Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PENERAPAN TRANSKULTURAL NURSING SEPANJANG DAUR


KEHIDUPAN MANUSIA: LANSIA/ KEMATIAN

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikososial dan Budaya Dalam
Keperawatan

Dosen : Tri Nur Jayanti,S.Kep., Ners., M.Kep

Disusun oleh :

Kelompok 3

Rival Mulki (191FK03072) Tiara Cucu Putri (191FK03079)

Rika Wulansari (191FK03073) Siska Oktopiani (191FK03080)

Febriyanti Ardya W. (191FK03074) Widya Fauzira (191FK03081)

Cika Maidayanti (191FK03075) Riski Nurul Insani (191FK03082)

Silvia Gisty A. (191FK03076) Deden Selamet R. (191FK03083)

Fauziyyah Surya P. (191FK03078) Dina Rosmawati (191FK03085)

Kelas : 2-B

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA

BANDUNG

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat, hidayah dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan Tugas Mata
Kuliah Psikososial dan Budaya Dalam Keperawatan yang berjudul “Penerapan
Transkultural Nursing Sepanjang Daur Kehidupan Manusia: Lansia/ Kematian”
dalam bentuk makalah.

Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar


kita, yaitu Nabi Muhammad SAW. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan
bimbingan berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk dapat menyelesaikan
Tugas Mata Kuliah Psikososial dan Budaya Dalam Keperawatan berjudul
“Penerapan Transkultural Nursing Sepanjang Daur Kehidupan Manusia: Lansia/
Kematian” ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
Mata Kuliah Psikososial dan Budaya Dalam Keperawatan serta bantuan teman-
teman mahasiswa dalam pembuatan makalah ini.

Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-


kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih


yang tak terhingga kepada rekan-rekan yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini. penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal
kepada mereka yang telah memberikan bantuan dan dapat menjadikan semua
bantuan ini sebagai ibadah, Aamiin Yaa Robbal „Alamiin.

Bandung, 2 Januari 2021

Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................. 1
1.4 Metode Penulisan ................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3

2.1 Konsep Keperawatan Transkultural .................................................... 5


2.2 Teori Leininger.................................................................................... 5
2.2.1 Komponen Keperawatan Transkultural.................................. 6
2.2.2 Paradigma Keperawatan Transkultural .................................. 8
2.2.3 Asuhan Keperawatan Transkultural ....................................... 9
2.3 Penerapan Transkultural Nursing Pada Lansia Di Indonesia .............. 11
2.3.1 Pemanfaatan Kerokan Di Surabaya ........................................ 11
2.3.2 Peran Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Berduka Kronis
Pada Lansia Yang Mengalami Kehilangan Pasangan Dalam
Budaya Pakurenan .................................................................. 13
2.3.3 Persepsi Sehat Sakit Pada Suku Melayu Jambi ...................... 13
2.4 Penerapan Transkultural Nursing Pada Kematian Di Indonesia ......... 15
2.4.1 Rambu Solo‟ di Tana Toraja .................................................. 15
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 17
3.1 Kesimpulan ......................................................................................... 17
3.2 Saran.................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 18

ii
iii
4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keperawatan menurut (ANA, 2003) adalah sebagai perlindungan, promosi,
dan optimalisasi kesehatan dan kemampuan, pencegahan penyakit dan cedera,
meringankan penderitaan melalui diagnosis dan penanganan respons manusia, dan
advokasi dalam pelayanan individu, keluarga, masyarakat, dan populasi.
Leininger mendefinisikan keperawatan transkultural sebagai penelitian
perbandingan budaya untuk memahami persamaan (budaya universal) dan
perbedaan (budaya-tertentu) di antara kelompok manusia. Tujuan keperawatan
transkultural adalah bentuk pelayanan yang sama secara budaya atau pelayanan
yang sesuai pola nilai kehidupan individu dan arti yang sebenarnya.
Penolakan budaya terjadi saat individu menolak budaya baru karena
pengalaman negatif dengan budaya baru atau budaya berbeda. Oleh karena
berbagai tingkatan pertalian dengan budaya baru, maka perawat perlu
menghindari peniruan atau penyamarataan yang tidak berdasar terhadap beberapa
kelompok yang mencegah penilaian lebih lanjut tentang karakteristik individual.
Perawat perlu mengetahui nilai-nilai pelayanan budaya klien, arti,
kepercayaan, dan praktiknya sebagai hubungan antara perawat dan pelayanan
kesehatan mewajibkan perawat utuk menerima aturan pelajar dan teman sekerja
dengan klien dan keluarganya dalam membentuk karakteristik arti dan keuntungan
pelayanan (Potter & Perry, 2010).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan yang telah dipaparkan dalam latar belakang di atas, maka
rumusan masalah pada makalah ini adalah:
1. Bagaimana konsep keperawatan transkultural?
2. Bagaimana teori leininger?
3. Bagaimana penerapan transkultural nursing pada lansia di Indonesia?
4. Bagaimana penerapan transkultural nursing pada kematian di Indonesia?
1.3 Tujuan Penulisan

4
5

Berdasarkan yang telah dipaparkan dalam latar belakang di atas, maka


rumusan masalah pada makalah ini adalah:
1. untuk mengetahui konsep keperawatan transcultural;
2. untuk mengetahui teori leininger;
3. untuk mengetahui penerapan transkultural nursing pada lansia di
Indonesia;
4. untuk mengetahui penerapan transkultural nursing pada kematian di
Indonesia.
1.4 Metode Penulisan
Metode yang dilakukan dalam pengerjaan makalah ini adalah dengan cara
mempelajari dan mengumpulkan data dari pustaka yang berhubungan dengan alat,
berupa buku, maupun informasi di internet.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Keperawatan Transkultural


Leininger mendefinisikan keperawatan transkultural sebagai penelitian
perbandingan budaya untuk memahami persamaan (budaya universal) dan
perbedaan (budaya-tertentu) di antara kelompok manusia. Tujuan keperawatan
transkultural adalah bentuk pelayanan yang sama secara budaya atau pelayanan
yang sesuai pola nilai kehidupan individu dan arti yang sebenarnya.
Pengkajian budaya merupakan pengkajian yang sistematik dan komprehensif
dari nilai-nilai pelayanan budayam kepercayaan, dan praktik individual, keluarga,
dan komunitas. Tujuan pengkajian budaya adalah untuk mendapatkan informasi
yang signifikan dari klien sehingga perawat dapat menerapkan kesamaan
pelayanan budaya (Potter & Perry, 2010).
Perawat memulai pengkajian budaya dengan mengetahui perubahan
demografik populasi pada lingkungan praktik komunitas. Salah satu masalah
dalam pengkajian budaya adalah kurangnya kemampuan untuk mengkaji pihak
dalam klien namun semua itu dapat tertolong dengan memberikan pertanyaan
terbuka, terfokus, dan kontras. Tujuannya agar mendorong klien menggambarkan
nilai, kepercayaan, dan praktik untuk pelayanan mereka. Membangun hubungan
pun sangat penting dalam melakukan pengkajian budaya.
2.2 Teori Leininger
Teori Leininger tetang keragaman pelayanan berdasarkan kultur dan
universalitas menyatakan bahwa kasih sayang merupakan inti dari keperawatan.
Tujuan Teori Leininger adalah menyediakan bagi klien pelayanan kesehatan
spesifik secara kultural. Untuk memberikan asuhan keperawatan bagi klien
dengan kultur tertentu perawat perlu memperhitungkan tradisi kultur klien, nilai-
nilai, dan kepercayaan ke dalam rencana keperawatan (Potter & Perry, 2010).
Model pengkajian budaya matahari terbit dari Leininger menganggap bahwa
nilai-nilai pelayanan budaya, kepercayaan, dan praktik merupakan hal yang tidak
dapat diubah dalam budaya dan dimensi struktur sosial masyarakat, termasuk
didalamnya konteks lingkungan, bahasa, dan riwayat etnik.

6
7

Leininger merumuskan teori perawatan berbasis budaya dan menyatakan


bahwa budaya merupakan nilai, keyakinan dan cara hidup dari individu/kelompok
yang dipelajari, ditransmisikan, dimana menuntun untuk berpikir, mengambil
keputusan, dan bertindak dalam cara-cara yang dipolakan.
2.2.1 Komponen Keperawatan Transkultural
Teori keperawatan transkultural terdiri dari beberapa komponen:
1) Care
Suatu abstrak yang menunjukkan kejadian yang berhubungan
dengan bantuan, dukungan, memfasilitasi, sesuai kebutuhan atau
mengantisipasi kebutuhan guna meningkatkan kesehatan, keadaan
manusia, cara hidup bahkan menghadapi kematian.
2) Culture
Suatu pandangan hidup seseorang individu atau kelompok yang
mengacu pada nilai-nilai, keyakinan atau normal, pola dan prakik
yang dipelajari, dibagikan dan diwariskan antar generasi.
3) Culture care
Kebudayaan yang berasal dari tindakan membantu, mendukung
individu atau kelompok dengan kebutuhan guna mengantisipasi
masalah yang membutuhkan pedoman dalam pengambilan
keputusan.
4) Culture care diversity
Beragam budaya dalam mengartikan perawatan, pola, nilai-nilai,
symbol, dan adat istiadat pada suatu budaya.
5) World view
Cara individu atau kelompok dalam memahami dunia mereka
dalam memberikan penilaian terhadap sikap, gambar, atau
perspektif tentang kehidupan mereka.
6) Cultural and social structure dimension
Suatu pola budaya yang berhubungan dengan agama atau
spiritualitas, keluarga atau sosial, peraturan dan kebijakan,
pendidikan, ekonomi, nilai-nilai budaya, bahasa dan faktor
ethomohistory dalam perbedaan budaya.
8

7) Environment context
Gabungan peristiwa atau pengalaman hidup terkait yang
memberikan makna dan untuk membimbing pernyataan dan
keputusan manusia, terutama dalam lingkungan maupun wilayah
geografis.
8) Ethmohistory
Rangkaian peristiwa dari waktu ke waktu yang disaksikan oleh
orang orang yang mempelajarinya.
9) Etnic
Mengacu pada pandangan local atau pandangan dari dalam dan
nilai-nilai tentang peristiwa.
10) Etic
Mengacu pada pandangan luar dan nilai-nilai tentang peristiwa.
11) Health
Negara yang sehat diketahui dari budaya yang ditetapkan, dinilai,
dan dipraktikkan oleh individu maupun kelompok yang diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari.
12) Nursing
Mempelajari humanistic berdasarkan keilmiahan yang dilakukan
pada perawatan budaya, pengetahuan holistic, dan kompetensi
untuk membantu individu atau kelompok dalam mempertahankan
kesehatan mereka, kesejahteraan yang berhubungan dengan
kehidupan manusia dan kematian yang bermakna dengan baik.
13) Culture care prevention and maintenance
Bantuan, dukungan, fasilitas tindakan professional dan keputusan
yang membantu orang guna mempertahankan dan atau
melestarikan nilai-nilai perawatan yang relevan sehingga mereka
dapat mempertahankan kesejahtaraan mereka, sembuh dari
penyakit. Tindakan keperawatan diberikan sesuai dengan nilai
yang relevan sehingga status kesehatan mereka mencapai optimal.
14) Culture care accommodation and/or negotiations
9

Bantuan, dukungan, fasilitas tindakan professional dan keputusan


yang membantu orang dari budaya yang ditunjuk untuk beradaptasi
atau bernegosiasi untuk hasil kesehatan yang lebih menguntungkan.

15) Culture care repatterning and/or rescructuring


Bantuan, dukungan, fasilitas tindakan professional dan keputusan
yang membantu orang untuk mengubah atau memodifikasi
pandangan hidup mereka dalam menghormati nilai budaya dan
keyakinana.
16) Culture competent nursing care
Kompetensi keperawatan budaya yang digunakan berdasarkan
perawatan budaya dan pengetahuan tentang kesehatan dan
kebiasaan yang berarti memutuskan kebiasaan hidup untuk
menghadapi kesakitan, cacat atau kematian bagi individu maupun
kelompok.
2.2.2 Paradigma Keperawatan Transkultural
1. Manusia
Manusia merupakan individu, keluarga atau kelompok yang
mempunyai nilai-nilai dan norma-norma diyakini guna menetapkan
keputusan dan melakukan keputusan.
2. Sehat
Kesehatan adalah keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks
budaya digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan
seimbang atau sehat yang dapat diamati dalam kegiatan sehari-hari.
Tujuan klien dan perawatan adalah ingin mempertahankan keadaan
sehat dalam rentang sehat-sakit yang adaftif.
3. Lingkungan
Lingkungan merupakan keseluruhan fenomena yang
mempengaruhi perkembangan, kepercyaan,dan perilaku klien.
Lingkunan di anggap sebagai totalitas kehidupan dan budaya yang
saling berinteraksi. Menurut Andrews& boyle (2003) pembentukan
budaya di pengaruhi oleh tiga bentuk.
10

2.2.3 Asuhan Keperawatan Transkultural


A. Pengkajian
1) Faktor Teknologi
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk bisa memilih atau
mendapatkan pelayanan sesuai dengan masalah masalah kesehatan
yang dialami (Rahmah, 2019). Faktor teknologi merupakan suatu
akses teknologi informasi, akses kesarana komunikasi, akses kemedia
dan pers, akses kesarana elektronik ditempat tinggal, akses kelayanan
dan teknologi kesehatan lainnya yang sangat berpengaruh bagi
masyarakat (Musrita, 2019).
2) Faktor Agama dan Filsafah Hidup
Agama adalah simbol yang mengakibatkan pandangan realistis bagi
para pemeluknya. Agama memberi motivasi kuat untuk menempatkan
kebenaran di atas segalanya, bahkan diatas kehidupannya sendiri
(Rahmah, 2019). Faktor agama dan filsafah hidup merupakan praktik
keagamaan, konsultasi dengan ahli pengobatan tradisional, makna
hidup, norma dan keyakinan agama, nilai-nilai kelembagaan,
komunikasi antar sektor dan antar lembaga lainnya yang mempunyai
keterikatan didalam suatu kepercayaan masyarakat (Musrita, 2019).
3) Faktor Sosial dan Keterikatan Keluarga
Faktor sosial dan keterikatan keluarga merupakan struktur yang akrab,
posisi kelahiran dalam keluarga, nilai-nilai keluarga, posisi keluarga,
situasi emosional, jaringan dan dukungan sosial, kewarganegaraan,
akses ke alat transportasi, kekerasan dan lainnya (Musrita, 2019).
4) Faktor Nilai-Nilai Budaya, Kepercayaan, dan Gaya Hidup
Nilai-nilai budaya dan gaya hidup merupakan kepercayaan, tanggung
jawab untuk kesehatan, praktik penyembuhan dan pengobatan rakyat,
spiritual dan kesehatan, ras dam etnis, pengetahuan, sikap, perilaku
gaya hidup alternatif, pandangan dunia dan lain sebagainya, hal
tersebut yang mendukung nilai-nilai budaya dan gaya hidup di
masyarakat (Musrita, 2019).
11

5) Faktor Kebijakan dan Peraturan


Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku merupakan suatu akses
kebijakan publik (keamanan, kesehatan lingkungan, pendidikan,
transportasi dan sosial) akses keadilan, kewarganegaraan, partisipasi
politik, kebebasan untuk berfikir, dan mengekpresikan dan
komunikasi antar lembaga (Musrita, 2019).
6) Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi merupakan hasil yang familiar, pekerjaan yang
informal, kelas sosial, kondisi material, situasi kerja kondisi
perumahan, pembelian barang-barang konsumen biaya hidup dan
lainnya (Musrita, 2019).
7) Faktor Pendidikan
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien menempuh
pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien
maka keyakinan klien didukung oleh bukti ilmiah yang rasional dan
individu dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai
dengan kondisi kesehatan. Pengkajian keperawatan meliputi: tingkat
pendidikan klien, jenis pendidikan dan kemampuan belajar secara
aktif mandiri tentang pengalaman sakit sehingga tidak terulang
kembali (Rahmah, 2019).
B. Tindak lanjut
1) Mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak
bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi
keperawatan yang diberikan sesuai dengan nilai-nilai relevan yang
telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau
mempertahankan status kesehatannya.
2) Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawayan pada tahap ini dilakukan
untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang
lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar
12

memilikh dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung


kesehatannya.
3) Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya dilakukan bila budaya yang dimiliki
merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasikan
gaya hidup klien.
C. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan trasnskultural dilakukan terhadap
keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya, mengurangi budaya,
atau beradaptasi dengan budaya baru. Melalui evaluasi dapat diketahui
asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.
2.3 Penerapan Transkultural Nursing Pada Lansia Di Indonesia
2.3.1 Pemanfaatan Kerokan Pada Lansia
Faktor yang mempengaruhinya:
a) Faktor teknologi : Sarana dan prasarana teknologi yang digunakan
oleh lansia dan manfaat teknologi sudah baik, namun akses
teknologi informasi mengenai kerokan masih kurang bagi lansia
karena keterbatasan sumber informasi mengenai kerokan masih
kurang bagi lansia karena keterbatasan sumber informasi yang
diterima oleh lansia belum pasti.
b) Faktor keyakinan dan filosofi: Sebagian besar lansia menunjukkan
bahwa kekuatan atau keyakinan responden terhadap pemanfaatan
kerokan masih lemah.Banyak lansia yang meyakini bahwa dengan
kerokan dapat mengeluarkan angin dari dalam tubuh namun
anggapan tersebut tidak benar, karena angin hanya bisa
dikeluarkan lewat sistem pernapasan bukan melalui pori-pori kulit
yang membuka setelah dikerok.
c) Faktor sosial dan keterikatan keluarga: Sebagian besar lansia
kurang mendapat dukungan sosial dan keterikatan keluarga seperti
kurangnya pemberian dukungan instrumental dan informatif.
Sebagian lansia mendapati keluarganya kurang menghargai
keputusan lansia untuk melalukan pengobatan seperti keluarga
13

tidak menyarankan lansia minum obat ketika tidak enak badan dan
hanya meminta lansia untuk dilakukan kerokan. Ketika dilakukan
kerokan lansia biaanya mendapatkan bantuan dari keluarga
ataupun teman sebayanya.
d) Faktor nilai budaya dan gaya hidup: Mayoritas lansia masih
meyakini bahwa budaya kerokan dapat menghilangkan rasa tidak
enak badan.
e) Faktor kebijakan yang berlaku: Adanya asuransi kesehatan tidak
menjamin lansia untuk melakukan pengobatan ke pelayanan
kesehatan karena lansia seringkali memilih pengobatan tradisional
seperti kerokan karena khawatir terhadap efek samping obat
kimia.
f) Faktor ekonomi: Faktor ekonomi tidak berhubungan dengan
pemanfaatan kerokan pada lansia karena faktor ekonomi yang
tinggi maupun rendah masih seringkali memanfaatkan kerokan
karena terdapat anggapan bahwa kerokan merupakan pengobatan
murah dan tidak mengeluarkan biaya.
g) Faktor pendidikan: Faktor pendidikan tidak terlalu berhubungan
dengan pemanfaatan kerokan. Lansia yang memiliki pendidikan
formal lebih tinggi terutama dalam bidang kesehatan memang
cenderung lebih memilih untuk tidak melakukan kerokan karena
sudah tau akibatnya. Namun, masih adapula lansia yang memiliki
pendidikan formal lebih tinggi melakukan kerokan karena didapat
dari pengalaman yang diberikan oleh orang-orang terdahulu dan
kebiasaan masyarakat sehingga pemanfaatan kerokan menjadi
sugesti bagi lansia untuk menghilangkan rasa tidak enak badan
(Indriani, 2018).

Tindak lanjut perawat:


Sebagai perawat kita perlu melakukan penyuluhan pada lansia
untuk menambah informasi atau pengetahuan terkait manfaat baik
dan buruk tentang kerokan, sehingga dapat berdampak pada
14

keputusan lansia dalam melakukan pengobatan terhadap status


kesehatan.
2.3.2 Peran Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Berduka Kronis
Pada Lansia Yang Mengalami Kehilangan Pasangan Dalam
Budaya Pakurenan
a) Faktor sosial dan keterikatan keluarga: Pakurenan membentuk
ikatan yang kuat antar anggota keluarga sehingga anggota
keluarga memiliki sumber dalam mengatasi dan memecahkan
masalah termasuk berduka kronis. Dukungan budaya Pakurenan
sebagai dukungan sosial keluarga menjadi elemen penting dalam
menciptakan ketahanan bagi lansia dalam keadaan berduka kronis
akibat kehilangan pasangan.

Tindak lanjut: Perawat harus dapat menangani lansia yang


mengalami masalah berduka dengan memberikan asuhan
keperawatan yang optimal pada lansia dengan cara membantu
lansia memunculkan emosi positif melalui pengungkapan perasaan
secara verbal, aktivitas fisik, sosial dan spiritual.
2.3.3 Persepsi Sehat Sakit Pada Suku Melayu Jambi
a) Faktor Teknologi: Pada dasarnya masyarakat ketika sakit lebih
melakukan pengobatan yang ada di rumah seperti bahan dapur
atau lingkungan sekitarnya. Jika memang tidak ada perkembangan
maka barulah masyarakat mengunjungi tenaga kesehatan seperti
bidan desa.
b) Faktor Keyakinan dan Filosofi: Pada suku melayu agama dan
filosofi sangat bermakna karena dalam hal ini dapat mengetahui
pandangan secara islam terkait perilaku sehat dan sakit. Mereka
menganggap bahwa sakit merupakan suatu cobaan.
c) Faktor sosial dan keterikatan keluarga: Faktor sosial dan
keterikatan keluarga sangat bermakna bagi suku Melayu Jambi
karena yang berperan menjaga kesehatan dan yang berperan untuk
membawa keluarga ke pelayanan kesehatan serta peran anggota
15

keluarga dalam menjaga kesehatan dan peran anggota keluarga


dalam kondisi sakit sangat berpengaruh pada pengambilan
keputusan di dalam keluarga yang berhubungan dengan perilaku
sehat dan sakit.
d) Faktor nilai budaya dan gaya hidup: Faktor nilai budaya dan gaya
hidup sangat bermakna bagi suku Melayu Jambi karena dalam hal
ini menyangkut nilai keyakinan / kepercayaan yang dilakukan /
diterapkan oleh budaya Suku Melayu di dalam keluarga dan di
masyarakat
e) Faktor kebijakan yang berlaku: Faktor kebijakan dan peraturan
yang berlaku sangat bermakna bagi suku Melayu Jambi dan
mengenai kebijakan dan peraturan dari salah satu tokoh
masyarakat dalam hal ini berpengaruh pada kegiatan individu
untuk mematuhi peraturan yang berlaku di dalam kebijakan pada
suatu pemimpin.
f) Faktor ekonomi: Faktor ekonomi Faktor ekonomi sangat
bermakna bagi suku Melayu Jambi karena dalam hal ini
memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk
membiayai kebutuhan sehari-hari terkait dengan biaya makan
hingga pemeriksaan kesehatan.
g) Faktor pendidikan: Faktor pendidikan sangat bermakna bagi suku
Melayu Jambi dengan pendidikan / pengetahuan akan memberi
berbagai pengalaman pada suku Melayu Jambi dalam mengatasi
suatu masalah kesehatan (Sari & Prastianty, 2017).

Tindak lanjut:
Menurut kami kebiasaan suku melayu jambi ini dapat
dipertahankan karena memang memiliki kebiasaan yang baik
seperti lebih memilih menggunakan obat tradisional sebelum obat
kimia, senantiasa bersyukur apapun yang diberikan sakit maupun
sehat, dan memiliki persepsi bahwa sakit adalah suatu cobaan.
Namun, adapula yang harus diperbaiki yaitu kebiasaan warga
16

untuk pergi ke dukun tanpa di jampi ketika sedang sakit walau


sedang diurut dengan memberikan edukasi kepada warga agar
sebaiknya hindari mengurut apabila sedang cedera karena akan
meningkatkan resiko bengkak dan juga kita dapat membantu
masyarakat untuk memfasilitasi kesehatan karena kebanyakan
warga hanya datang ke dukun untuk diurut dan juga pergi ke bidan
desa yang berarti masih kurangnya fasilitas kesehatan di daerah
tersebut.
2.4 Penerapan Transkultural Nursing Pada Kematian Di Indonesia
2.4.1 Rambu Solo’ di Tana Toraja
a) Faktor teknologi: Teknologi mempengaruhi pelaksanaan Rambu
Solo‟ karena dalam pelaksanaan upacara adat ini diperlukan
banyak kebutuhan yang sulit didapatkan. Dengan adanya teknologi
memudahkan masyarakan suku Toraja melakukan upacara adat.
b) Faktor keyakinan dan filosofi: Keyakinan mempengaruhi
pelaksanaan Rambu Solo‟. Suku toraja meyakini bahwa orang
yang meninggal akan benar-benar dianggap meninggal jika sudah
dilaksanakan Rambu Solo‟.
c) Faktor sosial dan keterlibatan keluarga: Sosial dan keterlibatan
keluarga mempengaruhi pelaksanaan Rambu Solo‟ karena dalam
pelaksanaannya Rambu Solo‟ harus dilakukan bersama-sama
dengan masyarakat setempat juga anggota keluarga yang
ditinggalkan.
d) Faktor nilai budaya dan gaya hidup: Nilai budaya dan gaya hidup
mempengaruhi akan keyakinan masyarakat. Nilai budaya yang
dianut suku toraja adalah bahwa Rambu Solo‟ dilakukan bertujuan
untuk menghormati dan menghantarkan arwah orang yang
meninggal dunia menuju alam roh dan kembali bersama para
leluhur mereka.
e) Faktor kebijakan yang berlaku: Faktor kebijakan pun
mempengaruhi pelaksanaan tradisi ini terutama tokoh adat yang
mengarahkan jalannya upacara.
17

f) Faktor ekonomi: Ekonomi mempengaruhi pelaksanaan Rambu


Solo‟ karena dalam pelaksanannya Rambu Solo‟ harus
mengeluarkan uang yang tidak sedikit.
g) Faktor pendidikan: Pendidikan tidak mempengaruhi pelaksanaan
Rambu Solo‟ karena seseorang di daerah tersebut yang memiliki
riwayat pendidikan tinggi maupun rendah tetap melakukan
upacara tersebut (Randan, Kondowangko, & Goni, 2019).
h) Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan keseluruhan penomenal yang
mempengaruhi perkembangan, kepercayaan, dan perilaku klien.
Lingkungan dianggap sebagai totalitas kehidupan dan budaya
yang saling berinteraksi. Pembentukan budaya dipengaruhi oleh
tiga bentuk lingkungan yaitu lingkungan fisik,sosial dan simbolik.
Lingkungan fisik merupakan lingkungan alam seperti daerah
khatulistiwa, pegunungan permukiman padat, dan iklim tropis.
Lingkungan sosial merupakan keseluruhan struktur sosial yang
berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok
kedalam masyarakat yang lebih luas dengan mengikuti struktur
dan aturan yang berlaku di lingkungan tersebut.
Tindak lanjut:
Sebagai perawat kita bisa bantu untuk mempertahankan tradisi
yang ada karena memang tidak mengancam kesehatan seseorang.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Leininger mendefinisikan keperawatan transkultural sebagai penelitian
perbandingan budaya untuk memahami persamaan (budaya universal) dan
perbedaan (budaya-tertentu) di antara kelompok manusia. Tujuan keperawatan
transkultural adalah bentuk pelayanan yang sama secara budaya atau pelayanan
yang sesuai pola nilai kehidupan individu dan arti yang sebenarnya. Serta Teori
Leininger tentang keragaman pelayanan berdasarkan kultur dan universalitas
menyatakan bahwa kasih sayang merupakan inti dari keperawatan. Tujuan teori
Leininger adalah menyediakan bagi klien pelayanan kesehatan spesifik secara
kultural. Adapun penerapan transcultural nursing pada lansia di Indonesia yaitu
yang pertama pemanfaatan kerokan pada lansia beserta factor yang
mempengaruhinya, lalu peran dukungan sosial keluarga terhadap berduka kronis
pada lansia yang mengaami kehilangan pasangan dalam budaya pakurenan, dan
persepsi sehat sakit pada suku melayu di jambi beserta factor-faktornya. Yang
terakhir ada penerapan transcultural nursing pada kematian di Indonesia yang
berisi tentang rambu solo‟ di tana Toraja Beserta Faktor-Faktornya.

3.2 Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah
tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun
dari para pembaca.

18
DAFTAR PUSTAKA

ANA. (2003). Nursing's Social Policy Statement (2 ed.). Silver Spring, Md:
American Nurses Publishing.

Indriani, N. R. (2018). Analisis Faktor Pemanfaatan Kerokan Pada Lansia


Berbasis Keperawatan Transkultural di Posyandu Lansia Sukmajaya
Kelurahan Kertajaya Surabaya. Universitas Airlangga.

Musrita, D. (2019). Faktor-Faktor Penggunaan Folk Care. JIM FKep, 24-33.

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2010). Fundamental Keperawatan, Edisi 7 Buku 1.


(A. F. Nggie, Trans.) 3 Kiliney Road, Singapore: Elsever.

Rahmah, T. A. (2019). Gambaran Faktor Sosial Keterikatan Keluarga, Ekonomi,


dan Pendidikan Pada Ibu dengan Preeklampsia di Wilayah Agricultural.
Digital Respiratory Universitas Jember.

Randan, G. J., Kondowangko, N., & Goni, S. Y. (2019). Peranan Kebudayaan


Rambu Solo' Dalam Meningkatkan Pariwisata di Desa Ket'te' Kesu'
Kecamatan Kesu'. Holistik.

Sari, M. T., & Prastianty, S. (2017). Sick Health Behaviors Of The Jambi Malay
Tribe Based On Transcultural Nursing Approach (Sunrise Model) At
Muara Kumpeh Village Kumpeh Ulu District Muaro Jambi Regency.
Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi.

19

Anda mungkin juga menyukai