MOLA HIDATIDOSA
Oleh :
Supervisor Pembimbing :
dr. Ronny A. A. Mewengkang, Sp.OG
Residen Pembimbing :
dr. Zella Anggy Angela
Oleh :
Chandra Joshua Timothy Wijaya
210141010228
Masa KKM 30 Mei – 07 Agustus 2022
Mengetahui,
Residen Pembimbing :
Supervisor Pembimbing :
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................................
A. Latar belakang.......................................................................................................
A. Definisi ................................................................................................................
B. Epidemiologi .......................................................................................................
C. Etiologi dan Faktor Resiko ..................................................................................
D. Patofisiologi .........................................................................................................
E. Diagnosis .............................................................................................................
F. Klasifikasi ..........................................................................................................
G. Tatalaksana ........................................................................................................
H. Komplikasi……………………………………………………………… 18
I. Prognosis ...........................................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Amerika Serikat terdapat kejadian mola pada setiap 1 dari 1500 kehamilan,
sedangkan Asia Tenggara dan Jepang merupakan lokasi dengan inside mola
tertinggi yaitu pada 2 dari 1000 kehamilan.2 Di Indonesia sendiri didapatkan
kejadian mola pada 1:100 kehamilan.3 Sedangkan di Sulawesi Utara, Manado dan
khusunya RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou sendiri memang belum ada studi
epidemiologi yang dilakukan secara khusus untuk mengetahui nilai angka
kejadian mola hidatidosa, tetapi sempat dilakukan 2 studi untuk mencari tahu
berapa kali kejadian Mola Hidatidosa. Yang pertama pada periode 1 Desember
2012 - 31 Desember 2013 dan hasil penelitian memperlihatkan 39 kasus Mola
Hidatidosa.4 Yang kedua dilakukan pada periode 1 Januari – 31 Desember 2014
dan didapatkan angka kejadian sebanyak 35 kasus.5
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Mola hidatidosa adalah salah satu jenis penyakit trofoblas bersifat jinak.
Mola hidatidosa juga disebut hamil anggur karena pada kehamilan ini terdapat
vesikel multipel yang mirip seperti anggur di dalam uterus serta biasanya tidak
ada fetus di dalamnya. Jenis mola hidatidosa ini disebut mola hidatidosa komplit
sedangkan disebut mola hidatidosa parsial apabila terdapat fetus di dalamnya.
Mola hidatidosa disebut sebagai suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar
dimana tidak ditemukan janin hampir seluruh villi korealis mengalami perubahan
hidrofili dengan ciri-ciri stroma villi korealis langka vaskularisasi dan edematus.
Jaringan trofoblast pada villus berploriferasi, dan mengeluarkan hormon yaitu
hCG dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa.1
B. Epidemiologi
2
investigasi mengenai kemungkinan hipotesis bahwa perbedaan etnis dan ras yang
mengarah pada peningkatan insiden Mola Hidatidosa di antara orang Indian
Amerika, Eskimo, Hispanik, dan Afrika-Amerika serta berbagai populasi Asia dan
hasilnya belum terbukti dan tidak ada kaitannya dengan sifat genetik, faktor
budaya, atau hanya perbedaan dalam bentuk pelaporan kasus saja.2
3
memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau ada kelainan atau
gangguan dalam pembuahan
Wanita yang menikah atau memulai aktifitas seksual pada usia muda
(kurang dari 18 tahun)
Wanita dengan usia 36 – 40 tahun (>40 tahun risiko meningkat 10 kali
lipat)
Riwayat sosial ekonomi rendah. Pada masa kehamilan keperluan zat – zat
gizi meningkat. Hal ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
pertumbuhan dan perkembangan janin, bila keadaan sosial ekonomi
rendah maka makanan atau suplemen yang dibutuhkan untuk memenuhi
gizi yang diperlukan tubuh bisa kurang terpenuhi sehingga mengakibatkan
gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin.
Jarak usia kehamilan yang berdekatan
Jumlah paritas yang tinggi
Defisiensi Vitamin A
Kekurangan protein
Imunoselektif dari Sel Trofoblas
Proliferasi Trofoblas
Degenerasi Hidrofilik
Infeksi virus atau faktor kromosom yang belum jelas
D. Patofisiologi
4
Sepuluh persen kariotipe mola komplit sisanya adalah 46,XY atau 46,XX,
sebagai hasil dari fertilisasi telur kosong oleh dua buah sperma (dispermi).
Beberapa studi memperlihatkan pasien dengan kehamilan mola berulang adalah
molar biparental yang dapat bersifat familial atau sporadik. Kondisi ini berkaitan
dengan mutasi missense pada gen NLRP7 pada kromosom 19q13.3- 13.4.
Neoplasia trofoblastik (mola invasif atau koriokarsinoma) terjadi setelah mola
komplit pada 15-20%.11,14
5
akan menjadi janin dengan kondisi yang mengenaskan. Janin yang mencapai usia
lanjut akan mengalami hambatan pertumbuhan yang parah, kelainan kongenital
multipel, atau bahkan kematian. Kurang dari 5% Mola parsial akan berkembang
menjadi TTG dan jarang terjadi metastase.11,14
E. Diagnosis
1. Anamnesis 5,6,11,12,13 :
- Perdarahan pervaginam.
- Perdarahan bervariasi mulai dari banyak atau sedikit, tidak
teratur, dan berwarna merah kecoklatan kadang disertai
gumpalan.
- Amenorea.
- Mual muntah berlebihan yang lebih parah dari biasanya
(hyperemesis gravidarum)
- Nyeri perut bagian bawah (bisa terjadi)
- Pernah mengeluarkan jaringan mola seperti buah anggur atau
mata ikan dari vagina yang merupakan diagnosis pasti.
- Timbul gejala pre-eklampsi pada trimester kedua atau ketiga.
- Penurunan berat badan.
6
2. Pemeriksaan Fisik 5,6,11,12,13,15,16
:
- Pada Inspeksi bisa terlihat muka dan badan kadang-kadang
terlihat pucat kekuning-kuningan yang disebut dengan mola
face
- Perut tampak lebih besar dari biasanya.
- Pada Palpasi, Uterus membesar lebih dari dengan usia
kehamilannya, teraba lembek.
- Tidak teraba adanya bagian janin, ballottement, ataupun
gerakan janin.
- Adanya fenomena harmonika, dimana ketika darah atau
gelembung mola keluar, fundus uteri akan turun lalu naik lagi
karena terkumpul kembali darah yang baru.
- Nyeri tekan ketika dipalpasi di perut bisa terjadi.
- Pada pemeriksaan palpasi juga bisa ditemukan pembesaran
kelenjar tiroid (Hipertiroid) yang menunjukan adanya
komplikasi berupa tiroktoksikosis.
- Pada pemeriksaan dalam (inspekulo) bisa didapatkan darah
yang keluar dari kanalis servikalis / fluksus (+). Uterus teraba
lembek. Selain itu, dilihat juga apakah ditemukannya jaringan
mola pada vagina.
- Pada Pemeriksaan Auskultasi, tidak ditemukannya bunyi DJJ
(denyut jantung janin).
7
biasanya tidak ada gambaran janin. Selain gambaran tersebut,
biasanya ditemukan gambaran snowstorm (badai salju) ataupun
gambaran honey comb (sarang tawon) dan vesicular pattern yang
biasanya muncul pada trimester kedua kehamilan dari isi uterus
dan ditemukannya kista lutein fokal yang menguatkan diagnosa
Mola Hidatidosa komplit. Ultrasonografi juga dapat memfasilitasi
diagnosis dini mola parsial dengan menunjukkan ruang kistik fokal
di dalam plasenta dan peningkatan diameter transversal dari
plasenta. Selain itu pada Mola Hidatidosa Parsial, biasanya
terdapat gambaran janin yang tidak berkembang dengan sempurna
namun gambaran kista lutein walaupun bisa terjadi,jarang muncul.
8
berkorelasi dengan beban penyakit. hCG ini adalah glikoprotein
plasenta yang terdiri dari 2 subunit yang berbeda yaitu subunit
yang menyerupai hormon glikoprotein hipofisis dan subunit yang
unik untuk produksi plasenta. Mola Hidatidosa biasanya
berhubungan dengan peningkatan -hCG yang nyata bila
dibandingkan dengan kehamilan normal. Sekitar 50% pasien
dengan Mola Hidatidosa Komplit memiliki -hCG pre-evakuasi
dengan kadar > 100.000 mIU/mL. Selain itu pemeriksaan hormon
-hCG dapat digunakan sebagai indikator kuat untuk mendiagnosis
pasien pada stadium awal. Tetapi kalau pemeriksaan -hCG hanya
dilakukan sekali saja, bagaimanapun, jarang membantu dalam
membedakan Mola Hidatidosa komplit dengan kehamilan
intrauterin normal, kehamilan ganda, atau kehamilan dengan
komplikasi penyakit seperti eritroblastosis fetalis atau infeksi
intrauterin yang berhubungan dengan pembesaran plasenta, karena
kadar -hCG tertinggi biasanya terjadi di dalam akhir trimester
pertama kehamilan ketika diagnosis kehamilan mola biasanya
dipertimbangkan. Sedangkan untuk Mola Hidatidosa parsial, di sisi
lain, sering kali tidak dapat dibedakan dengan peningkatan level -
hCG > 100,000 mIU/mL karena peningkatan ini hanya terjadi pada
< 10% pasien. Ketika jaringan Mola Hidatidosa sudah di evakuasi
maka hormon -hCG akan perlahan – lahan menurun sampai pada
akhirnya tidak ada lagi. Apabila level -hCG > 300.000 mIU/ml
maka itu bisa mempengaruhi reseptor thyrotropin, mengakibatkan
aktifitas hormon-hormon tiroid (T3/T4) meningkat. Akibatnya
gejala-gejala hipertiroidisme bisa terjadi berupa hipertensi,
takikardia, tremor, hiperhidrosis, gelisah, emosi labil, diare,
muntah, nafsu makan meningkat tetapi berat badan menurun dan
sebagainya. Selain itu, dapat terjadi krisis hipertiroid tidak
terkontrol yang disertai hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular,
toksemia, penurunan kesadaran sampai delirium-koma
9
- Pathologic and Histologic Diagnosis : Diagnosis patologis Mola
Hidatidosa Komplit dan Parsial dibuat dengan pemeriksaan
spesimen kuretase. Pewarnaan imunohistologis untuk p57 (sebuah
gen yang diekspresikan secara maternal) dapat membedakan Mola
Hidatidosa komplit yang tidak terdeteksi immunostaining-nya
dengan Mola Hidatidosa parsial yang immunostaining-nya positif
terdeteksi. Sedangkan prosedur flow cytometry dapat membedakan
zigot diploid lengkap dari zigot triploid parsial. Jadi bisa dikatakan
pemeriksaan ini bisa membedakan Mola Hidatidosa Komplit dan
Parsial secara pasti. Tetapi kelemahannya adalah kita harus
mengevakuasi jaringan Mola terlebih dahulu sehingga tidak bisa
digunakan untuk diagnosis ataupun pencegahan stadium awal
kecuali jaringan tersebut keluar dengan sendirinya dari vagina
selama masa kehamilan Mola tersebut.
- Uji Sonde : Sonde dimasukkan ke dalam kanalis servikalis secara
pelan dan hati-hati, kemudian sonde diputar. Jika tidak ada
tahanan, kemungkinan mola.
- Uji Biologik dan Uji Imunologik (Galli Mainini dan Planotest).
Akan positif setelah pengenceran (titrasi). Galli Mainini 1/300 (+),
maka suspek mola hidatidosa. Galli Mainini 1/200 (+), maka
kemungkinan mola hidatidosa atau kehamilan kembar.
F. Klasifikasi
10
kelompok.3 Selain itu, trofoblastnya mengalami hyperplasia dengan atypia
dengan berbagai varian jenis. Mola hidatidosa komplit hanya mengandung
DNA paternal sehingga bersifat androgenetik tanpa adanya jaringan janin.
Hal ini terjadi karena satu sel sperma membawa kromosom 23X
melakukan fertilisasi terhadap sel telur yang tidak membawa gen maternal
(tidak aktif), kemudian mengalami duplikasi membentuk 46XY dan 46XX
heterozigot. Pada kehamilan trimester pertama, vili korialis mengandung
cairan dalam jumlah lebih sedikit, bercabang, dan mengandung sinsitio-
trofoblas dan sitotrofoblas hiperplastik dengan banyak pembuluh darah
yang membengkak di vili plasenta. Dan, secara makroskopik pada
kehamilan trimester dua mola hidatidosa komplit berbentuk seperti anggur
karena vili korialis mengalami pembengkakan secara menyeluruh.
Biasanya Mola hidatidosa komplit bisa berkembang menjadi Penyakit
Trofonlas Neoplasma seperti mola invasive atau koriokarsinoma.5,6,11
11
Perbandingan Gambaran Mola Hidatidosa Parsial dan Komplit
Patologi
Gambaran Klinis
G. Tatalaksana
12
- Bila ada gejala pre-eklampsia dan hiperemesis gravidarum diobati
sesuai dengan protokol penanganan di bagian obstetrik dan
ginekologi
- Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis, dikonsultasikan ke bagian
penyakit dalam
13
3. Histerektomi.
Merupakan alternatif untuk suction kuretase jika proses persalinan telah
selesai. Adneksa dapat dibiarkan utuh bahkan dengan adanya kista teka lutein.
Selain mengevakuasi kehamilan mola, histerektomi memberikan sterilisasi
permanen dan menghilangkan risiko invasi miometrium lokal. Dikarenakan
potensi penyakit metastasis bahkan setelah histerektomi, risiko post-molar
untuk berkembang menjadi Gestational Trophoblastic Neoplasia masih tetap
pada 3-5%, sehingga diperlukan pemeriksaan -hCG lanjutan. Tetapi, induksi
medis persalinan dan histerektomi tidak direkomendasikan untuk evakuasi
kehamilan mola. Metode-metode ini meningkatkan morbiditas ibu, seperti
kehilangan darah, evakuasi tidak lengkap yang membutuhkan dilatasi dan
kuretase, dan kebutuhan untuk persalinan SC pada kehamilan berikutnya.
Mereka juga meningkatkan penyebaran trofoblas dan perkembangan
Gestational Trophoblastic Neoplasia post-molar yang membutuhkan
kemoterapi.6
4. Follow-Up.
Tindak lanjut setelah evakuasi mola hidatidosa sangat penting untuk
mendeteksi sekuele trofoblas (mola invasif atau koriokarsinoma), yang
berkembang pada sekitar 15-20% dari Mola Hidatidosa Komplit dan 1-5 %
dari Mola Hidatidosa Parsial.2 Temuan klinis dari involusi uterus yang cepat,
regresi kista ovarium, dan hentinya perdarahan semua-nya adalah tanda yang
meyakinkan, namun, tindak lanjut yang definitif memerlukan pengukuran
hCG kuantitatif serum serial setiap 1-2 minggu sampai 3 tes berturut-turut
menunjukkan kadar normal, setelah itu kadar hCG harus ditentukan pada
setiap interval 3 bulan selama 6 bulan setelah kembali normal secara spontan.
Lebih dari setengah pasien akan mengalami regresi lengkap hCG menjadi
normal dalam waktu 2 bulan setelah evakuasi. Kontrasepsi dianjurkan selama
6 bulan setelah hasil hCG normal pertama. Penggunaan pil kontrasepsi oral
lebih dipilih karena mereka memiliki efek yang bisa menekan kadar LH
endogen, yang mungkin mengganggu pengukuran hCG pada tingkat rendah
dan penelitian telah menunjukkan bahwa pil kontrasepsi oral tidak
14
meningkatkan risiko Neoplasma Trofoblas Post-molar. Pemeriksaan patologis
plasenta dan produk konsepsi lainnya serta penentuan kadar hCG pasca-
persalinan 6 minggu dianjurkan pada semua kehamilan berikutnya.
Kemungkinan berkembangnya penyakit persisten (neoplasma) setelah
evakuasi mola lengkap meningkat dengan bukti pertumbuhan trofoblas yang
nyata, seperti kadar hCG sebelum evakuasi > 100.000 mIU/mL, pertumbuhan
uterus berlebihan (>20 ukuran minggu), dan kista teka lutein dengan diameter
> 6 cm. Pasien dengan 1 dari tanda-tanda ini memiliki sekitar 40%
kemungkinan untuk terjadi Neoplasma Gestasional Post-molar dibandingkan
dengan 4% untuk mereka yang tidak memiliki tanda-tanda ini. Pasien dengan
usia > 40 tahun, memiliki riwayat kehamilan mola berulang, mola aneuploid,
dan pernah mengalami komplikasi kehamilan mola, seperti toksemia,
hipertiroidisme, dan embolisasi trofoblas, juga meningkatkan risiko
Neoplasma Trofoblas Gestasional pasca kehamilan molar.6
Bila pada pasien ditemukan gejala dimana β-hCG yang plateau atau
meningkat post kuretase, perdarahan yang hebat, hasil histologis yang
mengarah ke koriokarsinoma, metastasis, serum β-hCG ≥ 20.000 IU/L selama
> 4 minggu maka dapat diberikan terapi kemoterapi pada pasien. Namun, pada
pasien tersebut mengingat angka kemungkinan keganasan yang tinggi maka
perlu dilakukan pemberian obat kemoterapi profilaksis untuk mengurangi atau
menghambat proliferasi sel trofoblastik menjadi ganas.15,16 Bila selama masa
observasi, kadar β-HCG tetap atau meningkat dan pada pemeriksaan foto
toraks ditemukan adanya tanda-tanda metastasis maka pasien harus dievaluasi
dan dimulai pemberian kemoterapi.13
15
- Kadar hCG yang datar dari empat nilai pemeriksaan atau
peningkatan ± 10% dicatat selama durasi 3 minggu (hari 1, 7, 14,
dan 21).
- Peningkatan kadar hCG lebih dari 10% dari tiga nilai yang tercatat
selama durasi 2 minggu (hari 1, 7, dan 14).
- hCG yang terdeteksi menetap selama lebih dari 6 bulan setelah
evakuasi molar.6
16
Setelah menentukan stadium dari perkembangan penyakit langkah selanjutnya
adalah menentukan Risk Score dari Gestational Trophoblastic Neoplasia dengan
menggunakan modifikasi skor prognostik World Health Organization (WHO)
yang diadaptasi dari International Federation of Gynecology and Obstetrics
(FIGO). Dimana Skor 0 – 6 menunjukkan risiko rendah, sedangkan skor ≥ 7
menunjukkan risiko tinggi.18
17
Kemudian pengukurannya dilanjutkan setiap bulannya sampai tidak terdeteksi
selama 12 bulan.
H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi Mola Hidatidosa adalah 6,13,21 :
1. Perdarahan hebat
2. Anemia
3. Syok Hipovolemik
4. Hipertiroidisme
5. Respiratory Distress
6. Perforasi Uterus
7. Neoplasma Trofoblas Gestasional (mola invasive, koriokarsinoma, dan
placental site trophoblastic tumor)
8. Infeksi Sekunder
9. Toxemia
I. Prognosis
18
BAB III
PENUTUP
19
DAFTAR PUSTAKA
20
Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Yogjakarta; 1996. p. 83–
90.
10. Harjito VN, Hidayat YM, Amelia I. Hubungan antara Karakteristik Klinis
Pasien Mola Hidatidosa dengan Performa Reproduksi Pascaevakuasi di
Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. J Sist Kesehat. 2017;3(1):25–31.
11. F. Gary Cunningham Kenneth J. Leveno Steven L. Bloom Catherine Y.
Spong Jodi S. Dashe Barbara L. Hoffman Brian M. Casey Jeanne S.
Sheffield. Williams Obstetrics. 24th ed. F. Gary Cunningham Kenneth J.
Leveno Steven L. Bloom Catherine Y. Spong Jodi S. Dashe Barbara L.
Hoffman Brian M. Casey Jeanne S. Sheffield, editor. McGraw Hill
Education;
12. Purba YS, Munir MA, Saranga D. Mola Hidatidosa. Med Prof [Internet].
2019;1 (1)(1):79–86. Available from:
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/jmp/article/download/12052/923
0
13. Narottama H, Gumilar E, Askandar B. Kehamilan Kembar Disertai Mola
Hidatidosa. J Ilm Kedokt Wijaya Kusuma. 2019;8(2):75–83.
14. Wargasetia TL, Nataprawira HMD, Fakultas B, Universitas K, Maranatha
K. Aspek Patobiologis pada Penyakit Trofoblas Gestasional. Jkm.
2011;2(2):190–205.
15. Olivia FC. Case Report : Seorang Wanita 30 Tahun Dengan Mola
Hidatidosa Komplet. Majority. 2016;5(April):142.
16. Muzayyanah. Studi Kasus : Mola Hidatidosa. In: Mutiara Medika. 2nd ed.
Yogjakarta; 2002. p. 55–61.
17. Aprianti S. Penelitian Kadar b-hCG Penderita Mola Hidatidosa Sebelum
dan Sesudah Kuratase. Indones J Clin Pathol Med Lab. 2006;13(1):1–3.
18. Figo Oncology Committee. FIGO staging for gestational trophoblastic
neoplasia 2000. Int J Gynecol Obstet. 2002;77(3):285–7.
19. Hussain A, Aziz SA, Bhat GM, Lone AR. Gestational Trophoblastic
Neoplasia. Tumors Cancers Ski Tissue-Bone-Urogenitals. 2017;115–20.
20. Biscaro A, Braga A, Berkowitz RS. Diagnóstico, classificação e
tratamento da neoplasia trofoblástica gestacional. Rev Bras Ginecol e
21
Obstet. 2014;37(1):42–51.
21. Soper JT. Gestational Trophoblastic Disease: Current Evaluation and
Management. Obstet Gynecol. 2021;137(2):355–70.
22. Budiana ING. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Obstetri Dan
Ginekologi Ke-7. Pkb Obstet Dan Ginekol Ke-7. 2015;
22