Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN BUTA WARNA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III

yang diampuh oleh Ns. Ita Sulistiani Basir, M.Kep

DI SUSUN OLEH

KELOMPOK 4 KELAS A

1. SIGIT PRANATA A.NANI 841415040


2. ZATUL HIKMAH A. KATILI 841418028
3. DEAL MAGAFIRA HUNTOYUNGO 841418032
4. RAHMATIA KADIR 841418036
5. SAFIRA R. PAGAU 841418113

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur selalu dipanjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya, makalah asuhan keperawatan ini dapat dibuat. Makalah
asuhan keperawatan ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Jiwa. Tidak lupa di ucapkan rasa terima kasih kepada teman-teman dan
keluarga yang selalu mendukung dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam proses pembuatan dan hasil dari asuhan
keperawatan ini terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Sehingga bagi siapapun
yang ingin memberikan kritik dan saran yang membangun. Kami berharap dengan
selesainya makalah asuhan keperawatan ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada
Narapidana” dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Gorontalo, September 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................i

DAFTAR ISI...............................................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN......................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang.............................................................................................4


1.2 Rumusan Masalah........................................................................................4
1.3 Tujuan........................................................................................................... 5
BAB II : KONSEP MEDIS.........................................................................................6

2.1 Definisi............................................................................................................6

2.2 Etiologi............................................................................................................6

2.3 Prognosis..........................................................................................................8

2.4 Manifestasi...................................................................................................... 8

2.5 Klasifikasi........................................................................................................ 9

2.6 Patofisiologi....................................................................................................10

2.7 Komplikasi.....................................................................................................12

2.8 Penatalaksanaan..............................................................................................12

BAB III : KONSEP KEPERAWATAN...................................................................14

3.1 Pengkajian........................................................................................................14

3.2 Diagnosa..........................................................................................................17

3.3 Intervensi..........................................................................................................18

BAB IV : PENUTUP..................................................................................................27

ii
3.1 Kesimpulan......................................................................................................27

3.2 Saran................................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................28

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mata dapat dikatakan sebagai bagian dari pancaindra yang paling penting, dari mata kita
dapat melihat, belajar dan melakukan semua kegiatan dengan optimal. Mata merupakan
jendela otak karena 90% informasi yang di peroleh otak berasal dari mata. Jika pada system
penglihatan mengalami gangguan maka akan berdampak besar dalam kehidupan sehari-hari.

WHO memperkirakan 12 orangmenjadi buta setiap menit di dunia, dan 4


orangdiantaranya berasal dari asia tenggara. Bila dibandingkan dengan angka kebutaan
Negara-negara di regional Asia Tenggara,angka kebutaan di Indonesia (1,5%) adalah yang
tertinggi (Bangladesh 1%,India 0,7%,Thailand 0,3%). Menurut Badan Penelitian dan
Pengembanga Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2008), proporsi
penduduk umur 30 tahun ke atas dengan katarak menurut kabupaten/provinsi jawatengah
adalah 5,2% dari total penduduk jawa tengah menderita katarak baik yang telah didiagnosa
oleh tenaga kesehatan atau yang baru ditemukan tanda-tanda katarak. Sedangkan di
Kabupaten Boyolali ditemukan total 16,9% dari jumlah penduduk yang menderita katarak.

Salah satu gangguan yang terjadi pada mata adalah buta warna. Buta warna adalah suatu
keadaan dimana seseorang tidak dapat membedakan warna tertentu yang bisa dibedakan oleh
orang dengan mata normal. Seseorang yang menderita buta warna dapat disebabkan oleh
kelainan sejak lahir atau akibat penggunaan obat-obatan yang berlebihan. Buta warna
umumnya diderita oleh laki-laki, sedangakan wanita hanyalah sebagai gen pembawa/resesif.
Kemajuan Teknologi pada umumnya memunculkan peralatan yang semakin canggih dalam
upaya memerangi penyakit atau melakukan deteksi lebih dini pada kondisi-kondisi tertentu.

1.2 Rumusan masalah

1. Apa pengertian dari buta warna?

2. Bagaimana konsep medis dari buta warna?

3. bagaimana konsep keperawatan dari buta warna?

1.3 Tujuan
4
1. Mahasiswa dapat mengetahui apa itu buta warna.

2. Mahasiswa dapat mengetahui konsep medis dari buta warna.

3. Mahasiswa dapat mengetahui konsep keperawatan dari buta warna.

5
BAB II
KONSEP MEDIS
2.1 Definisi
Buta warna /kekurangan penglihatan warna adalah kemampuan penglihatan warna-
warna yang tidak sempura, dimana seseorang tidak atau kurang dapat membedakan
beberapa warna dengan baik, dapat terjadi secara kongenital maupun didapat akibat
penyakit tertentu.
Buta warna dapat juga dapat diartikan sebagai suatu kelainan penglihatan yang
disebabkan oleh ketidakmampuan sel-sel kerucut (cone cell) pada retina mata untuk
menangkap suatu spectrum warna tertentu sehingga objek yang terlihat bukan warna yang
sesungguhnya. Buta warna sendiri merupakan salah satu jenis penyakit keturunan yang
akan terekspresi kepada para pria. Itu disebabkan karena wanita secara genetis sebagai
carrier atau pembawa sifat. Istilah buta warna adalah pengertian yang salah, karena
seorang penderita buta warna sebenarnya tidak buta terhadap semua warna melainkan
hanya beberapa warna. Penyakit buta warna lebih tepat disebut sebagai gejala gangguan
penglihatan warna tertentu saja atau disebut dengan color vision difiency.
Buta warna merupakan kelainan yang bersifat genetika, sehingga obat untuk
menyembuhkan buta warna ini sulit untuk ditemukan. Buta warna diakibatkan karena
retina mata penderita buta warna berbeda dengan mata orang normal, untuk buta warna
persial sel kerucut bersifat sensitive dalam menangkap warna dan sel batang sensitive
terhadap cahaya, sedangkan buta warna total tidak memiliki sel kerucut sehingga tidak
dapat menangkap warna. (ed Wirdianingsih 2010)
2.2 Etiologi
a. Kongenital, bersifat sensitive terkait dengan kromosom X
Buta warna itu sendiri adalah ketidakmampuan seseorang membedakan warna
tertentu. Orang tersebut biasanya tidak buta semua warna melainkan hanya pada
warna tertentu saja, meskipun demikian ada juga seseorang yang sama sekali tidak
bisa melihat warna jadi hanya tampak hitam, putih, dan abu-abu saj. Normalnya sel
kerucut (cone) diretina mata mempunyai spectrum terhadap tiga warna dasar yaitu
merah, hijau dan biru. Pada orang yang mempunyai sel-sel kerucut yang sensitive
untuk tiga jenis warna ini, maka ia dikatakan normal.
Buta warana karena herediter dibagi menjadi tiga:
1) Monokromasi (buta warna total)
2) Dikromasi (hanya dua sel kerucut yang berfungsi)
6
3) Anomalus trikromasi (tiga sel kerucut berfungsi, salah satunya kurang baik)

Dari semua jenis buta warna, kasus yang paling umum adalah anomalus
trikromasi, khusnya deutranomali, yang mencapai angka 5% dari pria. Sebenarnya,
penyebab buta warna tidak hanya karena ada kelainan pada kromosom X, namun
dapat mempunyai kaitan dengan 19 kromosom dan gen lain yang berbeda. Beberapa
penyakit yang diturunkan seperti distrofi sel kerucut yang akromatopasia juga dapat
menyebabkan seseorang menjadi buta warna. (Jeremy, 2010)
Gen buta warna terkait dengan kromosom X (X-linked genes). Jadi
kemungkinan seorang pria yang memiliki genotif XY untuk terkena buta warna secara
turuan lebih besar dibandingkan dengan dengan wanita yang bergenotof XX untuk
terkena buta warna. Jika hanya terkait pada salah satu kromosom Xnya saja, wanita
disebut carrier atau pembawa, yang biasa menurunkan gen buta warna pada anak-
anaknya. Menurut salah satu riset 5-8% pria dan 0,5 untuk wanita dilahirkan buta
warna. Dan 99% penderita buta warna termasuk dikromas, protanopia, dan
deuteranopia.
Dua gen yang berhubungan dengan munculnya buta warna adalah OPN1LW
(Opsin 1 Long Wave), yang menjadi pigmen merah dan OPN1MW (Opsin 1 Middle
Wave), yang menjadi pigmen hijau. (Jeremy, 2010)
a. Didapat, bila ada kelainan pada macula dan saraf optic
Buta warna dapat juga ditemukan pada penyakit macula saraf optic, sedang pada
kelainan retina ditemukan cacat relative penglihatan warna biru dan kuning sedang
kelainan saraf optic memberikan kelainan melihat warna merah dan hijau. (Ilyas,
2014)
Selain kedua hal diatas, buta warna tidak hanya disebabkan oleh faktor endogen
saja,seperti hereditas, namun juga bisa dipengaruhi oleh faktor eksogen, seperti
terkena sinar radiasi.Faktor predisposisi kebanyakan kasus buta warna disebabkan
karena bawaan sejak lahir atau penyakit turunan. Namun, dapat pula terjadi karena
faktor usia, penyakit bawaan atau disebabkan oleh kecelakaan. Kemungkinan
terjadinya kasus buta warna pada anak laki-laki jauh lebih banyakdibanding anak
perempuan. Hal ini dikarenakan buta warna merupakan kelainan yang bersifat
genetik.
2.3 Prognosis

7
Menurut Howard Hughes Medical Institute, terdapat 7% kasus buta warna pada pria
dan 0,4% pada wanita di Amerika Serikat dengan ketidakmampuan membedakan warna
merah dan hijau.
Sementara di Indonesia, kurang lebih terdapat 0,7% kasus dengan penderita rata-rata
adalah pria.Penderita ada yang kesulitan mengenali warna putih dan hitam, namun ada
pula yang hanya kesulitan mengenali beberapa warna.Kasus buta warna pada wanita
hanya tidak lebih dari 1% kasus, sedangkan pada pria persentasenya adalah 7-10%.Antar
satu orang dengan orang yang lain memiliki persepsi warna yang sedikit warna walaupun
orang-orang ini tidaklah mengalami buta warna.Rata-rata pemiliki kondisi buta warna
mengalaminya sejak lahir namun hal ini jarang nampak selama hidupnya.
Buta warna adalah istilah umum untuk gangguan persepsi warna. Penderita buta
warna kesulitan membedakan nuansa warna atau buta terhadap warna tertentu. Buta wara
tidak dapat disembuhkan. Menutur statistic, sekitar 5-8% laki-laki dan 0,5% perempuan
menyandang buta warna.
Banyak orang yang tidak menyadari dirinya buta warna. Hal ini karena mereka
umumnya bukan tidak dapat melihat suatu warna, tetapi hanya kesulitan membedakan
nuansanya. Namun, sebenanrnya mereka bisa menyadarinya dan masalah-masalah yang
sering dihadapi. Hal yang sederhana pada orang lain seringkali menjadi masalah bagi
mereka. Misalnya, ketika harus memilih sepasang kaus kaki dari kaus kaki yang lain
warnanya mirip atau membedakan warna kabel. Mereka juga mungkin sering
menggunakan warna mencolok karena ketidakpekaan terhadap warna. (Ilyas, 2014)

2.4 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala dari buta warna tergantung jenis buta warna yang diderita, biasanya
seseorang yang mengalami kekurangan penglihatan warna sering kelirudalam
membedakan warna-warna tertentu dan juga mungkin tidak dapat melihat suatu warna
dengan terang seperti orang normal.
1) Dikromatik
a. Protanopia
Penderita tidak dapat membedakan warna merah dan hijau karena pigmen
merah tidak ada.
b. Dentranopia
Penderita tidak dapat membedakan warna merah hijau karena pigmen
hijau tidak ada.
8
c. Tritanopia
Penderita tidak dapat membedakan warna biru-kuning karena pigmen biru
hilang.
1) Trikromatik
Penderita memiliki 3 macam sel kerucut tapi salah satunya tidak berfungsi
secara normal. Gejala analog dengan defek pada dikromatik.
2) Monokromatik
Terdiri dari 2 bentuk walaupun keduanya tidak memiliki diskriminasi
warna sama sekali.
a) Monokormatik batang pengidap lahir tanpa sel kerucut yang
berfungsi pada retina dengan gejala penurunan ketajaman
penglihatan, tidak ada penglihatan warna, fotofobia dan
nystagmus.
b) Monokromatik kerucut tidak memiliki diskiriminasi cacat warna
tapi ketajaman penglihatan normal, tidak terdapat fotofobia dan
nigtamus.
c) Monokromatik kerucut memiliki fotoreseptor kerucut tapi semua
sel kerucut mengandung pigmen penglihatan yang sama.

2.5 Klasifikasi/Stage
Buta warna sendiri dapat diklasifikasi menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Trikromasi
Buta warna jenis ini adalah perubahan sensitifitas warna dari satu jenis atau
lebih sel kerucut. Jenis buta warna inilah yang sering dialami oleh manusia. Buta
warna trikromasi digolongkan atas:
1) Protanomali, yang merupakan kelemahan warna merah
2) Deutromali, merupakan kelemahan warna hijau
3) Tritanomali, yaitu kelemahan terhadap warna biru
a. Dikromasi
Merupakan tidak adanya satu dari stiga jenis sel kerucut, terdiri dari:
1) Protanopia yaitu tidak adanya sel kerucut warna merah sehingga
kecerahan warna merah perpaduannya kurang
2) Deuteranopia yaitu tidak adanya sel kerucut yang peka terhadap warna
hijau
9
3) Tritanipia yaitu tidak adanya sel kerucut yang peka terhadap warna
biru
b. Monokromasi
Ditandai dengan hilangnya atau berkurangnya semua penglihatan
warna, sehingga yang terlihat hanya putih dan hitam pada jenis typical dan
sedikit warna pada jenis atypical. Jenis buta warna ini prevalensinya sangat
jarang.

2.6 Patofisiologi
Penglihatan bergantung pada stimulasi fotoreseptor retina oleh cahaya. Benda-benda
tertentu di lingkungan, misalnya matahari, api, dan bola lampu, memancarkan cahaya.
Pigmen-pigmen di berbagai benda secara selektif menyerap panjang gelombang tertentu
cahaya yang datang dari sumber-sumber cahaya, dan panjang gelombang yang tidak
diserap di pantulkan dari permukaan benda. Berkas-berkas cahaya yang dipantulkan
inilah yang memungkinkan kita melihat benda tersebut. Suatu benda yang tampak biru
menyerap panjang gelombang cahaya merah dan hijau yang lebih panjang dan
memantulkan panjang gelombang biru yanglebih pendek, yang dapat diserap oleh
fotopigmen di sel-sel kerucut biru mata, sehingga terjadi pengaktifan sel-sel tersebut
(Pearche, 2014).
Penglihatan warna diperankan oleh sel kerucut yang mempunyai pigmen terutama cis
aldehida A2. Penglihatan warna merupakan kemampuan membedakan gelombang sinar
yang berbeda. Warna ini terlihat akibat gelombang elektromagnetnya mempunyai panjang
gelombang yang terletak antara 440-700.
Warna primer yaitu warna dasar yang dapat memberikan jenis warna yang terlihat
dengan campuran ukuran tertentu. Pada sel kerucut terdapat 3 macam pigmen yang dapat
membedakan warna dasar merah, hijau dan biru.
a. Sel kerucut yang menyerap long-wavelength light (red)
b. Sel kerucut yang menyerap middle-wavelength light (green)
c. Sel kerucut yang menyerap short-wavelength light (blue)
Ketiga macam pigmen tersebut membuat kita dapat membedakan warna mulai
dari ungu sampai merah. Untuk dapat melihat normal, ketiga pigmen sel kerucut harus
bekerja dengan baik. Jika salah satu pigmen mengalami kelainan atau tidak ada, maka
terjadi buta warna. Warna komplemen ialah warna yang bila dicampur dengan warna

10
primer akan berwarna putih. Putih adalah campuran semua panjang gelombang
cahaya, sedangkan hitam tidak ada cahaya (Ilyas, 2014).
Gelombang elektromagnit yang diterima pigmen akan diteruskan rangsangannya
pada korteks pusat penglihatan warna di otak. Bila panjang gelombang terletak di
antara kedua pigmen maka akan terjadi penggabungan warna (Ilyas, 2014).
Seseorang yang mampu membedakan ketiga macam warna, disebut sebagai
Trikromat. Dikromat adalah orang yang dapat membedakan 2 komponen warna dan
mengalami kerusakan pada 1 jenis pigmen kerucut. Kerusakan pada 2 pigmen sel
kerucut akan menyebabkan orang hanya mampu melihat satu komponen yang
disebut Monokromat.Pada keadaan tertentu dapat terjadi seluruh komponen pigmen
warna kerucut tidaknormal sehingga pasien tidak dapat mengenal warna sama sekali
yang disebut sebaga iakromatopsia (Ilyas, 2014).
PATHWAY
BUTA WARNA

Faktor Keturunan/Genetik Usia, Luka Traumatik,


paparan bahan kimia

Diturunkan oleh kromosom X


Degenarasi makula

Kerusakan sel kerucut pada retina


Kerusakan foto pigmen sel kerucut

Gangguan penglihatan bawaan


Perubahan fungsi tubuh Penurunan fungsi penglihatan

Sulit membedakan warna


Gangguan Citra Tubuh Sulit membedakan warna

Gangguan Persepsi Sensori


Harga Diri Rendah Situasional

11
2.7 Komplikasi
Buta warna sejak lahir atau buta warna yang disebabkan oleh mutasi genetik tidaklah
berbahaya.Selama orang dengan buta warna dapat beradaptasi dengan baik dan gejala
yang ditimbulkan tidak terlampau serius, maka melakukan kegiatan sehari-hari tidak
begitu sulit.
Namun bagi pemilik kondisi buta warna karena kondisi gangguan kesehatan mata
atau kondisi medis lain, seperti degenerasi makula atau retinopati diabetik dapat
menyebabkan kerusakan retina. Hal ini pun dapat berujung pada kebutaan.
Selain itu, pada beberapa penderita buta warna mungkin akan menghadapi masalah-
masalah seperti:
a. Pilihkan karir atau pekerjaan yang terbatas.
b. Bingung saat harus membeli atau menggunakan obat karena kesulitan melihat label.
c. Kesulitan dalam kegiatan belajar di sekolah, khususnya jika berhubungan dengan
pewarnaan.
d. Kesulitan dalam mengidentifikasi makanan yang matang atau belum matang dari
warna.
e. Kesulitan dalam membedakan tanda peringatan serta sulit dalam mengidentifikasinya.

2.8 Penatalaksanaan
1. Uji Ishihara
Merupakan uji untuk mengetahui adanya defek penglihatan warna, didasarkan pada
menentukan angka atau pola yang ada pada kartu dengan berbagai ragam warna. Metode
Ishihara yaitu metode yang dapat di pakai untuk menentukan dengan cepat suatu kelainan
buta warna di dasarkan pada pengunaan kartu bertitik-titik. Kartu ini disusun dengan
menyatukan titik-titik yang mempunyai bermacam-macam warna.
Merupakan pemeriksaan untuk penglihatan warna dengan memakai satu seri gambar
titik bola kecil dengan warna dan besar berbeda (gambar pseudokromatik), sehingga
dalam keseluruhan terlihat warna pucat dan menyukarkan pasien dengan kelainan
penglihatan warna melihatnya.
Penderita buta warna atau dengan kelainan penglihatan warna dapat melihat sebagian
ataupun sama sekali tidak dapat melihat gambaran yang diperlihatkan. Pada pemeriksaan
pasien diminta melihat dan mengenali tanda gambar yang diperlihatkan dalam waktu 10
detik.

12
Penyakit tertentu dapat terjadi ganguan penglihatan warna seperti buta warna merah
dan hijau pada atrofi saraf optik, optik neuropati toksik dengan pengecualian neuropati
iskemik, glaukoma dengan atrofi optic yang memberikan ganguan penglihatan biru
kuning.
Tidak ada pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan untuk mengobati masalah
gangguan persepsi warna. Namun penderita buta warna ringan dapat belajar
mengasosiasikan warna dengan objek tertentu. Untuk mengurangi gejala dapat digunakan
kacamata berlensa dengan filter warna khususyang memungkinkan pasien melakukan
interpretasi kembali warna. Sampai saat ini belum ditemukan terapi
untuk menyembuhkan buta warna yang didapatsejak lahir. Pada keadaan buta warna yang
didapat akibat meminum obat tertentu sebaiknya berkonsultasi kepada dokter dan
menghentikan obat-obatan yang diminum. (Pearce, 2014)

13
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Identifikasi kebutuhan dasar yang mengalami gangguan
Kategori dan Subkategori Masalah Normal

Fisiologis Respirasi

Sirkulasi

Nutrisi dan
cairan

Eliminasi

Aktivitas dan
istirahat

Neurosensori

14
Reproduksi
dan

Seksualitas

Psikologis Nyeri dan


Kenyamanan

Integritas ego Gangguan mempersepsikan Normalnya, jika mata


warna membuat klien sering bisa membedakan
merasa malu terhadao warna maka ia tidak
masalahnya dan harga diri malu dan tetap tenang.
rendah terhadap kekurangan
yang ia miliki. Sehingga selalu
menganggap atau memandang
negative dirinya sendiri.
Pertumbuhan
dan
perkembanga
n

Perilaku Kebersihan
diri

Penyuluhan
dan
pembelajaran

Relasional Interaksi
social

15
Lingkungan Keamanan
dan proteksi

b. Pemeriksaan Laboratorium
No Tes Definisi/Nilai normal Kelainan yang ditemukan

c. Pemeriksaan Penunjang
No Tes Definisi/Nilai normal Kelainan yang ditemukan

1. Tes Ishihara Tes Ishihara adalah yang


paling sering digunakan.
Dalam prosesnya, dokter
akan meminta pasien
mengenali angka atau
huruf yang tertera secara
samar pada gambar
berupa titik - titik
berwarna.

2. Tes penyusunan warna Dalam tes ini, pasien


harus menyusun warna
yang berbeda sesuai
dengan gradasi tingkat
kepekatan warna.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan Persepsi Sensori (D.0085)
2. Gangguan Citra Tubuh (D.0083)
3. Harga Diri Rendah Situasional (D.0087)

16
17
3.3 Intervensi Keperawatan
No Diagnosis Keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan

1. Gangguan Persepsi Sensoei (D.0085) Persepsi Sensori (L.09083) Minimalisasi Rangsangan (I.08241)

Kategori: Psikologis Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Definisi : Mengurangi jumlah atau pola
1x24 jam masalah Gangguan persepsi sensori rangsangan yang ada (baik internal atau
Sub kategori : Integritas Ego
teratasi dengan indicator : eksternal).
Definisi : perubahan persepsi terhadap
1. Verbalisasi mendengar bisikan Tindakan
stimulus baik internal maupun eksternal
cukup meningkat
yang disertai dengan respon yang Observasi
2. Verbalisasi melihat bayangan
berkurang, berlebihan atau terdistrosi.
cukup meningkat 1. Periksa status mental,
Penyebab 3. Verbalisasi meraskan sesuau status sensori, dan tingkat
melalui indra perabaan cukup kenyamanan (mis. Nyeri,
1. Gangguan penglihatan
meningkat kelelahan)
2. Gangguan pendengaran
4. Verbalisasi merasakan sesuatu Terapeutik
3. Gangguan perhiduan
melalui indra penciuman cukup
4. Gangguan perabaan 1. Diskusikan tingkat
meningkat
5. Hipoksia serebral toleransi terhadap beban sensori
5. Verbalisasi merasakan sesuatu
6. Penyalahgunaan zat (mis. Bising, terlalu terang)
melalui indra pengecapan cukup
7. Usia lanjut 2. Batasi stimulus
meningkat
8. Pemanjanan toksin lingkungan (mis. Cahaya, suara,
6. Distorsi sensori cukup
lingkungan aktivitas)
18
Gejala dan Tanda Mayor meningkat 3. Jadwalkan aktivitas
7. Respon sesuai stimulus cukup harian dan waktu istrahat
Subjektif
membaik 4. Kombinasikan prosedur/
1. Mendengar suara bisikan tindakan dalam satu waktu,
atau melihat bayangan sesuai kebutuhan
2. Merasakan sesuatu melalui Edukasi
indera perabaan, penciuman,
1. Ajarkan cara
perabaan, atau pengecapan
meminimalisasi stimulus (mis.
Objektif Mengatur pencahayaan ruangan,
mengurangi kebisingan,
1. Distorsi sensori
membatasi kunjungan)
2. Respon tidak sesuai
Kolaborasi
3. Bersikap seolah melihat,
mendengar, mengecap, meraba, 1. Kolaborasi dalam
atau mencium sesuatu meminimalkan prosedur/
tindakan
Gejala dan Tanda Minor
2. Kolaborasi pemberian
Subjektif obat yang dipengaruhi persepsi
stimulus
1. Menyatakan kesal

Objektif

19
1. Menyendiri
2. Melamun
3. Konsentrasi buruk
4. Disorientasi waktu, tempat,
orang atau situasi
5. Curiga
6. Melihat ke satu arah
7. Mondar mandir
8. Bicara sendiri

2. Gangguan Citra Tubuh (D.0083) Citra Tubuh (L.09067) Promosi Cita Tubuh (I.09035)
Kategori : Psikologis Definisi : persepsi tentang penampilan, Definisi : meningkatkan peebaikan
Subkategori :Integritas Ego struktur, dan sungsi fisik individu perubahan persepsi terhadap perubahan
Definisi: perubahan persepsi tentang Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama fisik pasien
penampilan, struktur dan fungsi fisik 1x24 jam masalah Gangguan Citra Tubuh Tindakan
individu teratasi dengan indicator : Observasi
Penyebab 1. Identifikasi harapan citra
1. Verbali
1. Perubahan struktur/bentuk tubuh berdasarkan tahap
sasi perasaan negatif tentang perubahan
tubuh (mis. Amputasi, trauma, luka perkembangan
tubuh cukup menurun
bakar, obesitas, jerawat) 2. Identifikasi budaya,
2. Verbalisasi kekhawatiran pada
2. Perubahan fungsi tubuh agama, jenis kelamin, dan umur
penolakan/reaksi orang lain cukup
(mis. Proses penyakit, kehamilan, terkait citra tubuh
menurun
20
kelumpuhan) 3. Verbalisasi perubahan gaya 3. Identifikasi perubahan
3. Perubahan fungsi kognitif hidup cukup menurun citra tubuh yang mengakibatkan
4. Ketidaksesuaian budaya, 4. Menyembunyikan bagian tubuh isolasi sosial
keyakinan atau sistem nilai berlebihan cukup menurun 4. Monitor frekuensi
5. Transisi perkembangan 5. Menunjukkan bagian tubuh pernyataan kritik terhadap diri
6. Gangguan psikososial berlebihan cukup menurun sendiri
7. Efek tindakan/pengobatan 6. Fokus pada bagian tubuh cukup 5. Monitor apakah pasien
(mis. Pembedahan, kemoterapi, menurun bisa melihat bagian tubuh yang
terapi radiasi) 7. Fokus pada penampilan masa berubah
Gejala dan Tanda Mayor lalu cukup menurun Terapeutik
Subjektif 8. Fokus pada kekuatan masa lalu 1. Diskusikan perubahan
1. Mengungkapkan kecacatan/ cukup menurun tubuh dan fungsinya
kehilangan bagian tubuh 2. Diskusikan perbedaan
Objektif penampilan fisik terhadap harga
1. Kehilangan bagian tubuh diri
2. Fungsi/struktur tubuh 3. Diskusikan perubahan
berubah/ hilang akibat pubertas, kehamilan dan
Gejala dan Tanda Minor penuaan
Subjektif 4. Diskusikan kondisi stres
1. Tidak mau mengungkapkan yang mempengaruhi citra tubuh
kecacatan/kehilangan bagian tubuh (mis. Luka,
2. Mengungkapkan perasaan penyakit,pembedahan)
21
negatif tentang perubahan tubuh 5. Diskusikan cara
3. Mengungkapkan mengembangkan harapan citra
kekhawatiran pada tubuh secara realistis
penolakan/reaksi orang lain 6. Diskusikan persepsi
4. Mengungkapkan perubahan pasien dan keluarga tentang
gaya hidup perubahan citra tubuh
Objektif Edukasi
1. Menyembunyikan/menunju 1. Jelaskan kepada keluarga
kkan bagian tubuh secara tentang perawatan perubahan
berlebihan citra tubuh
2. Menghindari melihat 2. Anjurkan
dan/atau menyentuh bagian tubuh mengungkapkan gambaran diri
fokus berlebihan pada perubahan terhadap citra tubuh
tubuh 3. Anjurkan menggunakan
3. Fokus berlebihan pada alat bantu (mis. Pakaian, wig,
perubahan tubuh kosmetik)
4. Respon nonverbal pada 4. Anjurkan mengikuti
perubahan dan persepsi tubuh kelompok pendukung (mis.
5. Fokus pada enampilan dan Kelompok sebaya)
kekuatan masa lalu 5. Latih fungsi tubuh yang
6. Hubungan sosial berubah dimiliki
6. Latih peningkatan
22
penampilan diri (mis.
Berdandan)
7. Latih pengungkapan
kemampuan diri kepada orang
lain maupun kelompok
3. Harga Diri Rendah Situasional (D.0087) Harga Diri (L. 09069) Manjemen Perilaku (I. 12463)
Kategori : Fisiologis Definisi : perasaan postif terhadap diri sendiri Definisi: mengidentifikasi dan
Subkategori : Integritas Ego atau kemampuan sebagai respon tentang situasi mengelola perilaku positif
Definisi : evaluasi atau perasaan negatif saat ini Tindakan
terhadap diri sendiri atau kemampuan klien Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi
sebagai respon terhadap situasi saat ini. 1x24 jam masalah Harga Diri Rendah 1. Identifikasi harapan
Penyebab Situasional teratasi dengan indicator : untuk mengendalikan perilaku
1. Peruabahan pada citra tubuh Terapeutik
1. Penilaian diri postif cukup
2. Perubahan peran sosial 1. Diskusikan tanggung
meningkat
3. Ketidakadekuatan jawab terhadap perilaku
2. Perasaan memiliki kelebihan
pemahaman 2. Jadwalkan kegiatan
atau kemapuan positif cukup meningkat
4. Perilaku tidak konsisten terstruktur
3. Penerimaan penilaian positif
dengan nilai 3. Ciptakan dan
terhadap diri sendiri cukup meningkat
5. Kegagalan hidup berulang pertahankan lingkungan dan
4. Minat mencoba hal baru cukup
6. Riwayat kehilangan kegiatan perawatan jinsistem
meningkat
7. Riwayat penolakan setiap dinas
5. Berjalan menampakkan wajah
8. Transisi perkembangan 4. Tingkatkan aktifitas fisik
23
Gejala dan Tanda Mayor cukup meningkat sesuai kemampuan
Subjektif 6. Postur menampakkan wajah 5. Batasi jumlah
1. Menilai diri negatif (mis. meningkat pengunjung
Tidak berguna, tidak tertolong) 6. Bicara dengan nada
2. Merasa malu/bersalah rendah dan tenang
3. Melebih-lebihkan penilaian 7. Lakukan kegiatan
negatif tentang diri sendiri pengalihan terhadap sumber
4. Menolak penilaian positif agitasi
tentang diri sendiri 8. Cegah perilaku pasif dan
Objektif agresif
1. Berbicara pelan dan lirih 9. Beri penguatan positif
2. Menolak berinteraksi terhadap keberhasilan
dengan orang lain mengendalikan perilaku
3. Berjalan menunduk 10. Lakukan pengekakngan
4. Postur tubuh menunduk fisik sesuai indikasi
Gejala dan Tanda Minor 11. Hindari bersikap
Subjektif menyudutkan dan menghentikan
1. Sulit berkonsentrasi pembicaraan
Objektif 12. Hindari sikap
1. Kontak mata kurang mengancam dan berdebat
2. Lesu dan tidak bergairah 13. Hindari berdebat atau
3. Pasif manawarnbatas perilaku yang
24
4. Tidak mampu membuat telah ditetapkan
keputusan Edukasi
1. Infoemasikan keluarga
bahwa keluarga sebagai dasar
pembentukan kognitif

25
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Buta warna merupakan suatu kelainan yang di akibatkan oleh sel-sel kerucut
mata yang tidak mampu dalam menangkap spektrum warna-warna tertentu .buta
warna biasanya bersifat genetik tetapi juga bisa di sebabkan oleh luka traumatik atau
paparan bahan kimia, ada tiga jenis buta warna, jenis pertama adalah kondisi dimana
sulit untuk membedakan antara warna merah dan hijau. Jenis kedua sulit untuk
membedakan antara warna biru dan kuning, dan jenis yang ketiga adalah buta warna
lengkap dimana mata tidak dapat mendeteksi warna sama sekali.
Untuk mengetahui seseorang mendarita buta warna di lakukan sebuah tes
yaitu tes ishihara.tes ishihara banyak di gunakan, banyak di gunakan untuk menguji
orang yang buta warna, di ciptakan oleh shinobu ishihara, seorang opthalmologist asal
jepang.tes ishihara terdiri dari 38 piring penuh dengan titik-titik warna. Di tengah-
tengah piring yang penuh dengan titik warna tersebut terdapat titik-titik lagi yang
berbeda corak dan warna bentuk angka, dimana orang yang buta warna tidak bisa
melihat angka tersebut.
Sampai saat ini belum ada tindakan atau pengobatan yang dapat mengatasi
gangguan persepsi warna ini. Namun penderita buta warna ringan dapat belajar
mengasosiasikan warna dengan objek tertentu.

4.2 Saran

26
DAFTAR PUSTAKA

Pearce, E.C. 2014. Anatomy & Physiology For Nurse (Cetakan ke-28). Ahli Bahasa: Sri
Yuliani Handoyo. Jakarta: PT Gramedia.

Susanto, D. Ilyas. 2014. Persepsi Sensori. Jakarta: PT Gramedia.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi
dan Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia

Ward, Jeremy P.T dkk 2010. A Glance Fisiologi. Jakarta: Erlangga.

Wirdyaningsih. 2010. Kelainan Persepsi Warna. Yogyakarta: Rineka Cipta.

27

Anda mungkin juga menyukai