Anda di halaman 1dari 115

PATOFISIOLOGI, GAMBARAN

KLINIS DAN
PENATALAKSANAAN INFEKSI
HIV PADA DEWASA
NELDA APRILIA SALIM
DIVISI PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
BAGIAN PENYAKIT DALAM FK UNSRI/RSMH PALEMBANG
2018
SUMBER BACAAN:
• Buku ajar ilmu penyakit dalam, 2014
• Peraturan menteri kesehatan RI no 87 tahun
2014 tentang pedoman pengobatan
antiretroviral
SKDI 2012
• HIV AIDS tanpa komplikasi: 4A
• AIDS dengan komplikasi: 3A
Klasifikasi HIV
 HIV termasuk dalam family retrovirus genus
lentivirus
 Retrovirus mempunyai ciri ciri
 Dikelilingi oleh membran lipid
 Mengandung 2 copy RNA
 Mempunyai variable genetik yg banyak
 Menyerang semua vertebra
 Mempunyai kemampuan replikasi unik
Klasifikasi HIV (lanjutan)
 Lentivirus mempunyai ciri
 Menyebabkan kronik infeksi
 Kemampuan replikasi yg persistent
 Menyerang CNS
 Long period clinical latent
Struktur HIV
 Envelop
 gp 120
 gp41
 Enzym
 Reverse transcriptase
 Integrase
 Protease

 Inti
 P17 (matrix)
 P24 (kapsid)
 P7/P9 (nucleocapsid)
Siklus Replikasi HIV
Ada 5 fase dalam replikasi virus HIV yaitu

 Binding and entry


 Reverse transcription
 Replication
 Budding
 maturation
Replikasi Virus dan Evolusi

 Produksi virus dan turnover


 1 - 10 billion / hari
 Reverse Transcriptase – salah copy
 +/- 1 mutasi (0.3-5) utk setiap viral genome
transcribed
 Mutasi
 Recombinasi
Konsekwensi Mutasi/Rekombinasi
 Immune Evade (menghindari kekebalan)– thd
antibodi dan Cytotoxic T cell
 Pembuatan vaksin – sulit
 Resistensi
HIV/AIDS - Transmisi
SEXUAL Ibu ke Anak Darah

•Tranfusi
•Heterosexual •Selama darah
•Homosexual kehamilan
•Sharing
•Persalinan needles
•menyusui •Needle stick
injuries
Target Sel dan Jaringan
Sasaran Mayor, In Vivo :
Limfosit T CD4+
Monosit/makrofag
Sasaran Minor, In Vivo :
Sel-sel Langerhan, prekursor
monosit CD34+, timosit triple
negatif (CD3/CD4/CD8), sel-sel
dendrit yang beredar
Sel reseptor utk HIV
 CD4 merupakan reseptor HIV
 Dikenali oleh HIV melalui gp120
 Berfungsi untuk mengikat tetapi
tidak cukup untuk masuk dalm sel
 Membutuhkan chemokine
reseptor CXCR4 atau CCR5 untuk
entry
HIV masuk kedalam tubuh pada awal
infeksi
 Dlm 24 jam post
exposure,virus masuk
atau ditangkap oleh
dendritic cells di
mukosa membran/kulit

 Terjadi dalam 2 hari


pertama infeksi
 Infeksi menjalar ke seluruh
jaringan dalam 3 hari
 Infeksi menyebar ke
macrofag jaringan
mengaktifkan CD4 sel dalam
lymph node
 Masuk dalam peredaran
darah
 Masuk kedalam organ
Perjalanan Alamiah Infeksi HIV dan
Komplikasi Umum
Acute Retroviral Syndrome
(‘seroconversion illness’) Symptoms

Fever 96% Headache 32%


Adenopathy 74% Nausea & vomiting 27%
Pharyngitis 70% Hepatosplenomegaly 14%
Rash 70% Weight loss 13%
Oral (phx) candidiasis
Myalgia 54%
12%
Neurological symptoms 12
Diarrhoea 32%
%
Diagnosis primary HIV infection

TEST Window period

RNA PCR 11 hari

DNA PCR 16 hari

p24Ag 16 hari

3rd generation ELISA 23 hari


CD4+ Count
 Marker utama utk progresivitas HIV (in
conjunction with CD4+ %)
 ‘Normal’ range = 500 - 1100/mm3 (lab variable)
 Penggunaan
 U memonitor respons thd pengobatan ARV
 Menandakan risiko IO dan perlunya profilaksis
IO
 Menilai prognosis
 Rata2 kehilangan = 50-100/mm3/ thn tanpa
pengobatan
Pola Progresi Penyakit
Typical Progressors 7-10 tahun
90 %

Rapid Progressors <3 tahun


Infeksi
HIV <5 %
Long-term
Non-progressors >10-15 th
<10%
Normal, CD4 stabil

HIV-NAT
Faktor2 yg mempengaruhi Viral Load dan Riwayat Alami

Faktor2 Virus HIV Faktor2 Respons Pejamu


Tropism sel Respons Imun Humoral
CTL, CD8 cells(CAFs)
SI/NSI
-Kemokin: RANTES, MIP-1 
Slow/Rapid Grower
Resistensi Obat Mutasi CCR-5, CCR2, SDF-1

+ + -
aktivasi
Imun Viral Load HIV
- Terapi Antiretroviral

RNA-HIV>10 5 RNA-HIV 500-105 RNA-HIV <500

Progressor Progressor Non-Progressor


CEPAT SEDANG Jangka Panjang
<3 Thn 3-10 Thn >10 Thn

HIV-NAT
Pendekatan untuk tes HIV
1. Konseling dan tes HIV sukarela (KTS-VCT =
voluntary counseling & testing)
2. Tes HIV dan konseling atas inisiatif petugas
kesehatan (KTIP-PITC = Provider-initiated
testing and counseling)
Tes HIV harus ditawarkan rutin kepada:
• Populasi kunci (pekerja seks, penasun, LSL, waria) dan
diulang minimal setiap 6 bulan sekali
• Pasangan ODHA
• Ibu hamil di wilayah epidemi meluas dan epidemi
terkonsentrasi
• Semua rang yang berkunjung ke fasyankes di daerah
epidemi HIV meluas
• Pasien IMS
• Pasien hepatitis
• Warga binaan pemasyarakatan
• Lelaki berisiko tinggi
Pemeriksaan laboratorium untuk HIV
1. Tes serologi
– Tes cepat  deteksi antibodi thdp HIV 1 DAN HIV2,
menggunakan reagen yg ditunjuk kemenkes, hasil dalam
20 menit
– Tes enzyme immunoassay (EIA)  mendeteksi antibodi
HIV 1 dan HIV 2, prinsip perubahan warna
– Tes Western Blot  deteksi antibodi untuk konfirmasi
kasus sulit
2. Tes virologis Polymerase chain reaction (PCR)
– Untuk diagnosis anak usia <18 bulan
– HIV DNA kualitatif dari darah lengkap atau dried blood
spot dan HIV RNA kuantitatif dari plasma darah
Pemeriksaan laboratorium untuk tes
HIV

• Dg reagen tes cepat (rapid tes) atau ELISA:


– A1: sensitifitas >99%
– A2 dan A3: spesifisitas >99%
• Antibodi baru dapat terdeteksi dalam waktu 2
minggu hingga 3 bulan setelah terinfeksi HIV
masa jendela/window period
Setelah diagnosis HIV ditegakkan 
1. Adakah penyakit penyerta dan infeksi
oportunistik  stadium klinis
2. Periksa laboratorium sebelum mulai terapi 
sangat dianjurkan untuk pantau keamanan
dan toksisitas akibat ARV
Stadium klinis infeksi HIV
Persistent Generalized
Lymphadenopathy (PGL)

• Kelenjar GB dgn diameter > 1.5 cm pada > 2 tempat


di ekstra inguinal selama > 3 bulan
• Benjolan tidak nyeri tekan, simetris, dan sering
mengenai servikal posterior, aksila, oksipital, dan
epitrochlear
• Periksa Darah Lengkap dan X-foto dada (KGB hilus &
mediastinum)
43
• Terjadi pada sampai 50% infeksi HIV
• Sampai 1/3nya tidak ada gejala lain
• PGL dapat mengecil secara perlahan selama
perjalanan penyakit dan dapat hilang sendiri
sebelum timbulnya AIDS
• Tidak ada terapi spesifik

44
Persistent generalized lymphadenopathy

Enlarged mastoid lymph gland

Enlarged
occipital
lymph gland Enlarged
submandibular
lymph gland

Enlarged
Enlarged deep anterior
posterior cervical
cervical lymph lymph glands
45
glands
Stadium klinis infeksi HIV
Dermatitis seboroika

• Gatal
• Bersisik
• Kemerahan
• ~47Pytiarisis. ovale
48
Pengobatan

• Higiene perorangan
• Anti fungal (selenium,
pyrithione Zn, obat azole)
• Anti inflamasi (salep
steroid)
• Jika berat: keratolitik
(as.salisilat)

49
Papular pruritic eruption (PPE)

50
Papular pruritic eruption (PPE)

• Lengan, tungkai,
pinggang, bokong
• Simetris

51
Papular pruritic eruption (PPE)

• Pengobatan
–Steroid topikal
–Antihistamin
–Prednison jangka
pendek
–UVB, UVA

52
Herpes zoster (shingle)

53
Infeksi jamur kuku (onikomikosis)

1. Subungual distal
2. White superfisial
3. Subungual proksimal
4. Kandida
5. Distrofik total

Disebabkan oleh T. rubrum

54
Disebabkan oleh T. mentagrophytes

Disebabkan oleh T. rubrum.


Paling sering pada pasien HIV

Diagnosis: Pem. KOH / biakan

Pengobatan
–Itraconazol 200mg/hari selama 6-12 minggu
–Terbinafin 250mg/hari selama 6-12 minggu
55
Moluscum contagiosum

56
Ulkus aftosa

• Ulkus persisten, nonspesifik


• Biopsi dan pemeriksaan histologi perlu
untuk menyingkirkan penyebab lain
• Terapi sistemik dan topikal kortikosteroid
cukup berhasil
• Topikal tetrasiklin dan talidomid sistemik
juga telah digunakan
57
58
Lineal gingival erythema

59
Cheilitis angularis

60
Stadium klinis infeksi HIV
Kandidiasis oral

Infeksi jamur seperti kandidiasis pada mulut merupakan


salah satu penyebab yang sering terjadi. Kandidiasis
dapat meluas sampai ke esofagus pada pasien AIDS.
Menyebabkan gangguan dan sakit menelan. Diagnosis
berdasarkan pada gejala klinis, rasa sakit di dada sewaktu
menelan. Endoskopi tidak dibutuhkan kecuali pasien
tidak memberi respon pengobatan.

62
Candida albicans
Oral (thrush)
• Koloni atau kelompok pseudomembran berwarna
putih/kuning, yang terdapat dimana saja dalam rongga
mulut
• Dapat terlokalisir maupun meluas
• Dapat dgn mudah diangkat dgn menggosoknya
• Eritematus: tampak sebagai bercak kemerahan pada
mukosa
• Hiperplastik serupa dgn pseudomembran tetapi biasanya
melekat dengan jaringan
• Cheilitis angularis: fissura pd sudut mulut dgn atau tanpa
kolonisasi 63
Kandidiasis Pseudomembran

64
Kandidiasis Eritematus

65
Kandidiasis Hiperplastik

66
Kandidiasis Cheilitis angularis

67
Oral Hairy Leukoplakia

 Tampak sebagai lesi/plaque atau


seperti proyeksi rambut
bergelombang pada bagian
lateral lidah yang tidak nyeri &
tidak dapat hilang dgn
menggosoknya
 Merupakan tanda supresi imun
& prognosis jelek
 Pemeriksaan histopatologi
menunjukkan Eipstein-Barr
(EBV) intrasel

68
69
Necrotising Gingivitis

• Inflamasi gusi dapat menjadi ekstensif dan


nekrotik sehingga dapat menimbulkan gigi
copot

• Disebabkan oleh bakteri dari flora mulut

70
Necrotizing Ulcerative Periodontal

• Ditandai oleh ulkus gingiva yg nyeri dan


dapat menyebabkan hilangnya alveolus
tulang
• Penanganan:
–Terapi antibiotik (Metronidazol, Klindamisin, Ko-
amoksiklav)
–Debridement jaringan nekrotik/sekuesterektomi
–Perawatan di rumah yang seksama
71
72
Necrotizing Stomatitis

 Nekrosis jaringan
lunak yang luas di
atas tulang; sering
tidak ditemukan
penyebabnya
 Bandingkan dengan
ulkus aftosa di
sebelah kanan

73
Necrotizing Stomatitis
Terapi
• Deksametason eliksir
• 10 hari kemudian
• Perhatikan akar gigi sebagai
akibat nekrosis jaringan
lunak dan tulang
• Talidomid juga cukup
efektif, ttp teratogenik
• Perlu suplemen nutrisi,
karena nyeri waktu makan

VI Meeks, DDS, U Md Dental School

74
Stadium klinis infeksi HIV
Infeksi oportunistik

76
77
Candidiasis
Esofagus

78
PCP Pneumonia bakterial

80
Nyeri Kepala

Biasanya disebabkan oleh:

•Toksoplasmosis
 Defisit neurologis dan kejang
 Toksoplasmosis dapat dicegah bila pasien minum
kotrimoksazol

•Meningitis akibat Kriptokokus


 Kaku kuduk dan meningismus

81
Kriptokokosis

82
Toksoplasmosis- Respon terhadap terapi

83
Korelasi Jumlah CD4 & IO

CD4+ count Infectious Noninfectious


per mm3 Complications Complications

Persistent generalized
lymphadenopathy
(PGL)
Acute retroviral
>500 syndrome Guillain-Barré
Candidal vaginitis syndrome
Myopathy
Aseptic meningitis
CD4+ count Infectious Noninfectious
per mm3 Complications Complications

Pneumococcal and other Cervical intraepithelial


bacterial pneumonia neoplasia
Pulmonary tuberculosis Cervical cancer
Herpes zoster B-cell lymphoma
Oropharyngeal candidiasis Anemia
200-500 Cryptosporidiosis, self- Mononeuritis multiplex
limited
ITP (Idiopathic
Kaposi’s sarcoma thrombocytopoenic purpura)
OHL (Oral hairy Hodgkin’s lymphoma
leukoplakia) Lymphocytic interstitial
pneumonitis
CD4+ count Infectious Noninfectious
per mm3 Complications Complications

PCP (Pneumocystis Wasting


juroveci pneumonia)
Peripheral neuropathy
Disseminated
histoplasmosis and HIV-associated dementia
<200 penicillosis Cardiomyopathy
Miliary / extrapulmonary Vacuolar myelopathy
TB
Progressive
PML (Progressive polyradiculopathy
multifocal
leukoencephalopathy) Non-Hodgkin’s lymphoma
CD4+ count Infectious Noninfectious
per mm3 Complications Complications
Disseminated herpes
simplex
Toxoplasmosis
<100 Cryptococcosis
HIV enteropathy

Microsporidiosis
Candidal oesophagitis
Disseminated CMV
(Cytomegalovirus)
CNS lymphoma (PCNSL-
<50 Disseminated MAC EBV)
(Mycobacterium avium
complex)
Pengobatan pencegahan
Kotrimoksazol (PPK)
• Kotrimoksazol 1x960 mg dimulai 2 minggu
sebelum terapi ARV
• Mencegah IO pada ODHA: toxoplasmosis dan PCP
(P. jiroveci)
– Profilaksis primer: cegah infeksi yg belum pernah
diderita
– Profilaksis sekunder: cegah berulangnya infeksi yg
pernah diderita sebelumnya
• Dianjurkan pd std klinis 2-4 termasuk bumil dan
menyusui, dan bila CD4 <200
Pertimbangan Pemberian ART
COMPASSION: Kepedulian
COMBINATION: Kombinasi
COMPLACENCY: Kenyamanan
COMPLIANCE: Kepatuhan
TOXICITY: Toksisitas
Tujuan Terapi
Meningkatkan kualitas hidup
Mencegah IO
Mencegah progres penyakit
Mengurangi penularan ke orang lain
ANTIRETROVIRAL DRUGS
Zidovudine, AZT (Retrovir, Avirzid)
Didanosine, ddI (Videx)
Zalcitabine, ddC (Hivid)
Nukleoside, RTI* Stavudine, d4T (Zerit)
Lamivudine, 3TC
Abacavir, ABC

Nukleotide, RTI Tenofovir (TDF)


Nevirapine (NVP), Delavirdine, Loviride
Non- Nukleoside,RTI Efavirenz (EFV) (Sustiva)

Indinavir (Crixivan)
Saquinavir (Invirase)
Protease Inhibitor Ritonavir (Norvir)
Nelfinavir (Viracept)

Fusion Inhibitor Fuseon


antiretroviral

Fusion Inhibitor

Entry Inhibitor

Attachment Inhibitor,
Co-receptor Antagonist

NNRTI
Mazami Enterprise © 2009

NRTI PI

Reverse
Transcriptase Integrase Protease Maturation
Inhibitor Inhibitor
Halaman 98 Inhibitor Inhibitor
Modul 3,
Copied from Graeme Meintjes
Viral zinc-finger
nucleocapsid
proteins

Fusion Viral protease


inhibition

RNA RNA
Proteins
Reverse RT
transcriptase
RNA
RNA
DNA
RT Viral regulatory
proteins
DNA

DNA Provirus

Viral integrase
Toksisisitas Obat
Ketidak mampuan untuk menahan efek sampingdisfungsi
organ yang cukup berat
dapat dipantau secara klinis
keluhan,
pemeriksaan fisik pasien, atau
hasil laboratorium
Bila obat atau rejimen dapat diidentifikasi dengan jelas  ganti
dengan obat yang tidak memiliki efek samping serupa,
AZT dengan d4T (untuk anemia), atau
EFV diganti NVP
Kombinasi ARV terbatas  tidak dianjurkan mengganti obat yang
terlalu dini
Toksisitas ARV dan Penggantinya

Rejimen Toksisitas Obat Pengganti

Intoleransi GI o/k AZT atau


Ganti AZT dengan d4T
toksisitas hematologis yang berat

Ganti NVP dengan EFV


Hepatotoksis berat o/k NVP (kalau hamil ganti dengan NFV,
AZT/3TC/N LPV/r atau ABC)
VP

Ruam kulit karena NVP Ganti NVP dengan EFV

Stevens-Johnson syndrome o/k NVP Ganti NVP dengan PI

Intoleransi GI o/k AZT atau


Ganti AZT dengan d4T
AZT/3TC/E toksisitas hematologis yang berat
FV
Toksisitas SSP permanen o/k EFV Ganti EFV dengan NVP
Toksisitas ARV dan Penggantinya

Rejimen Toksisitas Obat Pengganti

Neuropati o/k d4T atau pankreatitis Ganti d4T dengan AZT

Lipoatrofi oleh karena d4T Ganti d4T dengan TDF atau ABCa
Ganti NVP dengan EFV (kalau
Hepatotoksik berat o/k NVP hamil ganti dengan NFV, LPV/r
d4T/3TC/N atau ABC)
VP
Ruam kulit o/k NVP Ganti NVP dengan EFV

Stevens-Johnson syndrome o/k NVP Ganti NVP dengan PIb

Neuropati o/k d4T atau pankreatitis Ganti d4T dengan AZT


d4T/3TC/E
FV Lipoatrofi oleh karena d4T Ganti d4T dengan TDF atau ABCa

Toksisitas SSP o/k EFV Ganti EFV dengan NVP


Kegagalan Terapi
Dinilai dari perkembangan penyakit
klinis  muncul IO baru
imunologis  CD4
virologis  viral-load.
bedakan dengan sindrom pemulihan kekebalan tubuh (IRIS)
viral load tidak selalu ada  gunakan definisi klinis, bila mungkin
gunakan kriteria CD4
Tes resistensi obat rutin  tidak dibahas
Bila dipakai kriteria klinis dan/atau kriteria CD4 saja  telah ada mutasi
yang resisten sebelumnya, dan menutup kemungkinan penggunaan
komponen NRTI dari rejimen alternatif, karena ada resistensi silang
dalam satu golongan obat (drug class cross-resistance)
Definisi Kegagalan Terapi
Klinis dan Imunologis pada ODHA Dewasa
Tanda Klinis Kriteria CD4
 IO baru atau - bedakan dengan IRIS (3  CD4 < sebelum terapi -
bulan pertama ART) - bukan kegagalan tanpa infeksi lain
terapi - IO diterapi seperti biasa, tanpa  CD4  >50% dari jumlah
mengganti rejimen ARV tertinggi yang pernah
 Kambuhnya IO yang pernah diderita dicapai
 Penyakitpada Stadium III WHO
(wasting, diare kronik, infeksi bakterial
invasif berulang, atau kandidiasis
berulang atau menetap)
Penyebab kegagalan ART

Non-adherence atau ketidak patuhan


Malabsorbsi obat
Interaksi obat-obat
Resistensi virus
Sindrom pulih imun (SPI) = IRIS (immune
reconstitution inflammatory syndrome)
• Definisi: perburukan kondisi klinis sbg akibat
respons inflamasi berlebihan pada saat
pemulihan respons imun setelah terapi
antiretroviral
• Manifestasi tersering: inflamasi dari penyakit
infeksi
• Mekanisme: belum jelas  respon imun
berlebihan dari pulihnya sistem imun thd
rangsangan antigen tertentu stlh ARV
Kriteria diagnosis SPI (menurut international
network study of HIV-asociated IRIS)
Faktor risiko terjadinya SPI
• Jumlah CD4 rendah saat mulai ARV
• Jumlah virus RNA HIV tinggi saat mulai ARV
• IO banyak dan berat
• Penurunan jumlah virus RNA HIV yg cepat
selama terapi ARV
• Belum pernah dapat ARV saat diagnosis IO
• Pendeknya jarak waktu antara mulai terapi IO
dan mulai ARV
Tatalaksana SPI
• Obati patogen penyebab
• Teruskan ARV
steroid: 0,5-1 mg/kg BB/hari prednisolon
Profilaksis pasca pajanan (PPP,
PEP=post exposure prophylaxis)
• ARV untuk pencegahan pasca pajanan
terutama kasus pajanan di tempat kerja
• Waktu terbaik: sebelum 4 jam, maksimal
dalam 48-72 jam setelah kejadian
• Perlu tes HIV sebelum mulai PPP, bulan 3 & 6
setelah PPP
• ARV TIDAK diberikan untuk tujuan PPP jika tes
HIV reaktif  berarti sudah HIV + sebelum
kejadian
Tatalaksana IO: Tuberkulosis
• Tegakkan diagnosis TB paru 
– tes molekular cepat
– mikroskopis langsung (BTA)
– Kultur/biakan
– Rontgen thorax
• Pengobatan TB
– OAT = pasien HIV negatif
– Mulai OAT dulu, setelah 2-8 minggu baru mulai ARV
• Obat ARV
– Nevirapin tidak dipilih karena berinteraksi kuat dg
rifampisin
Tatalaksana IO: Toxoplasmosis otak
• Infeksi parasit Toxoplasma gondii
• Menyebabkan ensefalitis atau abses otak 
gejala klinis neurologis yang progresif
• Imaging : (CT scan/MRI Otak)  lesi fokal
yang menimbulkan efek massa ke jaringan
otak di sekitarnya, menyangat(enhanced)
kontras, jumlahnya seringkali lebih dari satu
(multifokal).
Fase akut selama 6 minggu

Terapi rumatan : bila fase akut selesai 


• Kombinasi pirimetamin + klindamisin + asam folinat 
setengah dosis fase akut
• Diberikan sampai CD4> 200 selama 6 bulan
Tatalaksana IO: Meningitis Kriptokokus
• Infeksi jamur Cryptococcus neoformans
• Faktor risiko: kontak dengan kotoran burung/burung
• Diagnosis pasti: ditemukan jamur bentuk budding di
LCS dengan pengecatan tinta India
• Pengobatan fase akut:
– Minggu 1- 2 : Amfoterisin-B 0.7-1 mg/kg per hari dalam
infus dekstrosa 5 % dan diberikan selama 4-6 jam. (jangan
dilarutkan denganNaCl). Dikombinasi dengan flukonazol
800 mg per hari PO.
– Minggu 3-10 : Flukonazol 800 mg per hari PO.
• Pengobatan fase rumatan: flukonazol 200 mg per
hari, diberikan hingga jumlah sel CD4 > 200 sel/mm3
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai