Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

CERVICAL ROOT SYNDROME

DISUSUN OLEH:
Zanuba Arifa 22710108

PEMBIMBING:
dr. A. A. Sagung Mas C, Sp.KFR

SMF ILMU PENYAKIT SARAF


BAGIAN REHABILITASI MEDIK
RSUD DR. MOHAMAD SALEH KOTA PROBOLINGGO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
SURABAYA
2022
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT
SMF ILMU PENYAKIT SARAF

JUDUL:
CERVICAL ROOT SYNDROME

Telah disetujui dan disahkan pada:

Hari :

Tanggal :

Mengetahui,
Dokter Pembimbing

dr. A. A. Sagung Mas C, Sp.KFR

ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
segala Berkat dan Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Referat yang
berjudul “Cervical root Syndrome” dengan baik dan tepat waktu. Tugas referat ini
merupakan salah satu tugas kepaniteraan klinik dari SMF Ilmu Saraf bagian
Rehabilitasi Medik di RSUD Dr. Moh. Saleh Kota Probolinggo.
Dalam menyelesaikan referat ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dr. A. A. Sagung
Mas C, Sp.KFR yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan
dan masukan selama penyusunan referat ini dan teman – teman sejawat serta
berbagai pihak yang telah membantu menyelesaikan referat ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa tugas referat ini masih jauh dari
sempurna. Oleh sebab itu, penulis membuka diri atas kritik dan saran yang
membangun guna kesempurnaan tugas ini. Semoga tugas referat ini dapat
bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan kita bersama.

Probolinggo, 18 September 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................................. ii


KATA PENGANTAR ...................................................................................................... iii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iv
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULAN ................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................................... 3
1.3.1 Tujauan umum ................................................................................................. 3
1.3.2 Tujuan khusus .................................................................................................. 3
BAB II ................................................................................................................................ 4
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................... 4
2.1 Definisi ..................................................................................................................... 4
2.2 Anatomi dan Fisiologi ............................................................................................. 4
2.3 Epidemiologi ............................................................................................................ 9
2.4 Faktor resiko ........................................................................................................... 9
2.5 Etiologi ..................................................................................................................... 9
2.6 Patofisiologi ........................................................................................................... 10
2.7 Gejala Klinis .......................................................................................................... 10
2.8 Diagnosis ................................................................................................................ 11
BAB III............................................................................................................................. 18
KESIMPULAN ............................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 19

iv
BAB I

PENDAHULAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Hal ini berkaitan dengan kondisi yang stabil dan keadaan sejahtera dari badan,
jiwa, dan social yang memungkinkan seseorang dapat hidup secara produktif.
Manusia harus memiliki tubuh yang sehat agar dapat melakukan aktivitas
sehari-harinya dengan baik. Pada zaman yang semakin maju ini aktivitas
manusia semakin tinggi yang diakibatkan karna semakin tingginya kebutuhan
hidup yang harus dipenuhi. Tingginya aktivitas tersebut membuat manusia
cenderung melakukan aktivitas yang berlebihan.
Aktivitas berlebihan akan menimbulkan efek pada seseorang, seperti
keluhan pada sistem otot (musculoskeletal) berupa keluhan rasa sakit, nyeri,
pegal-pegal dan lainnya. Tentu keadaan ini akan menimbulkan masalah serius,
contohnya beberapa kasus didapati seseorang dapat terkena Cervical Root
Syndrome, Cervical Root Syndrome adalah syndrome atau keadaan yang
ditimbulkan oleh adanya iritasi atau kompresi pada radiks syaraf cervical yang
ditandai dengan adanya rasa nyeri pada leher (tengkuk) yang menjalar ke bahu
dan lengan sesuai dengan radiks yang terkena (Gede, 2018).
Cervical Root Syndrome mengacu pada serangkaian gangguan yang
disebabkan oleh perubahan yang disebabkan oleh perubahan di tulang cervical
dan jaringan lunak di sekitarnya, dengan rasa nyeri pada umumnya Prevalensi
puncak pada usia pertengahan, dan wanita lebih sering terkena daripada pria.
Faktor resiko meliputi pekerjaan berulang-ulang, fleksi cervical dalam waktu
yang lama, tingginya pskologis karena tekanan pekerjaan, merokok, dan cedera
leher atau bahu sebelumnya. Nyeri cervical dapat disebabkan oleh beberapa
factor seperti trauma, proses inflamasi, dan gangguan proses degenerasi. Di
setiap tahun sekitar 16 tiap waktu,10% sampai 20% populasi dilaporkan
mempunyai masalah nyeri leher, dengan 54% individu mengalami nyeri leher
dalam waktu 6 bulan terakhir. Prevalensi nyeri leher meningkat oleh karena usia
dan umumnya terjadi pada wanita berusia sekitar 50 tahun. Fisioterapi dapat

1
berperan untuk mengurangi keluhan pada penderita dengan menggunakan
modalitas, SWD, Ultrasound, dan Manual traksi. Dengan begitu rasa nyeri pada
leher dapat berkurang karena setelah kita ketahui bahwa sebelum sampai ke
otak impuls telah disentralisir oleh arus ini. Sehingga setiap kali diadakan terapi
dengan SWD ini maka rasa nyeri yang diakibatkan cervical root syndrome
akibat spondilosis dapat berkurang dan dapat juga merileksasikan otot, dan
menggunakan manual traksi untuk meningkatkan aktifitas fungsional (ADL)
(Gede, 2018).
Tingginya kasus cervical root syndrome di masyarakat sehingga perlu
adanya pemahaman akan pentingnya memelihara serta meningkatkan kesehatan
sebagai upaya untuk mengatasi masalah kesehatan. Dalam hal ini, tenaga
kesehatan memiliki peranan penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan yang maksimal kepada masyarakat agar masyarakat mencapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya, upaya kesehatan harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang bertanggung jawab serta memiliki etika dan moral yang
tinggi, (UU RI No.36, 2014). Salah satu tenaga kesehatan yang kita tahu yaitu
fisioterapi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari cervical root syndrome?
2. Bagaimana anatomi dan fisiologi cervical root syndrome?
3. Bagaimana epidemiologi dari cervical root syndrome?
4. Apa saja faktor resiko terjadinya cervical root syndrome?
5. Bagaimana etiologi dari cervical root syndrome?
6. Bagaiaman patofisiologi dari cervical root syndrome?
7. Bagaimana diagnosis dari cervical root syndrome?
8. Bagaimana penatalaksaan dari cervical root syndrome?
9. Apa diagnose banding dari cervical root syndrome?
10. Apa komplikasi dari cervical root syndrome?

2
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujauan umum
Untuk menambah pemahaman dan wawasan mengenai cervical root syndrome

1.3.2 Tujuan khusus


a. Untuk mengetahui pengertian dari cervical root syndrome
b. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi cervical root syndrome
c. Bagimana epidemiologi dari cervical root syndrome
d. Untuk mengetahui apa saja faktor resiko cervical root syndrome
e. Bagaimana etiologi dari cervical root syndrome
f. Bagaimana patofisiologi dari cervical root syndrome
g. Bagaimana diagnosis dari cervical root syndrome
h. Bagaimana penatalaksaan dari cervical root syndrome
i. Untuk mengetahui diagnose banding dari cervical root syndrome
j. Apa komplikasi dari cervical root syndrome

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Cervical root syndrome (CRS) adalah kondisi karena adanya iritasi atau
adanya suatu jepitan dari cervical disebabkan karena discus intervertebralis
menonjol yang terjadi secara terus-menerus, tanda dan gejalanya dapat
menyebabkan nyeri leher menjalar hingga lengan baik lengan atas maupun lengan
bawah. Nyeri leher merupakan nyeri yang terjadi pada tepian saraf letaknya di
berbagai ligamen serta otot-otot leher, dan discus intervertebralis serta diskus
lapisan terluar (Wulaningsih et al., 2022).

Cervical Root Syndrome adalah syndrome atau keadaan yang ditimbulkan


oleh adanya iritasi atau kompresi pada radiks syaraf cervical yang ditandai dengan
adanya rasa nyeri pada leher (tengkuk) yang menjalar ke bahu dan lengan sesuai
dengan radiks yang terkena (Gede, 2018).

Cervical Root Syndrome (CRS) adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh
iritasi atau kompresi radikulopati servikal yang disebabkan oleh tonjolan diskus
invertebralis dengan hilangnya sensorik atau motorik (Vetiani & Pristianto, 2022).

2.2 Anatomi dan Fisiologi


Anatomi dan Fisiologi vertebra cervical (Amaliza, 2017):
1. Vertebra cervical
Terdiri dari tujuh Vertebra yang ukurannya semakin membesar secara
progresif dari C1 sampai C7. Vertebra cervical memiliki ukuran yang kecil
dan pergerakan yang banyak dibandingkan tulang vertebra lain.

4
Gambar 2 Tulang Vertebra Cervical
a. Vertebra C1 (atlas)

Vertebra C1 disebut juga atlas, fungsi utama atlas yaitu untuk


menyangga kepala. Vertebra C1 terbentuk seperti cincin, memiliki
corpus vertebra yang kecil tetapi mempunyai arcus anterior dan arcus
posterior serta dua massa lateralis yang berbentuk cawan dan tidak
memiliki prosesus spinosus. Menurut mitos Yunani atlas menahan
beban berat kepala pada bahunya yang masing-masing bersendi dengan
condylus occipitalis di setiap sisi foramen pada sendi atlantooccipitalis,
sendi ini memiliki sedikit peran pada fleksi ekstensi serta fleksi lateral.

Gambar 2. Vertebra C1 (atlas)


b. Vertebra C2 (axis)

Vertebra C2 disebut juga axis,mempunyai corpus vertebra di bagian


anterior dan terdapat pasak berbentuk menyerupai jari pada bagian
superior. Tulang ini disebut odontoid atau dens (dont dan dens berasal

5
dari bahasa latin yang artinya gigi) yang berada secara terlindungi pada
arcus anterior atlantis. Keduanya dihubungkan oleh ligamentum
tranversum fibrosa yang berjalan dibelakang processus odontoideus.
Sekitar 50˚rotasi vertebra cervical terjadi pada sendi atlantoaxialis.

Gambar 3. C2 (axis)

Gambar 4. ligamentum tranversum

c. Vertebra C3 sampai C7
Bersifat lebih khas dan mempunyai bagian anterior yang
menahan beban yang disebut corpus vertebra, serta bagian posterior
termasuk arcus neuralis dan facies articularis. Arcus neuralis
terbentuk dari dua pediculus yang melekat pada corpus vertebra dan

6
dua lamina yang bergabung pada garis tengah (midline) yang
membentuk processus spinosus.

Gambar 5. C3-C7 dan processus spinosus


Tiga pasang tulang menonjol dari masing-masing arcus yang dekat dengan
persimpangan (junction) pediculus dan lamina yaitu dua processus
transversus, dua processus articularis superior dan dua processus
articularis inferior.

Gambar 6. lamina dan pediculus


Facies articularis superior dan Facies articularis inferior secara
bersama-sama membentuk Facies articularis apophyseal yang
memungkinkan gerakan pada columna vertebralis dan mencegah
bergesernya ke depan vertebra yang satu terhadap vertebra lainnya.

7
Gambar 7. Facies articularis

Vertebra C3 sampai C7 sering kali memiliki penonjolan tulang yang unik di bagian
posterior dan lateral dari lempeng superior masing-masing vertebra yang bersendi
dengan permukaan inferolateral, miring pada vertebra di atasnya membentuk sendi
uncovertebral Luschka. Bentuk sendi ini memungkinkan gerakan vertebra cervical
yang lebih luas dibandingkan dengan vertebra thoracal dan vertebra lumbal, serta
berfungsi untuk stabilisasi lateral pada discus intervertebralis yang membentuk
penahan untuk mencegah keluarnya isi discus intervertebralis ke arah
posterolateral.

Gambar 8. Sendi uncovertebral

8
Vertebra C3 sampai C7 memungkinkan vertebra cervical untuk bergerak fleksi,
ekstensi, fleksi lateral dan rotasi. Pada sikap istirahat yang netral processus spinosus
C7 (vertebra prominens) teraba pada garis tengah dasar leher.

2.3 Epidemiologi
Prevalensi nyeri leher kronis berkisar antara 5,9% hingga 38,7%. Patologi
ini digambarkan sebagai lokasi nyeri antara occiput dan vertebra torakalis ketiga
yang menetap selama lebih dari 3 bulan. Insiden CRS diperkirakan 63,5-107,3 per
100.000 orang per tahun, dengan segmen C6 dan C7 yang paling terpengaruh. Nyeri
leher sangat lazim mempengaruhi hingga 50% populasi setiap tahun dan sekarang
menduduki peringkat 4 untuk global disability Borrella-Andrés et al., 2021).

2.4 Faktor resiko


Faktor resiko meliputi pekerjaan berulang-ulang, fleksi cervical dalam
waktu yang lama, tingginya pskologis karena tekanan pekerjaan, merokok, dan
cedera leher atau bahu sebelumnya. Nyeri cervical dapat disebabkan oleh beberapa
factor seperti trauma, proses inflamasi, dan gangguan proses degenerasi.(Gede,
2018).

2.5 Etiologi
Hal yang dapat menyebabkan Cervical Root Syndrome antar lain (Vetiani &
Pristianto, 2022):

a. Radikulopati: penjepitan saraf pada daerah leher.

b. Hernia nucleus pulposus (HNP): kelainan di dalam discus intervertebralis yang


dikarenakan adanya tanda-tanda kompresi akar saraf

c. Spondylosis cervicalis: akibat proses degenerasi dan sesudah terbentuknya


osteopyt kerusakan softisus disekitar sendi vertebra, juga berperan dan berakibat
ankylosis, tetapi juga dapat terjadi karena menyempitnya terusan spinal dan
mengenai dan di foramen inteructebia, jalur saraf dan artei vertebra tertekan.

d. Kesalahan postural: kebiasaan seseorang menggerakan leher secara spontan dan


penggunaan bantal yang terlalu tinggi saat tidur dan dalam waktu yang lama bisa
menimbulkan nyeri.

9
2.6 Patofisiologi
Discus intervertebralis terdiri dari nucleus pulposus yang merupakan
jaringan elastis, yang dikelilingi oleh annulus fibrosus yang terbentuk oleh jaringan
fibrosus. Kandungan air dalam nucleus pulposus ini tinggi, tetapi semakin tua umur
seseorang kadar air dalam nuleus pulposus semakin berkurang terutama setelah
seseorang berumur 40 tahun, bersamaan dengan itu terjadi perubahan degenerasi
pada begian pusat discus, akibatnya discus ini akan menjadi tipis, sehingga jarak
antara vertebrae yang berdekatan mejadi kecil dan ruangan discus menjadi sempit,
selanjutnya annulus fibrosus mengalami penekanan dan menonjol keluar.
Menonjolnya bagian discus ini maka jaringan sekitarnya yaitu corpus-
corpus vertebrae yang berbatasan akan terjadi suatu perubahan. Perubahannya yaitu
terbentuknya jaringan ikat baru yang dikenal dengan nama osteofit. Kombinasi
antara menipisnya discus yang menyebabkan penyempitan ruangan discus dan
timbulnya osteofit akan mempersempit diameter kanalis spinalis. Pada kondisi
normal diameter kanalis spinalis adalah 17 mm sampai 18 mm. Tetapi pada kondisi
CRS, kanalis ini menyempit dengan diameter pada umumnya antara 9 mm sampai
10 mm.
Pada keadaan normal, akar-akar saraf akan menempati seperempat sampai
seperlima, sedangkan sisanya akan diisi penuh oleh jaringan lain sehingga tidak ada
ruang yang tersisa. Bila foramen intervertebralis ini menyempit akibat adanya
osteofit, maka akar-akar saraf yang ada didalamnya akan tertekan. Saraf yang
tertekan ini mula-mula akan membengkok. Perubahan ini menyebabkan akar-akar
saraf tersebut terikat pada dinding foramen intervertebralis sehingga mengganggu
peredaran darah. Selanjutnya kepekaan saraf akan terus meningkat terhadap
penekanan, yang akhirnya akar-akar saraf kehilangan sifat fisiologisnya. Penekanan
akan menimbutkan rasa nyeri di sepanjang daerah yang mendapatkan persarafan
dari akar saraf tersebut (Amaliza, 2017).
2.7 Gejala Klinis
Gejala CRS termasuk nyeri leher yang menjalar ke bahu, lengan atas atau lengan
bawah, parestesia, dan kelemahan atau spasme otot. Sekitar 10% dari populasi di
atas usia 50 tahun menderita sakit leher atau nyeri cervical, yang mana lebih sedikit
daripada populasi yang menderita nyeri pinggang bawah. Ada dua gejala utama
CRS yaitu nyeri cervical tanpa adanya nyeri radikular dan difisiensi neurologis, dan

10
nyeri cervical dengan nyeri radikular dan defisiensi neurologis (Vetiani &
Pristianto, 2022).

2.8 Diagnosis
a. Anamnesa
Anamnesa adalah hal-hal yang menjadi sejarah kasus pasien, juga
berguna untuk menentukan diagnosa, karena misalnya dengan pendekatan
psikiatri terhadap depresinya yang kadang merupakan factor dasar nyeri bahu
ini.
Gejala-gejala yang mungkin nampak pada inspeksi dan palpasi, misalnya
1. Nyeri kaku pada leher
2. Rasa nyeri dan tebal dirambatkan ke ibu jari dan sisi radial tangan
3. Dijumpai kelemahan pada biceps atau triceps
4. Berkurangnya reflex biceps
5. Dijumpai nyeri menjalar (referred pain) di bahu yang samar, dimana
“nyeri bahu” hanya dirasa bertahan di daerah deltoideus bagian lateral dan
infrascapula atas (Amaliza, 2018).
b. Tes Khusus
Untuk tes-tes khusus yang harus dilakukan sebenarnya banyak,
misalnya (Amaliza, 2018) :
1. Tes Provokasi
Tes Spurling atau tes Kompresi Foraminal, dilakukan dengan cara posisi
leher diekstensikan dan kepala dirotasikan ke salah satu sisi, kemudian
berikan tekanan ke bawah pada puncak kepala. Hasil positif bila terdapat
nyeri radikuler ke arah ekstremitas ipsilateral sesuai arah rotasi kepala.
Pemeriksaan ini sangat spesifik namun tidak sensitif guna mendeteksi
adanya radikulopati servikal. Pada pasien yang datang ketika dalam
keadaan nyeri, dapat dilakukan distraksi servikal secara manual dengan
cara pasien dalam posisi supinasi kemudian dilakukan distraksi leher
secara perlahan. Hasil dinyatakan positif apabila nyeri servikal
berkurang.
2. Tes Distraksi Kepala

11
Distraksi kepala akan menghilangkan nyeri yang diakibatkan oleh
kompresi terhadap radiks syaraf. Hal ini dapat diperlihatkan bila
kecurigaan iritasi radiks syaraf lebih memberikan gejala dengan tes
kompresi kepala walaupun penyebab lain belum dapat disingkirkan.
3. Tindakan Valsava
Dengan tes ini tekanan intratekal dinaikkan, bila terdapat proses desak
ruang di kanalis vertebralis bagian cervical, maka dengan di naikkannya
tekanan intratekal akan membangkitkan nyeri radikuler. Nyeri syaraf ini
sesuai dengan tingkat proses patologis dikanalis vertebralis bagian
cervical. Cara meningkatkan tekanan intratekal menurut Valsava ini
adalah pasien disuruh mengejan sewaktu ia menahan nafasnya. Hasil
positif bila timbul nyeri radikuler yang berpangkal di leher menjalar ke
lengan.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. CT scan dan MRI
CT scan menyediakan informasi yang baik pada struktur tulang, tetapi
ada keterbatasan berkaitan dengan jaringan lunak. MRI adalah
pemeriksaan pilihan, menunjukkan perubahan morfologi yang terjadi di
diskus intervertebralis, saraf tulang belakang, akar saraf dan jaringan
lunak sekitarnya. Diagnosis tidak boleh hanya didasarkan pada temuan
radiologis, karena sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa sekitar
30% dari pasien dengan temuan MRI tidak menunjukkan gejala. Ketika
klinis dan radiologis temuan cocok, maka akan lebih mudah untuk
membuat diagnosa yang tepat (Amaliza, 2018).

2. Tes elektrofisiologi
Tes elektrofisiologi termasuk konduksi saraf dan elektromiografi
(EMG). Ini berguna ketika ada kecurigaan cacat saraf tetapi mereka tidak
memberikan informasi khusus mengenai nyeri (Amaliza, 2018).
d. Penatalaksanaan
1. Pengobatan Konserfatif

Obat penghilang nyeri atau relaksan otot dapat diberikan pada fase akut.
Obat-obatan ini biasanya diberikan selama 7-10 hari. Jenis obat-obatan

12
yang banyak digunakan biasanya dari golongan salisilat atau NSAID. Bila
keadaan nyeri dirasakan begitu berat, kadang-kadang diperlukan juga
analgetik golongan narkotik seperti codein, meperidin, bahkan bisa juga
diberikan morfin. Ansiolitik dapat diberikan pada mereka yang mengalami
ketegangan mental. Pada kondisi tertentu seperti nyeri yang diakibatkan
oleh tarikan, tindakan latihan ringan yang diberikan lebih awal dapat
mempercepat proses perbaikan (Amaliza, 2017).

Kepala sebaiknya diletakan pada bantal servikal sedemikian rupa


yaitu sedikit dalam posisi flexi sehingga pasien merasa nyaman dan tidak
mengakibatkan gerakan kearah lateral. Istirahat diperlukan pada fase akut
nyeri,terutama pada spondilosis servikalis atau kelompok nyeri non
spesifik (Amaliza,2018).
Obat-obatan yang banyak digunakan adalah:
• Ibuprofen 400 mg, tiap 4-6 jam (PO)
• Naproksen 200-500 mg, tiap 12 jam (PO)
• Fenoprofen 200 mg, tiap 4-6 jam (PO)
• Indometacin 25-50 mg, tiap 8 jam (PO)
• Kodein 30-60 mg, tiap jam (PO/Parentral)
• Vit. B1, B6, B12
2. Fisioterapi

Banyak modalitas fisioterapi baik berupa elektroterapi, manual


terapi, maupun program latihan yang dapat diberikan untuk mengatasi
masalah yang muncul akibat CRS. Beberapa modalitas tersebut antara lain
Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS), Ultra Sound (US),
Neck Calliet Exercise, Stretching, dan Cervical Traction Tujuan yang
ingin dicapai yaitu mengetahui manfaat dari pemberian Transcutaneous
Electrical Nerve Stimulation (TENS), Ultra Sound (US), Neck Calliet
Exercise, Stretching, dan Cervical Traction pada kasus Cervical Root
Syndrome.

a. Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)

13
adalah aktivasi serabut saraf sensorik dengan intervensi nonfarmakologis
yang melewatkan arus listrik melalui permukaan kulit untuk
menghilangkan atau mengontrol rasa sakit karena TENS mengaktifkan
mekanisme penghambatan endogen untuk mengurangi rangsangan pusat.
TENS memiliki potensi yang dapat digunakan untuk semua jenis penyakit
akut atau nyeri kronis, seperti nyeri pasca operasi, nyeri persalinan, nyeri
neuropatik, dan nyeri non-spesifik pada musculoskeletal (Vetiani &
Pristianto, 2022)
b. Ultrasound (US)
adalah modalitas fisik non-invasif yang sering sering digunakan pada lesi
jaringan lunak. US digunakan dalam bentuk kompresi akustik gelombang
untuk memicu perubahan fisiologis pada jaringan yang ditargetkan melalui
efek termal dan mekanik. Efek mekanis dari US menyebabkan perubahan
biokimia yang merangsang perbaikan jaringan. Perubahan fisiologis
termal termasuk peningkatan lokal suhu jaringan, percepatan aliran darah
dan peningkatan elastisitas otot (Vetiani & Pristianto, 2022)
c. Neck Calliet Exercise
Adalah salah satu terapi latihan yang diberikan kepada penderita CRS yang
sangat efektif atau berpengaruh dalam efek yang signifikan terhadap
penurunan atau pengurangan nyeri hingga 38% dan digunakan sebagai
teknik khusus dalam fasilitasi neuromuskuler propioseptif untuk
meningkatkan daya tahan dan memperkuat otot-otot yang lemah. Tujuan
dari latihan ini adalah untuk mengatasi spasme otot, mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan otot leher dalam resistensi leher statis dan dinamis,
mempertahankan gerakan sendi lebar dan fleksibilitas leher, dan
mendapatkan postur yang benar dengan koreksi ketidakseimbangan otot.
Intervensi neck calliet exercise dapat menurunkan atau mengurangi nyeri
serta mengembalikan gerak sendi menjadi full Ranges of Motion (ROM)
berdasarkan prinsip Post Isometric Relaxation (PIR) (Vetiani & Pristianto,
2022).

14
d. Stretching

Pada kasus CRS dilakukan pada otot upper trapezius,


anterior/middle/posterior scalenes, levator scapulae, Interspinous, pectoralis
major dan pectoralis minor yang mana efektif dalam meningkatkan ekstensi
cervical, rotasi kanan, dan fleksi lateral A-ROM Stretching pada otot
menekan rangsangan refleks tulang belakang monosinaptik yang
menyebabkan peningkatan ekstensibilitas jaringan otot. Stretching pasif
telah terbukti mengurangi rasa sakit dan kekakuan. Mekanisme di balik efek
pengurang rasa sakit dari stretching dianggap mengurangi pelepasan neuron
dengan penghambatan caner (GTO). Perubahan akut dalam hubungan
tensionlength di jaringan otot menyebabkan fleksibilitas yang lebih besar,
dipengaruhi oleh toleransi stretching individu dan kemungkinan perubahan
viskoelastisitas otot (Vetiani & Pristianto, 2022).

e. Cervical Traction
Adalah intervensi yang sering direkomendasikan untuk nyeri leher dan
merupakan komponen penting dalam manajemen non-bedah pada nyeri
leher. Cervical traction biasanya dilakukan dua sampai tiga kali per minggu
untuk jangka waktu tiga minggu. Cervical traction dapat menginduksi
pemisahan korpus vertebra, pergerakan sendi facet, perluasan foramen
intervertebralis, dan peregangan jaringan lunak. Cervical traction yang
dapat mengurangi rasa sakit dan kecacatan dalam radikulopati cervical.
Berdasarkan gambaran terkait prevalensi serta masalah yang ditumbulkan
dari kondisi CRS serta kompleksitas program fisioterapi yang dapat
diberikan pada kasus tersebut. Penulis mengambil kasus serta modalitas
terpilih untuk menjadi studi kasus (Vetiani & Pristianto, 2022).

Calliet Exercise, Stretching, dan Cervical Traction. Pengukuran yang


dilakukan yaitu pengukuran nyeri menggunakan Numerical Rating Scale
(NRS) yang mana nilai reliabilitas NRS yaitu (ICC = 0.67; [0.27 to 0.84])
Validitas NRS pada nyeri kronis berkisar antara 0,86 hingga 0,95.
Pengukuran Lingkup Gerak Sendi (LGS) menggunakan meterline. Untuk
spasme otot dinilai dengan palpasi dan menggunakan kriteria yaitu nilai 0

15
yang artinya tidak ada spasme, nilai 1 yang artinya spasme ringan, nilai 2
yang artinya spasme sedang, nilai 3 yang artinya spasme berat. Pengukuran
kemampuan fungsional menggunakan Neck Disability Index (NDI) dengan
interpretasi yaitu nilai 0 yang artinya tidak merasakan nyeri, nilai 1 yang
artinya nyeri sangat ringan, nilai 2 yang artinya nyeri sedang, nilai 3 yang
artinya nyeri cukup hebat, nilai 4 yang artinya nyeri sangat hebat, nilai 5
yang artinya nyeri yang dirasakan tidak tertahankan. Laporan reliabilitas
NDI dalam (Vetiani & Pristianto, 2022).

e. Diagnosis banding
Banyak kondisi yang dapat menimbulkan nyeri pada leher dan bahu serta
rasa tak nyaman pada ekstremitas. Semua itu harus dibedakan dari mana
asalnya dan bagaimana mekanisme terjadinya. Diagnosis banding untuk
CRS ini adalah (Amaliza, 2018):
• Carpal Tunnel Syndrome

Adalah suatu gejala yang muncul bila ada penekanan nervus


medianus oleh ligamen transversum sehingga timbul kesemutan, nyeri
menjalar ke tangan.
• Thoracic outlet syndrome
a. Anterior sclanei syndrome
Disebabkan karena adanya kompresi bundle neurovaskuler diantara
otot sclanei dan costa pertama. Gejalanya adalah numbness, tingling, di
lengan dan jari-jari tangan. Biasanya menggambarkan kesemutan datang
dan pergi dari tangan dan jari tangan. Nyeri ini letaknya dalam biasanya
datang setelah duduk lama.
b. Petoralis minor syndrome
Muncul bila ada penekanan bundle neuromuscular diantara bagian antero
lateral atas dan otot pectoralis minor terjadi bila hiperabduksi humerus
mengulur otot pectoralis minor.

16
f. Komplikasi
Komplikasi dari Cervical Root Syndrome adalah atrofi otot-otot
leher dan adanya kelemahan otot-otot leher dan bahu, dan
ketidakmampuan tangan untuk melakukan aktifitas (Amaliza, 2018)

17
BAB III

KESIMPULAN

Cervical root syndrome (CRS) adalah kondisi karena adanya iritasi atau
adanya suatu jepitan dari cervical disebabkan karena discus intervertebralis
menonjol yang terjadi secara terus-menerus, tanda dan gejalanya dapat
menyebabkan nyeri leher menjalar hingga lengan baik lengan atas maupun lengan
bawah. Nyeri leher merupakan nyeri yang terjadi pada tepian saraf letaknya di
berbagai ligamen serta otot-otot leher, dan discus intervertebralis serta diskus
lapisan terluar.

Banyak modalitas fisioterapi baik berupa elektroterapi, manual terapi,


maupun program latihan yang dapat diberikan untuk mengatasi masalah yang
muncul akibat CRS seperti mengontrol rasa sakit, merangsang perbaikan jaringan.
Beberapa modalitas tersebut antara lain Transcutaneous Electrical Nerve
Stimulation (TENS), Ultra Sound (US), Neck Calliet Exercise, Stretching, dan
Cervical Traction Tujuan yang ingin dicapai yaitu mengetahui manfaat dari
pemberian Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS), Ultra Sound
(US), Neck Calliet Exercise, Stretching, dan Cervical Traction pada kasus Cervical
Root Syndrome.

18
DAFTAR PUSTAKA

Price, J., Rushton, A., Tyros, I., Tyros, V., & Heneghan, N. R. (2020). Effectiveness And
Optimal Dosage Of Exercise Training For Chronic Non-Specific Neck Pain: A
Systematic Review With A Narrative Synthesis. Plos ONE, 15(6), 1- 32.

Amaliza, A. 2017. Cervical Root Syndrome at Causa Spondylosis Cervical. Publikasi


Ilmiah. Suarakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Suarkarta

Borrella-andrés, S., Marqués-garcía, I., Lucha-lópez, M. O., Fanlo-mazas, P.,


Hernández-secorún, M., Pérez-bellmunt, A., Tricás-moreno, J. M., &
Hidalgo-garcía, C. (2021). Review Article Manual Therapy as a
Management of Cervical Radiculopathy : A Systematic Review. 2021.

Gede, I. N. (2018). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Penderita Cervical Root


Syndrome Akibat Spondylosis di Rumah Sakit Adam Malik Medan Tahun
2018. Http://2Trik.Jurnalelektronik.Com/Index.Php/2Trik, 8(November),
57–58.

Vetiani, A., & Pristianto, A. (2022). Program Fisioterapi Untuk Mengatasi


Keluhan Pada Cervical Root Syndrome : Studi Kasus. Physiotherapy
Health Science, 4(1), 1–7.

Wulaningsih, D., Deo Fau, Y., Pradita, A., & Fariz, A. (2022). J u r n a l K e p e r
a w a t a n M u h a m m a d i y a h Pengaruh Neurodynamic Mobilization
Terhadap Perubahan Kemampuan Aktivitas Fungsional Pada Pasien
Cervical Root Syndrome Di Rumah Sakit Universitas Brawijaya Malang.
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 7(1), 80–84.

19

Anda mungkin juga menyukai