Anda di halaman 1dari 12

BAB I

LANDASAN TEORITIS

A. DEFENISI
Malnutrisi atau Kekurangan gizi merupakan suatu keadaan
ketidakseimbangan antara kebutuhan tubuh dan asupan gizi ensensial.
Malnutrisi energi protein adalah tidak adekuatnya intake protein dan
kalori yang dibutuhkan oleh tubuh.
Malnutrisi energi protein (MEP) termasuk suatu rentang kondisi patologis akibat
kekurangan protein dan kalori dalam berbagai perbandingan.
(Rosa M. Sacharin. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Hal : 1870)
Penyakit malnutrisi dengan kekurangan energi protein atau tidak
mencukupinya makanan bagi tubuh sering kali dikenal dengan Marasmus dan
Kwashiorkor.
Klasifikasi patokan akal dengan perbandingan berat badan terhadap umur sering
digunakan:
BB > 120 % baku : gizi lebih
BB 80 120 % baku : gizi cukup/baik
BB60 -80 % baku tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan)
BB60 -80 % baku dengan edema : kwashiorkor (MEP berat)
BB < 60 % baku, dengan edema : Marasmik kwashiorkor (MEP berat)
BB < 60 % baku, tanpa edema : Marasmus (MEP berat)

B. Gambaran klinis
Gambaran klinik antara Marasmus dan Kwashiokor sebenarnya berbeda
walaupun dapat terjadi bersama- sama (Ngastiyah,1997)

1
A. Gambaran klinik Kwashiorkor :
Pertumbuhan terganggu (berat badan dan tinggi badan kurang dari standar)
Tabel 1 : Perkiraan Berat Badan (Kg)
1. Lahir 3,25
2. 3-12 bulan ( bln +9) / 2
3. 1-6 tahun (thn x 2) + 8
4. 6-12 tahun {(thn x 7) 5} / 2
(Soetjiningsih, 1998, hal.20
Tabel 2 : Perkiraan Tinggi Badan (Cm)
1. 1 tahun 1,5 x TB lahir
2. 4 tahun 2 x TB lahir
3. 6 tahun 1,5 x TB 1 thn
4. 13 tahun 3 x TB lahir
5. Dewasa 3,5 x TB lahir = 2x TB 2 thn
(Soetjiningsih, 1998, hal.21).
Perubahan mental (cengeng atau apatis)
Pada sebagian besar anak ditemukan edema ringan samapai berat
Gejala gastrointestinal (anoreksia,diare)
Gangguan pertumbuhan rambut (defigmentasi, kusam, kering,
halus, jarang dan mudah di cabut )
Kulit kering, bersisik, hiperpigmentasi dan sering ditemukan
gambaran crazy pavement dermatosis.
Pembesaran hati (kadang sampai batas setinggi pusat, teraba
kenyal, licin dengan batas yang tegas).
Anemia akibat gangguan eritropoesis.

2
Pada pemeriksaan kimia darah ditemukan hipoalbunemia dengan
kadar globulin normal, kadar kolesterol serum rendah.
Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, sering disertai tanda
fibrosis, nekrosis dan infiltrasi sel mononukleus.
Hasil autopsi pasien kwashiorkor yang berat menunjukkan
terjadinya perubahan degeneratif pada semua organ (degenerasi otot
jantung, atrofi fili usus, osteoporosis dan sebagainya)

B. Gambaran Klinik Marasmus :


Pertumbuhan berkurang atau terhenti, otot otot atrofi
Perubahan mental (cengeng, sering terbangun tengah malam)
Sering diare, warna hijau tua, terdiri dari lendir dan lendir dengan
sedikit tinja
Turgor kulit menurun, tampak keriput karena kehilangan jaringan
lemak bawah kulit
Pada keadaan marasmus yang berat, lemak pipi juga hilang sehingga
wajah tampak lebih tua, tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol.
Vena superfisial tampak lebih jelas
Perut membuncit dengan gambaran usus yang jelas

1. Marasmus
A. Defenisi
Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan
kalori dan protein.
(Suriadi dan Rita yuliani. Edisi I. Jakarta, 2001, hal :195)
Marasmus adalah penyakit yang timbul akibart kekurangan energi
(kalori) sedangkan kebutuhan protein relative cukup.
(Ngastiyah, Hal : 183)

B. Etiologi
Kekurangan energi (kalori)
Kegagalan pemberian ASI kepada bayi
Penyakit metabolic
Kelainan organ tubuh
Kurangnya hubungan orangtua dengan anak

3
C. Patofisiologi
Pada keadaan ini yang menyolok adalah pertumbuhan yang kurang
atau terhenti, disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak dibawah kulit.
Pada mulanya kelainan demikian meerupakan proses fisiologis. Untuk
kelangsungan hidup jaringan, tubuh memerlukan energi yang dapat dipenuhi
oleh makanan yang diberikan, sehingga harus didapat dari tubuh sendiri,
sehingga cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan
energi tersebut.
Penghajuran jaringan pada defenisi kalori tidak juga membantu
memenuhi kebutuhan energi akan tetapi juga untuk memungkinkan sintesis
glukosa dan metabolic asensial lainnya seperti asam amino untuk komponen
hemoestatik.
D. Manifestasi Klinis
Jaringan sub kutan hilang
Kulit keriput
Latergi
Ubun-ubun besar, cekung pada bayi
Wajah seperti orang tua
Konstipasi dan diare
Apatis
Turgor kulit jelek
Kelaparan
Badan kurus kering
Perut membuncing atau cekung
Mata tampak besar atau dalam
Tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol

E. Komplikasi
Infeksi
Gangguan tumbuh kembang
Tuberculosis
Parasitosis
Disentri
Malnutrisi kronik

4
F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemerikasaan fisik
Pemerikasaan laboratorium, albumin, creatinin dan nitrogen elektrolit,
Hb, Ht, transferi

G. Penatalaksanaan
Diet tinggi kalori, mineral dan vitamin
Pemberian terapi cairan dan elektrolit
Penanganan diare bila ada

2. Kwashiorkor
A. Defenisi
Kwashiorkor adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan
protein baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
(Suriadi dan Rita yuliani. Edisi I. Jakarta, 2001, hal :195)
Kwashiorkor adalah penyakit yang umum terjadi pada anak akibat
kekurangan protein hewani maupun nabati.
(Ngastiyah Hal: 185)

B. Etiologi
Kekurangan protein
Kekurangan nutrisi yang lain, seperti vitamin dan mineral
Hygine yang buruk
Diare kronik
Malabsorbsi protein
Infeksi menahun
Luka baker
Penyakit hati

C. Patofisiologi

5
Kekurangan protein akan menimbulkan kekurangan berbagai asam
aminoesensial yang dibutuhkan untuk sintesis, karma terdapat cukup
karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam
amino dari dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan
disalurkan ke otot. Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan
penyebab kurangnya pembentukan albumin oleh hepar, sehingga timbul
edema. Perlemakan hati terjasi karena gangguan pembentukan lipoprotein
beta sehingga transport lemak dari hati kedepot lemak, juga terganggu dan
akibatnya terjadi akumulasi lemak dalam hepar.

D. Manifestasi Klinis
Jaringan subkutan dan lembut
Kulit kering dan bersisik
Lethargi
Warna rambut pirang, kering, kusam hakus, jarang seperti rambut jagung
Muka sembab
Muntah dan diare
Apatis
Jaringan otot mengecil
Gagal tumbuh kembang
Alopecia
Anorexia
Edema
Pembesaran hati

E. Komplikasi
Infeksi
Gangguan tumbuh kembang
Tuberculosis paru
Bronkopneumonia
Defisiensi vitamin A
Hipokalemia
Hipernatremi
Anemia
Askaris

6
F. Penatalaksanaan
Memberikan makanan yang banyak mengandung protein, bernilai tinggi,
banyak cairan, cukup Vitamin dan mineral.
Makan yang dihidangkan dalam bentuk mudah dicerna dan diberikan
secara bertahap
Penanganan penyakit penyerta dan pemberian antibiotik jika terdapat
infeksi.
Pemantauan kesehatan penderita dan penyuluhan gizi terhadap keluarga

B. Penatalaksanaan Pasien dengan gizi kurang dan gizi buruk (Marasmus dan
Kwasiorkor)
1. Memenuhi Kebutuhan Gizi
Pasien yang menderita Malnutrisi energi protein ( MEP) apalagi yang berat
pada umumnya menderita anoreksia yang hebat sehingga sukar sekali
memberikan makanan, selain anoreksia juga menderita gangguan saluran
pencernaan sebagai akibat kurangnya enzim-enzim yang diperlukan pada
saluran pencernaan.
Akibat tidak dicerna dan diserap dengan baik menyebabkan berkembang
biaknya flora usus dan terjadilah diare. Pasien dangan defisiensi berat
memerlukan makanan tinggi kalri dan protein.
Pemberian makanan harus bertahap mulai dari tahap penyesuaian yaitu
pemberian kalori dimulai dari 50 kalori /kg BB/haridalam cairan 200 ml/kg
BB/hari pada kwashiorkor, dan 250 ml/kg BB/hari pada marasmus.
2. Bahaya Terjadi Komplikasi
Pasien MEP sangat mudah mendapat infeksi karena daya tahan tubuhnya
rendah (terutama sistem kekebalan seluler). Infeksi yang paling sering ialah
broncho pneumonia dan tubercholosis. Penyerapan yang terganggu pada

7
pasien MEP sering diare, dan juga stomatitis, Sedangkan pada kulit berupa
Crazi Pavement Dermatosis.
Yang perlu diperhatikan dalam merawat pasien MEP yaitu :
a. Kebersihan mulut
Sering diberikan minum terutama setelah makan/minum susu juga bila
pasien dipasang sonde berikan 2-3 sendok the untuk mencegah
kekeringan pada selaput lendir mulut dan tengkorak.
b. Kebersihan kulit
Harus diperhatikan agar keadaan kuit terutama dibagian yang tertekan
selalu bersih dan kering ubahlah sikap/posisi baring setiap 2-3 jam dan
lap dengan air hangat. Lalu dikeringkan diberikan bedak. lap dengan air
hangat.
c. Jika Pasien MEP Menderita Diare Harus Segera Diatasi Untuk Mencegah
keadaan lebih buruk
d. Jika pasien menderita hipotermia, ini merupakan gejala dari setiap
terjadinya hipoglikemia, pemberian makanan harus diperhatikan apakah
dietnya benar dan apakah dapat dihabiskan. Jika selalu sisa lebih baik
disonde saja

3. Gangguan rasa aman dan nyaman / psikososial


Gangguan rasa aman dan nyaman / psikososial dialami oleh pasien sejak
menderita kekurangan gizi awal. gangguan ini akan bertambah jika pasien
diperlukan tindakan medis seperti : Pengambilan cairan lambung,
pengambilan darah dan biopsy usus karena tindakan ini memerlukan beberapa
jam dan pasien biasanya diikat tangannya agar tidak mencabut selang yang
ada alat biopsinya
4. Kurangnya pengetahuan orang tua pasien mengenai makanan anak
Dewasa ini pasien yang menderita kekurangan gizi sudah jauh berkurang
berkat perbaikan sosial ekonomi (walaupun masih belum merata sampai
dipelosok) dan juga karena kegiatan PKK yang besar peranannya dalam
mengubah kehidupan keluarga, terutama untuk perbaikan gizi.
Disamping itu ada yang penyebabnya karena mereka kurang mengerti cara
pemberian makanan anak. Penyuluhan yang perlu adalah :
a. Menjelaskan bahwa penyakit anaknya disebabkan karena anak kurang
mendapat makanan yang mengandung cukup gizi
b. Beri contoh bahan makanan yang bergizi dan bagaimana cara memilih
dan memasaknya

8
c. Anak dibawa konsultasi ke posyandu / puskesmas untuk mendapatkan
petunjuk pemberian makanannya serta mendapatkan pengawasan
kesehatanya
d. Perlu pemeliharaan kebersihan mulut anak untuk mencegah stomatitis dan
menghindarkan kehilangan nafsu makannya.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Riwayat Status
Kaji riwayat pola makan
Pengkajian entroprometri
Kaji manifestasi klisis
Monitor hasil laboratorium
Timbang berat badan
Kaji tanda vital

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d tidak adekuatnya intake
nutrisi
2. kurangnya volume cairan b/d kurangnya intake cairan
3. Gangguan integritas kulit b/d tidak adanya kandungan makanan yang cukup

9
4. Resiko infeksi b/d gangguan respon imun sekunder dan malnutrisi
5. Bersihan jalan napas tak efektif b/d peningkatan sekresi trakheobronkhial
sekunder terhadap infeksi saluran pernapasan
(Carpenito, 2000, hal. 799-801).
6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein
yang tidak adekuat. (Carpenito, 2000, hal. 448-460).

C. PERENCANAAN DAN RASIONAL


Diagnosa Keperawatan I :
Pemberian nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d tidak adekuatnya intake
nutrisi
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : Nafsu makan anak meningakat, porsi yang disajikan habis,
berat badan normal sesuai usia, dan tidak ditemukan
manifestasi malnutrisi.
Intervensi/ rasionalisasi :
berikan intake makanan tinggi kalori, protein, vitamin dan mineral/
kebutuhan nutrisi dan gizi anak akan terpenuhi
frekuensi makanan dapat ditingkatkan, porsi sedikit tapi sering setiap 3-
4 jam dan selingi dengan makanan kecil yang tinggi lalori dan protein
/porsi makanan yang disajikan habis.
Beri makanan yang bervariasi dan dalam keadaan hangat/ nafsu makan
bertambah
Timbang berat badan anak setiap hari/ dapat memonitor kenaikan berat
badan anak
Evaluasi : kebutuhan nutrisi anak terpenuhi

Diagnosa Keperawatan II :
Kurangnya volume cairan/ elektrolit b/d kurangnya intake cairan
Tujuan : Terpenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit
Criteria hasil : anak tidak menunjukkan tanda-tanda dehidrasi, output urine
dan berat jenis urine normal.
Intervensi / rasionalisasi :
Berikan cairan / elektrolit yang ade kuat sesuai dengan kondisi anak ,
kebutukan cairan anak terpenuhi

10
Ukur intake dan output cairan /jumlah intake dan output cairan
terkontrol
Ukur berat jenis urine dan monitor pengeluran urine/ berat jenis urine
normal kembali.
Kaji tanda-tanda dehidrasi pada anak / tanda-tanda dehidrasi dapat
diatasi
Evaluasi : volume cairan tubuh anak terpenuhi

Diagnosa Keperawatan III :


Gangguan integritas kulit b/d tidak adanya kandungan makanan yang cukup
Tujuan : integritas kulit anak kembali normal
Criteria Hasil : anak menunjukkan keutuhan integritas kulit d/d kulit tidak
bersisik, tidak kering dan elastiskulit normal
Intervensi / rasionalisasi :
Kaji keutuhan kulit dan lakukan kebersihan kulit / keutuhan kulit dan
kebersihan kulit terjaga
Berikan alas matras yang lembut/ rasa aman pada kulit anak
Ganti segera pakaian yang lembab / basah agar tidak terjadi alergi pada
kulit anak
Hindari penggunaan sabun yang dapat mengiritasi kulit / iritasi kulit
tidak terjadi.
Evaluasi : integritas kulit anak normal

Diagnosa Keperawatan IV :
Resiko infeksi b/d gangguan respon imun sekunder dan malnutrisi
Tujuan : tidak terjadi infeksi pada anak
kriteria hasil : anak terbebas dari infeksi d/d suhu tubuh dan leukosit dalam
keadaan normal.
Intervensi / rasionalisasi :
Kaji tanda-tanda infeksi, ukur suhu tubuh setiap 4 jam / tanda-tanda
infeksi teratasi dan suhu tubuh anak normal
Gunakan standar penjagahan normal universal seperti : kebersihan,
mencuci tangan bila kontak dengan anak / tidak terjadi infeksi silang
Berikan imunisasi pada anak yang belum di imunisasi / pencegahan
infeksi secara dini.
Evaluasi : tidak terjadi infeksi pada anak.

11
Diagnosa Keperawatan V :
Bersihan jalan napas tak efektif b/d peningkatan sekresi trakheobronkhial
sekunder terhadap infeksi saluran pernapasan (Carpenito, 2000, hal. 799-801).
Tujuan : Klien akan menunjukkan jalan napas yang efektif.
Kriteria : Jalan napas bersih dari sekret, sesak napas tidak ada, pernapasan
cuping hidung tidak ada, bunyi napas bersih, ronchi tidak ada.
Intervensi / rasionalisasi :
Lakukan fisioterapi dada dan suction secara berkala.
Lakukan pemberian obat mukolitik /ekspektorans sesuai program terapi,
mukolitik memecahkan ikatan mukus; ekspektorans mengencerkan
mukus.
Observasi irama, kedalaman dan bunyi napas : Menilai perkembangan
masalah klien.

Diagnosa Keperawatan VI :
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang
tidak adekuat (Carpenito, 2000, hal. 448-460).
Tujuan : Klien akan mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai standar
usia.

Kriteria hasil : Pertumbuhan fisik (ukuran antropometrik) sesuai standar usia.

Perkembangan motorik, bahasa/ kognitif dan personal/sosial


sesuai standar usia.

Intervensi / rasionalisasi :
Ajarkan kepada orang tua tentang standar pertumbuhan fisik dan tugas-
tugas perkembangan sesuai usia anak
Lakukan pemberian makanan/ minuman sesuai program terapi diet
pemulihan.
Lakukan pengukuran antropo-metrik secara berkala.
Lakukan stimulasi tingkat perkembangan sesuai dengan usia klien.

12

Anda mungkin juga menyukai