Anda di halaman 1dari 17

Makalah Bed Site Teaching Bedah Anak

Hirschsprung’s Associated Enterocolitis (HAEC)

Disusun Oleh:

Miranda P.R Nasution 130100180


Endang Rahmadhani H. 130100047
Sari Shafadena Siregar 130100185
Maheshvar 130100346
Balasaravanan 130100366
Elisa Fitri Nasution 130100178
Sanny 130100236
Ira Wardhani 130100197
Willy Sunjaya 130100245
Naaven 130100419

Pembimbing:
dr. Erjan Fikri, Sp.BA(K)

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT RUJUKAN HAJI ADAM MALIK
DEPARTEMEN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Hirschsprung’s Associated Enterocolitis (HAEC)”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat menyelesaikan kepaniteraan
Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Erjan
Fikri, Sp.BA (K) selaku supervisor pembimbing yang telah meluangkan waktu
dan memberikan masukan dalam penyusunan makalah ini sehingga penulis dapat
menyelesaikannya dengan baik.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan.Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi perbaikan dalam penulisan laporan kasus selanjutnya.Semoga
makalah ini bermanfaat.Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 8 Agustus 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1


1.1.Latar Belakang ............................................................................. 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 2


2.1. Hirschsprung ............................................................................... 2
2.2. Hirschsprung’s Associated Enterocolitis (HAEC ...................... 4
2.2.1. Defenisi. ................................................................................... 4
2.2.2. Epidemiologi ............................................................................ 4
2.2.3. Faktor Resiko ........................................................................... 4
2.2.4. Patogenesis............................................................................... 4
2.2.5. Diagnosis.................................................................................. 9
2.2.6. Penatalaksanaan ....................................................................... 11
2.2.7. Prognosis .................................................................................. 12

BAB 3 KESIMPULAN ................................................................................ 13


DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit hirschsprung adalah suatu kelainan bawaan berupa tidak ditemukan
sel ganglion intramural dan adanya hipertrofi batang saraf pada usus bagian distal
yang menyebabkan obstruksi usus.1, 2
Insidensi penyakit hirschsprung berkisar 1
diantara 2000 sampai 12.000 kelahiran dengan frekuensi pada anak laki-laki
dibandingkan dengan perempuan 4 : 1.3, 4
Komplikasi pra dan paska bedah pada penyakit hirschsprung dapat terjadi
cepat dan lambat, meliputi kebocoran anastomosis, stenosis, gangguan fungsi sfingter
anal dan enterokolitis. Kebocoran anastomosis dan stenosis lebih sering terjadi pada
prosedur Swenson daripada prosedur duhamel. Angka mortalitas pada penyakit
hirschsprung yang tidak mendapatkan penanganan adalah 80%, sedangkan pada yang
mendapatkan penanganan angka kematian kurang lebih 30%.3, 4
Kematian lebih
sering terjadi akibat enterokolitis yang dikenal dengan HAEC (Hirschsprung’s
Associated Enetrocolitis).5
Hirschsprung’s Associated Enterocolitis (HAEC) merupakan penyebab
morbiditas serta mortalitas penderita hirschsprung. Insidensi HAEC di seluruh dunia
berkisar antara 6-58%.1, 3-6
Sedangkan angka mortalitas pada HAEC cukup tinggi
yaitu antara 6-30%.7 Manifestasi klinis HAEC yang tidak spesifik menyebabkan
sering didiagnosis dengan gastroenteritis, sehingga diagnosis HAEC menjadi
terlewat atau terlambat.1
Pada makalah ini akan dibahas mengenai penyakit hirschsprung , definisi,
epidemiologi, faktor resiko, patogenesis, diagnosis, penatalaksanaan, dan prognosis
HAEC.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hirschsprung
Penyakit Hirschsprung (megakolon kongenital) adalah suatu kelainan bawaan
berupa aganglionik usus, mulai dari spingter ani interna ke arah proksimal sampai
dengan rektum.3, 4
Pada penyakit ini tidak dijumpai pleksus meienterikus sehingga
bagian usus tersebut tidak dapat mengembang. Pada tahun 1886 Herald Hirschsprung,
seorang dokter anak di Denmark, menemukan penyakit ini.4
Kelainan pada penyakit hirschsprung berhubungan dengan spasme pada distal
kolon dan sphincter anus internal sehingga terjadi obstruksi. Dengan demikian bagian
yang abnormal akan mengalami kontraksi di segmen bagian distal sehingga bagian
yang normal akan mengalami dilatasi di bagian proksimalnya. Bagian aganglionik
selalu terdapat dibagian distal rektum. Secara anatomi gangguan usus pada penderita
hirschsprung tampak seperti pada gambar 2 dibawah ini.

Usus besar (kolon)


lambung

Usus kecil
Bagian usus yang
mengembang

Rektum dan kolon sigmoideum yang mengalami


penyempitan akibat tidak adanya ganglion saraf

Gambar 1. Anatomi saluran cerna pada penderita hirschsprung


Sumber: Kessmann3

2
Penyakit hirschsprung ditandai dengan lambatnya pengeluaran mekonium
dalam 24 jam pertama kehidupan, diikuti tanda-tanda obstruksi mekanis seperti
muntah, kembung, gangguan defekasi (konstipasi dan diare) dan akhirnya disertai
kebiasaan defekasi yang tidak teratur. Trias klasik gambaran klinik pada neonatus
adalah mekonium keluar terlambat lebih dari 24 jam pertama, muntah hijau dan perut
membuncit. Kadang-kadang gejala obstipasi kronik ini diselingi oleh diare berat
dengan feses berbau yang disebabkan oleh timbulnya penyakit berupa enterokolitis.
Enterokolitis ini disebabkan antara lain oleh bakteri yang tumbuh berlebihan pada
daerah kolon yang iskemik akibat distensi dinding usus yang berlebihan.5
Pada dasarnya penyembuhan penyakit hirschsprung dapat dicapai dengan
pembedahan, berupa pengangkatan segmen usus aganglion. Prosedur bedah meliputi
bedah sementara dan tindakan bedah definitif. Tindakan bedah pertama yang
dilakukan adalah dekompresi dengan pembuatan kolostomi di kolon berganglion
normal yang paling distal yang bertujuan untuk menghilangkan obstruksi usus serta
mencegah enterokolitis. Prosedur bedah definitif telah dikembangkan sejak tahun
1948 dikenal dengan nama prosedur Swenson berupa tindakan rektosigmodektomi
yang dilanjutkan dengan prosedur pull through. Beberapa prosedur lain yang telah
dikembangkan adalah Duhamel, Soave dan Rehbein dengan tujuan untuk mengurangi
komplikasi dan memperbaiki keberhasilan fungsional. Penderita yang mengalami
kolostomi atau ileostomi akan memiliki feses yang lebih lembek dan frekuensi buang
air besar lebih sering, kadang-kadang ditemukan feses berbau busuk, biasanya
berlangsung dalam 7-10 hari setelah operasi dilakukan. Feses berbau busuk ini
disebabkan steatore, makanan penghasil gas, higiene penderita yang buruk dan
komplikasi ileostomi berupa pertumbuhan bakteri pada ileum. 8

3
2.2. Hirschsprung’s Associated Enterocolitis (HAEC)
2.2.1. Definisi
Hirschsprung’s Associated Enterocolitis (HAEC) merupakan komplikasi
preoperatif maupun postoperatif dan penyebab morbiditas serta mortalitas penderita
Hirschsprung.5 Enterkolitis adalah suatu kondisi klinis yang ditandai dengan diare,
distensi abdomen, febris, dan nyeri abdomen yang bersifat kolik, letargi, dan feses
yang berdarah. 9

2.2.2. Epidemiologi
Insidensi HAEC di seluruh dunia berkisar antara 6-58%.1, 3-6 Insidensi HAEC
preoperatif antara 15-50%, sedangkan postoperatif antara 2-33%.1 Angka mortalitas
pada HAEC cukup tinggi yaitu antara 6-30%.7 Adanya perbedaan definisi HAEC di
antara para ahli menyebabkan adanya variasi insidensi yang telah dilaporkan.1

2.2.3. Faktor Resiko


Beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan HAEC diantaranya, yaitu :
- Keterlambatan dalam mendiagnosis penyakit hirschsprung
- Pada penderita hirschsprung dengan segmen panjang
- Displasia saraf usus
- Trisomi 21
- Adanya anomali kongenital
- Komplikasi postoperatif seperti adanya striktur anastomosis dan obstruksi
usus.1

2.2.4. Patogenesis
Patogenesis HAEC masih belum jelas, berbagai teori telah dikemukakan
untuk menjelaskan terjadinya HAEC, yaitu:1, 5,10
1. Obstruksi mekanik

4
Pada tahun 1962 Bill dan Chapman menyatakan bahwa HAEC terjadi akibat
dilatasi mekanik usus proksimal yang menyebabkan stasis dan invasi bakteri
pada penderita hirscprung yang telah dilakukan kolostomi. Berdasarkan teori
Bill dan Chapman HAEC terjadi pada usus proksimal aganglionik yang
mengalami dilatasi sehingga penting mengetahui panjang segmen aganglionik
karena merupakan faktor resiko terjadi HAEC. Dengan demikian berdasarkan
postulat tersebut semakin panjang segmen aganglionik semakin luas obstruksi
yang akan meningkatkan stasis bakteri.
2. Defisiensi sukrase
Pada tahun 1973 Ament dan Bill melaporkan sebuah kasus dengan HAEC
akibat operasi hirscprung dan didapatkan hasil terjadi defisiensi sukrase-
isomaltase pada penderita hirscprung sehingga diberikan terapi rendah
sukrosa.
3. Musin
Mukus preepitel atau musin terdiri dari glikoprotein dan IgA sekretori yang
berperan sebagai pertahanan utama dengan cara mengikat dan menonaktifkan
organisme. Pada tahun 1981 Akkary dkk memberikan postulatnya bahwa
peningkatan stimulasi bakteri akan menurunkan reepitelisasi mukosa dan
meningkatkan sulfatisasi musin yang menyebabkan kelainan rasio musin.
Perubahan rasio musin menyebabkan organisme patogen mudah masuk
kedalam enterosit.

Menurut Teitelbaum berdasarkan kelainan histopatologi yang ditemukan pada


penderita HAEC dapat dikelompokkan seperti tampak pada Tabel 1 dan Gambar 2,3,
dan 4. Perubahan histopatologi ini menunjukkan mudahnya organisme masuk
kedalam enterosit dan melepaskan toksin yang dapat menyebabkan timbulnya
peradangan mukosa.5

5
Tabel. 1 Grading System berdasarkan kelainan histopatologi.5
Tingkatan Histopatologi
0 Tidak ada kelainan
I Dilatasi kripta dan retensi musin
II Kriptitis atau abses dua kripta
III Abses kripta multiple
IV Debris fibrinopurulent dan ulserasi mukosa
V Nekrosis transluminal atau perforasi
Sumber: Murphy5

Gambar 2. Biopsi kolon yang menunjukkan HAEC grade 2.11


Sumber:Elhalaby11

6
Gambar 3. Biopsi kolon yang menunjukkan HAEC grade 3
Sumber:Elhalaby11

Gambar 4. Biopsi kolon yang menunjukkan HAEC grade 4


Sumber:Elhalaby11

4. Kelainan motilitas dan makrofag


Suzuki dkk di Jepang melaporkan hasil penelitiannya bahwa terdapat
peningkatan jumlah makrofag pada tunika muskularis yang berperan pada
7
peradangan tunika muskularis sehingga mempermudah terjadinya translokasi
bakteri kedalam mukosa usus.

5. Perubahan pertahanan imun di dinding usus


Imunoglobulin A(IgA) sekretori merupakan pertahanan imunologis yang
utama di saluran pencernaan. IgA merupakan imunoglobulin utama baik di
lumen maupun dinding usus manusia. IgA akan berikatan dengan bakteri dan
mencegah translokasi bakteri melewati bagian usus yang masih utuh. Wilson
dkk menyatakan bahwa terjadi defisiensi transfer IgA melewati membran
mukosa usus pada penderita HAEC.
6. Infeksi
Menurut Wilson-Storey pada penderita HAEC ditemukan bakteri Clostridium
difficile, Eshericia coli, dan Cryptsporidium. Bakteri ini akan melepaskan
toksin yang menyebabkan peradangan mukosa usus. Selain bakteri pada
penderita HAEC ditemukan rotavirus, walaupun gejala khas rotavirus tidak
ditemukan.

8
Pertumbuhan bakteri
yang berlebih

Penurunan IgA

Peningakatan produksi
musin

Perubahan sistem imun


mukosa

Gambar 5. Patofisiologi HAEC


Sumber: sitemaker.umich.edu12

2.2.5. Diagnosis
Gejala klinis HAEC biasanya tidak spesifik, sehingga seringkali didiagnosis
sebagai gastroenteritis. Diare merupakan tanda patognomonik pada HAEC yang
muncul pada 93% penderita.10 Penderita biasanya datang dengan keluhan demam,
diare yang eksplosif, muntah, distensi abdomen dan perdarahan rektum yang dapat
menyebabkan defisit air dan elektrolit, syok hipovolemik dan berakhir dengan
kematian.1 Gejala klasik pada neonatus meliputi riwayat konstipasi, feses yang
berbau busuk, dan distensi abdomen yang progresif.
Untuk membantu diagnosis HAEC, Elhalaby dkk11 membuat stadium klinis
berdasarkan beberapa gejala klinis seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.

9
Tabel 2 Stadium klinis Hirschsprung's Associated Enterocolitis
Stadium Gejala klinis
Diare eksplosif ringan, distensi abdomen ringan, tidak ada gejala
I
sistemik
Diare eksplosif sedang, distensi abdomen sedang hingga berat,
II
gejala sistemik ringan
Diare eksplosif berat, distensi abdomen berat, syok atau
III
impending syok
Sumber:Elhalaby11

Pada pemeriksaan radiologi perut dapat terlihat adanya distensi bagian


proksimal kolon dengan gambaran toksik megakolon. Selain itu dapat terlihat ‘cut-off
sign’ di daerah rektosigmoid disertai tidak adanya udara di bagian distal seperti yang
terlihat pada Gambar 6.13 Tanda ini dapat dilihat hampir di semua bentuk HAEC.
Adanya gambaran ini memberikan sensitifitas 74% dan spesifitas 86% untuk
HAEC.10 Gambaran lain yang sering terlihat adalah adanya dilatasi usus halus dan
multiple air-fluid level. Terkadang dapat juga terlihat adanya pneumatosis intestinalis.
Barium enema tidak boleh dilakukan jika ada kecurigaan terhadap HAEC, karena
akan meningkatkan resiko perforasi.13

Gambar 6. Dilatasi kolon disertai cut-off sign di daerah pelvis


Sumber:Elhalaby13

10
Penegakkan diagnosis HAEC ditentukan berdasarkan sistem scoring seperti
tampak pada tabel 3 dibawah ini.

Tabel. 3. Skor HAEC


Komponen Nilai
Anamnesis:
Diare cair yang bersifat eksplosif 2
Diare dengan feses berbau busuk 2
Diare berdarah 1
Riwayat adanya enterokolitis 1
Pemeriksaan Fisik:
Keluarnya gas dan feses pada saat 2
pemeriksaan rektal
Distensi abdomen 1
Penurunan perfusi perifer 1
Letargis 1
Demam 1
Pemeriksaan Radiologis:
Multiple air fluid level 1
Dilatasi usus 1
Gambaran gergaji pada mukosa ireguler 1
Cut of sign rectosigmoid 1
with absence of distal air
Pneumatosis 1
Laboratorium:
Leukositosis 1
Shift to the left 1

Total 20
Interpretasi: Dikatakan HAEC apabila skor HAEC ≥ 10
Sumber: Pastor1
2.2.6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dilakukan pada penderita HAEC adalah mengatasi


keadaan akut meliputi resusitasi cairan dan elektrolit, dekompresi dengan
pemasangan sonde lambung, wash out dengan NaCl fisiologis 2-3 kali sehari selama
3-4 hari, dan pemberian antibiotika. Vancomycin dan metronidazol dapat diberikan
jika ditemukan Clostridium difficile dalam kultur feses.5

11
Untuk koreksi bedah tergantung prosedur operasi yang telah dikerjakan
misalnya pada prosedur Swenson yang disebabkan spinkter ani terlalu ketat perlu
dilakukan spinkterektomi posterior. Sedangkan pada prosedur modifikasi Duhamel,
penyebab enterokolitis adalah pemotongan septum yang tidak sempurna sehingga
perlu dilakukan pemotongan septum ulang yang lebih panjang.1, 5
Pada kasus enterokolitis yang rekuren, direkomendasikan untuk dilakukan
dilatasi anal.5 Rintala dan Lindahl14 berhasil mengobati keenam pasiennya yang
mengalami rekuren HAEC dengan sodium kromoglikat yang berfungsi sebagai mast
cell stabilizer. Pada penderita HAEC, kolon tidak dapat berfungsi secara optimal
sehingga dukungan nutrisi yang baik juga perlu diperhatikan. Pada penderita HAEC
terjadi gangguan absorpsi di kolon sehingga terjadi gangguan absorpsi air, elektrolit,
karbohidrat, serta lemak rantai pendek dan medium.15
Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan penegakkan diagnosis dini
penyakit hirschsprung yang segera diikuti dengan tindakan dekompresi. Dekompresi
dilakukan dengan pemasangan sonde lambung dan pengisapan udara dan cairan atau
secara bedah dengan pembuatan kolostomi.

2.2.7. Prognosis
Angka mortalitas yang disebabkan oleh HAEC bervariasi yaitu antara 6-
30%.7 Namun, dengan diagnosis yang lebih dini dan penatalaksanaan yang tepat
seperti dekompresi rektum, resusitasi yang tepat, dan penggunaan antibiotik yang
tepat dapat menurunkan angka kematian. Penelitian di Jepang menunjukkan adanya
5
penurunan mortalitas dari tahun 1978 hingga tahun 1998 yaitu dari 6,5-0,7%.
Walaupun terjadi penurunan mortalitas, namun morbiditas HAEC menyebabkan
perawatan di rumah sakit menjadi lebih lama dengan rata-rata perawatan 13 hari.10
Teitelbaum6 menemukan mortalitas dan morbiditas HAEC pada neonatus masing -
masing sebesar 5% dan 30%.

12
BAB III
KESIMPULAN
Hirschsprung’s Associated Enterocolitis (HAEC) merupakan salah satu
komplikasi penyakit hirschsprung dan merupakan penyebab morbiditas serta
mortalitas bagi penderitanya. Hingga saat ini patogenesis HAEC masih belum
sepenuhnya dimengerti dan gejala klinis sering menyerupai gastroenteritis. Namun,
saat ini dengan adanya sistem skoring dalam mendiagnosis HAEC, diharapkan dapat
dilakukan diagnosis dini dan penatalaksanaan yang tepat, sehingga dapat menurunkan
angka mortalitas yang disebabkan oleh HAEC.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Aimee C. Pastor a FO, Daniel H. Teitelbaum c,, Michael G. Caty d JCL.


Development of a standardized definition for Hirschsprung's-associated
enterocolitis:a Delphi analysis. Journal of Pediatric Surgery. 2009;44:251-6.
2. Shen D-H. Detection of intestinal bifidobacteria and lactobacilli in patients
with hirschsprung's disease associated enterocolitis. World J Pediatr.
2009;5:201-5.
3. Kessmann J. Hirschsprung's disease:diagnosis and management. Am Fam
Physician. 2006;74:1319-22.
4. Ramanath N. Hirschsprung disease. Seminars in Pediatric Surgery.
2008;17:266-75.
5. Murphy F. New Insight Into the Pathogenesis of Hirschsprung’s Associated
Enterocolitis. Pediatr Surg Int. 2005;21:773-9.
6. Daniel HT. Hirschsprung's disease Identification of risk factors for
enterocolitis. AnnSurg. 1988:240-4.
7. Nazem M. Early and Late Complications Following Surgical Repair of
Hirschsprung's Disease in Pediatric Patients: Single-staged Versus Multiple-
Staged Pull through. Journal of Research in Medical Sciences. 2004;1:1-4.
8. Kartono D. Penyakit Hirschsprung.Edisi ke- 2 ed.: Sagung Seto; 2010. h. 1-
25.
9. Carneiro P. Enterocolitis in hirschsprung's disease. Pediatr Surg Int.
1992;7:356-60.
10. Murphy F Enterocolitis complicating hirschsprung's disease. Dalam:
Holschneider A, penyunting. Hirschsprung's disease and allied disorders.Edisi
ke- 3. New York: Springer; 2008. h. 133-43.
11. Elhalaby E. Enterocolitis Associated With Hirschsprung’s Disease: A Clinical
Histopathological Correlative Study. Journal of Pediatric Surgery.
1995;30:1023-7.
12. Anonim. Hirschsprung disease. 2010 [updated 2010; diunduh]; Tersedia dari:
www.sitemaker.umich.edu.
13. Elhalaby E. Enterocolitis Associated With Hirschsprung's Disease:
A Clinical-Radiological Characterization Based on 168 Patients. Journal of
Pediatric Surgery. 1995;30:76-83.
14. Rintala R. Sodium Cromogylate in the Management of Chronic or Recurrent
Enterocolitis in Patients with Hirschsprung’s Disease. Journal of Pediatric
Surgery. 2001;36:1032-5.
15. Mahan A. Nutritional Care in Intestinal Disease. Krause’s Food, Nutrition
and Diet Therapy.Edisi ke- 8: WB Saunders Company; 1992. h. 425-75.

14

Anda mungkin juga menyukai