MARASMUS
I. DEFINISI
Marasmus adalah suatu kondisi dimana anak mengalami defisiensi energi dan
protein. Ini merupakan salah satu dari tiga bentuk serius kekurangan energi
protein (KEP).
Penentuan KEP dilakukan dengan menimbang BB anak dibandingkan dengan
umur.Untuk menyatakan bahwa balita dikategorikan KEP ringan, sedang, berat
dengan menggunakan standar baku BB/U WHO-NCHS.5
a. KEP Ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak pada pita
warna kuning, atau BB/U 70% - 80% baku median WHO-NCHS
b. KEP Sedang bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak dibawah garis
merah (BGM) atau BB/U 60% - 70% baku median WHO-NCHS
c. KEP Berat bila hasil penimbangan BB/U < 60% baku median WHO-NCHS.
II. ETIOLOGI
Etiologi dari penyakit marasmus antara lain masukkan zat gizi yang tidak
adekuat, kebiasaan makan yang tidak tepat, kelainan metabolik dan malabsorbsi,
malformasi kongenital pada saluran pencernaan, penyakit ginjal menahun,
keadaan ekonomi keluarga.2
III. EPIDEMIOLOGI
Marasmus adalah masalah serius seluruh dunia yang melibatkan lebih dari 50
juta anak berusia kurang dari 5 tahun. Menurut WHO 49% dari 10,4 juta kematian
pada anak-anak usia kurang dari 5 tahun di negara-negara berkembang berkaitan
dengan PEM.
Di Indonesia, sebanyak 72% penderita gizi kurang ditemukan di daerah-daerah
kabupaten Indonesia dengan 2 – 4 dari 10 balita menderita gizi kurang.
V. MANIFESTASI KLINIS
Marasmus sering dijumpai pada usia 0 - 2 tahun. Keadaan yang terlihat mencolok
adalah hilangnya lemak subkutan, terutama pada wajah. Akibatnya ialah wajah si anak
lonjong, berkeriput dan tampak lebih tua (old man face). Otot-otot lemah dan atropi,
bersamaan dengan hilangnya lemak subkutan maka anggota gerak terlihat seperti kulit
dengan tulang. Tulang rusuk tampak lebih jelas. Dinding perut hipotonus dan kulitnya
longgar. Berat badan turun menjadi kurang dari 60% berat badan menurut usianya. Suhu
tubuh bisa rendah karena lapisan penahan panas hilang.
Hilangnya lemak di bantalan Daya tahan tubuh menurun Asam amino esensial menurun
dan produksi albumin menurun
Resiko infeksi
Kerusakan integritas kulit Keterlambatan pertumbuhan
dan perkembangan
Resiko infeksi saluran pencernaan
Anorexia, diare
Pemeriksaan laboratorium/radiologi
Pemeriksaan Laboratorium WHO merekomendasikan tes laboratorium
berikut:
Glukosa darah
Pemeriksaan pap darah dengan mikroskop atau pengujian deteksi langsung
Hemoglobin
Pemeriksaan urine pemeriksaan dan kultur
Pemeriksaan tinja dengan mikroskop untuk telur dan parasit
Serum albumin
Tes HIV (Tes ini harus disertai dengan konseling orang tua anak, dan
kerahasiaan harus dipelihara.)
Elektrolit
Hasil
Riwayat diet rinci kuantitas asupan makanan (Food recall) dan kualitas asupan
makanan (Food frequency)
Pengukuran pertumbuhan, indeks massa tubuh (BMI), dan pemeriksaan fisik lengkap
ditunjukkan. Tindakan pengukuran tinggi badan-banding-usia atau berat badan-untuk-
tinggi pengukuran kurang dari 95% dan 90% dari yang diharapkan atau lebih besar
dari 2 standar deviasi di bawah rata-rata untuk usia. Pada anak yang lebih dari 2
tahun, pertumbuhan kurang dari 5 cm/th juga dapat menjadi indikasi defisiensi.
Klasifikasi :
KEP ringan : > 80-90% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)
KEP sedang : > 70-80% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)
KEP berat : ≤ 70% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC).
VIII. PENATALAKSANAAN
Tetapkan Kondisi
Kondisi 1 Tanda Renjatan / Syok + Letargis/tidak sadar + muntah dan atau diare/dehidrasi
Kondisi 2 Letargis/tidak sadar + Muntah dan atau diare/dehidrasi
Kondisi 3 Muntah dan atau diare/dehidrasi
Kondisi 4 Letargis/tidak sadar
Kondisi 5 Jika tidak ditemukan tanda renjatan / syok + letargis/tidak sadar +
muntah/diare/dehidrasi
Penanganan hipoglikemi
Penanganan hipotermi
Penanganan dehidrasi
Koreksi gangguan keseimbangan
elektrolit
Pengobatan infeksi
Pemberian makanan
Fasilitasi tumbuh kejar
Koreksi defisiensi nutrisi mikro
Melakukan stimulasi sensorik dan
perbaikan mental
Perencanaan tindak lanjut setelah
sembuh
Defisiensi zat gizi mikro
Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral. Meskipun sering
ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase awal. Tunggu sampai anak mempunyai nafsu
makan yang baik dan mulai bertambah berat badannya (biasanya pada minggu kedua, mulai fase
rehabilitasi), karena zat besi dapat memperparah infeksi. Berikan setiap hari selama 2 minggu:
- Multivitamin
- Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selnjutnya 1 mg/ hari)
- Seng (2 mg Zn elemenatal/ kgBB/ hari)
- Tembaga (0,3 mg Cu/ kgBB/ hari)
- Ferosulfat 3 mg/ kgBB/ hari setelah berat badan naik (mulai fase rehibilitasi)
- Vitamin A diberikan secara oral pada hari pertama (kecuali apabila telah diberikan
sebelum dirujuk) dengan dosis:
• Anak < 6 bulan: 50.000 IU ( ½ kapsul biru)
• Anak 6-12 bulan: 100.000 IU (1 kapsul biru)
• Anak 1-5 tahun: 200.000 IU (1 Kapsul merah)
Pemberian makanan awal
Sifat utama yang menonjol dari pemberian makanan awal adalah:
• Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan rendah osmolaritas maupun rendah laktosa
• Diberikan secara oral atau melalui NGT, hindari penggunaan parenteral
• Apabila anak masih mendapatkan ASI, lanjutkan pemberian ASI, namun pastikan bahwa
jumlah F-75 yang ditentukan harus terpenuhi
Memberikan makanan untuk tumbuh kejar
Tanda yang menunjukan bahwa anak telah mencapai fase ini adalah:
• Kembalinya nafsu makan
• Edema minimal atau hilang
Tatalaksana :
Lakukan transisi secara bertahap dari formula awal (F-75) ke Formula tumbuh kejar (F-100)
(fase transisi) :
- Ganti F-75 dengan F-100, dan berikan F 100 dalam jumlah yang sama dengan F-75
selam 2 hari berturut-turut
- Selanjutnya naikan jumlah F-100 sebanyak 10 mL setiap kali pemberian sampai anak
tidak mampu menghabiskan atau tersisa sedikit. Biasanya hal tersebut terjadi ketika
pemberian formula mencapai 200 mL/kgBB/hari. Dapat pula digunakan bubur atau
makanan pendamping ASI yang dimodifikasi sehingga kandungan energi dan
proteinnya sebanding dengan F-100
- Setelah transisi bertahap, selanjutnya beri anak :
• Pemberian makan yang sering dengan jumlah tidak terbatas (sesuai
kemampuan anak)
• Energi: 150-220 kkal/ kgBB/ hari
• Protein: 4-6 g/ kgBB/ hari
Apabila anak masih mendapatkan ASI, lanjutkan pemberian ASI, namun pastikan bahwa
anak sudah mendapat F-100 sesuai kebutuhan, karena ASI tidak mengandung cukup energi
untuk menunjang tumbuh kejar. Makanan-terpeutik-siap-saji (ready to use therapeutic food =
RUTF) yang mengandung energi sebanyak 500 kkal/ sachet 92 g dapat digunakan pada fase
rehabilitasi.
Penilaian kemajuan
Kemajuan terapi dinilai dari kecepatan kenaikan berat badan setelah tahap transisi dan
mendapat F-100:
- Timbang dan catat berat badan setiap pagi sebelum diberi makan
- Hitung dan catat kenaikan berat badan setiap 3 hari dalam gram/ kgBB/ hari
• Apabila kenaikan berat badan:
- Kurang (< 5g/kgBB/hari)à anak membutuhkan penilaian ulang secara lengkap
- Sedang (5-10g/kgBB/hari)à periksa apakah target asupan terpenuhi, atau mungkin ada
infeksi yang tidak terdeteksi
- Baik (>10g/kgBB/hari)
IX. KOMPLIKASI
Anak kurang gizi lebih rentan terhadap infeksi, terutama sepsis, pneumonia, dan
gastroenteritis. Hipoglikemi biasa terjadi sesudah masa puasa berat, tetapi dapat juga merupakan
tanda sepsis, Hipotermia dapat menandai infeksi atau, dengan bradikardi dapat menandai
penurunan kecepatan metabolik untuk menghemat energi. Bradikardi dan curah jantung yang
buruk memberi kecenderungan pada anak kurang gizi untuk menderita gagal jantung, yang
diperburuk oleh beban cairan atau zat terlarut akut. Defesiensi vitamin dapat juga mempersulit
malnutrisi. Defesiensi vitamin A biasa terjadi dinegara berkembang dan merupakan penyebab
penting perubahan respons imun dan peningkatan morbiditas (misalnya, infeksi dan kebutaan)
dan mortalitas (terutama akibat campak). Bergantung pada usia onset dan durasi malnutrisi, anak
kurang gizi dapat menderita pertumbuhan kerdil permanen (dari malnutrisi dalam rahim, masa
bayi atau remaja). Kehilangan lingkungan (sosial) dapat berinteraksi dengan pengaruh malnutrisi
hingga terjadi gangguan perkembangan dan fungsi kognitif lebih lanjut.14,15
X. PROGNOSIS
Malnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian sering
disebabkan oleh karena infeksi, sering tidak dapat dibedakan antara kematian karena infeksi atau
karena malnutrisi sendiri. Prognosis tergantung dari stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan.
Dalam beberapa hal walaupun kelihatannya pengobatan adekuat, bila penyakitnya progesif
kematian tidak dapat dihindari,mungkin disebabkan perubahan yang irreversibel dari set-sel
tubuh.14
3.1.1 Definisi
Anemia gizi adalah suatu keadaan dengan kadar hemoglobin darah yang lebih rendah
daripada normal sebagai akibat ketidakmampuan jaringan pembentuk sel darah merah dalam
produksinya guna mempertahankan kadar hemoglobin pada tingkat normal16.
Defisiensi besi adalah berkurangnya jumlah total besi di dalam tubuh. Anemia
defisiensi besi terjadi ketika defisiensi besi yang terjadi cukup berat sehingga menyebabkan
eritropoesis terganggu dan menyebabkan terbentuknya anemia. Keadaan ini akan
menyebabkan kelemahan sehingga menjadi halangan untuk beraktivitas dan juga
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan pada anak16.
3.1.2 Epidemiologi
Secara epidemiologi, prevalensi tertinggi ditemukan pada akhir masa bayi dan awal
masa kanak-kanak diantaranya karena terdapat defisiensi besi saat kehamilan dan percepatan
tumbuh masa kanak-kanak yang disertai rendahnya asupan besi dari makanan, atau karen
penggunaan susu formula dengan kadar besi kurang. Selain itu ADB juga banyak ditemukan
pada masa romaji akibat percepatan tumbuh, asupan besi yang tidak adekuat dan diperberat
oleh kehilangan darah akibat menstruasi pada remaja puteri. Data SKRT tahun 2007
menunjukkan prevalens ADB. Angka kejadian anemia defisiensi besi (ADB) pada anak balita
di Indonesia sekitar 40-45%. Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001
menunjukkan prevalens ADB pada bayi 0-6 bulan, bayi 6-12 bulan, dan anak balita berturut-
turut sebesar 61,3%, 64,8% dan 48,1%9.
3.1.3 Etiologi
Terjadinya ADB sangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi, diit yang
mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang18.
No Umur
1. Bayi di bawah umur 1 tahun
- Persediaan besi yang kurang karena berat badan lahir rendah atau lahir kembar
2. Anak berumur 1-2 tahun
- Masukan intake besi yang kurang karena tidak mendapat makanan tambahan
(hanya minum susu)
- Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang/menahun
- Malabsorbsi
- Kehilangan berlebihan karena pendarahan antara lain karena infestasi parasit
3. Anak berumur 2-5 tahun
- Masukan besi kurang karena jenis makanan kurang mengandung Fe-heme
- Kebutuhan meningkat karena infkesi berulang/menahun
- Kehilangan berlebihan karena pendarahan antara lain karena infestasi
parasite dan diventikulum Meckeli
4. Anak berumur 5 tahun (masa remaja
- Kehilangan berlebihan karena pendarahan antara lain karena infestasi
parasite dan poliposis
5. Usia remaja-dewasa
- Pada Wanita antara lain karena menstruasi berlebihan
Penyebab anemia secara garis besar dibagi menjadi dua kategori yaitu gangguan
produksi eritrosit yaitu kecepatan pembentukan eritrosit menurun atau terjadi gangguan
maturasi eritrosit dan perusakan eritrosit yang lebih cepat. Kedua kategori tersebut tidak
berdiri sendiri, lebih dari satu mekanisme dapat terjadi3.
Berdasarkan bentuk ikatan dan fungsinya zat besi di dalam tubuh terbagi atas 2
macam, yaitu zat besi yang membentuk ikatan heme dengan protein (heme-protein) dan
cadangan dan transport zat besi (non heme iron) ada sekitar 90% berasal dari makanan, yaitu
dalam bentuk senyawa besi inoerganik feri (Fe3+), agar diserap dalam usus besinya harus
diubah dulu menjadi bentuk fero (Fe2+), contoh non heme iron adalah hemosiderin dan
ferritin11.
Penyerapan besi oleh tubuh terutama dimukosa usus duodenum sampai pertengahan
jejunum. Penyerapan besi akan meningkat pada keadaan asam, defisiensi besi dan kehamilan
sedangkan penyerapan akan menurun pada keadaan basa, infeksi, adanya bahan makanan
yang mengandung phytat dan kelebihan zat besi. Kekurangan besi dapat disebabkan oleh9:
3.1.4 Patofisiolgi
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi yang
berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap akan
menyebabkan cadangan besi terus berkurang. Pada tabel berikut 3 tahap defisiensi besi,
yaitu9:
a. Tahap pertama
Tahap ini disebut iron depletion atau store iron deficiency, ditandai dengan
berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein
besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme.
Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan
besi masih normal.9
b. Tahap kedua
Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron
limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoisis.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi
transferin menurun, sedangkan TIBC meningkat dan free erythrocyte porphrin (FEP)
meningkat.9
c. Tahap ketiga
Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila
besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan
kadar Hb. Dari gambaran tepi darah didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang progesif.
Pada tahap ini telah terjadi perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut12.
Sumber zat besi untuk metabolisme besi berasal dari makanan dan proses
penghancuran eritrosit (daur ulang) di retikulo endotelial oleh makrofag. Zat besi yang
berasal dari makanan ada 2 bentuk yaitu heme (contoh daging, ikan, ayam, udang, cumi) dan
non heme (contoh sayuran, buah, kacang- kacangan, beras, pasta). Zat besi yang berasal dari
makanan dalam bentuk ion ferri yang harus direduksi dahulu menjadi bentuk ion ferrro
sebelum diabsorpsi. Proses absorbsi ini dipermudah oleh suasana asam seperti adanya asam
hidroklorida yang diproduksi oleh sel parietal lambung, vitamin C, beberapa substansi seperti
fruktosa dan asam amino. Bentuk ion ferro ini kemudian diabsorbsi oleh sel mukosa usus
halus, di dalam sel mukosa usus bentuk ion ferro akan mengalami oksidasi menjadi bentuk
ion ferri kembali. Sebagian kecil ion ferri ini akan berikatan dengan apoferritin membentuk
feritin, dan sebagian besar akan mengalami reduksi menjadi bentuk ion ferro lagi yang akan
dilepaskan ke dalam peredaran darah dan ion ferro direoksidasi menjadi bentuk ion ferri yang
kemudian berikatan dengan transferin dan disimpan sebagai cadangan di dalam hati, lien dan
sumsum tulang dalam bentuk feritin. Bila cadangan besi dalam tubuh berkurang atau
kebutuhan besi meningkat, maka absorbsi zat besi akan meningkat, sebaliknya bila cadangan
zat besi meningkat maka absorbsi akan berkurang. Berikut (Gambar 1) menunjukkan
metabolisme besi di dalam tubuh12.
Gambar 1. Skema Metabolisme Besi
Kebanyakan anak-anak dengan defisiensi besi tidak menunjukkan gejala dan baru
terdeteksi dengan skrining laboratorium pada usia 12 bulan22.
1. Koilonychias /spoon nail/ kuku sendok: kuku berubah menjadi rapuh dan bergaris-garis
vertical dan menjadi cekung sehingga mirip dengan sendok.
2. Akan terjadi atropi lidah yang menyebabkan permukaan lidah tampak licin dan mengkilap
yang disebabkan oleh menghilangnya papil lidah
3. Angular cheilitis yaitu adanya peradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai
bercak berwarna pucat keputihan.
Defisiensi besi memiliki efek sistemik non-hematologis. Efek yang paling mengkhawatirkan
adalah efek terhadap bayi dan remaja yaitu menurunnya fungsi intelektual,terganggunya
fungsi motorik dapat muncul lebih dahulu sebelum anemia terbentuk. Telah banyak
penelitian dilakukan mengenai hubungan antara keadaan kurang besi dan uji kognitif.di
Guatemala terhadap bayi berumur 6-24 bulan, ditemukan bahwa terdapat perbedaan skor
mental dan skor motoric antara kelompok anak dengan anemia defisiensi besi dan dengan
anak normal.
Penelitian juga dilakukan terhadap anak usia 3-6 tahun di Inggris yang menunjukkan bahwa
anak dengan anemia defisiensi besi menunjukkan skor yang lebih rendah terhadap uji oddity
learning jika dibandingkan kelompok kontrol. Terdapat bukti bahwa perubahan-perubahan
tersebut dapat menetap walaupun dengan penanganan, sehingga pencegahan menjadi sangat
penting. Pica, keinginan untuk mengkonsumsi bahan-bahan yang tidak dapat dicerna, atau
pagofagia, keinginan untuk mengkonsumsi es batu merupakan gejala sistemik lain dari
defisiensi besi. Pica dapat menyebabkan pengkonsumsian bahan-bahan mengandung timah
sehingga akan menyebabkan plumbisme19.
3.1.6 Diagnosis
Penyebab alternatif paling sering dari anemia mikrositer adalah thalassemia α atau β
dan hemoglobinopati, yaitu hemoglobin E dan C. Karakteristik talasemia yang paling sering
muncul adalah menurunnya jumlah sel darah merah namun dengan jumlah RDW normal atau
meningkat sedikit. Keracunan timbal dapat menyebabkan anemia mikrositer namun lebih
sering terjadi anemia defisiensi besi menyebabkan pica yang kemudian menyebabkan
keracunan timbal19.
3.1.8 Penatalaksanaan
Efek samping pemberian preparat besi peroral lebih sering terjadi pada orang dewasa
diabndingkan bayi dan anak. Pewarnaan gigi yang berifat sementara dapat dihindari dengan
meletakkan larutan tersebut ke bagian belakang lidah dengan cara tetesan.
Transfusi darah
Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada keadaan
anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dpaat mempengaruhi respon terapi.
Koreksi anemia berat dengan transfusi tidak perlu secepatnya, malah akan membahayakan
karena dapat menyebabkan hipervolemia dan dilatasi jantung. Pemberian PRC dilakukan
secara perlahan dalam jumlah yang cukup untuk menaikkan kadar Hb sampai tingkat aman
sambil menunggu respon terapi besi. Secara umum, untuk penderita anemia berat dengan
kadar Hb < 4 g/dl hanya diberi PRC dengan dosis 2 – 3 mg/kgBB persatu kali pemberian
disertai pemberian diuretik seperti furosemide. Jika terdapat gagal jantung yang nyata dapat
dipertimbangkan pemberian transfusi tukar menggunakan PRC yang segar22.
3.1.9 Prognosis
Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekuarnagn besi saja dan
diketahui penyebab serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan
manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat besi22.
a. Diagnosis salah
b. Dosis obat tidak adekuat
c. Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsa
d. Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak berlansgung menetap
e. Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaian besi (seperti : infeksi,
keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit tiroid, penyakit karena defisiensi
vitamin B12, asam folat)
f. Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang berlebihan pada ulkus
peptikum dapat menyebabkan pengikatan terhadap besi).
DAFTAR PUSTAKA
3. Nelson. 2007. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Behrman Kliegman Aevin : EGC.
4. Staf Pengajar IKA FK UI. 2007. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FK UI.
5. Direktorat Bina Gizi.2011. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku 1, cetakan keenam.
Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
12. Powers JM, Heeney MM. Anemia. In: Kline MW, editor. Rudolph’s Pediatrics, 23e
[Internet]. New York, NY: McGraw-Hill Education; 2018. Available from:
accesspediatrics.mhmedical.com/content.aspx?aid=1182909625
14. Zaenab AS. Perbedaan Status Anemia Berdasarkan Konsumsi Zat Besi (Fe) dan Lama
Menstruasi Pada Siswi SMK Negeri 1 Tabanan [Internet]. Poltekkes Denpasar; 2020.
Available from: http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/4099/
15. Astriana W. Kejadian Anemia pada Ibu Hamil Ditinjau dari Paritas dan Usia. J Aisyah
J Ilmu Kesehatan; Vol 2, No 2 December [Internet]. 2017; Available from:
https://aisyah.journalpress.id/index.php/jika/article/view/WA
18. Özdemir N. Iron deficiency anemia from diagnosis to treatment in children. Turk
Pediatr Ars. 2015;50(1):11–9.
21. Kurniati I. Anemia Defisiensi Zat Besi. 2020 [cited 2022 Jul 26];18–33.
Available from: http://repository.lppm.unila.ac.id/26666/
22. Fitriany J, Saputri AI, Ilmu S, Anak K. Anemia Defisiensi Besi. Vol.
4, Jurnal Averrous. 2018.