Pengertian
Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekuragan kalori
yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak
bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649)
Marasmus adalah suatu penyakit yang disebakan kekurangan kalori protein. (Suriadi,
2001:196)
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul
diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit
(kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan
pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan
banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala
pada marasmus adalah (Depkes RI, 2000) :
a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan
ototototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
b. Wajah seperti orang tua
c. Iga gambang dan perut cekung
d. Otot paha mengendor (baggy pant)
e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar
Marasmus
Marasmus paling sering terjadi pada anak-anak bdi negara berkembang, seperti Afrika,
Amerika Selatan, dan Asia Selatan. Di mana kemiskinan, persediaan makanan yag tidak
memadai dan air yang terkontaminasu lazim terjadi, air yanng terkontaminasi dapat mengandung
bakteri atau parasit yang masuk ke dalam tubuh apabila meminumnya.
Etiologi
Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protwin yang dapat terjadi karena diet
yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti hubungan dengan orangtua-anak
terganggu, karena kelainan metabolik, atau malformasu kongenital. (Nelson, 1999).
Kelaparan kronis
Pasokan air minum yang terkontaminasi
Persediaan makanan yang tidak memadai
Kekurangan vitamin (terutama vitamin A, E atau K)
Mengkonsumsi makanan yang tidak seimbang, misalnya kurang biji-bijian, buah-buahan,
sayuran, dan protein
Patofisiologi
Gejala
Gejala marasmus bervariasi tergantung pada tingkat keparahan dan penyebab infeksi.
Gejala umum dari marasmus adalah diare kronis, pusing, kelelahan, dan penurunan berat
badan yang cepat. Jika penyakit ini disebabkan hanya oleh gizi buruk, maka perubahan dalam
pola makan akan segera mnyelesaikannya.Tapi, jika marasmus disebabkan oleh penyakit lain
yang mendasarinya, maka mungkin diperlukan pengobatan tambahan.
Gejala marasmus dapat berkisar antara ringan hingga berat tergantung pada tingkat
malnutrisinya. Semua orang sangat mungkin untuk menderita marasmus harian atau hanya
sekali-sekali. Ketika marasmus menjadi parah, maka akan muncul beberapa hal berikut:
Cara Mencegah
Mengkonsumsi makanan bergizi, diet sehat seimbang dengan banyak buah-buahan segar dan
sayuran, biji-bijian, dan protein akan mengurangi risiko kekurangan gizi dan marasmus. Jika
marasmus terkait dengan pola makan yang buruk, maka anda harus segera melakukan beberapa
kiat berikut ini,
Dapus
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/20564/Chapter%20II.pdf;jsessionid=D67
5C481248CECF28A093A27914899C3?sequence=3 diakses pada 23 April 2017 pukul 18.43 wib
PENYAKIT KWASHIORKOR
Pengertian
Kwashiorkor ialah defisiensi protein yang disertai defisiensi nutrien lainnya yang biasa
dijumpai pada bayi masa disapih dan anak prasekolah (balita). (Ngastiyah, 1995).
Kwashiorkor adalah salah satu bentuk gizi buruk (busung lapar) yang disebabkan oleh
kekurangan gizi protein, dikenal juga sebagai kekurangan gizi edematous karena tanda dominan
yang ditampakkan adalah edema atau penumpukan cairan pada tubuh terutama pada daerah mata
kaki, kaki, perut, dan bisa seluruh tubuh.
Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana dietnya
mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya
terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua
punggung kaki sampai seluruh tubuh
Anak-anak yang mengalami kwashiorkor mungkin tidak bisa tumbuh atau berkembang
dengan baik dan dapat tetap terhambat sampai sisa hidupnya. Ada komplikasi serius yang
menyertai kwashiorkor ketika tidak segera mendapatkan penanganan, termasuk koma, syok,
serta cacat mental dan fisik permanen. Bahkan pada kasus yang berat busung lapar dapat
menyebabkan kegagalan organ-organ vital dan akhirnya menyebabkan kematian.
Etiologi
Selain oleh pengaruh negatif faktor sosio-ekonomi-budaya yang berperan terhadap kejadian
malnutrisi umumnya, keseimbangan nitrogen yang negatif dapat pula disebabkan oleh diare
kronik, malabsorpsi protein, hilangnya protein melalui air kemih (sindrom nefrotik), infeksi
menahun, luka bakar, penyakit hati.
Patofisiologi
Karena kekurangan protein dalam diet akan terjadi kekurangan berbagai asam amino
dalam serum yang jumlahnya yang sudah kurang tersebut akan disalurkan ke jaringan otot,
makin kurangnya asam amino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin
oleh hepar yang kemudian berakibat timbulnya odema. Perlemakan hati terjadi karena gangguan
pembentukan beta liprotein, sehingga transport lemak dari hati ke depot terganggu dengan akibat
terjadinya penimbunan lemak dalam hati.
Perubahan warna dan tekstur rambut (warna karat) serta mudah dicabut atau rontok.
Perubahan kulit, menjadi lebih sensitif, kulit mudah meradang, akan tampak ruamm
bersisik dan terkadang sampai timbul borok.
Lemas seperti tak bertenaga Hilangnya massa otot sehingga tampak mengecil atau
menyusut (Atrofi otot)
Diare dan gangguan pencernaan lainnya
Edema (pembengkakan) pada pergelangan kaki, kaki, dan perut bahkan seluruh tubuh
simetris (sama) kanan dan kiri.
Sistem kekebalan tubuh yang rusak, yang dapat menyebabkan infeksi yang lebih sering
dan parah
Perubahan mental sampai apatis
Anemia yang ditandai dengan pucat dan lemas
Penyebab
Protein dalam darah juga berfungsi untuk menjaga kesetabilan cairan dalam pembuluh
darah, ketika protein (albumin) jumlahnya kurang, maka cairan dalam pembuluh darah tidak ada
yang menahannya sehingga banyak cairan yang merembes ke jaringan sekitar dan menyebabkan
edema (pembengkakan).
Hal ini sebagian besar ditemukan pada anak-anak dan bayi di sub-Sahara Afrika, Asia
Tenggara, dan Amerika Tengah. Kurangnya pengetahuan gizi dan ketergantungan daerah pada
diet rendah protein, seperti diet berbasis jagung dari banyak negara Amerika Selatan, juga dapat
menyebabkan kondisi ini.
Jika ada yang dicurigai mengalami kwashiorkor, maka dokter terlebih dahulu akan
memeriksa pembesaran hati (hepatomegali) dan pembengkakan pada bagian tubuh. Selanjutnya,
diperlukan pemeriksaan darah dan tes urine mungkin mengukur kadar protein dan gula dalam
darah.
Tes lain dapat dilakukan pada darah dan urine untuk mengukur tanda-tanda gizi buruk dan
kurangnya protein. Tes ini dapat mencari kerusakan otot dan menilai fungsi ginjal, kesehatan
secara keseluruhan, dan status pertumbuhan anak. Pemeriksaan yang dimaksud meliputi:
Kwashiorkor dapat ditangani dengan memberikan makan yang mengandung lebih banyak
protein dan lebih banyak kalori secara keseluruhan, terutama bila perawatan dimulai sejak awal.
Namun sebelum melakukan itu semua, perlu ditangani terlebih dahulu masalah kesehatan yang
mengancam nyawa, misalnya dehidrasi dengan memberikan cairan, infeksi dengan memberikan
antibiotik, pemberian vitamin A dan lain-lain.
Pertama diberikan lebih banyak kalori dalam bentuk karbohidrat, gula, dan lemak.
Setelah kalori ini menyediakan energi, selanjutnya diberikan makanan tinggi protein. Makanan
harus diperkenalkan dan kalori harus ditingkatkan secara perlahan karena tubuh perlu
menyesuaikan diri dengan asupan yang meningkat, karena sebelumnya kekurangan nutrisi.
Pencegahan
Kwashirokor dapat dicegah dengan memastikan makan cukup kalori dan kaya protein. Pedoman
diet dari Institute of Medicine merekomendasikan bahwa 10 sampai 35 persen dari kalori harian
‘berasal dari protein’ untuk orang dewasa. Sedangkan pada anak-anak, lima sampai 20 persen
dan remaja 10 sampai 30 persen kalori harian harus berasal dari protein. Protein dapat ditemukan
dalam makanan seperti:
Cermati selalu asupan gizi dalam keluarga Anda untuk menghindari gizi buruk (busung
lapar) kwashiorkor dan lainnya.
Dapus
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/20564/Chapter%20II.pdf;jsessionid=D67
5C481248CECF28A093A27914899C3?sequence=3 diakses pada 23 April 2017 pukul 18.43 wib