Anda di halaman 1dari 26

ANTROPOLOGI KESEHATAN

PROSES KEPERAWATAN TRANSCULTURAL NURSING SUKU BALI

Dosen Pembimbing:
Yongwan Yamin, SKM., MM

Disusun oleh :
Kelompok I

Kiki Masnarki : PO.62.20.1.18.098


Nurul Novianti : PO.62.20.1.18.106
Mera Busun Saputra : PO.62.20.1.18.101
Rahma Yunaningsih : PO.62.20.1.18.109
Tasya Natalia : PO.62.20.1.18.115

JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN PALANGKA
RAYA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa,  karena atas berkat
rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam makalah ini kami
menjelaskan mengenai kebiasaan dalam kebudayaan Suku Bali. Makalah ini dibuat dalam rangka
memperdalam matakuliah tentang Hukum Adat dengan mempelajari kebudayaan masyarakat
yang ada di Indonesia. Kami  menyadari, dalam makalah  ini masih banyak kesalahan dan
kekurangan. hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang
kami  miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran. Demi perbaikan dan
kesempurnaan. Semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palangkaraya 26 Februari 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
……………………………………………………………………………... i

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii

BAB I

PENDAHULUAN...........................................................................................................................4

A. Latar Belakang.........................................................................................................................4

B. Rumusan Masalah....................................................................................................................6

C. Tujuan Penulisan.....................................................................................................................6

BAB II

PEMBAHASAN..............................................................................................................................7

A. Tinjauan Proses Keperawatan Transkutural Nursing.......................................................7

B. Tinjauan Sosial Budaya Suku Bali..................................................................................12

BAB III

PROSES ASKEP TRANSCULTURAL NURSING PADA SUKU BALI...................................15

A. Gambaran Kasus.............................................................................................................15

B. Pengkajian.......................................................................................................................16

C. Diagnosa Keperawatan...................................................................................................18

D. Implementasi Keperawatan.............................................................................................21

BAB IV

PENUTUP.....................................................................................................................................24

A. Kesimpulan.....................................................................................................................24

B. Saran................................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................26

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Budaya adalah keyakinan dan perilaku yang diturunkan atau diajarkan manusia
kepada generasi berikutnya (Taylor, 1989). Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan
karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar, beserta keseluruhan hasil budi dan
karyanya (Kuntjaraningrat, 1928 dalam Napitupulu, 1988). Sehingga dari budaya tersebut
jika dilanggar dipercaya dapat memberikan mala petaka bagi orang yang melanggar aturan
dan nilai-nilai budaya.

Citra dan identitas Bali sebagai daerah tujuan wisata yang indah, agung, eksotis,
lestari, dengan perilaku masyarakatnya yang ramah dan bersahaja, ditopang oleh adat istiadat
dan budayanya yang mendasarkan pada prinsip keharmonisan dan keseimbangan dengan
bertumpu pada nilai-nilai Agama Hindu dan falsafah hidup Tri Hita Karana. Kedua ajaran
ini saling berkaitan, di mana agama Hindu menjiwai falsafah Tri Hita Karana, dan
sebaliknya falsafah Tri Hita Karana mendasarkan pada ajaran agama Hindu.
Pendukung kebudayaan Bali adalah masyarakat Bali, yang dikenal sebagai etnik Bali
atau orang Bali. Sebagai sebuah etnik, orang Bali memiliki ciri identitas etnik yang melekat
pada diri dan kelompoknya. Dinas Pariwisata Provinsi Bali (2008: 3) mendefinisikan etnik
Bali sebagai sekelompok manusia yang terikat oleh kesadaran akan kesatuan kebudayaan,
baik kebudayaan lokal Bali maupun kebudayaan nasional. Rasa kesadaran akan kesatuan
kebudayaan Bali ini diperkuat oleh adanya kesatuan bahasa, yakni bahasa Bali, agama
Hindu, dan kesatuan perjalanan sejarah dan kebudayaanya. Keyakinan terhadap agama Hindu
melahirkan berbagai macam tradisi, adat, budaya, kesenian, dan lain sebagainya yang
memiliki karakteristik yang khas, yang merupakan perpaduan antara tradisi dan agama.
Dalam kehidupan sehari-hari, karakteristik tersebut mewujudkan diri.
Transcultural Nursing merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan
perbedaan maupun kesamaan nilai-nilai budaya (nilai budaya yang berbeda, ras yang
mempengaruhi pada seorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada klien /
pasien (Leininger, 1991). Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan
budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan
dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada
nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan
untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada
manusia (Leininger, 2002).

Dalam bidang kesehatan masyarakat Bali mengenal bidang penyembuhan sebagai


Usadha Bali, dimana Balian sebagai dokternya. Usadha disini merupakan semua tata cara
untuk penyembuhan penyakit, cara pengobatan, pencegahan, memeperkirakan jenis penyakit
dan diagnosa, perjalanan penyakit dan pemulihannya. Balian usadha adalah seseorang yang
sadar belajar tentang ilmu pengobatan, baik melalui guru waktra, belajar pada balian,
maupun belajar sendiri melalui lontar usadha. Balian ini tidak terbatas pada pengobatan
dengan ramuan obat, tetapi termasuk balian lung (patah tulang), uut, manak (melahirkan) dan
sebagainya. Seperti halnya sorang dokter dalam dunia medis, saat tamat pendidikan dokter
harus disumpah. Balian pun sama setelah mempelajari harus melakukan upacara aguru
waktra. Sehingga jika balian melanggar dipercaya akan menerima hukuman secata niskala
dan hidupnya akan sengsara sampai keturunannya.

Banyak masyarakat Bali yang jika merasa sakit akan pergi ke balian. Salah satunya
patah tulang. Balian akan melakukan pemeriksaan dengan wawancara, pemeriksaan fisik
seperti melihat aura tubuh, sinar mata, menggunakan kekuatan dasa aksara, chakre, kanda pat
dan tenung. Alat pemeriksaan balian ini disebut pica yang merupakan benda betuah. Sistem
pengobatan/penatalaksanaan suatu penyakit dalam usadha terdiri atas berbagai pendekatan,
meliputi pengobatan tradisional (tamba) seperti loloh, boreh dan minyak/lengis yang
didasarkan atas lontar taru pramana; penggunaan banten-bantenan yang disesuaikan dengan
tenung dan lontar; dan penggunaan rerajahan aksara suci. Mengingat masyarakat Bali telah
mengenal tentang sistem kesehatan dan memiliki pelayanan kesehatan di daerahnya, namun
masih banyak masyarakat Bali yang percaya dengan balian. Sehingga penulis menarik
kesimpulan bahwa masalah keperawatan dalam kasus ini adalah ketidakpatuhan dalam
pengobatan yang berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka kelompok membuat makalah untuk tugas
dengan judul “Proses Asuhan Keperawatan Transcultural Nursing pada Suku Bali”.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah kelompok 1 cara bagaimana proses asuhan
keperawatan transcultural nursing pada suku bali?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui proses transcultural pada suku bali
2. Untuk mengetahui tinjauan social budaya pengobatan pada suku bali
3. Untuk mengetahui proses asuhan keperawatan transcultural nursing pada suku bali
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tinjauan Proses Keperawatan Transkutural Nursing


1. Pengkajian Transcultural Nursing
Perawat dalam menjalankan tugasnya sering menghadapi klien yang menghadapi
situasi ini penting bagi perawat untuk memahami bahwa klien memiliki pendangan dan
interpretasi mengenai penyakit dan kesehatan yang berbeda.Pandangan tersebut
didasarkan pada keyakinan sosial-budaya klien.Perawat harus sensitif dan waspada
terhadap keunikan warisan budaya dan tradisi kesehatan klien dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada klien dari latar belakang kebudayaan yang berbeda.Perawat harus
mengkaji dan mendengarkan dengan cermat tentang konsistensi warisan budaya
klien.Pengakajian tentang budaya klien merupakan pengkajian yang sisrematik dan
komprehensif dari nilai-nilai pelayanan budaya, kepercayaan, dan praktik individual,
keluarga, komunitas. Tujuan engkajian budaya adalah untuk mendapatkan informasi yang
signifikan dari klien sehingga perawat dapat menerapkan kesamaan budaya ( Leininger
dan MC Farland, 2002).
Perawat dalam melakukan pengkajian terhadap kebudayaan klien dimulai dari
menentukan warisan kultural budaya klien, latar belakang organisasi sosial, dan
keterampilan bahasa serta menayakan penyebab penyakit atau masalah untuk mengetahui
klien mendapatkan pengobatan rakyat secaratradisional baik secara ilmiah maupun
mesogisoreligus atau kata ramah, suci untuk mencegah dan mengatasi penyakit. Hal ini
dilakukan untuk pemenuhan kompoen pengakajian budaya untuk menyediakan informasi
yang berguna dalam mengumpulkan data kebudayaan klien.
Model matahari terbit dari leininger menggambarkankeberagaman budaya dalam
kehidupan sehari-hari dan membantu melaksanakan pengkajian budaya yang dilakukan
secara komprehensif. Model ini beranggapan bahwa nilai-nilai pelayanan budaya,
kepercayaan, dan praktik merupakn hal yang tidak dapat diubah dalam budaya dan
dimensi struktur sosia lmasyarakat, konteks lingkungan, bahasa dan riwayat etik atau
peristiwa bersejarah dari kelompok tertentu(Potter dan perry, fundamental keperawatan
ed 7, 187).
Tahapan pengkajian budaya dimulai dari mengetahui perubahan demografik
populasi pad lingkungan praktik komunitas yang disebut dengan data sensus. Data sensus
didapatkan dari data sensus lokal dan regional serta laporan pelayanan kesehatan.
Langkah berikutnya perawta menggunakan teknik wawancara yang terbuka, terfokus, dan
kntras untuk mendorong klien menceritakan nilai-ilai, kepercayaan, dan praktik dalam
warisan budayanya( Spradley, 1979). Dalam melaksanakan pengkajian budaya seorang
perawt menjalin hubungan dengan klien dan memiliki keterampilam dalam
berkomuknikasi.Pengkajian budaya yang komprehensif membutuhkan keterampilan,
waktu hingga persiapan dan antisipasi sangat diperlukan.

2. Teknik pendekatan Transkultural Nursing


Dalam melakukan pendekatan untuk mencapai kriteria hasil
yang telah ditentukan sebelumnya, maka diperlukan suatu strategi
yang tepat agar intervensi yang sudah direncanakan tidak mendapat
penolakan.Dalam keperawatan lintas budaya terdapat tiga strategi
yang biasa digunakan dalam asuhan keperawatan yakni,
perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negosiasi
budaya dan mengubah/mengganti budaya klien.
Telah diketahui salah satu kebudayaan masyarakat Bali adalah
tradisi upacara adat potong gigi mengandung arti pembersihan sifat buruk yang ada pada
diri manusia. atau biasa nya orang bali menyebutnya dengan sebutan metatah atau
mesanggih, yang memiliki maksud 6 buah gigi taring yang ada di deretan gigi bagian atas
dikikir atau diratakan, metatah merupakan salah satu upacara keaagamaan yang wajib
dilakukan oleh masyarakat Hindu di Bali baik laki-laki maupun perempuan secara turun
temurun, adat istiadat dan kebudayaan ini masih terus dilakukan karena dipercayai oleh
masyarakat bali saat meninggal dunia akan bertemu dengan leluhur nya di surga.Upacara
ini dianggap sakral dan diwajibkan bagi anak anak yang mulai beranjak dewasa, terutama
bagi anak perempuan yang telah datang bulan atau mensturasi, sedangkan bagi anak laki
laki telah memasuki masa akil baliq atau suaranya telah berubah, upacara ini dapat
diperjelas dimana anak sudah memasuki kehidupan yang lebih dewasa lagi. Dapat
disimpulkan bahwa kebudayaan masyarakat Bali ini kurang menguntungkan bagi
kesehatan. Sehingga perlu dilakukan negosiasi untuk beradaptasi
terhadap budaya yang lebih menguntungkan kesehatan.
Berdasarkan kasus yang terjadi pada masyarakat Bali, maka
dalam melakukan asuhan keperawatan dapat digunakan strategi yang
tepat yaitu mengakomodasi/negosiasi budaya masyarakat Bali.
Intervensi dan implementasi asuhan keperawatan dengan strategi ini
dilakukan untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya
tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan.
Adapun strategi negosiasi ini dapat dilakukan dengan cara
mengurangi kekuatan dalam mengikir giginya agar enamel gigi tidak
hilang seluruhnya. Hal ini dilakukan untuk menjaga struktur gigi agar
kekuatan gigi tetap terjaga. Selain itu, dengan mengurangi kekuatan
mengikir gigi, masyarakat Bali tetap dapat menjalankan tradisi budaya
metatah dan menjaga kesehatan giginya. Alternatif yang bisa
dilakukan untuk masalah ini adalah juga dapat dilakukan dengan
memeberikan informasi kepada masyarakat bahwa untuk melakukan
budaya kikir gigi lebih baik dilakukan oleh tenaga kesehatan yaitu
dokter gigi. Karena kebudayaan kikir gigi ini dilakukan oleh pemuka
adat yang tidak memiliki latar belakang pengetahuan kesehatan.
sehingga dengan menggunakan alternatif dokter gigi yang melakukan
dapat lebih bisa dipercaya untuk melakukan budaya mengkikir gigi ini..
Dalam mengakomodasi/ negosiasi kebudayaan masyarakat Bali ini
dapat dilakukan dengan langkah awal yakni menggunakan bahasa
yang mudah dipahami oleh masyarakat dalam penyampaian informasi
kesehatan.Selanjutnya dapat melibatkan keluarga atau komunitas
dalam perencanaan keperawatan, dan jika masalah tidak
terselesaikan, maka dapat dilakukan negosiasi dimana kesepakatan
berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik.
3. Konsep Sehat Sakit Menuut Masyarakat Bali
Pada masyarakat Bali, manusia disebut sehat, apabila semua sistem dan unsur
pembentuk tubuh (panca  maha bhuta) yang berhubungan dengan aksara panca brahma
(Sang, Bang, Tang, Ang, Ing) serta cairan tubuhnya berada dalam keadaan seimbang dan
dapat berfungsi dengan baik. Sistem tubuh dikendalikan oleh suatu cairan humoral.
Cairan humoral ini terdiri dari tiga unsur yang disebut dengan tri dosha yaitu :
Vatta : unsur udara,
Pitta : unsur api,
Kapha : unsur air.
Tiga unsur cairan tri dosha (Unsur udara, unsur api, dan unsur air) dalam pratek
pengobatan oleh balian dan menurut agama Hindu di Bali (Siwasidhanta), Ida Sang
Hyang Widhi atau Bhatara  Siwa (Tuhan) yang menciptakan semua yang ada di jagad
raya ini. Beliau pula yang mengadakan penyakit  dan obat.
Sesuai dengan yang tertera dalam lontar (Usada Ola Sari, Usada Separa, Usada
Sari, Usada Cemeng Sari) Disebutkan siapa yang membuat penyakit dan siapa yang
dapat menyembuhkannya.
Secara umum penyakit ada tiga jenis, yakni penyakit  panes (panas), nyem
(dingin), dan sebaa (panas-dingin). Demikian pula tentang obatnya. Ada obat yang
berkasihat anget (hangat), tis (sejuk), dan dumelada (sedang). Untuk melaksanakan
semua aktifitas ini adalah Brahma, Wisnu, dan Iswara. Disebut juga dengan Sang Hyang
Tri Purusa atau Tri Murti atau Tri Sakti wujud Beliau adalah api, air dan udara.
Penyakit panes dan obat yang berkasihat anget, menjadi wewenang Bhatara Brahma.
Bhatara Wisnu bertugas untuk mengadakan penyakit nyem dan obat yang berkasihat tis.
Bhatara Iswara mengadakan penyaki sebaa dan obat yang berkasihat dumelada.
Penyakit seperti kita ketahui, tidaklah hanya merupakan gejala biologi saja,tetapi
memiliki dimensi yang lain yakni sosial  budaya. Menyembuhkan suatu penyakit tidaklah
cukup hanya ditangani masalah biologinya saja, tetapi harus digarap masalah sosial
budayanya. Masyarakat pada umumnya mencari pertolongan pengobatan bukanlah
karena penyakit yang patogen, tetapi kebanyakan akibat adanya kelainan fungsi dari
tubuhnya. Masyarakat di Bali masih percaya bahwa pengobatan dengan usada banyak
maanfaatnya untuk menyembuhkan orang sakit. Walaupun telah banyak ada Puskesmas
tersebar merata di setiap kecamatan,tetap berobat ke pengobat tradisional Bali (balian)
masih merupakan pilihan yang tidak dapat dikesampingkan begitu saja baik bagi orang
desa maupun orang kota.

4. Masalah Keperawatan Pada Suku Bali


a. Upacara Potong Gigi di Bali
Tradisi Upacara adat potong gigi mengandung arti pembersihan sifat buruk
yang ada pada diri manusia. atau biasa nya orang bali menyebutnya dengan sebutan
metatah atau mesanggih, yang memiliki maksud 6 buah gigi taring yang ada di
deretan gigi bagian atas dikikir atau diratakan, metatah merupakan salah satu upacara
keaagamaan yang wajib dilakukan oleh masyarakat Hindu di Bali baik laki-laki
maupun perempuan secara turun temurun, adat istiadat dan kebudayaan ini masih
terus dilakukan karena dipercayai oleh masyarakat bali saat meninggal dunia akan
bertemu dengan leluhur nya di surga.
Upacara ini dianggap sakral dan diwajibkan bagi anak anak yang mulai
beranjak dewasa, terutama bagi anak perempuan yang telah datang bulan atau
mensturasi, sedangkan bagi anak laki laki telah memasuki masa akil baliq atau
suaranya telah berubah, upacara ini dapat diperjelas dimana anak sudah memasuki
kehidupan yang lebih dewasa lagi.
Adapun 6 sifat buruk dalam diri manusia atau disebut juga sad ripu yang
harus dibersihkan tersebut adalah:
1) Hawa nafsu
2) Rakus atau serakah
3) Kemarahan
4) Mabuk membutakan pikiran
5) Perasaan bingung
6) Iri hati atau dengki
Sifat-sifat buruk yang ada tersebut, bila tidak dikendalikan dapat
mengakibatkan  hal hal  yang tidak diinginkan, kemudian merugikan dan
membahayakan bagi anak-anak yang akan beranjak dewasa kelak dikemudian hari.
Oleh karena itu kewajiban bagi setiap orang tua untuk dapat memberi nasehat,
bimbingan serta permohonan doa. Agar anak mereka terhindar dari 6 pengaruh sifat
buruk yang sudah ada sejak manusia di lahirkan di dunia.
b. Pengaruh Potong Gigi Terhadap Kesehatan Gigi
Pemotongan gigi, atau sering disebut dengan pangur atau kikir, bisa
menyebabkan lapisan enamel ini terbuang dan lapisan di bawahnya terlihat.Padahal
lapisan di bawah enamel, yaitu dentin, tidaklah sekeras enamel, dan terdiri dari pori-
pori yang terdapat banyak ujung syaraf di dalamnya.Dampak negatif yang mungkin
ditimbulkan adalah:
Gigi menjadi lebih sensitif karena di dalam dentin terdapat banyak ujung
syaraf yang sensitif terhadap pencetus rasa nyeri (misalnya: makanan yang terlalu
panas atau terlalu dingin)
Gigi menjadi lebih mudah keropos karena dentin lebih rapuh dibanding
enamel jika terkena asam yang ditimbulkan oleh proses pembusukan sisa-sisa
makanan

B. Tinjauan Sosial Budaya Suku Bali


1. Alam Pikiran

Dalam masyarakat Bali, konsepsi alam pikiran ini dianggap relevan dalam tata
nilai dan pelaksanaan upacara tradisional daur hidup. Sampai saat ini upacara ini masih
terus dilestarikan oleh masyarakat Bali. Masyarakat Bali memang selalu memegang
teguh tradisi mereka.

Beberapa konsepsi masyarakat Bali yang terdapat dalam buku Upacara


Tradisional Upacara Kematian Daerah Bali (1985:40-42), yaitu :

a. Konsepsi Kosmologi

Menurut ajaran Hindu kosmologi dibedakan menjadi dua, yaitu mikrokosmos dan
makrokosmos. Keduanya adalah alam semesta dan alam tubuh makhluk memiliki
sifat yang bersamaan, dan selalu eksistensinya dipelihara dalam hubungan yang
harmonis.
b. Konsepsi Rwa Bhineda

Konsepsi ini berdasarkan sistem klasifikasi yang bersifat dualistis. Fenomena yang
sesuai dengan klasifikasi dualistik ini yaitu : siang berlawanan dengan malam,
gunung dengan laut, kebaikan dengan kejahatan, sehat dengan sakit, hulu dengan hilir
dan lain-lain. Konsepsi ini manifest dalam sistem penataan dan pelaksanaan upacara
tradisional.

c. Konsepsi Tri Hita Karana

Tri Hita Karana artinya Tiga keharmonisan yang menyebabkan adanya kehidupan
yaitu hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, hubungan yang
harmonis antara manusia dengan manusia dan hubungan yang harmonis antara
manusia dengan alam. Ketiga komponen ini selalu terpelihara keseimbangan dan
keselarasan antara mikromos dan makromosnya.

d. Konsepsi Religius - Magis

Sebelum manusia mengenal religi, mereka telah mengembangkan kepercayaan yang


bersifat magis. Dalam kehidupan masyarakat, religius magis terkait sangat erat satu
sama lain. Seperti yang dikatakan oleh ahli ilmu antropologi Frazer, bahwa magis
berevaluasi ke arah religi.
e. Konsepsi Kepiutangan (berhutang budi)
Dalam pemikiran masyarakat Bali, hubungan orang tua dengan anak dilatarbelakangi
oleh pandangan, bahwa yang satu merasa berhutang budi terhadap yang lain. Alam
pikiran seperti ini sangat dalam melestarikan upacara daur hidup di kalangan
masyarakat Bali. Misalnya adalah sebuah kewajiban orang tua (bapak dan ibu) untuk
melaksanakan upacara potong gigi bagi anak-anak mereka.

Semua konsepsi-konsepsi ini selalu berkesinambungan mulai dari hubungan


manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan lingkungan sekitar serta hubungan
manusia dengan alam. Konsepsi ini masih terpelihara sampai saat ini. Upacara-upacara
daur hidup yang dilaksanakan masyarakat Bali didasari oleh konsepsikonsepsi tersebut.

2. Sistem Kekerabatan
Dalam buku Pengaruh Migrasi Penduduk Terhadap Perkembangan Kebudayaan
Daerah Propinsi Bali (1978:40-41), sistem kekerabatan di Bali memiliki fungsi-fungsi
tertentu yang meliputi aspek-aspek kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan religi baik
dalam segi kehidupan tradisional maupun segi kehidupan modern. Kelompok
kekerabatan di Bali ini bermacam-macam, antara lain : keluarga inti, keluarga luas, clan
kecil dan clan besar. Keluarga inti ini memiliki fungsi selain merupakan kesatuan tempat
adanya hubungan yang mesra dan intim juga merupakan kesatuan ekonomi yang
mewujudkan suatu kesatuan rumah tangga, kesatuan dalam pengasuhan, dan pendidikan
anak.
Upacara daur hidup adalah serentetan upacara sebagai tingkah laku yang berpola
tata kelakuan dan kepercayaan masyarakat yang berkaitan dengan daur hidup tersebut.
Menurut masyarakat Bali yang menganut agama Hindu,upacara daur hidup tergolong
sebagai upacara manusa yadnya (selama seseorang masih hidup) dan upacara pitra
yadnya (setelah seseorang meninggal). Jenis-jenis upacara daur hidup ini misalnya :
upacara saat kelahiran, upacara potong rambut pertama, upacara mengantar anak menjadi
dewasa, upacara potong gigi, upacara perkawinan, upacara kematian (ngaben).
Upacara daur hidup ini dilakukan sejak seseorang lahir, hingga tumbuh menjadi
dewasa kemudian meninggal. Masyarakat Bali masih mempertahankan tradisi ini sampai
sekarang karna masyarakat Bali beranggapan bahwa melaksanakan upacara ini
merupakan kewajiban untuk hubungan kekerabatan, terutama hubungan antara ayah
dengan anak.

3. Sistem Religi dan Kepercayaan


Menurut buku Upacara Tradisional Upacara Kematian Daerah Bali (1985:3940),
Kepercayaan yang ada di masyarakat Bali dibedakan atas : kepercayaan yang berasal dari
zaman pra Hindu dan kepercayaan yang berasal dari zaman Hindu. Kepercayaan dari
jaman pra Hindu adalah kepercayaan animisme dan dinamisme. Sedangkan kepercayaan
dai zaman Hindu adalah kepercayaan panca cradha yang mencakup : percaya adanya
Tuhan, percaya akan konsepsi atma (roh abadi), percaya tentang punarbhawa (kelahiran
kembali), percaya terhadap hukum karmapala (buah dari seriap perbuatan), dan percaya
adanya moksa (kebebasan jiwa).
Sedangkan dalam buku Pengaruh Migrasi Penduduk Terhadap Perkembangan
Kebudayaan Daerah Propinsi Bali (1978:46-47), masyarakat Bali juga melaksanakan
upacara-upacara keagamaan yang disebut dengan panca wadnya yaitu : Manusa yadnya,
Pitra yadnya, Dewa yadnya, Resi yadnya, dan Bhuta yadnya. Kepercayaan dan sistem
religi masyarakat Bali selalu bersumber dari agama Hindu yang mereka anut. Masyarakat
Bali juga sangat menjaga dan melaksanakan kepercayaan yang berasal dari Hindu.
Sampai saat ini kepercayaan panca cradha dan upacara panca wadnya masih tetap
dilaksanakan di Bali.

BAB III
PROSES ASUHAN KEPERAWATAN TRANSCULTURAL NURSING PADA SUKU
BALI

A. Gambaran Kasus
Tn.A berumur 40 tahun,berlatar belakang pendidikan tamat Sekolah Dasar.Tn.A
adalah
asli Suku Bali.Bali dalah salah satu kota maju di indonesia yang sangat kental akan
budayanya mulai dari upacara adat,sesajen bahkan pohonpuun menjadi keramat.Tn.A bekerja
sebagai ojek di bali,alasan Tn.A menjadi ojek dibali karena di sana banyak bule yang tidak
membawa sepeda motor dan tidak tahu arah,Dan yang kedua dalah Tn.A tidak mempunyai
latar belakang pendidikan yang tinggi.Tn.A mempunyai istri yang bernama Ny.B,istri Tn.A
ini bekerja sebagai berjualan kue di Desa A.Mereka berdua dikaruniai 2 anak yaitu bernama
An.C dan An.D mereka semua tinggal 1 rumah dan hidup berkecukupan.

Di Bali mempunyai kepercayaan dan budaya kental tentang balian.Jadi di bali


masih tidak percaya dengan adanya dokter modern dan perawat yang mereka percayai
adalah ketika mereka terkena penyakit dikarenakan mereka sedang diserang oleh orang lain
oleh kekuatan yang dari jarak jauh seperti santet.Jadi mereka masih belum peracaya adanya
penyakit yang menyerang mereka.Balian sendiri adalah dokter tradisional bali yang bisa
menyembuhkan penyakit apapun dengan menyalurkan energi.Balian ada 2 yaitu
menyembuhkan dan memeberi petaka bagi orang lain. Kaitannya denga patah tulang di bali
disebut balian lung(patah tulang).

Suatu ketika pagi-pagi buta di rumah Tn.A,rumah Tn.A mengalami bocor di atap
rumahnya.Istri Tn.A yaitu Ny. B meminta tolong untuk di perbaiki supaya kalau waktu
nanti hujan supaya nanti tidak bocor dan waktu malam hujan suapaya anak-anak tidak
ketetesan air dan tidurnya nyenyak.Tn.A segera mengambil tangga dan menaki tangga
tersebut sampai atap rumah.Sampai atap rumah Tn.A memperbaiki atap yang bocor.Setelah
diperbaiki Tn.A berniat mengecek apakah ada yang bocor lagi.Tapi waktu mengecek tiba-
tiba Tn.A terpleset dan jatuh kebawah lalu berteriak minta tolong.Jatuhnya Tn.A pada
posisi yang salah,kaki dari Tn.A ini mati rasa dan tidak bisa digerakkan.Ny.B dan kedua
anaknya itu menolong Tn.A dan membanya ke kamar untuk ditidurkan terlebih
dahulu.Kaki Tn.A bengkak dan berwarna biru.Ny.B beranggapan bahwa ini di serang oleh
orang lain dengan kekuatan.Akhirnya Ny.B dan kedua anaknya memutuskan Tn.A dibawah
ke rumah orang balian.Disana orang balian tersebut memegang kedua tangan Tn.A dan
membaca mantera.Setelah sekitar 15 menit setelah di bacakan mantera,orang balian ini
bilang bahwa Tn.A ini diserang oleh orang yang jauh dan orang balian ini bilang bahwa
saya sudah hilangkan kekuatannya dan nanti untuk menunggu kesembuhan dari Tn.A tetapi
kaki Tn.A tidak boleh dikasih apa-apa karena dapat meghilangkan kekuatan orang balian
tersebut.Setelah beberapa hari kaki Tn.A tambah bengkak dan saat digerakkan sakit,dan
warna kaki Tn.a sangat biru dan memar.

Akhirnya Ny.B memutuskan untuk membawanya ke puskesmas di


desanya.Setelah diperiksa oleh perawat 1,perawat mendiagnosis bahwa pasien mengalami
patah tulang atau fracture,akhirnya perawat memutuskan untuk segera di operasi di rumah
sakit di kota.Akhirnya Ny.B menyetujui saran dari perawat tersebut.Setelah dioperasi
akhirnya Tn.A boleh pulang dan beristirahat.Akhirnya Perawat 1 mengajak perawat 2
untuk ke rumah Ny.B untuk meberi edukasi tentang penyakit dan patah tulang.Perawat 1
dan 2 memebri edukasi tetang penangan patah tulang saat kejadian maupun sesudah
kejadian.Perawat memberikan edukasi agar cepat Tn.A agar cepat sembuh.Perawat
menyarankan agar Tn.A diberi terapi panas,seperti di kompres dan di balut handuk
panas.Tetapi Ny.B tidak selalu mengguanakn terapi tersebut karena Ny.B takut nanti Tn.A
diserang lagi.

B. Pengkajian
1. Faktor Teknologi
Karena Tn.A tidak kunjung sembuh dan kakinya tambah bengkak
,akhirnya Ny.B memutuskan untuk membawanya ke puskesmas terdekat.Walauin
puskesmas tersebut tidak memiliki alat untuk operasi dan menyarankan untuk pergi ke
rumah sakit.
2. Faktor Agama dan Filosofi
Faktor agama dan filosofi ini dapat dikaji mulai Ny.B membawa Tn.A ke orang
balin lung atau balian spesialis patah tulang.Orang balian menjeaskan bahwa Tn.A
diserang oleh orang jauh dengan kekuatan gaibnya.Dan setelah itu di beri mantera,setelah
diberi mantera.
3. Faktor Kekeluargaan dan Sosial
Nama: Tn.A
Umur: 40
Jenis kelamin: laki-laki
Status: Dewasa
Tipe keluarga: keluarga inti, di mana keluarga tinggal dalam satu rumah yang terdiri dari
suami, istri, dan dua anak
Pengambil keputusan:Ny.B, sebagai istri Tn.A

Tn.A Ny.D
KET :
= satu rumah

= Laki-

= Perempuan

An.C An.F

Kebiasaan : Jika salah satu keluarga terkena penyakit akan dibawa orang balian dan
empercayai bahawa yang terkena penyakit diserang oleh orang sengan kekuatan gaib

4. Nilai-nilai Budaya, Kepercayaan, dan Gaya Hidup


Faktor ini dapat dikaji berdasarkan nilai budaya dan kepercayaan yang diyakini
oleh keluarga Tn. A tersebut. Nilai budaya dan kepercayaan yang dianut oleh keluarga
tersebut terlihat sangat kental dilihat dari kepercayaan dimana saat Tn A jatuh dari atap
rumah dan mengalami patah tulang Ny.B beranggapan bahwa Tn.A ini diserang oleh
orang lain dengan kekuatan gaib. Hal ini tidak sesuai dengan konsep kesehatan, karena
menurut Zaidin Ali (1998) definisi sakit adalah keadaan yang mengganggu keseimbangan
status kesehatan biologis (jasmani), psikologis (mental), sosial dan spiritual yang
mengakibatkan gangguan fungsi tubuh, produktifitas dan kemandirian individu baik
secara keseluruhan maupun sebagian.
5. Faktor Kebijakan dan Peraturan
Faktor ini dapat dikaji berdasarkan peraturan yang berlaku dalam lingkungan
masyarakat sekitar. Setelah ke orang balian Keluarga Tn. A sangat mematuhi aturan
terkait adat yang berlaku di Bali yaitu terkait setelah dilakukan pengobatan tidak boleh di
kasih apapun karena dapat menghilangkan kekuatannya,.
6. Faktor Ekonomi
Faktor ini dapat dikaji berdasarkan ekonomi keluarga Tn.A yang tergolong cukup
dikarenakan Tn. A bekerja sebagai tukang ojek sedangkan Ny. B bekerja sebagai penjual
kue di desanya . Faktor ini juga tidak terlalu berpengaruh terhadap perilaku
ketidakpatuhan dalam pengobatan.
7. Faktor Pendidikan
Faktor ini dapat dikaji berdasarkan tingkat pendidikan dari keluarga Tn.A dan Ny.
D. Merka hidup di Bali dengan kentalnya budaya disana.Di Bali ada orang yang
mempunyai kekuatan dan bisa menyembuhkan penyakit disebut orang balian.Mereka
percaya bahwa orang balian ini memiliki kekuatan gaib dan semua perkataanya
dipercayai oleh masyarakat di sana bahwa semua perkataanya benar. Hal ini sangat
mempengaruhi perilaku ketidakpatuhan dalam pengobatan keluarga Tn.A terkait
kesehatan yang berhubungan dengan adat yang dimiliki oleh keluarga TN. A.

C. Diagnosa Keperawatan
Ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini
atau tradisi yang dianut.

D. Rencana Keperawatan

1. Mempertahankan Budaya

NO Diagnosa Keperawatan Intervensi


1. Ketidakpatuhan dalam Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 5
pengobatan berhubungan kali jam kunjungan, klien menunjukkan kepatuhan
dengan sistem nilai yang terkait dengan pengobatan. Dengan kriteria hasil :
diyakini atau tradisi yang 1. Informasi saat ini bergantung pada tenaga
dianut. kesehatan
2. Menerima diagnosis promosi kesehatan
3. Memodifikasi aturan atau regimen yang
diarahkan oleh tenaga kesehatan
Mempertahankan Budaya :
1. Beri informasi yang tepat mengenai kebutuhan
nutrisi bagi ibu hamil pada awal kehamilan.
Seperti makanan yang baik untuk dikonsumsi dan
pentingnya minum vitamin dan susu.
2. Kaji pemahaman klien mengenai alasan
ketidakpatuhan dalam pengobatan.
3. Tentukan perbedaan persepsi klien dan perawat
terkait dengan masalah kesehatan yang di derita
klien.
4. Kembangkan diskusi terbuka terkait dengan
persamaan dan perbedaan budaya.
5. Diskusikan perbedaan dengan terbuka dan
klarifikasi konfliknya.

2. Negosiasi Budaya

NO Diagnosa Keperawatan Intervensi


1. Ketidakpatuhan dalam Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 5
pengobatan berhubungan kali jam kunjungan, klien menunjukkan kepatuhan
dengan sistem nilai yang terkait dengan pengobatan. Dengan kriteria hasil :
diyakini atau tradisi yang 1. Informasi saat ini bergantung pada tenaga
dianut. kesehatan
2. Menerima diagnosis promosi kesehatan
3. Memodifikasi aturan atau regimen yang
diarahkan oleh tenaga kesehatan Negosiasi
Budaya :
1. Lakukan negosiasi dan kompromi ketidakpatuhan
yang dapat diterima sesuai dengan ilmu medis,
keyakinan pasien dan standart etik.
2. Berikan waktu untuk proses informasi dan
mengambil keputusan.
3. Relax dan jangan tergesa-gesa saat interaksi
dengan pasien.

3. Restrukturisasi Budaya

NO Diagnosa Keperawatan Intervensi


1. Ketidakpatuhan dalam Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 5
pengobatan berhubungan kali jam kunjungan, klien menunjukkan kepatuhan
dengan sistem nilai yang terkait dengan pengobatan. Dengan kriteria hasil :
diyakini atau tradisi yang 4. Informasi saat ini bergantung pada tenaga
dianut. kesehatan
5. Menerima diagnosis promosi kesehatan
6. Memodifikasi aturan atau regimen yang
diarahkan oleh tenaga kesehatan
Restrukturasi Budaya :
1. Libatkan keluarga untuk membantu ketaatan dari
rencana yang telah dibuat.
2. Fasilitasi interaksi antara budaya
3. Sediakan informasi ke pada pasien mengenai
perawatan kesehatan.
4. Rubah asupan pola makan klien sesuai dengan
kebutuhan gizi ibu hamil.

D. Implementasi Keperawatan
1. Mempertahankan Budaya

NO Diagnosa Keperawatan Implementasi


1. Ketidakpatuhan dalam Mempertahankan Budaya :
pengobatan berhubungan 1. Memberi informasi yang tepat mengenai
dengan sistem nilai yang kebutuhan nutrisi bagi ibu hamil pada awal
diyakini atau tradisi yang kehamilan. Seperti makanan yang baik untuk
dianut. dikonsumsi dan pentingnya minum vitamin dan
susu.
2. Mengkaji ketidakpatuhan dengan menggali
informasi pasien, diketahui pasien meiliki
keyakinan tentang makanan pantangan saat
kehamilan
3. Menentukan perbedaan persepsi pasien dengan
perawat, bahwa persepsi pasien mengkonsumsi
makanan pantangan yang sesuai tradisi dapat
mempersulit persalinan
4. Melakukan diskusi terbuka dengan cara timbak-
balik atau komunikasi 2 arah, sehinnga pasien
memberikan informasi yang sebanyak-
banyaknya
5. Mendiskusikan perbedaan persepsi pasien ,
pasien menyadari dan mengklarifikasi
masalahnya

2. Negosiasi Budaya
NO Diagnosa Keperawatan Implementasi
1. Ketidakpatuhan dalam Negosiasi Budaya :
pengobatan berhubungan 1. Melakukan negosiasi dan kompromi
dengan sistem nilai yang ketidakpatuhan yang dapat diterima sesuai
diyakini atau tradisi yang dengan ilmu medis, pasien menginginkan
dianut. perubahan.
2. Memberikan waktu mengambil keputusan
dengan memberikan pasien kesempatan untuk
mengetahui atau menanyakan ketidaktahuannya.
3. Melakukan dengan santai sehingga pasien
merasa tenang dan siap melakukan perubahan.

3. Restrukturisasi Budaya

NO Diagnosa Keperawatan Implementasi


1. Ketidakpatuhan dalam Restrukturasi Budaya :
pengobatan berhubungan 1. Melibatkan keluarga dengan mengikutsertakan
dengan sistem nilai yang keluarga dalam proses perencanaan, pasien
diyakini atau tradisi yang merasa tidak ada hambatan dalam melakukan
dianut. perubahan.
2. Memfasilitasi interaksi antar budaya dengan
memberikan berbagai informasi, pasien merasa
memiliki wawasan yang luas.
3. Menyediakan informasi perawatan kesehatan,
pasien mampu melakukan perubahan secara
mandiri.
4. Rubah asupan pola makan klien sesuai dengan
kebutuhan gizi ibu hamil.

4. Evaluasi

N Diagnosa Evaluasi
o
1. Ketidak patuhan dalam S : pasien mengatakan ingin melakukan
perubahan
pengobatan berhubungan
O : pasien terlihat melakukan pengobatan ,
dengan sistem nilai yang dengan merubah pola asupan nutrisi.
diyakini atau tradisi yang A : masalah ketidakpatuhan dalam
pengobatan teratasi
dianut.
P : hentikan intervensi

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Dalam masyarakat Bali mengenal bidang penyembuhan sebagai Usadha Bali, dimana
Balian sebagai dokternya. Usadha merupakan semua tata cara untuk penyembuhan
penyakit, cara pengobatan, pencegahan, memeperkirakan jenis penyakit dan diagnosa,
perjalanan penyakit dan pemulihannya. Balian usadha adalah seseorang yang sadar
belajar tentang ilmu pengobatan, baik melalui guru waktra, belajar pada balian, maupun
belajar sendiri melalui lontar usadha. Balian ini tidak terbatas pada pengobatan dengan
ramuan obat, tetapi termasuk balian lung (patah tulang), uut, manak (melahirkan) dan
sebagainya. Seperti halnya sorang dokter dalam dunia medis, saat tamat pendidikan
dokter harus disumpah. Balian akan melakukan pemeriksaan dengan wawancara,
pemeriksaan fisik seperti melihat aura tubuh, sinar mata, menggunakan kekuatan dasa
aksara, chakre, kanda pat dan tenung. Alat pemeriksaan balian ini disebut pica yang
merupakan benda betuah. Sistem pengobatan/penatalaksanaan suatu penyakit dalam
usadha terdiri atas berbagai pendekatan, meliputi pengobatan tradisional (tamba) seperti
loloh, boreh dan minyak/lengis yang didasarkan atas lontar taru pramana; penggunaan
banten-bantenan yang disesuaikan dengan tenung dan lontar; dan penggunaan rerajahan
aksara suci.
2. Tinjauan social budaya pada Suku Bali:
Dalam masyarakat Bali, konsepsi alam pikiran ini dianggap relevan dalam tata nilai dan
pelaksanaan upacara tradisional daur hidup. Sampai saat ini upacara ini masih terus
dilestarikan oleh masyarakat Bali. Beberapa konspesi masyarakat Bali yang terdapat
dalam buku Upacara Tradisional Upacara Kematian Daerah Bali, yaitu: Konsep
Kosmologi; Konsepsi Rwa Bhineda; Konsepsi Tri Hita Karana; Konsepsi Religious-
Magis; Konsepsi kepiutangan (berhutang budi); Sistem Kekerabatan; Sistem Religi dan
Kepercayaan.
3. Perawat dalam menjalankan tugasnya sering menghadapi klien yang menghadapi situasi
ini penting bagi perawat untuk memahami bahwa klien memiliki pendangan dan
interpretasi mengenai penyakit dan kesehatan yang berbeda.Pandangan tersebut
didasarkan pada keyakinan sosial-budaya klien. Perawat dalam melakukan pengkajian
terhadap kebudayaan klien dimulai dari menentukan warisan kultural budaya klien, latar
belakang organisasi sosial, dan keterampilan bahasa serta menayakan penyebab penyakit
atau masalah untuk mengetahui klien mendapatkan pengobatan rakyat secaratradisional
baik secara ilmiah maupun mesogisoreligus atau kata ramah, suci untuk mencegah dan
mengatasi penyakit. Dalam melaksanakan pengkajian budaya seorang perawt menjalin
hubungan dengan klien dan memiliki keterampilam dalam berkomuknikasi.Pengkajian
budaya yang komprehensif membutuhkan keterampilan, waktu hingga persiapan dan
antisipasi sangat diperlukan

B. Saran
Hendaknya perawat memiliki cukup pengetahuan dan skill tentang latar belakang
social budaya dari suku-suku di Indonesia yang ingin di bina agar dapat bersosialisasi dan
membantu memahami dan mengambil tindakan yang dapat mengubah kebiasan-kebiasan
yang kurang baik di suku tersebut untuk meningkatkan kualitas kesehatan suku tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Andi Suari, Pitri Rahayu, Yuli Umardewi, Irma Riyanti. 2017. Implementasi Sosial Budaya
Dalam Asuhan Keperawatan.
https://www.academia.edu/12789934/IMPLEMENTASI_SOSIO_BUDAYA_DALAM_
ASUHAN_KEPERAWATAN. Diakses pada hari Senin, 24 Februari 2020

Andoko Sutyo Cahyono. 2014. Trankultural Budaya Bali.


https://www.scribd.com/document/403433410/257847105-Transkultural-docx. Diakses
pada hari Senin, 24 Februari 2020

Suha Saqiva F. 2019. Makalah Kebudayaan Bali.


https://www.academia.edu/39064329/Makalah_Kebudayaan_Bali. Diakses pada hari
Senin, 24 Februari 2020

UPI. 2016. Sosial Budaya Bali. http://repository.upi.edu/7673/2/d_ips_0707205_chapter1.pdf.


Diakses pada hari Senin, 24 Februari 2020

Anda mungkin juga menyukai