Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Oleh
Grasia Angger Ayu Wilujeng
1810029030
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa , berkat
rahmatNya penyusun dapat menyelesaikan Laporan Kasus tentang “Mola
Hidatidosa”. Laporan ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di
Laboratorium Obstertri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dr. I.G.A.A. Sri M.
Montessori, Sp.OG selaku Dosen Pembimbing Klinik yang telah memberikan
bimbingan kepada penyusun dalam penyelesaian Laporan Kasus ini. Penyusun
menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam laporan ini, sehingga penyusun
mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan. Akhir kata, semoga dapat
bermanfaat bagi penyusun sendiri dan para pembaca.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
Terdapat beberapa faktor risiko yang dihubungkan dengan kejadian mola
hidatidosa, diantaranya usia, paritas dan riwayat mola sebelumnya, dalam
beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya masih terdapat beberapa
perbedaan hasil penelitian. Beberapa faktor risiko yang dihubungkan dengan
kejadian mola hidatidosa yakni usia reproduksi yang rentan yaitu wanita dengan
usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 40 tahun, riwayat mola hidatidosa
sebelumnya serta status ekonomi yang rendah. Wanita dengan usia reproduksi
kurang dari 20 tahun memiliki risiko 1,5-2 kali lipat mengalami mola hidatidosa,
wanita usia lebih dari 40 tahun memiliki risiko 5 kali lipat. Dilaporkan bahwa
wanita dengan riwayat mola hidatidosa sebelumnya memiliki risiko 10 kali lebih
tinggi untuk mengalami kehamilan mola kedua dan 1000 kali lebih tinggi untuk
menderita koriokarsinoma dibandingkan wanita dengan riwayat hamil normal.3,4,5
1.2 Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Mengetahui tentang Mola Hidatidosa yang berkembang menjadi Penyakit
Trofoblas Ganas dan perbandingan antara teori dengan kasus nyata penyakit
tersebut.
1.2.2. Tujuan Khusus
5
1. Mengetahui teori tentang Mola Hidatidosa yang mencakup definisi,
epidemiologi, etiologi, klasifikasi, tanda dan gejala, diagnosis,
penatalaksanaan, dan prognosis.
2. Mengetahui faktor risiko Mola Hidatidosa menjadi Penyakit Trofoblas Ganas
3. Mengetahui perbandingan antara teori dengan kasus nyata Mola Hidatidosa
yang menjadi Penyakit Trofoblas Ganas yang terjadi di Ruang Nifas- Mawar
RSUD Abdul Wahab Syahranie Samarinda.
1.3 Manfaat
1.3.1. Manfaat Ilmiah
Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran
terutama bidang Obstetri dan Ginekologi, khususnya tentang Mola Hidatidosa.
1.3.2. Manfaat bagi Pembaca
Laporan ini diharapkan menjadi sumber pengetahuan bagi pembaca
mengenai Mola Hidatidosa.
6
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Anamnesa
a) Identitas Pasien
Nama : Ny. A. K
Usia : 28 tahun.
Alamat : Samarinda
Pekerjaan : Ibu rumah tangga.
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
MRS : 17 Desember 2018 pukul 16.00 WITA
b) Identitas Suami
Nama : Tn. K.Y
Usia : 33 Tahun
Alamat : Samarinda
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
c) Keluhan Utama:
Badan Lemas sejak 2 bulan yang lalu.
7
kandungan dan saat dilakukan USG dinyatakan mengalami hamil anggur dan
disarankan untuk kuret. Pasien mengatakan setelah dilakukan kuret yang
pertama masih mengalami perdarahan dengan jumlah darah 1 kali ganti
pembalut dalam satu hari. Pasien dirujuk oleh dokter yang bersangkutan untuk
dilakukan kuretase yang kedua.
e) Riwayat Haid
Menarche pada usia 14 tahun, lama haid ± 4 hari, siklus haid 28-30 hari
teratur, jumlah darah haid 1-2 kali ganti pembalut dalam sehari. HPHT :
28 juli 2018
f) Status Pernikahan
Pasien menikah 1 kali sejak usia 22 tahun. Lama usia pernikahan sekarang
adalah 6 tahun.
g) Riwayat Kontrasepsi
Pasien pernah menggunakan KB suntik 3 bulan selama 4 tahun
h) Riwayat Obstetri
Umur Penolong Jenis
Tahun Tempat Jenis
No kehamil Persalina Kelamin Ket.
Partus Partus Persalinan
an n Anak/ BB
1 2013 Klinik Aterm Spontan Bidan L / 2800 gr Hidup
Mola
2 2018
Hidatidosa
8
2.2 Pemeriksaan Fisik
a) Berat badan : 45 kg
b) Tinggi badan : 150 cm
c) Keadaan umum : Lemah
d) Kesadaran : Komposmentis (E4V5M6)
e) Tanda vital
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Frekuensi nadi : 96 kali/menit
Frekuensi nafas : 20 kali/menit
Suhu : 36.5 0C
f) Status generalisata
Kepala / leher : konjunctiva anemis (+/+), sklera ikterik (-)
Thorax
- Pulmo
Inspeksi : bentuk dan pergerakan simetris
Palpasi : fremitus raba dextra=sinistra
Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-)
- Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas kanan ICS 2 parasternal line dextra
batas kiri ICS V midclavicular line sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Ekstremitas : edema -/-, akral hangat +/+
g) Status ginekologi :
Inspeksi : Abdomen distensi (-), bentuk abdomen cembung (+), bekas
operasi (-), striae (+), linea nigra (-), massa (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Pemeriksaan VT tidak dilakukan
9
2.3 Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium:
a) Hematologi (07/12/2018)
Hasil Nilai rujukan
Leukosit 9600 4.800-10.800
Eritrosit 4.080.000 4.200.000 – 5.400.000
Hematokrit 32,8% 37,0%-54,0%
Trombosit 381.000 150.000-450.000
Hemoglobin 9,8 12.0-16.0
BT 2 1-6
CT 8 1-15
c) Urinalisa
Hasil Nilai rujukan
Berat jenis 1.020 1.003-1.300
Sel epitel +2 Sedikit
Leukosit 2-5 0-1
Eritrosit 10-20 0-1
pH 6.0 4.8-7.8
10
d) Imuno-Serologi (07/12/2018)
Hasil Nilai rujukan
Ab HIV Non Reaktif -
HbsAg Non Reaktif <0.90
Ca 125 11,24 <35.00
βHCG Serum 25970.00 Mensturasi : <4
mlU/ml, Menopuse :
<13 mlU/ml, Trimester
I: <190000, Trimester
II : 2800-176100,
Trimester III : 2800-
144400.
Kesimpulan USG :
- Tidak terdapat jaringan sisa
- Terdapat sisa darah pada uterus
11
3. USG Abdomen (6/12/2018)
Kesimpulan USG :
- Terdapat gambaran honey comb atau snow strom
- Terdapat gambaran hipoechoic yang menandakan adanya kista luteal dengan
ukuran 3,45x 3,03cm.
12
4. USG Abdomen (12/12/2018)
Kesimpulan USG :
- Terdapat peningkatan vaskularisasi pada tumor
- Terdapat gambaran hipoechoic yang menandakan adanya kista lutein bilateral
dengan ukuran 6,59 dan 5,0 cm.
13
6. Foto torax
14
2.4 Diagnosis
PTG Low Risk
2.5 Penatalaksanaan
Rencana Kemoterapi MTX
Observasi keluhan dan tanda vital
2.6 Follow Up
Rencana tindakan dan
Tanggal Follow up
Penatalaksanaan
17/12/2018 Menerima pasien dari Poli kandungan P:
16.00 WITA S : Badan lemas Rencana kemoterapi MTX
NIFAS O : KU lemah, Kesadaran komposmentis Observasi KU dan Tanda
TD: 110/80 mmHg, HR: 82x/mnt vital.
RR: 19x/mnt, Temp: 36,8ºC
A : PTG low risk
18/12/2018 S:- P:
08.00 WITA O : KU baik, Kesadaran komposmentis Rencana kemoterapi MTX
NIFAS TD: 120/80 mmHg, HR: 75x/mnt Observasi KU dan Tanda
RR: 20x/mnt, Temp: 36,5ºC vital.
A : PTG low risk .
19/12/2018 S:- P:
08.00 WITA O : KU baik, Kesadaran komposmentis Kemoterapi MTX hari 1
NIFAS TD: 110/70 mmHg, HR: 80x/mnt Observasi KU dan Tanda
RR: 20x/mnt, Temp: 36,2ºC Vital
A : PTG low risk
20/12/2018 S:- P:
08.00 WITA O : KU baik, Kesadaran komposmentis Kemoterapi MTX hari 2
NIFAS TD: 120/80 mmHg, HR: 82x/mnt Observasi KU dan Tanda
RR: 20x/mnt, Temp: 36,0ºC Vital
15
A : PTG low risk
21/12/2018 S:- P:
08.00 WITA O : KU baik, Kesadaran komposmentis Kemoterapi MTX hari 3
NIFAS – TD: 120/80 mmHg, HR: 80x/mnt Observasi KU dan Tanda
IBS RR: 21x/mnt, Temp: 36,0ºC Vital
A : : PTG low risk
22/12/2018 S:- P:
08.00 WITA O : KU baik, Kesadaran komposmentis Kemoterapi MTX hari 4
NIFAS TD: 110/80 mmHg, HR: 78x/mnt Observasi KU dan Tanda
RR: 19x/mnt, Temp: 36,0ºC Vital
A : PTG low risk
23/12/2018 S:- P:
08.00 WITA O : KU baik, Kesadaran komposmentis Kemoterapi MTX hari 5
NIFAS TD: 120/80 mmHg, HR: 79x/mnt Observasi KU dan Tanda
RR: 18x/mnt, Temp: 36,0ºC Vital
A : PTG low risk Pasien Boleh Pulang
16
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
2.2 Epidemiologi
Studi epidemiologi melaporkan variasi regional yang luas pada insidensi
mola hidatidosa. Perkiraan dari studi yang dilakukan di Amerika Utara, Australia,
New Zealand, dan Eropa menunjukkan bahwa kasus mola hidatidosa muncul
dengan angka dari 0,57-1,1 per 1000 kehamilan. Sedangkan di Meksiko mola
hidatidosa terjadi sekitar 1 per 200 kehamilan dan di Paraguay terjadi 1 per 5000
kehamilan. Kemudian studi di Asia Tenggara dan Jepang menunjukkan kejadian
sebesar 2 per 1000 kehamilan.2,5.
17
indians , Eskimo dan Asia . Penduduk asli Alaska tampaknya memiliki angka
insidensi 3 sampai 4 kali lebih besar dari orang Amerika Kaukasia. Di Hawaii,
Jepang wanita Filipina memiliki tingkat yang lebih tinggi daripada orang bule asli
, tapi Hawaii Jepang memiliki tingkat yang lebih rendah daripada penduduk
Jepang asli.2,5,7
2.3.1 Etiologi
2.3.2.1 Usia
Usia ibu secara konsisten telah diidentifikasi sebagai faktor risiko penting .
Mola hidatidosa meningkat pada usia reproduksi yang rentan. Artinya, remaja
punya tingkat insiden yang lebih tinggi, dan wanita usia subur berusia 40 tahun
atau lebih tua memiliki tingkat kejadian yang jauh lebih tinggi . Sehubungan
dengan tingkat usia tertentu, risikonya sedikit lebih tinggi untuk wanita berusia
15-20 tahun, dan sekitar 20 kali lipat lebih tinggi remaja di bawah usia 15 tahun.
Peningkatan risiko 10 kali lipat pada wanita berusia di atas 40 tahun , sehingga
untuk wanita berusia di atas 50 tahun, risiko terjadinya mola hidatidosa menjadi
18
200 kali lebih besar dari pada wanita berusia 20 sampai 35 tahun . Tren spesifik
usia ini mempengaruhi wanita yang lebih muda dan lebih tua.9
2.3.2.2 Paritas
Sebagian besar pasien mola hidatidosa ialah mereka multipara (51%) hal
ini sesuai dengan penelitian lainnya, namun terdapat perbedaan dengan penelitian
yang menyatakan bahwa kasus mola hidatidosa banyak terjadi pada wanita
nullipara. Kejadian mola hidatidosa banyak terjadi pada mereka yang nullipara
(42%), multipara (2-4 anak) 40% dan primipara 18%.11
Di Rhode Island (AS) dan di Italia, paritas tidak ditemukan terkait dengan
peningkatan risiko mola hidatidosa. Namun, studi lain di Italia menemukan
peningkatan risiko mola hidatidosa pada wanita nulipara dengan riwayat
keguguran. Dalam studi yang sama, kesulitan dalam konsepsi secara signifikan
lebih banyak umum pada wanita yang kemudian mengalami kehamilan mola,
namun dalam penelitian serupa dilakukan di Baltimore, tidak ditemukan ada
hubungan antara riwayat infertilitas dan masalah menstruasi dan mola hidatidosa
berikutnya (Choi et al., 2010). Hal ini menekankan bahwa paritas bukan
merupakan faktor independent untuk epidemiologi mola hidatidosa.11
19
2.3.2.3 Riwayat Kehamilan Mola hidatidosa Sebelumnya
2.4 Patogenesis
Mola hidatidosa secara patofisiologi dan sitogenetik dibagi dalam dua tipe
yaitu mola hidatidosa komplit (complete mole) dan mola hidatidosa parsial
(partial mole). Mola hidatidosa komplit berasal dari fertilisasi ovum tanpa
nukleus atau nukleusnya tidak aktif sehingga tumbuh kembang didominasi inti
spermatozoa. Struktur histologik mola hidatidosa komplit mempunyai sifat :
degenerasi hidrofik dan pembengkakan stroma vili, tidak terdapat pembuluh darah
didalam vili yang bengkak, proliferasi sel epitel trofoblast dengan derajat yang
beragam, serta tidak terdapat janin dan amnion. Komposisi kromosom yang paling
sering ditemukan pada mola hidatidosa komplit adalah 46,XX dengan kromosom
seluruhnya berasal dari paternal.
20
dengan komposisi satu dari maternal dan dua dari paternal Hingga kini belum
diketahui penyebab pasti dari mola hidatidosa. 11,1
Pada (gambar 1) diatas dapat kita lihat bahwa untuk suatu proses
pembuahan normal itu berasal dari satu sperma dengan kromosom 23X atau 23Y
yang membuahi satu sel telur 23X, sehingga terbentuk kromosom 46XY atau
46XX. (A) mola hidatidosa komplit paling sering berasal dari pembuahan sel telur
kosong oleh satu sperma yang kemudian kromosomnya mengalami duplikasi. (B)
Yang jarang terjadi ialah mola hidatidosa komplit berasal dari dua sperma
(dispermia), dimana dua sperma membuahi satu sel telur yang kosong. (C) mola
hidatidosa parsial berasal dari dua sperma yang membuahi satu sel telur (ovum)
21
dispermia. Mola hidatidosa yang triploid dan tetraploid jarang terjadi. Ini juga
berasal semata-mata dari DNA ayah. Sebagai perbandingan, mola hidatidosa
parsial biasanya bersifat triploid. Mereka berasal dari pembuahan satu sel telur
dengan dua sperma, yang mana perbandingan kromosom ayah dibandingkan ibu
ialah 2:1 (Gambar C). Jadi, mola hidatidosa parsial umumnya 69XXX, 69XXY,
atau jarang 69XYY.15
Patologi
Gambaran Klinis
Ukuran uterus Lebih kecil dari usia 50% lebih besar dari
kehamilan usia kehamilan
22
2.5 Diagnosis
23
2.5.2 Gambaran Ultrasonografi
24
2.5.3.2 Mola hidatidosa parsial
Mola hidatidosa parsial terdapat perubahan hidrofik pada sebagian vili,
masih ada gambaran vaskuler, proliferasi hanya terjadi pada lapisan
sinsiotrofoblast, dan kadang terdapat janin yang normal. Komposisi kromosom
pada mola hidatidosa parsial adalah triploid (69 XXX, 69 XXY, atau 69 XYY)
dengan komposisi satu dari maternal dan dua dari paternal.16
2.6 Penatalaksanaan
25
3. Terapi profilaksis dengan sitostatika
Terapi profilaksis diberikan pada kasus mola dengan risiko tinggi akan
terjadinya hamil ini histerektomi atau kasus mola dengan hasil histopatologi yang
mencurigakan. Biasanya diberikan methotrexate atau actinomycin D. Ada
beberapa ahli yang tidak menyetujui terapi profilaksis ini dengan alasan bahwa
jumlah kasus mola yang menjadi ganas tidak banyak dan sitostatika profilaksis
dapat menghindarkan keganasan dengan metastasis, serta mengurangi
koriokarsinoma di uterus sebanyak 3 kali.4,13,8
Cara yang paling peka untuk menentukan adanya keganasan dini ialah
pemeriksaan HCG yang menetap untuk beberapa lama, apalagi kalau meninggi.
Hal ini menunjukan masih ada sel-sel trofoblas yang aktif. Cara yang umum
dipakai sekarang ialah dengan radioimmunoassay terhadap hCG B-sub unit. Di
negara berkembang pemeriksaan tindak lanjut ini sukar dilakukan oleh karena
jarang yang mau datang untuk kontrol. Di samping itu pemeriksaan hCG dengan
radioimmunoassay (RIA) mahal. Dengan demikian diagnosis dini keganasan
sukar ditegakkan 4,13,8
26
2.7 Komplikasi
Mola hidatidosa merupakan penyakit yang memiliki vaskularisasi yang
sangat banyak, yang dapat menyebabkannya perdarahan setelah biopsi atau
dimulainya kemoterapi. Emboli paru yang luas pada jaringan tumor yang
mengalami nekrosis dapat terlihat saat dimulainya terapi. Metastasis pulmonal
dapat menyebabkan terjadinya sesak napas (dispneu), batuk, hemoptisis dan
hipertensi pulmonal. Molekul hCG dapat bereaksi silang dengan reseptor Thyroid
Stimulating Hormone (TSH) dan menyebabkan tirotoksikosis.8
2.8 Prognosis
Kematian pada mola hidatidosa disebabkan karena perdarahan, infeksi,
eklampsia, payah jantung, atau tirotoksikosa. Di negara maju, kematian karena
mola hampir tidak ada lagi, tetapi di negara berkembang masih cukup tinggi yaitu
berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Sebagian besar dari pasien mola akan segera sehat
kembali setelah jaringannya dikeluarkan, tetapi ada sekelompok wanita yang
kemudian menderita degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma. Persentase
keganasan yang di laporkan oleh berbagai klinik sangat berbeda - beda, berada
berkisar antara 5,56%. Terjadinya proses keganasan bisa berlangsung antara 7 hari
sampai 3 tahun pasca mola , tetapi yang paling banyak dalam 6 bulan pertama.
Ada wanita yang pernah menderita mola hidatidosa, kemudian pada kehamilan
berikutnya mendapat mola lagi. Kejadian mola berlangsung ini agak jarang .
Martaadisoebrata, di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung hanya menemui 4 dari
323 kasus atau 1.23%. Angka ini tidak banyak berbeda dengan di kepustakaan.
Ada yang mengatakan bahwa mola berulang mempunyai risiko lebih tinggi untuk
menjadi koriokarsinoma, terapi pengalaman di Bandung tidak menunjukan hal
demikian. Untuk menetukan kapan kembalinya fungsi reproduksi setelah mola
hidatidosa, sebetulnya agak sukar, karena umumnya mereka di haruskan memakai
kontrasepsi. Walaupun demikian banyak yang tidak mematuhi. Karena ternyata di
Rumah Sakit Hasan Sadikin, 41,5% telah hamil lagi dalam jangka waktu satu
tahun. Bila tidak di haruskan memakai kontrasepsi tentu lebih banyak lagi.
27
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan reproduksi pasca
mola, tidak banyak berbeda dari kehamilan lainnya. Anak-anak yang dilahirkan
setelah mola hidatidosa ternyata umumnya normal.2,4,
2.9 Follow Up
Sekitar 20% pasien dengan mola komplit dan 5% dari parsial mola akan
menjadi suatu penyakit residual, sehingga diperlukan suatu pemeriksaan secara
ketat setelah dilakukan kuretase mola. Pemeriksaan kadar β-hCG kuantitatif harus
dilakukan selama periode ini. Kadar β-hCG harus diperiksakan setiap minggu
sampai kadarnya tidak terdeteksi selama 3 minggu berturut turut kemudian
dilanjutkan pemeriksaan setiap bulan sampai kadarnya tidak terdeteksi selama 6
bulan berturut turut. Kadar dari β-hCG setelah dilakukan terapi kuretase
seharusnya menurun dan tidak pernah mengalami peningkatan, dan diperkirakan
sekitar 9-11 minggu kadar β-hCG sudah tidak terdeteksi lagi setelah dilakukan
tindakan kuretase. Peningkatan kadar β-hCG hendaknya dapat diperhatikan secara
seksama dan dilakukan pemeriksaan pelvis dan pemeriksaan lanjutan guna dapat
mendeteksi apakah terjadi suatu penyakit yang menetap atau bahkan terjadi suatu
metastasis.
Penggunaan kontrasepsi dianjurkan selama periode pemantauan (follow
up) setelah evakuasi jaringan mola, dimana dianjurkan selama 6 bulan sampai 1
tahun. Alasan penggunaan kontrasepsi ini ialah, jika terjadi kehamilan maka akan
membuat suatu kerancuan (ketidakpastian) dikarenakan saat terjadi kehamilan
kadar β-hCG akan mengalami peningkatan selama 9 bulan yang mana hal ini akan
membuat kebingungan apakah peningkatan ini disebabkan karena kehamilannya
atau terdapat mola yang persisten.
Penggunaan Intra Uterine Device (IUD) tidak dianjurkan karena dapat
memicu terjadinya ruptur uterus pada kasus mola invasif. Penggunaan Pil KB
kombinasi juga tidak dianjurkan sebelum kadar β-hCG kembali normal,
kontrasepsi mantap (KONTAP) sangat dianjurkan bagi mereka yang tidak ingin
memiliki anak lagi, namun kondom merupakan pilihan utama bagi mereka yang
masih menginginkan anak.13
28
2.10 Penyakit Trofoblas Ganas
Penyakit trofoblas ganas (PTG) adalah suatu tumor ganas yang berasal dari
sito dan sinsiotrofobals yang menginvasi miometrium, merusak jaringan
disekitarnya dan pembuluh darah sehingga menyebabkan perdarahan
2.10.1 Epidemiologi
Penyakit ini sering terjadi pada usia 14-49 tahun dengan rata-rata 31,2 tahun.
Risiko terjadinya PTG yang nonmetastase 75% didahului oleh molahidatidosa
dan sisanya oleh abortus, kehamilan ektopik atau kehamilan aterm. Risiko
terjadinya PTG yang metastase 50% didahului oleh molahidatidosa, 25% oleh
abortus, 22% oleh kehamilan aterm dan 3% oleh kehamilan ektopik.
Pada jenis invasif mola 12,5% berasal dari mola komplit dan 1,5% berasal
dari mola parsial. Pada koriokarsinoma 1,7% berasal dari mola komplit dan 0,2%
dari mola parsial, koriokarsinoma setelah kehamilan normal lebih sering terjadi
dibandingkan mola invasif.18,19,20
2.10.2 Etiologi
2.10.3 Patogenesis
29
1. Teori missed abortion.
Mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu (missed abortion). Karena itu terjadi
gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan
mesenkim dan villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.Menurut
Reynolds, kematian disebabkan kekurangan gizi berupa asam folik dan histidine
pada kehamilan hari ke 13 dan 21, menyebabkan gangguan angiogenesis.21,22
2.10.4 Klasifikasi
1. Mola Invasif
Ditemukan sekitar 15% sesudah pengeluaran mola dan lebih rendah pada
pasca kehamilan normal. Gejala-gejala klinis yang dapat ditemukan ialah:
30
Jarang ditemukan, tetapi merupakan varian penting dari koriokarsinoma.
Ditemukan kurang dari 1% pada penderita penyakit trofoblas. Tumor tumbuh
lokal dengan infiltrasi ke miometrium atau berupa polip yang tumbuh ke dalam
kavum uterus.
31
Tabel 1. Stadium PTG berdasarkan FIGO 2000
Stadium Keterangan
I Pasien dengan peningkatan kadar hCG persisten dan
tumor terbatas pada korpus uterus.
II Pasien dengan metastasis pada vagina dan/atau pelvik.
III Pasien dengan metastasis paru dengan atau tanpa
keterlibatan uterus, vaginal atau pelvik.
Diagnosis berdasarkan peningkatan kadar hCG
dengan adanya lesi-lesi pulmoner pada foto radiologik
dada.
IV Pasien yang mengalami penyakit lanjut dengan
keterlibatan otak, hati, ginjal, atau saluran
gastrointestinal.
Masuk dalam kategori risiko-paling tinggi,oleh karena
sebagian besar resisten terhadap kemoterapi.
Pada banyak kasus penyakit timbul setelah kehamilan
non-mola dan memiliki gambaran histologik
koriokarsinoma.
Skor FIGO 0 1 2 4
32
Riwayat gagal kemoterapi - - Regimen 2 atau
tunggal lebih
≥8 = risiko tinggi
Kategori Kriteria
b. Prognosis buruk
Ada faktor risiko
Pernah kemoterapi
33
2.10.5 Gejala dan Tanda
Kadar β hCG paska mola setelah menurun, tidak menurun malahan dapat
meningkat lagi atau titer β hCG yang meninggi setelah terminasi kehamilan, mola
atau abortus. Pemeriksaan foto thorax dapat ditemukan adanya lesi yang
metastasis. Pada sediaan histopatologis dapat ditemukan villus namun demikian
dengan tidak memperlihatkan gambaran patologik tidak dapat menyingkarkan
suatu keganasan.26
2.10.6 Diagnosis
a. Anamnesis.
Perdarahan yang terus menerus setelah evakuasi mola atau kehamilan
sebelumnya
Bila terjadi perforasi uterus, ditemukan adanya keluhan nyeri perut
Bila ada lesi metastasis, maka dapat ditemukan gejala hemptoe, sakit kepala,
kejang, dan hemiplegia.
b. Pemeriksaan fisis
Uterus besar dan irreguler
Dapat terlihat adanya lesi metastasis di vagina atau organ lain
Ditemukan kista lutein bilateral yang persisten
c. Pemeriksaan penunjang
Ditemukan kadar β hCG yang menetap atau meninggi
Pada foto thorax dapat terlihat adanya lesi metastasis
34
USG pelvis, hati dan ginjal untuk melihat adanya metastasis
Bila ada metastasis di hati maka dapat ditemukan gangguan fungsi hati
CT scan kepala bila ada indikasi kelainan saraf
2.10.7 Penatalaksanaan
Stadium I:
a. Methotrexate (MTX): dosis 10-20 mg/m IV/IM tiap hari selama 5 hari diulang
tiap 2-3 minggu, jika dalam 2 minggu tidak ada tanda-tanda depresi sum-sum
35
tulang/ kelainan darah (Hb, leukosit, trombosit) maka segera diberikan seri
berikutnya.
b. Actinomycin D (ACT.D): dosis 12 µg/kgBB/IV tiap hari selama 5 hari diulang
tiap 2-3 minggu, jika tidak ada depresi sum-sum tulang. Kemoterapi diberikan
sampai kadar β hCG dalam darah menjadi normal, kemudian dilanjutkan 1-2
seri.
Jika kadar β hCG meningkat atau menetap setelah pemberian sitostatika
sebanyak 1 seri, maka dianggap resisten/ tidak dilanjutkan lagi untuk seri
berikutnya kemudian diganti dengan kemoterapi kombinasi.25,27
Diberikan pada hari 1 dan hari ke 3 dengan interval 1 minggu, bila penekanan
sum-sum tulang sudah pulih
Diberikan pada hari 1 dan hari ke-3 dengan interval 1 minggu bila penekanan
sum-sum tulang sudah pulih
36
Stadium IV
37
2.10.8 Prognosis
Makin dini diagnosis dibuat dan makin dini pengobatan dimulai makin baik
prognosisnya. Prognosis penyakit trofoblas ganas jenis villosum lebih baik
daripada jenis non villosum.27,26,24
38
2.10.9 Follow Up
2. Pemeriksaan kadar β hCG tiap bulan sampai didapatkan negatif dalam 12 bulan
(non metastatik atau penyakit dengan metastatik risiko rendah atau dalam 24
bulan (metastasis risiko tinggi).
39
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Anamnesis
Teori Kasus
Mola hidatidosa secara umum : Gejala Mola hidatidosa yang
- Mual dan muntah hebat. didapatkan pada kasus :
- Uterus lebih besar dari umur - Pasien mengalami flek disertai darah
kehamilan. segar yang hilang-timbul sejak awal
- Perdarahan merupakan gejala utama kehamilan.
mola - Pasien mengatakan pada kehamilan
PTG secara umum : ini sering mengalami mual dan
- Perdarahan yang tidak teratur setelah muntah
berakhirnya suatu kehamilan - Paisen mengalami penurunan berat
- nyeri badan sebanyak 8 kg.
- sakit kepala - Pasien mengatakan bahwa kehamilan
- gejala metastase seperti batuk, sesak, kali ini ukuran perutnya lebih besar
kejang, hemiplegia dan lain-lain dari biasanya.
Gejala PTG yang didapat pada kasus :
- Post kuret yang pertama masih
mengalami perdarahan yang hilang
timbul.
40
- Paritas
41
4.4 Pemeriksaan Penunjang
Teori Kasus
Pemeriksaan penunjang Mola Pemeriksaan penunjang pada kasus
Hidatidosa : Mola Hidatidosa :
1. USG 1. USG
- Karakteristik USG mola adanya - USG saat pasien mengalami mola
gambaran badai salju (snowstorm) yang tidak ada.
mengindikasikan villi korialis yang
hidrofik. .
- USG pelvis, hati dan ginjal untuk karena tidak ada indikasi.
42
- Bila ada metastasis di hati maka dapat
ditemukan gangguan fungsi hati
- CT scan kepala bila ada indikasi
kelainan saraf
Skor Indeks Prognosis oleh WHO : Skor Indeks Prognosis oleh WHO :
Usia : Usia : 28
≤ 39 tahun : 0
Kehamilan sebelumnya : Mola
> 39 tahun : 1
Jarak kehamilan : 4-6 bulan
Kehamilan sebelumnya :
Kadar β hCG : 25970.00
Mola : 0
Abortus : 1 Besar Tumor : >6
Aterm : 2
Letak metastasis : tidak ada
Jarak dari kehamilan (dalam bulan): Jumlah metastasis : 0
< 4 bulan : 0
Riwayat gagal kemoterapi: Tidak ada
4-6 bulan : 1
7-12 bulan : 2 Score total: 4
> 12 bulan : 4
Kadar β hCG :
< 1000 : 0
1000-10.000 : 1
43
>10.000 - 100.000 : 2
>100.000 : 4
Letak metastasis :
Paru dan vagina : 0
Lien dan ginjal : 1
Traktus gastrointestinal : 2
Otak dan hati : 4
Jumlah metastasis :
Tidak ada metastasis : 0
1-4 : 1
4-8 : 2
>8 : 4
Total score :
≤ 4 : risiko rendah
5-7 : risiko sedang
> 8 : risiko tinggi
44
4.6 Penatalaksanaan
Teori Fakta
Tatalaksana Mola Hidatidosa : Tatalaksana Mola Hidatidosa dalam
kasus ini :
- vakum kuretase
- vakum kuretase
Tatalaksana PTG : Tatalaksana PTG pada kasus :
Bila tergolong risiko rendah, maka Pasien termasuk golongan risiko rendah
diberikan kemoterapi tunggal, sedang menurut scoring FOGI dan stadium satu
bila tergolong risisko sedang dan tinggi menurut WHO dan mendapatkan terapi
diberikan kemoterapi kombinasi. tunggal MTX.
- Stadium I:
Diberikan kemoterapi tunggal
kemoterapi tunggal.
a. Methotrexate (MTX)
b. Actinomycin D (ACT.D
45
BAB 5
PENUTUP
Kesimpulan
Telah dilaporkan kasus atas nama NY. A yang berusia 28 tahun. Datang
dengan keluhan badan lemas dengan riwayat kehamilan mola hidatidosa dan telah
dilakukan kuretase sebelumnya. Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang maka didapatkan hasil diagnosis Penyakit Trofoblas
Ganas Risiko Rendah. Pasien ini dilakukan kemoterapi dengan regimen tunggal
yaitu MTX. Secara umum penegakan diagnosis dan tatalaksana pada pasien
tersebut tepat sesuai dengan teori yang ada.
46
Daftar Pustaka
47
14. Berkowitz, R. & Goldstein, D. 2009. Presentation & Management of Molar
Pregnacy [Online]. Nejm.com. [Accessed].
15. Moore, L. E. 2016. Hydatiform Mole. Medscape.
16. Fraser, D., Jauniaux, E., Ngan, Y. & Sabire, N. 2010. The Management of
Gestational Trophoblastic Diseases. Royal Collage Obstetrics
Gynaecology.
17. Suheimi K. Laporan kasus ginekologi onkologi. [online]. 2008 Jul 06 [cited
2008 Oct 27]; [8 screens]. Available from: URL:
http://ksuheimi.blogspot.com/2008/07/laporan-kasus-ginekologi-
onkologi.html
18. Nguyen CP, Bristow R. Gestational trophoblastic disease. In: Bankowski BJ,
Hearne AE, Lambrou NC, Fox HE, Wallach EE, editors. The Johns
Hopkins manual of gynecology and obstetrics. 2nd ed. New York:
Lippincott Williams & Wilkins Publishers; 2002. p. 577-89.
19. Soekimin. Penyakit tropoblas ganas. [online]. 2005 [cited 2008 Oct 27]; [6
screens]. Available from: URL: http://www.usu-repository.com/penyakit-
tropoblas-ganas.pdf.
20. Hernandez E. Gestational Trophoblastic Neoplasia. [online]. 2008 Sep 24
[cited 2008 Oct 27]; [15 screens]. Available from: URL:
http://www.eMedecine.com/gestational-trophoblastic-neoplasia.html.
21. Suheimi K. Penyakit serta kelainan plasenta dan selaput janin. [online]. 2008
Jun 24 [cited 2008 Oct 27]; [8 screens]. Available from: URL:
http://ksuheimi.blogspot.com/2008/06/penyakit-serta-kelainan-
plasenta.html
22. Penyakit tropoblas gestasional. [online]. 2008 [cited 2008 Oct 27]; [6 screens].
Available from: URL: http://www.indocancer.com/penyakit-tropoblas-
gestasional.html.
23. Rich WM. Gestational trophoblastic disease. [online]. 2008 [cited 2008 Oct
27]; [4 screens]. Available from: URL:
http://www.gyncancer.com/gest.html.
24. Barkowitz RS, Goldstein DP. Gestational trophoblastic neoplasia. In: Berek
JS, Hacker NF, editors. Practical gynecology oncology. 3nd ed. New York:
Lippincott Williams & Wilkins Publishers; 2000. p. 780-810..
25. Stenchever MA, Droegenmueller W, Arthur H, Mishell DR, Herbst AL,
editors. Comprehensive gynecology. 4nd ed. New York: Lippincott
Williams & Wilkins Publishers; 2002. p. 1046-61..
26. Barkowitz RS, Goldstein DP. Gestational trophoblastic neoplasia. In: Berek
JS, editors. Novak’s gynecology. New York: Lippincott Williams &
Wilkins Publishers; 2002. p. 1536-60.
48
27. Budi A, Djuanna A. Penyakit tropoblas ganas. Ujung Pandang: SMF Obstetri
dan Ginekologi FKUH; 1999. p. 254-7.
49
50