Anda di halaman 1dari 37

Presentasi kasus

GLOBAL DEVELOPMENTAL DELAY EC. AUTISME

Disusun oleh :
Fitria Masturah, S.Ked. 04054821820012
Hawari Martanusa, S.Ked. 04054821820125

Pembimbing:
dr. Rismarini, SpA(K)

BAGIAN/DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG 2018

Penyaji:
Fitria Masturah, S.Ked.
Hawari Martanusa, S.Ked.
Oponen:

Sarah Mareta Devira, S.Ked. Kms. M. Afif Rahman, S.Ked.


Ajeng Mutia Oktranilda, S.Ked. Annisaa Nabila A.S., S.Ked.
Aulia Hayyu Ravenia, S.Ked. Haidar Adib Balma, S.Ked.
Femmy Destia, S.Ked. Gemi Purnama Sari, S.Ked.
Fitri Az-Zahrah, S.Ked. Rati Amira Lekabreda, S.Ked.
Mareta Kurnia Desiani, S.Ked. Kemala Andini Prizara, S.Ked.
Adinda Kinanti, S.Ked. Esti Yolanda, S.Ked.
Radhiyatul Husna, S.Ked. Nadya Aviodita, S.Ked.
Dita Andini, S.Ked. Elisabeth Stefanny, S.Ked.
M. Adam Mudzakir, S.Ked. Avyandara Janurizka, S.Ked.
Ayulaisitawati, S.Ked. Atika Amaliah, S.Ked
Andini Fatma Trinata, S.Ked. Agung Budi Pamungkas , S.Ked.
Shulaksana A.P. Manikam, S.Ked.
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus
Global Developmental Delay ec. Autisme

Oleh:
Fitria Masturah, S.Ked. 04054821820012
Hawari Martanusa, S.Ked. 04054821820125

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit
Umum Mohammad Hoesin Palembang.

Palembang, 19 April 2018


Pembimbing

dr. Rismarini, Sp.A.(K)


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT karena atas rahmat-Nya lah laporan kasus yang berjudul
“Global Developmental Delay ec. susp. Autistic Spectrum Disorder” ini dapat diselesaikan dengan
baik.
Melalui tulisan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Rismarini,
Sp.A.(K) sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan banyak arahan dan bantuan. Penulis
juga menyampaikan terima kasih kepada teman-teman sejawat yang turut meluangkan banyak
waktu dalam membantu proses penyelesaian laporan kasus ini dan semua pihak yang telah ikut
membantu proses penyusunan laporan kasus hingga laporan kasus ini selesai.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan,
baik dari isi maupun teknik penulisan. Kritik dan saran dari semua pihak maupun pembaca sangat
diharapkan untuk kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat
dan menambah wawasan pembaca.
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................................................................. 3
KATA PENGANTAR......................................................................................................................................... 4
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................................... 6
BAB II STATUS PEDIATRIK .............................................................................................................................. 7
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................................ 17
A. GLOBAL DEVELOPMENTAL DELAY ................................................................................... 17
1. DEFINISI ................................................................................................................................... 17
2. EPIDEMIOLOGI ..................................................................................................................... 18
3. ETIOLOGI ................................................................................................................................ 18
4. DIAGNOSIS .............................................................................................................................. 20
5. DIAGNOSIS BANDING .......................................................................................................... 23
5. TATALAKSANA ...................................................................................................................... 24
6. PROGNOSIS ............................................................................................................................. 26
B. AUTISME ...................................................................................................................................... 26
1. DEFINISI ................................................................................................................................... 26
2. EPIDEMIOLOGI ..................................................................................................................... 27
3. ETIOLOGI ................................................................................................................................ 27
4. PATOFISIOLOGI .................................................................................................................... 27
5. DIAGNOSIS .............................................................................................................................. 28
6. TATALAKSANA ...................................................................................................................... 30
7. PROGNOSIS ............................................................................................................................. 33
BAB IV ANALISIS KASUS............................................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................................... 36
BAB I
PENDAHULUAN

Global developmental delay (GDD) atau Keterlambatan Perkembangan Global (KPG)


adalah keterlambatan bermakana pada dua atau lebih domain perkembangan anak, diantaranya:
motorik kasar, motorik halus, Bahasa/ bicara, kognitif, personal atau sosial aktivitas hidup sehari-
hari. Ciri khas GDD biasanya adalah fungsi intelektual yang lebih rendah daripada anak seusianya
disertai hambatan dalam berkomunikasi yang cukup berarti, keterbatasan kepedulian terhadap diri
sendiri, keterbatasan kemampuan dalam pekerjaan, akademik, kesehatan dan keamanan dirinya1.
Prevalensi GDD sekitar 5-10% pada anak di seluruh dunia, sedangkan di Amerika Serikat
angka kejadian GDD diperkirakan 1%-3% dari anak-anak berumur<5 tahun4. Penelitian oleh
Suwarba dkk1 di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta mendapatkan prevalensi GDD adalah 2,3 %.
Salah satu gangguan yang bisa menyebabkan GDD adalah autisme. Autisme adalah
kumpulan kondisi kelainan perkembangan yang ditandai dengan kesulitan berinteraksi sosial,
masalah komunikasi verbal dan nonverbal, disertai dengan pengulangan tingkah laku dan
ketertarikan yang dangkal dan obsesif.11 Autisme membawa dampak pada anak dan juga pada
keluarga. Dampak pada anak dapat berupa prestasi sekolah yang buruk, gangguan sosialisasi,
status pekerjaan yang rendah, dan risiko kecelakaan meningkat. Adapun dampak pada keluarga
adalah timbulnya stress dan depresi yang berat pada orang tua dan pengasuhnya sehingga
mempengaruhi keharmonisan keluarga.
Deteksi dini gangguan perkembangan sangatlah penting, sehingga terapi yang kebanyakan
teruatama terapi rehabilitasi medis dapat segera dilaksanakan sejak dini dan tentunya memiliki
outcome yang lebih baik dibandingkan dengan terapi yang lebih terlambat.
Banyaknya faktor yang mempengaruhinya dan pentingnya deteksi dini gangguan
perkembangan ataupun autisme menjadi sebagian alasan mengapa GDD dan autisme diangkat
untuk menjadi topik laporan kasus ini. Selain itu, dampak yang ditimbulkan oleh GDD dan autism
cukup signifikan, baik pada individu maupun orang yang merawatnya.
BAB II
STATUS PEDIATRIK

IDENTIFIKASI
Nama : An. CDA
Umur : 3 tahun 10 bulan ( 22 Oktober 2015)
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Palembang
Alamat : Jl. Rawasari RT 47/ No 124 Kelurahan Bukit Sangkal Kecamatan
Kalidoni
Nama Ayah : Tn. M
Umur : 41
Pekerjaan : BHL
Pendidikan : SD

Nama Ibu : Ny. M


Umur : 40
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SD

A. ANAMNESIS
1. Anamnesis (Autoanamnesis dan Alloanamnesis)
Alloanamnesis dilakukan dengan ibu penderita pada tanggal 27 Maret 2019 di Poli tumbuh
kembang anak RSMH

Keluhan Utama : Belum lancar bicara


Keluhan Tambahan : -
Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang anak dibawa oleh orangtuanya ke Poliklinik tumbuh kembang RSMH dikarenakan
belum lancar bicara hingga saat ini. Anak sudah dapat mengoceh kata-kata dengan bahasa yang
kurang dimengerti. Anak belum dapat memanggil mama dan papa secara spesifik. Anak sudah
dapat mencoret-coret tetapi belum dapat membuat menara dari kubus. Anak sudah dapat
menggunakan sendok, minum dari cangkir dan anak dominan menggunakan tangan kanan. Anak
sudah dapat berjalan dan berlari, berjalan naik tangga dan bisa jika diajak bermain. Anak senang
untuk berlarian kesana kemari. Jika anak kesal, anak akan menangis.

Riwayat Penyakit Dahulu


Anak tidak pernah kejang, anak tidak pernah biru dan belum pernah dirawat di
rumah sakit.

Riwayat Penyakit Keluarga


• Tidak ada anggota keluarga baik dari keluarga ayah maupun ibu yang menderita
keluhan yang serupa, mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan, atau
mengalami gangguan mental lainnya.
Riwayat Kehamilan
• Selama kehamilan, ibu rajin kontrol ke dokter setiap bulan. Tidak ada riwayat
hipertensi, DM, demam tinggi dan tidak ada riwayat minum obat tertentu.
• Riwayat menderita kista sebelum hamil ke 3
• Kesan : Riwayat kehamilan prenatal baik.
Riwayat Persalinan
• Anak perempuan lahir dari ibu G5P2A2, hamil 38 minggu lahir pervaginam
ditolong oleh dokter kandungan dan kebidanan, lahir langsung menangis, berat
badan lahir 2900 gram, panjang badan lahir 47 cm, lingkat kepala saat lahir ibu
lupa, lingkar dada saat lahir ibu lupa, tidak ada kelainan bawaan.
• Kesan : Neonatus Cukup Bulan Sesuai Masa Kehamilan
Riwayat Pemeliharaan Postnatal
• Ibu membawa anaknya ke Posyandu dan mendapat imunisasi dasar dengan riwayat
imunisasi
Riwayat Imunisasi
IMUNISASI DASAR ULANGAN
HB0 V
BCG V
DPT 1 V DPT 2 V DPT 3 V DPT 4
HEPATITIS V HEPATIT V HEPATITIS V -
B1 IS B 2 B3
Hib 1 V Hib 2 V Hib 3 V -
POLIO 0 V POLIO 1 V POLIO 2 V POLIO 4
CAMPAK V POLIO 3 V CAMPAK II
Kesan :Imunisasi dasar lengkap

Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak


• Pertumbuhan
Berat badan lahir 2900 gram, panjang badan 47 cm
Berat Badan : 14 kg
Tinggi Badan : 92 cm
BB/U : 0-2 SD
PB/U : 0-2 SD
BB/PB : 0-2 SD
Kesan : Pertumbuhan normal, status gizi baik
• Perkembangan
 Kepala tegak : 4 bulan
 Tengkurap : 6 bulan
 Merangkak : 8 bulan
 Duduk : 11 bulan
 Berdiri : 1 tahun 6 bulan
 Berjalan : 1 tahun 10 bulan
 Berlari : 2 tahun 1 bulan
Kesan : Terdapat keterlambatan di bidang gerak kasar, gerak halus, sosial kemandirian dan
bahasa pada anak. Ditemukan skor KPSP bernilai 2 yang menunjukkan kemungkinan adanya
penyimpangan (P).

SCREENING DENGAN M-CHAT


Kesan : Pemeriksaan m-chat skor 13 yang mengartikan anak memiliki Risiko Tinggi
terkena autis. Follow-up dapat tidak dilakukan dan pasien dirujuk segera untuk evaluasi
diagnostik dan evaluasi eligibilitas untuk intervensi awal.

Riwayat Makan dan Minum Anak


 Diberikan ASI saja dari lahir sampai umur 1 tahun, telah ditambah MP ASI
usia 6 bulan
 Mulai usia 6 bulan diberikan makanan tambahan berupa bubur nasi
 Mulai usia 11 bulan, anak diberikan makan sedikit daging, ikan, dan tempe
Kesan : Kualitas dan kuantitas makanan dan minuman baik

Riwayat Sosial Ekonomi


- Ayah pasien bekerja sebagai BHL dan menanggung 1 orang istri dan 3 orang anak.
Gaji sebulan Rp 2.000.000,00.
Kesan : keadan sosial ekonomi kurang

B. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan tanggal di Poli Anak RSMH.
Keadaan Umum : Compos mentis, aktif
a. Tanda Vital
i. Tekanan darah :-
ii. Nadi : 110 x/ menit, isi dan tegangan cukup
iii. Suhu : 36,6 C
iv. Pernapasan : 24 x/ menit
b. Status Gizi
Berat badan : 12 kg
Tinggi badan : 85 cm
Status gizi baik
c. Status Generalis
i. Kepala : wajah dismorfik, hipertelorisme, low set ear, flat nose, makroglosi,
head lag, rambut hitam
ii. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), Refleks cahaya (+/+),
isokor (D± 3mm)
iii. Telinga : discharge (-/-), Nyeri (-/-)
iv. Hidung : secret (-), napas cuping hidung (-)
v. Mulut : bibir kering (-), lidah tremor (-), pernapasan mulut (-), sianosis (-),
edema (-)
vi. Leher : pembesaran KGB (-), pulsasi normal, jejas(-), luka (-)
vii. Thorax : pergerakan dinding dada saat inspirasi dan ekspirasi
simetris, retraksi dinding dada (-), ICS tidak melebar
a. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba dengan 1 jari dari ICS 5 linea
midcla-vikula 2 cm ke medial, pulsus parasternal (-), pulsus epigastrium
(-)
Perkusi
Kanan jantung : ICS 5 linea sternalis dextra
Atas jantung : ICS 2 linea parasternal sinistra
Pinggang jantung : ICS 3 linea parasternalis sinistra
Kiri jantung : ICS 5 linea midclavicula 2 cm ke medial
Auskultasi : bunyi jantung I-II regular, bising (-)
Kesan : Normal
b. Pulmo
Perkusi : sterm fremitus hemithorax dextra sama
dengan sinistra
Palpasi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : suara napas dasar vesikuler, ronkhi
(-/-), wheezing (-/-)
Kesan : Normal
c. Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : peristaltik (+), bising usus (+) normal
Perkusi : timpani di seluruh kuadran
Palpasi : supel (+), nyeri tekan (-), hepar, lien tidak
teraba
d. Genital : perempuan, tidak ada kelainan
e. Ekstremitas : Simian crease (+), jari-jari pendek
Superior Inferior
Sianosis -/- -/-
Edema -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Pelebaran vena -/- -/-
Capillary refill time < 2”/ < 2” < 2”/ < 2”
Refleks fisiologis + N/+N + N/+N
Refleks patologis -/- -/-
Kesan: Normal

V. DAFTAR ABNORMALITAS
i. Data Anamnesis
 Tidak bisa membentuk sebuah kata lengkap atau kalimat
 Sulit diajak komunikasi dengan orang lain
 Tidak respon jika dipanggil
 Lebih senang bermain sendiri dan tidak bisa bermain berpura-pura
 Kontak mata ada tetapi kurang
 Senang bergerak kesana kemari tanpa tujuan
 Dapat bermain dengan teman sebaya tetapi tidak mengerti peraturan permainan
yang berlaku
ii. Data Pemeriksaan Fisik
 Tidak ada kelainan, semua dalam batas normal
VI. DIAGNOSIS BANDING
1. Autisme
2. SLI
3. Speech delay
4. Retardasi mental dengan gangguan emosi dan perilaku
VII. DIAGNOSIS SEMENTARA
GDD ec Down Syndrome

VIII. TERAPI
Medikamentosa
Ferris Syrup 2 x 2 cth (Po)
Non medikamentosa
 Konsultasi ke bagian rehabilitasi medik untuk dilakukan terapi fisioterapi, terapi
sosial, terapi okupasi, kemandirian dan wicara

IX. EDUKASI
a. Edukasi tentang keadaan pasien dan menjelaskan penyakit yang pasien derita pada
keluarga.
b. Mengedukasi cara mendidik pasien dengan gangguan down syndrome.
c. Mengedukasi keluarga pasien untuk latihan bicara dengan mengucapkan kata yang
mudah diucap dan dilakukan rutin dan setiap hari

X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

XI. INITIAL PLAN


Initial plan Diagnosis
 Subyektif
Menggali tentang faktor etiologi yang menyebabkan terjadinya gangguan
perkembangan anak.
 Obyektif
• Pemeriksaan Pendengaran Obyektif (BERA)
• Tes IQ
• Konsul mata untuk evaluasi penglihatan
Initial Plan Monitoring
• Di pantau perubahan atau laju perkembangan anak, terutama untuk masalah
pemusatan perhatian, bicara, dan IQ.
• Memantau keadaan fisik anak, jangan sampai kelelahan atau sampai jatuh sakit,
karena akan memperberat dalam hal perawatan kedepannya.

Initial Plan Edukasi


• Edukasi tentang keadaan dan menjelaskan penyakit pasien.
• Mengedukasi bagaimana cara memberikan perintah dan mendidik pasien dengan
gangguan perkembangan.
• Melatih untuk berbicara dengan mengucapkan kata kata yang mudah diucap secara
sering.
• Memberikan pengertian kepada ibu, karena terapi yang akan dilakukan nanti
sifatnya akan panjang dan berkelanjutan, sehingga harus selalu sabar.
• Selalu memantau perkembangan fisik dan psikis anak, sehingga anak selalu
diperhatikan dalam perkembangan dan pertumbuhannya.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. GLOBAL DEVELOPMENTAL DELAY


1. DEFINISI
Global developmental delay (GDD) atau Keterlambatan Perkembangan Global
(KPG) adalah keterlambatan bermakana pada dua atau lebih domain perkembangan anak,
diantaranya: motorik kasar, motorik halus, Bahasa/ bicara, kognitif, personal atau sosial
aktivitas hidup sehari-hari. Keterlambatan bermakna artinya pencapaian kemampuan
pasien kurang dari 2 standar deviasi (SD) dibandingkan dengan rerata populasi pada umur
yang sesuai1. Istilah GDD dipakai pada anak berumur kurang dari 5 tahun, sedangkan pada
anak berumur lebih dari 5 tahun saat tes IQ sudah dapat dilakukan dengan hasil yang akurat
maka istilah yang dipergunakan adalah retardasi mental2,3. Anak dengan GDD tidak selalu
menderita retardasi mental sebab berbagai kondisi dapat menyebabkan seorang anak
mengalami GDD seperti penyakit neuromuskular, palsi serebral, deprivasi psikososial
meskipun aspek kognitif berfungsi baik3,4. Ciri khas GDD biasanya adalah fungsi
intelektual yang lebih rendah daripada anak seusianya disertai hambatan dalam
berkomunikasi yang cukup berarti, keterbatasan kepedulian terhadap diri sendiri,
keterbatasan kemampuan dalam pekerjaan, akademik, kesehatan dan keamanan dirinya.

Komponen perkembangan yang diperiksa pada anak dengan GDD:2


a) Komponen motorik (kemampuan motorik kasar seperti bangkit berdiri, berguling, dan
motorik halus seperti memilih benda kecil)
b) Kemampuan berbicara dan bahasa(berbisik, meniru kata, menebak suara yang
didengar, berkomunikasi nonverbal misalnya gestur, ekspresi wajah, kontak mata)
c) Kemampuan kognitif (kemampuan untuk mempelajari hal baru, menyaring dan
mengolah informasi, mengingat dan menyebutkan kembali, serta memberikan alasan)
d) Kemampuan sosial dan emosi (interaksi dengan orang lain dan perkembangan sifat dan
perasaan seseorang).
2. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi GDD sekitar 5-10% pada anak di seluruh dunia, sedangkan di Amerika
Serikat angka kejadian GDD diperkirakan 1%-3% dari anak-anak berumur<5 tahun4.
Penelitian oleh Suwarba dkk1 di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta mendapatkan prevalensi
GDD adalah 2,3 %. Etiologi GDD sangat bervariasi, sekitar 80% akibat sindrom genetik
atau abnormalitas kromosom, asfiksia perinatal, disgenesis serebral dan deprivasi
psikososial sedangkan 20% nya belum diketahui. Sekitar 42% dari etiologi keterlambatan
perkembangan global dapat dicegah seperti paparan toksin, deprivasi psikososial dan
infeksi intra uterin, serta asfiksia perinatal4
Menurut penelitian Deborah M dkk.5 prevalensi GDD di Poliklinik Anak RSUP
Sanglah adalah 1,8% dan sering ditemukan pada anak berumur lebih dari 12 bulan (67%).
Rasio laki-laki dan perempuan hampir sama 1:1,12. Keluhan terbanyak adalah belum bisa
berbicara pada 16 (24%), belum bisa berbicara dan berjalan pada 14 (21%), serta belum
bisa berjalan pada 12 (18%) pasien. Didapatkan 20% BBLR dan BBLSR, ibu
berpendidikan menengah ditemukan pada 68% kasus. Karakteristik klinis didapatkan 30%
gizi kurang, 29% mikrosefali, 20% dicurigai suatu sindrom. Evaluasi perkembangan
menunjukkan 40 (60%) terlambat pada seluruh sektor perkembangan. Etiologi ditemukan
pada 61% dengan penyebab terbanyak adalah kelainan majemuk, hipotiroid, serebral
disgenesis, palsi serebral.

3. ETIOLOGI
Penentuan akurat etiologi yang mendasari merupakan langkah penting dalam
pengelolaan anak-anak dengan gangguan pertumbuhan, dengan demikian identifikasi
akurat dapat menentukan manifestasi klinis yang bermakna dan implikasi prognosisnya.
Diagnosis yang spesifik adalah yang dapat diterjemahkan ke dalam informasi klinis yang
berguna bagi keluarga, termasuk memberikan informasi tentang prognosis, risiko
kekambuhan, dan mode pilihan terapi yang tersedia. Oleh karena itu, pengenalan dini dan
diagnosis dini merupakan hal yang penting.6
Penyebab yang paling sering adalah abnormalitas kromosom dan malformasi otak.
Hal lain yang dapat berhubungan dengan penyebab GDD adalah keadaan ketika
perkembangan janin dalam kandungan, infeksi dan kelahiran prematur.6
GDD dapat merupakan manifestasi yang muncul dari berbagai kelainan
neurodevelopmental (mulai dari disabilitas belajar hingga kelainan neuromuskular. Tabel
berikut memberikan pendekatan beberapa etiologi GDD :

Tabel 1. Penyebab GDD menurut Forsyth dan Newton, 2007 (dikutip dari Walters AV,
2010)7

Kategori Keterangan
Genetik atau Sindromik  Sindrom yang mudah diidentifikasi,
misalnya Sindrom Down
Teridentifikasi dalam 20% dari
 Penyebab genetik yang tidak terlalu
mereka yang tanpa tanda-tanda jelas pada awal masa kanak-kanak,
neurologis, kelainan dismorfik, atau misalnya Sindrom Fragile X, Sindrom
riwayat keluarga Velo-cardio-facial (delesi
22q11),Sindrom Angelman, Sindrom
Soto, Sindrom Rett, fenilketonuria
maternal, mukopolisakaridosis, distrofi
muskularis tipe Duchenne, tuberus
sklerosis, neurofibromatosis tipe 1, dan
delesi subtelomerik.
Metabolik  Skrining universal secara nasional
neonatus untuk fenilketonuria (PKU)
Teridentifikasi dalam 1% dari dan defisiensi acyl-Co A
mereka yang tanpa tanda-tanda Dehidrogenase rantai sedang.
neurologis, kelainan dismorfik, atau  Misalnya, kelainan siklus/daur urea
riwayat keluarga
Endokrin  Terdapat skrining universal neonatus
untuk hipotiroidisme kongenital
Traumatik  Cedera otak yang didapat
Penyebab dari lingkungan  Anak-anak memerlukan kebutuhan
dasarnya seperti makanan, pakaian,
kehangatan, cinta, dan stimulasi untuk
dapat berkembang secara normal
 Anak-anak tanpa perhatian, diasuh
dengan kekerasan, penuh ketakutan,
dibawah stimulasi lingkungan mungkin
tidak menunjukkan perkembangan yang
normal
 Ini mungkin merupakan faktor yang
berkontribusi dan ada bersamaan
dengan patologi lain dan merupakan
kondisi yaitu ketika kebutuhan anak
diluar kapasitas orangtua untuk dapat
menyediakan/memenuhinya
Malformasi serebral  Misalnya, kelainan migrasi neuron
Palsi Serebral dan Kelainan  Kelainan motorik dapat mengganggu
Perkembangan Koordinasi perkembangan secara umum
(Dispraksia)
Infeksi  Perinatal, misalnya Rubella, CMV, HIV
 Meningitis neonatal
Toksin  Fetus: Alkohol maternal atau obat-
obatan saat masa kehamilan
 Anak: Keracunan timbal

4. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Dokter memulai anamnesis dengan mendengarkan penjelasan orangtua secara
seksama tentang perkembangan anaknya. Orang tua dapat mencatat setiap
keterlambatan perkembangan, perubahan tubuh dan kurang responsifnya anak tersebut,
sehingga perlu perhatian khusus. Tiap orangtua tentunya memiliki daerah perhatian
yang berbeda. Penggalian anamnesis secara sistematis meliputi, resiko biologi akibat
dari gangguan prenatal atau perinatal, perubahan lingkungan akibat salah asuh, dan
akibat dari penyakit primer yang sudah secara jelas terdiagnosis saat infant.
Tabel 2. Anamnesis Keterlambatan Perkembangan Global menurut First Lewis dan
Judith, 19942

b. Pemeriksaan Fisik
Faktor risiko untuk keterlambatan dapat dideteksi dari pemeriksaan fisik.
Pengukuran lingkar kepala (yang mengindikasikan mikrosefali atau makrosefali)
adalah bagian penting dalam pemeriksaan fisik. Perubahan bentuk tubuh sering
dihubungkan dengan kelainan kromosom, atau faktor penyakit genetik lain sulit dilihat
dalam pemeriksaan yang cepat. Sebagai tambahan, pemeriksaan secara terstruktur dari
mata, yaitu fungsi penglihatan dapat dilakukan saat infant, dengan menggunakan
pemeriksaan sederhana seperti meminta mengikuti arah cahaya lampu. Saat anak sudah
memasuki usia pre-school, pemeriksaan yang lebih mendalam diperlukan seperti visus,
selain itu pemeriksaan saat mata istirahat ditemukan adanya strabismus. Pada
pendengaran, dapat pula dilakukan test dengan menggunakan brain-stem evoked
potentials pada infant. Saat umur memasuki 6 bulan, kemampuan pendengaran dapat
dites dengan menggunakan peralatan audiometri. Pada usia 3-4 tahun, pendengaran
dapat diperiksa menggunakan audiometer portable. Pemeriksaan telinga untuk mencari
tanda dari infeksi otitis media menjadi hal yang penting untuk dilakukan karena bila
terjadi secara kontinyu akan menyebabkan gangguan pendengaran ringan. Pemeriksaan
kulit secara menyeluruh dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit ektodermal
seperti tuberous sklerosis atau neurofibromatosis yang dihubungkan dengan delay.
Pemeriksaan fisik juga harus meliputi pemeriksaan neurologi yang berhubungan
dengan perkembangan seperti adanya primitive reflek, yaitu moro reflex, hipertonia
atau hipotonia, atau adanya gangguan tonus8.

c. Pemeriksaan Penunjang
Secara umum, pemeriksaan laboratorium untuk anak dengan kemungkinan
gangguan perkembangan tidak dibedakan dengan tes skrining yang dilakukan pada
anak yang sehat. Hal ini penting dan dilakukan dengan periodik. Adapun beberapa
pemeriksaan penunjangnya antara lain6,9.

a. Skrining metabolik
Skrining metabolik meliputi pemeriksaan: serum asam amino, serum glukosa,
bikarbonat, laktat, piruvat, amonia, dan creatinin kinase. Skrining metabolik rutin
untuk bayi baru lahir dengan gangguan metabolisme tidak dianjurkan sebagai
evaluasi inisial pada GDD. Pemeriksaan metabolik dilakukan hanya bila
didapatkan riwayat dari anamnesis atau temuan pemeriksaan fisik yang mengarah
pada suatu etiologi yang spesifik. Sebagai contohnya, bila anak-anak dicurigai
memiliki masalah dengan gangguan motorik atau disabilitas kognitif, pemeriksaan
asam amino dan asam organik dapat dilakukan. Anak dengan gangguan tonus otot
harus diskrining dengan menggunakan kreatinin phospokinase atau aldolase untuk
melihat adanya kemungkin penyakit muscular dystrophy.

b. Tes sitogenetik
Tes sitogenetik rutin dilakukan pada anak dengan GDD meskipun tidak ditemukan
dismorfik atau pada anak dengan gejala klinis yang menunjukkan suatu sindrom
yang spesifik. Uji mutasi Fragile X, dilakukan bila adanya riwayat keluarga dengan
GDD. Meskipun skrining untuk Fragile X lebih sering dilakukan anak laki-laki
karena insiden yang lebih tinggi dan severitas yang lebih buruk, skrining pada
wanita juga mungkin saja dilakukan bila terdapat indikasi yang jelas. Diagnosis
Rett syndrome perlu dipertimbangkan pada wanita dengan retardasi mental sedang
hingga berat yang tidak dapat dijelaskan.

c. Skrining tiroid
Pemeriksaan tiroid pada kondisi bayi baru lahir dengan hipotiroid kongenital perlu
dilakukan. Namun, skrining tiroid pada anak dengan GDD hanya dilakukan bila
terdapat klinis yang jelas mengarahkan pada disfungsi tiroid.

d. EEG
Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada anak dengan GDD yang memiliki riwayat
epilepsia tau sindrom epileptik yang spesifik (Landau-Kleffner). Belum terdapat
data yang cukup mengenai pemeriksaan ini sehingga belum dapat digunakan
sebagai rekomendasi pemeriksaan pada anak dengan GDD tanpa riwayat epilepsi.

e. Imaging
Pemeriksaan imaging direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin pada GDD
(terlebih bila ada temuan fisik berupa mikrosefali). Bila tersedia MRI harus lebih
dipilih dibandingkan CT scan jika sudah ditegakkan diagnosis secara klinis
sebelumnya

5. DIAGNOSIS BANDING
Etiologi dan penyebab dari GDD saat ini belum bisa memprediksi secara spesifik,
gangguan mana saja yang akan terlibat dalam penegakan GDD ini, terdapat beberapa
penyakit atau gangguan dengan gambaran GDD yaitu retardasi mental, palsi serebral,
Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), dan Autism Spectrum Disorder (ASD).10

1. Retardasi Mental
Suatu keadaan yang dimulai saat masa anak-anak yang ditandai dengan
keterbatasan dalam intelegensi dan kemampuan adaptasi. Menurut kriteria DSM-IV,
retardasi mental adalah fungsi intelektual yang di bawah rata-rata, terdapat gangguan
fungsi adaptasi, onset sebelum umur 18 tahun. Untuk mengetahui adanya gangguan fungsi
intelegensi, digunakan tes IQ (akurat diatas umur 5 tahun), dengan klasifikasi hasil:
a) Ringan , yaitu IQ 50-70
b) Sedang, yaitu IQ 40-50
c) Berat, yaitu IQ 20-40
d) Sangat berat, yaitu IQ <20

2. Palsi Serebral atau Cerebral palsy (CP)


Pada CP, ada tiga faktor resiko awal yaitu bayi lahir prematur (semakin kecil usia,
semakin tinggi faktor risiko), bayi lahir dengan ensefalopati sedang hingga berat (semakin
berat keluhan semakin berat risiko), dan bayi yang lahir dengan faktor risiko paling ringan.
Dua faktor risiko awal tersebut harus ditunjang dengan MRI untuk melihat gambaran otak.
Bila terdapat gangguan bahasa, penglihatan, pendengaran dan epilepsi, dapat dicurigai hal
tersebut adalah suatu gambaran CP. Selain itu, diagnosis palsi serebral dapat dilakukan
berdasarkan kriteria Levine7, yaitu pola gerak dan postur; pola gerak oral; strabismus; tonus
otot; evolusi reaksi postural dan kelainannya yang mudah dikenal; refleks tendon, primitif
dan plantar.

3. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)


ADHD merupakan suatu gangguan yang terjadi sangat awal dari kelahiran bayi,
yang dinamis, serta tergantung dengan perkembangan korteks. Tanda ADHD yaitu
development delay, nilai akademik yang rendah, serta permasalahan sosial. Penggunaan
milestones pada tahun ke-3 mudah mengarahkan diagnosis ADHD.

4. Autism Spectrum Disorder (ASD)


Pada anak ASD terdapat gangguan dalam berinteraksi sosial, komunikasi verbal
dan nonverbal, disertai dengan pengulangan tingkah laku. Anak ASD dicirikan dengan
tidak berespon ketika nama dipanggil, afek kurang, berkurangnya interaksi sosial, dan sulit
untuk tersenyum. Pada tahun kedua dan ketiga, bahasa tubuh yang tidak lazim dan sangat
ekspresif. Perilaku lain yakni motorik, sensorik dan beberapa domain lain

5. TATALAKSANA
Pengobatan bagi anak-anak dengan GDD hingga saat ini masih belum ditemukan. Hal
itu disebabkan oleh karakter anak-anak yang unik, dimana anak-anak belajar dan
berkembang dengan cara mereka sendiri berdasarkan kemampuan dan kelemahan masing-
masing. Sehingga penanganan GDD dilakukan sebagai suatu intervensi awal disertai
penanganan pada faktor-faktor yang beresiko menyebabkannya. Intervensi yang dilakukan,
antara lain6,10.

1. Speech and Language Therapy


Speech and Language Therapy dilakukan pada anak-anak dengan kondisi CP, autism,
kehilangan pendengaran, dan GDD. Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan berbicara, berbahasa dan oral motoric abilities. Metode yang dilakukan
bervariasi tergantung dengan kondisi dari anak tersebut. Salah satunya, metode
menggunakan jari, siulan, sedotan atau barang yang dapat membantu anak-anak untuk
belajar mengendalikan otot pada mulut, lidah dan tenggorokan. Metode tersebut
digunakan pada anak-anak dengan gangguan pengucapan. Dalam terapi ini, terapis
menggunakan alat-alat yang membuat anak-anak tertarik untuk terus belajar dan
mengikuti terapi tersebut.

2. Occupational Therapy
Terapi ini bertujuan untuk membantu anak-anak untuk menjadi lebih mandiri dalam
menghadapi permasalahan tugasnya. Pada anak-anak, tugas mereka antara bermain,
belajar dan melakukan kegiatan sehari-hari seperti mandi, memakai pakaian, makan,
dan lain-lain. Sehingga anak-anak yang mengalami kemunduran pada kemampuan
kognitif, terapi ini dapat membantu mereka meningkatkan kemampuannya untuk
menghadapi permasalahannya.

3. Physical Therapy
Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar dan halus,
keseimbangan dan koordinasinya, kekuatan dan daya tahannya. Kemampuan motorik
kasar yakni kemampuan untuk menggunakan otot yang besar seperti berguling,
merangkak, berjalan, berlari, atau melompat. Kemampuan motorik halus yakni
menggunakan otot yang lebih kecil seperti kemampuan mengambil barang. Dalam
terapi, terapis akan memantau perkembangan dari anak dilihat dari fungsi, kekuatan,
daya tahan otot dan sendi, dan kemampuan motorik oralnya. Pada pelaksanaannya,
terapi ini dilakukan oleh terapi dan orang-orang yang berada dekat dengan anak
tersebut. Sehingga terapi ini dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
4. Behavioral Therapies
Anak-anak dengan delay development akan mengalami stress pada dirinya dan
memiliki efek kepada keluarganya. Anak-anak akan bersikap agresif atau buruk seperti
melempar barang-barang, menggigit, menarik rambut, dan lain-lain. Behavioral
therapy merupakan psikoterapi yang berfokus untuk mengurangi masalah sikap dan
meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi. Terapi ini dapat dikombinasikan dengan
terapi yang lain dalam pelaksanaanya. Namun, terapi ini bertolak belakang dengan
terapi kognitif. Hal itu terlihat pada terapi kognitif yang lebih fokus terhadap pikiran
dan emosional yang mempengaruhi sikap tertentu, sedangkan behavioural therapy
dilakukan dengan mengubah dan mengurangi sikap-sikap yang tidak diinginkan.
Beberapa terapis mengkombinasikan kedua terapi tersebut, yang disebut cognitive-
behavioural therapy.

6. PROGNOSIS
GDD memiliki kemungkinan penyebab yang beraneka ragam. Keterlambatan
perkembangan dapat terjadi pada otak anak saat otak terbentuk pada masa gestasi.
Penyebab yang mungkin antara lain: lahir premature, kelainan genetik dan herediter,
infeksi, tetapi seringkali penyebab GDD tidak dapat ditentukan. Secara umum,
perjalanan penyakit GDD tidak memburuk seiring dengan waktu pertumbuhan anak.4

B. AUTISME

1. DEFINISI
Autisme adalah suatu kondisi dengan kumpulan kelainan perkembangan yang
ditandai dengan kesulitan berinteraksi sosial, masalah komunikasi verbal dan nonverbal,
disertai dengan pengulangan tingkah laku dan ketertarikan yang dangkal dan obsesif11.
Kelainan perkembangan ini dapat secara pasti dideteksi saat anak berusia 3 tahun dan
pada beberapa kasus pada usia 18 bulan, tapi tanda-tanda yang mengarah ke gangguan
ini sebenarnya sudah dapat terlihat sejak umur 1 tahun, bahkan pada bayi usia 8 bulan12.
Autisme merupakan suatu gangguan spektrum, artinya gejala yang tampak bisa sangat
bervariasi. Dua anak yang sama-sama menderita autis belum tentu menunjukkan pola
dan variasi perilaku yang sama persis. Autisme sesungguhnya adalah sekumpulan gejala
klinis atau sindrom yang dilatarbelakangi oleh berbagai faktor yang sangat bervariasi
dan berkaitan satu sama lain. Autisme juga bersifat unik karena belum tentu menujukkan
gejala yang sama untuk masing-masing kasus13.

2. EPIDEMIOLOGI
Menurut CDC, terdapat pada 1 autisme dari 166 kelahiran. Berdasarkan statistik
Departemen pendidikan Amerika Serikat, angka pertumbuhan autisme adalah 10-27
persen per tahun.1 National Institute of Mental Health Amerika (NIMH) memperkirakan
ada 2-6 per 1000 orang menderita autisme12. Insiden autisme konsisten di seluruh dunia
tetapi prevalen laki-laki empat kali lebih besar daripada perempuan11.

3. ETIOLOGI
Autisme adalah sindrom yang multifaktorial. Faktor genetik maupun lingkungan
diduga mempunyai peranan yang signifikan. Sebuah studi mengemukakan bahwa
apabila 1 keluarga memiliki 1 anak autis maka risiko untuk memiliki anak kedua dengan
kelainan yang sama mencapai 5%, lebih tinggi dibandingkan dengan populasi umum.
Akan tetapi penyebab secara pasti belum dapat dibuktikan secara empiris11.

4. PATOFISIOLOGI
Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan, yaitu suatu gangguan
terhadap cara otak berkembang. Akibat perkembangan otak yang salah maka jaringan
otak tidak mampu mengatur pengamatan dan gerakan, belajar dan merasakan serta
fungsi-fungsi vital dalam tubuh11. Penelitian post-mortem menunjukkan adanya
abnormalitas di daerah-daerah yang berbeda pada otak penyandang autisme. Pada
beberapa bagian dijumpai adanya abnormalitas berupa substansia grisea yang walaupun
volumenya sama seperti anak normal tetapi mengandung lebih sedikit neuron14. Selain
itu, kelainan kimia otak yang paling jelas adalah abnormalitas kadar serotonin 5-
hydroxytryptamine (5-HT), yaitu sneurotransmiter yang bekerja sebagai pengantar
sinyal di sel-sel saraf. 30-50% anak-anak penyandang autisme mempunyai kadar
serotonin yang tinggi dalam darah. Neurotransmitter lain seperti norepinefrine (NE) dan
dopamin (DA) juga mengalami gangguan11.

5. DIAGNOSIS
Ada beberapa instrumen screening untuk autisme: 15
1. CARS rating system (Childhood Autism Rating Scale), dikembangkan oleh Eric
Schopler pada awal 1970an, berdasarkan pengamatan terhadap perilaku. Di dalamnya
terdapat 15 nilai skala yang mengandung penilaian terhadap hubungan anak dengan
orang, penggunaan tubuh, adaptasi terhadap perubahan, respon pendengaran, dan
komunikasi verbal.
2. Checklist for Autism in Toddlers (CHAT) digunakan untuk screening autisme pada usia
18 bulan. Dikembangkan oleh Simon Baron-Cohen pada awal 1990an untuk melihat
apakah autisme dapat terdeteksi pada anak umur 18 bukan. alat screening ini
menggunakan kuesioner yang terbagi 2 sesi, satu melalui penilaian orang tua, yang lain
melalui penilaian dokter yang menangani.
3. Autism Screening Questionnaire adalah 40 poin skala skreening yang telah digunakan
untuk anak usia 4 tahun ke atas untuk mengevaluasi kemampuan berkomunikasi dan
fungsi sosialnya.
4. M-CHAT (The Modified Checklist for Autism in Toddlers)
M-CHAT adalah alat skrining pergembangan untuk anak usia 16-30 bulan yang sudah
tervalidasi. M-CHAT ini didesin untuk mendeteksi gangguan perkembangan dan autism
dengan lebih mendalam.

Adapun untuk menegakkan diagnosis autisme dapat digunakan kriteria diagnostik


menurut DSM IV, seperti yang tertera dibawah ini.15
A. Harus ada 6 gejala atau lebih dari 1, 2 dan 3 di bawah ini:
a) Gangguan kualitatif dari interaksi sosial (minimal 2 gejala)
Gangguan pada beberapa kebiasaan nonverbal seperti kontak mata,
ekspresi wajah, postur tubuh, sikap tubuh dan pengaturan interaksi sosial
Kegagalan membina hubungan yang sesuai dengan tingkat
perkembangannya
Tidak ada usaha spontan membagi kesenangan, ketertarikan, ataupun
keberhasilan dengan orang lain (tidak ada usaha menunjukkan, membawa,
atau menunjukkan barang yang ia tertarik)
Tidak ada timbal balik sosial maupun emosional
b) Gangguan kualitatif dari komunikasi (minimal 1 gejala)
Keterlambatan atau tidak adanya perkembangan bahasa yang diucapkan
(tidak disertai dengan mimik ataupun sikap tubuh yang merupakan usaha
alternatif untuk kompensasi)
Pada individu dengan kemampuan bicara yang cukup. terdapat kegagalan
dalam kemampuan berinisiatif maupun mempertahankan percakapan
dengan orang lain.
Penggunaan bahasa yang meniru atau repetitif atau bahasa idiosinkrasi
Tidak adanya variasu dan usaha untuk permainan imitasi sosial sesuai
dengan tingkat perkembangan
c) Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dari perilaku, minat
dan aktivitas (minimal 1 gejala)
Kesibukan (preokupasi) dengan satu atau lebih pola ketertarikan
stereotipik yang abnormal baik dalam hal intensitas maupun fokus
Tampak terikan kepada rutinitas maupun ritual spesifik yang tidak
berguna
Kebiasaan motorik yang stereotipik dan repetitif (misalnya mengibaskan
atau memutar-mutar tangan atau jari, atau gerakan tubuh yang kompleks)
Preokupasi persisten dengan bagian dari suatu obyek

B. Keterlambatan atau fungsi yang abnormal tersebut terjadi sebelum umur 3 tahun,
dengan adanya gangguan dalam 3 bidang yaitu: interaksi sosial; penggunaan bahasa
untuk komunikasi sosial; bermain simbol atau imajinasi.
C. Kelainan tersebut bukan disebabkan oleh penyakit Rett atau gangguan disintegratif
(sindrom Heller)

6. TATALAKSANA
Penatalaksanaan pada autisme harus secara terpadu, meliputi semua disiplin ilmu
yang terkait: tenaga medis (psikiater, dokter anak, neurolog, dokter rehabilitasi medik) dan
nonmedis (tenaga pendidik, psikolog, ahli terapi bicara/okupasi/fisik, pekerja sosial). Tujuan
terapi pada autis adalah untuk mengurangi masalah perilaku dan meningkatkan kemampuan
belajar dan perkembangannya terutama dalam penguasaan bahasa. Dengan deteksi sedini
mungkin dan dilakukan manajemen multidisiplin yang sesuai yang tepat waktu, diharapkan
dapat tercapai hasil yang optimal dari perkembangan anak dengan autisme12.
Manajemen multidisiplin dapat dibagi menjadi dua yaitu non medikamentosa dan
medika mentosa.
1. Non medikamentosa
a. Terapi edukasi
Intervensi dalam bentuk pelatihan keterampilan sosial, keterampilan sehari-hari
agar anak menjadi mandiri. Tedapat berbagai metode penganjaran antara lain
metode TEACHC (Treatment and Education of Autistic and related Communication
Handicapped Children) metode ini merupakan suatu program yang sangat
terstruktur yang mengintegrasikan metode klasikal yang individual, metode
pengajaran yang sistematik terjadwal dan dalam ruang kelas yang ditata khusus.
b. Terapi perilaku
Intervensi terapi perilaku sangat diperlukan pada autisme. Apapun metodenya
sebaiknya harus sesegera mungkin dan seintensif mungkin yang dilakukan terpadu
dengan terapi-terapi lain. Metode yang banyak dipakai adalah ABA (Applied
Behaviour Analisis) dimana keberhasilannya sangat tergantung dari usia saat terapi
itu dilakukan (terbaik sekitar usia 2 – 5 tahun).
c. Terapi wicara
Intervensi dalam bentuk terapi wicara sangat perlu dilakukan, mengingat tidak
semua individu dengan autisme dapat berkomunikasi secara verbal. Terapi ini harus
diberikan sejak dini dan dengan intensif dengan terapi-terapi yang lain.
d. Terapi okupasi/fisik
Intervensi ini dilakukan agar individu dengan autisme dapat melakukan gerakan,
memegang, menulis, melompat dengan terkontrol dan teratur sesuai kebutuhan saat
itu.
e. Sensori integrasi
Adalah pengorganisasian informasi semua sensori yang ada (gerakan, sentuhan,
penciuman, pengecapan, penglihatan, pendengaran) untuk menghasilkan respon
yang bermakna. Melalui semua indera yang ada otak menerima informasi mengenai
kondisi fisik dan lingkungan sekitarnya, sehingga diharapkan semua gangguan akan
dapat teratasi.
f. AIT (Auditory Integration Training)
Pada intervensi autisme, awalnya ditentukan suara yang mengganggu
pendengaran dengan audimeter. Lalu diikuti dengan seri terapi yang mendengarkan
suara-suara yang direkam, tapi tidak disertai dengan suara yang menyakitkan.
Selanjutnya dilakukan desentisasi terhadap suara-suara yang menyakitkan tersebut.
g. Intervensi keluarga
Pada dasarnya anak hidup dalam keluarga, perlu bantuan keluarga baik
perlindungan, pengasuhan, pendidikan, maupun dorongan untuk dapat tercapainya
perkembangan yang optimal dari seorang anak, mandiri dan dapat bersosialisai
dengan lingkungannya. Untuk itu diperlukan keluarga yang dapat berinteraksi satu
sama lain (antar anggota keluarga) dan saling mendukung. Oleh karena itu
pengolahan keluarga dalam kaitannya dengan manajemen terapi menjadi sangat
penting, tanpa dukungan keluarga rasanya sulit sekali kita dapat melaksanakan terapi
apapun pada individu dengan autisme.

2. Medikamentosa
Individu yang destruktif seringkali menimbulkan suasana yang tegang bagi
lingkungan pengasuh, saudara kandung dan guru atau terapisnya. Kondisi ini seringkali
memerlukan medikasi dengan medikamentosa yang mempunyai potensi untuk
mengatasi hal ini dan sebaiknya diberikan bersama-sama dengan intervensi edukational,
perilaku dan sosial.
a) Jika perilaku destruktif yang menjadi target terapi, manajemen terbaik adalah
dengan dosis rendah antipsikotik/neuroleptik tapi dapat juga dengan agonis alfa
adrenergik dan antagonis reseptor beta sebagai alternatif.
Neuroleptik
Neuroleptik tipikal potensi rendah-Thioridazin-dapat menurunkan
agresifitas dan agitasi.
Neuroleptik tipikal potensi tinggi-Haloperidol-dapat menurunkan
agresifitas, hiperaktifitas, iritabilitas dan stereotipik.
Neuroleptik atipikal-Risperidon-akan tampak perbaikan dalam hubungan
sosial, atensi dan absesif.
Agonis reseptor alfa adrenergik
Klonidin, dilaporkan dapat menurunkan agresifitas, impulsifitas dan
hiperaktifitas.
Beta adrenergik blocker
Propanolol dipakai dalam mengatasi agresifitas terutama yang disertai
dengan agitasi dan anxietas.
a) Jika perilaku repetitif menjadi target terapi
Neuroleptik (Risperidon) dan SSRI dapat dipakai untuk mengatasi perilaku
stereotipik seperti melukai diri sendiri, resisten terhadap perubahan hal-hal rutin
dan ritual obsesif dengan anxietas tinggi.
b) Jika inatensi menjadi target terapi
Methylphenidat (Ritalin, Concerta) dapat meningkatkan atensi dan mengurangi
destruksibilitas.
c) Jika insomnia menjadi target terapi
Dyphenhidramine (Benadryl) dan neuroleptik (Tioridazin) dapat mengatasi
keluhan ini.
d) Jika gangguan metabolisme menjadi problem utama
Ganguan metabolisme yang sering terjadi meliputi gangguan pencernaan, alergi
makanan, gangguan kekebalan tubuh, keracunan logam berat yang terjadi akibat
ketidak mampuan anak-anak ini untuk membuang racun dari dalam tubuhnya.
Intervensi biomedis dilakukan setelah hasil tes laboratorium diperoleh. Semua
gangguan metabolisme yang ada diperbaiki dengan obat-obatan maupun
pengaturan diet15.

7. PROGNOSIS
Intervensi dini yang tepat dan perogram pendidikan terspesialisasi serta
pelayanan pendukung mempengaruhi hasil pada penderita autisme. Autisme tidak fatal
dan tidak mempengaruhi harapan hidup normal. Penderita autis yang dideteksi dini serta
langsung mendapat perawatan dapat hidup mandiri tergantung dari jenis gangguan
autistik apa yang diderita dan berapa umurnya saat terdeteksi dan ditangani sebagai
penderita autis 11.
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pasien bernama TS, anak perempuan usia 2 tahun 5 bulan datang ke Poli RSMH dikarenakan
belum bisa diajak bicara hingga saat ini. Anak sudah dapat mengoceh kata-kata dengan bahasa
yang kurang dimengerti. Anak belum dapat memanggil mama dan papa secara spesifik. Jika
dipanggil anak tidak menoleh, jika berkomunikasi kontak mata kurang dan anak tidak mudah
bergaul dengan orang lain. Anak belum dapat membuat menara dari kubus. Anak sulit jika diajak
bermain. Anak senang untuk berlarian kesana kemari. Jika anak kesal, anak akan menangis.
Dari pemeriksaan fisik anak dalam batas normal. Pengkajian riwayat kehamilan, persalinan
dan asuhan sampai saat ini tidak ditemukan kelainan. Dari pemeriksaan penunjang yang dilakukan
yakni penilaian KPSP didapatkan skor 2 berarti terdapat kemungkinan penyimpangan dan M-
CHAT didapatkan hasil 13 berarti risiko tinggi ASD.
Diagnosis Autism Sindrom Disorder (ASD) atau Gangguan spektrum autism (GSA) didasari
oleh kriteria Diagnostic Manual of Mental Disorder-5 (DSM-5). Berdasarkan DSM-5 kriteria
ASD dibagi 2 menjadi gangguan komunikasi sosial atau interaksi sosial dan adanya perilaku, minat
aktivitas yang retriksi (terbatas) / repetitive (berulang). Gejala lain yang harus ditemukan adalah
gejala timbul dalam tahap perkembangan awal, gejala menyebabkan hambatan yang bermakna
dalam kehidupan sosial dan fungsional sehari-hari dan hambatan bukan disebabkan oleh disabilitas
intelektual. Pada pasien ini, ditemukan hambatan komunikasi dan interaksi sosial berupa
percakapan yang tidak bisa dua arah, tidak dapat mengartikan gestur tubuh / isyarat, dan sulit untuk
bermain bersama yang lain. Hambatan pada aspek perilaku, minat aktivitas dapat dilihat pada
kurang minatnya penderita terhadap stimulus yang sedang diberikan. Maka dari itu, berdasarkan
DSM-5 diagnosis autisme dapat ditegakkan.
Autisme merupakan salahsatu gangguan perkembangan perpasif yang berarti gangguan
perkembangan yang luas dan berat meliputi gangguan komunikasi, interaksi sosial dan perilaku.
Tentunya, lebih baik untuk menyingkirkan kemungkinan gangguan perpasif lain yang mendasari
keterlambatan perkembangan penderita. ADHD dapat disingkirkan melalui skrining GPPH dan
klinis pasien ADHD yang cenderung kemempuan berbahasa yang tidak terlambat hanya saja
perhatian yang mudah teralihkan, rett syndrome dapat disingkirkan dikarenakan tidak
ditemukannya kemunduran perkembangan yang terjadi, meskipun jenis kelamin wanita
(berdasarkan epidemiologi). Agar lebih meyakini bahwa gangguan pada penderita bukan
dikarenakan gangguan pendengaran maka diperlukan tes pendengaran, salah satunya
menggunakan BERA untuk memastikan apakah ada gangguan pendengaran pada penderita.
Terapi pada pasien ini adalah melakukan terapi medikamentosa dengan risperidone 2 x 0.1
mg PO, vitamin B kompleks 2x ½ PO dan terapi non medikamentosa adalah pasien dirujuk ke
bagian rehabilitasi medik untuk dilakukan fisioterapi untuk melatih motorik kasar, terapi sosial
dan kemandirian, terapi okupasi untuk motorik halus, terapi perilaku dan terapi bicara untuk
kelancaran berbahasa.
DAFTAR PUSTAKA

1. Suwarba, IGN, Widodo, DP, Handryastuti, RAS, 2008, ‘Profil Klinis dan Etiologi Pasien
Keterlambatan Perkembangan Global di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta’, Sari
Pediatri, vol. 10, no. 4, pp. 255-261.
2. Shevell MI. The evaluation of the child with a global developmental delay. Seminar Pediatric
Neurology. 1998;5:21–26.
3. Fenichel GM. Psychomotor retardation and regression. Dalam: Clinical Pediatric Neurology:
A signs and symptoms approach. Edisi ke-4.Philadelphia: WB Saunders; 2001.h.117–47.
4. Shevell M, Ashwal S, Donley D, Flint J, Gingold M, Hirzt D, dkk. Practice parameter:
Evaluation of the quality standards subcommittee of the American Academy of Neurology and
the practice committee of the child neurology society. Neurology 2003;60:67-80.
5. Melati D, Windiani IGAT, Soetjiningsih. Karakteristik Klinis Keterlambatan Perkembangan
Global Pada Pasien di Poliklinik Anak RSUP Sanglah Denpasar. Bagian Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Bali
6. Attila Dewanti, Joanne Angelica Widjaja, Anna Tjandrajani, Amril A Burbany. Sari Pediatri.
Karakteristik Keterlambatan Bicara di Klinik Khusus Tumbuh Kembang Rumah Sakit Anak
dan Bunda Harapan Kita Tahun 2008-2009. Vol. 14. No. 4. Medan: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2012. h.230-234.
7. Walters AV. Development Delay: Causes and Identification. ACNR 2010; 10(2);32-4.
8. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Dalam: RanuhIGN, penyunting. Tumbuh kembang
anak. Jakarta: EGC; 1995. h. 1-32.
9. Loretta T, Georgios Z, Sotirios F, Lito M, Chryssa B, and Andreas K. Predictors of severity
and outcome of global developmental delay without definitive etiologic yield: a prospective
observational study. BMC Pediatrics. 2014, 14:40.
10. Frances PG. Developmental Screening and Surveillance. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson
HB, Stanton. in: Nelson Textbook of Pediatrics 18th ed. USA: W.B Sauders Company: 2007.
p 42-49.
11. National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS). “NINDS Autism
Information Page”, 2006
12. National Institute of Mental Health (NIMH). “Autism Spectrum Disorders (Pervasive
Developmental Disorders)”, 2006.
13. A publication of the National Dissemination Center for Children with Disabilities “Autism
and Pervasive Developmental Disorder”. 2006.
14. State, M.W. Finding Adds Another Piece to Autism Puzzle. 2010 Jun;42(6):478-9
15. Autism Society of America (ASA). “Living with Autism”, 2015

Anda mungkin juga menyukai