PELAYANAN KEFARMASIAN
“INFEKSI SALURAN KEMIH”
18 Maret 2022
Penulis,
2
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan yang disebabkan karena
adanya invasi bakteri pada saluran kemih. Infeksi saluran kemih disebabkan oleh
bakteri Escherechia coli, Klebsiella pneumonia dan Pseudomonas aeruginosa.
Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik pria maupun wanita dari semua umur baik
anak, remaja, dewasa maupun umur lanjut. Infeksi saluran kemih mewakili berbagai
macam sindrom, termasuk: uretritis, sistitis, prostatitis, dan pielonefritis. Infeksi
saluran kemih (ISK) adalah infeksi bakteri yang paling sering terjadi dan salah satu
yang paling alasan umum untuk paparan antibiotik, terutama pada wanita usia subur.
Sekitar 60% wanita akan mengalami ISK selama hidup mereka dengan sekitar
seperempat mengalami kekambuhan dalam waktu satu tahun.
Infeksi pada pria terjadi jauh lebih jarang sampai usia 65 tahun pada saat
kejadian tingkat pada pria dan wanita adalah serupa. ISK didefinisikan sebagai
adanya mikroorganisme di saluran kemih yang tidak dapat diperhitungkan dengan
kontaminasi. Organisme yang ada memiliki potensi untuk menyerang jaringan
saluran kemih dan struktur yang berdekatan. Infeksi mungkin terbatas pada
pertumbuhan bakteri dalam urin, yang sering mungkin tidak menimbulkan gejala.
ISK dapat muncul sebagai beberapa sindrom yang terkait dengan respon inflamasi
terhadap invasi mikroba dan dapat berkisar dari bakteriuria asimtomatik (ASB)
hingga pielonefritis dengan bakteremia atau sepsis.
ISK diklasifikasikan berdasarkan ISK bawah dan ISK atas. Biasanya, mereka
telah dijelaskan oleh situs anatomi keterlibatan. Infeksi saluran bawah berhubungan
dengan sistitis (kandung kemih), dan pielonefritis (infeksi yang melibatkan ginjal)
menunjukkan infeksi saluran atas. Juga, ISK ditetapkan sebagai tidak rumit atau
rumit.
3
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana definisi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, diagnosis dan
penatalaksanaan dari penyakit Infeksi Saluran Kemih?
1.3. Tujuan
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Infeksi Saluran kemih (ISK) atau dalam istilah internasional dikenal sebagai
Urinary Tract Infection (UTI) adalah infeksi yang terjadi pada organ dalam sistem
kemih, yaitu ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Pria dan wanita bisa
mengalami infeksi saluran kemih, walaupun wanita lebih rentan mengalaminya
karena pendeknya saluran uretra.
(1) menggigil, demam, nyeri pinggang, sering mual dan muntah (biasanya terkait
dengan pielonefritis akut) dan
(2) disuria, sering atau terburu-buru buang air kecil, nyeri suprapubik, dan hematuria
yang biasanya terkait dengan sistitis (Coyle et al., 2005).
5
B. Klasifikasi
yaitu bila terdapat hal-hal tertentu sebagai infeksi saluran kemih dan kelainan
struktur maupun fungsional yang merubah aliran urin seperti obstruksi aliran urin,
batu saluran kemih, kista ginjal, tumor ginjal, ginjal, residu urin dalam kandung
kemih.
C. Etiologi
Bakteri penyebab ISK biasanya berasal dari flora usus pejamu. Meskipun
hampir setiap organisme dikaitkan dengan ISK, organisme tertentu mendominasi
sebagai akibat dari faktor virulensi tertentu. Penyebab paling umum dari ISK tanpa
komplikasi adalah Escherichia coli, yang menyumbang 80% hingga 90% dari infeksi
yang didapat dari komunitas. Organisme penyebab tambahan dalam Infeksi tanpa
komplikasi termasuk Staphylococcus saprophyticus, Klebsiella pneumoniae, Proteus
spp., Pseudomonas aeruginosa, dan Enterococcus spp. Karena S. epidermidis sering
diisolasi dari saluran kemih, seharusnya awalnya dianggap sebagai kontaminan.
Kultur ulang harus dilakukan untuk membantu mengkonfirmasi organisme sebagai
patogen nyata.
6
Organisme yang diisolasi dari individu dengan infeksi yang rumit lebih
bervariasi dan umumnya lebih resisten daripada yang ditemukan di uncomplicated
infeksi. E. coli adalah patogen yang sering diisolasi, tetapi jumlahnya kurang dari
50% dari infeksi. Organisme lain yang sering diisolasi termasuk Proteus spp., K.
pneumoniae, Enterobacter spp., P. aeruginosa, staphylococci, dan enterococci.
Enterococci merupakan organisme kedua yang paling sering diisolasi di pasien rawat
inap. Sebagian, temuan ini mungkin terkait dengan penggunaan ekstensif antibiotik
sefalosporin generasi ketiga, yang tidak aktif melawan enterokokus. E. faecalis dan
E. faecium yang resisten vankomisin (vankomisin- enterococci resisten) telah menjadi
lebih luas, terutama pada pasien dengan rawat inap jangka panjang atau keganasan
yang mendasari. Tahan vankomisin enterococci adalah masalah terapi dan
pengendalian infeksi utama karena ini organisme yang rentan terhadap beberapa
antimikroba. Infeksi S. aureus mungkin timbul dari saluran kemih, tetapi lebih sering
disebabkan oleh bakteremia menghasilkan abses metastatik di ginjal. Kandida sp.
adalah penyebab umum ISK pada pasien yang sakit kritis dan dengan kateter kronis.
Kebanyakan ISK adalah disebabkan oleh organisme tunggal; Namun, pada pasien
dengan batu, menetap kateter urin, atau abses ginjal kronis, beberapa organisme
mungkin terpencil. Tergantung pada situasi klinis, pemulihan beberapa organisme
dapat mewakili kontaminasi dan evaluasi ulang harus dilakukan.
D. Patofisiologi
Organisme biasanya masuk ke saluran kemih melalui tiga rute: jalur ascending,
hematogen (descending), dan limfatik. Uretra wanita biasanya dikolonisasi oleh
bakteri yang diyakini berasal dari flora tinja. Panjang pendek uretra perempuan dan
kedekatannya dengan daerah perirectal mungkin membuat kolonisasi uretra terjadi.
Faktor-faktor lain yang menyebabkan kolonisasi uretra adalah termasuk penggunaan
spermisida dan diafragma sebagai metode kontrasepsi. Memijat uretra wanita dan
berhubungan seksual memungkinkan bakteri dapat mencapai kandung kemih. Setelah
bakteri mencapai kandung kemih, organisme kemudian berkembang biak dengan
cepat dan dapat naik dari uretra ke ginjal. Urutan kejadian ini lebih mungkin terjadi
7
jika refluks vesicoureteral (refluks urin ke ureter dan ginjal saat berkemih) terjadi.
ISK lebih sering terjadi pada wanita daripada pada pria karena terdapat perbedaan
anatomis di lokasi dan panjang uretra, dimana cenderung mendukung rute naiknya
infeksi sebagai jalur akuisisi utama (Coyle & Prince, 2014)
Rute hematogen terjadi melalui patogen yang dibawa oleh suplai darah (Rose
& Matthias, 2013). Infeksi ginjal oleh penyebaran mikroorganisme secara
hematogen biasanya terjadi sebagai akibat dari penyebaran organisme dari infeksi
primer di dalam tubuh. Infeksi melalui rute desending jarang terjadi dan melibatkan
sejumlah kecil patogen invasif. Bakteremia yang disebabkan oleh S. aureus dapat
menghasilkan abses ginjal. Organisme tambahan lain termasuk Candida spp.,
Mycobacterium tuberculosis, Salmonella spp., dan enterococci. Secara keseluruhan,
kurang dari 5% dari ISK yang didokumentasikan merupakan hasil dari penyebaran
mikroorganisme secara hematogen (Coyle & Prince, 2014). Setelah bakteri
mencapai saluran kemih, tiga faktor yang menentukan perkembangan infeksi adalah:
ukuran inokulum, virulensi mikroorganisme, dan kompetensi mekanisme pertahanan
alami. Kebanyakan ISK mencerminkan kegagalan dalam mekanisme pertahanan
(Coyle & Prince, 2014).
Saluran kemih normal umumnya tahan terhadap invasi oleh bakteri dan efisien
dalam menghilangkan mikroorganisme yang mencapai kandung kemih dengan
cepat. Urin dalam keadaan normal mampu menghambat dan membunuh
mikroorganisme. Faktor-faktor yang dianggap bertanggung jawab termasuk pH
rendah, osmolalitas tinggi, konsentrasi urea yang tinggi, dan konsentrasi asam
organik yang tinggi. (Coyle & Prince, 2014). Selain itu, cairan cairan prostat pada
pria dapat menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan flora normal vagina pada
wanita seperti Lactobacillus spp. dapat mengeluarkan asam laktat, yang dapat
menurunkan pH lingkungan. Ada beberapa faktor host lain yang menghambat faktor
virulensi bakteri. Faktor virulensi ini adalah mekanisme yang digunakan bakteri
untuk menyebabkan infeksi dan/atau memastikan kelangsungan hidup mereka. Yang
pertama adalah glikosaminoglikan, senyawa yang diproduksi oleh tubuh yang
8
melapisi sel epitel kandung kemih. Senyawa ini pada dasarnya memisahkan
kandung kemih dari urin dengan membentuk lapisan pelindung terhadap adhesi
bakteri. Senyawa kedua yang dikenal sebagai protein Tamm Horsfall disekresikan
ke dalam urin dan mencegah E. coli dari ikatan ke reseptor yang ada di permukaan
kandung kemih. Faktor-faktor lain yang terlibat dalam berkontribusi untuk menjadi
mekanisme pertahanan host terhadap ISK termasuk imunoglobulin, khususnya IgA
(Rose & Matthias, 2013).
Gejala klinis infeksi saluran kemih tidak khas dan bahkan pada sebagian pasien tanpa
gejala. Gejala klinis infeksi saluran kemih sesuai dengan bagian saluran kemih yang
terinfeksi sebagai berikut: (Tessy dkk, 2004).
1. Pasien infeksi saluran kemih bagian bawah, keluhan pasien biasanya berupa rasa
sakit atau rasa panas di uretra sewaktu kencing dengan air kemih sedikitsedikit
serta rasa tidak enak di daerah suprapubik.
2. Pasien infeksi saluran kemih bagian atas dapat ditemukan gejala sakit kepala,
malaise, mual, muntah, demam, menggigil, rasa tidak enak, atau nyeri di pinggang.
Selain itu, secara umum gejala dan tanda sebagai berikut :
c. Bisa terjadi pembesaran salah satu atau kedua ginjal. Kadang otot perut
berkontraksi kuat.
d. Bisa terjadi kolik renalis, dimana penderita merasakan nyeri hebat yang
disebabkan oleh kejang ureter. Kejang bisa terjadi karena adanya iritasi akibat
infeksi atau karena lewatnya batu ginjal.
9
e. Pada anak-anak, gejala infeksi ginjal seringkali sangat ringan dan lebih sulit
untuk dikenali.
F. Diagnosis
Diagnosis pada infeksi saluran kemih dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1). Urinalisis
a). Leukosuria
b). Hematuria
2). Bakteriologis
a) Mikroskopis
10
b) Pada pemeriksaan mikroskopis dapat digunakan air kemih segar tanpa
disentrifuse atau pewarnaan Gram. Bakteri dinyatakan positif bermakna
bilamana dijumpai satu bakteri lapangan pandang minyak emersi.
c) Biakan bakteri
G. Penatalaksanaan
1.) Meningkatkan intake cairan 2 – 3 liter/hari bila tidak ada kontra indikasi
Penatalaksanakan Farmakologi
2) Pemberian analgetik dan anti spasmodik untuk mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan oleh penderita, obat golongan venozopyiridine/pyridium untuk
meredakan gejala iritasi pada saluran kemih.
12
memperhitungkan kelarutan obat, perubahan komposisi tubuh, status nutrisi
(kadar albumin), dan efek samping obat (mual, gangguan fungsi ginjal).
2.2. Chystitis
A. Definisi
Chystitis adalah infeksi yang discbabkan bakteri pada kandung kemih, dimana
akan terasa nyeri ketika buang air kecil (disuria), kencing yang tidak tuntas, dan
demam yang harus dicurigai (Gupte, 2004), Sistitis (chystitis) merupakan peradangan
yang terjadi di kantung urinaria, Biasanya terjadi karena infeksi oleh bakteri yang
masuk ke dalam tubuh (Ferdinand & Ariebowo, 2007). Chystitis virus dan kimiawi
harus dibedakan dari chystitis hakterial berdasarkan atas riwayat penyakit dan hasil
biakan urin. Secara radiografi, ginjal hipoplastik dan displastik, atau ginjal kecil
akibat vaskuler, dapat tampak sama dengan pielonefritis kronis. Namun, pada yang
terakhir ini biasanya terdapat refluks vesikureter. Chystitis hemoragik akut sering kali
disebabkan oleh E. Coli, telah dihubungkan juga dengan adenovirus tipe 11 dan 21.
13
Chystitis adenovirus lebih sering terdapat pada laki-laki, sembuh dengan sendirinya,
dan dengan hematuria yang berlangsung kira-kira selama 4 hari.
Chystitis eosinofilik adalah bentuk jarang chystitis yang asalnya tidak jelas
dan kadang- kadang ditemukan pada anak. Gejala umumnya adalah chystitis dengan
hematuria, dilatasi ureter, dan gagalnya pengisian kandung kemih yang disebabkan
oleh masa yang secara histologis terdiri atas infiltrat radang dengan cosinofil
(Behrman dkk, 2000). Chystitis interstisial adalah lesi yang dapat timbul dalam jenis
kelamin mana pun, tetapi lebih lazim terjadi pada wanita. Etiologi tepat kelainan ini
tidak jelas, walaupun dianggap suatu fenomena autoimun. Pasien dengan chystitis
interstisial tampil dengan disuria, frekuensi dan berkemih yang nyeri. Secara
endoskopi ada perdarahan diskrit kecil dengan distribusi bercak-bercak. Pemeriksaan
histologi lesi ini menunjukkan perdarahan, edema, dan infiltrat limfositik (Sabiston,
1994). Sebagian besar terjadi pada wanita perimenopause. Dapat menggambarkan
adanya efek pada epitel transisional (dengan sebab yang tidak pasti). Chystitis
interstisial yang disertai dengan stress incontinence atau inkontinensia urgensi, harus
dipastikan dengan pemeriksaan urodinamik.
B. Klasifikasi
Cystitis dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu Cystitis primer dan Cystitis
sekunder. Cystitis primer merupakan radang yang mengenai kandung kemih radang
ini dapat terjadi karena penyakit lain, seperti batu pada kandung kemih, divertikel/
penonjolan mukosa buli, hipertropi prostat dan striktur uretra (penyempitan akibat
dari adanya pembentukan jaringan fibrotik/jaringan parut pada uretra atau daerah
urethra). Sedangkan cystitis sekunder merupakan gejala yang timbul kemudian
sebagai akibat dari penyakit primer misalnya uretritis peradangan yang terjadi pada
uretra dan prostatitis peradangan yang terjadi pada prostat (Benson & Pernoll, 2009).
Menurut Taber (1994), cystitis dibedakan menjadi dua, yaitu tipe infeksi dan
tipe non infeksi. Tipe infeksi disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit.
14
Sedangkan tipe non infeksi disebabkan oleh bahan kimia, radiasi, dan interstisial
(tidak diketahui penyebabnya/ideopatik).
C. Etiologi
Pada umumnya disebabkan oleh basil gram negatif Escheriachia Coli yang
dapat menyebabkan kira-kira 90% infeksi akut pada penderita tanpa kelainan urologis
atau kalkuli. Batang gram negatif lainnya termasuk proteus, klehsiella, enterobakter,
serratea, dan psendomonas bertanggung jawab atas sebagian kecil infeksi tanpa
komplikasi. Organisme-organisme ini dapat dapat menjadi bertambah penting pada
infeksi-infeksi rekuren dan infeksi-infeksi yang berhubungan langsung dengan
manipulsi urologis, kalkuli atau obstruksi. Pada wanita biasanya karena bakteri-
bakteri daerah vagina ke arah uretra atau dari meatus terus naik ke kandumg kemih
dan mungkin pula karena renal infeksi tetapi yang tersering disebabkan karea infeksi
E.coll. Pada pria biasanya sebagai akibat dari infeksi di ginjal, prostat, atau oleh
karena adanya urin sisa (misalnya karena hipertropi prostat, striktura uretra,
neurogenik bladder) atau karena infeksi dari usus, Jalur infeksi :
Tersering dari uretra, uretra wanita lebih pendek membuat penyakit ini lebih
sering ditemukan pada wanita,
Infeksi ginjal yang sering meradang, melalui urin dapat masuk ke kandung
kemih.
Penyebaran infeksi secara lokal dari organ lain dapat mengenai kandung kemih
misalnya appendiksitis.
Jalur utama infeksi yang terjadi pada sistitis adalah ascending melalui
periurethral/vaginal dan flora pada tinja. Mikroorganisme penyebab utama adalah
E.coli, Enterococci, Proteus, dan Stafilokokus aureus yang masuk ke dalam buli-buli
melalui uretra. Selain akibat infeksi, inflamasi pada buli-buli juga disebabkan oleh
15
bahan kimia, seperti deodorant, detergent, atau obat-obatan yang dimasukkan
intravesika untuk terapi kanker buli-buli (siklofosfamid). Sistitis disebabkan oleh
menyebarnya infeksi dari uretra. Hal ini disebabkan oleh aliran balik urin dari uretra
ke dalam kandung kemih, kontaminasi fekal, pemakaian kateter atau sitoskopi
(Sloane, 2004).
a. Infeksi
Bakteri
Kebanyakan berasal dari bakteri Escherichia coli yang secara normal terletak
pada gastrointestinal. Pada beberapa kasus infeksi yang berasal dari retra dapat
menuju ginjal. Bakteri lain yang bisa menyebabkan infeksi adalah
Enterococcus, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas, dan Staphylococcus.
Virus dan parasit Infeksi yang disebabkan oleh virus dan parasit jarang terjadi.
Contohnya adalah trichomonas, parasit ini terdapat dalam vagina, juga dapat
berada dalam urin.
b. Non infeksi :
Radio terapi.
D. Patofisiologi
16
Chystitis menupakan infeksi saluran kemih bagian bawah yang secara umum
disebabkan oleh bakteri gram negatif yaitu Escheriachia Coli peradangan timbul
dengan penjalaran secara hematogen ataupun akibat obstruksi saluran kemih bagian
bawah, baik akut maupun kronik, dapat bilateral maupun unilateral. Kemudian
bakteri tersebut berekolonisasi pada suatu tempat, misalkan pada vagina atau
genetalia eksterna menyebabkan organisme melekat dan berkolonisasi disuatu tempat
di periutenial dan masuk ke kandung kemih.
Kebanyakan saluran infeksi kemih bawah ialah oleh organisme gram negatif
seperti E. Colli, Psedomonas, Klebsiela, Proteus yang berasal dari saluran intestinum
orang itu sendiri dan turun melalui urethra ke kandung kencing. Pada waktu
mikturisi, air kemih bisa mengalir kembali ke ureter (Vesicouretral refluks) dan
membawa bakteri dari kandung kemih ke atas ke ureter dan ke pelvis renalis. Kapan
saja terjadi urin statis, maka bakteri mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk
bertumbuh dan menjadikan media yang lebih alkalis sehingga menyuburkan
pertumbuhannya. Infeksi saluran kemih dapat terjadi jika resistensi dari orang itu
terganggu.
a. Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat terdekat saluran kemih
yang terinfeksi.
17
c. Limfogen yaitu kuman masuk melalui kelenjar getah bening yang disalurkan
melalui helium ginjal.
18
karena uretra wanita lebih pendek dan Iebih dekat dengan anus. Mikroorganisme naik
ke bledder pada waktu miksi karena tekanan urine. Dan selama miksi terjadi refluks
ke dalam kandung kemih setelah mengeluarkan urine.
Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah (sistitis) adalah nyeri yang sering
dan rasa panas ketika berkemih (disuria). spasame pada area kandung kemih dan
suprapubis, hematuria (disertai darah dalam urin), urgensi (terdesak rasa ingin
berkemih), nokturia (sering berkemih pada malam hari), piuria (adanya sel darah
putih dalam urin). dan nyeri punggung (Sloanc, 2004). Menurut Taber (1994), secara
umum tanda dan gejala cystitis adalah:
Disuria.
Retensi, yaitu suatu keadaan penumpukan urin di kandung kemih dan tidak
mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya.
Nyeri suprapubic
F. Diagnosis
19
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan chystitis menurut
Grace dan Borley (2007) yaitu :
a) Urinalisis dengan makroskopik yaitu urin berwarna keruh dan berbau, dan
dengan mikroskopik yaitu piuria, hematuria, dan bakteriuria. Leukosuria atau
piuria terdapat >5/lapang pandang besar sedimen air kemih dan hematuria 5-10
eritrosit/lpb sedimen air kemih.
e) Sistoskopi hanya jika terdapat hematuria, keganasan batu yang menjadi penyebab
dasar.
f) Jika terdapat obstruksi, scan ultrasonografi ginjal dan kandung kemih, IVU
(kelainan struktural), dan sistoskopi.
G. Penatalaksanaan
Menurut prinsip dan pola kerentanan di Eropa pada sistitis tanpa komplikasi
akut, fosfomisin trometamol 3 g dosis tunggal, pivmecillinam 400 mg tid selama 3
hari, dan nitrofurantoin macrocrystal 100 mg bid selama 5 hari, dianggap sebagai
obat pilihan di banyak negara, jika tersedia. Rejimen ini direkomendasikan untuk
wanita, tetapi tidak untuk pria. Antibiotik alternatif termasuk trimethoprim saja atau
dikombinasikan dengan sulfonamid, dan kelas fluoroquinolon. Co-trimoxazole
(160/800 mg bid selama 3 hari) atau trimethoprim (200 mg selama 5 hari) harus
dipertimbangkan sebagai obat pilihan di daerah dengan tingkat resistensi diketahui
untuk E. coli <20%. Aminopenicillins dalam kombinasi dengan inhibitor
betalaktamase seperti ampisilin / sulbaktam atau amoksisilin / asam slavulanat dan
20
sefalosporin oral pada umumnya tidak seefektif terapi jangka pendek dan tidak
direkomendasikan untuk terapi empiris karena kerusakan jaminan ekologis tetapi
dapat digunakan dalam kasus-kasus tertentu (Grabe et al., 2015).
2.3. Pielonefritis
A. Definisi
21
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang sifatnya
akut maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama 1 sampai 2
minggu. Bila pengobatan pada pielonefritis akut tidak sukses maka dapat
menimbulkan gejala lanjut yang disebut dengan piclonefritis kronis. Pielonefritis
merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal, tubulus, dan jaringan interstinal dari
salah satu atau kedua gunjal (Brunner & Suddarth, 2002: 1436).
Pielonefritis adalah inflamasi atau infeksi akut pada pelvis renalis, tubula dan
jaringan interstisiel. Penyakit ini terjadi akibat infeksi oleh bakteri enterit (paling
umum adalah Escherichia Coli) yang telah menyebar dari kandung kemih ke ureter
dan ginjal akibat refluks vesikouretral. Penyebab lain pielonefritis mencakup
obstruksi urine atau infeksi, trauma, infeksi yang berasal dari darah, penyakit ginjal
lainnya, kehamilan, atau gangguan metabolik.
B. Klasifikasi
a. Pielonefritis akut
Pielonefritis akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi berulang karena terapi
tidak sempurna atau infeksi baru. Dimana 20% dari infeksi yang berulang terjadi
dua minggu setelah terapi selesai. Infeksi bakteri dari saluran kemih bagian bawah
ke arah ginjal, hal ini akan mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi saluran urinarius
atas dikaitkan dengan selimut antibodi bakteri dalam urin. Ginjal biasanya
membesar disertai infiltrasi interstisial sel-sel inflamasi. Abses dapat dijumpai pada
kapsul ginjal dan pada taut kortikomedularis. Pada akhirnya, atrofi dan kerusakan
tubulus serta glomerulus terjadi (Indra, 2011). Pielonefritis akut merupakan salah
satu penyakit ginjal yang sering ditemui. Gangguan ini tidak dapat dilepaskan dari
infeksi saluran kemih. Infeksi ginjal lebih sering terjadi pada wanita, hal ini karena
saluran kemih bagian bawahnya (uretra) lebih pendek dibandingkan laki-laki, dan
saluran kemihnya terletak berdekatan dengan vagina dan anus, sehingga lebih cepat
mencapai kandung kemih dan menyebar ke ginjal. Insiden penyakit ini juga akan
bertambah pada wanita hamil dan pada usia di atas 40 tahun. Demikian pula,
22
penderita kencing manis/diabetes mellitus dan penyakit ginjal lainnya lebih mudah
terkena infeksi ginjal dan saluran kemih (Indra, 2011).
b. Pielonefritis kronis
Pielonefritis kronis juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat juga karena faktor
lain seperti obstruksi saluran kemih dan refluk urin. Pielonefritis kronis dapat
merusak jaringan ginjal secara permanen akibat inflamasi yang berulang kali dan
timbulnya parut dan dapat menyebabkan terjadinya renal failure (gagal ginjal) yang
kronis. Ginjal pun membentuk jaringan parut progresif, berkontraksi dan tidak
berfungsi. Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi ginjal yang
berulang-ulang berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang gawat.
Pembagian Pielonefritis akut sering ditemukan pada wanita hamil, biasanya diawali
dengan hidroureter dan hidronefrosis akibat obstruksi ureter karena uterus yang
membesar.
C. Etiologi
1) Bakteri
a. Escherichia colli
Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan diusus besar)
merupakan penyebab infeksi yang sering ditemukan pada pielonefritis akut
tanpa komplikasi
c. Klebsiella enterobacter
23
d. Species proteus
e. Enterococus
Mengacu pada suatu spesies streptococus yang mendiami saluran cerna dan
bersifat patogen di dalam saluran kemih
f. Lactobacillus
3). Refluks, yang mana merupakan arus balik air kemih dari kandung kemih Kembali
kedalam ureter.
4) Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi aliran darah dan aliran plasmaefektif ke ginjal dan
saluran kencing. Kecepatan filtrasi glomerulus dan fungsi tubuler meningkat 30-
50%. Dibawah keadaan yang normal peningkatan kegiatan penyaringan darah bagi
ibu dan janin yang tumbuhtidak membuat ginjal dan uretra bekerja ekstra.
Keduanya menjadidilatasi karena peristaltik uretra menurun. Sebagai akibat,
24
gerakan urin kekandung kemih lebih lambat. Stasis urin ini meningkatkan
kemungkinan pielonefriti
Estrogen dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi yang terjadi pada kandung
kemih yang akan naik ke ginjal. Bendungan dan atoni ureter dalam kehamilan
mungkin disebabkan oleh progesteron, obstipasi atautekanan uterus yang membesar
pada ureter.
Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisadicegah oleh aliran
air kemih yang akan membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter di tempat
masuknya ke kandung kemih. Berbagai penyumbatan fisik pada aliran air kemih
(misalnya batu ginjal atau pembesaran prostat) atau arus balik air kemih dari
kandung kemih ke dalamureter, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi
ginjal.
D. Patofisiologi
25
dapat mempengaruhi kontraktilitas otot polos dinding ureter, dan menyebabkan
gangguan peristaltik ureter. Melekatnya bakteri ke sel urocpitelial, dapat
meningkatkan virulensi bakteri tersebut (Hanson, 1999 dalam Kusnawar, 2001).
Mukosa kandung kemih dilapisi oleh glycoprotein mucin layer yang berfungsi
sebagai anti bakteri. Rusaknya lapisan ini akibat dari mekanisme invasi bakteri
seperti pelepasan toksin dapat menyebabkan bakteri dapat melekat, membentuk
koloni pada permukaan mukosa, masuk menembus epitel dan selanjutnya terjadi
peradangan. Bakteri dari kandung kemih dapat naik ke ureter dan sampai ke ginjal
melalui lapisan tipis cairan (films of fluid), apalagi bila ada refluks vesikoureter
maupun refluks intrarenal. Bila hanya vesika urinaria yang terinfeksi, dapat
mengakibatkan iritasi dan spasme otot polos vesika urinaria, akibatnya rasa ingin
miksi terus menerus (urgency) atau miksi berulang kali (frekuensi), dan sakit waktu
miksi (disuria). Mukosa vesika urinaria menjadi edema, meradang dan perdarahan
(hematuria).
Infeksi ginjal dapat terjadi melalui collecting system. Pelvis dan medula ginjal
dapat rusak, baik akibat infeksi maupun oleh tekanan urin akibat refluks berupa atrofi
ginjal. Pada pielonefritis akut dapat ditemukan fokus infeksi dalam parenkim ginjal.
ginjal dapat membengkak, infiltrasi lekosit polimorfonuklcar dalam jaringan
interstitial, akibatnya fungsi ginjal dapat terganggu.
Pada pielonefritis kronik akibat infeksi, adanya produk bakteri atau zat
mediator toksik yang dihasilkan oleh sel yang rusak, mengakibatkan parut ginjal
(renal scarring) (Hanson, 1999 dalam Kusnawar, 2001). Pada pielonefritis akut,
inflamasi menyebabkan pembesaran ginjal yang tidak lazim. Korteks dan medula
mengembang dan multipel abses. Kalik dan pelvis ginjal juga akan berinvolusi.
Resolusi dari inflamasi menghsilkan fibrosis dan scarring. Pielonefritis kronis muncul
setelah periode berulang dari pielonefritis akut. Ginjal mengalami perubahan
degeneratif dan menjadi kecil serta atrophic. Jika destruksi nefron meluas, dapat
berkembang menjadi gagal ginjal.
26
E. Tanda dan gejala
Gejala pada klien dengan pielonefritis biasanya timbul secara tiba-tiba berupa
demam, menggigil, nyeri di punggung bagian bawah, mual dan muntah. Selain itu,
beberapa penderita menunjukkan gejala infeksi saluran kemih bagian bawah biasanya
sering berkemih dan nyeri ketika berkemih. Bisa terjadi pembesaran salah satu atau
kedua ginjal. Kadang otot perut berkontraksi kuat. Bisa terjadi kolik renalis, dimana
penderita merasakan nyeri hebat yang disebabkan oleh kejang ureter. Kejang bisa
terjadi karena adanya iritasi akibat infeksi atau karena lewatnya batu ginjal.
Pada anak-anak, gejala infeksi ginjal seringkali sangat ringan dan lebih sulit
untuk dikenali. Pada infeksi menahun (pielonefritis kronis), nyerinya bersifat samar
dan demam hilang-timbul atau tidak ditemukan demam sama sekali. Pielonefritis
kronis hanya terjadi pada penderita yang memiliki kelainan utama, seperti
penyumbatan saluran kemih, batu ginjal yang besar atau arus balik air kemih dari
kandung kemih ke dalam ureter (pada anak kecil). Piclonefritis kronis pada akhirnya
bisa merusak ginjal sehingga ginjal tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya
(gagal ginjal). Berikut tanda dan gejala pielonefritis akut dan pielonefritis kronis:
a. Pielonefritis akut
Demam
Menggigil
nyeri panggul
nyeri tekan pada sudut kostovetebral (CVA)
Iekositosis
adanya bakteri dan sel darah putih pada urin
disuria
biasanya terjadi pembesaran ginjal discrtai infiltrasi interstisial sel-sel
inflamasi.
b. Pielonefritis kronis
tanpa gejala infeksi, kecuali terjadi eksaserbasi.
27
keletihan
sakit kepala
nafsu makan rendah
poliuria
haus yang berlebihan
kehilangan berat badan
infeksi yg menetap menyebabkan jaringan parut di ginjal, disertai gagal ginjal
pada akhirnya.
F. Diagnosis
1. Whole blood
2. Urinalisis
3. USG dan Radiologi : USG dan rontgen bisa membantu menemukan adanya batu
ginjal, kelainan struktural atau penyebab penyumbatan air kemih lainnya
4. BUN
5. Creatinin
6. Serum Electrolytes
7. Biopsi ginjal
8. Pemeriksaan IVP : Pielogram intravena (IVP) mengidentifikasi perubahan atau
abnormalitas struktur
G. Penatalaksanaan
Pada kasus-kasus ringan dan sedang dari pielonefritis akut tanpa komplikasi,
terapi oral 10-14 hari biasanya cukup. Fluorokuinolon selama 7-10 hari dapat
direkomendasikan sebagai terapi lini pertama apabila tingkat resistensi E. coli
masih <10%. Jika dosis fluorokuinolon ditingkatkan, pengobatan dapat dikurangi
menjadi 5 hari (Grabe et al., 2015).
Sefalosporin oral generasi ketiga, seperti cefpodoxime proxetil atau
28
ceftibuten, bisa menjadi alternatif. Namun, penelitian yang ada hanya menunjukkan
ekivalensi klinis, tetapi tidak efikasi mikrobiologis dibandingkan dengan
ciprofloxacin. Sebagai hasil dari peningkatan tingkat resistensi E. coli > 10%, co-
trimoxazole tidak cocok untuk terapi empiris di sebagian besar daerah, tetapi dapat
digunakan setelah sensitivitas telah dikonfirmasi melalui uji kepekaan. Co-
amoxiclav tidak direkomendasikan sebagai obat pilihan pertama untuk terapi oral
empiris pielonefritis akut (Grabe et al 2015).
Tabel 2. Rekomendasi terapi antimikroba oral empiris awal pada pielonefritis akut
ringan dan sedang (Grabe et al., 2015)
Antibiotik Dosis harian Durasi terapi
Ciprofloxacin 500-750 mg bid 7-10 hari
Levofloxacin 500 mg qd 7-10 hari
Levofloxacin 750 qd 5 hari
Alternatif
Cefpodoxime proxetil 200 mg bid 10 hari
Ceftibuten 400 mg qd 10 hari
Hanya jika patogen diketahui rentan (bukan untuk terapi empiris
awal)
Trimetoprim-Sulfametoxazol 160/800 mg bid 14 hari
Co-amoxiclav 0,50/0,125 g tid 14 hari
29
Tabel 3. Rekomendasi terapi antimikroba parenteral empiris awal pada pielonefritis
akut berat tanpa komplikasi (Grabe et al., 2015)
Antibiotik Dosis harian
Ciprofloxacin 400 mg bid
Levofloxacin 250-500 mg qd
Levofloxacin 750 mg qd
Alternatif
Sefotaksim 2 g tid
Seftriakson 1-2 g qd
Seftazidime 1-2 g tid
Sefepim 1-2 g bid
Co-amoxicav 1,5 g tid
Piperacilin/tanzobactam 2,5 – 4,5 g tid
Gentamicin 5 mg/kg qd
Amikacin 15 mg/kg qd
Ertapenem 1 g qd
Imipenem/cilastatin 0,5/ 0,5 g tid
Meropenem 1 g tid
Doripenem 0,5 g tid
30
yang sama berlaku untuk pemilihan antibiotik pada pasien ini. Pasien dengan rawat
jalan dapat diobati dengan trimethoprim sulfamethoxazole, fluorokuinolons, atau
bahkan penghambat β-lactam/β-lactamase, seperti asam amoxicillinclavulanic.
Dalam kasus-kasus di mana antibiotik IV sekali pakai digunakan sebagai terapi
tambahan, dosis ceftriaxone tunggal atau terapi aminoglikosida dosis tinggi tunggal
dapat digunakan sebagai pengganti fluorokuinolon IV (Rose & Matthias, 2013).
Fluorokuinolons (ciprofloxacin atau levofloxacin) secara oral selama 7 hingga 10
hari adalah pilihan lini pertama pada pielonefritis ringan hingga sedang. Pilihan
lain termasuk trimethoprim- sulfametoksazol selama 14 hari. Jika amoksisilin /
klavulanat atau sefalosporin oral digunakan, disarankan untuk memberikan
antimikroba long-acting parenteral seperti ceftriaxone terlebih dahulu dan
melanjutkan agen oral selama 10 hingga 14 hari (Grabe et al., 2015).
Pada pasien dengan pielonefritis berat, terapi parenteral harus diberikan pada
awalnya. Terapi harus memberikan spektrum cakupan yang luas dan harus diarahkan
ke bakteremia atau sepsis, jika ada. Sejumlah rejimen antibiotik telah digunakan
sebagai terapi empiris, termasuk fluorokuinolon IV, aminoglikosida dengan atau
tanpa ampisilin, dan sefalosporin spektrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida.
Pilihan lain termasuk aztreonam, kombinasi inhibitor β-laktamase (misalnya,
ampisilin–Sulbactam, ticarcillin-clavulanate, dan piperacillin- tazobactam),
karbapenem (misalnya, imipenem, meropenem, doripenem, atau ertapenem), atau IV
trimethoprim-sulfamethoxazole. Jika pasien telah dirawat di rumah sakit dan dalam 6
bulan terakhir, menggunakan kateter urin , atau penghuni panti jompo, kemungkinan
P. aeruginosa dan enterococci, serta beberapa organisme yang resisten, harus
dipertimbangkan. Dalam hal ini, ceftazidime, ticarcillin-clavulanate, piperacillin,
aztreonam, meropenem, atau imipenem dalam kombinasi dengan aminoglikosida
direkomendasikan. Ertapenem tidak boleh digunakan dalam situasi ini karena tidak
aktif terhadap enterococci dan P. aeruginosa (Coyle & Prince, 2015).
2.4. Uretritis
A. Definisi
31
Uretritis adalah suatu inflamasi uretra atau suatu infeksi yang menyebar naik
yang digolongkan sebagai infeksi gonoreal dan nongonoreal. Namun demikian kedua
kondisi tersebut dapat terjadi pada satu pasien. (Nursalam, 2008). Uretritis yaitu
inflamasi pada uretra, keadaan ini kerap kali merupakan gejala penyakit gonore, dapat
pula disebabkan oleh mikroorganisme. (Barbara. 2005).
B. Klasifikasi
1. Urethritis Akut
a. Penyakit ini disebabkan asending infeksi atau sebaliknya oleh karena prostate
mengalami infeksi. Keadaan ini lebih sering diderita kaum pria.
b. Tanda dan gejalanya misalnya mukosa merah udematus, terdapat cairan eksudat
yang purulent, Ada ulserasi pada uretra. Jika dilihat secara mikroskopis terlihat
infiltrasi leukosit sel sel plasma dan sel-sel limfosit, ada rasa gatal yang
menggelitik, gejala khas pada urethritis gonorhea yaitu morning sickness, pada
32
pria diakibatkan pembuluh darah kapiler, kelenjar uretra tersumbat oleh
kelompok pus tetapi pada wanita jarang diketemukan
2. Urethritis kronis
b. Tanda dan gejalanya mukosa terlihat granuler dan merah, jika dilihat secara
mikroskopis tampak infiltrasi dari leukosit, sel plasma, sedikit sel leukosit,
fibroblast bertambah;, getah uretra (+), dapat dilihat pada pagi hari sebelum bak
pertama, uretra iritasi, vesikal iritasi, prostatitis , dan cystitis. Prognosanya bila
tidak diobati dengan baik, infeksi dapat menjalar
3. Urethritis gonokokus
b. Jumlah insidennya masih merupakan penyakit yang sering terjadi pada banyak
bagian dunia, insiden berhubungan langsung dengan promiskuitas dari
populasi
c. Penyebab dari infeksi ini hampir selalu didapat selama hubungan seksual.
Gonokokus membelah diri pada mukosa yang utuh dari uretra anterior dan
setelah itu menginvasi kelenjar peri uretral, dengan akibat terjadinya
bakteremia dan keterlibatan limfatik.
34
d. Jika diamati secara makroskopik terjadi peradangan akut dari mukosa uretra,
dengan cksudat yang purulenta pada permukaan dan dapat terjadi ulserasi dari
mukosa.
e. Perjalanan penyakit ini dapat mengalami resolusi dalam 2-4 minggu, sebagai
akibat pengobatan atau kadang kadang spontan dan jika tidak dilakukan
penatalaksanaan dengan benar akan menjadi kronik.
C. Etiologi
Pada orang dewasa khususnya wanita muda dan aktif dapat ditularkan
organisme penyebab urethritis melalui hubungan seksual seperti Chlamydia
trachomatis, niesseria gonorrhoaeae, dan virus herpes simpleks merupakan kuman-
kuman penyebab utama urethritis. Pada wanita dapat juga terjadi karena perubahan
PH dan flora vulva dalam siklus menstruasi Ada juga organisme lain seperti urea
plasma, urcalyticum, mycoplasma hominis, tricomonal vaginalis, dan neisseria
meningitides yang juga menupakan organisme penyebab peradangan urethra. Tidak
hanya pada perempuan tapi pada laki-laki dan anak bayi dan remaja bias terjangkit
olehkuman-kuman ini.Kuman gonore atau kuman lain, kadang-kadang urethritis
terjadi tanpa adanya bakteri. Penyebab klasik dari urethritis adalah infeksi yang
dikarenakan olch Neisseria Gonorhoea. Akan tetapi saat ini urethritis disebabkan oleh
infeksi dari spesies Chlamydia, Eserchia Coli atau Mycoplasma. Secara umum
penyebab dari urethritis adalah sebagai berikut
c. Tindakan invasif.
35
d. Iritasi batu ginjal.
e. Trihomonas vaginalis.
Escherichia coli.
Entero bakteri.
Pseudomonas.
Klebsiella,
g. Proteus.
Pada pria, urethritis biasanya dimulai dengan keluarnya cairan dari uretra, Jika
penyebabnya adalah gonokokus maka cairan ini akan mengandung nanah. Jika
penyebabnya adalah jasad renik yang lainnya, maka cairan ini mengandung lendir.
Gejala lainnya adalah nyeri pada saat berkemih dan penderita sering mengalami
desakan untuk berkemih.
Jika urethritis karena gonokokus tidak diobati secara adekuat, maka pada
akhirnya akan terbentuk penyempitan uretra (striktur). Striktur ini akan meningkatkan
resiko terjadinya urcthritis pada uretra yang lebih tinggi dan kadang menyebabkan
terbentuknya abses di sekitar uretra. Abses bisa membentuk kantong pada dinding
uretra (divertikulum uretra), yang juga bisa mengalami infeksi. Jika abses
menyebabkan terjadinya perforasi kulit, maka air kemih bisa mengalir melalui saluran
baru (fistula uretra).
D. Patofisiologi
Secara umum ada 2 penyebab utama dari penyakit urethritis yaitu invasi
kuman (gonorrhoe, trihomonas vaginalis gram negatif) urethritis dan iritasi (iritasi
batu ginjal, iritasi karena tindakan invasif menyebabkan retak dan permukaan mukosa
pintu masuknya kuman proses peradangan urethritis).
36
Pada kebanyakan kasus organisme penycbab dapat mencapai kandung kemih
melalui uretra. Infeksi ini sebagai sistitis, dapat terbatas di kandung kemih saja atau
dapat merambat ke atas melalui uretra ke ginjal. Organisme juga dapat sampai ke
ginjal atau melalui darah atau kelenjar getah bening, tetapi ini jarang terjadi. Tekanan
dari kandung kemih menyebabkan saluran kemih normal dapat mengeluarkan bakteri
yang ada sebelum bakteri tersebut sampai menyerang mukosa. Obstruksi aliran kemih
proksimal terhadap kandung kemih mengakibatkan penimbunan cairan, bertekanan
dalam pelvis ginjal dan ureter. Hal ini dapat menyebabkan atrofi hebat pada parenkim
ginjal atau hidronefrosis. Disamping itu obstruksi yang terjadi di bawah kandung
kemih sering disertai refluk vesiko ureter dan infeksi pada ginjal. Penyebab umum
obstruksi adalah jaringan parut ginjal dan uretra, batu saluran kemih, neoplasma,
hipertrofi prostat, kelainan kongenital pada leher kandung kemih dan uretra serta
penyempitan uretra.
F. Diagnosis
Urinalisis
37
Bakteriologis
2) Biakan bakteri
3) Tes kimiawi; tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji carik
G. Penatalaksanaan
Farmakologi
38
• Erythromycin basa, 500 mg empat kali sehari
• Erythromycin ethylsuccinate, 800 mg empat kali sehari
• Ofloxacin, 300 mg dua kali sehari
• Levofloxacin, 500 mg sekali sehari selama 7 hari.
Non Farmakologi
Dianjurkan untuk sering minum dan buang air kecil sesuai kebutuhan untuk
membilas microorganisme yang mungkin naik ke uretra.
39
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
ISK merupakan infeksi yang paling umum dari infeksi bakteri dan sering kali
menyebabkan morbiditas dan mortalitas. Selain itu ISK adalah alasan paling umum
kedua untuk resep antibiotik empiris. ISK juga merupakan pendorong utama
penggunaan antibiotik dan resistensi antibiotic.
3.2. Saran
Makalah ini ditulis dengan sebaik mungkin oleh penulis akan tetapi masih jauh dari
kata sempurna maka dibutuhkan kritik dan saran kepada penulis
40
DAFTAR PUSTAKA
Benson, Ralp C & Martin L. Pernol. 2009. Buku Saku Obstetri & Ginekologi. Edisi
9. Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa:
Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC:
Jakarta.
Coyle, E. A. & Prince, R. A.. 2005. Urinary Tract Infection and Prostatitis, in 7th
Edition. The McGraw Hill Comparies, Inc., USA.
Ferdinand Fictor & Ariebowo Moekti. 2007. Praktis Belajar Biologi. Jakarta: visindo
Media Persada.
Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Suwitra, K. & Mangatas, S.M., 2004. Diagnosis dan Penatalaksanaan Infeksi Saluran
Kemih Terkomplikasi F. K. UNUD & Dexamedia, eds., Denpasar.
Tessy, A. & Suwanto, A., 2001. Infeksi Saluran Kemih dalam Buku Ajar Ilmu Jilid II
E. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, ed., Jakarta.
41