Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH HISPRUNG

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

Ilmu Dasar Keperawatan II

Dosen Pembimbing : Susan Irawan, S.Kep., Ners., MAN

Di susun oleh :
KELOMPOK 1

Farah Nabila Nofitriani 191FK03023


Mutia Kansha 191FK03021
Sari Damayanti 191FK03029
Sinta Anggraeni 191FK03022
Tyan Lassanova Fazrin N 191FK03017

Kelas A

FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt yang telah memberikan kesempatan kepada
kami untuk menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta yakni nabi Muhammad SAW.
Makalah ini memuat tentang Penyakit Hisprung. Walaupun makalah ini
mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi
pembaca.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Saya
mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.

Bandung, 24 Februari 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 2
1.3 Tujuan ..................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................................ 3
2.1 Definisi Hisprung .................................................................................... 3
2.2 Klasifikasi Hisprung............................................................................... 3
2.3 Manifestasi klinis .................................................................................... 4
2.4 Etiologi dan Faktor Resiko Hisprung ................................................... 4
2.5 Pemeriksaan Penunjang Hisprung ....................................................... 6
2.6 Pengobatan dan Penatalaksanaan Hisprung ....................................... 7
2.7 Patofisiologi Hisprung .......................................................................... 10
2.8 Komplikasi Hispung ............................................................................. 12
BAB III PENUTUP ............................................................................................ 13
3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 13
3.2 Saran ...................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Hisprung adalah suatu kelainan bawaan berupa
aganglionik usus, mulai dari spinkter ani interna kearah proksimal
dengan panjang yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan
setidak-tidaknya sebagian rektum dengan gejala klinis berupa
gangguan pasase usus fungsional.
Zuelser dan Wilson (1948) mengemukakan bahwa pada
dinding usus yang menyempit tidak ditemukan ganglion parasimpatis.
Sejak saat itu penyakit ini lebih di kenal dengan istilah aganglionosis
kongenital.
Pasien dengan penyakit hisprung pertama kali dilaporkan oleh
Frederick Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan
adalah Harald Hirschsprung yang mendeskripsikan megakolon
kongenital pada tahun 1863. Namun patofisiologi terjadinya penyakit
ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana Robertson
dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada
kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus
defisiensi ganglion (Kartono, 1993)
Penyakit hisprung terjadi pada 1/5000 kelahiran hidup.
Insidensi hisprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi
berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk
Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan
setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit hisprung.
Insidens keseluruhan dari penyakit hisprung 1: 5000 kelahiran
hidup, laki-laki lebih banyak diserang dibandingkan perempuan ( 4: 1
). Biasanya, penyakit hisprung terjadi pada bayi aterm dan jarang pada
bayi prematur. Penyakit ini mungkin disertai dengan cacat bawaan dan
termasuk sindrom down, sindrom waardenburg serta kelainan
kardiovaskuler.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Jelaskan Definisi dari Hisprung
2. Sebutkan Klasifikasi Penyakit Hisprung
3. Sebutkan Manifestasi Klinis Penyakit Hisprung
4. Jelaskan Etilogi dan Faktor Resiko dari Penyakit Hisprung
5. Bagaimana Pemeriksaan Penunjang Penyakit Hisprung?
6. Bagaimana Pengobatan dari Penyakit Hisprung?
7. Bagaimana Penatalaksanaan Penyakit Hisprung?
8. Jelaskan Patofisiologi Penyakit Hisprung
9. Apasaja Komplikasi dari Penyakit Hisprung?

1.3 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi dan
menambah pengetahuan kepada para pembaca khususnya kepada
mahasiswa mengenai penyakit hisprung

1.4 Manfaat
Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan tentang Penyakit
Hisprung.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Hisprung
Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik
megakolon. Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang
tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian
dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai
persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam
menjalanakan fungsinya sehingga usus menjadi membesar
(megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk
setiap individu.
Penyakit hirschsprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel
ganglion parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai pada usus
halus. (Ngastiyah, 1997: 138).
Penyakit hirschsprung adalah anomali kongenital yang
mengakibatkan obstruksi mekanik karena ketidak adekuatan motilitas
sebagian dari usus. (Donna L. Wong, 2003: 507).
Penyakit Hisprung (Hirschprung) adalah kelainan bawaan
penyebab gangguan pasase usus (Ariff Mansjoer, dkk. 2000).
Dikenalkan pertama kali oleh Hirschprung tahun 1886. Zuelser dan
Wilson, 1948 mengemukakan bahwa pada dinding usus yang
menyempit tidak ditemukan ganglion parasimpatis.

2.2 Klasifikasi Hisprung


Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan 2 tipe
yaitu
a. Penyakit Hirschprung segmen pendek
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini
merupakan 70% dari kasus penyakit Hirschprung dan lebih sering
ditemukan pada anak laki-laki dibanding anak perempuan.

3
b. Penyakit Hirschprung segmen panjang
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai
seluruh kolon atau usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak
laki maupun prempuan. (Ngastiyah, 1997 : 138)

2.3 Manifestasi klinis


Tanda :
1. Kegagalan lewatnya mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan.
2. Konstipasi kronik mulai dari bulan pertama kehidupan dengan
terlihat tinja seperti pita.
3. Obstruksi usus dalam periode neonatal.
4. Nyeri abdomen dan distensi.
5. Gangguan pertumbuhan.

Gejala :
1. Obstruk total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan
ketiadaan evaluai mekonium.
2. Keterlambatan evaluasi mekonium diikuti obstruksi periodic yang
membaik secara spontan maupun dengan edema.
3. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau
bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut.
4. Konstruksi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen
dan demam. Diare berbau busuk dapat menjadi satu-satunya gejala.
5. Gejala hanya konstipasi ringan.
(Mansjoer, 2000 : 380)

2.4 Etiologi dan Faktor Resiko Hisprung


Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach
dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah
proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh

4
kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus.
Diduga terjadi karena faktor genetik dan faktor lingkungan sering
terjadi pada anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural pada
masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada
myentrik dan sub mukosa dinding plexus.

Faktor Resik Hisprung


A. FaktorBayi
1. Umur Bayi
Bayi dengan umur 0-28 hari merupakan kelompokumur
yang paling rentan terkena penyakit Hirschsprung karena
penyakit Hirschsprung merupakan salah satu penyebab paling
umum obstruksi usus neonatal (bayi berumur 0-28 hari).
2. Riwayat Sindrom Down
Sekitar 12% dari kasus penyakit Hirschsprung terjadi
sebagai bagian dari sindrom yang disebabkan oleh kelainan
kromosom. Kelainan kromosom yang paling umum beresiko
menyebabkan terjadinya penyakit Hirshsprung adalah
SindromDown. 2-10% dari individu dengan penyakit
Hirschsprung merupakan penderita sindrom Down. Sindrom
Down adalah kelainan kromosom di mana ada tambahan salinan
kromosom 21. Hal ini terkait dengan karakteristik fitur wajah,
cacat jantung bawaan,dan keterlambatan perkembangan anak.

B. Faktor Ibu
1. Umur
Umur ibu yang semakin tua (> 35 tahun) dalam waktu
hamil dapat meningkatkan risiko terjadinya kelainan kongenital
pada bayinya. Bayi dengan Sindrom Down lebih sering ditemukan
pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa
menopause.

5
2. Ras/Etnis
Di Indonesia, beberapa suku ada yang memperbolehkan
perkawinan kerabat dekat (sedarah) seperti suku Batak Toba
(pariban) dan Batak Karo (impal). Perkawinan pariban dapat
disebut sebagai perkawinan hubungan darah atau incest.
Perkawinan incest membawa akibat pada kesehatan fisik yang
sangat berat dan memperbesar kemungkinan anak lahir dengan
kelainan kongenital.

2.5 Pemeriksaan Penunjang Hisprung


1. Pemeriksaan laboratorium
a. Kimia darah : pada kebanyakan pasien temuan elektrolit pada
panel renal biasanya dalam batas normal. Anak dengan diare
memiliki hasil yang sesuai dengan dehidrasi. Pemeriksaan ini
dapat membantu mengarahkan pada penatalaksanaan cairan
dan elektrolit.
b. Darah rutin : pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui
hematokrit dan platelet preoperatiof.
c. Profil koagulasi : pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan
tidak ada gangguan pembekuan darah yang perlu dikoreksi
sebelum operasi dilakukan.
2. Pemeriksaan radiologi
a. Foto polos abdomen dapat menunjukan adanya loop usus yang
distensi dengan adanya udara dalam rectum.
b. Barium enema
 Jangan membersihkan kolon bagian distal dengan enema
sebelum memasukkan kontras enema karena hal ini akan
mengaburkan gambar pada daerah zona transisi
 Kateter diletakkan didalam anus, tanpa mengembangkan
balon, untuk menghindari kaburnya zona transisi dan
beresiko terjadinya peforasi. Foto segera diambil setelah
injeksi kontras dan diambil lagi 24 jam kemudian.

6
 Colon bagian distal yang menyempit dengan bagian
proksimal yang mengalami dilatasi merupakan gambaran
klasik penyakit hirschsprung. Akan tetapi temuan
radiologis pada neonatus lebih sulit diinterpretasi dan
sering kali gagal memperlihatkan zoom transisi
 Gambaran radiologis lainnya yang mengarah pada penyakit
hirschprung adalah adanya retensi kontras lebih dari 24 jam
setelah barium enema dilakukan.
3. Biopsi
Biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksum submukosa
meisner, apakah terdapat ganglion atau tidak. Pada penyakit
hirschprung ganglion ini tidak ditemukan.

2.6 Pengobatan dan Penatalaksanaan Hisprung


Pengobatan penyakit Hirschsprung terdiri atas pengobatan non
bedah dan pengobatan bedah.
Pengobatan non bedah dimaksudkan untuk mengobati
komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi atau untuk memperbaiki
keadaan umum penderita sampai pada saat operasi definitif dapat
dikerjakan. Pengobatan non bedah diarahkan pada stabilisasi cairan,
elektrolit, asam basa dan mencegah terjadinya overdistensi sehingga
akan menghindari terjadinya perforasi usus serta mencegah terjadinya
sepsis. Tindakan-tindakan nonbedah yang dapat dikerjakan adalah
pemasangan infus, pemasangan pipa nasogastrik, pemasangan pipa
rektum,pemberian antibiotik, lavase kolon dengan irigasi cairan,
koreksi elektrolit serta penjagaan nutrisi. (Kartono, 2010).
Tindakan bedah pada penyakit Hirschsprung terdiri atas
tindakan bedah sementara dan tindakan bedah definitif. Tindakan
bedah sementara dimaksudkan untuk dekompresi abdomen dengan
cara membuat kolostomi pada kolon yang mempunyai ganglion normal
bagian distal. Tindakan ini dapat mencegah terjadinya enterokolitis

7
yang diketahui sebagai penyebab utama terjadinya kematian pada
penderita penyakit Hirschsprung. (Langer, 2005).
Tindakan bedah definitif yang dilakukan pada penyakit
Hirschsprung antara lain prosedur Swenson, prosedur Duhamel,
prosedur Soave, prosedur Rehbein, prosedur transanal dan bedah
laparoskopik. Saat ini prosedur transanal satu tahaptelah berkembang
dan dikerjakan pada saat penderita masih neonatus. (Pratapet al.,2007).

Tahap pre operasi yang harus dilakukan pada bayi adalah


3. berhenti menyusu dan menggantikan nutrisi dengan cairan
langsung melalui pemasangan infus.
4. pemasangan pipa berupa tabung elastis melalui hidung dengan
tujuan untukmenguras cairan dan udara yang ada di lambung.
5. pembersihan feses secara teraturmelalui tabung tipis yang
dimasukkan ke anus menggunakan air garam hangat untuk
melunakkan dan membersihkan feses .
6. pemberian antibiotik apabila terjadi enterokolitis.

Teknik operasi “pull-through” dimana bagian usus yang


terkena dibuang dan bagian usus yang sehat disambungkan merupakan
teknik operasi yang paling sering dilakukan pada bayi. Operasi pada
bayi biasanya dilakukan pada saat bayi berusia sekitar tiga bulan.
Apabila kondisi bayi tidak memungkinkan, maka operasi dilakukan
dalam dua tahap. Tahap pertama dengan melakukan kolostomi,
dilakukan beberapa hari setelah lahir dengan pembuatan lubang
sementara (stoma) buatan di perut oleh dokter bedah sehingga kotoran
akan melewati lubang tersebut sampai kondisi bayi cukup baik untuk
menjalani operasi tahap kedua yang biasanya dilakukan di sekitar usia
tiga bulan, yaitu untuk mengambil bagian usus yang terkena, menutup
lubang dan menggabungkan usus yang sehat bersama-sama.
(Muhlisin, 2016)

8
Penatalaksanaan Hisprung
Menurut Yuda (2010), penatalaksanaan hisprung ada dua cara,
yaitu pembedahan dan konservatif.
1) Pembedahan
Pembedahan pada mega kolon/penyakit hisprung dilakukan
dalam dua tahap. Mula-mula dilakukan kolostomi loop atau double
barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertrofi
dapat kembali normal (memerlukan waktu kira-kira 3 sampai 4
bulan).
Tiga prosedur dalam pembedahan diantaranya:
a. Prosedur duhamel
Dengan cara penarikan kolon normal ke arah bawah dan
menganastomosiskannya di belakang usus aganglionik,
membuat dinding ganda yaitu selubung aganglionik dan bagian
posterior kolon normal yang telah ditarik.
b. Prosedur swenson
Membuang bagian aganglionik kemudian
menganastomosiskan end to end pada kolon yang berganglion
dengan saluran anal yang dilatasi dan pemotongan sfingter
dilakukan pada bagian posterior
c. Prosedur soave
Dengan cara membiarkan dinding otot dari segmen
rektum tetap utuh kemudian kolon yang bersaraf normal ditarik
sampai ke anus tempat dilakukannya anastomosis antara kolon
normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa.
2) Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi
konservatif melalui pemasangan sonde lambung serta pipa rectal
untuk mengeluarkan mekonium dan udara.

9
2.7 Patofisiologi Hisprung
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan
adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada
dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu
ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan
ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga
pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta
spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya
feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus
dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian
yang rusak pada Mega Colon.
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna
untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus
mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah
tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal
terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian
Colon tersebut melebar.

Pathway Hisprung
Hisprung

Tidak adanya neuron meissner dan aurbach di segmen

Rectoagmoid colon

Serabut saraf dan otot polos menebal

Tidak adanya peristaltic serta spingter rectum tidak mempunyai daya


dorong

10
Daya propulsit tak ada, proses evakuasi feses dan udara terganggu

Muntah hijau
Passasse usus terganggu TRIAS
Distensi abdomen
Obstruksi dan dilatasi bagian proksimal Keterlambatan
evakuasi mekonium
feses
Refleks inhibisi rektrospingter terganggu

Spingter ani interna tidak relaksasi

Feses lama dalam kolon rektum

MK : Konstipasi

Peregangan secara kronik saat defekasi

Spingter ani inkompeten/inkontinensia fekal

Pelepasan isi rectum tanpa disadari

Pengeluaran feses terus menerus tanpa disadari

MK : Diare

Penekanan pada MK : MK : Kerusakan


usus dan lambung Kekurangan integritas kulit =
intra abdomen volume cairan disekitar colostomy dan
anus
Distensi
Kontraksi abdomen MK : Nyeri
anuler pylorus akut
Kontaksi otot-otot
Eksplanasi isi dinding abdomen ke
lambung ke esofasus diafragma

Gerakan isi Relaksasi otot-otot


lambung ke mulut diafragma terganggu

Mual, muntah MK : Ekspansi paru MK : Ketidakefektifan


Ketidakseimbangan terganggu pola nafas
Intake kurang nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

11
2.8 Komplikasi Hispung
Secara garis besarnya, komplikasi pasca tindakan bedah
penyakit Hirschsprung dapat digolongkan atas kebocoran
anastomose, stenosis, enterokolitis dan gangguan fungsi spinkter.
Sedangkan tujuan utama dari setiap operasi definitif pull-through
adalah menyelesaikan secara tuntas penyakit Hirschsprung, dimana
penderita mampu menguasai dengan baik fungsi spinkterani dan
kontinen.
1. Obstruksi usus
2. Konstipasi
3. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
4. Entrokolitis
5. Struktur anal dan inkontinensial ( pos operasi ) ( Betz cecily &
sowden, 2002 : 197).

12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit hisprung merupakan penyakit yang sering
menimbulkan masalah. Baik masalah fisik, psikologis maupun
psikososial. Masalah pertumbuhan dan perkembangan anak dengan
penyakit hisprung yaitu terletak pada kebiasaan buang air besar.
Orang tua yang mengusahakan agar anaknya bisa buang air besar
dengan cara yang awam akan menimbulkan masalah baru bagi
bayi/anak. Penatalaksanaan yang benar mengenai penyakit hisprung
harus difahami dengan benar oleh seluruh pihak. Baik tenaga medis
maupun keluarga. Untuk tecapainya tujuan yang diharapkan perlu
terjalin hubungan kerja sama yang baik antara pasien, keluarga,
dokter, perawat maupun tenaga medis lainnya dalam mengantisipasi
kemungkinan yang terjadi.

3.2 Saran
Diharapkan dengan disusunnya makalah ini, dapat menambah
pengetahuan dan menjadi suatu bahan pembelajaran bagi pembaca
mengenai penyakit hisprung. Dan diharapkan kepada pembaca dapat
memberikan saran-saran yang membangun. Dikarenakan penyusun
menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunannya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily, L. Dan Linda A. Sowden 2002. Buku Saku Keperawatan


Pediatrik. Edisi ke-3. Jakarta : EGC.

Budi. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Penyakit Hisprung.

Kartono D. (2010). Penyakit Hirschsprung. Jakarta: Sagung Seto.

Langer J. C. (2005). Hirschprung’s Disease in Principles and Practice of


PediatricSurgery. Lippincott William & Wilkin, Philadelphia. pp 1347-1364.

Mansjoer , Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran .Edisi Ke-3 . Jakarta : Media
Aesulapius FKUI

Muhlisin A. (2016). Penyakit Hirschsprung pada Bayi.


url: https://mediskus.com/penyakit/penyakit-hirschsprung-pada-bayi diunduh 21
Juli 2017.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

Pratap A, Gupta DK, Tiwari A, Sinha AK, Bhatta N, Singh SN, et al. (2007).
Application of a plain abdominal radiograph transition zone (PARTZ) in
Hirschsprung's disease. BMC Pediatric 2007;7:5.

Tamboyong, Jan. 2012. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC


Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.Sri Kurnianingsih
(Fd), Monica Ester (Alih bahasa) edisi – 4 Jakarta : EGC.

14

Anda mungkin juga menyukai