Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH DAN ASUHAN KEPERAWATAN TRANSKULTURAL PADA

KASUS KETIDAKPATUHAN DALAM PENGOBATAN PADA BUDAYA


BALI

Disusun Oleh :

KELOMPOK 4

1. Ami Nuryani
2. Devia Dhewanti
3. Dian Riska W
4. Dwi Aliya Muis
5. Lucky Dwi S
6. Rosalinda
7. Shania Putri G

4C Keperawatan

STIKes Medistra Indonesia

Jl. Cut Mutia Raya No. 88 A – Kel. Sepanjang Jaya – Bekasi


Telp. (021) 82431375, Fax. (021) 82431374
Website :http://www.stikesmedistra-indonesia.ac.id, e-mail: stikesmi@yahoo.co.id
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Salam serta shalawat tak lupa pula
kita haturkan kepada junjungan alam nabi besar muhammad SAW, seorang nabi yang telah
membawa kita dari jaman kegelapan menuju jaman yang terang benerang seperti yang kita
rasakan sepertti saat-saat sekarang ini. Ucapan terimakasih juga kami haturkan kepada ibu
dosen yang telah ikut serta dalam pembuatan makalah menjelaskan mengenai keperawatan
komplementer “Asuhan Keperawatan Transkultural Pada Kasus Ketidakpatuhan dalam
pengobatan pada Budaya Bali”.

Kami menyadari dalam makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan, hal ini
disebabkan terbatasnya kemampuan pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki,
namun demikian banyak pula pihak yang telah membantu kami dengan menyediakan
sumber informasi, memberikan masukan pemikiran, oleh karena itu kami mengharapkan
kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini diwaktu yang akan
datang, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan orang banyak

Bekasi, 8 Februari 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................4
A. Latar Belakang................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................5
C. Tujuan.............................................................................................................................5
BAB II........................................................................................................................................6
PEMBAHASAN........................................................................................................................6
A. KETIDAKPATUHAN....................................................................................................6
1. Pengertian....................................................................................................................6
2. Gangguan akibat pemijatan.........................................................................................7
3. Berbagai faktor penyebab ketidakpatuhan dalam pengobatan....................................7
B. Teori M Leininger...........................................................................................................8
1. Definisi Budaya...........................................................................................................8
2. Karakteristik Budaya...................................................................................................9
3. Perilaku Budaya Kesehatan.......................................................................................11
4. Pengertian   Transkultural.........................................................................................11
5. Konsep Transkultural................................................................................................12
6. Peran dan Fungsi Transkultural.................................................................................14
7. Paradigma Transkultural Nursing..............................................................................15
C. FRAKTUR....................................................................................................................16
1. Definisi Fraktur.........................................................................................................16
2. Fisiologi Tulang.........................................................................................................16
3. Klasifikasi Fraktur.....................................................................................................17
4. Etiologi......................................................................................................................17
5. Manifestasi Klinis......................................................................................................17
5. Tanda dan Gejala.......................................................................................................18
D. Proses Keperawatan Transkultural................................................................................18
1. Tahap Pengkajian......................................................................................................18

3
2. Tahap Diagnosa Keperawatan...................................................................................20
3. Tahap perencanaan dan pelaksaan.............................................................................20
4. Tahap Evaluasi..........................................................................................................21
BAB III.....................................................................................................................................22
PENUTUP................................................................................................................................22
A. Kesimpulan...................................................................................................................22
B. Saran..............................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................23

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Andrew & Boyle (1995) dan Giger & Davidhizar (1995), ada tiga
diagnosis keperawatan transkultural yang ditegakkan yaitu, gangguan komunikasi verbal
yang berhubungan dengan perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial yang berhubungan
dengan disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam pengobatan yang
berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini. Ketidakpatuhan dalam pengonbatan
merupakan kondisi dimana klien tidak melaksanakan anjuran tenaga kesehatan, halini
berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini. Sistem nilai tersebut adalah budaya yang
klien yakini turun temurun.

Pengertian dari ketidakpatuhan yaitu perilaku individu dan atau pemberi asuhan
yang tidak sesuai dengan rencana promosi kesehatan atau terapeutik yang ditetapkan oleh
individu serta profesional pelayanan kesehatan. Perilaku pemberi asuhan atau individu
yang tidak mematuhi ketetapan, rencana promosi kesehatan atau terapeutik secara
keseluruhan atau sebagian dapat menyebabkan hasil akhir yang tidak efektif atau
sebagian tidak efektif secara klinis (NANDA,2015).

Budaya adalah keyakinan dan perilaku yang diturunkan atau diajarkan manusia
kepada generasi berikutnya (Taylor, 1989). Kebudayaan adalah keseluruhan gagasandan
karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar, beserta keseluruhan hasil budi dan
karyanya (Kuntjaraningrat, 1928 dalam Napitupulu, 1988).

Seringkali untuk penanganan fraktur ini tidak tepat, mungkin dikarenakan


kurangnya informasi yang tersedia. Contohnya ada seseorang yang mengalami fraktur.
Tetapi, karena kurangnya pengetahuan dalam penanganan pertolongan pertama terhadap
fraktur, ia pergi ke dukun pijat karena mungkin ia menganggap bahwa gejala fraktur

5
mirip dengan gejala orang yang terkilir. Olehnya itu, kita harus mengetahui paling tidak
bagaimana penanganan pada korban fraktur.

Usada disini merupakan semua tatacara untuk penyembuhan penyakit, cara


pengobatan, pencegahan, memeperkirakanjenis penyakit dan diagnosa, perjalanan
penyakit dan pemulihannya. Balian usadhaadalah seseorang yang sadar belajar tentang
ilmu pengobatan, baik melalui guru waktra, belajar pada balian, maupun belajar sendiri
melalui lontar usadha. Balian initidak terbatas pada pengobatan dengan ramuan obat,
tetapi termasuk balian lung (patah tulang), uut, manak (melahirkan) dan sebagainya. Alat
pemeriksaan balian ini disebut pica yang merupakan benda betuah. Sistem
pengobatan/penatalaksanaan suatu penyakit dalam usadha terdiri atas berbagai
pendekatan, meliputi pengobatan tradisional (tamba)seperti loloh, boreh dan
minyak/lengis yang didasarkan atas lontar taru pramana;penggunaan banten-bantenan
yang disesuaikan dengan tenung dan lontar; danpenggunaan rerajahan aksara suci.
Mengingat masyarakat Bali telah mengenaltentang sistem kesehatan dan memiliki
pelayanan kesehatan di daerahnya, namunmasih banyak masyarakat Bali yang percaya
dengan balian. Sehingga penulis menarik kesimpulan bahwa masalah keperawatan dalam
kasus ini adalah ketidakpatuhan dalam pengobatan yang berhubungan dengan sistem nilai
yang diyakini.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan ketidakpatuhan dalam pengobatan?
2. Apa faktor yang memperngaruhi ketidakpatuhan dalam pengobatan?
3. Bagaimana ketidakpatuhan dalam pengobatan yang terjadi di Bali terkait pengobatan
patah tulang?
4. Bagaimana Asuhan Keperawatan Transkultural mengenai ketidakpatuhan dalam
pengobatan?

C. Tujuan
1. Mahasiswa dapat memahami bagaimana asuhan keperawatan yang dapat di berikan
kepada masalah katidakpatuhan dalam pengobatan.
2. Mahasiswa mampu memaparkan bagaimana mengatasi ketidakpatuhan dalam
pengobatan yang terjadi di Bali dalam pengobatan patah tulang karena adanyafaktor
budaya dan kepercayaan yang dianut masyarakat Bali

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. KETIDAKPATUHAN
1. Pengertian
Ketidakpatuhan yaitu perilaku individu dan atau pemberi asuahan yang
tidak sesuai dengan rencana promosi kesehatan atau terapeutik yang ditetapkan oleh
individu serta profesional pelayanan kesehatan. Perilaku pemberi asuhan atau individu
yang tidak mematuhi ketetapan, rencana promosi kesehatan atau terapeutik secara
keseluruhan atau sebagian dapat menyebabkan hasil akhir yang tidak efektif atau sebagian
tidak efektif secara klinis (NANDA,2015)
Ada beberapa faktor individu yang berhubungan dengan ketidakpatuhan yaitu harapan
seseorang tidak sesuai dengan fase perkembangan, keyakinan kesehatan tidak sesuai
dengan rencana, kurang dukungan sosial, kurang pengetahuan tentang pengobatan, nilai
spritual yang tidak sesuai dengan rencana, dan pengaruh kebudayaan. Faktor luar yang
mungkin mempengaruhi ketidakpatuhan yaitu kurang keterlibatan anggota dalam rencana
kesehatan, nilai sosial rendah mengenai perencanaan, dan persepsi bahwa kepercayaan
orang terdekat berbeda dengan renacna. Salah satu ketidakpatuhan seperti masyarakat
yang tidak mau menerima keberadaan layanan kesehatan sebagai tempat pengobatan yang
tepat dan mempercayai bahwa dukun dalam kebudayaannya sudah dianggap benar.
Salah satu contoh seperti kebiasaan di Sumatera apabila mengalami sakit, mereka
menganggap dukun merupakan orang yang tepat dalam mengobati penyakitnya, mereka
tidak mempercayai adanya tenaga kesehatan. Melihat kondisi tersebut perlu adanya
pendekatan khusus untuk meluruskan pandangan mereka mengenai pelayanan kesehatan.

2. Gangguan akibat pemijatan


Metode pengobatan alternatif seperti pijat patah tulang yang dilakukan kebanyakan
masyarakat Indonesia, bila dikaitkan dengan ilmu kedokteran modern bisa menyebabkan
berbagai komplikasi, seperti :
a) Kompartemen Sindrome

7
Kompartemen sindrome terjadi karena tulang yang area luka dipijat-pijat yang dipijat
malah bengkak. Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang
tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga
menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabakan
kerusakan pada otot. Gejalanya mencakup rasa sakit karena terdapat
ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan dengan tekanan yang
berlebihan pada kompartemen, rasa sakit dengan perenggangan pasif pada otot yang
terlibat. Jika dibiarkan, jaringan menjadi nekrosis atau mati. Kalau dalam waktu lama
masalah itu tidak ditangani, ujung-ujungnya adalah amputasi.
Belum lagi, saat di sangkal putung, ada pemberian ramuan yang dampaknya belum
diketahui. Bisa-bisa infeksi. Malah berbahaya karena ada risiko kerusakan saraf dan
cedera pembuluh darah. Beberapa kali waktu saya buka sudah busuk.
b) Sindrom emboli lemak
Sindrom emboli lemak merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan
kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung-gelembung lemak terlepas dari sumsum
tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelembung lemak ini akan melewati
sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh darah-pembuluh darah
pulmonari yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak
mencakup dypsnea, perubahan dalam status mental (gaduh-gelisah, marah, bingung,
stupor), tacypnea, tachycardia, demam dan ruam kulit ptechie.

3. Berbagai faktor penyebab ketidakpatuhan dalam pengobatan :


a) Kesamaan suku atau bahasa antara dokter dengan pasien dapat meningkatkan
ketidakpatuhan dalam penggunaan obat
b) Hubungan antara pasien dan dokter
c) Kurangnya kesadaran dan pengetahuan pasien tentang kesehatan
d) Kejadian akan efek samping menurunkan ketidakpatuhan dalam penggunaan obat
e) Umur dan perbedaan jenis kelamin berpengaruh pada ketidakpatuhan

B. Teori M Leininger
1. Definisi Budaya

Budaya bisa diartikan dari berbagai sudut pandang. Berdasarkan wujudnya


misalnya, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama yaitu kebudayaan

8
material dan nonmaterial. Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan
masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah
temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi : mangkuk tanah liat,
perhiasan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencangkup barang-
barang seperti televisi, pesawat terbang, stadion olah raga, pakaian, gedung pencakar
langit, dan mesin cuci. Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang
diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan
lagu atau tarian tradisional. Perilaku dari berbagai kelompok masyarakat dunia
berbeda-beda, perilaku tersebut akan membentuk budaya tertentu. Respon masyarakat
terhadap suatu peristiwa dalam kehidupan berbeda-beda bergantung pada bagaimana
kebiasaan sekelompok masyarakat tersebut dalam menangani masalah. Setiap
individu memiliki budaya baik disadari maupun tidak disadari,budaya merupakan
struktur dari kehidupan. Istilah budaya pertama kali didefinisikan oleh antropolog
Inggris Tylor tahun 1871 bahwa budaya yaitu semua yang termasuk dalam
pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat dan kebiasaan lain yang
dilakukan manusia sebagai anggota masyarakat.( Brunner dan Suddart, 2001 ).
Sedangkan petter (1993) mendefinisikan budaya sebagai nilai-nilai, kebudayaan sikap
dan adat yang terbagi dalam suatu kelompok dan berlanjut dari generasi ke generasi
berikutnya. Budaya akan dipakai oleh seseorang atau sekelompok orang dengan
nyaman dari wktu ke waktu tanpa memikirkan rasionalisasinya.
Budayaan atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan disebut culture, yang berasal dari kata latin Colere, yaitu mengolah
atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata
culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.
Kebudayaan juga didefinisikan sebagai rancangan hidup yang tercipta secara historis
baik eksplisit maupun implisit, rasional, irasional yang ada pada suatu waktu sebagai
pedoman yang potensial untuk prilaku manusia (kluckhohn dan kelly, dalam kessing,
1992). Menurut swasono (1998), respon masyarat terhadap berbagai peristiwa
kehidupan disebut budaya. Dan budaya ini berbeda-beda pada berbagai kelompok di
masyarakat. Andrews dan Boyle (2003) mendefinisikan budaya dari Leininger (1978)
bahwa budaya adalah pengetahuan yang dipelajar dan disebarkan dengan nilai,
kepercayaan, aturan perilaku, dan praktik gaya hidup yang menjadi acuan bagi
kelompok tertentu dalam berpikir dan bertindak dengan cara yang terpola. Purwasito

9
(2003) menjelaskan bahwa kata budaya diambil dari bahasa sansekerta buddayah yang
berarti akal budi. Sedangkan dalam bahasa Inggris kata budaya bersinonimdengan
kata ‘cuture’. Kata culture berasal dari bahasa latin ‘cultura’. Kata kultur atau
kebudayaan adalah hasil kegiatan intelektual manusia, suatu konsep mencangkup
berbagai komponen yang digunakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan dan
kepentingan hidupnya sehari-hari.Dari semua definisi diatas jelaslah bahwa kultur
atau memiliki karakteristik sendiri.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai
kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang
terdapat dalam pemikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan kebudayaan
adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya,
berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku,
bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya
ditunjukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.

2. Karakteristik Budaya

Boyle dan Andrews (1989), yang menggambarkan empat ciri esensial budaya
yaitu pertama, budaya dipelajari dan dipindahkan, orang yang mempelajari budaya
mereka sendiri sejak lahir. Kedua, budaya berbagi bersama, anggota-anggota
kelompok yang sama membagi budaya baik secara sadar maupun tidak sadar, perilaku
dalam kelompok merupakan bagian dari identitas budayanya. Ketiga, budaya adalah
adaptasi pada lingkungan yang mencerminkan kondisi khusus pada sekelompok
manusia seperti bentuk rumah, alat-alat dan sebagainya.Adaptasi budaya pada negara
maju diadopsi sesuai dengan tehnologi yang tinggi. Keempat, budaya adalah proses
yang selalu berubah dan dinamis, berubah seiring kondisi kebutuhan kelompoknya,
misalnya tentang partisipasi wanita dan sebagainya.Penelitian batak Toba di Indonesia
yang beradaptasi dengan suku Sunda dengan merubah adat ketatnya karena
menyesuaikan diri dengan budaya setempat.Menurut Samovar dan
Porter (1995) ada 6 karakteristik budaya :

10
1. Budaya itu bukan keturunan tapi dipelajari, jika seorang anak lahir di Amerika
dan hidup di Amerika dari orangtua yang berkebangsaan Indonesia maka tidaklah
secara otomatis anak itu dapat berbicara dengan bahasa Indonesia tanpa ada
proses pembelajaran oleh orangtuanya.
2. Budaya itu ditransfer dari satu generasi ke generasi berikutnya, kita mengetahui
banyak hal tentang kehidupan yang berhubungan dengan budaya, karena generasi
sebelum kita mengajarkan kita tentang hal budaya tersebut. Contohnya upacara
penguburan pla centa bada masyarakat jawa, sehingga banyak masyarakat yang
mengikuti adat istiadat seperti itu.
3. Budaya itu berdasarkan simbol, untuk bisa mempelajari budaya orang
memerlukan symbol. Dengan simbol inilah nantinya kita dapat saling bertukar
pikiran dan komunikasi sehingga memungkinkan terjadinya proses transfer
budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Contoh beberapa simbol yang
mengkarakteristikan budaya adalah kalung pada suku dayak, manik-manik,
gelang, yang semua itu menandakan simbol pada budaya tertentu.
4. Budaya itu hal yang bisa berubah, karena budaya merupakan sistem yang dinamis
dan adaftif maka budaya rentan terhadap adanya perubahan. Misalnya pada
sekelompok masyarakat merayakan kelahiran dengan tumpeng atau nasi kuning,
pada zaman modern tradisi tersebut berubah menjadi kue ulang tahun untuk
merayakan hari kelahirannya.
5. Budaya itu bersifat menyeluruh, satu elemen budaya dapat mempengaruhi
elemen-elemen budaya yang lain.
6. Budaya itu etnosentris, adanya anggapan bahwa buadaya kitalah yang paling baik
diantara budaya-buadaya yang lain. Suku badui akan merasa budaya Badui yang
benar,apabila melihat perilaku budaya dari suku lain dianggap aneh, hal ini terjadi
pada kelompok suku yang lain.Meskipun tiap kelompok memiliki pola yang
dapat dilihat yang membantu membedakannya dengan kelompok lain,sebagian
besar individu juga mengungkapkan keyakinan atau sifat yang tidak sesuai
dengan norma kelompok. Seseorang bisa sangat tradisional dalam satu aspek dan
sangat modern dalam aspek lain. Ketika orang sakit, mereka kadang menjadi
lebih tradisional dalam harapan mereka dan pemikiran mereka. Juga ada variasi
signifikan dengan dan antara kelompok. Pengetahuan tentang kelompok juga
bernilai ketika memberikan sekumpulan harapan realistik. Tetapi,hanya belajar

11
tentang individu atau keluarga yang dihadapi sehingga tenaga medis dapat
memahami dalam hal apa pola kelompok bermakna (Leininger 2000).
3. Perilaku Budaya Kesehatan

Adat kebiasaan yang dikembangkan di suatu negara atau daerah, suku atau
sekelompok masyarakat merupakan praktek hidup budaya, Amerika, Australia, dan
negara lainnya termasuk Indonesia merupakan sebuah negara mempunyai berbagai
suku dan daerah dimana tiap suku atau daerah tersebut mempunyai adat kebiasaan
yang berbeda-beda dalam menangani masalah kesehatannya di masyarakat. Ada
perilaku manusia, cara interaksi yang dipengaruhi kesehatan dan penyakit yang terkait
dengan budaya, diantaranya adalah perilaku keluarga dalam menghadapi kematian,
Menurut Crist (1961) yang ditulis oleh Koentjaraningrat (1990), dari hasil studi
komaratifnya. Menyimpulkan bahwa ada perbedaan sikap manusia dengan berbagai
kebudayaan yang berbeda-beda dalam menghadapi maut. Menurut Bendel (2003) di
Indonesia terdapat pruralisme system pengobatan di mana berbagai cara
penyembuhan yang berbeda-beda hadir berdampingan termasuk humoral medicine
dan elemen magis. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai suku
bangsa dimana tiap suku atau kelompok masyarakat tersebut akan mempunyai norma,
perilaku, adat istiadat yang berbeda-beda termasuk dalam mencari penyembuhan yang
terkait dengan perilaku budaya. Menurut Bendel (2003) dalam masyarakat Indonesia
terdapat kepercayaan tradisional pada hal-hal gaib.
4. Pengertian   Transkultural

Bila ditinjau dari makna kata , transkultural berasal dari kata trans dan culture,
Trans berarti luar  perpindahan , jalan lintas atau penghubung.Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia; trans berarti melintang , melintas , menembus, melalui. Culture
berarti budaya Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kultur berarti :
kebudayaan,cara pemeliharaan pembudidayaan, Kepercayaan , nilai – nilai dan pola
perilaku yang umum berlaku bagi suatu kelompok dan diteruskan pada generasi
berikutnya , sedangkan cultural berarti: Sesuatu yang berkaitan dengan kebudayaan.
Budaya sendiri berarti : akal budi , hasil dan adat istiadat dan kebudayaan berarti
:Hasil kegiatan dan penciptaan batin ( akal budi ) manusia seperti kepercayaan
kesenian dan adat istiadat. Keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial
yang digunakan untuk menjadi pedoman tingkah lakunyaJadi , transkultural dapat

12
diartikan sebagai : Lintas budaya yang mempunyai efek bahwa budaya yang satu
mempengaruhi  budaya yang lain, Pertemuan kedua nilai–nilai budaya yang berbeda
melalui proses interaksi social.Menurut Leininger (1991),Transcultural Nursing
merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan maupun
kesamaan nilai– nilai budaya yang mempengaruhi pada seorang perawat saat
melakukan asuhan keperawatan kepada klien.

5. Konsep Transkultural

Kazier barabara (1983), dalam bukunya yang berjudul Fundamental Of Nursing


Concept and Procedures mengatakan bahwa konsep keperawatan adalah tindakan
keperawatan yang merupakan konfigurasi dari ilmu kesehatan dan seni merawat yang
meliputi pengetahuan ilmu humanistik, philosopi keperawatan, praktik klinis
keperawatan, komunkasi dan ilmu sosial. Konsep ini ingin memberikan penegasan
bahwa sifat seorang manusia yang menjadi target pelayanan dalam perawatan adalah
bio-psiko-sosio-kultural-spiritual. Oleh karenanya tindakan keperawatan harus
didasarkan pada tindakan yang kompereshif.   Budaya merupakan salah satu dari
perwujudan atau bentuk interaksi yang nyata sebagai manusia yang bersifat
sosial.Budaya yang berupa norma,adat istiadat menjadi acuan perilaku manusia dalam
kehidupan dengan yang lain.Pola kehidupan yang berlangsung lama dalam suatu
tempat,selalu diulangi,membuat manusia terikat dalam proses yang dijalaninya.
Keberlangsungaan terus – menerus dan lama merupakan proses internalisasi dari suatu
nilai – nilai yang mempengaruhi pembentukan karakter,pola pikir,pola interaksi
perilaku yang kesemuanya itu akan mempunyai pengaruh pada pendekatan intervensi
keperawatan.
Leininger (2002), beberapa asumsi yang mendasari konsep transkultural berasal
dari hasil penelitian kualitatif tentang kultur, yang kemudian teori ini dipakai sebagai
pedoman untuk mencari culture care yang akan diaplikasikan. Human caring
merupakan fenomena yang universal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi
diantara culture satu tempat dengan tempat yang lainnya. Caring act dikatakan sebagai
tindakan yang dilakukan dalam memberikan dukungan kepada individu secara utuh.

13
Perilaku caring semestinya diberikan pada manusia sejak lahir,masa perkembangan,
masa pertumbuhan, masa pertahanan sampai dikala meninggal.
1. Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang
dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berpikir, bertindak dan
mengambil keputusan.
2. Nilai Budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau
sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi
tindakan dan keputusan.
3. Perbedaan budaya Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan
bentuk yang optimal daei pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada
kemungkinan variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk
memberikan asuhan budaya yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan
dan tindakantermasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang
danindividu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985).
4. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa
budayanya adalah yang terbaik di antara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang
lain.
5. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang
digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.
6. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan
asal muasal manusia
7. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada
penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran
yang tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar observasi
untuk mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling memberikan timbal
balik di antara keduanya.
8. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan
perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian untuk
memenuhi kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi
dan kualitas kehidupan manusia.
9. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing,
mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan
yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan
manusia

14
10. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai,
kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk membimbing, mendukung
atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok
untuk mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup
dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai.
11. Cultural imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk
memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena
percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok
lain.

6. Peran dan Fungsi Transkultural

Budaya mempunyai pengaruh luas terhadap kehidupan individu . Oleh sebab


itu, penting bagi perawat mengenal latar belakang budaya orang yang
dirawat.Misalnya kebiasaan hidup sehari – hari , seperti tidur , makan , kebersihan
diri , pekerjaan,pergaulan social , praktik kesehatan,pendidikan anak, ekspresi
perasaan , hubungan kekeluargaaan, peranan masing – masing orang menurut umur .
Kultur juga terbagi dalam sub – kultur. Subkultur adalah kelompok pada suatu kultur
yang tidak seluruhnya mengaanut pandangan keompok kultur yang lebih besar atau
member makna yang berbeda . Kebiasaan hidup juga saling berkaitan dengan
kebiasaan cultural. Nilai – nilai budaya Timur, menyebabkan sulitnya wanita yang
hamil mendapat pelayanan dari dokter pria . Dalam beberapa setting, lebih mudah
menerima pelayanan kesehatan pre-natal dari dokter wanita dan bidan . Hal ini
menunjukkan bahwa budaya Timur masih kental dengan hal – hal yang dianggap
tabu. Dalam tahun – tahun terakhir ini , makin ditekankan pentingknya pengaruh
kultur terhadap pelayanan perawatan.
Perawatan Transkultural merupakan bidang yang relative baru ia berfokus pada
studi perbandingan nilai – nilai dan praktik budaya tentang kesehatan dan
hubungannya dengan perawatannya Leininger ( 1991 ) mengatakan bahwa
transcultural nursing merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan
perbedaan maupun kesamaan nilai – nilai budaya (nilai budaya yang berbeda
ras),yang mempengaruhi pada seseorang perawat saat melakukan asuhan
keperawatan kepada pasien. Perawatan transkultural adalah berkaitan dengan praktik

15
budaya yang ditujukan untuk pemujaan dan pengobatan rakyat (tradisional) Caring
practices adalah kegiatan perlindungan dan bantuan yang berkaitan dengan
kesehatan.
Menurut Dr. Madelini Leininger, studi praktik pelayanan kesehatan
transkultural adalah berfungsi untuk meningkatkan pemahaman atas tingkah laku
manusia dalam kaitan dengan kesehatannya. Dengan mengidentifikasi praktik
kesehatan dalam berbagai budaya ( kultur ) baik di masa lampau maupun zaman
sekarang akan terkumpul persamaan – persamaan. Lininger berpendapat , kombinasi
pengetahuan tentang pola praktik transkultural dengan kemajuan teknologi dapat
menyebabkan makin sempurnanya pelayanan perawatan dan kesehatan orang
banyak dan berbagai kultur.

7. Paradigma Transkultural Nursing


Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transkultural sebagai cara
pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep
sentral keperawatan yaitu: manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan (Andrewand
Boyle, 1995) :
1. Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan
norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan
melakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memiliki kecenderungan
untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimana pun dia berada
(Geiger and Davidhizar, 1995).
2. Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi
kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatu
keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan
untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi
dalam aktifitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama
yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang
adaptif (Andrew and Boyle, 1995).
3. Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi
perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai
suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi.
Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu: fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan

16
fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah
katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah
Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang
tahun.   Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan
dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang
lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan
aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah
keseluruhan bentuk dan simbol yang menyebabkan individu atau kelompok
merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut yang
digunakan.
4. Keperawatan didalam Leininger  menyajikan 3 tindakan yang sebangun dengan
kebudayaan klien yaitu Cultural care preservation, accomodation dan
repatterning.

C. FRAKTUR
1. Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari pada yang
dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan puntir mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun
tulang patah , jaringan di sekitarnya juga akan terpengaruh mengakibatkan edema
jaringang lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendo,
kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah.
2. Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut :
1. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh;
2. Melindungi organ tubuh (misalnya jantung,otak,dan paru-paru) dan jaringan
lunak;
3. Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan;
4. Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis);
5. Menyimpan garam mineral misalnya kalsium dan fosfor.

17
3. Klasifikasi Fraktur
Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :
Fraktur Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan Melalui
kepala femur (capital fraktur),Hanya di bawah kepala femur, Melalui leher dari
femur.
Fraktur Ekstrakapsuler Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur
yang lebih besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter. Terjadi di bagian
distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah trokhanter kecil.
4. Etiologi
Fraktur dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
1. Penyebab fraktur adalah trauma
Fraktur patologis adalah  fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa
trauma berupa yang disebabkan oleh suatu proses yaitu : Osteoporosis
Imperfekta,Osteoporosis dan Penyakit metabolic.
Trauma Dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh
dengan posisi miring dimana daerah trokhanter mayor langsung terbentur
dengan benda keras.
b. Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan,
misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi pada orangtua.
2. Non Trauma
Fraktur terjadi karena kelemahan tulang akibat kelainan patologis didalam tulang, non
trauma ini bisa karena kelainan metabolik atau infeksi.
3. Stress
Fraktur stress terjadi karena trauma yang terus-menerus pada suatu tempat tertentu.
5. Manifestasi Klinis
1. Nyeri terus-menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang diimobilisasi,
hematoma, dan edema.
2. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah.
3. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di
atas dan di bawah tempat fraktur.
4. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur.

18
5. Tanda dan Gejala
Nyeri hebat di tempat fraktur,Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah,Rotasi luar
dari kaki lebih pendek dan Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi
berubah, bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.

D. Proses Keperawatan Transkultural


Model konseptual yang dikembangkan oleh leininger dalam menjelaskan asuhan
keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari
terbit / sunrise model. Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini
digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap
masalah klien (Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan
dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi pada proses keperawatan transkultural.
A. Tahap Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah
kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar,
1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada “Sunrise
Model” yaitu:
1. Faktor teknologi (technological factors). Teknologi kesehatan memungkinkan
individu untuk memilih atau mendapat penawaran menyelesaikan masalah
dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengkaji: persepsi sehat sakit,
kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan
kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi klien tentang
penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan
kesehatan saat ini.
2. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors). Agama
adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi
para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yangsangat kuat untuk
menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri.

19
Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah: agama yang dianut, status
pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan
dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
3. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kindship and social factors). Perawat
pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama
panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga,
pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan klien dengan kepala
keluarga.
4. Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural values and lifeways
factors). Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh
penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah
suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya
terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah: posisi dan jabatan yang
dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan,
makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan
aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri.
5. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal
factors). Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala
sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas
budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah:
peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota
keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
6. Faktor ekonomi (economical factors). Klien yang dirawat di rumah sakit
memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk membiayai
sakitnya agar segera sembuh.Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat di
antaranya: pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki
oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari
kantor atau patungan antar anggota keluarga.
7. Faktor pendidikan (educational factors). Latar belakang pendidikan klien adalah
pengalaman klien dalam menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini.
Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh
bukti-bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi
terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu
dikaji pada tahap ini adalah: tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta

20
kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya
sehingga tidak terulang kembali.
B. Tahap Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang
dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan (Giger and
Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnose keperawatan yang sering ditegakkan dalam
asuhan keperawatan transkultural yaitu: gangguan komunikasi verbal berhubungan
dengan perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi
sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai
yang diyakini.
C. Tahap perencanaan dan pelaksaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan transkultural adalah suatu
proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses
memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang
sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga
pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995)
yaitu: mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak
bertentangan dengankesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang
menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien
bertentangan dengan kesehatan. 
1. Cultural care preservation/maintenance:
a) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses
melahirkan dan perawatan bayi
b) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien;
c) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat.
2. Cultural care accomodation/negotiation:
a) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
b) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan,
c) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan
berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik. 
3. Cultual care repartening/reconstruction: 
a) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan
melaksanakannya;
b) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok;

21
c) Gunakan pihak ketiga bila perlu
d) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat
dipahami oleh klien dan orang tua,
e) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan.

Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masing-masing melalui
proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang
akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami
budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara
perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari
efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat
terapeutik.
D. Tahap Evaluasi

Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien


tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya
klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang
mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi
dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.

22
BAB III

APLIKASI TEORI
A. Gambaran Kasus
Tn. A berumur 40 tahun, berlatar belakang pendidikan tamat Sekolah Dasar.Tn.A
adalah asli Suku Bali. Bali dalah salah satu kota maju di Indonesia yang sangat kental
akan budayanya mulai dari upacara adat, sesajen bahkan pohonpun menjadi keramat.
Tn.A bekerja sebagai ojek di bali, alasan Tn.A menjadi ojek dibali karena di sana
banyak bule yang tidak membawa sepeda motor dan tidak tahu arah, dan yang kedua
dalah Tn.A tidak mempunyai latar belakang pendidikan yang tinggi. Tn.A mempunyai
istri yang bernama Ny.B,istri Tn.A ini bekerja sebagai berjualan kue di Desa A, mereka
berdua dikaruniai 2 anak yaitu bernama An.C dan An.D mereka semua tinggal 1 rumah
dan hidup berkecukupan.

Di Bali mempunyai kepercayaan dan budaya kental tentang balian. Jadi, di bali masih
tidak percaya dengan adanya dokter modern dan perawat yang mereka percayai adalah
ketika mereka terkena penyakit dikarenakan mereka sedang diserang oleh orang lain oleh
kekuatan yang dari jarak jauh seperti santet.Jadi mereka masih belum peracaya adanya
penyakit yang menyerang mereka. Balian sendiri adalah dokter tradisional bali yang bisa
menyembuhkan penyakit apapun dengan menyalurkan energi.Balian ada 2 yaitu
menyembuhkan dan memeberi petaka bagi orang lain. Kaitannya denga patah tulang di
bali disebut balian lung(patah tulang).

Suatu ketika pagi-pagi buta di rumah Tn.A,rumah Tn.A mengalami bocor di atap
rumahnya.Istri Tn.A yaitu Ny. B meminta tolong untuk di perbaiki supaya kalau waktu
nanti hujan supaya nanti tidak bocor dan waktu malam hujan suapaya anak-anak tidak
ketetesan air dan tidurnya nyenyak.Tn.A segera mengambil tangga dan menaki tangga
tersebut sampai atap rumah.Sampai atap rumah Tn.A memperbaiki atap yang bocor.
Setelah diperbaiki Tn.A berniat mengecek apakah ada yang bocor lagi. Tapi waktu
mengecek tiba-tiba Tn.A terpleset dan jatuh kebawah lalu berteriak minta tolong.
Jatuhnya Tn.A pada posisi yang salah,kaki dari Tn.A ini mati rasa dan tidak bisa

23
digerakkan.Ny.B dan kedua anaknya itu menolong Tn.A dan membanya ke kamar untuk
ditidurkan terlebih dahulu. Kaki Tn.A bengkak dan berwarna biru. Ny.B beranggapan
bahwa ini di serang oleh orang lain dengan kekuatan. Akhirnya Ny.B dan kedua anaknya
memutuskan Tn.A dibawa ke rumah orang balian. Disana orang balian tersebut
memegang kedua tangan Tn.A dan membaca mantera. Setelah sekitar 15 menit setelah di
bacakan mantera, orang balian ini bilang bahwa Tn.A ini diserang oleh orang yang jauh
dan orang balian ini bilang bahwa saya sudah hilangkan kekuatannya dan nanti untuk
menunggu kesembuhan dari Tn.A tetapi kaki Tn.A tidak boleh dikasih apa-apa karena
dapat meghilangkan kekuatan orang balian tersebut. Setelah beberapa hari kaki Tn.A
tambah bengkak dan saat digerakkan sakit, dan warna kaki Tn.a sangat biru dan memar.

Akhirnya Ny.B memutuskan untuk membawanya ke puskesmas di desanya. Setelah


diperiksa oleh perawat, perawat mendiagnosis bahwa pasien mengalami patah tulang
atau fracture, akhirnya perawat memutuskan untuk segera di operasi di rumah sakit di
kota. Akhirnya Ny.B menyetujui saran dari perawat tersebut. Setelah dioperasi akhirnya
Tn.A boleh pulang dan beristirahat. Akhirnya Perawat 1 mengajak perawat 2 untuk ke
rumah Ny.B untuk meberi edukasi tentang penyakit dan patah tulang. Perawat 1 dan 2
memberi edukasi tetang penangan patah tulang saat kejadian maupun sesudah kejadian.
Perawat memberikan edukasi agar cepat Tn.A agar cepat sembuh.Perawat menyarankan
agar Tn.A diberi terapi panas, seperti di kompres dan di balut handuk panas. Tetapi Ny.B
tidak selalu mengguanakn terapi tersebut karena Ny.B takut nanti Tn.A diserang lagi.

B. Pengkajian
1. Faktor Teknologi
Karena Tn.A tidak kunjung sembuh dan kakinya tambah bengkak ,akhirnya
Ny.B memutuskan untuk membawanya ke puskesmas terdekat.Walauin puskesmas
tersebut tidak memiliki alat untuk operasi dan menyarankan untuk pergi ke rumah
sakit.
2. Faktor Agama dan Filosofi
Faktor agama dan filosofi ini dapat dikaji mulai Ny.B membawa Tn.A ke
orang balin lung atau balian spesialis patah tulang.Orang balian menjeaskan bahwa
Tn.A diserang oleh orang jauh dengan kekuatan gaibnya.Dan setelah itu di beri
mantera,setelah diberi mantera

3. Faktor Kekeluargaan dan Sosial


Nama: Tn.A
Umur: 40
Jenis kelamin: laki-laki

24
Status: Dewasa
Tipe keluarga: keluarga inti, di mana keluarga tinggal dalam satu rumah yang terdiri
dari suami, istri, dan dua anak
Pengambil keputusan:Ny.B, sebagai istri Tn.A

Tn.A Ny.D

KET: = satu rumah

= Laki-

= Perempuan

An.C An.F

Kebiasaan : Jika salah satu keluarga terkena penyakit akan dibawa orang balian dan
mempercayai bahawa yang terkena penyakit diserang oleh orang sengan kekuatan
gaib
4. Nilai-nilai Budaya, Kepercayaan, dan Gaya Hidup
Faktor ini dapat dikaji berdasarkan nilai budaya dan kepercayaan yang diyakini
oleh keluarga Tn. A tersebut. Nilai budaya dan kepercayaan yang dianut oleh keluarga
tersebut terlihat sangat kental dilihat dari kepercayaan dimana saat Tn A jatuh dari
atap rumah dan mengalami patah tulang Ny.B beranggapan bahwa Tn.A ini diserang
oleh orang lain dengan kekuatan gaib. Hal ini tidak sesuai dengan konsep kesehatan,
karena menurut Zaidin Ali (1998) definisi sakit adalah keadaan yang mengganggu
keseimbangan status kesehatan biologis (jasmani), psikologis (mental), sosial dan
spiritual yang mengakibatkan gangguan fungsi tubuh, produktifitas dan kemandirian
individu baik secara keseluruhan maupun sebagian.
5. Faktor Kebijakan dan Peraturan
Faktor ini dapat dikaji berdasarkan peraturan yang berlaku dalam lingkungan
masyarakat sekitar. Setelah ke orang balian Keluarga Tn. A sangat mematuhi aturan
terkait adat yang berlaku di Bali yaitu terkait setelah dilakukan pengobatan tidak
boleh di kasih apapun karena dapat menghilangkan kekuatannya,.
6. Faktor Ekonomi
Faktor ini dapat dikaji berdasarkan ekonomi keluarga Tn.A yang tergolong
cukup dikarenakan Tn. A bekerja sebagai tukang ojek sedangkan Ny. B bekerja

25
sebagai penjual kue di desanya . Faktor ini juga tidak terlalu berpengaruh terhadap
perilaku ketidakpatuhan dalam pengobatan.
7. Faktor Pendidikan
Faktor ini dapat dikaji berdasarkan tingkat pendidikan dari keluarga Tn.A dan
Ny. D. Merka hidup di Bali dengan kentalnya budaya disana.Di Bali ada orang yang
mempunyai kekuatan dan bisa menyembuhkan penyakit disebut orang balian.Mereka
percaya bahwa orang balian ini memiliki kekuatan gaib dan semua perkataanya
dipercayai oleh masyarakat di sana bahwa semua perkataanya benar. Hal ini sangat
mempengaruhi perilaku ketidakpatuhan dalam pengobatan keluarga Tn.A terkait
kesehatan yang berhubungan dengan adat yang dimiliki oleh keluarga TN. A.
C. Diagnosa Keperawatan

Ketidakpatuhan dalam pengobatan b.d kurang pengetahuan tentang pengobatan d.d


dengan sistem nilai yang diyakini atau tradisi yang dianut terhadap pengobatan balian.

D. Rencana Keperawatan
I. Mempertahankan Budaya

NO Diagnosa Keperawatan Intervensi


1. Ketidakpatuhan dalam Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 5
pengobatan b.d kurang kali jam kunjungan, klien menunjukkan kepatuhan
pengetahuan tentang terkait dengan pengobatan. Dengan kriteria hasil :
pengobatan d.d 1. Informasi saat ini bergantung pada tenaga
dengan sistem nilai yang kesehatan
diyakini atau tradisi yang 2. Menerima diagnosis promosi kesehatan
dianut terhadap 3. Memodifikasi aturan atau regimen yang
pengobatan balian. diarahkan oleh tenaga kesehatan
Mempertahankan Budaya :
1. Beri informasi yang tepat mengenai kebutuhan
nutrisi bagi Tn A yang mengalami patah tulang.
2. Kaji pemahaman klien mengenai alasan
ketidakpatuhan dalam pengobatan.
3. Tentukan perbedaan persepsi klien dan perawat
terkait dengan masalah kesehatan yang di derita
klien.

26
4. Kembangkan diskusi terbuka terkait dengan
persamaan dan perbedaan budaya.
5. Diskusikan perbedaan dengan terbuka dan
klarifikasi konfliknya.

II. Negosiasi Budaya

NO Diagnosa Keperawatan Intervensi


1. Ketidakpatuhan dalam Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 5
pengobatan b.d kurang kali jam kunjungan, klien menunjukkan kepatuhan
pengetahuan tentang terkait dengan pengobatan. Dengan kriteria hasil :
pengobatan d.d 1. Informasi saat ini bergantung pada tenaga
dengan sistem nilai yang kesehatan
diyakini atau tradisi yang 2. Menerima diagnosis promosi kesehatan
dianut terhadap 3. Memodifikasi aturan atau regimen yang
pengobatan balian. diarahkan oleh tenaga kesehatan
Negosiasi Budaya :
1. Lakukan negosiasi dan kompromi ketidakpatuhan
yang dapat diterima sesuai dengan ilmu medis,
keyakinan pasien dan standart etik.
2. Berikan waktu untuk proses informasi dan
mengambil keputusan.
3. Relax dan jangan tergesa-gesa saat interaksi
dengan pasien.

III. Restrukturisasi Budaya

NO Diagnosa Keperawatan Intervensi


1. Ketidakpatuhan dalam Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 5
pengobatan berhubungan kali jam kunjungan, klien menunjukkan kepatuhan
dengan sistem nilai yang terkait dengan pengobatan. Dengan kriteria hasil :
diyakini atau tradisi yang 1. Informasi saat ini bergantung pada tenaga
dianut. kesehatan
2. Menerima diagnosis promosi kesehatan

27
3. Memodifikasi aturan atau regimen yang
diarahkan oleh tenaga kesehatan

Restrukturasi Budaya :
1. Libatkan keluarga untuk membantu ketaatan dari
rencana yang telah dibuat.
2. Fasilitasi interaksi antara budaya
3. Sediakan informasi ke pada pasien mengenai
perawatan kesehatan.
4. Rubah asupan pola makan klien sesuai dengan
kebutuhan gizi ibu hamil.

E. Implementasi Keperawatan
I. Mempertahankan Budaya

NO Diagnosa Keperawatan Implementasi


1. Ketidakpatuhan dalam Mempertahankan Budaya :
pengobatan berhubungan 1. Beri informasi yang tepat mengenai
dengan sistem nilai yang kebutuhan nutrisi bagi Tn A yang mengalami
diyakini atau tradisi yang patah tulang. Seperti makanan yang baik
dianut. untuk dikonsumsi dan pentingnya minum.
Seperti makanan yang baik untuk dikonsumsi
dan pentingnya minum vitamin dan susu,
mengkonsumsi makanan dengan protein
yang tinggi guna mempercepat regenerati
sel-sel pada tulang yang patah
2. Mengkaji ketidakpatuhan dengan menggali
informasi pasien, diketahui Tn. A kali ini
percaya terhadap proses penyembuhan
Usadha Bali, dimana Balian sebagai
dokternya.
3. Menentukan perbedaan persepsi pasien
dengan perawat. Perbedaan persepsi pada
kedua belah pihak adalah tentang cara
penyembuhan dan pengobatan terhadap suatu

28
penyakit.
4. Melakukan diskusi terbuka dengan cara:
5. Berdiskusi timbak-balik atau komunikasi 2
arah, sehinnga pasien memberikan informasi
yang sebanyak-banyaknya.
6. Menggunakan komunikasi teraupetik yang
baik dan benar tentang perbedaan dan
persamaan budaya agar pasien tidak merasa
tersinggung.

7. Mendiskusikan perbedaan persepsi pasien ,


pasien menyadari dan mengklarifikasi
masalahnya
- Pada kasus ini terdapat perbedaan pendapat
proses penyembuhan luka patah tulang pada
pada Tn. A dimana ia percaya bahwa ketika
mereka terkena penyakit dikarenakan mereka
sedang diserang oleh orang lain oleh
kekuatan yang dari jarak jauh seperti santet.
- Pasien tidak mengikuti arahan perawat untuk
melakukan intervensi pasca operasi.
-

II. Negosiasi Budaya

NO Diagnosa Keperawatan Implementasi


1. Ketidakpatuhan dalam Negosiasi Budaya :
pengobatan berhubungan 1. Melakukan negosiasi dan kompromi
dengan sistem nilai yang ketidakpatuhan yang dapat diterima sesuai
diyakini atau tradisi yang dengan ilmu medis, pasien menginginkan
dianut. perubahan demi kesembuhan dirinya
2. Memberikan waktu mengambil keputusan
dengan memberikan pasien kesempatan untuk
mengetahui atau menanyakan ketidaktahuannya

29
terhadap fraktur tulang dan juga proses
penyembuhannya
3. Melakukan dengan santai sehingga pasien
merasa tenang dan siap melakukan perubahan.

III. Restrukturisasi Budaya

NO Diagnosa Keperawatan Implementasi


1. Ketidakpatuhan dalam Restrukturasi Budaya :
pengobatan berhubungan 1. Melibatkan keluarga dengan mengikutsertakan
dengan sistem nilai yang keluarga dalam proses perencanaan, pasien
diyakini atau tradisi yang merasa tidak ada hambatan dalam melakukan
dianut. perubahan.
2. Memfasilitasi interaksi antar budaya dengan
memberikan berbagai informasi, pasien merasa
memiliki wawasan yang luas.
3. Menyediakan informasi perawatan kesehatan,
pasien mampu melakukan perubahan secara
mandiri.
4. Merubah pola fikir pasien terhadap proses
penyembuhan luka fraktur, menganjurkan Tn. A
untuk mengkonsumsi makanan protetin tinggi
untuk memperbaiki asupan pola makan Tn. A
juga mempercepat proses penyembukan luka
fraktur.

F. Evaluasi

N Diagnosa Evaluasi
o
1. Ketidak patuhan dalam S : pasien mengatakan ingin melakukan
pengobatan berhubungan perubahan
dengan sistem nilai yang O : pasien terlihat melakukan pengobatan ,
diyakini atau tradisi yang dengan merubah pola asupan nutrisi.
dianut. A : masalah ketidakpatuhan dalam

30
pengobatan teratasi
P : hentikan intervensi

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Keperawatan Transkultural adalah suatu proses pemberian asuhan keperawatan
yang difokuskan kepada individu dan kelompok untuk mempertahankan, Meningkatkan
perilaku sehat sesuai dengan latar belakang budaya. Hal ini dipelajari dimulai dari
kehidupan biologis sebelumnya, kehidupan psikologis, kehidupan spiritualnya.

31
Pelaksanaan dan perencanaan prose keperawatan transkultural tidak dapat dipaksakan
begitu saja kepada klien sebelum perawat memahami, sehingga tindakan yang dilakukan
dapat sesuai dengan budaya klien, penyesuaian diri sangatlah diperlukan dalam aplikasi
keperawatan traanskultural

B. Saran
Setelah membaca dan memahami isi makalah diharapkan bisa memahami teori
sunrise model menurut Leininger, serta bagaimana aplikasi teori tersebut dalam proses
keperawatan
Dengan adanya teori leininger tersebut maka perbedaan budaya yang dimiliki
setiap pasien dan perawat itu sendiri,  tidak akan berpengaruh pada proses asuhan
keperawatan pada pasien dikarenakan telah mengetahui dan memahami teori sunrise
model dari leininger

DAFTAR PUSTAKA
https://text-id.123dok.com/document/yn46wo1z-349515294-keperawatan-transkultural-adat-
sumatera.html

https://123dok.com/document/qmoge68y-asuhan-keperawatan-transkultural-klien-d.html

https://media.neliti.com/media/publications/329033-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-
kepatuha-ec472589.pdf

32
https://caridokumen.com/queue/artikel-asuhan-keperawatan-transkultural-pada-pasien-
fraktur-_5a46a734b7d7bc7b7a15b98e_pdf?queue_id=1

NANDA. (2015-2017). Diagnosis Keperawatan. Jakarta. EGC Penerbit Buku Kedokteran.

33

Anda mungkin juga menyukai