Anda di halaman 1dari 42

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT Tuhan yang Maha Esa, berkat karunia
dan pertolongannya lah sehingga Makalah Keperawatan Anak II tentang Asuhan Keperawatan pada
anak dengan kasusus Hisprung ini dapat terselesaikan tepat waktu.
Makalah ini disusun berdasarkan referensi dari beberapa buku dan media internet dengan harapan
dapat bermanfaat dan menjadi pedoman bagi para pembaca sekalian.
Ucapan terima kasih tak lupa saya tuturkan sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang
telah membantu kelancaran penyusunan makalah ini.Semoga Allah swt membalas segala kebaikan
saudara sekalian.
Penulis menyadari makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan, baik dalam penulisan
maupun informasi yang terkandung di dalam makalah ini, mengingat akan kemampuan yang
penulis miliki, oleh karena itu dengan segala kerendahan dan tangan terbuka penulis mengharapkan
kritik maupun saran yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini sebagai
tuntunan agar makalah ini kedepannya dapat lebih baik lagi.
Akhir kata semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang
membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Amin..

Padang, 18 September 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................
1.1 Latar Belakang ..............................................................................................................
1.2 Tujuan Penulisan ..........................................................................................................
1.3 Manfaat Penulisan ........................................................................................................
BAB II KAJIAN TEORI..................................................................................................
2.1 Defenisi .........................................................................................................................
2.2 Etiologi..........................................................................................................................
2.3 Anatomi dan fisiologi....................................................................................................
2.4 Fatofisiologi...................................................................................................................
2.5 WOC..............................................................................................................................
2.6 Manifestasi klinik..........................................................................................................
2.7 Komplikasi.....................................................................................................................
2.8 Penatalaksanaan.............................................................................................................
2.9 Pemeriksaan Penunjang.................................................................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HISPRUNG .....................
1.1 Pengkajian ....................................................................................................................
1.2 Diagnosa .......................................................................................................................
1.3 Intervensi ......................................................................................................................
1.4 Implementasi ................................................................................................................
1.5 Evaluasi ........................................................................................................................
1.6 Contoh kasus .................................................................................................................
BAB lV PENUTUP............................................................................................................
4.1 Kesimpulan....................................................................................................................
4.2 Saran..............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

      Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan kelainan
tunggal.Jarang pada bayi premature atau bersamaan dengan kelainan bawaan lain. Pada segmen
aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering di temukan pada anak laki-laki dibandingkan
anak perempuan. Sedang kan kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus
halus ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan(Ngastiyah.1997).
      Insidensi penyakit Hirschsprung tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000
kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil,
maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Kartono
mencatat 20-40 pasien penyakit Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto
Mangunkusomo Jakarta (Kartono,1993).
      Menurut catatan Swenson, 81,1 % dari 880 kasus yang diteliti adalah laki-laki. Sedangkan
Richardson dan Brown menemukan tendensi faktor keturunan pada penyakit ini (ditemukan 57
kasus dalam 24 keluarga). Beberapa kelainan kongenital dapat ditemukan bersamaan dengan
penyakit Hirschsprung, namun hanya 2 kelainan yang memiliki angka yang cukup signifikan yakni
Down Syndrome (5-10 %) dan kelainan urologi (3%). Hanya saja dengan adanya fekaloma, maka
dijumpai gangguan urologi seperti refluks vesikoureter,hydronephrosis dan gangguan vesica
urinaria (mencapai 1/3 kasus) (Swenson dkk,1990).
Pada tahun1886 Hirschsprung mengemukakan 2 kasus obstipasi sejak lahir yang dianggapnya
disebabkan oleh dilatasi kolon. Kedua penderita tersebut kemudian meninggal. Dikatakannya pula
bahwa keadaan tersebut merupakan kesatuan klinis tersendiri dan sejak itu disebut penyakit
hirscprung atau megakolon kongenital.
Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Herald Hirschsprung tahun 1886, namun patofisiologi
terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas hingga tahun 1938, dimana Robertson dan
Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh
gangguan peristaltik dibagian distal usus akibat defisiensi ganglion (Kartono, 1993; Fonkalsrud,
1997; Lister, 1996).
Zuelser dan wilson (1948) mengemukakan bahwa pada dinding usus yang menyempit tidak
ditemukan ganglion parasimpatis. Sejak saat tersebut penyaki ini lebih dikenal dengan istilah
aganglionosis kongenital. Pada pemeriksaan patologi anatomi dari penyakit ini, tidak ditemukan sel
ganglion Auerbach dan Meissner, serabut saraf menebal dan serabut otot hipertrofik. Aganglionosis
ini mulai dari anus ke arah oral.
Bodian dkk. Melaporkan bahwa segmen usus yang aganglionik bukan merupakan akibat
kegagalan perkembangan inervasi parasimpatik ekstrinsik, melainkan oleh karena lesi primer
sehingga terdapat ketidak seimbangan autonomik yang tidak dapat dikoreksi dengan simpatektomi.
Keterangan inilah yang mendorong Swenson melakukan pengangkatan segmen aganglionik dengan
preservasi spinkter ani (Swenson, 1990). Okamoto dan Ueda lebih lanjut menyebutkan bahwa
penyakit Hirschsprung terjadi akibat terhentinya proses migrasi sel neuroblas dari krista neuralis
saluran cerna atas ke distal mengikuti serabut-serabut vagal pada suatu tempat tertentu yang tidak
mencapai rektum (Kartono,1993; Tamate dkk,1994; Fujimoto dkk,1996; Yamada,1999; Lee,2002)
 
1.2  Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan membuat asuhan keperawatan dengan penyakit
hirschsprung dan dapat mengaplikasikannya kekehidupan nyata.
b. Tujuan Khusus

1. Mahasiswa mampu memahami definisi Penyakit Hirschsprung


2. Mahasiswa mengetahui etiologi dari Penyakit Hirschsprung
3. Mahasiswa mengetahui klasifikasi dari Penyakit Hirschsprung
4. Mahasiswa memahami patofisiologi Penyakit Hirschsprung
5. Mahasiswa memahami pathway dariPenyakit Hirschsprung
6. Mahasiswa mengetahui pengobatan dari Penyakit Hirschsprung
7. Mahasiswa dapat membuat asuhan keperawatan Penyakit Hirschsprung

1.3Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah :

a. Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan penyakit hirschprung dengan masalah


dan penatalaksanaanya
b. Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan penyakit hirschprung dengan kelainan
bawaan dan penatalaksanaannya

 
BAB II
PEMBAHASAN

2. 1 Defenisi Hirschprung
Penyakit hisprung yang juga dikenal sebagai megakolon aganglionik, adalah penyakit
kongenital yang ditandai tidak adanya sel-sel ganglion parasimpatik pada pleksus mienterikus dari
kolon distalis, pada bagian kolon (dan kadang-kadang pada ileum). Keadaan keadaan aganglionosis
ini mengakibatkan kurangnya peristalsis pada segmen usus yang terkena, yang biasanya
menyebabkan obstruksi dan kesulitan atau ketidak mampuan untuk mengeluarkan feses.
Penyakit Hirschprung (megakolon/aganglionic pastical) adalah anomaly kongnetal yang
mengakibatkan obstruksi mekanik karena ketidak adekuatan motilitas sebagian usus. (Wong,
Donna L1996)
Penyakit Hirschsprung merupakan penyakit dari usus besar (kolon) berupa gangguan
perkembangan dari sistem saraf enterik. Pergerakan dalam usus besar didorong oleh otot. Otot ini
dikendalikan oleh sel-sel saraf khusus yang disebut sel ganglion. Pada bayi yang lahir dengan
penyakit Hirschsprung tidak ditemui adanya sel ganglion yang berfungsi mengontrol kontraksi dan
relaksasi dari otot polos dalam usus distal. Tanpa adanya sel-sel ganglion (aganglionosis) otot-otot
di bagian usus besar tidak dapat melakukan gerak peristaltik (gerak mendorong keluar feses).

2.2 Etiologi

Penyakit Hirschsprung (megakolon aganglionik kongenital) merupakan obstruksi mekanis


yang disebabkan oleh ketidak adekuatan motilitas bagian usus. Penyakit ini menempati seperempat
dari keseluruhan kasus obstruksi neonatal kendati diagnosisnya mungkin baru bisa ditegakkan
kemudian dalam masa bayi atau kanak-kanak. Penyakit Hirschsprung empat kali lebih sering
mengenai bayi atau anak laki-laki dari pada perempuan, mengikuti pola familial pada sejumlah
kecil kasus dan cukup sering dijumpai di antara anak-anak yang menderita sindrom Down.
Insidensinya adalah 1 dalam 5000 kelahiran hidup. Bergantung pada gambaran klinisnya, penyakit
ini bisa bersifat akut, dan mengancam kehidupan pasiennya atau suatu kelainan yang kronis.(Wong,
Donna L. 2009)
Penyakit hirschsprung disebabkan aganglionosis meissner dan aurbach dalam lapisan dinding
usus, mulai dari spingter ani internus kea rah proximal, 70% terbatas didaerah rektosigmoid, 10%
sampai seluruh pylorus. Di duga terjadi karena factor genetic. Sering terjadi pada anak dengan
down syndrome, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi,
kranio kaudal pada myentrik dan submukosa dinding plexus. (sukardi, 2001)
Sekitar 12% dari kasus penyakit Hirschsprung terjadi sebagai bagian dari sindrom yang
disebabkan oleh kelainan kromosom. Kelainan kromosom yang paling umum beresiko
menyebabkan terjadinya penyakit Hirshsprung adalah Sindrom Down. 2-10% dari individu dengan
penyakit Hirschsprung merupakan penderita sindrom Down. Sindrom Down adalah kelainan
kromosom di mana ada tambahan salinan kromosom 21. Hal ini terkait dengan karakteristik fitur
wajah, cacat jantung bawaan, dan keterlambatan perkembangan anak. Hirschprung merupakan
sebuah kelainan bawaan lahir yang cukup jarang terjadi dan mangakibatkan beberapa kerusakan
karena tidak sempurna sistem kerja usus. Kasus terbanyak di alami oleh pria dan umumnya di
temukan pada anak-anak yang memiliki sindrom down.
Penyakit Hirschsprung disebabkan dari kegagalan migrasi kraniokaudal pada prekursor sel
ganglion sepanjang saluran gastrointestinal antara usia kehamilan minggu ke 5 dan ke 12. Distensi
dan iskemia pada usus bisa terjadi sebagai akibat distensi pada dinding usus, yang berkontribusi
menyebabkan enterokolitis (inflamasi pada usus halus dan kolon), yang merupakan penyebab
kematian pada bayi/anak dengan penyakit Hirschsprung.
Kerusakan yang terjadi pada penyakit Hirschsprung tidak terdapatnya ganglion (aganglion)
menyebabkan peristaltik usus menghilang sehingga  profulsi feses dalam lumen kolon terlambat
yang menimbulkan terjadinya distensi dan penebalan dinding kolon dibagian proximal daerah
aganglionik sebagai akibat usaha melewati daerah obstruksi dibawahnya. Keadaan ini
menimbulkan gejala obstruksi usus akut, atau kronis yang tergantung panjang usus yang mengalami
aganglion. Obstruksi kronis menimbulkan distensi usus sehingga dinding usus mengalami iskemia
disertai iritasi feses sehingga menyebabkan terjadinya invasi bakteri. Selanjutnya dapat terjadi
nekrosis, ulkus mukosa kolon, pneumomatosis, sampai perforasi kolon. Keadaan ini menimbulkan
gejala enterokolitis dari ringan sampai berat. Bahkan terjadi sepsis akibat dehidrasi dan kehilangan
cairan tubuh yang berlebihan.
Apabila suatu segmen usus besar menjadi sangat teriritasi, seperti yang terjadi bila infeksi
bakteri berlangsung menyeluruh selama enteritis, mukosa mensekresikan sejumlah besar air dan
elekrolit selain sekresi larutan mukus alkali yang kental dan normal. Sekresi ini berfungsi untuk
mengencerkan faktor pengiritasi dan menyebabkan pergerakan tinja yang cepat menuju anus, hal
ini biasanya menyebabkan terjadinya diare, disertai kehilangan sejumlah air dan eletrolit.
Sel neuroblas bermigrasi dari krista neuralis saluran gastrointestinal bagian atas dan selanjutnya
mengikuti serabut-serabut vagal yang telah ada ke kaudal. Penyakit Hirschsprung terjadi bila
migrasi sel neuroblas terhenti di suatu tempat dan tidak mencapai rektum. Sel-sel neuroblas tersebut
gagal bermigrasi ke dalam dinding usus dan berkembang ke arah kraniokaudal di dalam dinding
usus. 31Mutasi gen banyak dikaitkan sebagai penyebab terjadinya penyakit Hirschsprung. Mutasi
pada Ret proto-onkogen telah dikaitkan dengan neoplasiaendokrin 2A atau 2B pada penyakit
Hirschsprung. Gen lain yang berhubungan dengan penyakit Hirschsprung termasuk sel neurotrofik
glial yang diturunkan dari faktor gen yaitu gen endhotelin-B dan gen endothelin -3.Penyebab ini di
sebabkan oleh pergerakan usus yang tidak memadai karena tidak terdapatnya syaraf pada bagian
usus tertentu hingga mengakibatkan pembesaran usus.
Zuelser dan wilson (1948) mengemukakan bahwa pada dinding usus yang menyempit tidak
ditemukan ganglion parasimpatis. Sejak saat tersebut penyaki ini lebih dikenal dengan istilah
aganglionosis kongenital.Pada pemeriksaan patologi anatomi dari penyakit ini, tidak ditemukan sel
ganglion Auerbach dan Meissner, serabut saraf menebal dan serabut otot hipertrofik. Aganglionosis
ini mulai dari anus ke arah oral.
2.3 Anatomi dan fisiologi

1. Usus Besar
Usus besar meluas dari ileocecal junction sampai pada anus Terdiri dari: appendix, caecum,
Colon asenden, colon transversum, Colon decenden, sigmoid, rectum. Panjang usus besar ± 1,5
meter, Rektum merupakan bagian akhir colon.
Berbentuk tapal kuda, dimulai dari ujung ilium dan berakhir dianus. Dikenal juga dengan
mangkuk besar dengan panjang rata-rata 1,5 m dan lebar 7,5 cm.
Fungsi utama usus besar:
a. Reabsorbsi air dan mendapatkan kandungan intestinal menjadi feses
b. Absorpsi vitamin yang dihasilkan oleh kerja bakteri
c. Menyimpan Material feses sebelum dikeluarkan
Gerakan dasar saluran cerna:
a. Campur :
1. Kontraksi peristaltic
2. Kontraksi konstriktif lokal dari segmen usus
b. Mendorong
1. peristaltipasticallkan rangsangan distensi
2. pergerakan massa makanan sepanjang usus
Usus besar dibagi menjadi 3 bagian sekum, kolon dan rektum. Mukosa usus besar, seperti
pada usus halus mempunyai banyak kriptus lieberkuhn, tetapi pada mukosa ini, berbeda dengan
usus halus, tidak memiliki vili. Sel-sel epitel hampir tidak mengandung enzim. Sebaliknya sel ini
terutama mengandung sel-sel mukus yang hanya mensekresi mukus.

Mukus dalam usus besar jelas melindungi dinding usus terhadap ekskoriasi, tetapi selain itu,
juga menghasilkan media yang lengket untuk melekatkan bahan feses bersama-sama. Lebih lanjut
mukus melindungi dinding usus dari sejumlah besar aktifitas bakteri yang berlangsung di dalam
feses, dan menambah sifat basa dari sekresi (pH 8,0 yang disebabkan oleh sejumlah besar natrium
bikarbonat) menyediakan suatu sawar untuk menjaga agar asam yang terbentuk didalam tinja tidak
menyerang dinding usus.
2.Anorektal
Rektum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan dan inferior kiri. 2/3 bagian
distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak
dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum
dimana bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior (Yamada,1999; Shafik,2000).
(Gambar 1)
Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke
bagian usus yang lebih proksimal; dus, dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan internal ) serta
otot-otot yang mengatur pasase isi rektum kedunia luar. Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling :
atas, medial dan depan (Shafik,2000)
Pendarahan rektum berasal dari arteri hemorrhoidalis superior dan medialis
(a.hemorrhoidalis medialis biasanya tidak ada pada wanita, diganti oleh a.uterina) yang merupakan
cabang dari a.mesenterika inferior. Sedangkan arteri hemorrhoidalis inferior adalah cabang dari
a.pudendalis interna, berasal dari a.iliaka interna, mendarahi rektum bagian distal dan daerah anus
(Yamada,2000; Shafik,2000)

3. Saluran Anal
Pubo-rectal sling  dan tonus spinkter ani eksterna bertanggung jawab atas penutupan saluran
anal ketika istirahat. Jika ada peristaltik yang kuat, akan menimbulkan regangan pada sleeve and
sling. Untuk menghambat gerakan peristaltik tersebut ( seperti mencegah flatus ) maka diperlukan
kontraksi spinkter eksterna dan sling yang kuat secara sadar. Sleeve and sling dapat membedakan
antara gas, benda padat, benda cair, maupun gabungan, serta dapat mengeluarkan salah satu tanpa
mengeluarkan yang lain (Yamada,1999; Shafik,2000; Wexner,2000).
Defekasi dan kontinensia adalah mekanisme yang saling terkait erat. Kontinensia adalah
kegiatan pengeluaran isi rektum secara terkontrol pada wakru dan tempat yang diinginkan.
Koordinasi pengeluaran isi rektum sangat kompleks, namun dapat dikelompokkan atas 4 tahapan:
Tahap I. Tahap awal ini adalah berupa propulsi isi kolon yang lebih proksimal ke rektum, seiring
dengan frekwensi peristaltik kolon dan sigmoid (2-3 kali/hari) serta refleks gastrokolik.
Tahap II. Tahap ini disebut sampling reflex ataurectal-anal inhibitory reflex, yakni upaya anorektal
mengenali isi rektum dan merelaksasi spinkter ani interna secara involunter.
Tahap III. Tahap ini berupa relaksasi spinkter ani eksternal secara involunter. Relaksasi yang terjadi
bukanlah relaksasi aktif, melainkan relaksasi akibat kegagalan kontraksi spinkter itu sendiri.
Tahap IV. Tahap terakhir ini berupa peninggian tekanan intra abdominal secara volunter dengan
menggunakan diafragma dan otot dinding perut, hingga defekasi dapat terjadi (Fonkalsrud,1997).

2.4 Patofisiologi
Istilah istilah megakolon aganglionik kongenital menunjukkan defek primer yang berupa tidak
adanya sel-sel ganglion pada suatu segmen kolon atau lebih. Etiologi penyakit Hirschsprung belum
dipahami sepenuhnya. Segmen yang aganglionik hampir selalu meliputi rektum dan bagian
proksimal usus besar. Kadang-kadang dapat terjadi “segmen yang terlewatkan” atau aganglionosis
usus total. Kurangnya enervasi menyebabkan efek fungsional yang mengakibatkan tidak adanya
gerakan mendorong (peristaltik) sehingga isi usus bertumpuk dan terjadi distensi usus disebelah
proksimal defek (megakolon). Di samping itu, ketidakmampuan sfingter ani interna untuk
melakukan relaksasi turut menimbulkan manifestasi klinis obstruksi karena keadaan ini mencegah
evakuasi kotoran yang berbentuk padat, cair atau gas .
Distensi intestinal dan iskemia dapat terjadi karena distensi dinding usus yang ikut
menyembabkan terjadinya enterokolitis(inflamasi usus halus dan kolon), yaitu penyebab utama
kematian pada anak-anak yang menderita penyakit hirschprung (kirschner, 1996). Istilahlah
megakolon aganglionik menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel-sel
ganglion parasimpatik otonom pada pleksus submukosa(Meissner) dan myenterik (Auerbach) pada
satu segmen kolon atau lebih.
Ketidakadekuatan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenagapendorong
(peristaltik), yang menyebabkan akumulasi/ penumpukan isi usus dan distensi usus yang berdekatan
dengan kerusakan (megakolon). Selain itu, kegagalan sfingter anus internal untuk berelaksasi
berkontribusi terhadap gejala klinis adanya obstruksi, karena dapat mempersulit evakuasi zat padat
(feses), cairan, dan gas. J parasimpatik yang tidak sempurna pada bagian usus yang aganglionik
mengakibatkan peristaltik abnormal, konstipasi dan obstruksi ususfungsional. Di bagian proksimal
dari daerah transisi terjadi penebalan dan pelebarandinding usus dengan penimbunan tinja dan gas
yang banyak.

2.5 WOC
2.6 Manifestasi klinis

Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 – 28 jam pertama setelah lahir.
Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu dan distensi
abdomen. (Nelson, 2000 : 317).

Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan Penyakit
Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total saat lahir dengan
muntaah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi
meconium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa konstipasi
selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan
entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses yang menyemprot pas pada
colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi
abdomen hebat dan diare berbau busuk yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ).
1.Anak – anak
a. Konstipasi
b. Tinja seperti pita dan berbau busuk
c. Distenssi abdomen
d. Adanya masa difecal dapat dipalpasi
e. Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi ( Betz cecily & sowden, 2002 : 197 ).
2.7 Komplikasi
a. Kegawatan pernafasan
b. Syok
c. Enterokolitis(akut)
d. Striktura ani (pasca bedah)
e. Demam yang tak dapat dijelaskan
f. Inkontinensia (jangka panjang)
g. Obstruksi usus: ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
h. Konstipasi
i. Enterokolitis nekrotikans, pneumatosis usus, abses perikolon, perforasi dan septikemia.
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Hirschsprung disease terbagi menjadi dua, yaitu penatalaksanaan awal dan
penatalaksanaan definitif. Penatalaksanaan awal dilakukan untuk memperbaiki keadaan umum,
irigasi, dan dekompresi.
a. Tatalaksana Awal

Tujuan dari penatalaksanaan awal Hirschsprung disease adalah stabilisasi keadaan umum
pasien. Biasanya penderita mengalami gambaran peritonitis, perforasi maupun enterokolitis.
Stabilisasi dilakukan dengan tindakan resusitasi cairan jika pasien mengalami dehidrasi. Selain itu,
dilakukan pula irigasi dan dekompresi.Irigasi dilakukan dengan cairan fisiologis 10-20 ml/kgBB,
diulangi 2-3 kali sehari.Dapat pula dilakukan operasi kolostomi untuk membantu pasase feses
sementara menunggu terapi definitif. Kolostomi diindikasikan pada pasien dengan enterokolitis
berat, perforasi, malnutrisi, atau dilatasi berat pada proksimal usus. [1-3]
b. Tatalaksana Definitif
Operasi merupakan satu-satunya terapi definitif pada penderita Hirschsprung disease.
Prinsip operasi pada Hirschsprung disease adalah membuang bagian aganglionik usus yang
dilanjutkan dengan proses anastomosis bagian proksimal dan distal yang bersifat ganglionik, serta
mempertahankan fungsi kanal dan sfingter anus.Operasi biasanya dikerjakan pada usia 6-12 bulan
karena kolon mudah mengalami dilatasi pada saat dilakukan washout, serta ukuran usus saat
operasi mendekati normal sehingga meminimalisir risiko kebocoran maupun infeksi saat
anastomosis.
Prosedur operasi dapat dilakukan sekaligus atau bertahap, tergantung derajat keparahan dari
penyakit. Pada kasus dengan area aganglionik pada semua bagian kolon, operasi dilakukan secara
bertahap dengan pembentukan stoma dilanjutkan dengan operasi definitif. Sedangkan pada kasus
aganglionik pada seluruh usus, selain kolostomi, pasien juga memerlukan nutrisi parenteral total
dan transplantasi intestinal.
Teknik Operasi
Terdapat 3 teknik operasi pada kasus hirschsprung, antara lain:
1. Swenson: Diseksi dilakukan pada seluruh bagian rektosigmoid yang aganglion dan hanya
menyisakan sedikit bagian aganglion
2. Soave: Diseksi dilakukan hanya di bagian endorektal usus yang bersifat aganglionik
3. Duhamel: Teknik menyambungkan bagian aganglionik parsial dengan membentuk kantong
rektorektal
2.9 Pemeriksaan penunjang
Penyakit hirscprung terjadi lebih sering pada pria, dan biasanya terdiagnosis pada masa bayi,
kendati kadang-kadang diagnosis tersebut ditegakkan kemudian. Terapinya mencakup kolostomi
sementara atau ileostomi proksimal, pada segmen usus yang terkena sampai dilakukannya
pembedahan korektif. Pembedahan dapat mencakup reseksi usus yang terkena, dan penutupan
kolostomi atau ileostomi.
Pertama, pembedahan membuat ostomi temporer disebelah proksimal segmen yang
aganglionik untuk menghilangkan obstruksi dan memungkinkan pemulihan usus yang enervasinya
normal serta mengalami dilatasi itu kembali kepada ukurannya yang normal. Kedua, pembedahan
korektif total biasanya dilakukan ketika berat badan anak mencapai kurang lebih 9 kh. Ada
beberapa prosedur pembedahan yang dapat dikerjakan dengan prosedur tersebut meliputi prosedur
Swenson, Duhamel, Boley serta Soave Prosedur pull-through endorektal Soave, yang merupakan
salah satu prosedur yang paling sering dilakukan, terdiri atas tindakan menarik ujung usus yang
normal lewat sleevemuskular rektum dan dari situ bagian mukosa yang aganglionik dibuang.
Ostomi biasanya ditutup pada saat dilakukan prosedur pull-through.
Sebagian besar anak yang menderita penyakit hirschprung memerlukan tindakan pembedahan
dan bukan terapi medis.setelah ke adaan umum pasien di buat stabildengan pemberian infus dan
elektrolit jika di perlukan,operasi kolostomi temporer dikerjakan dan operasi ini memiliki angka
keberhasilan yang tinggi.setelah pelaksanaan oporasi pull-though yang di
lakukan kemudian,striktur ani dan inkontinensia merupakan komplikasi yang potensialterjadi dan
memerlukan tindakan lebih lanjut,meliputi terapi dilatasi atau bowel-retraining.
a. Pemeriksaan Fisik
Pada neonatus biasa ditemukan perut kembung karena mengalami obstipasi. Bila dilakukan
colok dubur maka sewaktu jari ditarik keluar maka feses akan menyemprot keluar dalam jumlah
yang banyak dan tampak perut anak sudah kembali normal. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui bau dari feses, kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada usus bagian bawah dan
akan terjadi pembusukan.
b. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting pada penyakit Hirschsprung. Pada
foto polos abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi sulit
untuk membedakan usus halus dan usus besar. Pemeriksaan yang merupakan standard dalam
menegakkan diagnosa Hirschsprung adalah barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas :
1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya bervariasi;
2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah daerah dilatasi;
3. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi(Kartono,1993).
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit Hirschsprung, maka
dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan
membaur dengan feces. Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur dengan feces
kearah proksimal kolon. Sedangkan pada penderita yang bukan Hirschsprung namun disertai
dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal di daerah rektum dan sigmoid
(Kartono,1993, Fonkalsrud dkk,1997; Swenson dkk,1990).
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
A.  Identitas Pasien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, suku, bangsa.


Keluhan utama Pasien
apa yang dirasakan pasien pada saat dilakukan pengkajian misalnya distensi abdomen, sulit
BAB,  muntah, dan obstipasi merupakan tandautama pada bayi baru lahir. Trias yang
seringditemukan adalah mekonium yang lambatkeluar (lebih dari 24 jam setelah lahir),
perutkembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.

B. Riwayat kesehatan
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Dapatkan riwayat kesehatan
dengan cermat terutama yang berhubungan dengan pola defekasi.
a. Kaji status hidrasi dan nutrisi umum
b. Monitor bowel elimination pattern
c. Ukur lingkar abdomen
d. Observasi manifestasi penyakit hirschsprung
2. Riwayat kehamilan dan kelahiran
a. Prenatal
Adakah penyakit penyerta selama kehamilan seperti HT, penyakit jantung dll. Bagaimana
keadaan kehamilan ibu, diperiksakan atan tidak?
i. Intranatal
Bagaimana proses persalianan ibu dan cara persalinan ibu?
ii. Post natal
Adakah masalah kesehatan pada bayi dan ibu setelah proses persalianan? Seperti Hpp pada ibu,
sepsis neonatum pada bayi?
3.Riwayat kesehatan masa lalu
4.Riwayat Penyakit Keluarga
Kelurga ada yang menderita penyakit hirschsprung
5. Riwayat social
6. Kebutuhan Dasar
7. Pemeriksaan fisik
System Gastrointestinal
Pada Neonatus
1. Distensi abdomen
2. Muntah empedu
3. Tidak ada mekonium keluar selama 48 jam pertama kehidupan, khususnya jika disertai
dengan diare
4. Tidak tertarik untuk makan
Pada anak berusia lebih tua
1. Konstipasi atau feses seperti pita
2. Muntah
3. Distensi abdomen
4. Tanda-tanda malnutrisi (penurunan berat badan, perkembangan fisik terlambat)
System Kardiovaskuler
1. Syok
System Pernapasan
1. Kegawatan pernafasa
System Integument
1. Demam yang tak dapat dijelaskan

3.2.   Diagnosa keperawatan
a. Konstipasi b/d aganglionosis
b. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia
c. Risiko kekurangan volume cairan b/d penurunan asupan, mual dan muntah, atau
peningkatan permukaan absorptif usus yang distensi
d. Pola nafas tidak efektif b/d ekspansi paru
e. Nyeri b/d insisi pembedahan
f. Intoleransi aktivitas b/d lemas lemah
g. Risiko infeksi b/d kerusakan integritas kulit

3.3.   Intervensi Keperawatan
1. Konstipasi b/d aganglionosis
Tujuan/kriteria hasil: konstipasi menurun, dibuktikan oleh defekasi (sebutkan 1-5: gangguan
ekstrem, berat, sedang, ringan dan tidak mengalami gangguan).
a. pola eliminasi (dalam rentang yang diharapkan)
b. feses lunak dan berbentuk
c. mengeluarkan feses tanpa bantuan
d. tidak ada darah dalam feses
e. tidak ada nyeri saat defekasi
Dx : Constipation
NOC: Bawel elimination
a. Elimination Pattern
b. Control of bowel movements
c. Stool color
NIC: Bowel management
1. Catat tanggal pengeluaran feses
2. Pantau gerakan usus termasuk frekuensi, volume, dan warna dengan tepat
3. Pantau suara usus
4. Pantau tanda-tanda dan gejala diare, sembelit, dan impaksi
5. Evaluasi adanya inkontinensia vekal bila diperlukan
6. Ajarkan pasien atau anggota keluarga untuk menctat warna, volume, frekuenci dan konsistensi
dari tinja.
7. Kolaborasi dengan petugas kesehatan bila ditemukan kelainan atau komplikasi.

2. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia


Tujuan/kriteria hasil: memperlihatkan status gizi: asupan makanan dan cairan, yang
dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5 tidak adekuat, sedikit adekuat, cukup
adekuat, adekuat dan sangat adekuat).Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria dapat
mentoleransi diet sesuai kebutuhan secara parenteal atau per oral
Dx: Nutrition:Imblalanced,less than body rerequmenents
NOC: Nutrition Status
a. Nutrient intake (5)
b. Food intake (5)
c. Fluid intake (5)
d. Energy (5)
e. Weight/height ratio (5)
NIC: Nutrition managements
1. Menentukan status gizi pasien dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan gizi
2. Mengidentifikasi alergi makanan pasien atau intoleransi
3. Menentukan preferensi makanan pasien
4. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan gizi
5. Melakukan atau membantu pasien dengan perawatan mulut sebelum makan
6. Mengatur pola makan, yang diperlukan(yaitu, menyediakan makanan berproteintinggi)
7. menyediakan pengganti (gula, kalori,vitamin, mineral atau suplemen)
8. Instruksikan Rawat tentang modifikasi dietyang diperlukan, yang diperlukan
9. Pastikan pasien menggunakan gigi palsuyang pas, jika sesuai
10. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien.

2. Risiko kekurangan volume cairan b/d penurunan asupan, mual dan muntah, atau peningkatan
permukaan absorptif usus yang distensi
Tujuan/kriteria hasil: kekurangan volume cairan teratasi, dibuktian oleh keseimbangan cairan,
keseimbangan elektrolit dan asam basa, hidrasi yang adekuat, dan status nutrisi: asupan makanan
dan cairan yang adekuat.  Memiliki keseimbangan asupan dan pengeluaran yang seimbang dalam
24 jam.
NOC:
a. Keseimbangan elektrolit dan asam basa
b. Keseimbangan cairan
c. Hidrasi
d. Status nutrisi: asupan makanan dancairan
NIC: Manajemen cairan
a. Pantau warna, jumlah dan frekuensi kehilangan cairan
b. Observasi khususnyaa terhadap kehilangan cairan yang tinggi elektrolit
c. Pantau perdarahan
d. Identifiasi faktor pengaruh terhadap bertambah buruknya dehidrasi (misalnya, obat-obatan,
demam, stres, dan program pengobatan)
e. Ajarkan pemberi asupan mengenai tanda komplikasi kekurangan volume cairan dan kapan
harus menghubungi dokter atau ambulance darurat.
f. Hitung kebutuhan cairan berdasarkan berat bada.
g. Tawarkan cairan yang disukai yang disukai anak (mis susu, gelatin, jus beku, es krim)
h. Untuk mendorong anak agar mau minum cairan, sediakan sedotanuntuk minum, buat es mambo
dari jusa, cetak agar-agar dalam berbagai bentuk.
i. Kolaborasi dengan tim medis
3. Pola nafas tidak efektif b/d ekspansi paru
Tujuan/kriteria hasil: menunjukan pola pernafasan efektif, yang yang dibuktikan dengan
status pernafasan: status ventilasi dan pernafasan yang tidak terganggu: kepatenan jalan nafas, dan
tidak ada status pernafasan tidak terganggu.
Dx: Breathin pattern, infective
NOC: Respiratory Status
1. Respiratory rate
2. Respiratory rhythm
3. Depth of inspiration
4. Auscultated breath sound
NIC: Airway management
1. Membuka jalan napas, menggunakan chin lift otr teknik jaw thrust, yang sesuai
2. Menginstruksikan bagaimana batuk efektif
3. Mengelola bronkodilator, yang sesuai
4. Posisi untuk mengurangi sesak
5. Pantau respyratory dan status oksigenasi, sesuai
6. Mengatur asupan cairan untuk optimeze keseimbangan cairan
7. Posisi pasien untuk memaksimalkan potensi ventilasi
8. Kolaborasi dengan petugas kesehatan
4.Gangguan rasa nyaman (Nyeri) b/d insisi pembedahan
Tujuan/kriteria hasil: nyeri berkurang dalam waktu 1x24 jam, Memperlihatkan pengendalian
nyeri, yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang,
kadang – kadang, sering, atau selalu) nyeri berkurang dalam waktu 1x24 jam
Dx: Pain management
NOC: Pain control
1.      Recordnizes pain onset
2.      Describes causal factors
3.      Use preventive measures
4.      Uses analgesics as recommended
5.      Report pain controlled
6.      Collabiration with medical team
NIC : Pain management
1.      Mengeksplorasi secara sabar faktor yang meningkatkan / memburuk
2.      Jelajahi pengetahuan dan keyakinan pasien tentang rasa sakit
3.      Mempertimbangkan jenis dan sumber nyeri ketika memilih strategi pereda nyeri
4.      Memberikan perawatan analgesik pada pasien
5.      Menerapkan penggunaan pasien kontrol analgesia (PCA) jika sesuai
6.      Ajarkan cara penggunaan obat-obatan antinyeri
7.      Pertimbangkan pengaruh budaya pada respon nyeri
8.      Kolaborasi dengan petugas kesehatan tentang pemberian analgesik.
6. Intoleransi aktivitas b/d lemas lemah
Tujuan/kriteria: menoleransi aktivitas yang biasa dilakukan, yang dibuktikan oleh toleransi
aktivitas, ketahanan, penghematan energi, kebugaran fisik, energi dan aktivitas kehidupan sehari-
hari.
Dx: Activity Intolerance
NOC: activity Tolerance
1.      kegiatan sehari-hari kembali normal (5)
2.      penyebab kelelahan dapat diatasi (5)
3.      saturasi oksigen kembali normal (5)
4.      warna kulit kembali normal)
5.      kekuatan tubuh kembali meningkat (5)
NIC: Activity Therapy
1.      Menentukan kemampuan pasien untuk berpartisipasi dalam kegiatan tertentu.
2.      Memberikan motor activity untuk meringankan ketegangan otot
3.      Mendorong keterlibatan dalam kegiatan kelompok atau terapi, yang sesuai
4.      Rujuk ke pusat-pusat komunitas atau program kegiatan, yang sesuai
5.      Membuat lingkungan yang aman untuk gerakan otot besar terus-menerus, seperti yang
ditunjukkan
6.      Sarankan metode dalam kekusutan fisik harian, sesuai
7.      Kolaborasi dengan physiotherapy

7.Risiko infeksi b/d kerusakan integritas kulit


Tujuan/kriteria hasil: faktor risiko infeksi akan hilang, dibuktikan dibuktikan oleh pengendalian
risiko komunitas: penyakit menular; status imun; keparahan infeksi; Bayi baru lahir;pengendalian
risiko, penyakit menular seksual; dan penyembuhan luka: primer dan sekunder.
Pasien dan keluarga akan:
1.      Terbebas dari tanda dan gejala infeksi
2.      Memeperlihatkan higiene yang adekuat
3.      Mengindentifikasi status gastrointestinal, pernafasan, dan imun dalam batas normal.
4.      Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi
NOC:
1.      Keparahan infeksi
2.      Penyembuhan luka primer
3.      Penyembuhan luka sekunder

NIC: Perawatan luka insisi


1.      Kaji penampilan luka, suhu kulit, lesi kulit.
2.      Ajarkan kepada keluarga bagaimana membuang balutan luka yang kotor dan sampah biologis
lainnya
3.      Instruksikan untuk menjaga higiene personal
4.      Ajarkan keluarga pasien teknik membersihkan dengan benar
5.      Jelaskan kepada keluarga pasien dan keluarga mengapa sakit atau terapi meningkatkan risiko
terhadap infeksi
6.      Kolaborasi dengan tim medis lain
3.4.   Implementasi
Pelaksaan merupakan pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencaan. Dalam operasionalnya perawat merupan suatu tim yang bekerja
sama secara berkesinambungan dengan berbagai tim. Seluruh bagian keperawatan atau catatan
keperawatan.  (Nasrul Effendi, 1995)
3.5.   Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses perawatan dan merupakan perbandingan yang
sistemik dan terencana tentang kesehatan pasien dan tenaga kesehatan.
1.      Klien tidak mengalami ganggguan eliminasi dengan kriteria defekasi normal, konstipasi dapat
teratasi dalam 4 × 24 jam
2.      Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria dapat mentoleransi diet sesuai kebutuhan secara
parenteal atau per oral
3.      kebutuhan cairan tubuh terpenuhi dengan kriteria tidak mengalami dehidrasi, turgo kulit
normal dan tidak konstipasi.
4.      Menunjukkan pola nafas efektif
5.      Memperlihatkan pengendalian nyeri (nyeri berkurang atau hilang)
6.      Menoleransi aktivitas yang biasa dilakukan.
7.      Faktor risiko infeksi akan hilang

Contoh kasus
Pada By. A dengan Hisprung Disease
di Ruang Perinatologi (11) IRNA IV RSU dr. Saiful Anwar Malang

Tanggal MRS : 09 Mei 2017


Tanggal Pengkajian : 09 Mei 2017

ANAMNESA
I.   IDENTITAS PASIEN
IDENTITAS BAYI
Nama : By. A
No.Register : 1175670
Umur : 4 Hari
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Ds.Gondanglegi RT 42 RW 04 Gondanglegi Malang
Tanggal lahir : 06 Mei 2017
Diagnosa medis : Obstruksi Usus Letak Rendah + Hisprung Disease
IDENTITAS AYAH
Nama : Tn. S
Umur : 36 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Ds.Gondanglegi RT 42 RW 04 Gondanglegi Malang
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Kuli Bangunan
IDENTITAS IBU
Nama : Ny. S
Umur : 31 tahun
Alamat : Ds.Gondanglegi RT 42 RW 04 Gondanglegi Malang
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
II.     KELUHAN UTAMA.
Saat MRS : Bayi tidak dapat buang air besar sejak lahir, kentut hanya sekali, perut
membesar, rewel, muntah saat diberi ASI
III.    RIWAYAT KESEHATAN
A.     RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Bayi tidak dapat buang air besar sejak lahir, kentut hanya sekali, dan perut membesar,
muntah saat diberi minum ASI/ SF. Riwayat lahir di Bidan, riwayat perawatan di RSUD kepanjen
dan dirujuk ke RSU dr.SAiful Anwar Malang pada tanggal 09-05-2017. Dan dirawat diruang
perinatology. Tanggal 10 Mei 2017 Bayi dinyatakan menderita hisprung disease.
B. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
Bayi tidak bisa BAB, Urine (+), muntah saat diberi asi/ SF. Perut semakin membesar.
Riwayat imunisasi Hb0.
C. RIWAYAT NUTRISI
Hari pertama lahir: ASI ± 5 ml/ 2 jam. Hari ke 2 ASI ± 5 ml/ 2 jam. Hari ke 3 ASI+ SF 7
ml/2 jam. Urine (+). Muntah (+). hari 4, bayi dibawa ke RSUD Kepanjen, bayi dipuasakan, IVFD
CN 10% + CaGluc 10% 3cc + KCl 7,4% 3cc.
A. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Tidak Ada keluraga yang memiliki riwayat penyakit menurun maupun menular.
F. RIWAYAT PRENATAL, NATAL, DAN POST NATAL
RIWAYAT PRENATAL
-          Pemeriksaan rutin : ANC ke bidan puskesmas rutin setiap bulan.
-          Penyakit yang diderita selama hamil : Pilek
-          Keluhan saat hamil : Hanya pada trimester I : Pusing dan mual.
-          Imunisasi : Tidak pernah
-          Obat / vitamin yang dikonsumsi : Tablet Fe dan Komix
-          Riwayat minum jamu : Tidak pernah
-          Riwayat dipijat : Tidak pernah
-          Masalah : Ketuban Merembes
RIWAYAT NATAL
-          Cara Persalinan : Normal/ Spontan
-          Tempat : Polindes
-          Penolong : Bidan
-          Usia gestasi : 37-38 minggu
-          Kondisi Ketuban : Warna Jernih
-          Letak : Bujur
-          BB/PB/LK/LD :3600 gram/55cm/39cm/32cm.
D.    RIWAYAT POST NATAL
-          Pernafasan : Bayi langsung menangis spontan tanpa alat bantu
-          Skor APGAR : 1 menit = 7, 5 menit = 9
-         Down skore :
-          Trauma Lahir : Tidak ada
-    Keterangan lain : Anus +, BAB -, muntah meconium 1x
IV.PEMERIKSAAN FISIK (HEAD TO TOE)
a.       Keadaan Umum
-          Postur : Normal
-          Kesadaran : Compos mentis,
-          BB/PB/LK/LD saat ini : 3300 gram/53 cm/ 35 cm/ 32 cm
-          Nadi : 120 x/menit
-          Suhu : 36,2 C
-          RR : 50 x/menit, O2 nasal canul 2 lpm/mnt

b.      Kepala dan Rambut


-          Kebersihan : Cukup
-          Bentuk Kepala : Normal, simetris, wajah grimace
-          Keadaan Rambut : Hitam
-          Fontanela Anterior : Lunak
-          Sutura Sagitalis : Tepat
-          Distribusi rambut : Merata
- Caput : Ada
c.       Mata
-          Kebersihan : Bersih
-          Pandangan : Baik, belum terfokus
-          Sklera : Tidak Icterus
-          Konjungtiva : Anemis
-          Pupil : Normal, Reflek cahaya baik, bereaksi bila ada cahaya.
-          Gerakan bola mata : Normal, memutar dengan baik
-          Sekret : Tidak ada

d.      Hidung
-          Pernapasan cuping hidung : ada
-          Struktur : Normal
-          Kelainan lain : Tidak ada
-          Sekresi : Tidak ada

e.       Telinga
-          Kebersihan : Bersih
-          Sekresi : Tidak ada
-          Struktur : Normal, simetris, sejajar dengan garis mata

f.       Mulut dan Tenggorokan


-          Kandidiasis : Tidak ada
-          Stomatitis : Tidak ada
-          Mukosa Bibir : Kering
-          Kelainan Bibir dan Rongga Mulut : Tidak ada, sianosis -
-          Problem menelan : Tidak ada

g.      Leher
-          Kelenjar Tiroid : Tidak ada pembesaran
-          Arteri Karotis : Teraba berdenyut teratur dan kuat
-          Trachea : Berada di garis tengah

h.      Dada atau Thorak (Jantung dan Paru)


-       Bentuk dada : Simetris, barrel chest
-       Pergerakan dinding dada : Simetris, tidak ada retraksi
-       Tarikan dinding dada (retraksi) : Normal, tidak terdapat retraksi
-       Suara pernafasan : Sonor, tidak ada wheezing dan ronchi
-       Abnormalitas suara nafas : Tidak ada
-       Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
-       Perkusi : pekak
-       Palpasi : ict cordis palpable midclavicula line sinistra
-       Auskultasi : Suara jantung I, suara jantung II ; tunggal,
kuat, regular, gallop -, murmur –
-       Kelainan jantung bawaan : Tidak ada

i.           Ekstremitas Atas dan bawah


-Tonus otot : Cukup
-Refleks menggenggam : Baik
Warna : Kuku pucat, ekstremitas pucat.
-Trauma, deformitas : Tidak ada
-Kelainan : Tidak ada

j.        Abdomen
-          Bentuk : destended abdomen
-          Bising Usus : Normal, 5 x/menit
-          Benjolan : Tidak ada
-          Turgor : > 3 detik
-          Hepar, lien : Tidak teraba
-          Distensi : Ya, terdapat nyeri tekan.
k.      Kelamin dan Anus
-          Kebersihan : Bersih
-          Keadaan kelamin luar : Normal, tidak ada lesi, tidak ada benjolan abnormal
-          Anus : Normal,
-          Kelainan : Tidak ada
l.        Integumen
-          Warna kulit : Kuning kecoklatan
-          Kelembapan : Kering
-          Lesi : Tidak ada
-          Warna Kuku : Pucat
-          Kelainan : Tidak ada
V.   REFLEKS PRIMITIF
1.      Rooting Refleks (Refleks mencari)
Baik. Bayi merespon ketika pipi dibelai / disentuh bagian pinggir mulutnya dan mencari sumber
rangsangan tersebut.
2.      Sucking Refleks (Refleks menghisap)
Bayi merespon ketika disusui ibunya atau diberi susu melalui botol. Namun daya hisap masih
lemah.
3.      Palmar grasp (Refleks menggenggam)
Baik. Jarinya menutup saat telapak tangannya disentuh dan menggenggam cukup kuat
4.      Tonic neck (Refleks leher)
Baik. Peningkatan tonus otot pada lengan dan tungkai ketika bayi menoleh ke satu sisi.
5.      Refleks Moro / Kejut
Baik. Bayi merespon secara tiba – tiba suara atau gerakan yang mengejutkan baginya
6.      Reflek Babinski
Cukup baik. Gerakan jari-jari mencengkram saat bagian bawah kaki diusap.
VI.RIWAYAT IMUNISASI
Imunisasi HB0.
VII. DATA PENUNJANG
HASIL LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK
Tanggal 09 Mei 2017
JENIS HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN DEWASA
PEMERIKSAAN NORMAL
HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB) 15,60 g/dL 11, 4 – 15, 1
Eritrosit (RBC) 4,33 4,0 – 5, 0
Leukosit (WBC) 17,70 103 ML 4,7 – 11, 3
Hematokrit 45,00 % 38 – 42
Trombosit (PLT) 30,6 103 ML 142 – 424
MCV 93,20 fL 80 – 93
MCH 32,30 Pg 27 – 31
MCHC 34,70 g/dL 32 – 36
RDW 16,20 % 11,4 – 14, 5
DDW 19,0 fL 9–3
MPV 12,9 fL 7,2 – 11,1
P – LCR 45,6 % 15,0 – 25, 0
PCT 0,39 % 0,150 – 0,400
Hitung jenis
 Eusinofil 0,2 % 0–4

 Basofil 0,3 % 0 -1

 Neutrofil Stabil 0,0 %

 Neutrofil 45,8 % 51 – 67

 Limfosit 33,1 % 25 – 33

 Monosit 20,6 % 2-5

 Lain-lain -

Evaluasi Hapusan
Darah
Eritrosit normokrom
Anisositosis
Leukosit Kesan jumlah meningkat
Trombosit Kesan jumlah dan morfologi normal

JENIS HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN DEWASA


PEMERIKSAAN NORMAL
KIMIA KLINIK
FAAL HATI
Bilirubin total 15,39 mg/dL < 1,0
Bilirubin direk 0,82 mg/dL < 0,25
Bilirubin indirek 14,57 mg/dL < 0,75
Albumin 3,37 g/dL 3,5-5,5
JENIS HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN DEWASA
PEMERIKSAAN NORMAL
KIMIA KLINIK
Elektrolit Serum
Natrium (Na) 144 Mmol/L 136-145
Kalium( K) 3,65 Mmol/L 3,5-5,0
Klorida (Cl) 110 Mmol/L 98-106

Tgl 12 Mei 2017


JENIS HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN DEWASA NORMAL
PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB) 14,10 g/dL 11,4 - 15,1
Eritrosit (RBC) 4,30 4,0 - 5,0
Leukosit (WBC) 44,35 103 ML 4,7 - 11,3
Hematokrit 40,60 % 38 – 42
Trombosit (PLT) 107 103 ML 142 – 424
MCV 94,40 fL 80 – 93
MCH 32,80 Pg 27 – 31
MCHC 34,70 g/dL 32 – 36
RDW 16,40 % 11,45 – 14,5
DDW - fL 9 – 13
MPV - fL 7,2 – 11,1
P – LCR - % 15,0 – 25,0
PCT - % 0,150 – 0,400
LED -
Hitung jenis
 Eusinofil 0,1 % 0–4

 Basofil 0,3 % 0-1

 Neutrofil 69,0 % 51 – 67

 Limfosit 17,0 % 25 – 33

 Monosit 13,6 % 2–5

 Lain – lain

Retinokulosit
Retinokulosit 0,0155 106/µL
Absolut
Retinokulosit 0,36 % 0,5-2,5
KIMIA KLINIK
FAAL HATI
Albumin 3,57 g/dL 3,5-5,5

HASIL PEMERIKSAAN RADIOLOGI


Jenis Pemeriksaan : Colon in loop teknik hirchprung
Tanggal :10 mei 2017
BNO
 Preperitoneal fat line D/S : tertutup udara usus

 Kontur hepar normal, kontur lien normal


 Kontur ren D/S tertutup udara usus

 Distribusi udara usus meningkat

 Psoas line D/S tertutup udara usus

 Tulang-tulang normal

Colon in Loop Hirschprung


Kontras yang diencerkan dimasukkan per-rectal melalui kateter dengan balon yang
dikembangkan. Tampak kontras mengisi rectum, sigmoid, colon desenden, colon
transversum.
Kaliber melebar dengan mukosa regular aganglionik segmen panjang ±6 cm
Rectosiogmoid index <1
Kesimpulan :
Sesuai gambaran hirschprung disease dengan segmen aganglionik sepanjang rectosigmoid.

ANALISA DATA
Nama Pasien : By. A
Umur : 4 Hari
No. Registrasi : 11175670

DATA FOKUS MASALAH ETIOLOGI

DS : - Nyeri akut Distensi Abdomen


DO :
-keadaan umum cukup
-Pasien rewel
-wajah grimace
-Bising usus 5x/menit
- Distensi abdomen (+)
-TTV
Nadi :120x/menit
Suhu :36,20C
RR : 50x/menit
DS : - Infeksi Tidak adekuat
DO : pertahanan tubuh
-Keadaan umum cukup primer ( perubahan
-Demam (-) peristaltic)
-distensi abdomen (+)
-aganglionik sepanjang segmen
rectosigmoid
-Hasil lab leukosit 44,35 103/µL
-TTV
Suhu :36,20C
Nadi :120x/menit
RR :50x/menit
DS : - Pola nafas tidak efektif Penekanan pada dada
DO : karena adanya
-Keadaan umum cukup distensi abdomen,
Terpasang O2 nasal kanul 2 lpm ketidakseimbangan
Distensi abdomen (+) cairan dan elektrolit
Pernafasan cuping hidung (+)
Kuku, dan ekstremitas pucat (+)
Kulit kering (+), muntah saat diberi
ASI

ANALISA DATA
Nama Pasien : By. A
Umur : 4 Hari
No. Registrasi : 11175670

DATA FOKUS MASALAH ETIOLOGI

DS : - Ketidakseimbangan nutrisi Penurunan intake


DO : kurang dari kebutuhan tubuh nutrisi, muntah
- Keadaan umum cukup
Distensi abdomen (+)
Kuku, dan ekstremitas pucat (+)
Kulit kering (+), muntah saat diberi
Status nutrisi
Hari pertama lahir: ASI ± 5 ml/ 2
jam. Hari ke 2 ASI ± 5 ml/ 2 jam.
Hari ke 3 ASI+ SF 7 ml/2 jam.
Muntah (+). hari 4 bayi dipuasakan,
IVFD CN 10% + CaGluc 10% 3cc
+ KCl 7,4% 3cc.

DS : - Perubahan pola Penumpukan feses,


DO : defekasi:konstipasi lemahnya peristaltic
-Keadaan umum cukup usus
-BAB (-), distended abdomen(+)
-aganglionik sepanjang segmen
rectosigmoid
Nadi :120x/menit
Suhu :36,20C
RR : 50x/menit

 PRIORITAS MASALAH

Nama Pasien : By. A


Umur : 4 hari
No. Registrasi : 11175670

NO. TANGGAL DIAGNOSA KEPERAWATAN


DITEMUKAN
1 9 Mei 2017 Pola nafas tidak efektif sehubungan dengan Penekanan pada dada
karena adanya distensi abdomen, ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit
2 9 Mei 2017 Infeksi sehubungan dengan Tidak adekuat pertahanan tubuh primer
( perubahan peristaltic)
3 9 Mei 2017 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
sehubungan dengan Penurunan intake nutrisi, muntah

4 9 Mei 2017 Nyeri akut sehubungan dengan distensi abdomen

5 9 Mei 2017 Perubahan pola defekasi:konstipasi sehubungan dengan


Penumpukan feses, lemahnya peristaltic usus
 DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama Pasien : By. A


Umur : 4 hari
No. Registrasi : 11175670

NO. TANGGAL DITEMUKAN DIAGNOSA TANGGAL TTD


KEPERAWATAN TERATASI

1 9 Mei 2017 Pola nafas tidak efektif


sehubungan dengan Penekanan
pada dada karena adanya
distensi abdomen,
ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit
2 9 Mei 2017 Infeksi sehubungan dengan
Tidak adekuat pertahanan tubuh
primer ( perubahan peristaltic)
3 9 Mei 2017 Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
sehubungan dengan Penurunan
intake nutrisi, muntah
4 9 Mei 2017 Nyeri akut sehubungan dengan
distensi abdomen
5 9 Mei 2017 Perubahan pola
defekasi:konstipasi sehubungan
dengan Penumpukan feses,
lemahnya peristaltic usus
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama : By. A/ 4 hari
No. Reg : 11175670
NO Rencana Perawatan
Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hari / DX Ttd
Hasil
Tgl
Selasa, 1 Tujuan: 1.posisikan pasien untuk R/ Meningkatkan
9 Mei NOC: memaksimalkan ventilasi pasokan o2 yang
2017 setelah dilakukan 2.atur intake cairan untuk masuk di paru paru
tindakakan keperawatan mengoptimalkan
selama 1 x 24 jam, keseimbangan cairan R/ Keseimbangan
pasien menunjukkan cairan dapat
keefektifan pola nafas 3.Monitor respirasi dan menurunkan resiko
Kriteria hasil: status O2 terjadinya asidosis
a. tidak ada sianosis metabolic yang
b. Tidak ada dapat
pernafasan cuping 4.pertahankan jalan nafas memperburuk
hidung yang paten keadaan umum
c. Kuku dan R/ Mengetahui
extremitas tidak 5.monitor vital sign perkembangan k/u
pucat 6.monitor pola nafas pasien
d. CRT normal
e. jalan nafas paten 7.observasi adanya tanda R/
f. ttv dalam batas tanda hipoventilasi Mempertahankan
normal pasokan o2 yang
masuk ke paru
paru
R/ Mengetahui
perkembangan
pasien,
R/ Mengetahui
perkembangan
pasien terhadap
terapi yang
dilakukan
R/ Untuk
menentukan
intervensi lebih
lanjut.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama : By. A/ 4 hari
No. Reg : 11175670
NO Rencana Perawatan
Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hari / Tgl DX Ttd
Hasil
Selasa, 9 Mei 2 NOC NIC
2017 Tujuan: Kontrol infeksi
Setelah dilakukan 1. monitor tanda dan R/ Untuk
tindakan keperawatan gejala infeksi menentukan
selama 3x24 jam, 2. bersihkan intervensi lebih
infeksi dapat teratasi lingkungan setelah lanjut
Kriteria hasil: dipakai pasien R/ Mencegah
a. klien bebas dari 3. batasi pengunjung infeksi
tanda dan gejala bila perlu nosokomial
infeksi 4. cuci tangan setiap R/ mencegah
mendiskripsikan sebelum dan infeksi
penularan penyakit, sesuda h nosokomial
faktor yang melakukan R/ Mencegah
mempengaruhi tindakan infeksi
penularan serta keperawatan nosokomial
penatalaksanaannya 5. gunakan APD
b. jumlah leukosit 6. tingkatkan intake R/ Mencegah
dalam batas normal nutrisi infeksi
nosokomial
7. Kolaborasi dengan R/ Status nutrisi
dokter terhadap yang baik
pemberian meningkatkan
antibiotik mekanisme
pertahanan
tubuh
R/ Antibiotik
digunakan
untuk mengatasi
infeksi yang
tejadi.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama : By. A/ 4 hari
No. Reg : 11175670
N Rencana Perawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Hari / O Ttd
Tgl DX
Selasa, 3 Tujuan : 1.    Kaji riwayat jumlah R/ member informasi
9 Mei Setelah dilakukan tindakan makanan/ masukan tentang kebutuhan
2017 keperawatan 3 x 24 jam nutrisi yang biasa pemasukan/
resiko kekurangan cairan dimakan dan kebiasaan difisiensi
dapat diatasi makan
NOC : 2.    Timbang berat badan. R/ sebagai indicator
Fluid balance Bandingkan perubahan langsung dalam
Kriteria Hasil : status cairan, riwayat mengkaji
1.    Keseimbangan intake berat badan, ukuran perubahan status
dan out put 24 jam kulit trisep nutrisi
2.    Berat badan stabil 3.    Anjurkan ibu untuk
3.    Mata tidak cekung tetap memberikan asi R/ untuk
4.    Membran mukosa rutin mempertahankan
lembab 4.    Kolaborasikan masukan nutrisi
5.    Kelembaban kulit dengan ahli gizi untuk pada pasien
normal baik, membrane menentukan jumlah R/ untuk menambah
mukosa lembab kalori dan nutrisi yang masukan nutrisi
dibutuhkan yang baik bagi
5. Monitor turgor kulit klien
6. Monitor mual dan
muntah R/ mengkaji pasokan
nutrisi adekuat
8. Monitor intake nutrisi R/ mengkaji adanya
9.Monitor pertumbuhan pengeluaran output
dan perkembangan anak berlebih
R/ mengkaji
pemasokan nutrisi
yang adekuat
R/ observasi adanya
penurunan
perkembangan anak
karena pasokan
nutrisi tak adekuat
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama : By. A/ 4 hari
No. Reg : 11175670
NO Rencana Perawatan
Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hari / DX Ttd
Hasil
Tgl
Selasa, 4 Tujuan: 1. Lakukan pengkajian R/observasi
9 Mei NOC nyeri secara komprehensif untuk
2017 Setelah dilakukan termasuk lokasi, membantu
tindakan keperawatan karakteristik, durasi, menemukan
3 x 24 jam, frekuensi, kualitas dan intervensi
diharapkan nyei dapat faktor presipitasi lanjutan yang
terkontrol 2. Observasi reaksi tepat
Kriteria hasil: nonverbal dari
Kebutuhan rasa ketidaknyamanan R/observasi
nyaman terpenuhi 3. Bantu pasien dan untuk
dengan kriteria keluarga untuk mencari membantu
tenang, tidak dan menemukan menemukan
menangis, tidak dukungan intervensi
mengalami gangguan lanjutan yang
pola tidur. tepat
R/ partisipasi
dalam
4.    Kontrol lingkungan intervensi
yang dapat dapat
mempengaruhi nyeri membangun
seperti suhu ruangan, rasa percaya
pencahayaan dan keluarga
kebisingan pasien
5.    Kaji tipe dan sumber dengan tim
nyeri medis,
6.    Tingkatkan istirahat mengurangi
rasa cemas
keluarga
7.    Berikan informasi pasien dan
tentang nyeri seperti membantu
penyebab nyeri kepada keluarga
keluarga pasien, berapa mengerti
lama nyeri akan dengan
berkurang dan antisipasi keadaan
ketidaknyamanan dari pasien
prosedur
8.    Monitor vital sign R/
menurunkan
rangsangan
stress pada
rasa nyeri

R/ untuk
menentukan
intervensi
yang tepat
R/ menurunkan
rangsangan
stress pada
rasa nyeri

R/ mengurangi
rasa cemas
keluarga
pasien dan
membantu
keluarga
mengerti
dengan
keadaan
pasien
R/ mengetahui
keadaan umum
pasien
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama : By. A/ 4 hari
No. Reg : 11175670
NO Rencana Perawatan
Hari / DX Ttd
Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Tgl
Hasil
Selasa, 5 Tujuan : Bowel Irigation
9 Mei Setelah dilakukan (pembersihan Colon) R/
2017 tindakan keperawatan 1.    Pilih pemberian merangsanng
2 x 24 jam konstipasi enema (prosedur peristaltic
berangsur teratasi pemasukan cairan kolon agar
NOC : kedalam kolon melalui dapat defekasi.
Bowel Elimination anus) yang tepat
2.    Jelaskan prosedur R/
Kriteria Hasil : pada pasien dan keluarga menciptakan
1.    Pola eliminasi 3.    Monitor efek lingkungan
dalam batas normal samping dari tindakan saling percaya
2.    Warna feses dalam pengobatan dan
batas normal 4.    Catat perkembangan mengurangi
3.    Bau feses tidak baik maupun buruk rasa khawatir
menyengat R/ memonitor
4.    Konstipasi tidak 5. Observasi tanda untuk
terjadi vital dan bising usus memastikan
5.    Ada peningkatan setiap 2 jam sekali tidak adanya
pola eliminasi yang komplikasi
lebih baik 1. Observasi lanjutan
pengeluaran feces R/
per rektal – bentuk, memastikan
konsistensi, jumlah tidak adanya
2. Konsultasikan komplikasi
dengan dokter lanjutan
rencana pembedahan R/ mengetahui
keadaan umum
pasien sebelum
dan sesudah
dilakukan
prosedur

R/
memastikan
tidak adanya
komplikasi dan
untuk
menetapkan
intervensi
lanjutan
R/ jika terjadi
komplikasi,
dapat segera di
tangani dengan
pembedahan

BAB lV
PENUTUP

4.1.   Kesimpulan
Hirschsprung (megakolon aganglionik kongenital) merupakan obstruksi mekanis yang
disebabkan oleh ketidakkadekuatan motilitas bagian usus. Penyakit ini menempati
seperempat dari keseluruhan kasus obstruksi neonatal kendati diagnosisnya mungkin baru
bisa ditegakkan kemudian dalam masa bayi atau kanak-kanak. Penyakit Hirschsprung empat
kali lebih sering mengenai bayi atau anak laki-laki daripada perempuan, mengikuti pola
familial pada sejumlah kecil kasus dan cukup sering dijumpai di antara anak-anak yang
menderita sindrom Down. Insidensinya adalah 1 dalam 5000 kelahiran hidup. Bergantung
pada gambaran klinisnya, penyakit ini bisa bersifat akut, dan mengancam kehidupan
pasiennya atau suatu kelainan yang kronis.
Penyakit hisprung merupakan penyakit yang sering menimbulkan masalah. Baik
masalah fisik, psikologis maupun psikososial. Masalah pertumbuhan dan perkembangan anak
dengan penyakit hisprung yaitu terletak pada kebiasaan buang air besar. Orang tua yang
mengusahakan agar anaknya bisa buang air besar dengan cara yang bias akan menimbulkan
masalah baru bagi bayi/anak. Penatalaksanaan yang benar mengenai penyakit hisprung harus
difahami dengan benar oleh seluruh pihak. Baik tenaga medis maupun keluarga. Untuk
tecapainya tujuan yang diharapkan perlu terjalin hubungan kerja sama yang baik antara
pasien, keluarga, dokter, perawat maupun tenaga medis lainnya dalam mengantisipasi
kemungkinan yang terjadi.
4.2.   Saran
Apabila dalam penulisan makalah ini ada kesalahan, saya Isma Al Usna atas nama
penulis makalah ini memohon untuk memberikan kritik, saran dan masukannya yang bersifat
membangun demi menuju kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Arief Mansjoer, 2001. Kapita Selekta Kedokteran, jilid III, Media Aaeculapius Fakultas
Kedokteran
UI.  Jakarta
Behrman, dkk. 1996. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 2. Jakarta: EGC
Kuzemko, Jan. 1995. Pemeriksaan Klinis Anak, alih bahasa Petrus Andrianto, cetakan III,
Jakarta: EGC
Khoirunnisa, Endang. 2010. Asuhan neonatus, bayi dan anak balita. Yogyakarta: Nuha
Medika
Klaus dan Fanaroff. 1998. Penatalaksaan Neonatus Resiko Tinggi, Edisi 4. Jakarta: EGC
Kartono D. 1993. Penyakit Hirschsprung : Perbandingan prosedur Swenson dan Duhamel
modifikasi
Disertasi.
Kartono Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta. Sagung Seto
Latief, Dr. Abdul, dkk. 2005. Buku kuliah 1 ilmu kesehatan anak. Jakarta: Infomedika
Latief, Dr. Abdul, dkk. 2005. Buku kuliah 3 ilmu kesehatan anak. Jakarta: Infomedika
Maryuyani, AMK. 2014. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak pra-sekolah. Jakarta: IN
MEDIA
Ngastiyah, 1997. Media Aesculapius, Perawatan Anak Sakit, Kedokteran, edisi 3.  Jakarta:
EGC
Swenson O, 1990. Raffensperger JG. Hirschsprung’s disease. In: Raffensperger JG,ed
rgery. 5th ed. Connecticut: Appleton & Lange
Wong, Donna L. 1996. Pedoman klinis keperawatan pediatric. Jakarta: EGC
Wong, Donna L. 2002. Buku ajar Keperawatan Pediatrik. volume 2. Jakarta: EGC
Wong, Donna L. 2003. Pedoman klinis keperawatan pediatric. Sri kurnianingsih
(Fd), Monica Ester
(Alih bahasa) edisi-4 Jakarta: EGC
Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

Anonim. 2003. Mengenal Penyakit Hirschsprung (Aganglionic Megacolon). Disitasi dari


http://www.indosiar.co.id/v2003/pk. pada tanggal 26 Oktober 2010.

Behrman, dkk.1996. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 2. Jakarta: EGC.


Budi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Penyakit Hisprung. Disitasi dari
http://www.mediakeperawatan.com/?id=budixtbn. pada tanggal 26 Oktober 2010.

Holdstok, G. 1991. Atlas Bantu Gastroenterologi dan Penyakit Hati. Jakarta: Hipokrates.

Klaus & Fanaroff. 1998. Penatalaksanaan Neonatus Resiko Tinggi Edisi 4. Jakarta: EGC.

Wong, L. 1996. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: ECG.

Yuda. 2010. Penyakit Megacolon. Disitasi dari http://dokteryudabedah.com/wp-


content/uploads2010/01/mega-colon pada tanggal 26 Oktober 2010.

Anda mungkin juga menyukai