Pendahuluan
• Difteri:
• Penyakit infeksi akut yang sangat menular, disebabkan
oleh Corynebacterium diphtheria dengan ditandai
pembentukan pseudomembran pada kulit dan/atau
mukosa.
• Tanda patognomonik pseudomembran
• Warna putih keabuan, mengandung fibrin dan jaringan nekrotik
• Sukar dilepaskan
• Berdarah saat dilepaskan
3
Epidemiologi
• Tersebar luas di seluruh dunia.
• Toksoid difteria à Penurunan morbiditas dan mortalitas
• Faktor sosial ekonomi, overcrowding, nutrisi yang jelek,
terbatasnya fasilitas kesehatan, merupakan faktor penting
terjadinya penyakit ini.
• Angka kejadian dan kematian di Indonesia masih tinggi
• Penularan: kontak dengan pasien atau karier dengan cara
droplet melalui batuk, bersin atau berbicara. Kulit dan
muntahan bisa merupakan wahana penularan (vehicles of
transmission).
4
5
Epidemiologi
• Reservoir : Human carriers
Biasanya asimtomatis
• Penularan : Sampai dengan beberapa minggu tanpa
antibiotik
• Masa inkubasi : 2 – 6 hari
• Indonesia : endemis
• Puncak insidens : usia 2 - 5 tahun
• Usia > 10 tahun : insidens lebih rendah
•
6
Etiologi
• Corynebacterium diphtheria
• Asal kata (Greek): korynee, atau “club” (ujung seperti
pentungan) dan diphthera, berarti “leather hide,”
• Kuman batang Gram-positif, tidak bergerak, pleomorfik,
tidak berkapsul, tidak membentuk spora, mati pada
pemanasan 60°C, tahan dalam keadaan beku dan kering.
7
Etiologi
• Pewarnaan: susunan
palisade, bentuk L atau V,
atau kelompok dengan
formasi mirip huruf cina.
• Pewarnaan langsung:
methylene blue, neisser,
toluidine blue
• Tumbuh aerob, bisa dalam
media sederhana, lebih baik
Corynebacterium diphtheriae from Pai
dalam media yang medium stained with methylene blue.
mengandung K-tellurit atau
media Loeffler.
8
Etiologi
• Kultur mikroorganisme membutuhkan media selektif, agar
tellurite atau Loffler
• Jika berhasil diisolasi, organisme harus dibedakan di lab dari
spesies Corynebacterium lainnya yang merupakan flora
normal nasofarinx dan kulit (misalnya difteroid)
• Hanya strain toksigenik yang menyebabkan penyakit yang
berat. Untuk itu semua isolat C. diphtheriae harus diuji
toksigenisitasnya (ELISA atua Elek tests)
9
Etiologi
• 3 tipe utama C. diphtheriae
• gravis
• intermedius dan
• mitis
• Mampu memproduksi eksotoksin
10
Manifestasi klinis
• Masa inkubasi: 2 – 5 hari (rentang 1 – 10 hari)
• Tanda utama
• Pseudomembran
• Menghasilkan toksin
• Tempat infeksi
• Anterior nasal
• Tonsil dan faring
• Laringeal
• Kutaneus
• Ocular
• Genital
16
Manifestasi Klinis
• Secara umum: moderate – fever; kondisi secara
umum lemah
• Malaise
• Sakit kepala
• Manifestasi lokal spesifik
• Pilek
• Odinofagi
• Dyspneu
• Stridor
17
Manifestasi Klinis
• Lokal (disebabkan oleh jaringan yang terinfeksi oleh
eksotoksin)
• Distribusi menurut letak jaringan yang terkena
• Nasal diphtheria (2%) running nose à purulosanguinous
secretion
• Tonsil and pharynx (faucial diphtheria) 75%
• Sering menyerang adenoid, uvula dan palatum molle
• Temperatur subfebril – pseudomembran
18
Manifestasi klinis
20
Manifestasi Klinis
21
Manifestasi Klinis
• Sakit menelan, odinofagi
• Perubahan suara, disfagia
• Pembesaran KGB regional
• Laryngo – trocheal (25%)
• Penyebaran luas dari infeksi faring
• Berat à obstruksi traktus respiratorius à trakeostomi
• Difteria kutan
• Di daerah aurikular, konjungtiva, umbilikus, vagina
22
Manifestasi klinis
23
Manifestasi klinis
24
Laboratorium
• Penurunan Hb dan eritrosit
• Leukositosis, PMN
• Urine:
• Albuminuria ringan
• Sedimen thorax-hyalin, eritrosit, leukosit
25
Imunitas
• Shick test: apakah seseorang memiliki antitoxin?
• (+) titer antitoxin rendah à anak rentan
• (-) imunitas, titer antitoxin tinggi à anak kebal
26
Imunitas
• Imunitas pasif kongenital
• Absolut pada 3 bulan 15%: schick test (+)
• Parsial pada 6 bulan 59%: (+)
27
Diagnosis Banding
• Penyakit yang bisa memberikan gambaran faringitis membranosa:
▫ GroupAβ-hemolyticStreptococcus
▫ Staphylococcusaureus
▫ Arcanobacterhemolyticum
▫ Candidaalbicans
▫ Borelliavincenti(Vincent’sangina)
▫ H.influenzae(acuteepiglottitis)
▫ Viruses–EBV(Infectiousmononucleosis),adenovirus,Herpes
▫ simplex
▫ Otheragents-Toxoplasma
• Penggunaan beberapa obat anti neoplastik juga dapat menyebabkan
pembentukan membran faringeal, contoh: methotrexate
• Penggunaan kortikosteroid jangka panjang (mis. prednisolon) dapat
menyebabkan kandidiasis oral
28
TONSILITIS
DIFTERIA
TONSILITIS
NONDIFTERIA
29
Streptococcal pharyngitis
31
Diagnosis
• Manifestasi klinis
• Kultur swab tenggorok positif
• Penentuan kuman: isolasi C.diphtheriae, dari swab tenggorok
dan hidung dengan menggunakan media Loeffler à dilanjutkan
tes toksinogenesitas vivo (marmut) & vitro (tes Elek) untuk
menentukan apakah organisme menghasilkan toksin difteri
atau tidak
▫ Spesimen harus langsung ditransportasikan ke laboratorium
(media transportasi Amie’s)
• Riwayat imunisasi
• Diagnosis difteri berdasarka pemeriksaan mikroskopis tidak
dapat dipercaya karena baik false-positive dan false-negative
dapat terjadi
32
Diagnosis
• Deskripsi klinis:
• Penyakit yang ditandai dengan laringitis, atau
faringitis, atau tonsilitis, dan membran adheren pada
tonsil, faring, dana/atau hidung.
• Kriteria laboratorium untuk diagnosis
• Isolasi Corynebacterium diphtheriae dari spesimen
kliniis, atau peningkatan antibodi serum >= 4 (hanya
jika kedua sampel serum diambil sebelum pemberian
antitoxin atau toxoid difteri)
33
Diagnosis
• Klasifikasi Kasus
• Suspected: Not applicable
• Probable: Kasus yang memenuhi deskripsi klinis
• Confirmed: Kasus probable yang dipastikan secara
laboratoris atau ditemukannya kasus yang sama
yang terbukti secara laboratorium di sekitar tempat
tinggal penderita
• Catatan: Individu dengan biakan C. diphtheriae positif
dan tidak memenuhi deskripsi klinis (termasuk karier
asimtomatis) tidak boleh dilaporkan sebagai probable
or confirmed diphtheria cases
34
Suspect
case
Symptom or event
Laboratory
Positive culture of C. diphtheriae (or C. ulcerans)
Confirmed
AND
case
- Positive Elek Test
OR
- PCR for tox gene (Positive for subunit A and B)
OR
35
Penyulit
• Terjadi akibat
• Inflamasi lokal
• Aktivitas toksin
• Obstruksi jalan nafas
• Miokarditis: à 10 – 14 hari
• Paralisis palatum molle
• Paralisis otot mata
• Paralisis diafragma
• Infeksi sekunder bakteri
36
penyulit
• Miokarditis dan AB block
37
Prognosis
• Tergantung pada:
• Usia
• Lanjutnya penyakit
• Lokasi
• Patogenisitas bakteri
• Cepat lambatnya pemberian toxin
• Hari pertama 0,3% (mortalitas)
• Hari kedua 4%
• Hari ketiga 12%
• > hari 3 25%
• Kematian mendadak karena:
• Obstruksi saluran nafas mendadak
• Miokarditis dan gagal jantung
• Miokarditis, atau neuritis à sembuh tanpa gejala sisa
38
Pencegahan
• Higiene perorangan
• Edukasi
• Imunisasi DPT
• Pengobatan karier
39
Pengobatan
• Umum:
• Isolasi sampai biakan negatif 2 x berturut-turut
• Tirah baring ± 2 – 3 minggu
• Cairan dan diet adekuat
• Difteria laring à jalan nafas bebas, kelembaban udara
• Khusus
• Eradikasi kuman
• Penisilin prokain 25.000-50.000 U/kg/hari (max. 1.2 juta U/hari) dalam 2
dosis intra muscular selama 14 hari
• Alergi Penisilin: Eritromisin 40 – 50 mg/kg BB/hari dalam 4 dosis per oral
selama 14 hari
• Follow up kultur harus dilakukan paling tidak 2 minggu
setelah terapi AB selesai à jika positif, harus diberikan
tambahan eritromisin selama 10 hari
41
Pengobatan
• Netralisir toksin
• ADS: 20.000 – 100.000 IU
• Dosis tergantung lokasi membran dan lama sakit
• Dosis ADS
• Difteri hidung : 20.000 IU
• Difteri tonsil : 40.000 IU
• Difteri faring : 40.000 IU
• Difteri laring : 40.000 IU
• Difteri + penyulit, bullneck : 80.000 – 120.000 IU
• Terlambat berobat (>72 jam) : 80.000 – 120.000 IU (lokasi di
mana saja)
• Uji kulit atau uji mata sebelum pemberian
• Adrenalin tersedia (antisipasi shock anafilaktik)
42
Pengobatan
• Anti Diphtheria Serum à tes kulit, bila positif: lakukan desensitisasi
43
Pengobatan
• Kortikosteroid
• Kontroversial
• Indikasi:
• Gejala obstruksi saluran nafas atas dengan atau tanpa
bullneck
• Miokarditis
• Imunisasi
• Dilakukan setelah pasien sembuh
44
Pengobatan
• Pengobatan penyulit
• Trakeostomi: gangguan nafas progresif (obstruksi
saluran nafas derajat II ke atas)
• Dyspnea, cyanosis
• Gelisah-ketakutan
• Stridor inspiratory
• Retraksi
• Epigastrium
• Interkostal
• suprasternal
45
Pengobatan
• Pengobatan kontak
• Biakan tenggorok
• Uji schick
• Observasi gejala klinis
• Bila imunisasi dasar lengkap à booster toksoid difteria
• Pengobatan karier
• Benzathine penicillin G (< 6 tahun: 600,000 U im dan ≥6
tahun: 1.200.000 U im) atau
• Eritromisin selama 7 – 10 hari (40-50 mg/kg/hari)
• Kultur diulang 2 minggu setelah AB dihentikan
46
• isolasi
Tersangka/terbukti • Kultur c.diphteria hidung, tenggorok, kulit
difteri • Serum untuk pemeriksaan antibodi
• Terapi serum antitoksin diphteria
• Terapi antibiotik
• Imunisasi aktif (Td) pada fase konvalesen
Lapor ke Dinas Kesehatan • Dua pasang kultur hidung dan tenggorok (selang ≥ 24 jam) minimal 2
mgg paska terapi antibiotik. Bila tanpa antibiotik, kultur dilakukan 2
mgg setelah keluhan (-), atau ≥ 2 mgg dari awal sakit