DOSEN PENGAMPU:
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan karya tulis berupa makalah ini dengan baik dan
tanpa suatu kendala apapun.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen Mata Kuliah Patologi Sistem
Ibu Rindu Febriyeni Utami, S.Ft, M.KM, telah membimbing dan memberi arahan dalam
penyusunan makalah ini. Begitu pula kepada teman-teman seperjuangan yang telah memberi
masukan dan pandangan kepada kami selama menyelesaikan makalah ini.
Kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan
makalah ini. Karenanya, kami menerima kritik serta saran yang membangun dari pembaca agar
kami dapat menulis makalah secara lebih baik pada kesempatan berikutnya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang......................................................................................................................
B. Rumusan masalah.................................................................................................................
C. Tujuan...................................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan...........................................................................................................................
B. Saran.....................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sistem perkemihan merupakan sistem pengeluaran zat-zat metabolisme tubuh yang tidak
berguna lagi bagi tubuh yang harus dikeluarkan (eliminasi) dari dalam tubuh Karna dapat
menjadi racun. Gangguan saluran kemih adalah gangguan dari kandung kemih atau uretra.
Ginjal, uretra, kandung kemih adalah organ-organ yang menyusun saluran kemih. Fungsi utama
dari saluran ini adalah untuk membuang air dan sisa metabolisme dan mengeluarkannya sebagai
urin.
Adapun penyakit yang terjadi di saluran kemih yaitu: Infeksi Saluran Kemih, Glomerulonefritis
akut & kronis, Sindrom nefrotik, dan Gagal ginjal. Mengingat pentingnya fungsi saluran kemih
tersebut maka dalam kesempatan kali ini penulis maupun kelompok ingin memaparkan
mengenai penyakit yang terdapat pada sistem saluran kemih.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan sistem perkemihan
2. Bagaimana perbedaan glomerulonefritis akut dan kronis
3. Apa yang dimaksud dengan sindrom nefrotik
4. Apa yang dimaksud dengan penyakit gagal ginjal
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian sistem perkemihan
2. Untuk memahami perbedaan glomerulonefritis akut dan kronis
3. Untuk mengetahui pengertian sindrom nefrotik
4. Untuk mengetahui pengertian penyakit gagal ginjal
BAB II
PEMBAHASAN
Infeksi saluran kemih adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk mengatakan adanya
infasi mikroorganisme pada saluran kemih(marlene.2016).Infeksi saluran kemih (ISK) adalah
suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada saluran kemih(Depkes RI,2014).
Infeksi saluran kemih dapat mengenai laki-laki maupun perempuan dari semua umur.Akan
tetapi secara jenis kelamin ternyata wanita lebih sering terinfeksi dari pada pria dengan angka
populasi umur, kurang lebih 5-15 %.Infeksi saluran kemih pada bagian tertentu di saluran
perkemihan yang disebabkan oleh bakteri terutama Echerichia coli; risiko dan beratnya
meningkat dengan kondisi seperti refluks vesikouretral, obstruksi saluran perkemihan, statis
perkemihan, pemakaian instrumen uretral baru, septikemia.Infeksi traktus urianarius pada pria
merupakan akibat menyebarnya infeksi yang berasal dari uretra seperti juga wanita.Namun
demikian, panjang uretra dan jauhnya jarak antara uretra dari rektum pada pria dan adanya
bakterisidal dalam cairan prostatik melindungi pria dari infeksi traktus urinarius.Akibatnya, ISK
pada pria jaraang terjadi. Namun, ketika gangguan ini terjadi, kali ini menunjukan adanya
abnormalitas fungsi dan struktur dari traktus urianrius(Rudi.2012)
Infeksi saluran kemih (ISK) terjadi ketika suatu organisme penginfeksi, biasanya suatu
bakteri gram negatif seperti E.coli, masuk ke saluran kencing.Radang area lokal terjadi, diikuti
dengan infeksi ketika organisme bereproduksi.Bakteri radang muncul di kulit area genital dan
memasuki saluran perkemihan melalui pembukaan uretra.Organisme dapat juga masuk selama
kontak seksual.Dalam hal ini infeksi terjadi sebagai infeksi yang diperoleh dari komunitas yang
tidak kompleks.Pasien dengan kateter perkemihan bisa juga mengalami infeksi karena adanya
kateter yang memberikan suatu jalan kecil bagi bakteri untuk masuk ke kandung kemih.Beberapa
peralatan saluran kencing, misal cystoscopy, juga memberikan suatu jalan kecil bagi bakteri
untuk masuk kandung kemih. Sebagian dari peralatan tidak disterilkan sepenuhnya antara pasien
satu dengan yang lainnya; peralatan diberi desinfektan dosis tinggi karena serat optik dan lensa
di dalam tidak akan tahan dengan temperatur tinggi yang diperlukan untuk mensterilkan. Infeksi
ini akan dipandang sebagai nosocomial(Mary.2014).
Menurut rudi.2012 infeksi saluran kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik
dalam tractus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui kontak langsung dari temapta infekdi
terdekat,hematogen,limfogen. Ada dua jalur utama terjadi ISK:
a. Secara asending
masuknya mikroorganisme dalam kandung kemih, antara lain faktor anatomi dimana
wanita memiliki uretra yang lebih pendek dari pada laki-laki sehingga insiden
terjadinya isk lebih tinggi, faktor tekanan urin saat miksi, kontaminasi fekal,
pemasangan alat ke dalam traktus urinarius (pemeriksaan sitoskopik, pemakaian
kateter), adanya dekubitus yang terinfeksi.
Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal
b. Secara hematogen
Sering terjadi pada pasien yang sistem imunnya rendah sehingga mempermudah
penyebaran infeksi secara hematogen. Ada beberapa hal yang memengaruhi struktur dan
fungsi ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen, yaitu adanya bendungan
total urin yang mengakibatkan distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat
jaringan parut, dll.
5. Klasifikasi infeksi saluran kemih (ISK)
Menurut marlene.2016
a. Pencegahan
Hindari dehidrasi : ajurkan asupan harian (recommended daily allowance,RDA)
cairan pada dewasa aktif sekitar 30 ml/kg/hari.
Hindari konstipasi (perbanyak asupan cairan,serat diet, dan olah raga rekreasional)
Tangani retensi urien, inkontinensia urien atau obstruksi pada saluran keluar kandung
kemih.
Pertimbangan perbaikan sistokel pada wanita pascamenopause penderita
pengosongan kandung kemih tanpa sempurna dan ISK kambuhan.Ajari wanita
mengenai higienis yang baik setelah ke toilet dan berkemih setelah senggama.
Tangani infeksi sejak dini, terutama pada pasien dengan penurunan fungsi imun atau
pasien dengan retensi urien, atau disfungsi berkemih.
Lepas kateter yang yang terpasang dan tangani pasien yang mengalami disfungsi
berkemih dengan program penatalaksanaan alternatif seperti pelatihan kandung
kemih, farmakoterapi untuk inkontinensia urien, kateterisasi intermiten dan/ atau
berkemih terjadwal.
b. Infeksi saluran kemih akut
Penatalaksanaan empiris cukup memadai untuk infeksi yang pertama padawanita
muda yang tidak sehat ; mulai penatalaksanaan empiris sebelum diperoleh hasil kultur
dan sensitivitas untuk infeksi saluran kemih febris atau komplikata
Antipiretika dan rawat inap dengan cairan intravena diperlukan bila pielonefritis
disertai dengan mual dan muntah yang bermakna atau urosepsis.
Pilih antibiotika sesuai laporan kultur dan sensitivitas ( bila anda indikasi), frekuensi
pemberian , risiko vaginitis, biaya yang ditanggung pasien, dan risiko peningkatan
resistensi bakteri ( tabel 14-1).
Tekankan kepatuhan pada pemberian antibiotik ; tangani infeksi non komplikata
selama 3 hari, infeksi komplikasi selama 7 hari, dan ISK febris selama 14 hari.
Penanganan suplemen antibiotika dengan analgesik sistem Perkemihan (pyridium
tersedia sebagai obat yang dijual bebas) atau obat kombinasi, seperti Urised.
Mulai penanganan profilaksis menggunakan krem antijamur pada wanita dengan
riwayat vaginitis saat mendapatkan terapi antibiotika, kecuali bila diberikan
nitrofurantoin.
Dorong asupan cairan yang memadai; hindari iritan kandung kemih.
B. GLOMERULONEFRITIS AKUT & KRONIS
Glomerulonephritis kronis
1. Definisi glomerulonephritis kronis
Glomerolusnefritis kronis adalah suatu kondisi peradangan yang lama dari sel-sel
glomerolus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerolonefritis akut yg tidak membaik
atau timbul secara spontan. (Muttaqin, Arif & Sari,Kumala, 2011)
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel - sel
glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak
membaik atau timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul
beberapa tahun setelah cidera dan peradangan glomerulus sub klinis yang disertai
oleh hematuria (darah dalam urin) dan proteinuria (protein dalam urin) ringan,
yang sering menjadi penyebab adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik. Hasil
akhir dari peradangan adalah pembentukan jaringan parut dan menurunnya fungsi
glomerulus. Pada pengidap diabetes yang mengalami hipertensi 13 ringan, memiliki
prognosis fungsi ginjal jangka panjang yang kurang baik. ( Corwin, Elizabeth, J.
2000)
Glomerulonefritis kronis (GNK) adalah suatu kondisi peradangan yang lama dari
sel-sel glomerulus dengan diagnosis klinis berdasarkan ditemukannya hematuria dan
proteinuria yang menetap. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang
tidak membaik atau timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronis sering timbul
beberapa tahun setelah cedera dan peradangan glomerulus subklinis yang disertai oleh
hematuria (darah dalam urine) dan proteinuria (protein dalam urine) ringan (Mutaqqin
dan Sari, 2012; Mansjoer, et al., 2000). Jalan penyakit GNK dapat berubah-ubah. Ada
pasien yang mengalami gangguan fungsi minimal dan merasa sehat. Perkembangan
penyakitnya juga perlahan. Walaupun perkembangan penyakit GNK perlahan atau cepat,
keduanya akan berakhir pada penyakit ginjal tahap akhir (Baradero, 2008).
Awalnnya mungkin seperti glomerulonefritis akut atau tampak sebagai tipe reaksi
antigen–antibody yang lebih ringan, kadang–kadang sangat ringan sehingga terabaikan.
Setelah kejadian berulangnya infeksi ini, ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar
seperlima dari ukuran normal dan terdiri dari jaringan fibrosa yang luas. Korteks
mengecil menjadi lapisan yang tebalnya 1 sampai 2 mm atau kurang. Berkas jaringan
parut merusak sisa korteks, menyebabkan permukaan ginjal kasar dan irreguler. Sejumlah
glomeruli dan tubulusnya berubah menjadi jaringan parut, dan cabang–cabang arteri renal
menebal. Akhirnya terjadi kerusakan glomerulus yang parah, menghasilkan penyakit
ginjal tahap akhir (ESRG) (Smeltzer, 2001:hlm. 1440).
Warna
Secara abnormal warna urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus, bakteri,
lemak, fosfat atau uratsedimen. Warna urine kotor, kecoklatan menunjukkan
adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
Volume urine
Biasanya kurang dari 400 ml/24 jam bahkan tidak ada urine (anuria)
Berat jenis
Kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
Osmolalitas
Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal tubular dan rasio
urin/serum sering 1:1
Protein
Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan kerusakan glomerulus
bila SDM dan fragmen juga ada
Klirens kreatinin
Agak menurun
Natrium
Lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium
b. Ketika gagal ginjal terjadi dan filtrasi glomerulus menurun dibawah 50ml/menit(N :
100-120ml/menit,1,67-2,00 ml/detik,maka terjadi perubahan :
4) Pemeriksaan urin menunjukkan jumlah urin menurun, Berat jenis urine meningkat.
Medik
Keperawatan
a. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu dahulu dianjurkan selama 6-8 minggu.
f. Bila anuri berlangsung lama (5-7) hari, maka ureum harus dikeluarkan dari dalam
darah. Dapat dengan cara peritoneum dialisis, hemodialisis, transfusi tukar dan
sebagainya.
g. Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini
pemberian furosemid (lasix) secara intravena (1 mg/kg BB/kali) dalam 5-10 menit tidak
berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.
Glomerulonephritis akut
Pada penelitian insidensi di Amerika, GNPSA ditemukan pada 10% anak dengan
faringitis dan 25% anak dengan impetigo. Salah satu studi menemukan bahwa faktor
predominan untuk GNPSA pada anak adalah faringitis. Penyakit ini paling sering
menyerang anak dalam rentang umur 2-12 tahun. Penelitian menunjukkan bahwa 5%
anak yang terkena berusia di bawah 2 tahun dan10% adalah orang dewasa dengan usia di
atas 40 tahun. Anak laki-laki memiliki resiko dua kali lebih besar untuk terkena GNPSA
dibanding anak perempuan. Tidak ada predileksi ras dan genetik.
Faktor penyebab yang mendasari sindrom ini secara luas dapat dibagi menjadi
kelompok infeksi dan noninfeksi.
a. Infeksi :
1)Infeksi streptokokus terjadi sekitar 5-10 % pada orang dengan radang
tenggorokan dan 25 % pada mereka dengan infeksi kulit. Penyebab nonstreptokokus
meliputi bakteri, virus, dan parasit.
Bakteri :
Virus :
Parasit :
b. Noninfeksi :
b.Varicella
c.Epstein barr
d.Hepatitis B
e.Inveksi hiv
f.Gondongan
Periode laten berkisar 10 atau 21 hari setelah infeksi tenggorok atau kulit.
Manifestasi klinis GNA sangat bervariasi, mulai dari yang ringan atau tanpa gejala
sampai yang berat. Gejala pertama yang paling sering ditemukan adalah edema atau
sembab palpebra. Hematuria berat sering menyebabkan orangtua membawa anaknya
berobat ke dokter. Penimbunan cairan disertai pembengkakan jaringan (edema) terjadi di
sekitar wajah dan kelopak mata (infeksi post streptokokal). Pada awalnya edema timbul
sebagai pembengkakan di wajah dan kelopak mata, tetapi selanjutnya lebih dominan di
tungkai dan bisa menjadi hebat (Lumbanbatu SM, 2003).
Edema (perifer atau periorbital), 85% ditemukan pada anakanak, edema bisa
ditemukan sedang sampai berat. Menurut penelitian yang dilakukan di RSCM Jakarta
mengenai gambaran klinis GNAPS pada anak didapatkan bahwa edema merupakan
manifestasi klinis yang sering ditemukan yaitu sekitar 87%, dan kadang-kadang disertai
edema paru (14%) atau gagal jantung kongestif (2%) (Pardede SO, 2005).
Gejala lain yaitu hematuria atau kencing yang mengandung darah baik secara
makroskopik maupun mikroskopik. Hematuria makroskopis yang tidak disertai rasa nyeri
merupakan gejala yang sering ditemukan. Gross hematuria terjadi pada 3050 % pasien
yang dirawat (Sekarwana HN, 2001). Hematuria mikroskopis umumnya didapatkan pada
semua pasien. Eritrosit pada urin terdapat pada 60-85% kasus, menunjukkan adanya
perdarahan glomerulus (Fairly KF, 1991).
Oligouri atau volume kencing yang sedikit ditemukan pada 69% kasus GNAPS di
RSCM tahun 2005. Oligouri atau anuria timbul akibat terjadinya penurunan filtrasi
glomerolus ginjal (Pardede SO, 2005). Hipertensi ditemukan pada hampir semua pasien
GNAPS, biasanya ringan atau sedang. Hipertensi pada GNAPS dapat mendadak tinggi
selama 3-5 hari. Setelah itu tekanan darah menurun perlahan-lahan dalam waktu 1-2
minggu (Lumbanbatu, 2003). Variasi lain yang tidak spesifik bisa dijumpai seperti
demam, malaise, nyeri, nafsu makan menurun, nyeri kepala, atau lesu (Noer MS, 2002).
a.Congenital (herediter)
1)Sindrom Alport
Sinroma nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum lahir.
Gejala proteinuria massif, sembab dan hipoalbuminemia kadang kala baru
terdeteksi beberapa minggu sampai beberapa bulan kemudian. Proteinuria
terdapat pada hamper semua bayi pada saat lahir, juga sering dijumpai hematuria
mikroskopis. Beberapa kelainan laboratories sindrom nefrotik (hipoproteinemia,
hiperlipidemia) tampak sesuai dengan sembab dan tidak berbeda dengan sindrom
nefrotik jenis lainnya.
b. Glomerulonefritis Primer
1) Glomerulonefritis membranoproliferasif
2) Glomerulonefritis membranosa
c. Glomerulonefritis sekunder
a. Urinalisis: hematuria , proteinuria, endapan sel darah merag, sel darah putih, epitel sel
renal, dan berbagai endapan dalam sedimen.
b.Radiologi : ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat komplikasi yang
terjadi.
c.Foto polos abdomen : untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu atau obstruksi).
Dehidrasi dapat memperburuk keadaan ginjal, oleh karena itu penderita diharapkan tidak
puasa.
d.USG : untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal.
e.IVP (Intra Vena Pielografi) : untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan
ini beresiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu. Misal : DM, usia lanjut, dan
nefropati asam urat.
f.Darah: peningkatan BUN dan kreatinin, albumin rendah, lipid meningkat, titer
antistreptolysin meningkat (dari reaksi organism streptokokus)
g.Renogram : untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan.
j.Biopsi ginjal dengan jarum pada ginjal, sumbatan kapiler glomerulus dari proliferasi sel
endotetelial
9. Penatalaksanaan
Tindakan umum pasien glomerolunefritis akut adalah istirahat di tempat tidur sampai
gejala edema dan kongesti vaskuler (dispneu, edema paru, kardiomegali, hipertensi)
menghilang, kirakira selama 3-4 minggu. Diit yang berupa pembatasan masukan garam
(0,5-1 gr/hari) dan cairan selama edema, oligouria atau gejala vaskuler dijumpai. Protein
dibatasi (0,5/KgBB/hari) bila kadar ureum diatas 50 gr/dL. Pengobatan dengan diuretika
untuk penanggulangan edema dan hipertensi ringan disamping diit rendah garam,
diberikan furosemide (1-2) mg/KgBB/hari oral dibagi atas 2 dosis sampai edema dan
tekanan darah turun (Lumbanbatu SM, 2003). Antihipertensif diberikan pada hipertensi
sedang dan berat. Hipertensi sedang (tekanan darah sistolik > 140 –150 mmHg dan
diastolik > 100 mmHg) diobati dengan pemberian hidralazin oral atau intramuskular
(IM), nifedipin oral atau sublingual. Pada hipertensi berat diberikan hidralazin 0,15-0,30
mg/kbBB intravena, dapat diulang setiap 2-4 jam atau reserpin 0,03-0,10 mg/kgBB (1-3
mg/m2) iv, atau natrium nitroprussid 1-8 m/kgBB/menit. Pada krisis hipertensi (sistolik
>180 mmHg atau diastolik > 120 mmHg) diberi diazoxid 2-5 mg/kgBB iv secara cepat
bersama furosemid 2 mg/kgBB iv. Pilihan lain, klonidin drip 0,002 mg/kgBB/kali,
diulang setiap 4-6 jam atau diberi nifedipin sublingual 0,25-0,5 mg/kgBb dan dapat
diulang setiap 6 jam bila diperlukan. Pada hipertensi ringan (tekanan darah sistolik 130
mmHg dan diastolik 90 mmHg) umumnya diobservasi tanpa diberi terapi (Noer MS,
2002).
C. SYNDROM NEFROTIK
Sindrom nefrotik merupakan suatu penyakit glomerular yang ditandai dengan edema,
proteinuria masif >3,5 gram/hari, hipoalbunemia <3,5 gram/hari, hiperkolesterolemia dan
lipiduria. (Kodner, 2016)
Insiden sindrom nefrotik pada dewasa terjadi 3 per 100.000 populasi. Rata – raa 80%-
90% kasus sindrom nefrotik pada dewasa penyebabnya masih belum diketahui. Nefropati
membranosa merupakan penyebab paling sering pada ras kulit putih dan glomerulosklerosis
fokal segmental paling sering terjadi pada ras kulit hitam, dimana setiap gangguan tersebut rata –
rata 30% hingga 35% kasus pada dewasa. Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh
glomerulonefritis primer dan sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan ikat, obat
atau toksin dan akibat penyakit sitemik. (Charles, 2009)
Penyebab Sindrom Nefrotik sangat luas maka anamnesis dan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan urin termasuk pemeriksaan sedimen perlu dengan cermat. Pemeriksaan kadar
albumin dalam serum, kolesterol dan trigliserid juga membantu penilaian terhadap sindrom
nefrotik. Anamnesis penggunaan obat, kemungkinan berbagai infeksi dan riwayat penyakit
sistemik lain perlu diperhatikan. Manajemen dari Sindrom nefrotik yaitu mengatasi
penyababnya, memberikan terapi berdasarkan gejalanya serta pada beberapa kasus diberikan
agen immunosuppressant. (Kharisma, 2017)
Anamnesis pada pasien sindrom nefrotik dengan keluhan yang sering didapat yaitu
edema atau bengkak. Edema biasanya berawal pada area ekstremitas bawah seperti kedua
kaki dengan tekanan hidrostatik intravaskuler yang tinggi.
2) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakaukan pada sindrom nefrotik adalah sebagai
berikut :
a. Urinalisis dan biakan urin, dilakukan jika terdapat gejala klinis yang mengarah
pada infeksi saluran kemih (ISK).
b. Protein urin kuantitatif ; Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan urin 24 jam
atau rasio protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari,pemeriksaan ini bertujuan
untuk mengetahui derajat dari proteinuria.
c. Pemeriksaan darah ; Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis
leukosit, trombosit, hematokrit, LED), Albumin dan kolesterol serum, Ureum,
kreatinin, dan klirens kreatinin. (UKK Nefrologi IDAI,
2014)
d. Pemeriksaan Radiologi ; dapat dilakukan USG ginjal untuk mengidentifikasi
trombosis vena renalis jika terdapat indikasi curiga adanya keluhan nyeri pinggang
(flank pain), hematuria atau gagal ginjal akut.
e. Pemeriksaan Histopatologi; pada pemeriksaan ini dapat dilakukan biopsi ginjal,
pemeriksaan ini direkomendasikan pada pasien sindrom nefrotik untuk
mengkonfirmasi subtipe penyakitnya atau untuk konfirmasi diagnosis. Meskipun
begitu, belum ada guidline yang pasti menjelaskan kapan biposi ginjal di indikasikan.
(Charles, 2009)
5. Manajemen syndrome nefrotik
Manajemen dari Sindrom nefrotik yaitu mengatasi penyababnya, memberikan
terapi berdasarkan gejalanya serta pada beberapa kasus diberikan agen
immunosuppressant jika terdapat masalah di ginjal.
a. Manajemen Non-Farmakologis
1) Nutrisi dan Cairan
Karena adanya mekanisme retensi natrium pada sindrom nefrotik, maka beberapa
literatur merekomendasikan diet natrium yang dibatasi agar kurang dari 3
gram/hari dan diet cairan < 1500 ml/hari. Diet rendah garam diberikan untuk
menurunkan derajat edema dan sebaiknya kurang dari 35% kalori berasal dari
lemak untuk mencegah obesitas selama terapi steroid dan mengurangi
hiperkolesterolemia.(Kodner, 2016) Pasien disarankan untuk istirahat, retriksi
asupan protein dengan diet protein 0,8 gram/kgBB/hari serta ekskresi protein
urin/24 jam dan jika fungsi ginjal menurun maka diet disesuaikan hingga 0,6
gram/kgBB/hari disertai ekskresi protein dalam urin/24 jam kemudian diet rendah
kolesterol <600 mg/hari dan berhenti merokok. (PPK PAPDI, 2015)
Farmakologis
1) Direutik
Pasien dengan nefrosis resisten terhadap diuretik, bahkan jika filtrasi
glomerulus tingkat normal. Loop diuretik bekerja pada ginjal tubulus dan harus
terikat protein agar efektif. Protein serum yang berkuran pada sindrom nefrotik
akan membatasi efektivitas loop diuretik, dan pasien mungkin memerlukan lebih
tinggi dari dosis normal. Mekanisme lain untuk resistensi diuretik juga
dimungkinkan terjadi, diuretik loop oral dengan administrasi dua kali sehari
biasanya lebih disukai karena mekanisme aksinya memiliki durasi yang lebih
lama. Namun, pada sindrom nefrotik dan edema yang parah,penyerapan diuretik
gastrointestinal mungkin tidak pasti karena dinding usus edema, dan diuretik
intravena mungkin diperlukan. Diuresis harus relative bertahap dan dipandu oleh
penilaian berat badan harian, dengan target 1 hingga 2 kg per hari.
Furosemide (Lasix) pada 40 mg per oral dua kali setiap hari atau
bumetanide
1 mg dua kali sehari merupakan dosis awal yang masuk akal, dengan perkiraan
menggandakan dosis setiap satu hingga tiga hari jika ada peningkatan yang tidak
memadai pada edema atau bukti lain adanya kelebihan cairan. Batas atas
perkiraan untuk furosemide adalah 240 mg per dosis atau total 600 mg per hari,
tetapi tidak ada bukti atau alasan yang jelas untuk batas ini. Jika masih ada
kekurangan respon klinis, pasien dapat dirawat dengan mengubah ke diuretik loop
intravena, menambahkan diuretik tiazid oral, atau memberikan bolus intravena
20% albumin manusia sebelum bolus diuretik intravena. (Kahrisma, 2017)
2) ACE-Inhibitor
Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor menunjukkan dapat menurunkan
proteinuria dengan menurunkan tekanan darah, mengurangi tekanan
intraglomerular dan aksi langsung di podosit, dan mengurangi risiko progresifitas
dari gangguan ginjal pada pasien sindrom nefrotik sekunder.Dosis yang
direkomendasikan masih belum jelas, tapi pada umumnya digunakan enalapril
dengan dosis 2,5 – 20 mg/hari. (Charles, 2009)
3) Terapi Kortikosteroid
Yang digunakan sebagai immunosupressan pada sindrom nefrotik adalah
golongan glukokortikoid yaitu prednison, prednisolon dan metilprednisolon.
Penatalaksanaan sindrom nefrotik dengan kortikosteroid yaitu :
a. Sebelum pemberian kortikosteroid perlu dilakukan skrining untuk menentukan
ada tidaknya TBC
b. Pengobatan dengan prednison secara luas menggunakan standar dari ISKDC
yaitu :
4 minggu pertama diberikan prednison 60 mg/hari (2 mg/kgBB) dibagi dalam
3-4 dosis sehari. Dosis ini diteruskan selama 4 minggu tanpa memperhatikan
adanya remisi atau tidak (maksimum 80 mg/hari)
4 minggu kedua diberikan prednison diteruskan dengan dosis 40 mg/hari,
diberikan dengan cara intermiten, yaitu 3 hari berturut turt dalam 1 minggu
dengan dosis tunggal setelah makan pagi atau alternate (selang 1 hari dengan
dosis tunggal setelah makan pagi)
Tappering off prednison pelan – pelan diturunkan setiap minggu nya menjadi
30 mg, 20 mg, 10 mg/hari diberikan secara intermiten atau alternate.
Jika terjadi relapse maka pengobatan diulangi dengan cara yang sama. (UKK
Nefrologi IDAI, 2014)
4) Terapi Hiperlipidemia
Beberapa studi menyatakan bahwa terdapat peningkatan risiko atherogenesis atau
miokard infark pada pasien dengan sindrom nefrotik yang berkaitan dengan
peningkatan level lipid. Sehingga disarankan untuk pemberian hipolipidemic
agents pada pasien sindrom nefrotik. (Charles, 2009)
5) Terapi Antibiotik
Terapi ini digunakan jika pasien sindrom nefrotik mengalami infeksi, infeksi
tersebut harus di atasi dengan adekuat untuk mengurangi morbiditas. Jenis
antibiotik yang banyak dipakai yaitu golongan penisilin dan sefalosporin.(Floege,
2015)
6) Antikoagulan
Tidak ada rekomendasi dari studi terbaru mengenai antikoagulan sebagai
profilaktik untuk mencegah adanya tromboemboli pada pasien sindrom nefrotik
yang tanpa riwayat tromboemboli sebelumnya. Sedangkan terapi antikoagulan
dapat diberikan pada pasien sindrom nefrotik dengan Riwayat tromboemboli
sebelumnya sebagai profilaksis.(Charles, 2009)
6. Komplikasi syndrome nefrotik
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan sindrom nefrotik:
Keseimbangan Nitrogen Negatif
Proteinuria masif akan menyebabkan keseimbangan nitrogen menjadi negatif,
yang secara klinis dapat diukur dengan kadar albumin plasma. Diet tinggi protein
tidak terbukti memperbaiki metabolisme albumin karena respon hemodinamik
terhadap asupan yang meningkat adalah meningkatnya tekanan glomerulus yang
menyebabkan kehilangan protein dalam urin yang semakin banyak. Diet rendah
protein akan mengurangi proteinuria namun juga menurunkan kecepatan sintesis
albumin dan dalam jangka panjang akan meningkatkan risiko memburuknya
keseimbangan nitrogen negatif.
Hiperkoagulasi
Komplikasi tromboemboli sering ditemukan pada sindrom nefrotik akibat
peningkatan koagulasi intravaskular. Kadar berbagai protein yang terlibat dalam
kaskade koagulasi terganggu pada sindrom nefrotik serta agregasi paltelet ikut
meningkat. Gangguan koaglasi yang terjadi disebabkan oleh peningkatan sisntesis
protein oleh hati dan kehilangan protein melalui urin.
Hiperlipidemia dan lipiduria
Merupakan keadaan yang serig menyertai sindrom nefrotik. Respon
hiperlipidemik sebagian dicetuskan oleh menurunnya tekanan onkotik plasma, serta
derajat hiperlipidemia berbanding terbalik dan berhubungan erat dengan menurunnya
tekanan onkotik. Kondisi hiperlipidemia dapat reversibel seiring dengan resolusi dari
sindronefrotik yang terjadi baik secara spontan maupun diinduksi dengan obat.
Gangguan metabolisme kalsium dan tulang
Vitamin D yang terikat protein maka akan diekskresikan melalui uring sehingga
terjadi penurunan kadar plasma. Kadar 25(OH)D dan 1,25 (OH)2D plasma juga ikut
menurunan sedangkan kadar vitamin D bebas tidak mengalamu gangguan.
Infeksi
Infeksi merupakan penyebab tersering terjadinya kematian pada sindrom nefrotik
terutama oleh organisme berkapsul. Infeksi pada sindrom nefrotik terjadi akibat defek
imunitas humoral, seluler dan gangguan Sistema komplemen. (PAPDI, 2014)
7. Prognosis syndrome nefrotik
Prognosis pada sindrom nefrotik sangat bergantung dari penyebab dasarnya,
pemeriksaan histologi dan faktor risiko dari pasien. Meskpiun sebagia besar pasien
membaik dengan terapi suportif dan tidak memerlukan terapi spesifik,akan tetapi ada
beberapa yang memburuk secara agresif sehingga memerlukan terapi spesifik. (Kodner,
2016)
D. GAGAL GINJAL
Dari data yang dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-
2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonelritis (25%), diabetes
melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%) (Sudoyo & Aru, 2006)
1. Glomerulonelritis
2. Diabetes Mellitus
3. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan tekanan darah diastolik
> 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi.
4. Ginjalpolikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material
yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan
kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain
oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau
penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling sering
didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik
dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar baru
bermanilestasi pada usia di atas 30 tahun.
Menurut Bayhakki (2013), patogenesis gagal ginjal kronik melibatkan penurunan dan
kerusakan nefron yang diikuti kehilangan fungsi ginjal yang progresif. Total laju filtrasi
glomerulus (LFG) menurun dan klirens menurun, BUN dan kreatinin meningkat. Nefron
yang masih tersisa mengalami hipertrofi akibat usaha menyaring jumlah cairan yang lebih
banyak. Akibatnya, ginjal kehilangan kemampuan memekatkan urine. Tahapan untuk
melanjutkan ekskresi, sejumlah besar urine dikeluarkan, yang menyebabkan klien mengalami
kekurangan cairan. Tubulus secara bertahap kehilangan kemampuan menyerap elektrolit.
Biasanya, urine yang dibuang mengandung banyak sodium sehingga terjadi poliuri
(Veronika, 2017).
Pada gagal ginjal kronik, fungsi ginjal menurun secara drastis yang berasal dari
nefron. Insifisiensi dari ginjal tersebut sekitar 20% sampai 50% dalam hal GFR (Glomerular
Filtration Rate). Pada penurunan fungsi rata-rata 50% , biasanya muncul tanda dan gejala
azotemia sedang, poliuri, nokturia, hipertensi dan sesekali terjadi anemia. Selain itu, selama
terjadi kegagalan fungsi ginjal maka keseimbangan cairan dan elektrolit pun terganggu. Pada
hakikatnya tanda dan gejala gagal ginjal kronis hampir sama dengan gagal ginjal akut, namun
awitan waktunya saja yang membedakan. Perjalanan dari gagal ginjal kronis membawa
dampak yang sistemik terhadap seluruh sistem tubuh dan sering mengakibatkan komplikasi.
Komplikasi yang dapat dtimbulkan dar penyakit gagal ginjal kronik adalah
(Baughman, 2000):
1. Penyakit tulang
Penurunan kadar kalsium (hipokalsemia) secara langsung akan mengakibatkan
dekasifilkasi matriks tulang, sehinggal tulang akan menjadi rapuh (osteoporosis) dan jika
berlangsung lama makan menyebabkan phatologis.
2. Penyakit Kardiovaskuler
Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik akan berdampak secara sistemik berupa
hipertensi, kelainan lipid, inteloransi glukosa, dan kelainan himodinamik (sering terjadi
hipertrofi ventrikel kiri).Selain berfungsi sebagai sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam
rangkaian hormonal (endokrin). Sekresi eritropoetin yang mengalami defisiensi di ginjal
akan mengakibatkan penurunan hemoglobin.
3. Disfungsi seksual
Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering mengalami penurunan dan
terjadi impotensi pada pria. Pada wanita, dapat terjadi hiperprolaktinemia.
5. Manifestasi klinis gagal ginjal kronis
Tanda-tanda awal:
a. Kehilangan energi normal
b. Peningkatan keletihan pada saat melakukan aktivitas fisik
c. Pucat, gejala tidak jelas (mungkin tidak disadari)
d. Kenaikan tekanan darah (kadang-kadang
Tanda dan gejala lainnya:
a. Penurunan berat badan
b. Edema fasialis
c. Perasaan tidak enak badan
d. Nyeri tulang atau persendian
e. Retardasi pertumbuhan
f. Kulit menjadi kering atau gatal
g. Kulit tampak memar
h. Gangguan sensorik atau motorik (kadang-kadang)
i. Amenore sering terjadi pada remaja puteri)
j. Sindrom uremik
Gangguan ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) merupakan suatu masalah
kesehatan yang ada pada masyarakat dengan jumlah angka kejadian yang terus naik. Insiden
gangguan ginjal akut dibeberapa negara terdapat 200 khasus setiap satu juta penduduk dalam
satu tahun (Delima & Tjitra, 2017).
Penyakit gagal ginjal akut adalah penyakit yang diakibatkan oleh penurunan secara
progresif pada peran organ ginjal dalam rentan waktu beberapa bulan. Gagal ginjal akut
(GGA) sendiri ditandai dengan menurunnya Glomerular Filtration Rate (GFR) yang kurang
dari 60ml/min/1,73 meter persegi selama kurang dari 3 bulan (Kementerian Kesehatan,
2017).
Gagal ginjal akut yaitu suatu sindrom dalam bidang nefrologi yang dalam 15 tahun
terakhir menunjukan peningkatan insiden (Rudy Hartyono, 2013).
Menurut Handono (2016) Penyakit Gagal ginjal akut adalah penurunan dari beberapa
fungsi yaitu fungsi ekskresi, fungsi pengaturan, fungsi hormonal dan ginjal secara progresif.
Penyakit gagal ginjal akut baik stadium awal maupun stadium akhir memerlukan perhatian
khusus karena memerlukan perawatan dan penanganan khusus untuk hemodialisis atau
tranplatasi ginjal (Arinta, Rihiantoro, & Hardono, 2013).
Menurut Hit el al (2016) dari hasil prevalensi Global Burden of Desease penyakit
gagal ginjal akut menempati urutan kedua puluh tujuh sebagai penyebab kematian di dunia
yang terjadi pada tahun 1990 dan urutan tersebut naik menjadi kedelapan belas pada tahun
2010. Sekitar 2.622.000 orang sedang menjalankan pengobatan penyakit ginjal akut,
2.029.000 orang melakukan pengobatan dialisis, dan sisanya 593.000 orang menjalani
trasplatasi ginjal. Hasil riset kementerian kesehatan pada tahun 2013, menunjukan bahwa
0,2% orang di Indonesia telah terdiagnosis GGA stadium V, dan 0,3% orang berada di Jawa
timur. Hasil riskesdas pada tahun 2013 terjadi peningkatan prevalensi berkaitan dengan
bertambahnya umur yang tajam pada kelompok rentan umur 35-44 tahun dibandingkan
kelompok rentan umur 25-34 tahun. Keseluruhan jumlah ini akan terus meningkat sebanding
dengan adanya peningkatan populasi penduduk, jumlah lanjut usia, dan jumlah pasien
hipertensi dan diabetes (Kamasita et al., 2018).
Penderita gagal ginjal pada dasarnya memiliki kemungkinan kematian. Pasien gagal
ginjal terminal atau End Stage Renal Deasase tidak akan bertahan lama tanpa menjalani
terapi pengganti ginjal (Hemodialisa) karena selain mencegah kematian, terapi hemodialisis
dapat menambah usia harapan hidup. Hemodialisa juga tidak akan menyembuhkan atau
mengobati pasien gagal ginjal, namun sebaliknya masalah komplikasi dan perubahan pada
bentuk dan fungsi sistem di tubuh juga akan bertambah (Juwita & Kartika, 2018).
Pada pasien yang menjalani hemodialisa secara umum akan mengalami kecemasan
untuk dapat bertahan hidup dengan menggunakan mesin dialisis. Hal tersebut akan
memunculkan pemikiran dalam diri pasien bahwa dirinya terancam dan mengurangi harapan
hidup lebih lama, pasien akan mengalami ketakutan bahwa umurnya tidak akan lama lagi dan
pemikiran ini akan menimbulkan konflik pada keluarga (Patimah, S, & Nuraeni, 2015).
Jika pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa berada di situasi yang
mengancam, maka respon koping kecemasan akan terbentuk. Ada dua macam mekanisme
koping yaitu mekanisme adaptif dan mekanisme maladaptif. Apabila pasien memiliki koping
yang adaptif maka kecemasan akan diturunkan dan energi yang ada akan diubah untuk
istirahat dan penyembuhan. Apabila pasien memiliki koping maladaptif maka pasien akan
cenderung menggunakan koping mekanisme maladaptif sehingga menimbukan ketegangan
yang semakin meningkat, kebutuhan energi, respon pikiran dan tubuh juga akan meningkat
(Fay & Istichomah, 2017).
Perasaan cemas pada pasien yang menjalani terapi hemodialisa akan sangat sering
ditemukan dan akan menjadi masalah psikologis bagi pasien gagal ginjal akut itu sendiri.
Cemas adalah respon emosional terhadap berbagai macam stressor baik yang jelas ataupun
tidak teridentifikasikan secara tidak menyenangkan yang di tandai dengan perasaan khawatir,
takut serta perasaan yang terancam (Patimah et al., 2015).Penting untuk perawat
memperhatikan karakteristik pasien karena dapat mempengaruhi psikologis pasien ketika
mendengar ketetapan dan mendapatkan terapi HD. Hal tersebut juga dapat mempengaruhi
langkah yang pasien pilih dalam mengobati penyakitnya (Sopha & Wardhani, 2016).
Kondisi klinis yang dapat menyebabkan terjadinya GGA dapat dipengaruhi oleh
ginjal sendiri dan oleh faktor luar.
Umumnya gagal ginjal akut terjadi disebabkan oleh penurunan dan kerusakan nefron
yang mengakibatkan fungsi ginjal yang progresif menghilang. Total laju filtrasi glomerolus
(GFR) dan klirens mengalami penurunan sedangkan terjadi peningkatan pada Blood urea
nitrogen dan kreatin. Kemudian nefron yang masih ada menjadi hipertrofi karena fungsinya
untuk menyaring menjadi lebih banyak. Hal ini berakibat pada ginjal, dimana ginjal
kehilangan kemampuan dalam mengentalkan urine. Ditahap ekskresi urine dikeluarkan
dalam jumlah besar sehingga pasien mengalami kehilangan cairan. Tubulus pada akhirnya
akan kehilangan kemampuan dalam menerima elektrolit dan urine yang dibuang
mengandung banyak sodium yang mengakibatkan terjadinya poliuri (Bayhakki,2013) dalam
(Khanmohamadi, 2014).
Penyakit gagal ginjal merupakan penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Namun
terdapat beberapa cara untuk mengobati gagal ginjal yang secara khusus bertujuan untuk
mengurangi resiko munculnya penyakit lain yang berpotensi menambah masalah bagi pasien.
Beberapa pengobatanya yaitu :
1) Oliguria
1) nausea.
2) vomitus
3) keadaan mengantuk
4) edema
5) hipertensi
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sistem perkemihan bekerja sebagai filter, membuang racun dan limbah dari tubuh
melalui urine. Ini melibatkan serangkaian tabung dan saluran untuk mengeluarkan limbah ini.
Tabung ini terhubung ke pembuluh darah dan sistem pencernaan. Sistem perkemihan membantu
seluruh tubuh bekerja dengan baik. Sistem ini meliputi ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra.
Masalah kemih yang paling umum adalah infeksi kandung kemih dan infeksi saluran kemih
(ISK).
Infeksi saluran kemih adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk mengatakan adanya
infasi mikroorganisme pada saluran kemih. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan
adanya infeksi bakteri pada saluran kemih. Infeksi saluran kemih dapat mengenai laki-laki
maupun perempuan dari semua umur.Akan tetapi secara jenis kelamin ternyata wanita lebih
sering terinfeksi dari pada pria dengan angka populasi umur, kurang lebih 5-15 %. Infeksi
saluran kemih pada bagian tertentu di saluran perkemihan yang disebabkan oleh bakteri terutama
Echerichia coli; risiko dan beratnya meningkat dengan kondisi seperti refluks vesikouretral,
obstruksi saluran perkemihan, statis perkemihan, pemakaian instrumen uretral baru, septikemia.
Infeksi traktus urianarius pada pria merupakan akibat menyebarnya infeksi yang berasal dari
uretra seperti juga wanita.Namun demikian, panjang uretra dan jauhnya jarak antara uretra dari
rektum pada pria dan adanya bakterisidal dalam cairan prostatik melindungi pria dari infeksi
traktus urinarius.Akibatnya, ISK pada pria jaraang terjadi. Namun, ketika gangguan ini terjadi,
kali ini menunjukan adanya abnormalitas fungsi dan struktur dari traktus urianrius.
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel - sel glomerulus.
Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul
secara spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun setelah cidera dan
peradangan glomerulus sub klinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urin) dan
proteinuria (protein dalam urin) ringan, yang sering menjadi penyebab adalah diabetes
mellitus dan hipertensi kronik.
Sindrom nefrotik merupakan suatu penyakit glomerular yang ditandai dengan edema,
proteinuria masif >3,5 gram/hari, hipoalbunemia <3,5 gram/hari, hiperkolesterolemia dan
lipiduria.
Gagal ginjal adalah ketidakmampuan untuk mengekskresikan zat sisa (sampah) tubuh,
meningkatkan urine, dan menyimpan elektrolit. Keadaan ini dapat terjadi secara tiba-tiba (GGA)
sebagai respon terhadap berfungsi darah yang ade kuat, atau dapat terjadi secara perlahan-lahan
(GGK) sebagai akibat dari penyakit atau anomali ginjal yang berlangsung lama.
B. SARAN
Harapan penulis,semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Dengan membaca
dan mempelajari isi makalah ini,diharapkan pengetahuan pembaca tentang patologi dapat
bertambah,serta mengerti tentang akibat dan pengaruh yang di sebabkan oleh patologi system
perkemihan Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini belum sempurna dan masih banyak
terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan
demi perbaikan penulisan yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Aremia vanesha dkk, 2018. MAKALAH GLOMERULONEFRITIS KRONIS, Stikes suaka insan
Banjar masin
Gusti ayu Made Lindya Dewi, 2019. Sindrom Nefrotik, Universitas Udayana, Bali
Hermayanti KDY, 2018. Gambaran Asupan Kalsium dan Fosfor pada Penderita Gagal Ginjal
Kronik, Poltekkes Denpasar, Bali
Made udayati dkk, 2013. Konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan
glomerulonefritis akut, stikes wira medika bali
Mario Denis, 2017. Asuhan Keperawatan Anak Dengan Gagal Ginjal, Universitas Muhamad
Husni Thamrin, Jakarta
Nadia,Nurfaiza,2019. upaya mengatasi kecemasan dalam Hemodialisa pada pasien gagal ginjal
akut, universitas Muhammadiyah Malang.