Anda di halaman 1dari 41

TUGAS TERSTRUKTUS 3

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN SISTEM


PERKEMIHAN: CYSTITIS

Disusun untuk memenuhi tugas praktek pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1

Dosen Pengampu : Ibu Ai Rokhayati, S.Pd., S.Kep., Ners., M.Kep

Disusun oleh :

Resi Sekartazi
P17320120071
2A

POLTEKKESKEMENKESBANDUNG
JURUSAN D-III KEPERAWATAN BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penyusun mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga Penyusun mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah ini sebagai tugas Mata Kuliah Pendidikan Budaya Anti Korupsi dengan
judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN SISTEM
PERKEMIHAN: CYSTITIS” tepat pada waktunya.
Penyusun tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, Penyusun
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan Penyusun mohon
maaf yang sebesar-besarnya.

Penyusun juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak khususnya kepada Dosen
Pembimbing kami yaitu Ibu Ai Rokhayati, S.Pd., S.Kep., Ners., M.Kep yang telah
membimbing dalam penyusunan makalah ini. Demikian, semoga makalah ini dapat
bermanfaat.

Bandung, 04 Oktober 2021

Penyusun

ii
Daftar isi

iii
4
5
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cystitis adalah suatu penyakit yang merupakan reaksi inflamasi sel-sel urotelium
melapisi kandung kemih. Penyakit ini disebabkan oleh berkembangbiaknya
mikroorganisme di dalam kandung kemih. Infeksi kandung kemih menunjukkan
adanya invasi mikroorganisme dalam kandung kemih, dapat mengenai laki-laki
maupun perempuan semua umur yang ditunjukkan dengan adanya bakteri didalam
urin disebut bakteriuria (Agus, 2008). Infeksi ini ditemukan pada semua umur, pria
dan wanita mulai bayi baru lahir hingga orang tua. Wanita lebih sering mengalami
sistitis dibanding pria. Kejadian sistitis rata-rata 9.3% pada wanita diatas 65 tahun
dan 2.5-11% pada pria di atas 65 tahun (Smeltzer & Bare, 2002). Sistitis pada
neonatus banyak terdapat pada laki-laki (2,7%) dibanding bayi perempuan (0,7%).
Insidensi sistitis menjadi terbalik seiring bertambahnya usia, yaitu pada masa
sekolah sistitis pada anak perempuan sekitar 3% sedangkan anak laki-laki 1,1%.
Insidensi sistitis pada usia remaja wanita meningkat 3,3-5,8% yang akan terus
meningkat insidensinya pada usia lanjut (Purnomo, 2008). Morbiditas dan mortalitas
sistitis paling banyak terjadi pada pasien usia kurang dari satu tahun dan usia lebih
dari 65 tahun (Agus, 2008).
Cystitis merupakan masalah kesehatan yang serius karena dapat menyerang
berjuta-juta orang tiap tahunnya. Jumlah pasien sistitis mencapai 150 juta per tahun,
dan di Amerika dilaporkan 6 juta pasien datang ke dokter dengan diagnosis sistitis.
Sistitis merupakan infeksi nosokomial tersering yang mencapai kira-kira 40-60%
(Purnomo, 2008). Sistitis merupakan penyakit infeksi saluran kemih yang
menempati urutan kedua dan masuk dalam sepuluh besar penyakit di salah satu
rumah sakit di Yogyakarta (Agus, 2008). Sistitis disebabkan oleh berbagai macam
mikroorganisme, terbanyak adalah bakteri. Bakteri gram negatif yang sering
dilaporkan sebagai penyebab tersering ISK adalah Escherichia coli. Akhir-akhir ini
bakteri gram positif ternyata mulai menunjukkan peningkatan kecenderungan
sebagai penyebab ISK, antara lain Staphylococcus aureusdan Staphylococcus
saprophyticus(Agus, 2008). Penyebab lain meskipun jarang ditemukan adalah

1
jamur, virus, parasit (Muttaqin & Kumalasari, 2011). Berdasarkan hasil pemeriksaan
biakan urin, penyebab sistitis terbanyak adalah bakteri gram negatif aerob yang
biasa ditemukan di saluran pencernaan (Enterobacteriaceae), dan jarang disebabkan
bakteri anaerob (Muttaqin & Kumalasari, 2011).

1.2 Rumusan Malasah


1. Apa yang dimaksud dengan Cystitis?
2. Apa saja tanda dan gejala dari penyakit Cystitis
3. Bagaimana etiologi dari penyakit Cystitis?
4. Bagaimana patofisiologi dari penyakit Cystitis?
5. Apa saja data penunjang dari penyakit Cystitis?
6. Bagaimana penanganan dari pengakit Cystitis?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik penyakit Cystitis?
8. Apa saja yang menjadi komplikasi dari penyakit Cystitis?
9. Bagaimana Asuhan keperawatan pada pasien dengan Cystitis?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum


Untuk mempelajari asuhan keperawatan medikal bedah pada pasien dengan
gangguan sistem perkemihan

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mampu mengetahui tinjauan teori mengenai penyakit urethro cystitis


2. Mampu melakukan pengkajian pada pasien penyakit urethra cystitis
3. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan penyakit
urethra cystitis
4. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada pasien penyakit urethra
cystitis
5. Mampu melakukan evaluasi tindak lanjut pada pasien penyakit urethra
cystitis
6. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
urethro cystitis

2
3
1
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Cystitis


Cystitis merupakan inflamasi atau peradangan pada kandung kemih yang penyebab
utamanya adalah bakteri. Cystitis merupakan jenis infeksi saluran kemih yang paling
umum terjadi terutama pada wanita. Ini terjadi karena ukuran uretra (saluran utama untuk
pembuangan urine ke luar tubuh) pada wanita yang lebih pendek dibandingkan dengan
pria dan letaknya lebih dekat dengan anus. Karena itu, bakteri dari anus lebih mudah
berpindah dan masuk ke dalam saluran kemih.

2.2 Tanda dan Gejala Cystitis


Gejala cystitis dapat bervariasi dan berbeda-beda pada tiap penderitanya. Namun, secara
umum, radang kandung kemih pada orang dewasa akan menyebabkan gejala berupa:
1. Air kecil meningkat, namun jumlah urine yang dikeluarkan sedikit-sedikit
2. Sakit atau perih (seperti terbakar) saat buang air kecil
3. Pada perut bagian bawah
4. Saat berhubungan seksual
5. Berwarna keruh atau berbau menyengat
6. Berdarah
7. Lemas
8. Demam

Sementara itu, cystitis pada anak dapat ditandai dengan gejala-gejala berikut:
1. Demam
2. Sering mengompol atau buang air kecil
3. Sakit perut
4. Tubuh terasa lemas
5. Lebih rewel dari biasanya
6. Selera makan berkurang
7. Muntah

2
2.3 Etiologi Cystitis
Sistem saluran kencing melibatkan sejumlah organ dalam tubuh yakni ginjal, ureter,
kandung kandung kemih dan uretra.  Semua ini berperan dalam proses pengeluaran
sampah dari dalam tubuh.  Ginjal — sepasang organ berbentuk kacang yang terletak di
sisi belakang bagian perut atas — berfungsi menyaring sampah dari darah dan mengatur
konsentrasi cairan. Ureter berfungsi mengalirkan urin dari ginjal ke kandung kemih, di
mana urin untuk sementara disimpan sampai saatnya nanti dikeluarkan melalui uretra.
- Bacterial cystitis
Infeksi saluran kemih terjadi ketika bakteri masuk ke dalam saluran kemih melalui
uretra dan melipatgandakan diri. Infeksi pada kandung kemih dapat terjadi karena
hubungan seksual. Pad saat melakukan aktivitas seksual, bakteri masuk ke dalam
kandung kemih melalui uretra. Banyak kasus cystitis disebabkan oleh bakteri
Escherichia coli (E. Coli) yang merupakan bakteri yang biasa ditemukan pada area
kelamin.
Tipe utama infeksi
Dua tipe utama infeksi kandung kemih akibat bakteri adalah:
•    Community-acquired bladder infections.
Infeksi ini terjadi ketika orang yang mengalami infeksi kandung kemih tidak
menjalani perawatan medis apapun.
•    Hospital-acquired, or nosocomial, bladder infections.
Infeksi ini terjadi pada orang yang menjalani perawatan medis baik itu di rumah
sakit maupun rawat jalan di rumah. Hal ini sering terjadi pada mereka dengan
kateter urinary dipasang melalui uretra dan menuju kandung kemih untuk
mengambil urin. Sebuah prosedur yang dilakukan sebelum beberapa prosedur
operasi dilakukan.
- Noninfectious cystitis
Meskipun infeksi bakteri adalah penyebab paling banyak pada kasus cystitis,
beberapa faktor non infeksi lain juga dapat menyebabkan kandung kemih meradang.

2.4 Patofisiologi
Cystitis merupakan asending infection dari saluran perkemihan. Pada wanita
biasanya berupa sistitis akut karena jarak uretra ke vagina pendek (anatomi), kelainan
periuretral, rektum (kontaminasi) feses, efek mekanik coitus, serta infeksi kambuhan

3
organisme gram negatif dari saluran vagina, defek terhadap mukosa uretra, vagina, dan
genital eksterna memungkinkan organisme masuk ke vesika perkemihan. Infeksi terjadi
mendadak akibat flora (E. Coli) pada tubuh pasien. Pada laki-laki abnormal, sumbatan
menyebabkan striktur uretra dan hiperplasi prostatik (penyebab yang palin sering terjadi).
Infeksi saluran kemih atas penyebab penyakit infeksi kandung kemih kambuhan
(Nursalam & Fransisca, 2009).
Chystitis merupakan infeksi saluran kemih bagian bawah yang secara umum disebabkan
oleh bakteri gram negatif yaitu Escheriachia Coli peradangan timbul dengan penjalaran
secara hematogen ataupun akibat obstruksi saluran kemih bagian bawah, baik akut
maupun kronik dapat bilateral maupun unilateral. Kemudian bakteri tersebut
berekolonisasi pada suatu tempat misalkan pada vagina atau genetalia eksterna
menyebabkan organisme melekat dan berkolonisasi disuatu tempat di periutenial dan
masuk ke kandung kemih. Kebanyakan saluran infeksi kemih bawah ialah oleh organisme
gram negatif seperti E. Colli, Psedomonas, Klebsiela, Proteus yang berasal dari saluran
intestinum orang itu sendiri dan turun melalui urethra ke kandungmkencing. Pada waktu
mikturisi, air kemih bisa mengalir kembali ke ureter (Vesicouretral refluks) dan
membawa bakteri dari kandung kemih ke atas ke ureter dan ke pelvis renalis. Kapan saja
terjadi urin statis seperti maka bakteri mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk
bertumbuh dan menjadikan media yang lebih alkalis sehingga menyuburkan
pertumbuhannya. Infeksi saluran kemih dapat terjadi jika resistensi dari orang itu
terganggu. Faktor-faktor utama dalam pencegahan infeksi saluran kemih adalah integritas
jaringan dan suplai darah. Retak dari permukaan lapisan jaringan mukosa memungkinkan
bakteri masuk menyerang jaringan dan menyebabkan infeksi. Pada kandung kemih suplai
darah ke jaringan bisa berkompromi bila tekanan di dalam kandung kemih meningkat
sangat tinggi (Tambayong, 2000). Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih
dapat melalui :
1. Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat terdekat saluran kemih yang
terinfeksi.
2. Hematogen yaitu penyebaran mikroorganisme patogen yang masuk melalui darah
yang terdapat kuman penyebab infeksi saluran kemih yang masuk melalui darah dari
suplai jantung ke ginjal.
3. Limfogen yaitu kuman masuk melalui kelenjar getah bening yang disalurkan melalui
helium ginjal.

4
4. Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi. Menurut Tiber
(1994), agen infeksi kebanyakan disebabkan oleh bakteri E. coly. Tipikal ini berada
pada saluran kencing dari uretra luar sampai ke ginjal melalui penyebaran hematogen,
lymphogendan eksogen.

Tiga faktor yang mempengaruhi terjadnya infeksi adalah virulensi (kemampuan untuk
menimbukan penyakit) dari organisme, ukuran dari jumlah mikroorganisme yang masuk
dalam tubuh, dan keadekuatan dari mekanisme pertahanan tubuh. Terlalu banyaknya
bakteri yang menyebabkan infeksi dapat mempengaruhi pertahanan tubuh alami pasien.
Mekanisme pertahanan tubuh merupakan penentu terjadinya infeksi, normalnya urin dan
bakteri tidak dapat menembus dinding mukosa bladder. Lapisan mukosa bladder tersusun
dari sel-sel urotenial yang memproduksi mucin yaitu unsur yang membantu
mempertahankan integritas lapisan bladder dan mencegah kerusakan serta inflamasi
bladder. Mucin juga mencegah bakteri melekat pada selurotelial. Selain itu pH urine yang
asam dan penurunan/kenaikan cairan dari konstribusi urin dalam batas tetap, berfungsi
untuk mempertahankan integritas mukosa, beberapa bakteri dapat masuk dan sistem urin
akan mengeluarkannya. Bentuk anatomi saluran kencing, keduanya mencegah dan
merupakan konstribusi yang potensial untuk perkembangan UTI (Urinary Tract
Infection). Urin merupakan produk yang steril, dihasilkan dari ultrafiltrasi darah pada
glumerolus dari nepron ginjal, dan dianggap sebagai system tubuh yang steril. Tapi uretra
merupakan pintu masuk bagi pathogen yang terkontaminasi. Selain itu pada wanita 1/3
bagian distal uretra disertai jaringan periuretral dan vestibula vaginalis banyak dihuni
bakteri dari usus karena letak anus tidak jauh dari tempat tersebut. Kolonisasi basi pada
wanita di daerah tersebut diduga karena perubahan flora normal dari daerah perineum,
berkurangnya antibody normal, dan bertambahnya daya lekat oeganisme pada sel spitel
pada wanita. Cystitis lebih banyak pada wanita dari pada laki-laki, hal ini karena uretra
wanita lebih pendek dan lebih dekat dengan anus. Mikroorganisme naik ke bledder pada
waktu miksi karena tekanan urine. Dan selama miksi terjadi refluks ke dalam kandung
kemih setelah mengeluarkan urine.

5
Pathway Cystitis

2.5 Penanganan
1. Farmakologi:
Bermacam cara pengobatan yang dilakukan pada pasien ISK, antara lain :
- pengobatan dosis tunggal
- pendek (10-14 hari)
- jangka panjang (4-6 minggu)
- profilaksis dosis rendah
- supresif
Berikut obat yang tepat untuk ISK :
1. Sulfonamide :
Sulfonamide dapat menghambat baik bakteri gram positif dan gram negatif.
Secara struktur analog dengan asam p-amino benzoat (PABA). Biasanya
diberikan per oral, dapat dikombinasi dengan Trimethoprim, metabolisme terjadi
di hati dan di ekskresi di ginjal. Sulfonamide digunakan untuk pengobatan infeksi
saluran kemih dan bisa terjadi resisten karena hasil mutasi yang menyebabkan
produksi PABA berlebihan. Efek samping yang ditimbulkan hipersensitivitas
(demam, rash, fotosensitivitas), gangguan pencernaan (nausea, vomiting, diare),

6
Hematotoxicity (granulositopenia, (thrombositopenia, aplastik anemia) dan lain-
lain. Mempunyai 3 jenis berdasarkan waktu paruhnya :
- Short acting
- Intermediate acting
- Long actacting
2. Trimethoprim
Mencegah sintesis THFA, dan pada tahap selanjutnya dengan menghambat enzim
dihydrofolate reductase yang mencegah pembentukan tetrahydro dalam bentuk
aktif dari folic acid. Diberikan per oral atau intravena, di diabsorpsi dengan baik
dari usus dan ekskresi dalam urine, aktif melawan bakteri gram negatif kecuali
Pseudomonas spp. Biasanya untuk pengobatan utama infeksi saluran kemih.
Trimethoprim dapat diberikan tunggal (100 mg setiap 12 jam) pada infeksi
saluran kemih akut.
Efek samping : megaloblastik anemia, leukopenia, granulocytopenia.
3. Trimethoprim + Sulfamethoxazole (TMP-SMX):
Jika kedua obat ini dikombinasikan, maka akan menghambat sintesis folat,
mencegah resistensi, dan bekerja secara sinergis. Sangat bagus untuk mengobati
infeksi pada saluran kemih, pernafasan, telinga dan infeksi sinus yang disebabkan
oleh Haemophilus influenza dan Moraxella catarrhalis.Karena Trimethoprim
lebih bersifat larut dalam lipid daripada Sulfamethoxazole, maka Trimethoprim
memiliki volume distribusi yang lebih besar dibandingkan dengan
Sulfamethoxazole. Dua tablet ukuran biasa (Trimethoprim 80 mg +
Sulfamethoxazole 400 mg) yang diberikan setiap 12 jam dapat efektif pada
infeksi berulang pada saluran kemih bagian atas atau bawah. Dua tablet per hari
mungkin cukup untuk menekan dalam waktu lama infeksi saluran kemih yang
kronik, dan separuh tablet biasa diberikan 3 kali seminggu untuk berbulan-bulan
sebagai pencegahan infeksi saluran kemih yang berulang-ulang pada beberapa
wanita.
Efek samping : pada pasien AIDS yang diberi TMP-SMX dapat menyebabkan
demam, kemerahan, leukopenia dan diare.
4. Fluoroquinolones
Mekanisme kerjanya adalah memblok sintesis DNA bakteri dengan menghambat
topoisomerase II (DNA gyrase) topoisomerase IV. Penghambatan DNA gyrase

7
mencegah relaksasi supercoiled DNA yang diperlukan dalam transkripsi dan
replikasi normal. Fluoroquinolon menghambat bakteri batang gram negatif
termasuk enterobacteriaceae, Pseudomonas, Neisseria. Setelah pemberian per
oral, Fluoroquinolon diabsorpsi dengan baik dan didistribusikan secara luas
dalam cairan tubuh dan jaringan, walaupun dalam kadar yang berbeda-beda.
Fluoroquinolon terutama diekskresikan di ginjal dengan sekresi tubulus dan
dengan filtrasi glomerulus. Pada insufisiensi ginjal, dapat terjadi akumulasi obat.
Efek samping yang paling menonjol adalah mual, muntah dan diare.
Fluoroquinolon dapat merusak kartilago yang sedang tumbuh dan sebaiknya tidak
diberikan pada pasien di bawah umur 18 tahun.
- Norfloxacin
Merupakan generasi pertama dari fluoroquinolones dari nalidixic acid, sangat
baik untuk infeksi saluran kemih.
- Ciprofloxacin
Merupakan generasi kedua dari fluoroquinolones, mempunyai efek yang
bagus dalam melawan bakteri gram negatif dan juga melawan gonococcus,
mykobacteria, termasuk Mycoplasma pneumonia.
- Levofloxacin
Merupakan generasi ketiga dari fluoroquinolones. Hampir sama baiknya
dengan generasi kedua tetapi lebih baik untuk bakteri gram positif.
5. Nitrofurantoin
6. Bersifat bakteriostatik dan bakterisid untuk banyak bakteri gram positif dan gram
negatif. Nitrofurantoin diabsorpsi dengan baik setelah ditelan tetapi dengan cepat
di metabolisasi dan diekskresikan dengan cepat sehingga tidak memungkinkan
kerja antibakteri sistemik. Obat ini diekskresikan di dalam ginjal. Dosis harian
rata-rata untuk infeksi saluran kemih pada orang dewasa adalah 50 sampai 100
mg, 4 kali sehari dalam 7 hari setelah makan.
Efek samping : anoreksia, mual, muntah merupakan efek samping utama.
Neuropati dan anemia hemolitik terjadi pada individu dengan defisiensi glukosa-
6-fosfat dehidrogenase.

8
2.6 Data Penunjang
Menurut Purnomo (2008), pemeriksaan diagnostik dan labolatorium yang dapat dilakukan
untuk mengetahui terjadinya sistitis meliputi :
1. Urinalisis
- Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK. 
Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB)
sediment air kemih.
- Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih.
Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan
glomerulus ataupun urolitiasis.
2. Bakteriologis
- Mikroskopis
- Biakan bakteri
- Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
- Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin
tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria
utama adanya infeksi.
3. Metode tes
- Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess untuk
pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif: maka psien mengalami piuria. Tes
pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin
normal menjadi nitrit.
- Tes Penyakit Menular Seksual (PMS): Uretritia akut akibat organisme menular
secara seksual (missal: klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes
simplek).
4. Tes- tes tambahan:
Urogram intravena (IVU). Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat
dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius,
adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate. Urogram
IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan
untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten. Jika sistitis sering
kambuh, perlu dipikirkan adanya kelainan pada kandung kemih (misalnya: keganasan,

9
batu di saluran kemih/urolithiasis) sehingga diperlukan pemeriksaan pencitraan (PIV,
USG) atau sistoskopi.
5. Tes kimiawi; tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji carik
6. Pemeriksaan USG abdomen
7. Pemeriksaan photo BNO dan BNO IVP
8. Sinar X ginjal, ureter dan kandung kemih mengidentifikasi anomali struktur  nyata

2.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi dari perburukan sistitis adalah sebagai berikut (Nursalam
dan Fransisca, 2009) :
1. Pyelonefritis
2. Infeksi darah melalui penyebaran hematogen (sepsis)

2.8 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Urethro Cystitis


I. PENGKAJIAN
A. Pengumpulan Data
1) Identitas
Identitas pasien berisi : nama, umur/sex, nomor rekam medis, pekerjaan, status
perkawinan, agama/suku bangsa, alamat, no.telpon/hp, diagnosa, tanggal masuk
RS, tanggal pengkajian, rujukan, pemberi jaminan, sumber informasi..
Identitas penanggung jawab berisi : nama, umur, hubungan dengan klien,
pekerjaan, agama/suku bangsa, alamat, no.telpon/hp.
2) Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama adalah yang paling sering dirasakan mengganggu oleh klien
dengan penyakit Keluhan utama yang sering muncul yaitu :
- Frekuensi buang air kecil meningkat, namun jumlah urine yang
dikeluarkan sedikit-sedikit.
- Rasa sakit atau perih (seperti terbakar) saat buang air kecil.
- Kram pada perut bagian bawah.
- Nyeri saat berhubungan seksual.
- Urine berwarna keruh atau berbau menyengat.
- Urine berdarah.
- Lemas.
10
- Demam.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Terdiri atas 2 paragraf, yang terdiri atas paragraf 1 untuk pengembangan
keluhan utama dengan PQRST dan paragraf 2 untuk riwayat masuk RS sampai
saat pengkajian.
PQRST dari keluhan utama :
P : Provokatif / paliatif = hal yang memperberat atau memperingan
Q : Kualitas / kuantitas
R : Region / radiasi = lokasi dan atau penyebarannya
S : Severityscale = skala atau derajat
T : Timing = waktu, durasi, atau frekuensi
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat penyakit dahulu memberikan data tentang informasi kesehatan klien.
Riwayat kesehtan masa lalu yang berkaitan dengan penyebab Cystitis dan
memberi petunjuk berapa lama infeksi sudah di alami klien serta Kaji klien
tentang penyakit pada masa kanak-kanank, penyakit akut/kronik, trauma,
riwayat pernah dirawat, riwayat operasi, allergi, immunisasi, pengobatan,
kebiasaan (seperti merokok, minum alkohol atau mengkonsumsi obat keras.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kesehatan keluarga biasanya dapat meperburuk keadaan klien akibat
adanya gen yang membawa penyakit turunan seperti DM, hipertensi dll.
pielonefritis bukanlah penyakit turunan karena penyakit ini lebih disebabkan
dari anatomi reproduksi, higiene seseorang dan gaya hidup seseorang, namun
jika ada penyakit turunan di curigai dapat memperburuk atau memperparah
keadan klien.
3) Pola Aktivitas sehari-hari
 Nutrisi
 Eliminasi (BAB)
 Eliminasi (BAK)
Anyang-anyangan, rasa sakit jika ingin BAK, bau yang menyengat, dan warna
yang tida seperti biasanya (coklat/kemerahan/putih/keruh/pekat seperti air teh)
 Personal Hygiene
 Istirahat tidur

11
Gangguan tidur karena seringnya BAK, adanya rasa nyeri dan rasa mual
muntah.
 Latihan/olahraga
Tidak bisa berolahraga karena seringnya BAK, adanya rasa nyeri dan rasa
mual muntah.
 Gaya hidup
4) Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Biasanya keadaan umum pasien lemah
2. Tingkat kesadaran : Biasanya Composmentis sampai terjadi penurunan
kesadaran
3. TTV :
- TD
- RR : >20
- Nadi : >100
- T : Mengalami Hipertermi
4. Sistem Pernafasan
Terfokus mengkaji mengenai hidung, leher, dada (paru-paru), ekstremitas.
5. Sistem kardiovaskular
Terfokus mengkaji mengenai mata, dada (jantung), leher.
6. Sistem pencernaan
Dikaji mulai dari mulut, leher, abdomen. Penyakit pielonefritis biasanya
terdapat polifagia, polidipsi, mual, muntah
7. Sistem persyarafan
Tes refleks perlu dilakukan dalam pemeriksaan sistem syaraf
8. Sistem endokrin
9. Sistem genitourinaria
Pada pasien urethro cystitis dikaji mengenai sistem perkemihan. Biasanya
terdapat distensi abdomen, nyeri tekan siprapubik, nyeri ketok pada daerah
CVA, serta nyeri saat berkemih (disuria)
10.Sistem musculoskeletal
11.Sistem integumen dan imunitas
Kaji ekstremitas atas dan bawah.
12.Wicara dan THT

12
Kaji mengenai telinga,hidung dan tenggorokan pada pasien.
13.Sistem penglihatan
Kaji bagian mata ditakutkan pasien mengalami masalah penglihatan
5) Data Psikologis
a. Status Emosi
b. Kecemasan
Kecemasan bisa terjadi pada klien kaenamemkirkan akan kesembuhannya.
c. Pola koping
d. Gaya komunikasi
Komunikasi menurun karena adanya nyeri dan kelemahan fisik
e. Konsep diri
1. BodyImage
2. Ideal diri
3. Peran
4. Identitas
5. Harga diri
6) Data Sosial
7) Data Spiritual
8) Data Penunjang
1. Urinalisis
- Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya
ISK.  Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang
besar (LPB) sediment air kemih.
- Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air
kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa
kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
2. Bakteriologis
- Mikroskopis
- Biakan bakteri
- Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
- Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari
urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap
sebagai criteria utama adanya infeksi.

13
3. Metode tes
- Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes
Griess untuk pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif: maka psien
mengalami piuria. Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat
bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.
- Tes Penyakit Menular Seksual (PMS): Uretritia akut akibat organisme
menular secara seksual (missal: klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae,
herpes simplek).
4. Tes- tes tambahan
Urogram intravena (IVU). Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi
juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari
abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau abses,
hodronerosis atau hiperplasie prostate. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic,
sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi
penyebab kambuhnya infeksi yang resisten. Jika sistitis sering kambuh, perlu
dipikirkan adanya kelainan pada kandung kemih (misalnya: keganasan, batu di
saluran kemih/urolithiasis) sehingga diperlukan pemeriksaan pencitraan (PIV,
USG) atau sistoskopi.
5. Tes kimiawi; tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji carik
6. Pemeriksaan USG abdomen
7. Pemeriksaan photo BNO dan BNO IVP
8. Sinar X ginjal, ureter dan kandung kemih mengidentifikasi anomali struktur
nyata

B. Analisa Data
Anallisa data berupa table yang berisi:
1. Data subjektif dan objektif
2. Penyebab/pohon masalah
3. Masalah

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Hipovolemiab.d kehilangan cairan aktif, kekurangan intake cairan
2. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisiologis (Inflamasi)

14
3. Termoregulasitidak efektif b.dinfeksiginjal
4. Gangguan Eliminasi Urinb.d Iritasi kandung kemih
5. Gangguan Pola Tidur b.d. gangguan pada pola elimianasiurin
6. Resiko defisit nutrisi b.d keengganan untuk makan dan nafsu makan menurun
akibat mual muntah

III. PERENCANAAN KEPERAWATAN


1. Hipovolemia
Berhubungan dengan kehilangan cairan aktif, kekurangan intake cairan
a) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, diharapkan
kebutuhan cairan pasien terpenuhi
b) Kriteria Hasil : Intake dan output seimbang, mukosa bibir lembab, turgor kulit
membaik.
c) Intervensi :
1. Berikan asupan cairan oral
2. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan intravena
3. Ganti cairan infus
4. Rawat kebersihan infus
5. Monitor status hidrasi
6. Monitor intake dan output cairan
2. Nyeri Akut
Berhubungan dengan agen pencedera fisiologis yaitu inflamasi
a) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam,
diharapkan nyeri akut dapat teratasi.
b) Kriteria Hasil : Skala nyeri berkurang, pasien takpak rileks, RR dalam rentang
normal (16-20x/menit), Nadi dalam rentang normal (60-100x/menit)
d) Pasien tampak rileks
e) Intervensi :
1. Kaji TTV pasien
2. Atur posisi nyaman klien.
3. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam.
4. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (kompres
hangat di area perut dan pinggang).
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgesik.

15
6. Monitor TTV dan skala nyeri

2. Termoregulasitidak efektif
Berhubungan dengan infeksi pada ginjal
a) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, diharapkan
hipertermi dapat teratasi.
b) Kriteria Hasil : Suhu dalam rentan normal (36,5oC– 37,5oC), leukosit dalam
batas normal (4500 – 11000 µ/l), nadi dalam rentang normal (60-100x/menit),
Tekanan darah dalam rentang normal (120/90), Negatif bakteri pemicu infeksi
c) Intervensi :
1. Kaji TTV pasien
2. Beri pasien kompres air hangat
3. Anjurkan pasien banyak minum air (1500-2000 cc/hari)
4. Anjurkan klien untuk memakai pakaian yang tipis dan menyerap keringat
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiretik dan antibiotik
6. Kolaborasi dengan dokter untuk cek laboratorium
7. Monitor TTV setiap 6 jam sekali
3. Gangguan eliminasi urine
Berhubungan dengan iritasi kandung kemih
a) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan
gangguan eliminasi urin dapat teratasi
b) Kriteria Hasil : Frekuensi BAK menurun dan pasien dapat BAK dengan lancar
c) Intervensi :

1. Fasilitasi kebutuhan eliminasi klien


2. Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot panggul/berkemih
3. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antibiotik
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan IV Isotonis
5. Monitor frekuensi, aroma, volume dan warna urine.
5. Gangguan pola tidur
Berhubungan dengan gangguan pada pola elimianasiurin
a) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, diharapkan
pola tidur pasien kembali normal

16
b) Kriteria hasil : Kualitas dan kuantitas tidur membaik, frekuensi tidur pasien 5
jam sehari, tidak terdapat kantung mata.
c) Intervensi :
1. Modifikasi lingkungan
2. Batasi asupan cairan pada malam hari dan berkemih sebelum tidur
3. Latihan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan sebelum tidur
4. Monitor pola tidur pasien
6. Resiko defisit nutrisi
Berhubungan dengan keengganan untuk makan dan nafsu makan menurun akibat
mual muntah
a) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, diharapkan
resiko defisit nutrisi teratasi.
b) Kriteria hasil : Nafsu makan meningkat, tidak mengeluh mual muntah, porsi
makan pasien bertambah,pertahankan BB agar tetap atau meningkat
c) Intervensi :
1. Beri makan sedikit tapi sering dalam keadaan hangat
2. Berikan informasi mengenai kebutuhan gizi
3. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian makanan agar gizi seimbang
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antiemetik
5. Monitor BB pasien

IV. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan asuhan keperawatan ke
dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada tahap implementasi
adalah kemampuan komunikasi yang efektif,kemampuan untuk menciptakan
hubungan saling percaya dan saling bantu, kemampuan melakukan teknik
psikomotor, kemampuan melakukan observasi sistematis,kemampuan memberikan
pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi,dan kemampuan evaluasi (Asmadi,
2008).

V. EVALUASI FORMATIF DAN SUMATIF

17
Menurut sumber Asmadi, (2008 ) Evaluasi adalah tahap akhir dari proses
keperawatan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara
hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien
dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi terbagi menjadi 2, yaitu Evaluasi formatif
adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas peayanan asuhan
keperawatan. Evaluasi proses harus dilaksanakan segera setelah perencanaan
keperawatan diimplementasikan untuk membantu menilai efektivitas intervensi
tersebut. Evaluasi proses harus terus menerus dilaksanakan hingga tujuan yang telah
ditentukan tercapai. Sedangkan evaluasi sumatif merupakan perubahan perilakuatau
status kesehatan klien pada akhir asuhan keperawatan.Tipe evaluasi ini dilaksanakan
pada akhir asuhan keperawatan secara keseluruhan. Jika hasil evaluasi menunjukan
tercapainya tujuan dan kriteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses
keperawatan. Jika sebaliknya, klien akan masuk kembali ke dalam siklus tersebut
mulai dari pengkajian ulang (reassessment).

18
19
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. A (27 TAHUN) DENGAN GANGGUAN


SSTEM PERKEMIHAN : URETHRO CYSTITIS DI RUANG ANGGREK NO.30
RUMAH SAKIT SAYANG CIANJUR

Kasus : Seorang perempuan bernama Ny. A usia 27 diantar keluarganya ke rumah sakit
karena merasa nyeri saat buang air kecil. Pada saat dikaji pasien mengeluh rasa nyeri terbakar
saat berkemih dengan skala nyeri 6 (0-10), sering berkemih, dan merasa harus berkemih
dengan segera yang membuat pasien tidak nyaman. Nyeri dirasakan dibagian bawah perut,
nyeri pasien bertambah ketika menahan BAK dan berkurang ketika sudah BAK. pasien
mengatakan bahwa 3 hari yang lalu baru pulang dari rumah sakit, pada saat dirawat Ny. A
dipasang kateter lebih dari 2 minggu. Pasien tampak meringis kesakitan dan pucat pada saat
di tes urin didapatkan hasil sebagai berikut. Warna urin keruh, berbau busuk (foul), WBCs +
(7/hpf), bakteri +, RBCs + (6/hpf), nitrit +, leukocyte esterase +. Dokter memberikan terapi
sulfamethoxaloze dan trimethoprin.

4.1 Pengkajian
A. Pengumpulan Data
1. Identitas
a. Identitas Pasien/klien
Nama : Ny. A
Tanggal Lahir/Umur : 1 Januari 1986 / 27 Tahun
No Rekam Medis : 1320034521
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Alamat :
No. Hp : 0857846678405
Diagnosa Medis : Cystitis
Tanggal Masuk RS : 01 Oktober 2021 pukul 15.00 WIB
Tanggal Pengkajian : 01 Oktober 2021 pukul 06.00 WIB
Rujukan :-

20
Pemberi jaminan : BPJS Kesehatan
Sumber informasi : Pasien dan Suami
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. Y
Umur : 30 Tahun
Hubungan dengan klien : Suami
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Alamat :
No. Hp : 085767880549
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Ny. A datang ke rumah sakit bersama keluarganya karena mengeluh nyeri saat
BAK
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada tanggal 01 Oktober 2021 Ny. A usia 27 tahun dating ke rumah sakit
bersama keluarganya karena nyeri saat BAK. Klien mengatakan bahwa rasa nyeri
terbakar pada saat berkemih dengan skala 6(0-10), sering berkemih, dan merasa
harus berkemih dengan segera yang membuat pasien tidak nyaman. Nyeri
dirasakan pada bagian bawah perut, nyeri bertambah ketika menahan BAK dan
berkurang ketika sudah BAK, Pasien tampak meringis dan pucat pasien
mengatakan bahwa 3 hari yang lalu baru pulang dari rumah sakit, pada saat
dirawat Ny. A dipasang kateter lebih dari 2 minggu.
Riwayat Kesehatan Dahulu
 Penyakit pada masa kanak-kanak : Tidak ada

 Penyakit akut/kronik yang diderita : Cystitis

 Trauma : Tidak ada

 Riwayat pernah dirawat : Pernah

 Riwayat Operasi : Tidak ada

 Allergi : Tidak ada

 Immunisasi : Pernah, Imunisasi hepatitis waktu

21
umur 2 tahun

 Pengobatan/transfusi darah : Tidak ada

 Kebiasaan :  merokok minum alcohol

 obat keras

c. Riwayat Kesehatan Keluarga


Riwayat penyakit menular : Tidak ada
Riwayat penyakit keturunan : Tidak ada
d. Genogram
Data tidak tersedia

3. Pola Aktivitas Sehari-Hari


No Pola Aktivitas Di Rumah Di Rumah Sakit
1. Pola Nutrisi
1. Makan
 Frekuensi 3x / hari 3x / hari
 Jenis Nasi + Lauk Pauk Nasi ,Lauk Pauk, buah,
sayur

 Porsi 1 piring penuh ½ piring

 Keluhan Tidak ada Tidak ada

2. Minum
4-5 gelas / hari 7-8 gelas / hari
 Frekuensi
Air mineral Air mineral
 Jenis
Tidak ada Tidak ada
 Keluhan
2. Istirahat
 Durasi
 Keluhan 8 jam 7-8 jam
Tidak ada Tidak ada
3. Eliminasi
1. BAB
 Frekuensi 1x /hari 1x / hari
 Konsistensi Lembek Lembek
Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan

22
 Warna Tidak ada Tidak ada
 Keluhan
1.
2. 2. BAK 4-5x /hari 8-9x / hari

 Frekuensi 1500 cc 891 cc

 Jumlah Kuning berbau urine Kuning keruh berbau


busuk
 Warna
Tidak ada Rasa nyeri terbakar saat
berkemih
 Keluhan
4. Personal Hygine
1. Mandi
 Frekuensi 2x sehari mandiri 1x sehari diseka
 Masalah Tidak ada Dibantu oleh keluarga dan
perawat

1. 2. Keramas
 Frekuensi 1x sehari mandiri Belum pernah dikeramas
selama di RS

 Masalah Tidak ada Tidak ada

2. 3. Sikat Gigi 2x sehari


3x sehari mandiri Dibantu orang lain
 Frekuensi
Tidak ada
 Masalah
5. Olahraga 1x/minggu Tidak pernah
6. Merokok Tidak pernah Tidak pernah

4. Pemeriksaan Fisik :
1) Keadaan Umum

Tingkat kesadaran : Composmentis

2) Penampilan secara umum : Pasien terlihat lemah

Berat badan : Sebelum sakit 50 kg, saat sakit 49,5 kg

23
Tinggi badan : 159 cm

Tanda-tanda vital :

o Tekanan Darah : 130/100 mm Hg

o Frekuensi Nafas : 24 kali/menit

o Nadi : 110 kali/menit

o Suhu : 40oC.

3) Sistem Pernafasan
Bentuk hidung simetris, tidak terlihat adanya secret di hidung, bentuk dan
pergerakan dinding dada simetris, tidak menggunakan otot bantu pernapasan,
tidak terdapat retraksi dada, tidak terdapat nyeri tekan pada dada anterior, suara
paru saat diperkusi sonor dan saat auskultasi terdengar vesikuler.
4) Sistem kardiovaskular
Konjungtiva merah muda, Iktus cordis tidak nampak, teraba saat dipalpasi, tidak
ada denyutan aorta abdominalis. Tidak terdapat pembesaran vena jugularis. Batas
atas kanan jantung di ICS 2 kiri dan batas atas di ICS 5 kiri midklavikula
kiri.batas kanan bawah di interkostal 3-4 parasternalis kanan dan batas kanan atas
di interkostal 2 parasternalis kanan. S1 dan S2 terdengar saat di auskultasi tidak
terdapat bunyi tambahan.
5) Sistem pencernaan
Mukosa bibir lembab, gigi dan lidah bersih, tidak ada pembengkakan tonsil,tidak
terdapat caries gigi, tidak terdapat nyeri saat menelan, bising usus 12x/menit,
tidak terdapat asites, saat diketuk terdengar suara timpani disemua kuadran, tidak
ada pembesaran hepar.
6) Sistem persyarafan
Pasien dapat mendengar dengan jelas, pasien dapat membedakan aroma yang
diberikan, refleks menelan baik,pengecapan pasien baik karena bisa membedakan
setiap rasa, pasien dapat membedakan sentuhan halus dan kasar, refleks
ekstremitas atas dan bawah baik.
7) Sistem endokrin
Bentuk leher simetris, tidak terdapat pembengkakan kelenjar tiroid, tidak ada
nyeri tekan.
8) Sistem genitourinaria
24
Terdapat pembengkakan pada ginjal, terdapat nyeri ketok pada sudut
kostovertebra (CVA), terdapat nyeri tekan pada kandung kemih, pasien
mengalami disuria, distribusi rambut genetalia merata, tekstur rambut lebih kasar
serta banyak pada regiuo pubik dan umbilikus.
9) Sistem musculoskeletal
Tidak terdapat deformitas, kemampuan pergerakan sendi bagus
Kekuatan otot
4 4
4 4
10) Sistem integumen dan imunitas
Warna kulit sawo matang sama merata, permukaan kulit lembut, tidak ada lesi,
tidak terdapat luka, rambut berwarna hitam, turgor kulit elastis, akral teraba
panas, kuku jari bersih,CRT kembali dalam 1 detik.
11) Wicara dan THT
Bentuk dan posisi telinga simetris, terdapat sedikit serumen kering, gendang
telinga utuh, fungsi pendengaran bagus
12) Sistem penglihatan
Bentuk dan posisi mata simetris, bulu mata melengkung ke atas, konjungtiva
berwarna merah muda, sklera berwarna putih, pupil mengecil saat terkena cahaya,
korena jernih.

5. Data Psikologis
a. Status Emosi
Emosi pasien tampak stabil, dibuktikan dengan pasien selalu tenang
b. Kecemasan
Pasien mengatakan merasa sedikit cemas dengan penyakitnya dan takut tidak akan
sembuh.

c. Pola Koping
Ketika terdapat masalah pasien selalu bercerita kepada keluarganya terutama suami
pasien

d. Gaya komunikasi
Pasien dapat berkomunikasi dengan terbuka dan langsung menjawab pertanyaan
yang diberikan perawat.

25
e. Konsep diri :
1. Body image
Pasien mengatakan tidak malu akan dirinya yang menderita penyakit cystitis
2. Ideal diri
Pasien menerima keadaan dirinya yang sedang menderita penyakit
pielonephritis akut dan mengatakan sering berdoa kepada tuhan untuk
kesembuhan dirinya.
3. Peran
Pasien menyadari perannya sebagai seorang ibu terganggu semenjak dirawat
dirumah sakit.

4. Identitas
Pasien bersyukur karena telah dilahirkan sebagai wanita dan berusaha untuk
mensyukurinya, pasien juga merupakan anak tunggal dan seorang istri serta
ibu dari 1 orang anak.

5. Harga diri
Pasien merasa tetap dihargai oleh keluarganya dibuktikan dengan keluarga
yang selalu mendukung dan sering menjenguk serta membawa makanan
kepada pasien.

6. Data Sosial
Keluarga pasien mengatakan hubungan pasien dengan keluarga sangat baik. Pasien
juga selalu berkomunikasi melalui media sosial dengan keluarga serta kerabatnya
yang lain saat sakit.
7. Data Spiritual
Pasien mengatakan bahwa sehat itu mahal harganya. Oleh karena itu, selagi sehat
maka jagalah kesehatan dan selalu bersyukut. Pasien meyakini bahwa sakitnya adalah
cobaan dari Allah SWT, sebagai manusia biasa pasien hanya bisa berdoa. Pasien
beribadah dengan rajin untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan berdoa untuk
meminta kesembuhan.

8. Data Penunjang
No Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Keterangan

26
.
1 Warna Urin Keruh Kuning muda, Tidak normal
jernih
2 Pembauan Urin Berbau Busuk Dipengaruhi as. Tidak Normal
Organik dan
makanan, tidak
berbau busuk
3 WBCs + (7/hpf) Tidak terdapat Tidak Normal
dalam urin
4 Bakteri + Tidak terdapat Tidak Normal
dalam urin
5 Rbcs + (6/hpf) Tidak terdapat Tidak Normal
dalam urin
6 Nitrit + Tidak terdapat Tidak Normal
dalam urin
7 Leucoyte Esterase + Tidak terdapat Tidak Normal
dalam urin

9. Therapy
 Pemberian Terapi Farmakologi
Terapi sulfamethoxaloze dan trimethoprin.

B. Analisa Data
No Data Fokus Etiologi Masalah
Keperaawtan
1 Ds : Peradangan pada Nyeri Akut
- Klien mengeluh rasa saluran kemih akibat
nyeri terbakar saat pemasangan kateter
berkemih. jangka panjang.
Do :
- Klien tampak meringis
- WBCs + (7/hpf)
- Bakteri +
- Nitrit +,
- Leukocyte esterase +

27
2 Ds :
-
3 Ds: Infeksi saluran kemih Gangguan
- Pasien mengeluh rasa Eliminasi Urin
nyeri terbakar saat
berkemih, sering
berkemih, dan merasa
harus berkemih dengan
segera.
Do:
- Warna urin keruh, berbau
busuk (foul)
- RBCs + (6/hpf)
- Sering berkemih

4.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada saluran kemih akibat pemakaian
kateter jangka panjang.
2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan infeksi saluran kemih.

4.3 PERENCANAAN KEPERAWATAN


Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Nyeri akut Setelah 1. Kaji dan catat TTV 1. Tanda vital merupakan
berhubung dilakukan acuan untuk mengetahui
an dengan tindakan keadaan umum pasien.
peradanga keperawata
n pada n selama 1x
saluran 24 jam,
kemih diharapkan 2. Kaji intensitas, lokasi, dan 2. Rasa sakit yang hebat
akibat nyeri akut factor yang memperberat menandakan adanya
pemakaian dapat atau meringankan nyeri infeksi
kateter teratasi

28
jangka dengan
panjang kriteria hasil 3. Berikan waktu istirahat yang 3. Klien dapat istirahat
: cukup dan tingkat aktivitas dengan tenang dan dapat
- Pasien yang dapat di toleran. merilekskan otot-otot
tidak ada
keluhan
nyeri
pada saat 4. Bantu klien untuk 4. Posisi yang nyaman bagi
berkemih mendapatkan posisi yang klien dapat meringankan
- Kandung nyaman untuk meringankan rasa nyeri yang di derita.
kemih nyeri
tidak
tegang 5. Pantau tanda dan gejala 5. Volume sirkulasi yang
- Pasien dehidrasi : Suhu meningkat, rendah menyebabkan
nampak Kulit & membran mukosa mukosa kering dan rasa
tenang kering, Haus, Jumlah urine haus serta suhu tubuh
- Ekspresi sedikit. meningkat.
wajah
tenang
- TTV
dalam
keadaan
normal

1. Gangguan Setelah 1. Ukur dan catat urine setiap 1. Mengetahui adanya


eliminasi dilakukan kali berkemih. perubahan warna dan untuk
urin tindakan mengetahui input/out put.
berhubung keperawata
an dengan n selama 1x 2. Kaji kemampuan 2. Mengidentifikasi indikasi,
infeksi 24 jam klien mengidentifikasi keinginan kemajuan atau
saluran diharapkan untuk berkemih penyimpanan dari hasil
kemih gangguan yang diharapkan
eliminasi
dapat

29
teratasi 3. Kaji haluan urine terhadap
dengan perubahan warna, bau, dan 3. Mengetahui frekuensi
kriteria hasil pola berkemih, masukan dan keinginan klien untuk
: haluan setiap 8 jam serta berkemih.
- Klien hasil urinalisis ulang
dapat
berkemih
setiap 3 4. Anjurkan untuk berkemih 4. Mencegah terjadinya
jam setiap 2 – 3 jam. penumpukan urine dalam
- Klien vesika urinaria.
tidak
5. Palpasi kandung kemih tiap
kesulitan 5. Untuk memudahkan klien
4 jam
pada saat di dalam berkemih.
berkemih
- Klien
dapat bak
6. Kolaborasi dengan tim medis 6. Tindak lanjut untuk
dengan
dalam pemberian menghilangkan bakteri.
baik
farmakoterapi.

4.4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI FORMATIF


Paraf
Tanggal/Waktu D.Kep Pelaksanaan
Pelaksana
Mengkaji TTV pasien
E/
13/09/21 R : 24x/menit
1,2
07.00 N : 110x/menit
TD : 130/100 mmHg
S : 40’C
Mengatur posisi nyaman pasien
07.00 1 E/ Pasien dalam posisi semi fowler dan
mengatakan nyaman dengan posisinya

4.5 EVALUASI SUMATIF (CATATAN PERKEMBAGAN)


Tanggal/Wakt D.Kep Perkembangan Paraf

30
u Pelaksana
13/09/21 1 S : Pasien mengatakan nyeri pada
14.00 pinggang sudah berkurang
O:
- Skala Nyeri 3 (1-10)
- RR : 18x/menit
- TD 120/90 mmHg
- Nadi : 95x/menit
- Pasien tampak rileks
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dilanjutkan

31
BAB IV

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

32
DAFTAR PUSTAKA

https://www.halodoc.com/kesehatan/cystitis

Carpenito, L. J. (2008). Buku saku rencana asuhan keperawatan. Jakarta: EGC.


Agus, T. (2008). Buku ajar ilmu penyakit dalam: infeksi saluran kemih. Edisi 3. Jakata: FKUI
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Muttaqin, A. & Kumalasari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba
Medika.

33

Anda mungkin juga menyukai