Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

PELAYANAN KEFARMASIAN
“INFEKSI SALURAN KEMIH”

Nama : Aulia Rolika


NIM : 2130122245
Kelas : C
Dosen : Apt. Sanubari Rela Tobat, M. Farm
Mata Kuliah: Pelayanan Kefarmasian

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
PADANG
2022
Kata Pengantar
Puji dan syukur saya ucapkan ke hadirat Allah SWT.  Sholawat serta salam
senandung dicurahkan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW, keluarganya,
sahabatnya, dan para pengikutnya yang selalu taat dan patuh terhadap ajaran yang
dibawa oleh Rasullullah saw hingga akhir zaman. Alhamdulillah, berkat izin  dan
pertolongan  dari Allah SWT,  sehingga penyusunan makalah tentang “Infeksi
Saluran Kemih” ini dapat saya selesaikan sebagaimana mestinya. Penulisan makalah
ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pelayanan
Kefarmasian.

Saya  menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, mengingat


keterbatasan  kemampuan dan pengetahuan yang saya miliki. Oleh karena itu tidak
menutup kemungkinan adanya kritik dan saran yang  sifatnya membangun terhadap
penulisan makalah ini.

Akhirnya, saya berharap, mudah-mudahan makalah ini bermanfaat dan bisa


dimanfaatkan, khususnya bagi saya dan umumnya bagi semua pihak yang
berkepentingan. Semoga Allah SWT meridhoi atas segala usaha hamba-Nya. Aamiin.

18 Maret 2022

Penulis,

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan yang disebabkan karena
adanya invasi bakteri pada saluran kemih. Infeksi saluran kemih disebabkan oleh
bakteri Escherechia coli, Klebsiella pneumonia dan Pseudomonas aeruginosa.
Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik pria maupun wanita dari semua umur baik
anak, remaja, dewasa maupun umur lanjut. Infeksi saluran kemih mewakili berbagai
macam sindrom, termasuk: uretritis, sistitis, prostatitis, dan pielonefritis. Infeksi
saluran kemih (ISK) adalah infeksi bakteri yang paling sering terjadi dan salah satu
yang paling alasan umum untuk paparan antibiotik, terutama pada wanita usia subur.
Sekitar 60% wanita akan mengalami ISK selama hidup mereka dengan sekitar
seperempat mengalami kekambuhan dalam waktu satu tahun.

Infeksi pada pria terjadi jauh lebih jarang sampai usia 65 tahun pada saat
kejadian tingkat pada pria dan wanita adalah serupa. ISK didefinisikan sebagai
adanya mikroorganisme di saluran kemih yang tidak dapat diperhitungkan dengan
kontaminasi. Organisme yang ada memiliki potensi untuk menyerang jaringan
saluran kemih dan struktur yang berdekatan. Infeksi mungkin terbatas pada
pertumbuhan bakteri dalam urin, yang sering mungkin tidak menimbulkan gejala.
ISK dapat muncul sebagai beberapa sindrom yang terkait dengan respon inflamasi
terhadap invasi mikroba dan dapat berkisar dari bakteriuria asimtomatik (ASB)
hingga pielonefritis dengan bakteremia atau sepsis.

ISK diklasifikasikan berdasarkan ISK bawah dan ISK atas. Biasanya, mereka
telah dijelaskan oleh situs anatomi keterlibatan. Infeksi saluran bawah berhubungan
dengan sistitis (kandung kemih), dan pielonefritis (infeksi yang melibatkan ginjal)
menunjukkan infeksi saluran atas. Juga, ISK ditetapkan sebagai tidak rumit atau
rumit.

3
1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana definisi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, diagnosis dan
penatalaksanaan dari penyakit Infeksi Saluran Kemih?

1.3. Tujuan

Untuk mengetahi definisi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala,


diagnosis dan penatalaksanaan dari penyakit Infeksi Saluran Kemih

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Infeksi saluran kemih

A. Definisi

Infeksi Saluran kemih (ISK) atau dalam istilah internasional dikenal sebagai
Urinary Tract Infection (UTI) adalah infeksi yang terjadi pada organ dalam sistem
kemih, yaitu ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Pria dan wanita bisa
mengalami infeksi saluran kemih, walaupun wanita lebih rentan mengalaminya
karena pendeknya saluran uretra.

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi akibat adanya mikroorganisme


dalam urin dan memiliki potensi untuk menginvasi jaringan-jaringan pada saluran
kemih. Infeksi saluran kemih (ISK) bergantung pada banyak faktor seperti usia, jenis
kelamin, prevalensi bakteriuria dan faktor predisposisi yang menyebabkan perubahan
struktur saluran kemih termasuk ginjal. Dalam keadaan normal, urin juga
mengandung mikroorganisme, umumnya sekitar 10² hingga 104 bakteri/ml urin.
Pasien didiagnosis infeksi saluran kemih bila urinnya mengandung lebih dari 105
bakteri/ml (Coyle et al., 2005).

Penderita infeksi saluran kemih dapat tidak mengalami gejala, namun


umumnya mempunyai gejala yang terkait dengan tempat dan keparahan infeksi.
Gejala-gejalanya meliputi berikut ini, sendirian atau bersama-sama:

(1) menggigil, demam, nyeri pinggang, sering mual dan muntah (biasanya terkait
dengan pielonefritis akut) dan

(2) disuria, sering atau terburu-buru buang air kecil, nyeri suprapubik, dan hematuria
yang biasanya terkait dengan sistitis (Coyle et al., 2005).

5
B. Klasifikasi

Infeksi saluran kemih (ISK) dari segiklinik dibagi menjadi 2 yaitu :

1) Infeksi saluran kemih tanpa komplikasi (simple/uncomplicated urinary tract


infection) yaitu bila infeksi saluran kemih tanpa faktor penyulit dan tidak
didapatkan gangguan struktur maupun fungsi saluran kemih.

2) Infeksi saluran kemih terkomplikasi (complicated urinary tract infection)

yaitu bila terdapat hal-hal tertentu sebagai infeksi saluran kemih dan kelainan
struktur maupun fungsional yang merubah aliran urin seperti obstruksi aliran urin,
batu saluran kemih, kista ginjal, tumor ginjal, ginjal, residu urin dalam kandung
kemih.

Perbedaan antara infeksi saluran kemih terkomplikasi dan tidak terkomplikasi


yaitu dalam hal kebutuhan pemeriksan penunjang untuk penegakan diagnosis,lama
dan penatalaksanaan, serta gejala infeksi saluran kemih (Suwitra dan Mangatas,
2004).

C. Etiologi

Bakteri penyebab ISK biasanya berasal dari flora usus pejamu. Meskipun
hampir setiap organisme dikaitkan dengan ISK, organisme tertentu mendominasi
sebagai akibat dari faktor virulensi tertentu. Penyebab paling umum dari ISK tanpa
komplikasi adalah Escherichia coli, yang menyumbang 80% hingga 90% dari infeksi
yang didapat dari komunitas. Organisme penyebab tambahan dalam Infeksi tanpa
komplikasi termasuk Staphylococcus saprophyticus, Klebsiella pneumoniae, Proteus
spp., Pseudomonas aeruginosa, dan Enterococcus spp. Karena S. epidermidis sering
diisolasi dari saluran kemih, seharusnya awalnya dianggap sebagai kontaminan.
Kultur ulang harus dilakukan untuk membantu mengkonfirmasi organisme sebagai
patogen nyata.

6
Organisme yang diisolasi dari individu dengan infeksi yang rumit lebih
bervariasi dan umumnya lebih resisten daripada yang ditemukan di uncomplicated
infeksi. E. coli adalah patogen yang sering diisolasi, tetapi jumlahnya kurang dari
50% dari infeksi. Organisme lain yang sering diisolasi termasuk Proteus spp., K.
pneumoniae, Enterobacter spp., P. aeruginosa, staphylococci, dan enterococci.
Enterococci merupakan organisme kedua yang paling sering diisolasi di pasien rawat
inap. Sebagian, temuan ini mungkin terkait dengan penggunaan ekstensif antibiotik
sefalosporin generasi ketiga, yang tidak aktif melawan enterokokus. E. faecalis dan
E. faecium yang resisten vankomisin (vankomisin- enterococci resisten) telah menjadi
lebih luas, terutama pada pasien dengan rawat inap jangka panjang atau keganasan
yang mendasari. Tahan vankomisin enterococci adalah masalah terapi dan
pengendalian infeksi utama karena ini organisme yang rentan terhadap beberapa
antimikroba. Infeksi S. aureus mungkin timbul dari saluran kemih, tetapi lebih sering
disebabkan oleh bakteremia menghasilkan abses metastatik di ginjal. Kandida sp.
adalah penyebab umum ISK pada pasien yang sakit kritis dan dengan kateter kronis.
Kebanyakan ISK adalah disebabkan oleh organisme tunggal; Namun, pada pasien
dengan batu, menetap kateter urin, atau abses ginjal kronis, beberapa organisme
mungkin terpencil. Tergantung pada situasi klinis, pemulihan beberapa organisme
dapat mewakili kontaminasi dan evaluasi ulang harus dilakukan.

D. Patofisiologi

Organisme biasanya masuk ke saluran kemih melalui tiga rute: jalur ascending,
hematogen (descending), dan limfatik. Uretra wanita biasanya dikolonisasi oleh
bakteri yang diyakini berasal dari flora tinja. Panjang pendek uretra perempuan dan
kedekatannya dengan daerah perirectal mungkin membuat kolonisasi uretra terjadi.
Faktor-faktor lain yang menyebabkan kolonisasi uretra adalah termasuk penggunaan
spermisida dan diafragma sebagai metode kontrasepsi. Memijat uretra wanita dan
berhubungan seksual memungkinkan bakteri dapat mencapai kandung kemih. Setelah
bakteri mencapai kandung kemih, organisme kemudian berkembang biak dengan
cepat dan dapat naik dari uretra ke ginjal. Urutan kejadian ini lebih mungkin terjadi
7
jika refluks vesicoureteral (refluks urin ke ureter dan ginjal saat berkemih) terjadi.
ISK lebih sering terjadi pada wanita daripada pada pria karena terdapat perbedaan
anatomis di lokasi dan panjang uretra, dimana cenderung mendukung rute naiknya
infeksi sebagai jalur akuisisi utama (Coyle & Prince, 2014)

Rute hematogen terjadi melalui patogen yang dibawa oleh suplai darah (Rose
& Matthias, 2013). Infeksi ginjal oleh penyebaran mikroorganisme secara
hematogen biasanya terjadi sebagai akibat dari penyebaran organisme dari infeksi
primer di dalam tubuh. Infeksi melalui rute desending jarang terjadi dan melibatkan
sejumlah kecil patogen invasif. Bakteremia yang disebabkan oleh S. aureus dapat
menghasilkan abses ginjal. Organisme tambahan lain termasuk Candida spp.,
Mycobacterium tuberculosis, Salmonella spp., dan enterococci. Secara keseluruhan,
kurang dari 5% dari ISK yang didokumentasikan merupakan hasil dari penyebaran
mikroorganisme secara hematogen (Coyle & Prince, 2014). Setelah bakteri
mencapai saluran kemih, tiga faktor yang menentukan perkembangan infeksi adalah:
ukuran inokulum, virulensi mikroorganisme, dan kompetensi mekanisme pertahanan
alami. Kebanyakan ISK mencerminkan kegagalan dalam mekanisme pertahanan
(Coyle & Prince, 2014).
Saluran kemih normal umumnya tahan terhadap invasi oleh bakteri dan efisien
dalam menghilangkan mikroorganisme yang mencapai kandung kemih dengan
cepat. Urin dalam keadaan normal mampu menghambat dan membunuh
mikroorganisme. Faktor-faktor yang dianggap bertanggung jawab termasuk pH
rendah, osmolalitas tinggi, konsentrasi urea yang tinggi, dan konsentrasi asam
organik yang tinggi. (Coyle & Prince, 2014). Selain itu, cairan cairan prostat pada
pria dapat menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan flora normal vagina pada
wanita seperti Lactobacillus spp. dapat mengeluarkan asam laktat, yang dapat
menurunkan pH lingkungan. Ada beberapa faktor host lain yang menghambat faktor
virulensi bakteri. Faktor virulensi ini adalah mekanisme yang digunakan bakteri
untuk menyebabkan infeksi dan/atau memastikan kelangsungan hidup mereka. Yang
pertama adalah glikosaminoglikan, senyawa yang diproduksi oleh tubuh yang

8
melapisi sel epitel kandung kemih. Senyawa ini pada dasarnya memisahkan
kandung kemih dari urin dengan membentuk lapisan pelindung terhadap adhesi
bakteri. Senyawa kedua yang dikenal sebagai protein Tamm Horsfall disekresikan
ke dalam urin dan mencegah E. coli dari ikatan ke reseptor yang ada di permukaan
kandung kemih. Faktor-faktor lain yang terlibat dalam berkontribusi untuk menjadi
mekanisme pertahanan host terhadap ISK termasuk imunoglobulin, khususnya IgA
(Rose & Matthias, 2013).

E. Tanda dan gejala

Gejala klinis infeksi saluran kemih tidak khas dan bahkan pada sebagian pasien tanpa
gejala. Gejala klinis infeksi saluran kemih sesuai dengan bagian saluran kemih yang
terinfeksi sebagai berikut: (Tessy dkk, 2004).

1. Pasien infeksi saluran kemih bagian bawah, keluhan pasien biasanya berupa rasa
sakit atau rasa panas di uretra sewaktu kencing dengan air kemih sedikitsedikit
serta rasa tidak enak di daerah suprapubik.

2. Pasien infeksi saluran kemih bagian atas dapat ditemukan gejala sakit kepala,
malaise, mual, muntah, demam, menggigil, rasa tidak enak, atau nyeri di pinggang.
Selain itu, secara umum gejala dan tanda sebagai berikut :

a. Gejala biasanya timbul secara tiba-tiba berupa demam, menggigil, nyeri di


punggung bagian bawah, mual dan muntah.

b. Beberapa penderita menunjukkan gejala infeksi saluran kemih bagian bawah.


yaitu sering berkemih dan nyeri ketika berkemih.

c. Bisa terjadi pembesaran salah satu atau kedua ginjal. Kadang otot perut
berkontraksi kuat.

d. Bisa terjadi kolik renalis, dimana penderita merasakan nyeri hebat yang
disebabkan oleh kejang ureter. Kejang bisa terjadi karena adanya iritasi akibat
infeksi atau karena lewatnya batu ginjal.
9
e. Pada anak-anak, gejala infeksi ginjal seringkali sangat ringan dan lebih sulit
untuk dikenali.

f. Pada infeksi menahun (pielonefritis kronis), nyerinya bersifat samar dan


demam hilang-timbul atau tidak ditemukan demam sama sekali.

F. Diagnosis

Diagnosis pada infeksi saluran kemih dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1). Urinalisis

a). Leukosuria

Leukosuria atau piuria merupakan salah satu petunjuk penting terhadap


dugaan adalah infeksi saluran kemih. Leukosuria dinyatakan positif bilamana terdapat
lebih dari 5 leukosit/lapang padang besar (LPB) sedimen air kemih. Adanya leukosit
silinder pada sedimen air kemih menunjukkan adanya keterlibatan ginjal. Namun
adanya leukosuria tidak selalu menyatakan adanya infeksi saluran kemih karena dapat
pula dijumpai pada inflamasi tanpa infeksi (Tessy dan Suwanto, 2001).

b). Hematuria

Hematuria dipakai oleh beberapa peneliti sebagai petunjuk adanya infeksi


saluran kemih yaitu bilamana dijumpai 5–10 eritrosit/LPB sedimen air kemih.
Hematuria dapat pula disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa
kerusakan glomerulus ataupun oleh sebab lain misalnya urolitiasis, tumor ginjal, atau
nekrosis papilaris (Tessy dan Suwanto, 2001).

2). Bakteriologis

a) Mikroskopis

10
b) Pada pemeriksaan mikroskopis dapat digunakan air kemih segar tanpa
disentrifuse atau pewarnaan Gram. Bakteri dinyatakan positif bermakna
bilamana dijumpai satu bakteri lapangan pandang minyak emersi.

c) Biakan bakteri

Pemeriksaan biakan bakteri contoh air kemih dimaksudkan untuk memastikan


diagnosis infeksi saluran kemih yaitu bila ditemukan bakteri dalam jumlah
bermakna = 105 organisme patogen/mL urin pada 2 contoh urin berurutan
(Tessy dan Suwanto, 2001).

3). Tes kimiawi

Tes kimiawi dapat dipakai untuk penyaring adanya bakteriuria, diantaranya


yang paling sering dipakai adalah tes reduksi griess nitrate. Dasarnya adalah sebagian
besar mikroba kecuali enterokoki, mereduksi nitrat bila dijumpai lebih dari 100.000-
1.000.000 bakteri. Konversi ini dapat dilihat dengan perubahan warna pada uji carik
(Tessy dan Suwanto, 2001).

4). Tes plat-celup (dip-slide)

Pabrik mengeluarkan biakan buatan yang berupa lempeng plastik bertangkai


dimana pada kedua sisi permukaannya dilapisi perbenihan padat khusus. Lempeng
tersebut dicelupkan ke dalam air kemih pasien atau dengan digenangi air kemih
setelah itu lempeng dimasukkan kembali ke dalam tabung plastik tempat
penyimpanan semula, lalu dilakukan pengeraman semalam pada suhu 37 oC.
Penentuan jumlah kuman/mL dilakukan dengan membandingkan pola pertumbuhan
pada lempeng perbenihan dengan serangkaian gambar yang memperlihatkan
kepadatan koloni yang sesuai dengan jumlah kuman antara 1000 dan 100.000 dalam
tiap mL air kemih yang diperiksa. Cara ini mudah dilakukan, murah dan cukup
akurat. Keterangannya adalah jenis kuman dan kepekaannya tidak dapat diketahui
walaupun demikian plat celup ini dapat dikirim ke laboratorium yang mempunyai
fasilitas pembiakan dan tes kepekaan yang diperlukan (Tessy dan Suwanto, 2001).
11
5). Pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan penunjang lainnya

Pemeriksaan radiologis pada ISK dimaksudkan untuk mengetahui adanya batu


atau kelainan anatomis sedangkan pemeriksaan lainnya, misalnya ultrasonografi dan
CT-scan (Tessy dan Suwanto, 2001).

G. Penatalaksanaan

 Penatalaksanakan Non Farmakologi

1.) Meningkatkan intake cairan 2 – 3 liter/hari bila tidak ada kontra indikasi

2.) Mencegah konstipasi

3.) Perubahan pola hidup, diantaranya :

a) Membersihkan perineum dari depan ke belakang

b) Pakaian dalam tidak ketat dan dari bahan katun

c) Menghilangkan kebiasaan menahan buang air kecil

d) Menghindari kopi, alcohol

 Penatalaksanakan Farmakologi

1) medikamentosa yaitu pemberian obat-obatan berupa antibiotik secara empirik


selama 7-10 hari untuk eridikasi infeksi akut.

2) Pemberian analgetik dan anti spasmodik untuk mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan oleh penderita, obat golongan venozopyiridine/pyridium untuk
meredakan gejala iritasi pada saluran kemih.

3) Terapi farmakologik yang dianjurkan secara empiris disesuaikan dengan pola


kuman yang ada disetiap tempat. Pemberian obat ISK pada penderita geriatri
mengacu kepada prinsip pemberian obat pada usia lanjut, umumnya dengan

12
memperhitungkan kelarutan obat, perubahan komposisi tubuh, status nutrisi
(kadar albumin), dan efek samping obat (mual, gangguan fungsi ginjal).

2.2. Chystitis

A. Definisi

Chystitis adalah inflamasi kandung kemih yang disebabkan oleh infeksi


bakteri (biasanya Escherichia coli) yang menyebar dari uretra atau karena respon
alergik atau akibat iritasi mekanis pada kandung kemih (Sloane, 2004). Chystitis juga
merupakan inflamasi kandung kemih yang paling sering disebabkan oleh infeksi
asenden dari uretra, dimana ada aliran balik urin dari uretra ke dalam kandung kemih
(refluks uretrovesikal), kontaminasi fekal, atau penggunaan kateter atau sistoskop
(Baughman & Hackley, 2000).

Menurut Tambayong (2000), chystitis atau radang kandung kemih lebih


sering terdapat pada wanita daripada pria, karena dekatnya muara uretra dan vagina
dengan daerah anal. Organisme gram negatif dapat sampai ke kandung kemih selama
bersetubuh, trauma uretra, atau karena kurang higienis. Biasanya organisme ini cepat
dikeluarkan sewaktu berkemih (miksi). Pada pria, sekret prostat memiliki sifat
antibakterial.

Chystitis adalah infeksi yang discbabkan bakteri pada kandung kemih, dimana
akan terasa nyeri ketika buang air kecil (disuria), kencing yang tidak tuntas, dan
demam yang harus dicurigai (Gupte, 2004), Sistitis (chystitis) merupakan peradangan
yang terjadi di kantung urinaria, Biasanya terjadi karena infeksi oleh bakteri yang
masuk ke dalam tubuh (Ferdinand & Ariebowo, 2007). Chystitis virus dan kimiawi
harus dibedakan dari chystitis hakterial berdasarkan atas riwayat penyakit dan hasil
biakan urin. Secara radiografi, ginjal hipoplastik dan displastik, atau ginjal kecil
akibat vaskuler, dapat tampak sama dengan pielonefritis kronis. Namun, pada yang
terakhir ini biasanya terdapat refluks vesikureter. Chystitis hemoragik akut sering kali
disebabkan oleh E. Coli, telah dihubungkan juga dengan adenovirus tipe 11 dan 21.

13
Chystitis adenovirus lebih sering terdapat pada laki-laki, sembuh dengan sendirinya,
dan dengan hematuria yang berlangsung kira-kira selama 4 hari.

Chystitis eosinofilik adalah bentuk jarang chystitis yang asalnya tidak jelas
dan kadang- kadang ditemukan pada anak. Gejala umumnya adalah chystitis dengan
hematuria, dilatasi ureter, dan gagalnya pengisian kandung kemih yang disebabkan
oleh masa yang secara histologis terdiri atas infiltrat radang dengan cosinofil
(Behrman dkk, 2000). Chystitis interstisial adalah lesi yang dapat timbul dalam jenis
kelamin mana pun, tetapi lebih lazim terjadi pada wanita. Etiologi tepat kelainan ini
tidak jelas, walaupun dianggap suatu fenomena autoimun. Pasien dengan chystitis
interstisial tampil dengan disuria, frekuensi dan berkemih yang nyeri. Secara
endoskopi ada perdarahan diskrit kecil dengan distribusi bercak-bercak. Pemeriksaan
histologi lesi ini menunjukkan perdarahan, edema, dan infiltrat limfositik (Sabiston,
1994). Sebagian besar terjadi pada wanita perimenopause. Dapat menggambarkan
adanya efek pada epitel transisional (dengan sebab yang tidak pasti). Chystitis
interstisial yang disertai dengan stress incontinence atau inkontinensia urgensi, harus
dipastikan dengan pemeriksaan urodinamik.

B. Klasifikasi

Cystitis dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu Cystitis primer dan Cystitis
sekunder. Cystitis primer merupakan radang yang mengenai kandung kemih radang
ini dapat terjadi karena penyakit lain, seperti batu pada kandung kemih, divertikel/
penonjolan mukosa buli, hipertropi prostat dan striktur uretra (penyempitan akibat
dari adanya pembentukan jaringan fibrotik/jaringan parut pada uretra atau daerah
urethra). Sedangkan cystitis sekunder merupakan gejala yang timbul kemudian
sebagai akibat dari penyakit primer misalnya uretritis peradangan yang terjadi pada
uretra dan prostatitis peradangan yang terjadi pada prostat (Benson & Pernoll, 2009).

Menurut Taber (1994), cystitis dibedakan menjadi dua, yaitu tipe infeksi dan
tipe non infeksi. Tipe infeksi disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit.

14
Sedangkan tipe non infeksi disebabkan oleh bahan kimia, radiasi, dan interstisial
(tidak diketahui penyebabnya/ideopatik).

C. Etiologi

Pada umumnya disebabkan oleh basil gram negatif Escheriachia Coli yang
dapat menyebabkan kira-kira 90% infeksi akut pada penderita tanpa kelainan urologis
atau kalkuli. Batang gram negatif lainnya termasuk proteus, klehsiella, enterobakter,
serratea, dan psendomonas bertanggung jawab atas sebagian kecil infeksi tanpa
komplikasi. Organisme-organisme ini dapat dapat menjadi bertambah penting pada
infeksi-infeksi rekuren dan infeksi-infeksi yang berhubungan langsung dengan
manipulsi urologis, kalkuli atau obstruksi. Pada wanita biasanya karena bakteri-
bakteri daerah vagina ke arah uretra atau dari meatus terus naik ke kandumg kemih
dan mungkin pula karena renal infeksi tetapi yang tersering disebabkan karea infeksi
E.coll. Pada pria biasanya sebagai akibat dari infeksi di ginjal, prostat, atau oleh
karena adanya urin sisa (misalnya karena hipertropi prostat, striktura uretra,
neurogenik bladder) atau karena infeksi dari usus, Jalur infeksi :

 Tersering dari uretra, uretra wanita lebih pendek membuat penyakit ini lebih
sering ditemukan pada wanita,

 Infeksi ginjal yang sering meradang, melalui urin dapat masuk ke kandung
kemih.

 Penyebaran infeksi secara lokal dari organ lain dapat mengenai kandung kemih
misalnya appendiksitis.

 Pada laki-laki prostat merupakan sumber infeksi.

Jalur utama infeksi yang terjadi pada sistitis adalah ascending melalui
periurethral/vaginal dan flora pada tinja. Mikroorganisme penyebab utama adalah
E.coli, Enterococci, Proteus, dan Stafilokokus aureus yang masuk ke dalam buli-buli
melalui uretra. Selain akibat infeksi, inflamasi pada buli-buli juga disebabkan oleh

15
bahan kimia, seperti deodorant, detergent, atau obat-obatan yang dimasukkan
intravesika untuk terapi kanker buli-buli (siklofosfamid). Sistitis disebabkan oleh
menyebarnya infeksi dari uretra. Hal ini disebabkan oleh aliran balik urin dari uretra
ke dalam kandung kemih, kontaminasi fekal, pemakaian kateter atau sitoskopi
(Sloane, 2004).

Etiologi dari cystitis berdasarkan jenisnya menurut Taber (1994), yaitu :

a. Infeksi

 Bakteri

 Kebanyakan berasal dari bakteri Escherichia coli yang secara normal terletak
pada gastrointestinal. Pada beberapa kasus infeksi yang berasal dari retra dapat
menuju ginjal. Bakteri lain yang bisa menyebabkan infeksi adalah
Enterococcus, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas, dan Staphylococcus.

 Jamur Infeksi jamur, penyebabnya misalnya Candida.

 Virus dan parasit Infeksi yang disebabkan oleh virus dan parasit jarang terjadi.

 Contohnya adalah trichomonas, parasit ini terdapat dalam vagina, juga dapat
berada dalam urin.

b. Non infeksi :

 Paparan bahan kimia, contohnya obat-obatan (misalnya


cyelophosphamidelcytotaxan, Procycox).

 Radio terapi.

 Reaksi imunologi, biasanya pada pasien SLE (Systemic Lupus Erytematous).

D. Patofisiologi

16
Chystitis menupakan infeksi saluran kemih bagian bawah yang secara umum
disebabkan oleh bakteri gram negatif yaitu Escheriachia Coli peradangan timbul
dengan penjalaran secara hematogen ataupun akibat obstruksi saluran kemih bagian
bawah, baik akut maupun kronik, dapat bilateral maupun unilateral. Kemudian
bakteri tersebut berekolonisasi pada suatu tempat, misalkan pada vagina atau
genetalia eksterna menyebabkan organisme melekat dan berkolonisasi disuatu tempat
di periutenial dan masuk ke kandung kemih.

Kebanyakan saluran infeksi kemih bawah ialah oleh organisme gram negatif
seperti E. Colli, Psedomonas, Klebsiela, Proteus yang berasal dari saluran intestinum
orang itu sendiri dan turun melalui urethra ke kandung kencing. Pada waktu
mikturisi, air kemih bisa mengalir kembali ke ureter (Vesicouretral refluks) dan
membawa bakteri dari kandung kemih ke atas ke ureter dan ke pelvis renalis. Kapan
saja terjadi urin statis, maka bakteri mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk
bertumbuh dan menjadikan media yang lebih alkalis sehingga menyuburkan
pertumbuhannya. Infeksi saluran kemih dapat terjadi jika resistensi dari orang itu
terganggu.

Faktor-faktor utama dalam pencegahan infeksi saluran kemih adalah integritas


jaringan dan suplai darah. Retak permukaan lapisan jaringan mukosa memungkinkan
bakteri masuk menyerang jaringan dan menyebabkan infeksi. Pada kandung kemih
suplai darah ke jaringan bisa berkompromi bila tekanan di dalam kandung kemih
meningkat sangat tinggi (Tambayong, 2000). Masuknya mikroorganisme ke dalam
saluran kemih dapat melalui:

a. Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat terdekat saluran kemih
yang terinfeksi.

b. Hematogen yaitu penyebaran mikroorganisme patogen yang masuk melalui


darah yang terdapat kuman penyebab infeksi saluran kemih yang masuk melalui
darah dari suplai jantung ke ginjal.

17
c. Limfogen yaitu kuman masuk melalui kelenjar getah bening yang disalurkan
melalui helium ginjal.

d. Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi.

Menurut Tiber (1994), agen infeksi kebanyakan disebabkan oleh bakteri E.


coli. Tipikal ini berada pada saluran kencing dari uretra luar sampai ke ginjal melalui
penyebaran hematogen, lymphogendan eksogen. Tiga faktor yang mempengaruhi
terjadinya infeksi adalah virulensi (kemampuan untuk menimbukan penyakit) dari
organisme, ukuran dari jumlah mikroorganisme yang masuk dalam tubuh, dan
keadekuatan dari mekanisme pertahanan tubuh.

Terlalu banyaknya bakteri yang menyebabkan infeksi dapat mempengaruhi


pertahanan tubuh alami pasien. Mekanisme pertahanan tubuh merupakan penentu
terjadinya infeksi, normalnya urin dan bakteri tidak dapat menembus dinding mukosa
bladder. Lapisan mukosa bladder tersusun dari sel-sel urotenial yang memproduksi
mucin yaitu unsur yang membantu mempertahankan integritas lapisan bladder dan
mencegah kerusakan serta inflamasi bladder. Mucin juga mencegah bakteri melekat
pada selurotelial. Selain itu pH urine yang asam dan penurunan/kenaikan cairan dari
konstribusi urin dalam batas tetap, berfungsi untuk mempertahankan integritas
mukosa, beberapa bakteri dapat masuk dan sistem urin akan mengeluarkannya.
Bentuk anatomi saluran kencing, keduanya mencegah dan merupakan konstribusi
yang potensial untuk perkembangan UTI(Urinary Tract Infection). Urin merupakan
produk yang steril, dihasilkan dari ultrafiltrasi darah pada glumerolus dari nepron
ginjal, dan dianggap sebagai sistem tubuh yang steril. Tapi uretra merupakan pintu
masuk bagi pathogen yang terkontaminasi. Selain itu pada wanita 1/3 bagian distal
uretra disertai juringan periuretral dan vestibula vaginalis banyuk dihuni bakteri dari
usus karena letak anus tidak jauh dari tempat tersebut. Kolonisasi basil pada wanita di
daerah tersebut diduga karena perubahan flora normal dari daerah perineum,
berkurangnya antibody normal, dan bertambahnya daya lekat organisme pada sel
spitel pada wanita. Cystitis Iebih banyak pada wanita dari pada laki-laki, hal ini

18
karena uretra wanita lebih pendek dan Iebih dekat dengan anus. Mikroorganisme naik
ke bledder pada waktu miksi karena tekanan urine. Dan selama miksi terjadi refluks
ke dalam kandung kemih setelah mengeluarkan urine.

E. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah (sistitis) adalah nyeri yang sering
dan rasa panas ketika berkemih (disuria). spasame pada area kandung kemih dan
suprapubis, hematuria (disertai darah dalam urin), urgensi (terdesak rasa ingin
berkemih), nokturia (sering berkemih pada malam hari), piuria (adanya sel darah
putih dalam urin). dan nyeri punggung (Sloanc, 2004). Menurut Taber (1994), secara
umum tanda dan gejala cystitis adalah:

 Disuria.

 Rasa panas seperti terbakar saat kencing.

 Ada nyeri pada tulang punggung bagian bawah.

 Urgensi (rasa terdesak saat kencing)

 Nokturia (cenderung sering kencing pada malam hari akibat penurunan


kapasitas kandung kemih).

 Pengosongan kanding kemih yang tidak sempurna.

 Inkontinensia (keluarnya urin tanpa disengaja atau sulit ditahan).

 Retensi, yaitu suatu keadaan penumpukan urin di kandung kemih dan tidak
mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya.

 Nyeri suprapubic

F. Diagnosis
19
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan chystitis menurut
Grace dan Borley (2007) yaitu :

a) Urinalisis dengan makroskopik yaitu urin berwarna keruh dan berbau, dan
dengan mikroskopik yaitu piuria, hematuria, dan bakteriuria. Leukosuria atau
piuria terdapat >5/lapang pandang besar sedimen air kemih dan hematuria 5-10
eritrosit/lpb sedimen air kemih.

b) Kultur Urin, dilakukan untuk mengetahui jenis kuman penyebab infeksi.

c) Sistograf, dilakukan bila pada anamnesa ditemukan hematuria atau peda


pemeriksaan urin ditemukan mikrohematuria, yaitu untuk mengetahui asal dari
perdarahan yang ada.

d) Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap (DPL).

e) Sistoskopi hanya jika terdapat hematuria, keganasan batu yang menjadi penyebab
dasar.

f) Jika terdapat obstruksi, scan ultrasonografi ginjal dan kandung kemih, IVU
(kelainan struktural), dan sistoskopi.

G. Penatalaksanaan

Menurut prinsip dan pola kerentanan di Eropa pada sistitis tanpa komplikasi
akut, fosfomisin trometamol 3 g dosis tunggal, pivmecillinam 400 mg tid selama 3
hari, dan nitrofurantoin macrocrystal 100 mg bid selama 5 hari, dianggap sebagai
obat pilihan di banyak negara, jika tersedia. Rejimen ini direkomendasikan untuk
wanita, tetapi tidak untuk pria. Antibiotik alternatif termasuk trimethoprim saja atau
dikombinasikan dengan sulfonamid, dan kelas fluoroquinolon. Co-trimoxazole
(160/800 mg bid selama 3 hari) atau trimethoprim (200 mg selama 5 hari) harus
dipertimbangkan sebagai obat pilihan di daerah dengan tingkat resistensi diketahui
untuk E. coli <20%. Aminopenicillins dalam kombinasi dengan inhibitor
betalaktamase seperti ampisilin / sulbaktam atau amoksisilin / asam slavulanat dan
20
sefalosporin oral pada umumnya tidak seefektif terapi jangka pendek dan tidak
direkomendasikan untuk terapi empiris karena kerusakan jaminan ekologis tetapi
dapat digunakan dalam kasus-kasus tertentu (Grabe et al., 2015).

Secara umum terapi sistitis pada kehamilan dapat diberikan penisilin,


sefalosporin, fosfomisin, nitrofurantoin (tidak boleh pada kasus defisiensi G6PD dan
pada masa akhir kehamilan), trimethoprim (tidak boleh pada masa awal kehamilan),
dan sulfonamide (tidak boleh pada masa akhir kehamilan) (Seputra et al., 2015).

Tabel 1. Terapi antimikroba yang direkomendasikan pada sistitis akut tanpa


komplikasi pada wanita sehat (Grabe et al., 2015)
Antibiotik Dosis harian Durasi
terapi
First choice
Fosfomisin trometamol 3 g (Dosis 1 hari
tunggal)
Nitrofurantoin- 100 mg bid 5 hari
makrokristal
Pivmecillinam 400 mg tid 3 hari
Alternatif
Ciprofloxacin 250 mg bid 3 hari
Levofloxacin 250 mg bid 3 hari
Ofloxaci 200 mg bid 3 hari
n
Sefalosporin (Cefadroxil) 500 mg bid 3 hari
Jika pola resistensi lokal diketahui (resistensi E. coli <20%)
Trimetoprim 200 mg bid 5 hari
Trimetoprim- 160/800 mg 3 hari
Sulfametoksazol bid

Terapi sistitis pada pria direkomendasikan paling sedikit selama 7 hari,


dengan pilihan antibiotik trimethoprim-sulfametoxazole atau fluorokuinolon,
dengan catatan ada uji sensitivitas. Pada pasien dengan insufisiensi ginjal tidak perlu
dosis penyesuaian sampai dengan GFR < 20 ml/menit, kecuali antibiotik dengan
potensi nefrotoksik seperti, aminoglikosida (Seputra et al., 2015).

2.3. Pielonefritis

A. Definisi
21
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang sifatnya
akut maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama 1 sampai 2
minggu. Bila pengobatan pada pielonefritis akut tidak sukses maka dapat
menimbulkan gejala lanjut yang disebut dengan piclonefritis kronis. Pielonefritis
merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal, tubulus, dan jaringan interstinal dari
salah satu atau kedua gunjal (Brunner & Suddarth, 2002: 1436).

Pielonefritis adalah inflamasi atau infeksi akut pada pelvis renalis, tubula dan
jaringan interstisiel. Penyakit ini terjadi akibat infeksi oleh bakteri enterit (paling
umum adalah Escherichia Coli) yang telah menyebar dari kandung kemih ke ureter
dan ginjal akibat refluks vesikouretral. Penyebab lain pielonefritis mencakup
obstruksi urine atau infeksi, trauma, infeksi yang berasal dari darah, penyakit ginjal
lainnya, kehamilan, atau gangguan metabolik.

B. Klasifikasi

a. Pielonefritis akut

Pielonefritis akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi berulang karena terapi
tidak sempurna atau infeksi baru. Dimana 20% dari infeksi yang berulang terjadi
dua minggu setelah terapi selesai. Infeksi bakteri dari saluran kemih bagian bawah
ke arah ginjal, hal ini akan mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi saluran urinarius
atas dikaitkan dengan selimut antibodi bakteri dalam urin. Ginjal biasanya
membesar disertai infiltrasi interstisial sel-sel inflamasi. Abses dapat dijumpai pada
kapsul ginjal dan pada taut kortikomedularis. Pada akhirnya, atrofi dan kerusakan
tubulus serta glomerulus terjadi (Indra, 2011). Pielonefritis akut merupakan salah
satu penyakit ginjal yang sering ditemui. Gangguan ini tidak dapat dilepaskan dari
infeksi saluran kemih. Infeksi ginjal lebih sering terjadi pada wanita, hal ini karena
saluran kemih bagian bawahnya (uretra) lebih pendek dibandingkan laki-laki, dan
saluran kemihnya terletak berdekatan dengan vagina dan anus, sehingga lebih cepat
mencapai kandung kemih dan menyebar ke ginjal. Insiden penyakit ini juga akan
bertambah pada wanita hamil dan pada usia di atas 40 tahun. Demikian pula,
22
penderita kencing manis/diabetes mellitus dan penyakit ginjal lainnya lebih mudah
terkena infeksi ginjal dan saluran kemih (Indra, 2011).

b. Pielonefritis kronis

Pielonefritis kronis juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat juga karena faktor
lain seperti obstruksi saluran kemih dan refluk urin. Pielonefritis kronis dapat
merusak jaringan ginjal secara permanen akibat inflamasi yang berulang kali dan
timbulnya parut dan dapat menyebabkan terjadinya renal failure (gagal ginjal) yang
kronis. Ginjal pun membentuk jaringan parut progresif, berkontraksi dan tidak
berfungsi. Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi ginjal yang
berulang-ulang berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang gawat.
Pembagian Pielonefritis akut sering ditemukan pada wanita hamil, biasanya diawali
dengan hidroureter dan hidronefrosis akibat obstruksi ureter karena uterus yang
membesar.

C. Etiologi

1) Bakteri

a. Escherichia colli

Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan diusus besar)
merupakan penyebab infeksi yang sering ditemukan pada pielonefritis akut
tanpa komplikasi

b. Pseudomonas juga merupakan patogen pada manusia dan merupakan


penyebab infeksi pada saluran kemih.

c. Klebsiella enterobacter

Klebsiella enterobacter merupakan salah satu patogen menular yang


umumnya menyebabkan infeksi pernapasan, tetapi juga dapatmenyebabkan
infeksi saluran kemih

23
d. Species proteus

Proteus yang pada kondisi normal ditemukan di saluran cerna, menjadi


patogenik ketika berada di dalam saluran kemih.

e. Enterococus

Mengacu pada suatu spesies streptococus yang mendiami saluran cerna dan
bersifat patogen di dalam saluran kemih

f. Lactobacillus

Lactobacillus dalah flora normal di rongga mulut, saluran cerna, dan


vagina,dipertimbangkan sebagai kontaminan saluran kemih.
Apabiladitemukan lebih dari satu jenis bakteri, maka spesimen tersebut
harusdipertimbangkan terkontaminasi. Hampir semua gambaran klinis
disebabkan oleh endotoksemia. Tidak semua bakteri bersifat patogen
disaluran perkemihan, tetapi semua bakteri tersebut ditemukan dalam sampel
biakan urine. Namun, bakteri-bakteri tersebut tetap merupakankontaminan.

2) Obstruksi urinari track.

Misal batu ginjal atau pembesaran prostat

3). Refluks, yang mana merupakan arus balik air kemih dari kandung kemih Kembali
kedalam ureter.

4) Kehamilan

Kehamilan dapat mempengaruhi aliran darah dan aliran plasmaefektif ke ginjal dan
saluran kencing. Kecepatan filtrasi glomerulus dan fungsi tubuler meningkat 30-
50%. Dibawah keadaan yang normal peningkatan kegiatan penyaringan darah bagi
ibu dan janin yang tumbuhtidak membuat ginjal dan uretra bekerja ekstra.
Keduanya menjadidilatasi karena peristaltik uretra menurun. Sebagai akibat,

24
gerakan urin kekandung kemih lebih lambat. Stasis urin ini meningkatkan
kemungkinan pielonefriti

Estrogen dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi yang terjadi pada kandung
kemih yang akan naik ke ginjal. Bendungan dan atoni ureter dalam kehamilan
mungkin disebabkan oleh progesteron, obstipasi atautekanan uterus yang membesar
pada ureter.

Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisadicegah oleh aliran
air kemih yang akan membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter di tempat
masuknya ke kandung kemih. Berbagai penyumbatan fisik pada aliran air kemih
(misalnya batu ginjal atau pembesaran prostat) atau arus balik air kemih dari
kandung kemih ke dalamureter, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi
ginjal.

D. Patofisiologi

Umumnya bakteri seperti Eschericia coli, Streptococus fecalis, Pseudomonas


aeruginosa, dan Staphilococus aureus yang menginfeksi ginjal berasal dari luar tubuh
yang masuk melalui saluran kemih bagian bawah (uretra), merambat ke kandung
kemih. lalu ke ureter (saluran kemih bagian atas yang menghubungkan kandung
kemih dan ginjal) dan tibalah ke ginjal, yang kemudian menyebar dan dapat
membentuk koloni infeksi dalam waktu 24-48 jam. Infeksi bakteri pada ginjal juga
dapat discbarkan melalui alat-alat seperti kateter dan bedah urologis. Bakteri lebih
mudah menyerang ginjal bila terdapat hambatan atau obstruksi saluran kemih yang
mempersulit pengeluaran urin, seperti adanya batu atau tumor.

Patogenesis infeksi saluran kemih sangat kompleks, karena tergantung dari


banyak faktor seperti faktor pejamu (host) dan faktor organisme penyebab. Bakteri
dalam urin dapat berasal dari ginjal, ureter, vesika urinaria atau dari uretra. Beberapa
faktor predisposisi pielonefritis adalah obstruksi urin, kelainan struktur, urolitiasis,
benda asing, refluks. Bakteri uropatogenik yang melekat pada pada sel uroepitelial,

25
dapat mempengaruhi kontraktilitas otot polos dinding ureter, dan menyebabkan
gangguan peristaltik ureter. Melekatnya bakteri ke sel urocpitelial, dapat
meningkatkan virulensi bakteri tersebut (Hanson, 1999 dalam Kusnawar, 2001).
Mukosa kandung kemih dilapisi oleh glycoprotein mucin layer yang berfungsi
sebagai anti bakteri. Rusaknya lapisan ini akibat dari mekanisme invasi bakteri
seperti pelepasan toksin dapat menyebabkan bakteri dapat melekat, membentuk
koloni pada permukaan mukosa, masuk menembus epitel dan selanjutnya terjadi
peradangan. Bakteri dari kandung kemih dapat naik ke ureter dan sampai ke ginjal
melalui lapisan tipis cairan (films of fluid), apalagi bila ada refluks vesikoureter
maupun refluks intrarenal. Bila hanya vesika urinaria yang terinfeksi, dapat
mengakibatkan iritasi dan spasme otot polos vesika urinaria, akibatnya rasa ingin
miksi terus menerus (urgency) atau miksi berulang kali (frekuensi), dan sakit waktu
miksi (disuria). Mukosa vesika urinaria menjadi edema, meradang dan perdarahan
(hematuria).

Infeksi ginjal dapat terjadi melalui collecting system. Pelvis dan medula ginjal
dapat rusak, baik akibat infeksi maupun oleh tekanan urin akibat refluks berupa atrofi
ginjal. Pada pielonefritis akut dapat ditemukan fokus infeksi dalam parenkim ginjal.
ginjal dapat membengkak, infiltrasi lekosit polimorfonuklcar dalam jaringan
interstitial, akibatnya fungsi ginjal dapat terganggu.

Pada pielonefritis kronik akibat infeksi, adanya produk bakteri atau zat
mediator toksik yang dihasilkan oleh sel yang rusak, mengakibatkan parut ginjal
(renal scarring) (Hanson, 1999 dalam Kusnawar, 2001). Pada pielonefritis akut,
inflamasi menyebabkan pembesaran ginjal yang tidak lazim. Korteks dan medula
mengembang dan multipel abses. Kalik dan pelvis ginjal juga akan berinvolusi.
Resolusi dari inflamasi menghsilkan fibrosis dan scarring. Pielonefritis kronis muncul
setelah periode berulang dari pielonefritis akut. Ginjal mengalami perubahan
degeneratif dan menjadi kecil serta atrophic. Jika destruksi nefron meluas, dapat
berkembang menjadi gagal ginjal.

26
E. Tanda dan gejala

Gejala pada klien dengan pielonefritis biasanya timbul secara tiba-tiba berupa
demam, menggigil, nyeri di punggung bagian bawah, mual dan muntah. Selain itu,
beberapa penderita menunjukkan gejala infeksi saluran kemih bagian bawah biasanya
sering berkemih dan nyeri ketika berkemih. Bisa terjadi pembesaran salah satu atau
kedua ginjal. Kadang otot perut berkontraksi kuat. Bisa terjadi kolik renalis, dimana
penderita merasakan nyeri hebat yang disebabkan oleh kejang ureter. Kejang bisa
terjadi karena adanya iritasi akibat infeksi atau karena lewatnya batu ginjal.

Pada anak-anak, gejala infeksi ginjal seringkali sangat ringan dan lebih sulit
untuk dikenali. Pada infeksi menahun (pielonefritis kronis), nyerinya bersifat samar
dan demam hilang-timbul atau tidak ditemukan demam sama sekali. Pielonefritis
kronis hanya terjadi pada penderita yang memiliki kelainan utama, seperti
penyumbatan saluran kemih, batu ginjal yang besar atau arus balik air kemih dari
kandung kemih ke dalam ureter (pada anak kecil). Piclonefritis kronis pada akhirnya
bisa merusak ginjal sehingga ginjal tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya
(gagal ginjal). Berikut tanda dan gejala pielonefritis akut dan pielonefritis kronis:

a. Pielonefritis akut
 Demam
 Menggigil
 nyeri panggul
 nyeri tekan pada sudut kostovetebral (CVA)
 Iekositosis
 adanya bakteri dan sel darah putih pada urin
 disuria
 biasanya terjadi pembesaran ginjal discrtai infiltrasi interstisial sel-sel
inflamasi.
b. Pielonefritis kronis
 tanpa gejala infeksi, kecuali terjadi eksaserbasi.
27
 keletihan
 sakit kepala
 nafsu makan rendah
 poliuria
 haus yang berlebihan
 kehilangan berat badan
 infeksi yg menetap menyebabkan jaringan parut di ginjal, disertai gagal ginjal
pada akhirnya.

F. Diagnosis

Pemeriksaan yang dilakukan untuk memperkuat diagnosis pielonefritis adalah:

1. Whole blood
2. Urinalisis
3. USG dan Radiologi : USG dan rontgen bisa membantu menemukan adanya batu
ginjal, kelainan struktural atau penyebab penyumbatan air kemih lainnya
4. BUN
5. Creatinin
6. Serum Electrolytes
7. Biopsi ginjal
8. Pemeriksaan IVP : Pielogram intravena (IVP) mengidentifikasi perubahan atau
abnormalitas struktur

G. Penatalaksanaan

Pada kasus-kasus ringan dan sedang dari pielonefritis akut tanpa komplikasi,
terapi oral 10-14 hari biasanya cukup. Fluorokuinolon selama 7-10 hari dapat
direkomendasikan sebagai terapi lini pertama apabila tingkat resistensi E. coli
masih <10%. Jika dosis fluorokuinolon ditingkatkan, pengobatan dapat dikurangi
menjadi 5 hari (Grabe et al., 2015).
Sefalosporin oral generasi ketiga, seperti cefpodoxime proxetil atau
28
ceftibuten, bisa menjadi alternatif. Namun, penelitian yang ada hanya menunjukkan
ekivalensi klinis, tetapi tidak efikasi mikrobiologis dibandingkan dengan
ciprofloxacin. Sebagai hasil dari peningkatan tingkat resistensi E. coli > 10%, co-
trimoxazole tidak cocok untuk terapi empiris di sebagian besar daerah, tetapi dapat
digunakan setelah sensitivitas telah dikonfirmasi melalui uji kepekaan. Co-
amoxiclav tidak direkomendasikan sebagai obat pilihan pertama untuk terapi oral
empiris pielonefritis akut (Grabe et al 2015).
Tabel 2. Rekomendasi terapi antimikroba oral empiris awal pada pielonefritis akut
ringan dan sedang (Grabe et al., 2015)
Antibiotik Dosis harian Durasi terapi
Ciprofloxacin 500-750 mg bid 7-10 hari
Levofloxacin 500 mg qd 7-10 hari
Levofloxacin 750 qd 5 hari
Alternatif
Cefpodoxime proxetil 200 mg bid 10 hari
Ceftibuten 400 mg qd 10 hari
Hanya jika patogen diketahui rentan (bukan untuk terapi empiris
awal)
Trimetoprim-Sulfametoxazol 160/800 mg bid 14 hari
Co-amoxiclav 0,50/0,125 g tid 14 hari

Pada wanita hamil dengan manajemen rawat jalan pielonefritis dengan


antibiotik yang tepat juga dapat dipertimbangkan, asalkan gejalanya ringan. Dalam
kasus pielonefritis yang lebih parah, rawat inap dan perawatan suportif biasanya
diperlukan. Setelah perbaikan klinis terapi parenteral juga dapat dialihkan ke
terapi oral untuk total durasi pengobatan 7-10 hari. Pada pria dengan ISK demam,
pielonefritis, atau infeksi berulang, atau kapan pun faktor yang menyulitkan
dicurigai, durasi perawatan minimal 2 minggu dianjurkan dengan fluorokuinolon
karena keterlibatan prostat sering terjadi (Grabe et al., 2015).

29
Tabel 3. Rekomendasi terapi antimikroba parenteral empiris awal pada pielonefritis
akut berat tanpa komplikasi (Grabe et al., 2015)
Antibiotik Dosis harian
Ciprofloxacin 400 mg bid
Levofloxacin 250-500 mg qd
Levofloxacin 750 mg qd
Alternatif
Sefotaksim 2 g tid
Seftriakson 1-2 g qd
Seftazidime 1-2 g tid
Sefepim 1-2 g bid
Co-amoxicav 1,5 g tid
Piperacilin/tanzobactam 2,5 – 4,5 g tid
Gentamicin 5 mg/kg qd
Amikacin 15 mg/kg qd
Ertapenem 1 g qd
Imipenem/cilastatin 0,5/ 0,5 g tid
Meropenem 1 g tid
Doripenem 0,5 g tid

ISK Complicated termasuk pielonefritis akut harus dirawat setidaknya 7 hari


dan kadang-kadang 2 minggu atau lebih. Wanita yang datang dengan kasus
pielonefritis ringan (didefinisikan sebagai demam ringan dan jumlah darah putih
perifer normal hingga sedikit meningkat, tanpa mual atau muntah) dapat dirawat
sebagai pasien rawat jalan. Pasien yang menunjukkan tanda dan gejala yang lebih
parah perlu dirawat ke pengaturan perawatan akut untuk perawatan yang tepat. Hal

30
yang sama berlaku untuk pemilihan antibiotik pada pasien ini. Pasien dengan rawat
jalan dapat diobati dengan trimethoprim sulfamethoxazole, fluorokuinolons, atau
bahkan penghambat β-lactam/β-lactamase, seperti asam amoxicillinclavulanic.
Dalam kasus-kasus di mana antibiotik IV sekali pakai digunakan sebagai terapi
tambahan, dosis ceftriaxone tunggal atau terapi aminoglikosida dosis tinggi tunggal
dapat digunakan sebagai pengganti fluorokuinolon IV (Rose & Matthias, 2013).
Fluorokuinolons (ciprofloxacin atau levofloxacin) secara oral selama 7 hingga 10
hari adalah pilihan lini pertama pada pielonefritis ringan hingga sedang. Pilihan
lain termasuk trimethoprim- sulfametoksazol selama 14 hari. Jika amoksisilin /
klavulanat atau sefalosporin oral digunakan, disarankan untuk memberikan
antimikroba long-acting parenteral seperti ceftriaxone terlebih dahulu dan
melanjutkan agen oral selama 10 hingga 14 hari (Grabe et al., 2015).
Pada pasien dengan pielonefritis berat, terapi parenteral harus diberikan pada
awalnya. Terapi harus memberikan spektrum cakupan yang luas dan harus diarahkan
ke bakteremia atau sepsis, jika ada. Sejumlah rejimen antibiotik telah digunakan
sebagai terapi empiris, termasuk fluorokuinolon IV, aminoglikosida dengan atau
tanpa ampisilin, dan sefalosporin spektrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida.
Pilihan lain termasuk aztreonam, kombinasi inhibitor β-laktamase (misalnya,
ampisilin–Sulbactam, ticarcillin-clavulanate, dan piperacillin- tazobactam),
karbapenem (misalnya, imipenem, meropenem, doripenem, atau ertapenem), atau IV
trimethoprim-sulfamethoxazole. Jika pasien telah dirawat di rumah sakit dan dalam 6
bulan terakhir, menggunakan kateter urin , atau penghuni panti jompo, kemungkinan
P. aeruginosa dan enterococci, serta beberapa organisme yang resisten, harus
dipertimbangkan. Dalam hal ini, ceftazidime, ticarcillin-clavulanate, piperacillin,
aztreonam, meropenem, atau imipenem dalam kombinasi dengan aminoglikosida
direkomendasikan. Ertapenem tidak boleh digunakan dalam situasi ini karena tidak
aktif terhadap enterococci dan P. aeruginosa (Coyle & Prince, 2015).

2.4. Uretritis

A. Definisi
31
Uretritis adalah suatu inflamasi uretra atau suatu infeksi yang menyebar naik
yang digolongkan sebagai infeksi gonoreal dan nongonoreal. Namun demikian kedua
kondisi tersebut dapat terjadi pada satu pasien. (Nursalam, 2008). Uretritis yaitu
inflamasi pada uretra, keadaan ini kerap kali merupakan gejala penyakit gonore, dapat
pula disebabkan oleh mikroorganisme. (Barbara. 2005).

Uretritis adalah peradangan yang terjadi pada uretra (Anonym 1997).


Urethritis juga merupakan salah satu sindroma dari penyakit menular seks (PMS)
urethritis secara spesifik dapat terbagi menjadi 2 yaitu gonococal urethritis dan
nongonococal urethritis.

Urethritis merupakan peradangan pada saluran kencing atau urethra, yang


terjadi pada lapisan kulit urethra, disebabkan oleh bakteri-bakteri yang menyerang
saluran kemih seperti Chlamydia trachomatis, neisseria gonorrhoae, tricomonal
vaginalis dan lain-lain. peradangan ini biasanya terjadi pada ujung urethra atau
urethra bagian posterior, urethritis juga merupakan salah satu dari infeksi dari saluran
kemih yaitu urethra, prostate, vas deferens, testis atau ovarium, buli-buli, ureter
sampai ginjal. dan dapat dikatakan sebagai bagian dari infeksi saluran kemih
superficial atau mukosa yang tidak menandakan invasi pada jaringan.

B. Klasifikasi

Klasifikasi Penyakit Urethritis

1. Urethritis Akut

a. Penyakit ini disebabkan asending infeksi atau sebaliknya oleh karena prostate
mengalami infeksi. Keadaan ini lebih sering diderita kaum pria.

b. Tanda dan gejalanya misalnya mukosa merah udematus, terdapat cairan eksudat
yang purulent, Ada ulserasi pada uretra. Jika dilihat secara mikroskopis terlihat
infiltrasi leukosit sel sel plasma dan sel-sel limfosit, ada rasa gatal yang
menggelitik, gejala khas pada urethritis gonorhea yaitu morning sickness, pada

32
pria diakibatkan pembuluh darah kapiler, kelenjar uretra tersumbat oleh
kelompok pus tetapi pada wanita jarang diketemukan

c. Diagnosa diferential seperti urethritis gonorhea, amicrobic pyuhria, urethritis


karena trichomonas dan prostatitis non spesifik.

d. Pemeriksaan diagnostik biasanya dilakukan pemeriksaan terhadap secret uretra


untuk mengetahui kuman penyebab.

e. Tindakan pengobatan diberikan antibiotika. Bila terjadi striktuka, lakukan


dilatasi uretra dengan menggunakan bougil.

f. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah prostatitis, periuretral abses yang


dapat sembuh, kemudian meninbulkan striktura atau urine fistula.

2. Urethritis kronis

a. Penyebabnya adalah pengobatan yang tidak sempurna pada masa akut,


prostatitis kronis dan striktura uretra.

b. Tanda dan gejalanya mukosa terlihat granuler dan merah, jika dilihat secara
mikroskopis tampak infiltrasi dari leukosit, sel plasma, sedikit sel leukosit,
fibroblast bertambah;, getah uretra (+), dapat dilihat pada pagi hari sebelum bak
pertama, uretra iritasi, vesikal iritasi, prostatitis , dan cystitis. Prognosanya bila
tidak diobati dengan baik, infeksi dapat menjalar

c. ke kandung kemih, ureter, ataupun ginjal.

d. Tindakan pengobatan berupa pemberian antibiotika sesuai dengan bakteri


penyebabnya dan berikanlah banyak minum.

e. Komplikasinya dapat terjadi peradangan yang dapat menjalar ke prostate.

3. Urethritis gonokokus

a. Penyebabnya adalah bakteri Neisseria gonorhocoe (gonokokus).


33
b. Tanda dan ge;jalalanya mukosa merah udematus, terdapat cairan eksudat yang
purulent, Ada ulserasi pada uretra. Jika dilihat secara mikroskopisterlihat
infiltrasi leukosit sel sel plasma dan sel – sel limfosit, ada rasa gatal yang
menggelitik, gejala khas pada urethritis gonorhea yaitu morning sickness.

c. Prognosanya infeksi ini dapat menyebar ke proksimal uretra.

d. Komplikasi yang dapat ditimbulkan adalah infeksi yang menyebar ke proksimal


uretra menyebabkan peningkatan frekuensi kencing. Gonokokus dapat menebus
mukosa uretra yang utuh, mengakibatkan terjadi infeksi submukosa yang
meluas ke korpus spongiosum. Infeksi yang menyebabkan kerusakan kelenjar
peri uretra akan menyebabkan terjadinya fibrosis yang dalam beberapa tahun
kemudian mengakibatkan striktura uretra.

4. Urethritis non gonokokus (non spesifik)

a. Urethritis non gonokokus (sinonim dengan urethritis non spesifik) merupakan


penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual yang paling sering
diketemukan. Pada pria, lender urctra yang mukopurulen dan disuria terjadi
dalam beberapa hari sampai beberapa minggu setelah melakukan hubungan
kelamin dengan wanita yang terinfeksi. Lendir mengandung sel nanah tetapi
gonokokus tidak dapat di deteksi secara mikroskopis atau kultur

b. Jumlah insidennya masih merupakan penyakit yang sering terjadi pada banyak
bagian dunia, insiden berhubungan langsung dengan promiskuitas dari
populasi

c. Penyebab dari infeksi ini hampir selalu didapat selama hubungan seksual.
Gonokokus membelah diri pada mukosa yang utuh dari uretra anterior dan
setelah itu menginvasi kelenjar peri uretral, dengan akibat terjadinya
bakteremia dan keterlibatan limfatik.

34
d. Jika diamati secara makroskopik terjadi peradangan akut dari mukosa uretra,
dengan cksudat yang purulenta pada permukaan dan dapat terjadi ulserasi dari
mukosa.

e. Perjalanan penyakit ini dapat mengalami resolusi dalam 2-4 minggu, sebagai
akibat pengobatan atau kadang kadang spontan dan jika tidak dilakukan
penatalaksanaan dengan benar akan menjadi kronik.

f. Faktor penyulit proses penyembuhan jika terjadi urethritis posterior,


prostatitis, vesikulitis, epididimitis, sistitis, abses peri uretral dan penyebaran
sistemik (A.D Thomson,2007).

C. Etiologi

Pada orang dewasa khususnya wanita muda dan aktif dapat ditularkan
organisme penyebab urethritis melalui hubungan seksual seperti Chlamydia
trachomatis, niesseria gonorrhoaeae, dan virus herpes simpleks merupakan kuman-
kuman penyebab utama urethritis. Pada wanita dapat juga terjadi karena perubahan
PH dan flora vulva dalam siklus menstruasi Ada juga organisme lain seperti urea
plasma, urcalyticum, mycoplasma hominis, tricomonal vaginalis, dan neisseria
meningitides yang juga menupakan organisme penyebab peradangan urethra. Tidak
hanya pada perempuan tapi pada laki-laki dan anak bayi dan remaja bias terjangkit
olehkuman-kuman ini.Kuman gonore atau kuman lain, kadang-kadang urethritis
terjadi tanpa adanya bakteri. Penyebab klasik dari urethritis adalah infeksi yang
dikarenakan olch Neisseria Gonorhoea. Akan tetapi saat ini urethritis disebabkan oleh
infeksi dari spesies Chlamydia, Eserchia Coli atau Mycoplasma. Secara umum
penyebab dari urethritis adalah sebagai berikut

a. Kuman Gonorrhoe (N.Gonorhoe).

b. Kuman Non-Gonorrhoe (Klamidia Trak omatik atau Urea Plasma Urelytikum).

c. Tindakan invasif.

35
d. Iritasi batu ginjal.

e. Trihomonas vaginalis.

f. Organisme bakteri gram negatif seperti

 Escherichia coli.
 Entero bakteri.
 Pseudomonas.
 Klebsiella,
g. Proteus.

Pada pria, urethritis biasanya dimulai dengan keluarnya cairan dari uretra, Jika
penyebabnya adalah gonokokus maka cairan ini akan mengandung nanah. Jika
penyebabnya adalah jasad renik yang lainnya, maka cairan ini mengandung lendir.
Gejala lainnya adalah nyeri pada saat berkemih dan penderita sering mengalami
desakan untuk berkemih.

Jika urethritis karena gonokokus tidak diobati secara adekuat, maka pada
akhirnya akan terbentuk penyempitan uretra (striktur). Striktur ini akan meningkatkan
resiko terjadinya urcthritis pada uretra yang lebih tinggi dan kadang menyebabkan
terbentuknya abses di sekitar uretra. Abses bisa membentuk kantong pada dinding
uretra (divertikulum uretra), yang juga bisa mengalami infeksi. Jika abses
menyebabkan terjadinya perforasi kulit, maka air kemih bisa mengalir melalui saluran
baru (fistula uretra).

D. Patofisiologi

Secara umum ada 2 penyebab utama dari penyakit urethritis yaitu invasi
kuman (gonorrhoe, trihomonas vaginalis gram negatif) urethritis dan iritasi (iritasi
batu ginjal, iritasi karena tindakan invasif menyebabkan retak dan permukaan mukosa
pintu masuknya kuman proses peradangan urethritis).
36
Pada kebanyakan kasus organisme penycbab dapat mencapai kandung kemih
melalui uretra. Infeksi ini sebagai sistitis, dapat terbatas di kandung kemih saja atau
dapat merambat ke atas melalui uretra ke ginjal. Organisme juga dapat sampai ke
ginjal atau melalui darah atau kelenjar getah bening, tetapi ini jarang terjadi. Tekanan
dari kandung kemih menyebabkan saluran kemih normal dapat mengeluarkan bakteri
yang ada sebelum bakteri tersebut sampai menyerang mukosa. Obstruksi aliran kemih
proksimal terhadap kandung kemih mengakibatkan penimbunan cairan, bertekanan
dalam pelvis ginjal dan ureter. Hal ini dapat menyebabkan atrofi hebat pada parenkim
ginjal atau hidronefrosis. Disamping itu obstruksi yang terjadi di bawah kandung
kemih sering disertai refluk vesiko ureter dan infeksi pada ginjal. Penyebab umum
obstruksi adalah jaringan parut ginjal dan uretra, batu saluran kemih, neoplasma,
hipertrofi prostat, kelainan kongenital pada leher kandung kemih dan uretra serta
penyempitan uretra.

E. Tanda dan gejala

1. Mukosa memerah dan edema.


2. Terdapat cairan exudat yang purulent.
3. Ada ulserasi pada uretra.
4. Adanya rasa gatal yang menggelitik.
5. Adanya pus pada awal miksi.
6. Nyeri pada saat miksi.
7. Kesulitan untuk memulai miksi.
8. Nyeri pada abdomen bagian bawah.

F. Diagnosis

Urinalisis

1) Leukosuria atau piuria terdapat > 5 /lpb sedimen air kemih

2) Hematuria 5 – 10 eritrosit/lpb sedimen air kemih.

37
Bakteriologis

1) 1) Mikroskopis ; satu bakteri lapangan pandang minyak emersi. 102 – 103


organisme koliform/mL urin plus piuria.

2) Biakan bakteri

3) Tes kimiawi; tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji carik

G. Penatalaksanaan

 Farmakologi

 Penatalaksanaan Infeksi gonore Antibiotika lini pertama yang direkomendasikan


untuk N. gonnorrheae:

 Ceftriaxone 1 gr IM dengan lokal anestesi atau IV single dose ditambah


Azithromycin 1-1,5 gr per oral

 Jika injeksi merupakan kontraindikasi, diberikan cefixime 800 mg per oral

 Regimen alternatif diberikan cefixime 400 mg single dose atau azithromycin


1-1,5 gr Infeksi gonore sering diikuti dengan infeksi chlamydia. Oleh karena
itu perlu ditambahkan antibiotika anti-chlamydial. Seperti pada penyakit
menular seksual lainnya, penatalaksanaan terhadap pasangan seksual perlu
diberikan.

 Penatalaksanaan Infeksi Chlamydia Trachomatis


Terapi yang dapat diberikan antara lain:
• Azytromycin 1gr dosis tunggal per oral
• Doxycicline 100 mg dua kali sehari selama 7 hari
Terapi alternative adalah:

38
• Erythromycin basa, 500 mg empat kali sehari
• Erythromycin ethylsuccinate, 800 mg empat kali sehari
• Ofloxacin, 300 mg dua kali sehari
• Levofloxacin, 500 mg sekali sehari selama 7 hari.

Doxycycline, erythromycin estolate, and ofloxacin merupakan kontraindikasi


pada kehamilan, sedangkan erythromycin basa, erythromycin ethylsuccinate, dan
azithromycin aman pada kehamilan. Alternatif lain pada kehamilan dapat
menggunakan amoxicillin 500 mg tiga kali sehari selama 7 hari.

Pasangan harus abstinensia hingga keduanya menyelesaikan terapi atau 7 hari


setelah terapi dengan dosis tunggal. Kultur ulang direkomendasikan 3 minggu setelah
terapi dengan erythromycin karena angka kesembuhannya rendah, pada wanita hamil
atau pasien dengan gejala yang menetap. Pasien Chlamydia dengan resiko tinggi
kambuh (sering berganti pasangan seksual) harus dilakukan screening ulang
menggunakan serologi Chlamydia atau pemeriksaan nucleic acid amplification test
(NAAT) 3 hingga 4 bulan setelah terapi.

 Non Farmakologi

 Dianjurkan untuk sering minum dan buang air kecil sesuai kebutuhan untuk
membilas microorganisme yang mungkin naik ke uretra.

 untuk wanita harus membilas dari depan ke belakang untuk menghindari


kontaminasi lubang urethra oleh bakteri feces.

39
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

ISK merupakan infeksi yang paling umum dari infeksi bakteri dan sering kali
menyebabkan morbiditas dan mortalitas. Selain itu ISK adalah alasan paling umum
kedua untuk resep antibiotik empiris. ISK juga merupakan pendorong utama
penggunaan antibiotik dan resistensi antibiotic.

Berdasarkan lokasi infeksi, ISK dapat diklasifikasikan dalam :

• ISK bagian bawah: uretritis (uretra), cystitis (kandung kemih)

• ISK bagian atas: pielonefritis (ginjal).

ISK bagian bawah, meliputi sistitis dan uretritis, umumnya merupakan


kondisi yang menyebabkan gejala khas seperti disuria, nyeri suprapubik, frekuensi
berkemih, urgensi, dan perasaan buang air kecil yang tidak komplit. Manifestasi
sistemik, seperti demam, jarang terjadi Biasanya diobati dengan antibiotik oral yang
diekskresikan oleh ginjal, sehingga mencapai tingkat tinggi dalam urin, tetapi belum
tentu mencapai tingkat sistemik atau jaringan yang tinggi

3.2. Saran

Makalah ini ditulis dengan sebaik mungkin oleh penulis akan tetapi masih jauh dari
kata sempurna maka dibutuhkan kritik dan saran kepada penulis

40
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, D. C., Hackley, J. C., (2000), Keperawatan Medikal-Bedah Buku Saku


Dari Brunner & Suddarth (Terjemahan), EGC, Jakarta

Benson, Ralp C & Martin L. Pernol. 2009. Buku Saku Obstetri & Ginekologi. Edisi
9. Jakarta : EGC

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa:
Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC:
Jakarta.

Coyle, E. A. & Prince, R. A.. 2005. Urinary Tract Infection and Prostatitis, in 7th
Edition. The McGraw Hill Comparies, Inc., USA.

Ferdinand Fictor & Ariebowo Moekti. 2007. Praktis Belajar Biologi. Jakarta: visindo
Media Persada.

Grabe M., et al., 2015, Guidlines on Urological Infections, European Association of


Urology (EEU), 11

Grace,Pierce A, neil R. Borley.2007.At a Glance Ilmu Bedah.edisi ketiga. Jakarta:


Erlangga

Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Suwitra, K. & Mangatas, S.M., 2004. Diagnosis dan Penatalaksanaan Infeksi Saluran
Kemih Terkomplikasi F. K. UNUD & Dexamedia, eds., Denpasar.

Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC

Tessy, A. & Suwanto, A., 2001. Infeksi Saluran Kemih dalam Buku Ajar Ilmu Jilid II
E. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, ed., Jakarta.
41

Anda mungkin juga menyukai