Anda di halaman 1dari 19

REFERAT April 2021

KRIPTORKISMUS/UNDESCENDCUS TESTIS (UDT)

Nama : Harryanto Agung Pratama


No. Stambuk : N 111 20 037
Pembimbing : dr. Amsyar Praja, Sp. A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Harryanto Agung Pratama


No. Stambuk : N 111 20 037
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Profesi Dokter
Universitas : Tadulako
Bagian : Ilmu Kesehatan Anak
Judul Refarat : KRIPTORKISMUS/UNDESCENDCUS TESTIS (UDT)

Bagian Ilmu Kesehatan Anak


RSUD UNDATA
Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

Palu, April 2021

Mengetahui,

Pembimbing Klinik Dokter Muda

dr. Amsyar Praja, Sp.A Harryanto Agung Pratama

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang...................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 2
2.1 Definisi................................................................................. 2
2.2 Epidemiologi........................................................................ 2
2.3 Embriologi dan Penurunan Testis........................................ 3
2.4 Etiologi................................................................................. 5
2.5 Klasifikasi............................................................................. 6
2.6 Diagnosis.............................................................................. 7
2.6.1 Anamnesis................................................................... 7
2.6.2 Pemeriksaan Fisik....................................................... 8
2.6.3 Pemeriksaan Laboratorium......................................... 10
2.6.4 Pemeriksaan Pencitraan.............................................. 11
2.6.5 Laparoskopi................................................................. 12
2.7 Terapi.................................................................................... 12
2.7.1 Terapi Hormonal......................................................... 13
2.7.2 Terapi Pembedahan..................................................... 15
BAB III PENUTUP..................................................................................... 19
3.1 Kesimpulan........................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... iv

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kriptorkismus atau yang biasa disebut dengan Undescendus testis (UDT)
merupakan suatu kelainan kongenital yang paling sering ditemukan pada anak
laki-laki dimana satu atau kedua testis tidak berada pada posisi yang
seharusnya di skrotum saat lahir serta tidak dapat dipindahkan secara manual
ke posisi seharusnya.1,2,3 Sepertiga kasus anak-anak dengan UDT adalah
bilateral sedangkan dua-pertiganya adalah unilateral. Insiden UDT terkait erat
dengan umur kehamilan dan maturasi bayi. Insiden meningkat pada bayi yang
lahir prematur dan menurun pada bayi-bayi yang dilahirkan cukup bulan.
Peningkatan umur bayi akan diikuti dengan penurunan insiden UDT.
Prevalensinya menjadi sekitar 0,8 % pada umur 1 tahun dan bertahan pada
kisaran angka tersebut pada usia dewasa.4,5,6
Meskipun kita tahu banyak tentang penurunan testis pada manusia,
setidaknya ada banyak atau bahkan lebih banyak hal yang tidak kita pahami
dan tidak dapat dijelaskan dalam proses ini, seperti cara dan waktu optimal
untuk perawatan undesenden testis (UDT), yang mana telah menjadi bahan
perdebatan selama beberapa decade.7 UDT yang tidak diterapi jelas
menimbulkan kerusakan bagi testis tersebut. Pemahaman tentang
morfogenesis kelainan akibat UDT, factor hormonal dan molekuler yang
mempengaruhi merupakan hal yang harus diketahui dalam melakukan
diagnosis maupun terapi kasus-kasus dengan UDT.3
Pada kebanyakan bayi, penyebab UDT tidak diketahui, namun rendahnya
kadar androgen dicurigai sebagai penyebab utama. Diagnosis UDT dapat
ditegakkan melalui pemeriksaan fisik, namun dapat digunakan laparasokopi
untuk menentukan posisi testis jika testis tidak teraba. Diagnosis dan terapi
dini diperlukan pada kasus-kasus UDT mengingat terjadinya peningkatan
risiko infertilitas, keganasan, torsi testis, jejas testis pada trauma pubis, dan
stigma psikologis akibat skrotum yang ’kosong’.8, 20

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kriptorkismus atau testis yang tidak turun (testis yang tidak ada di
skrotum) adalah penyakit genitourinari yang paling umum pada neonatus
laki-laki. Kriptorkismus berasal dari kata cryptos (Yunani) yang berarti
tersembunyi dan orchis (latin) yang berarti testis.2,9
Nama lain dari kriptorkismus adalah undescended testis, tetapi harus
dijelaskan lanjut apakah yang di maksud kriptorkismus murni, testis ektopik,
atau pseudokriptorkismus. Kriptorkismus murni adalah suatu keadaan dimana
setelah usia satu tahun, satu atau dua testis tidak berada didalam kantong
skrotum, tetapi berada di salah satu tempat sepanjang jalur penurunan testis
yang normal. Sedang bila diluar jalur normal disebut testis ektopik, dan yang
terletak di jalur normal tetapi tidak didalam skrotum dan dapat didorong
masuk ke skrotum serta naik lagi bila dilepaskan disebut pseudokritorkismus
atau testis retraktil.10

Gambar 1. Posisi testis. Posisi testis diklasifikasikan sebagai intraabdominal, inguinal,


suprascrotal, high skrotum, dan skrotum menurut proses penurunan testis. Testis intraabdomen
tidak teraba. Testis inguinalis terkadang teraba. Testis suprascrotal dan tinggi skrotum teraba.
Testis skrotum dianggap normal karena terletak di bagian bawah skrotum. UDT, testis tidak turun.9

2.2 Epidemiologi

2
Penurunan testis normal ke skrotum biasanya terjadi antara usia
kehamilan 25 dan 35 minggu. UDT terjadi pada 4-5% bayi laki-laki dengan
umur kehamilan yang cukup, dan terjadi hingga 33% pada bayi laki-laki
prematur Banyak kasus testis yang tidak turun secara spontan ke skrotum
terjadi pada usia 3 bulan. Penurunan testis setelah usia 3 bulan juga
dimungkinkan, terutama pada bayi prematur. Pada usia 1 tahun, jumlah
kejadian dari UDT sebanyak 1%, tetapi sebanyak 2-3% bayi laki-laki
menjalani orchidopexy.9, 11

2.3 Embriologi dan Penurunan Testis


Bagian penentu seks genom terletak di lengan pendek kromosom Y dan
disebut gen SRY (daerah penentu seks Y) dan merupakan gen penentu jenis
kelamin. Mutasi dalam gen ini menyebabkan berbagai gangguan terkait seks
dengan berbagai efek pada fenotipe seseorang, misalnya cryptorchidism. Dari
minggu keenam kehamilan, protein SRY memulai peristiwa yang mengarah
ke diferensiasi struktur reproduksi pria. Tanpa peristiwa ini, embrio akan
mengikuti jalur perkembangan normal, membentuk alat kelamin internal dan
eksternal wanita.7
Pada masa janin, testis berada di rongga abdomen dan beberapa saat
sebelum bayi dilahirkan, testis mengalami desensus testikulorum atau turun
ke dalam kantung skrotum. Penurunan testis dimulai pada sekitar minggu ke-
10. Walaupun mekanismenya belum diketahui secara pasti, namun para ahli
sepakat bahwa terdapat beberapa faktor yang berperan penting, yakni: faktor
endokrin, mekanik (anatomik), dan neural. Terjadi dalam 2 fase yang dimulai
sekitar minggu ke-10 kehamilan segera setelah terjadi diferensiasi seksual.
Fase transabdominal dan fase inguinpasiencrotal. Keduanya terjadi dibawah
kontrol hormonal yang berbeda. Proses penurunan testis ini masih bisa
berlangsung sampai bayi usia 9-12 bulan.12
Fase transabdominal terjadi antara minggu ke-10 dan 15 kehamilan, di
mana testis mengalami penurunan dari urogenital ridge ke regio inguinal. Hal
ini terjadi karena adanya regresi ligamentum suspensorium cranialis dibawah

3
pengaruh androgen (testosteron), disertai pemendekan gubernaculum
(ligamen yang melekatkan bagian inferior testis ke-segmen bawah skrotum)
di bawah pengaruh MIF.4,17,14,15 Dengan perkembangan yang cepat dari regio
abdominopelvic maka testis akan terbawa turun ke daerah inguinal anterior. 16
Pada bulan ke-3 kehamilan terbentuk processus vaginalis yang secara
bertahap berkembang ke-arah skrotum. Selanjutnya fase ini akan menjadi
tidak aktif sampai bulan ke-7 kehamilan.2
Fase inguinoscrotal terjadi mulai bulan ke-7 atau minggu ke-28 sampai
dengan minggu ke-35 kehamilan. Testis mengalami penurunan dari regio
inguinal ke dalam skrotum dibawah pengaruh hormon androgen.
Mekanismenya belum diketahui secara pasti, namun diduga melalui mediasi
pengeluaran calcitonin gene-related peptide (CGRP). Androgen akan
merangsang nervus genitofemoral untuk mengeluarkan CGRP yang
menyebabkan kontraksi ritmis dari gubernaculum.4,13,14 Faktor mekanik yang
turut berperan pada fase ini adalah tekanan abdominal yang meningkat yang
menyebabkan keluarnya testis dari cavum abdomen, di samping itu tekanan
abdomen akan menyebabkan terbentuknya ujung dari processus vaginalis
melalui canalis inguinalis menuju skrotum.13,11 Proses penurunan testis ini
masih bisa berlangsung sampai bayi usia 9-12 bulan.2,16

4
`

Gambar 2. A: Skema penurunan testis menurut Hutson. Antara minggu ke 8–15 gubernaculum
(G) berkembang pada laki-laki, mendekatkan testis (T) ke-inguinal. Ligamentum suspensorium
cranialis (CSL) mengalami regresi. Migrasi gubernaculum ke skrotum terjadi pada minggu ke- 28-
35. B: Peranan gubernaculum dan CSL pada diferensiasi seksual rodent. Pada jantan CSL
mengalami regresi dan gubernaculum mengalami perkembangan; sebaliknya pada betina CSL
menetap, dan gubernaculum menipis dan memanjang.

2.4 Etiologi
UDT dapat disebabkan oleh kelainan dari kontrol hormon atau proses
anatomi yang diperlukan dalam proses penurunan testis secara normal.
Kelainan hormon androgen, MIS, atau Insl 3 jarang terjadi, tetapi telah
diketahui dapat menyebabkan UDT. Kelainan fase pertama dari penurunan
testis juga jarang terjadi. Sebaliknya, migrasi testis pada fase ke-2 dari
penurunan testis adalah proses yang kompleks, diatur oleh hormon, dan
sering mengalami kelainan. Hal ini ditunjukkan dengan gagalnya
gubernakulum bermigrasi ke skrotum, dan testis teraba di daerah inguinal.
Penyebab dari kelainan ini masih tidak diketahui secara pasti, namun
kemungkinan disebabkan oleh tidak baiknya fungsi plasenta sehingga
menghasilkan androgen dan stimulasi gonadotropin yang tidak cukup.11

5
Beberapa gangguan jaringan ikat dan sistem saraf berhubungan dengan
UDT, seperti arthrogryposis multiplex congenitaL, spina bifida dan gangguan
hypothalamus. Kerusakan dinding abdomen yang menyebabkan gangguan
tekanan abdomen juga meningkatkan frekwensi UDT, seperti exomphalos,
gastroschisis, dan bladder exstrophy. Prune Belly syndrome adalah kasus
yang spesial di mana terjadi pembesaran kandung kemih yang menghalangi
pembentukan gubernakulum di daerah inguinal secara normal, atau
menghalangi penurunan gubernakulum dari dinding abdomen karena kandung
kemih menjadi sangat besar. Hal ini lalu menghalangi prosesus vaginalis
membentuk kanalis inguinalis secara normal dan oleh sebab itu testis tetap
berada pada daerah intra abdomen di belakang kandung kemih yang
membesar tersebut.11

2.5 Klasifikasi
UDT dapat dibedakan menjadi palpable dan nonpalpable. UDT dapat
ditemukan sepanjang jalur penurunan testis yang normal atau di daerah lain
seperti di daerah inguinal, perineum, kanalis femoralis, penopubic, dan
hemiskrotum kontralateral. Testis mungkin tidak teraba karena lokasinya
pada intra abdomen. Nonpalpable UDT dapat dibedakan lagi menjadi
unilateral dan bilateral. Pembedaan antara palpable dan nonpalpable UDT
mungkin dikaburkan oleh fakta bahwa palpable UDT dengan open- ring dapat
menjadi nonpalpable UDT jika testis turun ke abdomen melalui annulus
internal yang terbuka.11
Klasifikasi lain dari tipe UDT 10:
1. UDT sesungguhnya (true undescended): testis mengalami penurunan
parsial melalui jalur yang normal, tetapi terhenti. Dibedakan menjadi
teraba (palpable) dan tidak teraba (impalpable).
2. Testis ektopik: testis mengalami penurunan di luar jalur penurunan yang
normal.

6
3. Testis retractile: testis dapat diraba/dibawa ke-dasar skrotum tetapi akibat
refleks kremaster yang berlebihan dapat kembali segera ke-kanalis
inguinalis, bukan termasuk UDT yang sebenarnya.5

Pembagian lain membedakan true UDT menurut lokasi terhentinya testis,


menjadi: abdominal, inguinal, dan suprascrotal 4. Gliding testis atau sliding
testis adalah istilah yang dipakai pada keadaan UDT dimana testis dapat
dimanipulasi hingga bagian atas skrotum, tetapi segera kembali begitu tarikan
dilepaskan.2,15

Gambar 3. Kemungkinan lokasi testis pada true UDT dan ektopik testis.

sGliding testis harus dibedakan dengan testis yang retraktil, gliding testis
terjadi akibat tidak adanya gubernaculum attachment, dan mempunyai
processus vaginalis yang lebar sehingga testis sangat mobile dan
meningkatkan risiko terjadinya torsi.2,5 Dengan melakukan overstrecht selama
+ 1 menit pada saat pemeriksaan fisik (untuk melumpuhkan refleks
cremaster), testis yang retraktil akan menetap di dalam skrotum, sedangkan
gliding testis akan tetap kembali kekanalis inguinalis.4

2.6 Diagnosis

7
2.6.1 Anamnesis
Pada anamnesis harus digali adalah tentang prematuritas
penderita (30% bayi prematur mengalami UDT), penggunaan obat-
obatan saat ibu hamil (estrogen), riwayat operasi inguinal. Harus
dipastikan juga apakah sebelumnya testis pernah teraba di skrotum
pada saat lahir atau tahun pertama kehidupan (testis retractile akibat
refleks cremaster yang berlebihan sering terjadi pada umur 4-6 tahun).
Perlu juga digali riwayat perkembangan mental anak, dan pada anak
yang lebih besar bisa ditanyakan ada tidaknya gangguan penciuman
(biasanya penderita tidak menyadari). Riwayat keluarga tentang UDT,
infertilitas, kelainan bawaan genitalia, dan kematian neonatal.4,14
Pada sebagian besar kasus UDT, testis berada pada leher skrotum
atau di luar annulus inguinalis eksternal. Testis sering berada sedikit
ke lateral dari annulus inguinalis eksternal di ruang subkutan di bawah
fascia Scarpa. Posisi ini biasanya bukan disebabkan oleh karena
migrasi ectopic dari gubernakulum, melainkan oleh karena lapisan
fascia dari dinding abdomen. Bahkan testis masih berada pada sebuah
mesentery di dalam tunika vaginalis. Adanya mesentery ini berarti
testis dapat berpindah di dalam tunika vaginalis saat dilakukan
palpasi.11
2.6.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan di ruangan yang tenang dan
hangat. Pemeriksaan secara umum harus dilakukan dengan mencari
adanya tanda-tanda sindrom tertentu, dismorfik, hipospadia, atau
genitalia ambigua.3,7,14
Pemeriksaan testis sebaiknya dilakukan pada posisi terlentang
dengan ”frog leg position” dan jongkok. Dengan 2 tangan yang hangat
dan akan lebih baik bila menggunakan jelly atau sabun, dimulai dari
SIAS menyusuri kanalis inguinalis ke-arah medial dan skrotum. Bila
teraba testis harus dicoba untuk diarahkan ke-skrotum, dengan
kombinasi ”menyapu” dan ”menarik” terkadang testis dapat didorong

8
ke-dalam skrotum. Dengan mempertahankan posisi testis didalam
skrotum selama 1 menit, otot-otot cremaster diharapkan akan
mengalami ”fatigue”; bila testis dapat bertahan di dalam skrotum,
menunjukkan testis yang retractile sedangkan pada UDT akan segera
kembali begitu testis dilepas. Tentukan lokasi, ukuran dan tekstur
testis.3,7

Gambar 4. Pemeriksaan klinis untuk kemungkinan testis tidak turun.


A. Periksa skrotum, catat adanya hipoplasia skrotum dan apakah muncul. B. Tutupi cincin
inguinal eksternal dengan tekanan digital karena ini mencegah retraksi testis dengan respons
kremaster. C. Palpasi hemi-skrotum yang tampak normal. D. Palpasi hemi-skrotum
hipoplastik. E. Susu dari cincin luar ke skrotum untuk mencoba meraba testis. F. Setelah
ditemukan, kaji apakah testis dapat dipindahkan ke skrotum.18

Testis yang atropi atau vanishing testis dapat dijumpai pada jalur
penurunan yang normal. Kemungkinan etiologinya adalah iskemia
masa neonatal akibat torsi. Testis kontra lateralnya biasanya
mengalami hipertrofi.3
Lokasi UDT tersering terdapat pada kanalis inguinalis (72%),
diikuti supraskrotal (20%), dan intra- abdomen (8%). Sehingga
pemeriksaan fisik yang baik akan dapat menentukan lokasi UDT
tersebut.5

9
Adanya UDT bilateral yang tidak teraba gonad/testis apalagi
disertai hipospadia dan virilisasi, harus dipikirkan kemungkinan
intersex, individu dengan kromosom XX yang mengalami female
pseudo-hermaphroditism yang berat; atau Anorchia kongenital sebagai
akibat torsi testis in utero.3,13,15 Sedangkan simple UDT merupakan hal
yang seringkali dijumpai terutama pada bayi yang prematur, akan
tetapi masih dapat terjadi penurunan testis dalam tahun pertama
kehidupannya.14
Tabel 1: Interpretasi beberapa petanda klinis yang menyertai UDT bilateral
tidak teraba testis

2.6.3 Pemeriksaan Laboratorium


Pemerikasaan penunjang jarang dilakukan kecuali testis tidak
teraba. Salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
adalah pemeriksaan hormonal, yaitu tes stimulasi hCG (human
chorionic gonadotropin). Pengukuran kadar testosterone, follicle-
stimulating hormone (FSH), dan luteinizing hormone (LH) perlu
dilakukan sebelum pemberian hCG sebanyak 2000 IU satu kali per
hari selama 3 hari. Kemudian kadar hormon- hormon tersebut kembali
diukur pada hari ke-6. Jika kadar FSH meningkat pada anak laki-laki
di bawah umur 9 tahun, maka kemungkinan anak tersebut mengalami

10
anorchia. Jika kadar LH dan FSH dalam batas normal dan stimulasi
hCG menghasilkan peningkatan kadar testosterone yang pantas, maka
kemungkinan ada jaringan testis dan pasien memerlukan eksplorasi
lebih lanjut. Pemeriksaan hormonal lain yang dapat dilakukan adalah
pengukuran kadar androgen, MIS/AMH, ataupun analisis kromosom.
Tujuan dari pemeriksaan hormonal tersebut adalah untuk memastikan
testis ada dan memproduksi hormon yang sesuai. Jika adanya testis
telah dapat dipastikan, maka lokasi testis dapat ditentukan melalui
laparoskopi.11
2.6.4 Pemeriksaan Pencitraan
Pemeriksaan radiografi seperti ultrasonography, computed
tomography, magnetic resonance imaging dan magnetic resonance
angiography juga jarang dilakukan. Hingga saat ini, laparoskopi masih
menjadi gold standard dalam menentukan posisi testis yang tidak
teraba, dengan sensitivitas sebesar 95% atau lebih.11
2.6.5 Laparoskopi
Metode laparoskopi pertama kali digunakan untuk mendeteksi
UDT tidak teraba testis pada tahun 1976. Metode ini merupakan
metode infasif yang cukup aman oleh ahli yang berpengalaman.
Sebaiknya dilakukan pada anak yang lebih besar dan setelah
pemeriksaan lain tidak dapat mendeteksi adanya testis di inguinal.3,4,7
Beberapa hal yang dapat dievaluasi selama laparoskopi adalah:
kondisi cincin inguinalis interna, processus vaginalis (patent atau non-
patent), testis dan vaskularisasinya serta struktur wolfian-nya.6 Tiga
hal yang sering dijumpai saat laparoskopi adalah: blind-ending
pembuluh darah testis yang mengindikasikan anorchia (44%), testis
intra-abdomen (36%), dan struktur cord (vasa dan vas deferens) yang
keluar ke-dalam cincin inguinalis interna.3

2.7 Terapi

11
Tata laksana UDT yang terlambat akan menimbulkan dampak pada testis
di kemudian hari. Kejadian UDT meningkatkan risiko infertilitas dan
berhubungan dengan risiko tumor sel germinal meningkat 2-8 kali.
Pengobatan UDT dapat berupa terapi hormonal, pembedahan, atau kombinasi
keduanya. Terapi dengan human chorionic gonadrotropin hormone (hCG)
dilaporkan sukses pada 10%-50% kasus. Pembedahan dilakukan jika gagal
pada terapi hormonal, atau usia sudah di atas dua tahun.19
2.7.1 Terapi Hormonal
Terapi hormonal untuk mengatasi UDT masih dalam kontroversi.
Hormon-hormon seperti buserelin, LH releasing hormon agonis,
dan gonadotrophin releasing hormon (GnRH) agonis, sering
digunakan untuk menangani UDT di Eropa dengan tingkat
kesuksesan antara 10-50%. Tingkat kesuksesan yang lebih tinggi
mungkin terjadi pada anak yang mengalami acquired UDT. Pada
anak yang mengalami kegagalan migrasi gubernakulum menuju
skrotum secara kongenital, terapi hormonal kelihatannya memiliki
tingkat kesuksesan yang sangat rendah. Namun penggunaan
hormon-hormon tersebut belum disetujui oleh United States Food
and Drug Administration.11
Terapi hormonal yang diberikan apabila pasien telah berusia 6
bulan, dan pada pemeriksaan ultrasonografi tampak testis terdapat
dalam saluran inguinal. Terapi hormon diberikan hCG sepuluh kali,
dua kali seminggu. Terapi tersebut dapat diulang sepuluh kali lagi
apabila testis belum turun. Terapi hormon gagal apabila testis tidak
turun pada UDT unilateral, turun satu atau tidak turun sama sekali
pada UDT bilateral.19
2.7.2 Terapi Pembedahan
Prinsip dari pembedahan untuk menangani UDT adalah untuk
memindahkan testis dan meletakkannya di dalam skrotum.
Pembedahan ini disebut dengan orchidopexy. Biasanya orchidopexy
langsung dilakukan jika testis telah pasti diketahui terletak pada leher

12
skrotum atau pada daerah inguinal. Jika testis terletak pada daerah
intra abdomen, laparoskopi dapat dilakukan terlebih dahulu untuk
menentukan letak testis. Kemudian, akan diputuskan apakah
orchidopexy akan dilakukan dalam satu atau dua tahap. Waktu yang
optimal untuk melakukan orchidopexy adalah saat anak berusia antara
3-12 bulan, di mana usia 6-12 bulan adalah waktu yang paling baik.
Pembedahan dalam menangani UDT dibedakan berdasarkan apakah
testis dapat teraba atau tidak.11

Gambar 5. Investigasi dan Tindakan Undesensden Testis pada Bayi Laki-Laki yang Baru Lahir

13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Undescensus testis (UDT) atau Kriptorkismus adalah gangguan
perkembangan yang ditandai dengan gagalnya penurunan salah satu
atau kedua testis secara komplit ke dalam skrotum. Kriptorkismus
berasal dari kata cryptos (Yunani) yang berarti tersembunyi dan orchis
(latin) yang berarti testis.
2. Klasifikasi UDT terbagi atas 3 yakni: (1) UDT sesungguhnya (true
undescended), (2) Testis ektopik, (3) Testis retractile.
3. Penegakkan diagnosis UTD yakni dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan pencitraan, dan
laparoskopi.
4. Tujuan terapi UDT yang utama dan dianut hingga saat ini adalah
memperkecil risiko terjadinya infertilitas dan keganasan dengan
melakukan reposisi testis kedalam skrotum baik dengan menggunakan
terapi hormonal ataupun dengan cara pembedahan (orchiopexy).

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2017. Dignosis dan Tatalaksanan


Kriptokismus. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
2. Danon M, Friedman SC. Ambiguous Genitalia, Micropenis, Hypospadias,
and Cryptorchidism. In: Lifshitz F, ed. Pediatric Endocrinology. New York:
Marcel Dekker, 1996: 281-301.
3. Kolon TF. Cryptorchidism. In: http://www.emedicine.com/med/topic2707.
htm
4. Kolon TF, Patel RP, Huff DS. Cryptorchidism: diagnosis, treatment, and
long-term prognosis. Urol Clin North Am 2004; 31 (3): 469-80.
5. Gill B, Kogan S. Cryptorchidism – Current Concept. Pediatr Clin North Am
1997; 44 (5): 1211-27.
6. Dogra VS, Mojibian H. Cryptorchidism. In: http://www.emedicine.com/
radio/topic2011
7. Niedzielski JK, Oszukowska E, Hilczer JS. Undescended testis – current
trends and guidelines: a review of the literature. Arch Med Sci. 2016; 3 : 667-
677
8. Docimo SG, Silver RI, Cromie W. The Undescended Testicle: Diagnosis and
Management. Am Fam Physician 2003; 62: 2037-44.
9. Shin J, Jeon GW, Comparison of diagnostic and treatment guidelines for
undescended testis. 2020; 63(11) 415–421.
10. Wilcox DT, Creighton S, Woodhouse CRJ, Mouriquand PDE. Urogenital
Implications of Endocrine Disorders in Children and Adolescents. In: Brook
CGD, Hindmarsh PC, eds. Clinical Pediatric Endocrinology. London:
Blackwell Science Ltd, 2001: 222-6.
11. Handrea WL. Diagnosis dan Tatalaksana Undescended Testis. Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana. 2016.
12. Pratiwi. Suspek Tumor Testis Intraabdominal et Causa Kriptokismus. Jurnal
Medula. 2013: 61-66.

iv
13. Hutson JM, Hasthorpe S, Heys CF. Anatomical and Functional of Testicular
Descent and Cryptorchidism. Endocrine Reviews 1997; 18 (2):259-75.
14. Cryptorchidism. Abnormal Genitalia. In: Wales JKH, Wit JM, Rogol AD,
eds. Pediatric Endocrinology and Growth. Edinburgh, London, New York:
Saunders, 2003: 173-4.
15. Zhang RD, Wen XH, Kong LS et al. A quantitative (stereological) study of
the effects of experimental unilateral cryptorchidism and subsequent
orchiopexy on spermatogenesis in adult rabbit testis. Reproduction 2002;124:
95–105.
16. Ritzen M, Hintz RL. Hypospadias/virilization. In: Hoechberg Z, Haifa, eds.
Practical Algorithms in Pediatric Endocrinology. Druck, Basel (Switzerland):
Karger AG, 1999: 38-9
17. Kubotal Y, Temelcos C, Bathgate RAD, Smith KJ et al. The role of insulin 3,
testosterone, Müllerian inhibiting substance and relaxin in rat gubernacular
growth. Molecular Human Reproduction. 2002; 8 (10): 900–5
18. Yeap E., Nataraja RM., Pacilli, M. Undescended testes: What general
practitioners need to know. The Royal Australian College of General
Practitioners. 2019: 33-36.
19. Suryansyah A. Karakteristik UDT (Undescended Testis) di RSAB Harapan
Kita tahun 2009. Sari Pediatri. 2011: 13(1) 1-4.
20. Burhan HW. Aschorijanto A. Angka Kejadian Undesensus Testis di RSUP
Prof Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari 2013-Desember 2015.
Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. 2015.

Anda mungkin juga menyukai