Nim : 210141010156
MOLA HIDATIDOSA
Latar Belakang
A. Definisi
Mola hidatidosa adalah salah satu jenis penyakit trofoblas bersifat jinak.
Mola hidatidosa juga disebut hamil anggur karena pada kehamilan ini terdapat
vesikel multipel yang mirip seperti anggur di dalam uterus serta biasanya tidak
ada fetus di dalamnya. Jenis mola hidatidosa ini disebut mola hidatidosa komplit
sedangkan disebut mola hidatidosa parsial apabila terdapat fetus di dalamnya.
Mola hidatidosa disebut sebagai suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar
dimana tidak ditemukan janin hampir seluruh villi korealis mengalami perubahan
1
hidrofili dengan ciri-ciri stroma villi korealis langka vaskularisasi dan edematus.
Jaringan trofoblast pada villus berploriferasi, dan mengeluarkan hormon yaitu
hCG dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa.
B. Epidemiologi
2
belum ada studi epidemiologi yang dilakukan secara khusus untuk mengetahui
nilai angka kejadian mola hidatidosa, tetapi sempat dilakukan 2 studi untuk
mencari tahu berapa kali kejadian Mola Hidatidosa. Yang pertama pada periode 1
Desember 2012 - 31 Desember 2013 dan hasil penelitian memperlihatkan 39
kasus Mola Hidatidosa. Yang kedua dilakukan pada periode 1 Januari – 31
Desember 2014 dan didapatkan angka kejadian sebanyak 35 kasus.
3
Proliferasi Trofoblas
Degenerasi Hidrofilik
Infeksi virus atau faktor kromosom yang belum jelas
D. Patofisiologi
Sepuluh persen kariotipe mola komplit sisanya adalah 46,XY atau 46,XX,
sebagai hasil dari fertilisasi telur kosong oleh dua buah sperma (dispermi).
Beberapa studi memperlihatkan pasien dengan kehamilan mola berulang adalah
molar biparental yang dapat bersifat familial atau sporadik. Kondisi ini berkaitan
dengan mutasi missense pada gen NLRP7 pada kromosom 19q13.3- 13.4.
Neoplasia trofoblastik (mola invasif atau koriokarsinoma) terjadi setelah mola
komplit pada 15-20%.
4
E. Diagnosis
1. Anamnesis :
- Perdarahan pervaginam.
- Perdarahan bervariasi mulai dari banyak atau sedikit, tidak
teratur, dan berwarna merah kecoklatan kadang disertai
gumpalan.
- Amenorea.
- Mual muntah berlebihan yang lebih parah dari biasanya
(hyperemesis gravidarum)
- Nyeri perut bagian bawah (bisa terjadi)
- Pernah mengeluarkan jaringan mola seperti buah anggur atau
mata ikan dari vagina yang merupakan diagnosis pasti.
- Timbul gejala pre-eklampsi pada trimester kedua atau ketiga.
- Penurunan berat badan.
2. Pemeriksaan Fisik :
- Pada Inspeksi bisa terlihat muka dan badan kadang-kadang
terlihat pucat kekuning-kuningan yang disebut dengan mola
face
- Perut tampak lebih besar dari biasanya.
- Pada Palpasi, Uterus membesar lebih dari dengan usia
kehamilannya, teraba lembek.
- Tidak teraba adanya bagian janin, ballottement, ataupun
gerakan janin.
- Adanya fenomena harmonika, dimana ketika darah atau
gelembung mola keluar, fundus uteri akan turun lalu naik lagi
karena terkumpul kembali darah yang baru.
- Nyeri tekan ketika dipalpasi di perut bisa terjadi.
5
- Pada pemeriksaan palpasi juga bisa ditemukan pembesaran
kelenjar tiroid (Hipertiroid) yang menunjukan adanya
komplikasi berupa tiroktoksikosis.
- Pada pemeriksaan dalam (inspekulo) bisa didapatkan darah
yang keluar dari kanalis servikalis / fluksus (+). Uterus teraba
lembek. Selain itu, dilihat juga apakah ditemukannya jaringan
mola pada vagina.
- Pada Pemeriksaan Auskultasi, tidak ditemukannya bunyi DJJ
(denyut jantung janin).
3. Pemeriksaan Penunjang :
- USG (Ultrasonografi) : USG memiliki peran yang sangat penting
dalam diagnosis mola hidatidosa komplit ataupun parsial sampai di
tahap dimana USG sudah menggantikan fungsi dari pemeriksaan
pra-operasi yang lain. Hal ini dikarenakan vili korionik Mola
Hidatidosa komplit menunjukkan pembengkakan hidropik difus,
pola ultrasonografi vesikular yang khas yang dapat diamati, yang
terdiri dari multiple holes (lubang) di dalam massa plasenta dan
biasanya tidak ada gambaran janin. Selain gambaran tersebut,
biasanya ditemukan gambaran snowstorm (badai salju) ataupun
gambaran honey comb (sarang tawon) dan vesicular pattern yang
biasanya muncul pada trimester kedua kehamilan dari isi uterus
dan ditemukannya kista lutein fokal yang menguatkan diagnosa
Mola Hidatidosa komplit. Ultrasonografi juga dapat memfasilitasi
diagnosis dini mola parsial dengan menunjukkan ruang kistik fokal
di dalam plasenta dan peningkatan diameter transversal dari
plasenta. Selain itu pada Mola Hidatidosa Parsial, biasanya
terdapat gambaran janin yang tidak berkembang dengan sempurna
namun gambaran kista lutein walaupun bisa terjadi,jarang muncul.
6
- Foto Rontgen : Tidak terlihat adanya tulang – tulang janin (pada
kehamilan 3-4 bulan). Tetapi pada Mola Hidatidosa Parsial bisa
terlihat walaupun tidak terbentuk secara lengkap.
7
akhirnya tidak ada lagi. Apabila level -hCG > 300.000 mIU/ml
maka itu bisa mempengaruhi reseptor thyrotropin, mengakibatkan
aktifitas hormon-hormon tiroid (T3/T4) meningkat. Akibatnya
gejala-gejala hipertiroidisme bisa terjadi berupa hipertensi,
takikardia, tremor, hiperhidrosis, gelisah, emosi labil, diare,
muntah, nafsu makan meningkat tetapi berat badan menurun dan
sebagainya. Selain itu, dapat terjadi krisis hipertiroid tidak
terkontrol yang disertai hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular,
toksemia, penurunan kesadaran sampai delirium-koma
- Pathologic and Histologic Diagnosis : Diagnosis patologis Mola
Hidatidosa Komplit dan Parsial dibuat dengan pemeriksaan
spesimen kuretase. Pewarnaan imunohistologis untuk p57 (sebuah
gen yang diekspresikan secara maternal) dapat membedakan Mola
Hidatidosa komplit yang tidak terdeteksi immunostaining-nya
dengan Mola Hidatidosa parsial yang immunostaining-nya positif
terdeteksi. Sedangkan prosedur flow cytometry dapat membedakan
zigot diploid lengkap dari zigot triploid parsial. Jadi bisa dikatakan
pemeriksaan ini bisa membedakan Mola Hidatidosa Komplit dan
Parsial secara pasti. Tetapi kelemahannya adalah kita harus
mengevakuasi jaringan Mola terlebih dahulu sehingga tidak bisa
digunakan untuk diagnosis ataupun pencegahan stadium awal
kecuali jaringan tersebut keluar dengan sendirinya dari vagina
selama masa kehamilan Mola tersebut.
- Uji Sonde : Sonde dimasukkan ke dalam kanalis servikalis secara
pelan dan hati-hati, kemudian sonde diputar. Jika tidak ada
tahanan, kemungkinan mola.
- Uji Biologik dan Uji Imunologik (Galli Mainini dan Planotest).
Akan positif setelah pengenceran (titrasi). Galli Mainini 1/300 (+),
maka suspek mola hidatidosa. Galli Mainini 1/200 (+), maka
kemungkinan mola hidatidosa atau kehamilan kembar.
8
F. Klasifikasi
9
inklusi trofoblas stomal yang menonjol dan bergerigi , dan sirkulasi vili
yang berfungsi, serta hiperplasia trofoblas fokal dengan atypia ringan.
Selain itu, Mola Hidatidosa parsial merupakan zigot triploid yang
mengandung dua set kromosom paternal dan satu set kromosom maternal.
Zigot triploid ini menghasilkan beberapa perkembangan embrio, namun
pada akhirnya merupakan kondisi janin yang mematikan. Pada kehamilan
Mola Hidatidosa Parsial, seringkali terjadi kematian mudigah atau
ditemukan sel darah merah berinti pada pembuluh darah.
Patologi
Gambaran Klinis
10
G. Tatalaksana
11
ukuran kehamilan. Jangan lupa juga untuk mengirimkan hasil jaringan ke
bagian patologi anatomi untuk dilakukan pemeriksaan.
3. Histerektomi.
Merupakan alternatif untuk suction kuretase jika proses persalinan telah
selesai. Adneksa dapat dibiarkan utuh bahkan dengan adanya kista teka lutein.
Selain mengevakuasi kehamilan mola, histerektomi memberikan sterilisasi
permanen dan menghilangkan risiko invasi miometrium lokal. Dikarenakan
potensi penyakit metastasis bahkan setelah histerektomi, risiko post-molar
untuk berkembang menjadi Gestational Trophoblastic Neoplasia masih tetap
pada 3-5%, sehingga diperlukan pemeriksaan -hCG lanjutan. Tetapi, induksi
medis persalinan dan histerektomi tidak direkomendasikan untuk evakuasi
kehamilan mola. Metode-metode ini meningkatkan morbiditas ibu, seperti
kehilangan darah, evakuasi tidak lengkap yang membutuhkan dilatasi dan
kuretase, dan kebutuhan untuk persalinan SC pada kehamilan berikutnya.
Mereka juga meningkatkan penyebaran trofoblas dan perkembangan
Gestational Trophoblastic Neoplasia post-molar yang membutuhkan
kemoterapi.
4. Follow-Up.
Tindak lanjut setelah evakuasi mola hidatidosa sangat penting untuk
mendeteksi sekuele trofoblas (mola invasif atau koriokarsinoma), yang
berkembang pada sekitar 15-20% dari Mola Hidatidosa Komplit dan 1-5 %
dari Mola Hidatidosa Parsial. Temuan klinis dari involusi uterus yang cepat,
regresi kista ovarium, dan hentinya perdarahan semua-nya adalah tanda yang
meyakinkan, namun, tindak lanjut yang definitif memerlukan pengukuran
hCG kuantitatif serum serial setiap 1-2 minggu sampai 3 tes berturut-turut
menunjukkan kadar normal, setelah itu kadar hCG harus ditentukan pada
setiap interval 3 bulan selama 6 bulan setelah kembali normal secara spontan.
Lebih dari setengah pasien akan mengalami regresi lengkap hCG menjadi
12
normal dalam waktu 2 bulan setelah evakuasi. Kontrasepsi dianjurkan selama
6 bulan setelah hasil hCG normal pertama. Penggunaan pil kontrasepsi oral
lebih dipilih karena mereka memiliki efek yang bisa menekan kadar LH
endogen, yang mungkin mengganggu pengukuran hCG pada tingkat rendah
dan penelitian telah menunjukkan bahwa pil kontrasepsi oral tidak
meningkatkan risiko Neoplasma Trofoblas Post-molar. Pemeriksaan patologis
plasenta dan produk konsepsi lainnya serta penentuan kadar hCG pasca-
persalinan 6 minggu dianjurkan pada semua kehamilan berikutnya.
Kemungkinan berkembangnya penyakit persisten (neoplasma) setelah
evakuasi mola lengkap meningkat dengan bukti pertumbuhan trofoblas yang
nyata, seperti kadar hCG sebelum evakuasi > 100.000 mIU/mL, pertumbuhan
uterus berlebihan (>20 ukuran minggu), dan kista teka lutein dengan diameter
> 6 cm. Pasien dengan 1 dari tanda-tanda ini memiliki sekitar 40%
kemungkinan untuk terjadi Neoplasma Gestasional Post-molar dibandingkan
dengan 4% untuk mereka yang tidak memiliki tanda-tanda ini. Pasien dengan
usia > 40 tahun, memiliki riwayat kehamilan mola berulang, mola aneuploid,
dan pernah mengalami komplikasi kehamilan mola, seperti toksemia,
hipertiroidisme, dan embolisasi trofoblas, juga meningkatkan risiko
Neoplasma Trofoblas Gestasional pasca kehamilan molar.
Bila pada pasien ditemukan gejala dimana β-hCG yang plateau atau
meningkat post kuretase, perdarahan yang hebat, hasil histologis yang
mengarah ke koriokarsinoma, metastasis, serum β-hCG ≥ 20.000 IU/L selama
> 4 minggu maka dapat diberikan terapi kemoterapi pada pasien. Namun, pada
pasien tersebut mengingat angka kemungkinan keganasan yang tinggi maka
perlu dilakukan pemberian obat kemoterapi profilaksis untuk mengurangi atau
menghambat proliferasi sel trofoblastik menjadi ganas. Bila selama masa
observasi, kadar β-HCG tetap atau meningkat dan pada pemeriksaan foto
toraks ditemukan adanya tanda-tanda metastasis maka pasien harus dievaluasi
dan dimulai pemberian kemoterapi.
13
Berbagai kriteria hCG telah digunakan untuk mendiagnosis penyakit
trofoblas gestasional postmolar. Baru-baru ini, International Federation of
Gynecologists and Obstetricians (FIGO) menstandarisasi kriteria hCG berikut
untuk diagnosis penyakit trofoblas gestasional post-molar:
14
2. Stadium II: GTN menyebar ke luar uterus, tapi terbatas pada struktur
genital (adneksa, vagina, broad ligament).
3. Stadium III: GTN menyebar ke paru, dengan atau tanpa keterlibatan
traktus genital.
4. Stadium IV: Semua tempat metastasis lainnya.
15
yang efektif untuk penyakit trofoblastik ganas, yaitu etoposid, MTX, ActD,
siklofosfamid, dan vincristine (EMA-CO).11,19,20 Semua pasien dengan penyakit
trofoblastik ganas harus dilakukan follow up setiap minggunya untuk mengukur
kadar serum β-hCG sampai tidak terdeteksi selama 3 minggu berturut-turut.
Kemudian pengukurannya dilanjutkan setiap bulannya sampai tidak terdeteksi
selama 12 bulan.
H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi Mola Hidatidosa adalah :
1. Perdarahan hebat
2. Anemia
3. Syok Hipovolemik
4. Hipertiroidisme
5. Respiratory Distress
6. Perforasi Uterus
7. Neoplasma Trofoblas Gestasional (mola invasive, koriokarsinoma, dan
placental site trophoblastic tumor)
8. Infeksi Sekunder
9. Toxemia
I. Prognosis
16
DAFTAR PUSTAKA
17
Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Yogjakarta; 1996. p. 83–
90.
10. Harjito VN, Hidayat YM, Amelia I. Hubungan antara Karakteristik Klinis
Pasien Mola Hidatidosa dengan Performa Reproduksi Pascaevakuasi di
Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. J Sist Kesehat. 2017;3(1):25–31.
11. F. Gary Cunningham Kenneth J. Leveno Steven L. Bloom Catherine Y.
Spong Jodi S. Dashe Barbara L. Hoffman Brian M. Casey Jeanne S.
Sheffield. Williams Obstetrics. 24th ed. F. Gary Cunningham Kenneth J.
Leveno Steven L. Bloom Catherine Y. Spong Jodi S. Dashe Barbara L.
Hoffman Brian M. Casey Jeanne S. Sheffield, editor. McGraw Hill
Education;
12. Purba YS, Munir MA, Saranga D. Mola Hidatidosa. Med Prof [Internet].
2019;1 (1)(1):79–86. Available from:
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/jmp/article/download/12052/923
0
13. Narottama H, Gumilar E, Askandar B. Kehamilan Kembar Disertai Mola
Hidatidosa. J Ilm Kedokt Wijaya Kusuma. 2019;8(2):75–83.
14. Wargasetia TL, Nataprawira HMD, Fakultas B, Universitas K, Maranatha
K. Aspek Patobiologis pada Penyakit Trofoblas Gestasional. Jkm.
2011;2(2):190–205.
15. Olivia FC. Case Report : Seorang Wanita 30 Tahun Dengan Mola
Hidatidosa Komplet. Majority. 2016;5(April):142.
16. Muzayyanah. Studi Kasus : Mola Hidatidosa. In: Mutiara Medika. 2nd ed.
Yogjakarta; 2002. p. 55–61.
17. Aprianti S. Penelitian Kadar b-hCG Penderita Mola Hidatidosa Sebelum
dan Sesudah Kuratase. Indones J Clin Pathol Med Lab. 2006;13(1):1–3.
18. Figo Oncology Committee. FIGO staging for gestational trophoblastic
neoplasia 2000. Int J Gynecol Obstet. 2002;77(3):285–7.
19. Hussain A, Aziz SA, Bhat GM, Lone AR. Gestational Trophoblastic
Neoplasia. Tumors Cancers Ski Tissue-Bone-Urogenitals. 2017;115–20.
20. Biscaro A, Braga A, Berkowitz RS. Diagnóstico, classificação e
tratamento da neoplasia trofoblástica gestacional. Rev Bras Ginecol e
18
Obstet. 2014;37(1):42–51.
19