Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH HIRSCHSPRUNG

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK I

Dsusun oleh

kelompok 1 :

1. Ineu Yuliana
2. Krismaningrum
3. Yulinda suhendayani
PROGRAM STUDI ILMU S1 KEPERAWATAN
STIKES BUDI LUHUR
CIMAHI 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “HIRSCHSPRUNG” tepat pada
waktunya.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangankekurangan
baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami
miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada
pihak pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun penulis harapkan demi mencapai kesempurnaan makalah
berikutnya.
Sekian penulis sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin

BANDUNG, 27 NOVEMBER 2020

Penulis
i

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................i

DAFTAR ISI...............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

A. Latar belakang.............................................................................................1
B. Tujuan penulisan ........................................................................................1
Tujuan umum .......................................................................................2
Tujuan khusus ......................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................3

A. Definisi hirschprung...................................................................................3
B. Klasifikasi hirschprung ..............................................................................3
C. Etologi hirschprung.....................................................................................3
D. Patofisiologi hirschprung............................................................................4
E. Manifestasi klinis hirschprung....................................................................6
F. Pemeriksaan penunjang hirschprung..........................................................6
G. Penatalaksanaan hirschprung .....................................................................7

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN HIRSCHPRUNG ......................................9

A. Pengkajian ..................................................................................................9
B. Diagnosa ..................................................................................................10
C. Intervensi ..................................................................................................10
D. Evaluasi ...................................................................................................14
BAB IV PENUTUP...................................................................................................15

A. Kesimpulan ..............................................................................................15
B. Saran ........................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................16

ii

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Hirschsprung atau mega kolon kongenital merupakan penyakit yang


menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan, tepatnya pada usus besar.
Hirschsprung atau mega kolon congenital juga dikatakan sebagai suatu kelainan
kongenital dimana tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach
di kolon, keadaan abnormal tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya
peristaltik dan evakuasi usus secara spontan, spinkter rektum tidak dapat berelaksasi,
tidak mampu mencegah keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat
menyebabkan isi usus terdorong ke bagian segmen yang tidak ada ganglion dan
akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan
dilatasi usus proksimal. Penyakit hirschprung atau mega kolon congenital dapat
terjadi pada semua usia, namun yang paling sering pada neonatus.

Pasien dengan penyakit Hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick


Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan serta mendeskripsikan
mega colon congenital pada tahun 1863 adalah Harald Hirschsprung. Namun, pada
saat itu patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun
1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai
pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus defisiensi
ganglion. Penyakit hirschprung terjadi pada 1/5000 kelahiran hidup. Insidensi
hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000
kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran
35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit
hirschsprung. Insidens keseluruhan dari penyakit Hirschsprung 1: 5000 kelahiran
hidup. laki-laki lebih banyak diserang dibandingkan perempuan dengan perbandingan
4:1. Biasanya, penyakit Hirschsprung terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir 3kg
dan jarang pada bayi prematur. Penyakit ini mungkin disertai dengan cacat bawaan
dan termasuk sindrom down, sindrom waardenburg serta kelainan kardiovaskuler.

Penyakit ini ditemukan tanda dan gejala yaitu adanya kegagalan mengeluarkan
mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, muntah berwarna hijau dan
konstipasi. faktor penyebab penyakit Hirschsprung diduga dapat terjadi karena faktor
genetik dan faktor lingkungan.

Oleh karena itu, penyakit Hirschsprung sudah dapat dideteksi melalui


pemeriksaan yang dilakukan seperti pemeriksaan radiologi, barium, enema, rectal
biopsi, rectum, manometri anorektal dan melalui penatalaksanaan dan teraupetik yaitu
dengan pembedahan dan colostomi.

B. Tujuan penulisan

1. Tujuan umum:

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas terstruktur sistem
ppencernaan dan untuk memberikan wawasan kepada mahasiswa/i tentang
hirschprung dan tindakan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit
hirschprung.

2. Tujuan khusus:

a. Untuk mengetahui definisi dari hirschprung.


b. Untuk mengetahui klasifikasi hirschprung.
c. Untuk mengetahui etiologi hirschprung.
d. Untuk mengetahui patofisiologi hirschprung.
e. Untuk mengetahui manifestasi klinis hirschprung.
f. Untuk mengetahui pemeriksaan medis hirschprung.
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan hirschprung.
h. Untuk mengetahui asuhan keperawatan hirschprung.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi hirschprung

Hirschsprung (megakolon/aganglionic congenital) adalah anomali kongenital


yang mengakibatkan obstruksi mekanik karena ketidakadekuatan motilitas sebagian
usus (Wong, 1996).

Penyakit Hisprung (Hirschprung) adalah kelainan bawaan penyebab gangguan


pasase usus (Ariff Mansjoer, dkk. 2000).

Hirschprung adalah kelainan bawaan berupa obstruksi usus akibat dari tidak
adanya sel-sel ganglion parasimpatik pada dinding saluran intestinal lapisan
submukosa, dan biasa terjadi pada calon bagian distal (Fitri Purwanto, 2001).

Hirschprung merupakan suatu kelainan bawaan berupa aganglionosis usus


yang dimulai dari sfingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang bervariasi
dan termasuk anus sampai rektum. Juga dikatakan sebagai kelainan kongenital dimana
tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbact di kolon (A. Aziz
Alimul Hidayat,2006).

B. Klasifikasi glaukoma

Menurut staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1996). Hirschsprung


dibedakan sesuai dengan panjang segmen yang terkena, hirschsprung dibedakan
menjadi dua tipe berikut :

1. Segmen Pendek

Segmen pendek aganglionisis mulai dari anus sampai sigmoid,terjadi pada


sekitar 70% kasus penyakit Hirschsprung dan tipe ini lebih sering ditemukan pada
laki-laki dibandingkan anak perempuan. Pada tipe segmen pendek yang umum,
insidennya 5 kali lebih besar pada laki-laki dibandingkan wanita dan kesempatan
saudara laki-laki dari penderita anak untuk mengalami penyakit ini adalah 1 dari
20 (Sacharin, 1986)

2. Segmen Panjang

Daerah aganglionisis dapat melebihi sigmoid, bahkan kadang dapat mengenai


seluruh kolon atau sampai usus halus. Laki-laki dan perempuan memiliki peluang
yang sama, terjadi pada 1 dari 10 kasus tanpa membedakan jenis kelamin (Staf
Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1996: Sacharin, 1986).

C. Etiologi
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan
dinding usus, mulai dari spingter ani internus kearah proksimal, 70 % terbatas
didaerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat
mengenai seluruh usus dan pilorus.

Adapun yang menjadi penyebab hirschsprung atau mega kolon kongenital


adalah diduga karena terjadi faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak
dengan Down syndrome, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus,
gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan submukosa pada dinding plexus.

Dalam keadaan normal bahan makanan yang dicerna bisa berjalan disepanjang
usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang melapisi usus (kontraksi ritmis
ini disebut gerakan peristaltiik). Kontraksi dirangsang oleh sekumpulan saraf yang
disebut ganglion yang terletak dibawah lapisan otot.

Sedangkan menurut (Amiel, 2001) penyebab hisprung tidak diketahui, tetapi


ada hubungan dengan kondisi genetic Mutasi pada Ret proto-onkogen telah dikaitkan
dengan neoplasia endokrin 2A atau 2B pada penyakit Hirschsprung familiar (Edery,
1994). Gen lain yang berhubungan dengan penyakit Hirschsprung termasuk sel
neurotrofik glial yang diturunkan dari factor gen, dari factor gen endhotelin-B, dan
gen endothelin -3 (Marches, 2008).Penyakit Hirschprung juga terkait dengan Down
syndrome, sekitar 5-15% dari pasien dengan penyakit Hirschprung juga memiliki
trisomi 21 (Rogers, 2001).

D. Patofisiologi

Istilah congenital agang lionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan


primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal.
Segmen aganglionik hampir selalu ada dalam rektum dan bagian proksimal pada usus
besar. Ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan
tenaga pendorong (peristaltik) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter
rektum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal
yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna.
Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon.

Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol
kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen
aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya
bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan
menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar.
Pathwey
E. Manifestasi klinis

Gejala dan tanda dapat bermacam-macam berdasarkan keparahan dari kondisi


kadang-kadang mereka muncul segera setelah bayi lahir. Pada saat yang lain mereka
mungkin saja tidak tampak sampai bayi tumbuh menjadi remaja ataupun dewasa.

 Pada kelahiran baru tanda dapat mencakup :


 Kegagalan dalam dalam mengeluarkan feses dalam hari pertama atau kedua
kelahiran.
 Muntah : mencakup muntahan cairan hijau disebut bile-cairan pencernaan
yang diproduksi di hati.
 Konstipasi atau gas.
 Diare
 Pada anak-anak yang lebih tua, tanda dapat mencakup :
 Perut yang buncit
 Peningkatan berat badan yang sedikit
 Masalah dalam penyerapan nutrisi, yang mengarah penurunan berat badan,
diare atau keduanyadan penundaan atau pertumbuhan yang lambat

 Infeksi kolon, khususnya anak yang baru lahir atau yang masih muda, yang
dapat mencakup enterocolitis, infeksi serius dengan diare, demam dan muntah
dan kadang-kadang dilatasi kolon yang berbahaya. Pada anak-anak yang lebih
tua atau dewasa, gejala dapat mencakup konstipasi dan nilai rendah dari sel
darah merah (anemia) karena darah hilang dalam feses.

F. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

a) Kimia darah : Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan panel renal
biasanya dalam batas normal. Anak dengan diare memiliki hasil yang sesuai
dengan dehidrasi. Pemeriksaan ini dapat membantu mengarahkan pada
penatalaksanaan cairan dan elektrolit.

b) Darah rutin : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui hematokrit dan


platelet preoperatiof.

c) Profil koagulasi : Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan tidak ada


gangguan pembekuan darah yang perlu dikoreksi sebelum operasi dilakukan.

2. Pemeriksaan Radiologi

a) Foto polos abdomen dapat menunjukan adanya loop usus yang distensi
dengan adanya udara dalam rectum.

b) Barium enema
 Jangan membersihkan kolon bagian distal dengan enema sebelum
memasukkan kontras enema karena hal ini akan mengaburkan gambar
pada daerah zona transisi.
 Kateter diletakkan didalam anus, tanpa mengembangkan balon, untuk
menghindari kaburnya zona transisi dan beresiko terjadinya peforasi. foto
segera diambil setelah injeksi kontras, dan diambil lagi 24 jam kemudian.
 Colon bagian distal yang menyempit dengan bagian proksimal yang
mengalami dilatasi merupakan gambaran klasik penyakit Hirschsprung.
Akan tetapi temuan radiologis pada neonatus lebih sulit diinterpetasi dan
sering kali gagal memperlihatkan zona transisi.

 Gambaran radiologis lainnya yang mengarah pada penyakit Hirschsprung


adalah adanya retensi kontras lebih dari 24 jam setelah barium enema
dilakukan.

3. Biopsi

Biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksus submukosa meisner, apakah


terdapat ganglion atau tidak. Pada penyakit hirschprung ganglion ini tidak
ditemukan.

G. Penatalaksanaan

1. Pembedahan

Pembedahan pada penyakit hirscprung dilakukan dalam dua tahap. Mula-mula


dilakukan kolostomi loop atau double–barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang
dilatasi dan hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan waktu kira-kira 3
sampai 4 bulan). Bila umur bayi itu antara 6-12 bulan (atau bila beratnya antara 9
dan 10 Kg), satu dari tiga prosedur berikut dilakukan dengan cara memotong usus
aganglionik dan menganastomosiskan usus yang berganglion ke rectum dengan
jarak 1 cm dari anus. Prosedur Duhamel umumnya dilakukan terhadap bayi yang
berusia kurang dari 1 tahun. Prosedur ini terdiri atas penarikan kolon nromal ke
arah bawah dan menganastomosiskannya di belakang anus aganglionik,
menciptakan dinding ganda yang terdiri dari selubung aganglionik dan bagian
posterior kolon normal yang ditarik tersebut. Pada prosedur Swenson, bagian
kolon yang aganglionik itu dibuang. Kemudian dilakukan anastomosis end-to-end
pada kolon bergangliondengan saluran anal yang dilatasi. Sfinterotomi dilakukan
pada bagian posterior. Prosedur Soave dilakukan pada anak-anak yang lebih besar
dan merupakan prosedur yang paling banyak dilakukanuntuk mengobati penyakit
hirsrcprung. Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon yang
bersaraf normal ditarik sampai ke anus, tempat dilakukannya anastomosis antara
kolon normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa.

2. Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui
pemasangan sonde lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium dan
udara.

3. Tindakan bedah sementara


Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang
terlambat didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat dan keadaan umum
memburuk. Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal yang paling distal.
4. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila
ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara
lain :
 Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak
secara dini.
 Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak.
 Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis (pembedahan).
 Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang.

Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak
dengan mal nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya
meningkat. Hal ini sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema.
Diperlukan juga adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta
situasi dapat digunakan nutrisi parenteral total.
ASUHAN KEPERAWATAN HIRSCHPRUNG
A. Pengkajian
1. Identitas

Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan
merupakan kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan
dengan kelainan bawaan lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai
sigmoid lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak
perempuan. Sedangkan kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon
atau usus halus ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan
(Ngastiyah, 1997).

2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang
sering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam
setelah lahir), perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain
adalah muntah dan diare.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi
total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi
mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi.
Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang
diikuti dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga yang konstipasi
ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam. Diare
berbau busuk dapat terjadi
c. Riwayat kesehatan dahulu
Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit
Hirschsprung

d. Riwayat kesehatan keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada


anaknya

3. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinis. Pada


survey umum terlihat lemah atau gelisah. TTV biasa didapatkan hipertermi
dan takikardi dimana menandakan terjadinya iskemia usus dan gejala
terjadinya perforasi. Tanda dehidrasi dan demam bisa didapatkan pada kondisi
syok atau sepsis
Pada pemeriksaan fisik fokus pada area abdomen, lipatan paha, dan
rectum akan didapatkan

a. Inspeksi: Tanda khas didapatkan adanya distensi abnormal. Pemeriksaan


rectum dan fese akan didapatkan adanya perubahan feses seperti pita dan
berbau busuk.

b. Auskultasi: Pada fase awal didapatkan penurunan bising usus, dan


berlanjut dengan hilangnya bisng usus.

c. Perkusi: Timpani akibat abdominal mengalami kembung.

d. Palpasi: Teraba dilatasi kolon abdominal.

 Sistem kardiovaskuler: Takikardia.


 Sistem pernapasan: Sesak napas, distres pernapasan.
 Sistem pencernaan: Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang,
muntah berwarna hijau. Pada anak yang lebih besar terdapat diare
kronik. Pada colok anus jari akan merasakan jepitan dan pada waktu
ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja
yang menyemprot.
 Sistem saraf : Tidak ada kelainan.
 Sistem lokomotor/musculoskeletal : Gangguan rasa nyaman : nyeri
 Sistem endokrin: Tidak ada kelainan.
 Sistem integument: Akral hangat, hipertermi

 Sistem pendengaran: Tidak ada kelainan

B. Diagnosa keperawatan
a. DX 1: Risiko konstipasi b.d penyempitan kolon, sekunder, obstruksi mekanik

b. DX 2: Risiko ketidakseimbangan volume cairan tubuh b.d keluar cairan tubuh


dari muntah, ketidakmampuan absorbs air oleh intestinal

c. DX 3: Risiko injuri b.d pasca prosedur bedah, iskemia, nekrosis dinding


intestinal sekunder dari kondisi obtruksi usus

d. DX 4: Resiko infeksi b.d pasca prosedur pembedahan

C. Intervensi keperawatan
No.Dx Tujuan Intervensi Rasionl
1. Tujuan: Setelah Mandiri
diberikan tindakan — Untuk menyusun
keperawatan — Observasi bising usus rencana penanganan
diharapkan BAB dan periksa adanya yang efektif dalam
normal kembali distensi abdomen mencegah konstipasi
pasien, Pantau dan dan impaksi fekal
Kriteria hasil: catat frekuensi dan
 pasien tidak karakteristik feses — Untuk meyakinkan
mengalami — Catat asupan haluaran terapi penggantian
konstipasi secara akurat cairan dan hidrasi
 pasien dapat — Untuk meningkatkan
mempertahankan — Dorong pasien untuk terapi penggantian
defekasi setiap mengkonsumsi cairan cairan dan hidrasi
hari 2.5 L setiap hari, bila
tidak ada
kontraindikasi — Untuk membantu
— Lakukan program adaptasi terhadap fungsi
defekasi, Letakkan fisiologi normal
pasien di atas pispot
atau commode pada
saat tertentu setiap
hari, sedekat mungkin
kewaktu biasa
defekasi (bila
diketahui) — Untuk meningkatkan
— Berikan laksatif, eliminasi feses padat
enema, atau atau gas dari saluran
supositoria sesuai pencernaan, pantau
instruksi. keefektifannya
2. Tujuan: setelah Mandiri
diberikan tindakan — Timbang berat badan
keperawatan pasien setiap hari — Untuk membantu
diharapkan sebelum sarapan mendeteksi perubahan
kebutuhan cairan — Ukur asupan cairan keseimbangan cairan
tubuh dapat dan haluaran urin — Penurunan asupan atau
terpenuhi. untuk mendapatkan peningkatan haluaran
status cairan meningkatkan defisit
Kriteria hasil: — Pantau berat jenis urin cairan
— Peningkatan berat jenis
 turgor kulit
urin mengindikasikan
elastik dan dehidrasi. Berat jenis
normal, CRT < 3 urin rendah,
detik mengindikasikan
— Periksa membran kelebihan volume cairan
mukosa mulut setiap — Membran mukosa
hari kering merupakan suatu
— Tentukan cairan apa indikasi dehidrasi
yang disukai pasien — Untuk meningkatkan
dan simpan cairan asupan
tersebut di samping
tempat tidur pasien,
sesuai instruksi
— Pantau kadar elektrolit
serum. — Perubahan nilai
elektrolit dapat
menandakan awitan
ketidakseimbangan
cairan
3. Tujuan: setelah Mandiri
diberikan tindakan — Observasi faktor- — Pasca bedah terdapat
D. Evaluasi

Setelah mendapat implementasi keperawatan, maka pasien dengan


hisrchprung diharapkan sebagai berikut:
a. Tidak adanya konstipasi dan BABnya normal.
b. Kebutuhan cairan pasien terpenuhi
c. Tidak adanya injuri
d. Tidak adanya tanda-tanda atau reksi infeksi.
BAB IV

PENUTUP
A. Keimpulan

Penyakit Hirschsprung (mega kolon kongenital) adalah suatu penyumbatan


pada usus besar yang terjadi akibat pergerakan usus yang tidak adekuat karena
sebagian dari usus besar tidak memiliki saraf yang mengendalikan kontraksi ototnya.
Hirschsprung terjadi karena adanya permasalahan pada persarafan usus besar paling
bawah mulai dari anus hingga usus diatasnya. Penyakit hisprung merupakan suatu
kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan pergerakan usus yang dimulai dari
spingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi dan termasuk
anus sampai rektum.Penyakit ini disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion para
simpatis dari pleksus Auerbach di kolon.

B. Saran

1. Bagi petugas kesehata atau instansi kesehatan agar lebih meningkatkan pelayanan
kesehatan khususnya pada hisrchprung untuk pencapaian kualitas keperawatan
secara optimal dan sebaiknya proses keperawatan selalu dilaksanakan secara
berkesinambungan.

2. Bagi klien dan keluarga, Perawatan tidak kalah pentingnya dengan pengobatan
karena bagaimanapun teraturnya pengobatan tanpa perawatan yang sempurna
maka penyembuhan yang diharapkan tidak tercapai, oleh sebab itu perlu adanya
penjelasan pada klien dan keluarga mengenai manfaat serta pentingnya kesehatan.

3. Bagi mahasiswa keperawatan, diharapkan mampu memahami dan menerapkan


asuhan keperawatan yang benar pada klien dengan hirschprung.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 2003. Mengenal Penyakit Hirschsprung (Aganglionic Megacolon).
2. Budi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Penyakit Hisprung.
3. Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
4. Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta : Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai