Anda di halaman 1dari 44

Laporan Kasus

AUTISM SPECTRUM DISORDER

Oleh:

Alma Pradifta 04084822225188

Muhammad Ridho Mandiri 04084822225098

Pembimbing:

dr. Rismarini, Sp.A (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

2022
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

AUTISM SPECTRUM DISORDER

Oleh:

Alma Pradifta 04084822225188

Muhammad Ridho Mandiri 04084822225098

Pembimbing

dr. Rismarini, Sp.A (K)

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan klinik di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya, RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang, Periode
20 Juni 2022 – 10 September 2022.

Palembang, Juli 2022


Pembimbing,

dr. Rismarini, Sp.A (K)

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan YME, yang telah melimpahkan
berkat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus
yang berjudul “AUTISM SPECTRUM DISORDER”. Laporan kasus ini
merupakan salah satu syarat mengikuti ujian pada Kepaniteraan Klinik
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya-
RSUP Dr. Mohammad HoesinPalembang.

Penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Rismarini, Sp.A


(K) selaku pembimbing dalam penulisan laporan kasus ini, serta kepada semua
pihak yang telah membantu hingga tulisan ini dapat diselesaikan.

Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini.


Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat
diharapkan demi perbaikan di masa yang akan datang. Mudah-mudahan tulisan
ini dapat memberi ilmu dan manfaat bagi yang membacanya.

Palembang, Juli 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN......................................................................ii

KATA PENGANTAR.................................................................................iii

DAFTAR ISI................................................................................................ iv

BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................1

BAB 2 STATUS PEDIATRIK.....................................................................7

BAB 4 TINJAUAN PUSTAKA...................................................................3

Definisi.........................................................................................................18

Epidemiologi................................................................................................18

Etiologi.........................................................................................................19

Manifestasi Klinis dan Klasifikasi...............................................................20

Patofisiologi..................................................................................................23

Penegakan Diagnosis....................................................................................24

Diagnosis Banding.......................................................................................27

Tatalaksana...................................................................................................28

Komplikasi...................................................................................................29

Prognosis......................................................................................................30

BAB 4 ANALISIS KASUS.........................................................................31

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................36

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

Autism Spectrum Disorder adalah gangguan perkembangan yang luas dan


berat (pervasif) dengan karakteristik gangguan komunikasi, interaksi sosial, dan
prilaku yang gejalanya mulai tampak pada anak sebelum usia 3 tahun. Secara pasti
penyebab autisme tidak diketahui namun autisme dapat terjadi dari kombinasi
berbagai faktor, termasuk faktor genetik dan faktor lingkungan. Penelitian yang
dilakukan di Jepang terhadap 21.610 anak yang diikuti sejak lahir sampai umur 3
tahun, didapatkan 1,3 kasus autisme per 1000 anak. Hasil yang sama didapatkan di
Swedia, yaitu sekitar 1-2 per 1000 anak menderita autisme. Autisme lebih sering
terjadi pada anak laki-laki dari pada anak perempuan, dengan perbandingan 4:1.
Autisme dapat terjadi pada setiap anak tidak tergantung pada ras, etnik, atau
keadaan sosial ekonomi keluarganya.1
Diagnosis Autism Spectrum Disorder ditegakkan terutama dari hasil
anamnesis yang seringkali berupa gangguan dalam mencapai perkembangan
sesuai usia anak didukung oleh pemeriksaan fisik umum, dan pemeriksaan
penunjang. Adapun skrining yang bisa digunakan untuk mengenali gejala dari
ASD dapat menggunakan skrining dengan checklist for autism in toddler
Berdasarkan Instrumen Diagnostic And Statistical Manual Of Mental
Disorders Fifth Edition (DSM V), Autism Spectrum Disorder (ASD) dibagi
menjadi tiga berdasarkan tingkat severity atau keparahannya yaitu level 1- level 3.
Tatalaksana yang dapat dilakukan pada pasien dengan ASD mulai dari
medikamentosa sampai dengan terapi seperti terapi bicara, terapi perilaku,
okupasi, Auditory Integration Training, edukasi Intervensi dalam bentuk pelatihan
keterampilan sosial, Terapi diet Terapi diet bebas glutein dan casein bersifat
individual.
Banyaknya faktor yang mempengaruhi terjadinya autisme dan pentingnya
untuk kita dapat mengenali lebih dini mengenai gejala ASD inilah yang membuat
penulis mengangkat topik ini sebagai laporan kasus di R.S. Moh. Hoesin
Palembang.
5
BAB 2

STATUS PEDIATRIK

A. IDENTIFIKASI
Nama : An. NS
Tanggal Lahir : 19/5/2019
Umur : 3 tahun 1 bulan
Anak ke- : lima dari lima bersaudara
Agama : Islam
Alamat : Kayu Agung

Nama Ayah : Tn. DD


Umur : 41 tahun
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SD

Nama Ibu : Ny. L


Umur : 40 tahun
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMP

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu dan ayah pasien pada
hari Jumat, 27 Mei 2022 di poliklinik tumbuh kembang dan perkembangan sosial
di RSMH.
1. Keluhan utama : Orang tua mengeluhkan anak belum bisa berbicara.
2. Keluhan tambahan :

6
3. Riwayat penyakit sekarang
Kurang lebih saat usia dua tahun kemampuan bicara anak tidak lancar.
Anak berbicara menggunakan bahasa yang tidak jelas seperti bahasa planet (
na-na na-na) terkadang dapat menyebutkan mama papa. Anak tidak menoleh
ketika dipanggil. Anak lebih suka main sendiri, tidak mau berinteraksi
dengan teman dan kurang kontak mata. Anak suka mengambil batu-batu
kecil lalu dibongkar dan dikumpulkan lagi. Anak sering memanjat meja yg
tinggi tanpa rasa takut. Apabila menginginkan sesuatu anak akan menarik
tangan. Kurang lebih satu bulan terakhir ini anak suka membenturkan
kepalake dinding dan memukul ketelinganya dengan kedua tangan. Anak
suka berlari-lari tanpa arah dan membongkar lemari dan lainnya.

4. Riwayat sebelum masuk rumah sakit


a. Riwayat kehamilan dan kelahiran

Masa kehamilan : 36 minggu

Partus : G7P5A2 hamil aterm

Tempat : RS KA

Ditolong oleh : Dokter Spesialis Obgyn

Tanggal : 19/05/2019

BB : 2,9 kg

PB : 50 cm

Lingkar kepala : Ibu tidak ingat

Lingkar Lengan : Ibu tidak ingat

7
Riwayat Kehamilan :

Usia ibu saat hamil adalah 40 tahun, usia gestasi 36 minggu. Ibu rutin
kontrol kehamilan ke Bidan Desa. Kontrol kehamilan dilakukan ibu pada
usia kehamilan 3 bulan, 6 bulan, 7 bulan, dan 8 bulan ke Bidan. Riwayat
darah tinggi, diabetes, demam tinggi, infeksi, dan kejang saat hamil
disangkal. Riwayat merokok dan minum alkohol saat hamil disangkal.

Riwayat Persalinan :

Bayi laki-laki lahir dari ibu G7P5A2 hamil 36 minggu lahir secara
sectio caesarea ditolong oleh dokter. Riwayat persalinan dengan plasenta
previa. Riwayat pecah ketuban sebelum waktunya disangkal dan warna
ketuban jernih. Anak lahir langsung menangis. Riwayat sianosis, ikterus, dan
sesak napas disangkal. Pasien lahir dengan berat badan 2900 gram, panjang
badan lahir 50 cm.

b. Riwayat makanan

ASI : 0-1 minggu

Susu formula:1 minggu - sekarang

Bubur Saring : 6 bulan-sekarang

Umur Rute Makanan


0-6 minggu Oral ASI
Susu formula > 10
botol (ukuran 60
ml)/hari
6 bulan-Sekarang Oral Susu formula > 10
botol (ukuran 60
ml)/hari
Nasi dan lauk pauk
3x/hari

8
5. Riwayat imunisasi
Imunisasi Dasar
Vaksin Umur Vaksin Umur Vaksin Umur
Hep B1 0 bulan Hep 2 bulan Hep B3 3 bulan
B2
Polio 1 1 bulan Polio 2 2 bulan Polio 3 4 bulan
BCG 1 bulan
DPT 1 2 bulan DPT 2 3 bulan DPT 3 4 bulan
Hib 1 2 bulan Hib 2 3 bulan Hib 3 4 bulan
Campak Belum
dilakukan

Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap.

6. Riwayat keluarga
Pasien tidak memiliki keluarga yang memiliki gangguan perkembangan.

7. Riwayat perkembangan

a. Berbalik : Anak bisa berbalik

b. Tengkurap : Anak bisa tengkruap

c. Merangkak : Anak bisa merangkak

d. Duduk : Anak bisa duduk

e. Berdiri : Anak bisa berdiri


Kesan : Tidak terdapat keterlambatan perkembangan
motorik.

8. Riwayat penyakit yang pernah diderita

Pada 10 bulan yang lalu pasien pernah di rawat di Rumah sakit selama tiga
hari karenademam tinggi terus menerus disertai diare.

9
9. Riwayat sosial ekonomi
Ayah bekerja sebagai petani dan ibu rumah tangga dengantotal penghasilan
sebesar Rp 2.000.000,- Pengasuhan anak sejak awal dilakukan oleh kedua orang
tua.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan fisik umum

Keadaan umum : Tampak Baik

Kesadaran : Compos Mentis, (E4V5M6)

Berat badan : 14 Kg

Tinggi badan : 93 cm
Status gizi
BB/U : -2 SD<Z<0 SD (normoweight)

PB/U : -2 SD<Z<0 SD (normo height)

BB/PB : -2 SD<Z<-1 SD (normal)

BMI/U : -2 SD<Z<-1 SD (normal)

Lingkar kepala : 49 cm;<-2 SD(normocephaly)


Edema : Tidak ada
Sianosis : Tidak ada
Dispneu : Tidak ada
Ikterus : Tidak ada
Dismorfik : Tidak ada
Suhu : 36,7o C
Respirasi : 40x/menit
Nadi : 80x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Kulit : ikterik (-), sianosis (-), edema (-), pucat (-)

2. Pemeriksaan Khusus
Kepala : Normocephaly (+), skar (-), edema (-), dismorfik
(-),eritema (-)

10
Mata : Simetris, refleks cahaya (+/+)
Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Telinga : Simetris, low set ear (-), sikatrik (-/-)
Hidung : Hidung luar tampak normal
Mulut : Sianosis (-)
Gigi : dalam batas normal
Leher : Simetris
Thorax : Barrel chest (-), pectus excavatum (-),
pectus carinatum (-)
Pulmo
a. Auskultasi
Vesikuler : +/+
Wheezing : Tidak ada
Ronkhi : Tidak ada

b. Perkusi : Sonor

Cor : Bunyi jantung I dan II normal, gallop (-),

murmur (-)

Abdomen

a. Inspeksi : Tidak ada kelainan


b. Auskultasi : Bising usus normal
c. Palpasi : abdomen sedikit cembung dan lemas
d. Perkusi : timpani

Genital : Tidak dilakukan pemeriksaan

11
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik

a. Bentuk : Bentuk normal, posisi kedua lengan fleksi dan


eksternal rotasi, tungkai ekstensi
b. Deformitas : Tidak ada
c. Edema : Tidak ada
d. Trofi : Normal

3. Pengamatan Aktivitas
Kontak mata : Tidak ada
Respon suara : Tidak ada
Respon bila dipanggil : Tidak ada
Gerakan repetitif : Tidak ada
Gerakan sterotipik : Tidak ada

4. Status Neurologis
a. Fungsi Motorik
Lengan Tungkai
Fungsi Motorik
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan 5555 5555 5555 5555
Tonus eutonia eutonia eutonia Eutonia
Refleks fisiologis normal normal normal normal
Refleks patologis - - - -
(Babinski)

b. Gejala rangsang meningeal : Tidak dilakukan pemeriksaan


c. Nervi Craniales
1) N.III : pupil simetris, refleks cahaya +/+,
2) N.VII : Wajah simetris

12
d. Refleks perkembangan
1) Palmar grasp (-)
2) Plantar grasp (-)
3) Refleks Moro (-)

5. Status antropometri

Kesan: -2 SD < Z < 0 SD (normoweight)

13
Kesan: 0<Z<1 SD (gizi baik)

Kesan: -2 SD<Z<0 SD (normo height)

14
Kesan: 0 SD<Z<1 SD (normal)

Kesan : Z < -2 SD (normocephaly)

15
D. Skrining Perkembangan
1. Kuesioner Pra-Skrining Perkembangan (KPSP)

Interpretasi:
- Skor 4 “Ya” yang menunjukkan kemungkinan adanya penyimpangan
pada aspek motorik halus, bicara dan bahasa serta kemandirian.

16
2. Denver Developmental Screening Test

Interpretasi:
- Personal-sosial : 9 delayed dan 2 caution
- Motorik kasar: normal
- Motorik halus : 6 delayed dan 2 caution
- Bahasa 16 delayed dan 4 caution
- Kesan : global developmental delayed pada perkembangan, bahasa,
motorik halus, dan personal-sosial.

17
3. M-Chat-R

Skor : 14 ( Risiko Tinggi mengalami ASD)

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes Berra
2. Tes fungsi pengelihatan
3. Pemeriksaan darah lengkap
4. EEG
5. MRI

F. Daftar Abnormalitas
1. Gangguan motorik halus
2. Gangguan perkembangan sosial
3. Gangguan bahasa
4. Suspek Gangguan pendengaran

18
G. Diagnosis Banding
1. Gangguan pendengaran
2. ADHD
3. Mental retardasi

H. Diagnosis
Global developmental delay et causa Autism Spectrum Disorder

I. Tatalaksana
1. Pemeriksaan Anjuran
a. MRI/CT Scan Kepala
b. Pemeriksaan Fungsi Pendengaran (BERA, OAE, atau AABR)
c. Pemeriksaan Fungsi Pengelihatan
d. Pemeriksaan darah lengkap

2. Terapi farmakologis

Risperidone 2 x 0,1

mg
3. Terapi non farmakologis
- Terapi bicara
- Terapi perilaku
- Terapi okupasi
- Terapi diet
- Edukasi kepada orang tua mengenai penyakit, tatalaksana
selanjutnya,komplikasi dan prognosis pada anak.

J. Prognosis
1. Ad vitam: dubia ad bonam
2. Ad sanationam: dubia ad bonam
3. Ad functionam: dubia ad bonam

19
K. Initial Plan

Initial Plan

Diagnosis

- Subyektif
Mencari etiologi yang menyebabkan terjadinya ASD
- Obyektif
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologi,
pemeriksaan pra-skrining dan skrining perkembangan, disarankan untuk
dilakukan tata laksana multi disiplin. Dilakukan fisioterapi, terapi okupasi, dan
terapi wicara ke bagian rehab medik. Kemudian disarankan kebagian THT-KL
untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut mengenai kemungkinan adanya
gangguan dengar, serta disarankan ke bagian mata apabila anak mengalami
gangguan fungsi pengelihatan.

Initial Plan Monitoring

Memonitoring fisioterapi, terapi okupasi, dan terapi wicara.


Mengobservasidan mengevaluasi efek fisioterapi terhadap perkembangan fungsi
motorik pada anak.

Initial Plan Edukasi

- Memberitahu orang tua untuk rutin kontrol ke poli tumbuh kembang


danpediatrik sosial sesuai jadwal yang ditentukan
- Meminta kepada orang tua untuk rutin melakukan fisioterapi, terapi
okupasi,dan terapi wicara di bagian rehab medik.
- Meminta kepada orang tua untuk selalu memantau dan memperhatikan
perkembangan anak
- Meminta kepada orang tua untuk konsisten dalam menjalani terapi
yangdiberikan, karena terapi bersifat jangka panjang

20
BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Autism Spectrum Disorder

3.1.1 Definisi

Autism Spectrum Disorder (ASD) atau juga dikenal sebagai autism berasal
dari bahasa yunani yaitu “Auto” yang berarti sendiri atau hidup dalam dunianya
sendiri2. ASD dapat didefinisikan sebagai gangguan perkembangan otak dan
gangguan pervasive yang bersifat genetik dan heterogen di tandai dengan
terganggunya interaksi sosial, keterlambatan dalam bidang komunikasi, gangguan
dalam bermain, bahasa, perilaku, gangguan perasaan dan emosi, interaksi sosial,
gangguan dalam perasaan sensoris, serta tingkah laku yang berulang-ulang.
Gangguan yang membuat seseorang menarik diri dari dunia luar dan menciptakan
dunia fantasinya sendiri : berbicara, tertawa, menangis dan marah - marah sendiri.
3,4

3.1.2 Epidemiologi

Autism Spectrum Disorder hadir tanpa mengenal kelompok masyarakat.


Sejak 1980 di Canada dan Jepang kasus autis mencapai 40%, tahun 2002
California terdapat 9 kasus perhari dengan prevalensi di Amerika Serikat 6000-
15.000 anak berusia di bawah 15 tahun perbandingan laki-laki dan perempuan 4:1.
Kasus autisme di Indonesia pada tahun 2003 sebanyak 1 dari 1000 anak, tahun
2007 1 dari 166 anak, dan saat ini 1 dari 150 anak atau setiap tahun timbul sekitar 9000
anak autisme baru merupakan gangguan perkembangan motorik permanen yang
paling umum terjadi pada bayi.2,4

21
3.1.3 Etiologi

American Autism Association mengungkapkan bahwa etiologi dari autisme


bersifat multifaktorial yang berkembang dari kombinasi pengaruh ginetik, non
ginetik atau lingkungan yang meningkatkan resiko seorang anak mengalami autis3.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyebutkan ada banyak
kemungkinan penyebab berbagai jenis ASD. Ilmuwan setuju bahwa gen adalah
salah satu faktor risiko yang dapat membuat seseorang lebih mungkin
mengembangkan ASD, anak-anak yang memiliki saudara kandung dengan ASD
berisiko lebih tinggi juga mengalami ASD5
a. Jenis Kelamin Anak
Anak laki-laki berisiko 2,875 kali lebih besar untuk mengalami
autisme dari pada anak perempuan. Autisme lebih dominan terjadi
pada anak 13 dengan jenis kelamin laki-laki, hal tersebut
dikarenakan terjadinya proses genetik tertentu yang kemudian
berujung pada dominannya laki-laki mengalami autisme, termasuk
kausatif gen yang melekat pada kromosom X (X-linked disorders)
dan imprinting gen6
b. Kelainan Otak Organik
Bagian otak yang mengalami kelainan adalah :
1) Lobus Parietalis otak, yang menyebabkan anak cuek terhadap
lingkungannya.
2) Otak kecil (cerebellum) pada lobus VI dan VII yang bertanggung
jawab pada prosessensoris, daya ingat, berpikir, belajar berbahasa
dan proses atensi (perhatian).Juga didapatkan jumlah sel purkinje di
otak kecil yang sangat sedikit, sehinggaterjadi gangguan
keseimbangan serotonin dan dopamin, lalu terjadi kekacauanimpuls
di otak.
3) Sistem Limbik yang disebut hippocampus dan amygdala, yang
mengganggu fungsikontrol terhadap agresi dan emosi. Amygdala
bertanggung jawab terhadapberbagai rangsang sensoris,
Hippocampus bertanggung jawab terhadap fungsibelajar dan daya
ingat, sehingga terjadilah kesulitan menyimpan informasi baru.
22
c. Usia Ibu
Ibu yang berusia lebih dari 30 tahun saat melahirkan berisiko 3,647

23
kali lebih besar untuk anaknya mengalami autisme. Hal ini
disebabkan karena Ibu dengan usia tesebut akan berisiko lebih tinggi
mengalami komplikasi selama persalinan dan kelahiran yang
mungkin dapat dikarenakan gangguan fungsi otot rahim dan suplai
darah lalu menyebabkan komplikasi perinatal yang kemudian dapat
mengganggu perkembangan otak janin yang berujung pada autisme.
Faktor usia ibu ini juga yang akan menyebabkan autoimun ibu
berkurang dan menyebabkan rentannya ibu terkena infeksi dan
kemudian mengaktifkan sistem imun ibu dan meningkatkan jumlah
sitokine yang juga dapat mengarah pada gangguan perkembangan
otak janin kemudian menjadi autisme1.
d. Riwayat asfiksia
Anak yang mempunyai riwayat asfiksia berisiko 6,059 kali lebih
besar mengalami autisme. Hal ini dikarenakan gangguan pertukaran
gas 11 dan transport oksigen selama masa kehamilan dan persalinan
akan mempengaruhi oksigenasi sel-sel pada tubuh yang kemudian
akan mengakibatkan gangguan fungsi sel. Pada tingkat awal,
gangguan pertukaran gas dan transport oksigen menimbulkan
asidosis respiratorik dan selanjutnya akan terjadi asfiksia. Apabila
gangguan tersebut terus berlanjut, akan terjadi metabolisme
anaerobik pada tubuh, yang berakibat pada terganggunya
perkembangan otak janin. Terganggunya perkembangan ada otak
janin kemudian menyebabkan anak mengalami autisme3.
e. Riwayat penggunaan antidepresan
Penggunaan obat antidepresan saat hamil berisiko 6,323 kali lebih
besar untuk anaknya mengalami autisme dikarenakan paparan obat
antidepresan golongan penghambat pelepasan selektif serotonin saat
masa kehamilan akan menyebabkan tingkat serotonin yang tidak
normal. Tingkat serotonin yang tidak noermal akan mengakibatkan
gangguan maturasi neuron target dan gangguan pembentukan dendrit
dan sinaps. Hilangnya serotonin pada pariode awal perkembangan
fetus menyebabkan pengurangan permanen jumlah neuron di
hipokampus dan korteks otak. Perkembangan otak pada janin akan
terganggu dengan tidak normalnya tingkat serotonin dan kemudian
24
menyebabkan autis3
f. Perdarahan maternal
Terjadinya pendarahan pada ibu hamil akan menyebabkan
berkurangnya suplai oksigen dan glukosa dan kemudian
mengakibatkan terjadinya metabolisme anaerob, kurangnya ATP dan
terjadinya penimbunan asam laktat akan mempercepat proses
kerusakan sel-sel otak dan juga menyebabkan kerusakan pompa ion
sehingga terjadi depolarisasi anoksik yang mengakibatkan keluarnya
ion K+ dan masuknya ion Na+ dan Ca2+ ke dalam sel bersamaan
dengan masuknya ion Na+ dan Ca2+ air juga ikut masuk dan akan
menimbulkan edema kemudian mengakibatkan kerusakan sel otak
pada janin3
g. Faktor neurobiologis
Tiga dari empat orang penderia autistik memiliki keterbelakangan
mental sebesar 30%-70% sehingga penderita autisme
memperlihatkan abnormalitas neurobiologis seperti kekakuan
gerakan tubuh dan cara berjalan yang abnormal dan melalui
teknologi brain imaging seperti CTScan dan MRI (Magnetic
Resonance Imaging) dapat memperlihatkan 14 gambaran yang jelas
mengenai terjadinya neurobiologis pada autistik yang erhubungan
dengan bentuk kerusakan organic (otak) (Pieter, 2011). Komplikasi
prenatal dan pascanatal juga mempengaruhi dalam kerusakan sistem
saraf pusat terutama pada otak kecil (cerebellum), kerusakan fungsi
otak akibat cedera otak saat dilahirkan dan adanya kelainan lainnya
seperti pada phenyhetonarin, tuberios sclerosis, congenital rubella
syndrome dan fragile X syndrome dan kerusakan fungsi otak
hemisfer kiri yang membuat anak sulit berbahasa dan berpikir3.
h. Faktor imunologis dan bahan kimia
Inkompabilitas imunologi ibu dan embrio dapat menyebabkan
tumbulnya gangguan autistik yang dapat dilihat dari limposit
beberapa anak autisme bereaksi dengan antibodi maternal yang
meningkatkan neural embrionik dan ekstra embrionik.
Kombinasoneutotoksin dan genetik juga dapat berkontribusi pada
pembentukan atistik sekitar 25% dan jenis bahan kimia
25
polyhorinated biplenyis (PcBs) perlu

26
diwaspadai dikarenakan dalam bayi yang mempunyai PcBs dalam
jumlah tertentu diperkirakan akan memperlihatkan tingkat
kemampuan yang buruk, terutama pengenalan dan kecerdasan3.

3.1.4 Manifestasi Klinis dan tipe Autisme


Gejala autisme timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun. Pada sebagian
anak gejala gangguan perkembangan ini sudah terlihat sejak lahir. Seorang ibu
yang cermat dapat melihat beberapa keganjilan sebelum anaknya mencapai usia
satu tahun. Yang sangat menonjol adalah tidak adanya kontak mata dan kurangnya
minat untuk berinteraksi dengan orang lain. Ada beberapa gejala yang harus
diwaspadai pada anak yang mengidap autisme. Gejala-gejala tersebut terlihat
sejak bayi atau anak menurut usia sebagai berikut4.
Table 1. Gejala Autisme berdasar usia

Usia Gejala-Gejala
0-6 bulan • Bayi tampak terlalu tenang (jarang menangis)
• Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik
• Gerakan tangan dan kaki berlebihan terutama bila mandi
• Tidak “babbling” (mengoceh)
• Tidak ditemukan senyum sosial di atas umur 3 bulan 9
• Perkembangan motorik kasar/halus sering tampak normal
6-12 bulan • Sulit bila digendong
• Menggigit tangan dan badan orang lain secara berlebihan
1-2 tahun • Kaku bila di gendong
• Tidak mau bermain permainan sederhana (“cilukba”)
• Tidak mengeluarkan kata
• Memperhatikan tangannya sendiri
• Terdapat keterlambatan dan perkembangan motorik kasar
dan halus
• Mungkin tidak dapat menerima makanan cair
2-3 tahun • Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan anak lain
• Melihat orang sebagai “benda”
• Kontak mata terbatas
• Tertarik pada benda tertentu

27
Tipe-tipe Autisme
Berdasarkan perilaku
Tipe-tipe autisme berdasarkan perilakunya dibedakan menjadi:
1. Aloof adalah anak autis yang berusaha menarik diri dari kontak sosial dengan
orang lain dan lebih suka menyendiri
2. Passive adalah anak autis yang hanya menerima kontak sosial tapi tidak
berusaha untuk menanggapinya
3. Active but odd adalah anak autis yang melakukan pendekatan tapi hanya
bersifat satu sisi saja dan bersifat aneh
Berdasarkan tingkat kecerdasan
Tipe-tipe autisme berdasarkan tingkat kecerdasannya dibedakan menjadi:
1. Low functioning (IQ rendah)
Anak autis tipe low functioning tidak dapat mengenal huruf dan membaca.
Tuntutan yang paling penting adalah kemandirian yang bersifat basic life skills,
misalnya cara menggunakan sabun, menggosok gigi dan sebagainya.
2. High functioning (IQ tinggi)
Anak autis tipe high functioning memiliki komunikasi yang baik, pintar, sangat
senang dan berminat pada satu bidang, tetapi kurang berinteraksi sosial (tidak bisa
bersosialisasi).
Berdasarkan munculnya gangguan
Tipe-tipe autisme berdasarkan munculnya gangguan dibedakan menjadi:
1. Autisme klasik adalah autisme yang disebabkan kerusakan saraf sejak lahir.
Kerusakan saraf disebabkan oleh virus rubella (dalam kandungan) atau terkena
logam berat (merkuri dan timbal).
2. Autisme regresif adalah autisme yang muncul saat anak berusia antara 12-24
bulan. Perkembangan anak sebelumnya relatif normal, namun setelah usia dua
tahun kemampuan anak menjadi merosot.
3.1.5 Penegakkan Diagnosis
Diagnosis Autism Spectrum Disorder ditegakkan terutama dari hasil
anamnesis yang seringkali berupa gangguan dalam mencapai perkembangan
sesuai usia anak didukung oleh pemeriksaan fisik umum, dan pemeriksaan
penunjang.

Berdasarkan Instrumen Diagnostic And Statistical Manual Of Mental

28
Disorders Fifth Edition (DSM V), Autism Spectrum Disorder (ASD) dibagi

29
menjadi tiga berdasarkan tingkat severity (kepelikannya), yaitu dijelaskan dalam
tabel 1.2. berikut ini7
Table 2. Tingkatan ASD berdasar DSM V

Tingkat Kesulitan Komunikasi Sosial Perilaku berulang terbatas

Level 3 Kekurangan yang parah Perilaku yang tidak fleksibel,


“memerlukan dari keahlian komunikasi kesulitan ekstrim menghadapi
dukungan sangat verbal dan non-verbal perubahan, atau perilaku-
substansial” menyebabkan gangguan perilaku berulang terbatas
yang parah dalam jelas sekali tampak
keberfungsian, keinginan mengganggu keberfungsian
mengawali interaksi sosial pada semua bidang. Kesulitan
yang sangat terbatas, dan besar merubah perhatian dan
tanggapan mini-mal tindakan.
terhadap ajakan
bersosialisasi dari pihak
lain. Sebagai contoh,
seseorang yang berbicara
dengan jelas dengan
sedikit kata, yang sangat
jarang megawali interaksi,
dan apabila hal tersebut
dilakukannya, dengan cara
yang tak lazim untuk
pemenuhan kebutuhannya,
dan tanggapan hanya pada
pendekatan sosial yang
sangat langsung.

Level 2 Kekurangan yang kentara Perilaku yang tidak fleksibel,


“memerlukan dari keah-lian komunikasi kesulitan menghadapi
dukungan verbal dan non-verbal; perubahan, atau perilaku-
substansial” gangguan sosial yang perilaku berulang terbatas
nyata walaupun mendapat lainnya cukup sering terjadi

30
dukungan di tempat; sehingga tampak jelas oleh
keterbatasan mengawali pengamat yang biasa dan
interaksi sosial; respon mengganggu keberfungsian
yang sedikit atau abnormal pada konteks yang beragam.
terhadap ajakan Kesulitan merubah perhatian
bersosialisasi dari pihak dan tindakan.
lain. Sebagai contoh,
seseorang yang berbicara
kalimat sederhana, yang
interaksinya terbatas atau
sempit pada minat tertentu,
dan yang tampak jelas
keganjilan komunikasi
nonverbal.

Level 1 Tanpa dukungan di tempat, Perilaku yang tidak fleksibel


“memerlukan kekurangan dalam hal menyebabkan pengaruh yang
dukungan” komunikasi sosial signifikan dalam
menimbulkan gangguan keberfungsian pada satu
yang berarti. Kesulitan konteks atau lebih. Kesulitan
mengawali interaksi sosial, beralih diantara beberapa
dan contoh yang jelas dari aktifitas. Permasalahan dalam
respon yang tidak normal mengorganisir dan
atau tidak sukses terhadap merencanakan sesuatu
ajakan dari pihak lain. menghalangi kemandirian.
Mungkin tampak
penurunan minat dalam
interaksi sosial. Sebagai
contoh, seseorang yang
dapat ber-bicara dengan
kalimat yang utuh dan
mampu terlibat dalam
komunikasi, namun gagal
dalam percakapan dua arah

31
dengan orang lain, dan
yang memiliki cara-cara
yang ganjil dan gagal
dalam berteman.

Kriteria ASD berdasarkan Diagnostik dengan DSM 5 adalah sebagai berikut:

a) Kurangnya komunikasi dan interaksi sosial yang bersifat menetap pada


berbagai konteks, kriterianya sebagai berikut (baik yang terjadi sekarang
ataupun ada riwayat sebelumnya).

1) Kekurangan dalam kemampuan komunikasi sosial dan emosional.


Contohnya pendekatan sosial yang tidak normal dan kegagalan untuk
melakukan komunikasi dua arah; kegagalan untuk berinisiatif atau merespon
pada interaksi sosial.

2) Terganggunya perilaku komunikasi non-verbal yang digunakan untuk


interaksi sosial. Integrasi komunikasi verbal dan non-verbal yang sangat parah,
hilangnya kontak mata, bahasa tubuh dan ekspresi wajah.

3) Kekurangan dalam mengembangkan, mempertahankan hubungan.


Contohnya kesulitan menyesuaikan perilaku pada berbagai konteks sosial,
kesulitan dalam bermain imajinatif atau berteman, tidak adanya ketertarikan
terhadap teman sebaya.

b) Perilaku yang terbatas, pola perilaku yang repetitive, ketertarikan, atau


aktifitas yang termanifestasi minimal dua dari perilaku berikut:

1) Pergerakan motor repetitif atau stereotype, penggunaan objek-objek atau


bahasa, misalnya: perilaku stereotype yang sederhana, membariskan mainan-
mainan atau membalikkan objek.

2) Perhatian yang berlebihan pada kesamaan, rutinitas yang kaku atau pola
perilaku verbal atau non-verbal yang diritualkan, contohnya stress ekstrim
pada suatu perubahan yang kecil, kesulitan pada saat adanya proses perubahan,
pola pikir yang kaku.

3) Kelekatan dan pembatasan diri yang tinggi pada suatu ketertarikan yang
abnormal. Contoh: kelekatan yang kuat atau preokupasi pada objek-objek yang
tidak biasa, pembatasan yang berlebihan atau perseverative interest.
32
33
4) Hiperaktivitas/hipoaktivitas pada input sensori atau ketertarikan yang tidak
biasa pada aspek sensori pada lingkungan. Contoh: sikap tidak peduli pada
rasa sakit atau temperature udara, respon yang berlawanan pada suara atau
teksture tertentu, penciuman yang berlebihan atau sentuhan dari objek,
kekaguman visual pada cahaya atau gerakan.

c) Gejala-gejala harus muncul pada periode perkembangan awal (tapi mungkin


tidak termanifestasi secara penuh sampai tuntutan sosial melebihi kapasitas
yang terbatas, atau mungkin tertutupi dengan strategi belajar dalam
kehidupannya).

d) Gejala-gejala menyebabkan perusakan yang signifikan pada kehidupan sosial,


pekerjaan atau setting penting lain dalam kehidupan.
3.1.5.1 Anamnesis

Dalam Gejala autisme biasanya timbul sebelum anak berusia 3 tahun. Pada
sebagian anak gejala sudah ada sejak lahir yang akan tampak makin jelas setelah
anak mencapai 3 tahun.
1. Ganggguan dalam bidang komunikasi verball maupun non verbal
- Terlambat bicara
- Meracau dengan bahasa yang tidak dimengerti orang lain
- Bicara tidak dipakai untuk komunikasi
- Meniru atau membeo (echolalia)
- Pandai meniru nyanyian, nada maupun kata-kata tanpa mengerti artinya
- Sebagian (20%) anak-anak ini tetap tak dapat bicara sampai dewasa
- Bila menginginkan sesuatu ia menarik tangan yang terdekat dan
mengharapkan tangan tersebut melakukan untuknya

2. Gangguan dalam bidang interaksi sosial


- Menolak / menghindari untuk bertatap mata
- Tak mau menengok bila dipanggil
- Sering menolak untuk dipeluk

34
- Tidak ada usaha interaksi dengan orang lain, asyik main sendiri
- Bila didekati untu diajak main menjauh

3. Gangguan dalam bidang perilaku


Pada anak autis terdapat perilaku yang berlebihan dan kekurangan
Contoh perilaku yang berlabihan :
- Hiperaktivitas motorik seperti tidak bisa diam, lari ke sana ke mari tak
terarah, melompat-lompat berputar-putar, memukul-mukul atau meja,
mengulang-ulang gerakan tertentu. Perilaku ini dapat membahayakan diri
sendiri dan dapat berupa agresifitas melawan orang lain.
Perilaku kekurangan, contohnya:
- Duduk dia bengong dengan tatap mata yang kosong, bermain secara
monoton dan kurang variatif secara berulang-ulang
- Duduk diam terpaku oleh sesuatu hal, misalnya bayangan atau benda yang
berputar. Kadang-kadang ada kelekatan pada benda tertentu seperti
sepotong tali, kartu, kertas, gambar, gelang karet, atau apa saja yang terus
dipegangnya dan dibawa kemana-mana

4. Gangguan dalam bidang perasaan/ emosi


- Tidak ada atau kurangnya empati, misalnya melihat anak menangis tidak
merasa kasihan melainkan merasa terganggu sehingga anak yang
menangis tersebut mungkin didatangi dan dipukulnya
- Tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah-marah tanpa sebab yang nyata
- Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum). Terutama bila tida
mendapat apa yang diingikannya, ia bisa menjadi agresif dan destruktif

5. Gangguan dalam persepsi sensoris (taktil, auditory hipersensity)


- Mencium-cium, menggigit atau menjilat mainan atau benda apa saja
- Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga
- Tidak menyukai rabaan atau pelukan
- Merasa sangat tidak nyaman bila memakai pakaian dari bahan yang kasar
6. Gangguan tidur dan makan
7. Gangguan efek dan mood (suasana hati)
8. Gangguan kejang
35
9. Aktifitas dan minat yang terbatas
10. Gangguan kognitif : 75-80% anak autis mengalami retardasi mental.

Gejala di atas tidak harus ada semuanya pada setiap anak, tergantung pada
berat atau ringannya keadaan autisnya.

3.1.5.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan yang dapat dilakukan, yaitu4
• Pemeriksaan fisik umum berat badan, tingi badan, lingkar kepala dapat
normal atau abnormal.

• Anak tidak menjalin interaksi sosial yang memadai seperti kontak mata
kurang atau tidak ada, tidak mau bermain dengan teman.

• Skrining dengan checklist for autism in toddler.

3.1.5.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang bertujuan untuk mencari faktor risiko, dan etiologi


yang mendasari terjadinya autism spectrum disorder, serta untuk menilai apakah
autism spectrum disorder disertai dengan gangguan sensoris lainnya dan/atau
gangguan intelegensia. Sebenarnya menegakkan diagnosis gangguan autisme
tidak memerlukan pemeriksaan yang canggih-canggih seperti brain-mapping, CT-
Scan, MRI dan lain sebagainya. Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut hanya
dilakukan bila ada indikasi, misalnya bila anak kejang maka EEG atau
brainmapping dilakukan untuk melihat apakah ada epilepsi5,8.

1. MRI/CT Scan Kepala


MRI/CT Scan kepala dilakukan untuk mendeteksi kelainan anatomi, serta
berperan dalam menentukan etiologi, penegakan diagnosis, dan prognosis.
Pemeriksaan MRI lebih disukai karena sifatnya yang lebih sensitif terutama dalam
menentukan etiologi gangguan perkembangan. Pada pemeriksaan MRI dapat
dilihat adanya kelainan pada substansia alba dan grisea, adanya malformasi, infark
fokal, lesi kortikal dan subkortikal, serta leukomalasia periventrikular.

2. Pemeriksaan fungsi pendengaran

Pemeriksaan fungsi pendengaran BERA, OAE, AABR dilakukan untuk menilai


36
kemungkinan adanya gangguan pendengaran.
3. Electroencephalogram (EEG)
4. Pemeriksaan IQ
Pemeriksaan IQ perlu dilakukan pada anak autism spectrum disorder.

3.1.6 Diagnosis Banding


Kecermatan dalam mendiagnosa autisme sangat diperlukan karena cukup
banyak kelainan lain yang memiliki tanda atau gejala mirip dengan autisme infantil.
Beberapa diagnosa banding yang penting antara lain:7–9

a. Skizofrenia
kebanyakan anak dengan skizofrenia secara umum tampak normal pada
saat bayi sampai sekitar usia 2-3 tahun. Gangguan baru muncul berupa
halusinasi dan waham, gejala ini tidak terdapat pada autisme. Biasanya
anak dengan skizofrenia tidak terdapat retardasi mental

b. Retardasi Mental
Keterampilan sosial dan komunikasi baik verbal maupun non verbal
pada anak retardasi mental sesuai dengan usia mental mereka. Tes
intelegensi biasanya menunjukkan suatu penurunan yang menyeluruh
dari berbagai tes, berbeda dengan autisme hasil tesnya beraneka ragam.
Walaupun demikian anak dengan taraf retardasi mental yang berat dapat
juga mengalami gangguan dalam interaksi sosial dan kemampuan
berkomunikasi

c. Gangguan perkembangan bahasa atau reseptif


Kondisi ini menunjukkan adanya gangguan pada pemahaman dan atau
dalam mengekspresikan pembicaraan. Namun komunikasi non
verbalnya baik, dengan memakai gerakan tubuh dan ekspresi wajah.
Juga tidak ditemukan adanya stereotipik dan gangguan yang berat dalam
interaksi sosial. Pada disfasia juga tidak dijumpai perilaku repetitive
maupun obsesif

d. Sindrom Asperger
Walaupun ada defisiensi kualitatif dalam fungsi interaksi sosial yang
timbal balik, tetapi tidak ada hambatan umum dalam perkembangan
bahasa; selain itu intelegensianya baik

37
e. Gangguan penglihatan
Karena memang tidak dapat melihat maka juga tidak akan mengamati
dengan pandangan terpaku terhadap sesuatu dan dapat merespon
sentuhan sensorik yang lain

f. Gangguan pendengaran
g. Gangguan hipekinetik
h. ADHD
i. Sindroma Rett
Merupakan penyakit otak yang progresif tetapi khusus mengenai anak
perempuan. Perkembangan anak sampai umur lima bulan normal,
namun setelah itu mengalami kemunduran lingkar kepala. Sejak umur
lima bulan juga mengalami penurunan dalam kecepatan pertumbuhan.
Umumnya kemunduran berlangsung cepat dan sangat parah

j. Fragile X
Mempunyai tanda fisik berupa lengkung langit-langit yang tinggi,
masalah dengan sumbu gigi dan mata juling. Telinga sering menonjol
dan letaknya lebih rendah dari semestinya

3.1.7 Tata Laksana


Tujuan dari penatalaksaan yaitu1 :

- Mengurangi masalah perilaku yang abnormal

- Meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangannya, terutama dalam


penguasaan bahasa

Ditangani oleh satu tim kerja yang terpadu yang terdiri dari: tenaga pendidik,
tenaga medis (psikiater, dokter anak), psikolog. Ahli terapi wicara, fisioterafis dan
perawat. Berbagai jenis terapi yang harus di jalankan secara terpadu tersebut,
sesuai dengan keadaan dan keperluan anak, mencakup:

1. Terapi medikamentosa

Pada penderita autisme dengan gejala-gejala seperti tempertantrum,


agresifitas, melukai diri sendiri dan perilaku streotifik, pemberian obat akan
membantu memperbaiki perilaku dan respon anak terhadap lingkungan

38
sehingga ia lebih mudah menerima terapi yang lain. Obat-obat yang
diberikan obat-obat yang mempengaruhi kerja sel otak dan memperbaiki
abnormalitas kadar neurotransmitter, seperti:

- Risperidon dimulai dengan dosis 2 x 0,1 mg dapat dinaikan 0,05 mg setiap


1-2 minggu, dosis bisa mencapai 1-2 mg/ hari. Dapat memperbaiki
hubungan sosial, atensi, agresifitas, hiperaktifitas dan perilaku yang
menyakiti diri sendiri.

- Aripiprazole, dimulai dengan dosis 2 mg sekali sehari, dapat dinaikkan


bartahap hingga maksimal 10 mg/ hari. Dapat mengurangi gangguan
iritabilitas yang berhubungan dengan autis (tantrum, agresivitas, perubahan
mood tiba-tiba, perilaku yang merugikan diri sendiri). Digunakan pada anak
usia 6-17 tahun.

- Haloperidol, dosis 0,25 – 3 mg / har, dibagi menjadi 2-3 dosis. Dapat


memperbaiki agresivita hiperaktifitas, iritabilitas, dan streifilik.

- Thioridazine dosis 0,5-3 mg / kg/ hari dibagi menjdi 2-3 dosis. Dapat
menurunkan agresifitas dan agitasi.

2. Terapi nonmedikamentosa 6

- Terapi perilaku

Keadaan hiperaktifitas, impulsifitas, gerakan streofilik cara bermaintidak


sama dengan anak lain, juga ada agresifitas, temper tantrum, dan cenderung
melukai diri sendiri memerlukan intervensi perilaku. Metode yang banyak
dipakai adalah ABA (applied behavioral analysis). Usia terbaik adalah
sekitar 2-3 tahun dan intensitas terapi sekitar 40 perminggu.

- Terapi bicara

Terapi bicara perlu dilakukan sejak dini dengan intentif bersama dengan
terapi lain

- Terapi okupasi

Terapi okupasi diperlukan untuk melatih motorik halus dan keterampilan


agar anak dapat melakukan gerakan memegang, menggunting, menulis
dengan terkontrol dan teratur.
39
- Sensori integrasi Sensori pengorgnisasian informasi melalui semua sensori
yang ada (gerakan, sentuhan, penciuman, pengecapan, pengelihatan,
pendengaran, body awareness dan gravitasi) untuk mengasilkan respon yang
bermakna.

- AIT ( Auditory Integration Training) Diberikan kepada individu yang


hipersensitif terhadap suara dan menganggu pendengaran mereka. Mulanya
ditentukan suara yang menganggu pendengaran dengan perangkat
audiometer, lalu diikuti seri terapi yang menperdegarkan suara-suara yang
direkam, terapi tidak disertai dengan suara yang menyakitkan. Selanjutnya
desensitisasi terhadap suara yang menyakitkan tersebut.

- Terapi edukasi Intervensi dalam bentuk pelatihan keterampilan sosial,


keterampilan sehari-hari agar anak dapat mandiri. Salah satu metode yang
banyak dipakai adalah metode TEACCH (treatment and education of autistic
and related communication handicapped children). Metode ini sangat
terstruktir mengintegrasikan metode klasik yang individual, metode
pengajaran yang sistematik, terjadwal dan dalam ruang kelas yang ditata
khusus.

- Terapi diet Terapi diet bebas glutein dan casein bersifat individual. Dapat
dipertimbangkan bila dengan diet tersebut ada penurunan hiperaktifitas.

3.1.8 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad sanatina : dubia ad bonam

Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

Dengan penatalaksanaan yang tepat dan terpadu gejala-gejala autistiknya


bisa dikurangi semaksimal mungkin. Bila anak tersebut mempunyai kecerdasan
yang normal atau tinggi, tidak menutup kemungkinan ia bisa mencapai jenjang
pendidikan yang tinggi. Prognosis penyandang autisme sangat tergantung dari
diagnosis dini, berat ringannya gejala, kecerdasan anak pada saat terapi,
kemampuan bicara dan terutama intensitas terapi. Keterlibatan orang tua sangat
mempengaruhi dan penting dalam membantu kemajuan anak. Penyandang autisme
dikatakan “sembuh” bila telah bisa membaur dan mandiri dalam masyarakat.

40
BAB 4

ANALISIS KASUS
Dilaporkan, kasus An. NS/ laki-laki/3 tahun 1 bulan dengan global
developmental delayed et. causa autisme. Saat anak datang dilakukan anamnesis
pada ibu pasien dengan keluhan belum bisa bicara lancar. Anak berbicara dengan
bahasa yang tidak dapat dimengerti. Anak tidak menoleh ketika dipanggil. Anak
lebih suka main sendiri, tidak mau berinteraksi dengan teman dan kurang kontak
mata. Anak suka mengambil batu-batu kecil lalu dibongkar dan dikumpulkan
lagi. Anak sering memanjat meja yg tinggi tanpa rasa takut. Apabila
menginginkan sesuatu anak akan menarik tangan. Kurang lebih satu bulan
terakhir ini anak suka membenturkan kepalake dinding dan memukul
ketelinganya dengan kedua tangan. Anak suka berlari-lari tanpa arah dan
membongkar lemari dan lainnya. Setelah anamnesis, dilakukan KPSP dan
pemeriksaan fisik untuk memeriksa keterlambatan perkembangan pada anak.
Skrining KPSP
Berdasarkan pemeriksaan KPSP (kuisioner pra skrining perkembangan)
pada anak usia 36 bulan didapatkan hasil 4 ya dan 6 tidak. Kesan : kemungkinan
ada penyimpangan pada An. NS Penyimpangan perkembangan pada aspek
motorik halus, bicara dan bahasa serta kemandirian. Rujuk ke spesialis anak.

Skrining CHAT
Pada pemeriksaan CHAT jawaban tidak pada pertanyaan didapatkan skor
15 dengan kesan resiko tinggi menderita autis, rujuk ke spesialis anak konsultan
tumbuh kembang.

Skrining Denver II
Berdasarkan pemeriksaan Denver II didapatkan :
 Personal sosial : 9D + 2C
 Bahasa : 16D + 4C
 Motorik kasar : Normal
 Motorik halus : 6D + 2C
Berdasarkan hasil Denver II maka anak ini mengalami keterlambatan di 3

41
aspek yaitu personal sosial, bahasa, dan motorik kasar.
Selain itu, diagnosis diperkuat dengan kriteria gangguan autistic menurut
ICD-10 dan DSM V, dimana hasilnya didapatkan anak ini memiliki 2 gejala
interaksi social timbal balik, 4 gejala gangguan komunikasi dan 2 gejala
gangguan prilaku. Sehingga dapat disimpulkan bahwa An. NS mengalami global
development delaye et Austism spectrum disorder. Diagnosis GDD ditegakkan
karena anak mengalami keterlambatan perkembangan pada 3 domain
perkembangan yaitu domain motorik halus, bahasa dan bicara, dan personal-
sosial.
Untuk menyingkirkan diagnosis bandign, maka perlu untuk melakukan
pemeriksaan Brainstem Auditory Evoked Response (BERA) untuk
menyingkirkan diagnosis seperti gangguan pendengaran. Tatalaksana yang dapat
diberikan pada kondisi autism spectrum disorder pada kasus yaitu tatalaksana
bersifat suportif dan simptomatis. Pelaksanaan fisioterapi harus dimulai dan
dilakukan secara intensif. Selain itu, anak autisme membutuhkan terapi bicara
serta terapi okupasi dan perilaku. Deteksi gangguan perkembangan harus
dideteksi sedini mungkin agar tatalaksana segera dilakukan. Pada kasus ini anak
telah dijadwalkan untuk melakukan tes fungsi pendengaran yaitu tes BERA.

42
43
DAFTAR PUSTAKA

1. Altyan MF dan DL. Global Developmental Delayed ec Autisme. Sumatera Selatan; 2018.
2. Afrina R. Autism Spectrum Disorder. 2020.
3. Agus Aprian. Autisme. 2020.
4. Ririn Subagio. Autism in RSJ Dr Radjiman Wediodiningrat Lawang. 2021;
5. ali EM, Al- Adwan F eid ziad, Al-Naimat YM. Autism Spectrum Disorder (ASD); Symptoms, Causes,
Diagnosis, Intervention, and Counseling Needs of the Families in Jordan. Modern Applied Science. 2019
Apr 30;13(5):48.
6. Roane HS, Fisher WW, Carr JE. Applied Behavior Analysis as Treatment for Autism Spectrum Disorder.
Journal of Pediatrics. 2016 Aug 1;175:27–32.
7. Suswanto Heru Purnomo. Identifikasi Dan Asesmen Anak Autis. Bandung; 2017.
8. Nugraheni SA. Menguak Belantara Autisme. Journal of Pediatric . 2012;
9. Institute of Mental Health N. Autism Spectrum Disorder. spanish; 2021.

44

Anda mungkin juga menyukai