma sel transisional dan karsinoma in-situ akan melepaskan sel-
sel kanker yang dapat dikenali,pemeriksaan sitologi urine yang baru dan larutan
salin yang digunakan sebagai pembilas kandung kemih akan memberikan
informasi tentang prognosis paien, khususnya pasien yang beresiko tinggi untuk
terjadinya tumor primer kandung kemih. Pielografi intravena nampak lesi defek
isian dalam kandung kemih. Endoskopy dilakukan untuk melihat bentuk dan
besar tumor. Perubahan dalam kandung kemih, dan melakukan biopsy.
Pemeriksaan sitologi membantu diagnosis
6) Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan pada stadium 1 :
Sistem sederhana (pengangkatan kandung kemih) sistem sistektomi
radikal dilakukan pada kangker kandung kemih yang invasif atau
multivokal. Sistektomi radikal pada pria meliputi pengangkatan kandung
kemih, prostat serta vesikulus seminalis dan jaringan vesikal di sekitarnya.
Pada wanita, sistektomi radikal meliputi pengangkatan kandung kemih,
ureter bagian bawah, uterus, tuba palopii, ovarium vagina anterior dan

15
uretra. Oprasi ini dapat mencakup pula limfadenaktomi (pengangkatan
nodus lifatikus). Pengangkatan kandung kemih memerlukan prosedur
diversi urin.
b) Penatalaksanaan pada stadium 2, 3, 4
Kemoterapi dengan menggunakan kombinasi metotreksat, vinblastin,
dexorubisin (adriamisin) dan cisplatin (M-VAC) terbukti untuk
menghasilkan remisi parsial karsinoma sel transisional kandung kemih pada
sebagian pasien. Kemoterpi intravena dapat dilakukan bersama dengan
terapi radiasi.
Kemoterapi topikal (kemoterapi intravesikal atau terapi dengan
memasukkan larutan obat antineoplastik ke dalam kandung kemih yang
membuat obat tersebut mengenai dinding kandung kemih) dapat di
pertimbangkan jika terdapat resiko kekambuhan yang tinggi,jika terdapat
kanker in situ atau jika reseksi tumor tidak tunas. Kemoterapi topikal adalah
pemberian medikasi dengan konsentrasi yang tinggi (thiotepa, doxorubisin,
mitomisin, ethouglusid dan bacillus calmette-guerin atau BCG) untuk
meningkatkan jaringan tumor. BCG kini dianggap sebagai priparat
intravesikal yang paling efektif untuk kangker kandung kemih yang
kambuhan karena priparat ini akan mengalahkan respon imun tubuh
terhadap kangker. Pasien dibolehkan makan dan minum sebelum prosedur
pemasukan (instilasi) obat dilaksanakan, terapi setelah kandung kemih terisi
penuh,pasien harus menahan larutan priparat intravesikal tersebut selama 2
jam sebelum mengalirkannya keluar dengan berkemih. Pada terakhir
prosedur,pasien dianjurkan untuk dianjurkan untuk buang air kecil dan
meminum cairan sekehendak hati (adlibitum) untuk membilas priparat
tersebut dari dalam kandung kemih.
c. Tumor
1) Tumor Ginjal Jinak
a) Adenoma Korteks
Tidak menimbulkan gejala klinik, pada mikroskopis modul berbentuk bulat,
kecil, jarang melebihi 2,5 cm, berwarna kuning pucat atau kelabu, berbatas
tegas namun tidak bersimpai. Tidak dapat dibedakan dengan karsinoma sel
ginjal. Dapat menjadi ganas.
b) Onkositoma

16
Subtipe adenoma dengan sel yang besar-besar, uniform, sitoplasma
asidofilik berlebihan. Ukurannya sangat besar, dapat mencapai 12 cm (rata-
rata 6 cm). Makroskopik warna tumor coklat seperi kayu mahoni, tidak
terdapat nekrosis atau perdarahan, terdapat daerah parut sentral. Banyak
mengandung mitokondria. Sering dikira karsinoma.
c) Angiomiolipoma
Terdiri atas unsur lemak, pembuluh darah dan otot polos. Dapat mencapai
ukuran sangat besar. Berhubungan dengan tuberus sclerosis.
d) Nefroma mesoblastik
Ditemukan pada 3 bulan pertama kehidupan dan dapat didiagnosa sejak
kehamilan melalui USG. Terdapat kista, perdarahan dan nekrosis.
Mikroskopis tampak jaringan ikat yang saling terjalin dan terjerat.
2) Tumor Pelvis
Merupaka tumor ginjal yang 5-10% terjadi di pelvis.Berasal dari urotel (epitel
sel transisional yang melapisi saluran kemih). Dapat menimbulkan hematuria,
gejala obstruksi seperti hidronefrosis dan nyeri sisi pinggang. Mikroskopis
seperti tumor kansung kemih. Pada nefrolitiasis terkadang ditemukan
karsinoma pelvis.
3) Tumor Ureter
Tumor dapat beupa penyebaran dari tumor pelvis maupun kandung kemih dan
dapat menimbulkan kelainan obstruktif. Jarang ditemukan.
4) Tumor Kandung Kemih
a) Paranganglioma
Sangat jarang ditemukan. Berasal dari struktur paraganglionik pada dinding
kemih. Menyerupai feokromositoma kelenjar adrennal dan kebanyakan
tidak fungsional. Jenis fungsional mengakibatkan hipertensi dan palpitasi.
b) Tumor mesenkimal
Jarang ditemukan, yang paling banyak adalah leiomioma dan
leiomiosarkoma.
3. Gangguan Sistem Perkemihan dengan Obstruksi dan Trauma
a. Urolithisis
1) Definisi

17
Urolithiasis adalah adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius. Urolithiasis
merupakan penyakit yang salah satu tanda gejalanya adalah pembentukan batu
di dalam saluran kemih.
2) Etiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan batu:
a) Idiopatik.
b) Gangguan saluran kemih : fomisis, striktur meatus, hipertrofi prostate,
refluks vesiko-ureteral, ureterokele, konstriksi hubungan ureteropelvik.
c) Gangguan metabolisme : hiperparatiroidisme, hiperurisemia, hiperkalsiuria.
Hiperkalsemia (kalsium serum tinggi) dan hiperkalsiuria (kalsium urin
tinggi) dapat disebabkan oleh:
(1) Hiperparatiroidisme
(2) Asidosis tubular renal
(3) Malignasi
(4) Penyakit granulamatosa (sarkoidosis, tuberculosis), yang menyebabkan
peningkatan produksi vitamin D oleh jaringan granulamatosa.
(5) Masukan vitamin D yang berlebihan.
(6) Masukan susu dan alkali.
(7) Penyakit mieloproliferatif (leukemia, polisitemia, mieloma multiple),
yang menyebabkan proliferasi abnormal sel darah merah dari sumsum
tulang.
d) Infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat urease
(Proteus mirabilis).
e) Dehidrasi : kurang minum, suhu lingkungan tinggi.
f) Benda asing : fragmen kateter, telur sistosoma.
g) Jaringan mati (nekrosis papil).
h) Multifaktor : anak di negara berkembang, penderita multitrauma.
3) Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik adanya batu dalam traktus urinarius bergantung pada
adanya obstruksi, infeksi, dan edema. Ketika batu menghambat aliran urin,
terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi
piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai
demam, menggigil dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus
menerus.

18
Batu di piala ginjal berkaitan dengan sakit yang dalam dan terus
menerus di area kostovertebral. Hematuria dan piuria dapat dijumpai.
Batu yang terjebak di ureter menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa,
akut dan kolik yang menyebar ke paha dan genitalia. Pasien sering merasa ingin
berkemih namun hanya sedikit urin yang keluar dan biasanya mengandung
darah akibat aksi abrasif batu.
Batu yang terjebak dikandung kemih biasanya menyebabkan gejala
iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria. Jika
batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih, akan terjadi retensi
urin. Jika infeksi berhubungan dengan adanya batu, maka kondisi ini jauh lebih
serius, disertai sepsis yang mengancam kehidupan pasien.
4) Patofisiologi
Sebagian besar batu saluran kencing adalah idiopatik dan dapat bersifat
simtomatik ataupun asimtomatik. Teori terbentuknya batu antara lain:
a) Teori inti matriks
Terbentuknya batu saluran kencing memerlukan adanya substansi organic
sebagai inti. Substansia organic ini terutama terdiri dari mukopolisakarida
dan mukoprotein A yang akan mempermudah kristalisasi dan agregasi
substansi pembentuk batu.
b) Teori supersaturasi
Terjadinya kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urin seperti sistin,
santin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
c) Teori presipitasi-kristalisasi
Perubahan PH urin akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urin.
Pada urin yang bersifat asam akan mengendap sistin, santin, asam dan
garam urat, sedangkan pada urin yang bersifat alkali akan mengendap
garam-garam fosfat.
d) Teori berkurangnya faktor penghambat
Berkurangnya factor penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat,
sitrat, magnesium, asam mukopolisakarid akan mempermudah
terbentuknya batu saluran kencing.
5) Pemeriksaan

19
Radiografi ginjal, ureter dan kandung kemih (KUB radiograph), IVP, urinalisa
(hematuria, perubahan pH, sel darah putih, kristal kalsium, asam urat, dan sistin
yang menunjukkan batu), BUN serum dan kreatinin.
6) Penatalaksanaan
a) Pengurangan nyeri

Tujuan segera dari penanganan kolik renal atau ureteral adalah untuk
mengurangi nyeri sampai penyebabnya dapat dihilangkan; morfin atau
meperidin diberikan untuk mencegah syok dan sinkop akibat nyeri yang luar
biasa. Mandi air hangat diarea panggul dapat bermanfaat. Cairan diberikan,
kecuali pasien mengalami muntah atau menderita gagal jantung kongestif
atau kondisi lain yang memerlukan pembatasan cairan. Ini meningkatkan
tekanan hidrostatik pada ruang di belakang batu sehingga mendorong pasase
batu tersebut ke bawah. Masukan cairan sepanjang hari mengurangi
konsentrasi kristaloid urin, mengencerkan urin dan menjamin haluaran urin
yang besar.
b) Pengangkatan batu
Jika batu terletak didalam ginjal, pembedahan dilakukan dengan
nefrolitotomi (insisi pada ginjal untuk mengangkat batu) atau nefrektomi,
jika ginjal tidak berfungsi akibat infeksi atau hidronefrosis. Batu dalam piala
ginjal diangkat dengan pielolitotomi, sedangkan batu pada ureter diangkat
dengan ureterolitotomi dan sistotomi jika batu berada dikandung kemih.
Jika batu berada dikandung kemih; suatu alat dapat dimasukkan ke uretra ke
dalam kandung kemih; batu kemudian dihancurkan oleh penjepit pada alat
ini. prosedur ini disebut sistolitolapaksi.
c) Terapi nutrisi
d) Lithotripsi Gelombang Kejut Ekstrakorporeal (ESWL)
e) Metode Endourologi Pengangkatan Batu.
f) Ureteroskopi
g) Pelarutan batu
b. Striktur Uretra
1) Definisi
Striktur uretra adalah kondisi dimana suatu bagian dari uretra menyempit akibat
adanya jaringan parut dan kontriksi. Berbeda dengan obstruksi pada uretra yang

20
disebabkan oleh batu, striktur uretra merupakan adanya oklusi dari meatus
uretraliskarena adanyajaringan yang fibrotik dengan hipertreofi. Jaringan
fibrotik yang tumbuh dengan abnormal akan menutupi atau mempersempit
meatus uretralis, sehingga aliran urine (urine flow) akan menurun.
2) Etiologi
a) Kongenital
Pertumbuhan dan perkembangan meatus uretralis semenjak janin
mengalami gangguan, sehingga tidak terbentuk sempurna. Pembentukan
yang tidak sempurna tersebut akan mempersempit jalan urine, sehingga
terjadi obstruksi jaringan. Striktur uretra dapat terjadi secara terpisah
ataupun bersamaan dengan anomali saluran kemih yang lain.
b) Jaringan parut sepanjang uretra
Jaringan parut ini dipicu oleh adanya perlukaan karena suatu penyakit.
Infeksi jaringan (gonorhea) oleh diplococcus neisseria gonorhea akan
melukai jaringan uretra. Perlukaan yang kronis akan menyebabkan jaringan
fibrosa mengalami penebalan, sehingga terjadilah striktur fibrosa pada
uretra posterior. (Prabowo & Pranata, 2014, hal. 145)
c) Cidera traumatik (instrumentasi atau infeksi)
Banyak tindakan yang memicu terjadinya striktur, misalnya pemasangan
kateter yang lama, pembedahan dengan bakat keloid, dan evakuasibenda
asing atau batu dengan perlukaan.
3) Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis atau tanda dan gejala dari striktur pada umumnya mirip
dengan gangguan obstruksi saluran kemih lainnya, misalnya BPH. Namun ada
beberapa yang khas dari gejala pada klien striktur uretra, yaitu pancaran urine
yang kecil dan bercabang. Hal ini dikarenakan sumbatan atau obstruksi pada
saluaran meatus uretralis, sehingga akan menurunkan patensi urine low dan
obstruksi yang berada di medial akan membuat aliran urine terpecah, sehingga
seolah-olah pancaran urine terbelah dua.
4) Patofisiologi

Vesika urinaria memiliki kemampuan untuk menyimpan urine sementara dan


mengosongkannya jika sudah melewati batas kompensasi. Kemampuan ini
didukung oleh kemampuan otot-otot detrusor dalam vesika untuk berkontraksi

21
guna mengeluarkan urine. Kontraksi vesika akan semakin meningkat seiring
dengan bertambah beratnya obstruksi. Kejadian yang berlangsung lama akan
menyebabkan hipertrofi dari otot-otot sehingga terbentuklah trabekulasi dan
jika sudah melebihi batas kemampuan (dekompensasi) akan timbul divertikuli.
Penyempitan yang terus mengecil akan memperberat kerja vesika dan jika
sudah melebihi batas kemampuan vesika, maka akan ada residu urine yang tidak
bisa diekresikan.

Residu urine yang sedikit mungkin tidak akan menimbulkan gangguan,


namun jika banyak dan melebihi batas kapasitas vesika urinaria memungkinkan
terjadinya refluks dan jika berlangsung kronis kemungkinan menimbulkan
hidroneprhosis. Selain itu, stagnasi urine yang lama menimbulkan sedimentasi
sehingga kemungkinan akan terjadi urolithiasis. Hal yang paling kompleks dari
dampak striktur adalah terjadinya gagal ginjal. Hal ini dikarenakan refluks pada
ginjal akan memperberat kerja ginjal untuk melakukan fungsinya.

Tubuh manusia memiliki banyak cara untuk mengatasi masalah, begitu


pula dengan akumulasi urine yang semakin bertambah dengan adanya striktur.
Urine yang bersifat asam/basa akan berusaha mencari jalan baru sebagai saluran
dengan meningkatkan iritabilitas paa mukosa jaringan sekitar dan terbentukalh
fistel.

5) Pemeriksaan
Urinalisis, kutur urin, BUN/kreatin, uretografi, uroflowmetri, uretroskopi,
laboratorium, radiologi.
6) Penatalaksanaan
Dilatasi secara bertahap pada area yang menyempit atau pembedahan. Setelah
dilatasi dapat dilakukan rendam duduk dengan air panas an analgetik non-
narkotik untuk mengendalikan nyeri. Pemberian antimikrobial (antibiotik)
diresepkan beberapa hari setelah dilatasi.
c. Trauma Traktus Urinarius
1) Definisi
Terjadi dari fraktur pelvis dan trauma multipel atau dari dorongan abdomen ke
bawah ketika kandung kemih penuh.
2) Manifestasi Klinis
22
Trauma tumpul dapat menyebabkan kontusio (memar berwarna pucat yang
besar atau ekimosis akibat masuknya darah ke jaringan). Ruptur kandung kemih
secara ekstraperitoneal, intraperitonial atau kombinasi keduanya.
3) Pemeriksaan
Dilakukan uretogram retograde untuk mengevalusai cedera uretral.
4) Penatalaksanaan
a) Bedah eksplorasi dan perbaikan laserasi
b) Drainase suprapubik dari kandung kemih
c) Memasang kateter urine
d) Perawatan umum pasca bedah dengan ketat untuk menjamin drainase yang
adekuat sampai sembuh.
d. Trauma Ginjal
1) Definisi
Trauma ginjal merupakan trauma sistem perkemihan yang paling sering dan
terjadi antara 8-10% klien dengan trauma tumpul maupun trauma tembus
abdomen.
2) Etiologi
Disebabkan oleh kecelakaan motor karena trauma tumpul abdomen yang
sampai mengenai ginjal, jatuh dari ketinggian, serta adanya massa pada ginjal
(misalnya angiomyolipoma).
3) Manifestasi Klinik
Hematuria, nyeri, kolik renal, ekimosis, laserasi, tanda dan gejala syok
hipovolemia.
4) Pemeriksaan
a) Memantau adanya perdarahan
b) Memantau kadar hematokrit
c) Memantau adanya oliguri
d) Melakukan palpasi pada abdomen apakah ada nyeri tekan
e) Mengkaji kulit klien apakah ada abrasi, laserasi, dan tempat masuk serta
keluarnya luka abdomen.
5) Penatalaksanaan
Pada trauma ginjal minor: memerlukan tindakan konservatif, pasien dilakukan
tirah baring hingga hematom hilang, diberi infu IV dan obat antimikrobial.
Pada trauma ginjal mayor dapat ditangani secara konservatif maupun bedah.

23
Pada trauma ginjal kritis dan kebanyakan pasien cedera tembus adalah
memerlukan tindakan bedah eksplorasi akibat tingginya insiden keterlibatan
organ lain dan seriusnya komplikasi.
4. Gangguan Sistem Perkemihan dengan Penurunan Fungsi Ginjal
a. Gagal Ginjal Akut
1) Definisi
Gagal ginjal akut terjadi karena penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba dalam
waktu beberapa hari atau beberapa minggu dan ditandai dengan hasil
pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin darah) dan kadar urea nitrogen
dalam darah yang meningkat.
2) Etiologi
Berkurangnya aliran darah ke ginjal (hipovolemia, dehidrasi karena kurang
cairan, dehidrasi karena kehilangan cairan, menggunakan obat-obatan dierutik,
gangguan aliran darah ke ginjal yang disebabkan penyumbatan pembuluh darah
ginjal), terjadi kerusakan pada ginjal (sepsis, obat-obatan yang menyebabkan
keracunan pada ginjal, rhabdomyolysis, multiple myeloma, peradangan akut
pada glomerulus), dan aliran urin ke ginjal terganggu (sumbatan saluran kemih,
pembesaran prostat, tumor di perut, obstruksi).
3) Manifestasi Klinis
Terlihat sakit berat, letargi disertai mual, muntah dan diare persisten, kulit
mukosa membran kering, napas berbau urin, disertai manifestasi gangguan siste
saraf berupa perasaan mengantuk, sakit kepala, kram otot. Ditemukan
pengeluaran urine yang kurang, hematuria serta berat jenisnya 1.010.
4) Patofisiologi
Gagal ginjal akut dibagi dua tingkatan:
a) Fase mula
Ditandai dengan penyempitan pembuluh darah ginjal dan menurunnya
aliran darah ginjal, terjadi hipoperfusi dan mengakibatkan iskemi tubulus
renalis. Mediator vasokonstriksi ginjal mungkin sama dengan agen
neurohormonal yang meregulasi aliran darah ginjal pada keadaan normal
yaitu sistem saraf simpatis, sistem renin - angiotensin , prostaglandin ginjal
dan faktor faktor natriuretik atrial. Sebagai akibat menurunnya aliran darah
ginjal maka akan diikuti menurunnya filtrasi glomerulus.
b) Fase maintenance

24
Pada fase ini terjadi obstruksi tubulus akibat pembengkaan sel tubulus dan
akumulasi dari debris. Sekali fasenya berlanjut maka fungsi ginjal tidak
akan kembali normal walaupun aliran darah kembali normal.Vasokonstriksi
ginjal aktif merupakan titik tangkap patogenesis gagal ginjal dan keadaan
ini cukup untuk mengganggu fungsi ekskresi ginjal. Macam-macam
mediator aliran darah ginjal tampaknya berpengaruh. Menurunnya cardiac
output dan hipovolemi merupakan penyebab umum oliguri perioperative.
Menurunnya urin mengaktivasi sistem saraf simpatis dan sistem renin -
angiotensin. Angiotensin merupakan vasokonstriksi pembuluh darah ginjal
dan menyebabkan menurunnya aliran darah ginjal.
5) Pemeriksaan
Pemeriksaan kretinin dan BUN (blood urea nitrogen), pemeriksaan kalium
darah, pemeriksaan elektrolit serum dan kadar Hb.
6) Penatalaksanaan
Dialisis, penatalaksanaan hiperkalemia, memelihara keseimbangan cairan,
pemberian diuretik, penggantian elektrolit, pemberian die tinggi kalori dan
rendah protein, mengoreksi asidosis, monitoring selama fase pemulihan.
b. Gagal Ginjal Kronis
1) Definisi
Gagal ginjal kronis merupakan penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara
perlahan-lahan. Proses penurunan fungsi ginjal dapat berlangsung terus selama
berbulan-bulan atau bertahun-tahun sampai ginjal tidak dapat berfungsi sama
sekali (end stage renal disease). Gagal ginjal kronis dibagi menjadi lima
stadium berdasarkan laju penyaringan (filtrasi) glomerulus (Glomerular
Filtration Rate = GFR) yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini. GFR normal
adalah 90 - 120 mL/min/1.73 m2.
2) Etiologi
DM tipe 1 dan 2, hipertensi, peradangan dan kerusakan glomerulus, penyakit
ginjal polikistik, pengunaan obat-obatan tertentu, pembuluh darah arteri
tersumbat dan mengeras, obstruksi, infeksi HIV.
3) Manifestasi Klinis
Gangguan pengaturan fungsi dan ekskresi serta gabungan kelainan
kardiovaskular, neuromuskular, saluran cerna dan kelainan lainnya.
4) Patofisiologi

25
Pada gagal ginjal kronik , terjadi banyak nephron-nephron yang rusak
sehingga nephron yang ada tidak mampu memfungsikan ginjal secara normal.
Dalam keadaan normal, sepertiga jumlah nephron dapat mengeliminasi
sejumlah produk sisa dalam tubuh untuk mencegah penumpukan di cairan tubuh.
Tiap pengurangan nephron berikutnya, bagaimanapun juga akan menyebabkan
retensi produk sisa dan ion kalium. Bila kerusakan nephron progresif maka
gravitasi urin sekitar 1,008. Gagal ginjal kronik hampir selalu berhubungan
dengan anemi berat.
Pada gagal ginjal kronik filtrasi glomerulus rata-rata menurun dan
selanjutnya terjadi retensi air dan natrium yang sering berhubungan dengan
hipertensi. Hipertensi akan berlanjut bila salah satu bagian dari ginjal
mengalami iskemi. Jaringan ginjal yang iskemi mengeluarkan sejumlah besar
renin , yang selanjutnya membentuk angiotensin II, dan seterusnya terjadi
vasokonstriksi dan hipertensi.

5) Penatalaksanaan
a) Konservatif: pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan,
pencegahan dan pengobatan komplikasi (hipertensi dan hiperkalemia)
b) Dialisis dan transplantasi ginjal.

26
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh
dan menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak
dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih). Sistem
perkemihan terdiri dari: dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin, dua ureter yang membawa
urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih), satu vesika urinaria (VU) sebagai
tempat urin dikumpulkan, dan satu urethra sebagai urin dikeluarkan dari vesika urinaria.

B. Penutup
Semoga makalah ini dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan dan sasarannya. Penulis
selalu membuka diri untuk menerima saran dan kritik dari semua pihak yang sama-sama
bertujuan membangun makalah ini demi perbaikan dan penyempurnaan dalam pembuatan
makalah penulis ke depannya.

27
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E. J. (2009). Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC, 251–252.


Mutakin, A., & Sari, K. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
Salemba Medika.
Robins, M. D., & Stanley, I. (1995). Buku ajar patologi II. Jakareta: EGC.
Suharyanto, T., & Madjid, A. (2009). Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
perkemihan. Trans Info Media, Jakarta.

28

Anda mungkin juga menyukai