Anda di halaman 1dari 46

DIFTERI

Blok 27 – Agustus 2018


2

Pendahuluan
• Difteri:
• Penyakit infeksi akut yang sangat menular, disebabkan
oleh Corynebacterium diphtheria dengan ditandai
pembentukan pseudomembran pada kulit dan/atau
mukosa.
• Tanda patognomonik pseudomembran
• Warna putih keabuan, mengandung fibrin dan jaringan nekrotik
• Sukar dilepaskan
• Berdarah saat dilepaskan
3

Epidemiologi
• Tersebar luas di seluruh dunia.
• Toksoid difteria à Penurunan morbiditas dan mortalitas
• Faktor sosial ekonomi, overcrowding, nutrisi yang jelek,
terbatasnya fasilitas kesehatan, merupakan faktor penting
terjadinya penyakit ini.
• Angka kejadian dan kematian di Indonesia masih tinggi
• Penularan: kontak dengan pasien atau karier dengan cara
droplet melalui batuk, bersin atau berbicara. Kulit dan
muntahan bisa merupakan wahana penularan (vehicles of
transmission).
4
5

Epidemiologi
• Reservoir : Human carriers
Biasanya asimtomatis
• Penularan : Sampai dengan beberapa minggu tanpa
antibiotik
• Masa inkubasi : 2 – 6 hari
• Indonesia : endemis
• Puncak insidens : usia 2 - 5 tahun
• Usia > 10 tahun : insidens lebih rendah


6

Etiologi
• Corynebacterium diphtheria
• Asal kata (Greek): korynee, atau “club” (ujung seperti
pentungan) dan diphthera, berarti “leather hide,”
• Kuman batang Gram-positif, tidak bergerak, pleomorfik,
tidak berkapsul, tidak membentuk spora, mati pada
pemanasan 60°C, tahan dalam keadaan beku dan kering.
7

Etiologi
• Pewarnaan: susunan
palisade, bentuk L atau V,
atau kelompok dengan
formasi mirip huruf cina.
• Pewarnaan langsung:
methylene blue, neisser,
toluidine blue
• Tumbuh aerob, bisa dalam
media sederhana, lebih baik
Corynebacterium diphtheriae from Pai
dalam media yang medium stained with methylene blue.
mengandung K-tellurit atau
media Loeffler.
8

Etiologi
• Kultur mikroorganisme membutuhkan media selektif, agar
tellurite atau Loffler
• Jika berhasil diisolasi, organisme harus dibedakan di lab dari
spesies Corynebacterium lainnya yang merupakan flora
normal nasofarinx dan kulit (misalnya difteroid)
• Hanya strain toksigenik yang menyebabkan penyakit yang
berat. Untuk itu semua isolat C. diphtheriae harus diuji
toksigenisitasnya (ELISA atua Elek tests)
9

Etiologi
• 3 tipe utama C. diphtheriae
• gravis
• intermedius dan
• mitis
• Mampu memproduksi eksotoksin
10

Patogenesis dan Patofisiologi


11

Patogenesis dan Patologi


• Patogenesis tergantung dari:
• Kemampuan membentuk koloni di rongga nasofaring dan
atau kulit
• Kemampuan menghasilkan toksin difteria
• Kuman C. diphtheriae masuk melalui mukosa/kulit
à melekat + berkembang biak pada permukaan
mukosa saluran nafas bagian atas à memproduksi
toksin yang merembes ke sekeliling à pembuluh
limfe dan pembuluh darah à seluruh tubuh
12

Patogenesis dan Patologi


• Organisme menghasilkan toksin yang menghambat sintesis
protein dan bertanggung jawab atas destruksi jaringan serta
pembentukan pseudomembran.
• Pseudomembran terdiri atas coagulated fibrin, sel inflamasi,
jaringan mukosa yang hancur serta bakteri
• Pseudomembran pada larynx, trakhea atau bronchus
berpotensi untuk menyebabkan obstruksi saluran nafas
13

Patogenesis dan Patofisiologi


• Eksotoksin à gejala umum atau lokal
• Penyebaran limfogen dan hematogen ke kel limfe
regional, jantung, ginjal dan jaringan saraf
• Patologi
• Pembesaran dan edem kel limfe regional (bullneck)
• Jantung à inflamasi miokard dan degenerasi
• Ginjal dan hati à nekrosis lokal, nefritis interstitial (jarang)
• Saraf à destruksi dan degenerasi selubung mielin, edema
axon
14

Patogenesis dan Patologi


• Toksin yang dihasilkan di tempat pseudomembran akan
diabsorbsi ke aliran darah dan kemudian menyebar ke
jaringan di seluruh tubuh.
• Toksin bertanggung jawab atas komplikasi miokarditis dan
neuritis, dan dapat juga menyebabkan trombositopenia serta
proteinuria
15

Manifestasi klinis
• Masa inkubasi: 2 – 5 hari (rentang 1 – 10 hari)
• Tanda utama
• Pseudomembran
• Menghasilkan toksin
• Tempat infeksi
• Anterior nasal
• Tonsil dan faring
• Laringeal
• Kutaneus
• Ocular
• Genital
16

Manifestasi Klinis
• Secara umum: moderate – fever; kondisi secara
umum lemah
• Malaise
• Sakit kepala
• Manifestasi lokal spesifik
• Pilek
• Odinofagi
• Dyspneu
• Stridor
17

Manifestasi Klinis
• Lokal (disebabkan oleh jaringan yang terinfeksi oleh
eksotoksin)
• Distribusi menurut letak jaringan yang terkena
• Nasal diphtheria (2%) running nose à purulosanguinous
secretion
• Tonsil and pharynx (faucial diphtheria) 75%
• Sering menyerang adenoid, uvula dan palatum molle
• Temperatur subfebril – pseudomembran
18

• Difteri tonsil dan faring


• Faringitis eksudatif, onset: insidious
• Eksudat menyebar dalam 2 -3 hari à adherent
membrane à obstruksi jalan napas
• Demam biasanya tidak tinggi tetapi pasien tampak
toksik
19

Manifestasi klinis
20

Manifestasi Klinis
21

Manifestasi Klinis
• Sakit menelan, odinofagi
• Perubahan suara, disfagia
• Pembesaran KGB regional
• Laryngo – trocheal (25%)
• Penyebaran luas dari infeksi faring
• Berat à obstruksi traktus respiratorius à trakeostomi
• Difteria kutan
• Di daerah aurikular, konjungtiva, umbilikus, vagina
22

Manifestasi klinis
23

Manifestasi klinis
24

Laboratorium
• Penurunan Hb dan eritrosit
• Leukositosis, PMN
• Urine:
• Albuminuria ringan
• Sedimen thorax-hyalin, eritrosit, leukosit
25

Imunitas
• Shick test: apakah seseorang memiliki antitoxin?
• (+) titer antitoxin rendah à anak rentan
• (-) imunitas, titer antitoxin tinggi à anak kebal
26

Imunitas
• Imunitas pasif kongenital
• Absolut pada 3 bulan 15%: schick test (+)
• Parsial pada 6 bulan 59%: (+)
27

Diagnosis Banding
• Penyakit yang bisa memberikan gambaran faringitis membranosa:
▫ GroupAβ-hemolyticStreptococcus
▫ Staphylococcusaureus
▫ Arcanobacterhemolyticum
▫ Candidaalbicans
▫ Borelliavincenti(Vincent’sangina)
▫ H.influenzae(acuteepiglottitis)
▫ Viruses–EBV(Infectiousmononucleosis),adenovirus,Herpes
▫ simplex
▫ Otheragents-Toxoplasma
• Penggunaan beberapa obat anti neoplastik juga dapat menyebabkan
pembentukan membran faringeal, contoh: methotrexate
• Penggunaan kortikosteroid jangka panjang (mis. prednisolon) dapat
menyebabkan kandidiasis oral
28

TONSILITIS
DIFTERIA

TONSILITIS
NONDIFTERIA
29

Epstein-Barr Virus Tonsillitis Infeksi Candida pada Tonsil


30

Streptococcal pharyngitis
31

Diagnosis
• Manifestasi klinis
• Kultur swab tenggorok positif
• Penentuan kuman: isolasi C.diphtheriae, dari swab tenggorok
dan hidung dengan menggunakan media Loeffler à dilanjutkan
tes toksinogenesitas vivo (marmut) & vitro (tes Elek) untuk
menentukan apakah organisme menghasilkan toksin difteri
atau tidak
▫ Spesimen harus langsung ditransportasikan ke laboratorium
(media transportasi Amie’s)
• Riwayat imunisasi
• Diagnosis difteri berdasarka pemeriksaan mikroskopis tidak
dapat dipercaya karena baik false-positive dan false-negative
dapat terjadi
32

Diagnosis
• Deskripsi klinis:
• Penyakit yang ditandai dengan laringitis, atau
faringitis, atau tonsilitis, dan membran adheren pada
tonsil, faring, dana/atau hidung.
• Kriteria laboratorium untuk diagnosis
• Isolasi Corynebacterium diphtheriae dari spesimen
kliniis, atau peningkatan antibodi serum >= 4 (hanya
jika kedua sampel serum diambil sebelum pemberian
antitoxin atau toxoid difteri)
33

Diagnosis
• Klasifikasi Kasus
• Suspected: Not applicable
• Probable: Kasus yang memenuhi deskripsi klinis
• Confirmed: Kasus probable yang dipastikan secara
laboratoris atau ditemukannya kasus yang sama
yang terbukti secara laboratorium di sekitar tempat
tinggal penderita
• Catatan: Individu dengan biakan C. diphtheriae positif
dan tidak memenuhi deskripsi klinis (termasuk karier
asimtomatis) tidak boleh dilaporkan sebagai probable
or confirmed diphtheria cases
34

Check List for Assessing a Patient with Suspected Diphtheria

Suspect
case
Symptom or event

Pharyngitis, naso-pharyngitis, tonsillitis, laryngitis,


tracheitis (or any combination of these), absent or low-
Yes
/No
Diagnosis
grade fever
Grayish adherent pseudo-membrane present
Membrane bleeds, if manipulated or dislodged

Probable Suspect case above + 1 or more of the following


case
- Stridor
- Bull-neck (cervical edema)
- Toxic circulatory collapse
- Acute renal insufficiency
- Sub-mucosal or sub-cutaneous petechiae
- Myocarditis
- Death

Recently returned (<2 weeks) from travel to area with


endemic diphtheria?
Recent contact (<2 weeks) with confirmed diphtheria case
or carrier?
Recent contact (<2 weeks) with visitor from area with
endemic diphtheria?
Recent contact with dairy or farm animals? Domestic pets?
Immunization status: Up-to-date - any DTaP/DT/Tdap/Td
shot within past 10 years?

Laboratory
Positive culture of C. diphtheriae (or C. ulcerans)
Confirmed
AND
case
- Positive Elek Test
OR
- PCR for tox gene (Positive for subunit A and B)
OR
35

Penyulit
• Terjadi akibat
• Inflamasi lokal
• Aktivitas toksin
• Obstruksi jalan nafas
• Miokarditis: à 10 – 14 hari
• Paralisis palatum molle
• Paralisis otot mata
• Paralisis diafragma
• Infeksi sekunder bakteri
36

penyulit
• Miokarditis dan AB block
37

Prognosis
• Tergantung pada:
• Usia
• Lanjutnya penyakit
• Lokasi
• Patogenisitas bakteri
• Cepat lambatnya pemberian toxin
• Hari pertama 0,3% (mortalitas)
• Hari kedua 4%
• Hari ketiga 12%
• > hari 3 25%
• Kematian mendadak karena:
• Obstruksi saluran nafas mendadak
• Miokarditis dan gagal jantung
• Miokarditis, atau neuritis à sembuh tanpa gejala sisa
38

Pencegahan
• Higiene perorangan
• Edukasi
• Imunisasi DPT
• Pengobatan karier
39

CDC WHO 15 Januari 2016:


TATALAKSANA DIFTERIA
• Dokter memutuskan diagosis difteria berdasarkan
tanda dan gejala.
Terpenting:
mulai tatalaksana antitoksin dan antibiotik apabila dokter
mendiagnosis suspek difteria tanpa perlu konfirmasi
laboratorium.
40

Pengobatan
• Umum:
• Isolasi sampai biakan negatif 2 x berturut-turut
• Tirah baring ± 2 – 3 minggu
• Cairan dan diet adekuat
• Difteria laring à jalan nafas bebas, kelembaban udara
• Khusus
• Eradikasi kuman
• Penisilin prokain 25.000-50.000 U/kg/hari (max. 1.2 juta U/hari) dalam 2
dosis intra muscular selama 14 hari
• Alergi Penisilin: Eritromisin 40 – 50 mg/kg BB/hari dalam 4 dosis per oral
selama 14 hari
• Follow up kultur harus dilakukan paling tidak 2 minggu
setelah terapi AB selesai à jika positif, harus diberikan
tambahan eritromisin selama 10 hari
41

Pengobatan
• Netralisir toksin
• ADS: 20.000 – 100.000 IU
• Dosis tergantung lokasi membran dan lama sakit
• Dosis ADS
• Difteri hidung : 20.000 IU
• Difteri tonsil : 40.000 IU
• Difteri faring : 40.000 IU
• Difteri laring : 40.000 IU
• Difteri + penyulit, bullneck : 80.000 – 120.000 IU
• Terlambat berobat (>72 jam) : 80.000 – 120.000 IU (lokasi di
mana saja)
• Uji kulit atau uji mata sebelum pemberian
• Adrenalin tersedia (antisipasi shock anafilaktik)
42

Pengobatan
• Anti Diphtheria Serum à tes kulit, bila positif: lakukan desensitisasi
43

Pengobatan
• Kortikosteroid
• Kontroversial
• Indikasi:
• Gejala obstruksi saluran nafas atas dengan atau tanpa
bullneck
• Miokarditis
• Imunisasi
• Dilakukan setelah pasien sembuh
44

Pengobatan
• Pengobatan penyulit
• Trakeostomi: gangguan nafas progresif (obstruksi
saluran nafas derajat II ke atas)
• Dyspnea, cyanosis
• Gelisah-ketakutan
• Stridor inspiratory
• Retraksi
• Epigastrium
• Interkostal
• suprasternal
45

Pengobatan
• Pengobatan kontak
• Biakan tenggorok
• Uji schick
• Observasi gejala klinis
• Bila imunisasi dasar lengkap à booster toksoid difteria
• Pengobatan karier
• Benzathine penicillin G (< 6 tahun: 600,000 U im dan ≥6
tahun: 1.200.000 U im) atau
• Eritromisin selama 7 – 10 hari (40-50 mg/kg/hari)
• Kultur diulang 2 minggu setelah AB dihentikan
46

Algoritma untuk diagnosis, terapi dan follow up tersangka


difteri dan kontak terinfeksi

• isolasi
Tersangka/terbukti • Kultur c.diphteria hidung, tenggorok, kulit
difteri • Serum untuk pemeriksaan antibodi
• Terapi serum antitoksin diphteria
• Terapi antibiotik
• Imunisasi aktif (Td) pada fase konvalesen
Lapor ke Dinas Kesehatan • Dua pasang kultur hidung dan tenggorok (selang ≥ 24 jam) minimal 2
mgg paska terapi antibiotik. Bila tanpa antibiotik, kultur dilakukan 2
mgg setelah keluhan (-), atau ≥ 2 mgg dari awal sakit

Identifikasi kontak erat Tidak ada Ada

Tetapkan dan Kultur C.diphteria Terapi antibiotik Tetapkan status


monitor vaksinasi difteri
tanda/gejala difteri
minimal 7 hari Positif Negatif
<3 dosis/ ≥3 dosis, ≥3 dosis,
tidak terakhir > terakhir < 5
Stop diketahui 5 tahun yl tahun yl

Hindari kontak erat dgn individu imunisasi tidak lengkap


Segera Segera berikan Bila perlu beri
• identifikasi kontak erat dan lakukan tindak pencegahan
• dua pasang kultur ulangan (selang ≥24 jam) minimal 2 imunisasi booster imunisasi ke-4 /
minggu paska terapi sesuai jadwal booster

Anda mungkin juga menyukai