Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

HIRSCHPRUNG

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mata Ajar Keperawatan Anak 2

Dosen Pengampu Resti Utami, S.Kp.,M.Kep

Oleh :
Intan Ayu Islami (1611011014)
Rias Elia Rahmad (1611011020)
Nira Rahanta N. A. (1611011021)
Fatma Sari Devi (1611011022)
Wisnu Khawirian (1611011023)
Dwiki Ratna Putri (1611011027)
Lubbul Fuad (1611011028)
Novia Anggreni (1611011039)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayah-Nya, sehingga penulis sampailah pada tahap peyelesaian tugas makalah
yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Hirschprung”.
Terselesaikannya tugas makalah ini, karena dukungan baik pendapat dan tenaga
yang telah diberikan oleh rekan yang sudah membantu dalam proses penyusunan
makalah ini. Serta tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing mata kuliah Keperawatan Anak 2 yang telah membimbing penulis
dalam menyelesaikan makalah yang disusun.
Penulis menyadari makalah ini masih mempunyai banyak kekurangan.
Oleh karena itu penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan kata-
kata yang disusun dalam makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................2
1.3 Tujuan............................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................3
2.1 Definisi Hirschsprung ..................................................................................3
2.2 Anatomi Fisiologi.........................................................................................3
2.3 Etiologi.........................................................................................................6
2.4 Tanda dan Gejala .........................................................................................6
2.5 Patofisiologi..................................................................................................8
2.6 Manifestasi Klinis.........................................................................................9
2.7 Penatalaksanaan..........................................................................................10
2.8 Asuhan Keperawatan..................................................................................11
BAB III PENUTUP.........................................................................................21
3.1 Kesimpulan.................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................22

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Hirschsprung merupakan kelainan perkembangan komponen
intrinsik pada sistem saraf enterik yang ditandai oleh absennya sel-sel ganglion
pada pleksus myenterik dan submukosa di intestinal distal. Karena sel-sel ini
bertanggung jawab untuk peristaltik normal, pasien-pasien penyakit Hirschprung
akan mengalami obstruksi intestinal fungsional pada level aganglion.
Pasien dengan penyakit Hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick
Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan serta
mendeskripsikan mega colon congenital pada tahun 1863 adalah Harald
Hirschsprung. Namun, pada saat itu patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak
diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan
menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh
gangguan peristaltik dibagian distal usus defisiensi ganglion.
Insiden penyakit Hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi
berkisar di satu di antara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk
Indonesia 220 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap
tahun akan lahir 1540 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Kartono mencatat 40
sampai 60 pasien penyakit Hirschsprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RS
Cipto Mangunkusumo Jakarta.2Bersamaan dengan penyakit Hirschsprung, Down
Syndrome (5-10%) dan kelainan urologi (3%) adalah kelainan yang paling sering
diantara beberapa kelainan kongenital lainnya.
Gejala klinis penyakit Hirscshprung biasanya mulai pada saat lahir. Sembilan
puluh Sembilan persen bayi lahir cukup bulan mengeluarkan meconium dalam
waktu 48 jam setelah lahir. Penyakit Hirscshprung harus dicurigai apabila seorang
bayi cukup bulan (penyakit ini tidak biasa terjadi pada bayi kurang bulan) yang
terlambat mengeluarkan tinja.3 Terlambatnya pengeluaran mekonium merupakan
tanda yang signifikan. Distensi abdomen dan muntah hijau merupakan gejala
penting lainnya. Pada beberapa bayi yang baru lahir dapat timbul diare yang

1
menunjukkan adanya enterokolitis dengan gejala berupa diare, distensi abdomen,
feses berbau busuk dan disertai demam.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi penyakit Hirschsprung?
2. Bagaimana anatomi dan fisiologi kolon?
3. Apa etiologi penyakit Hirschsprung?
4. Apa tanda dan gejala penyakit Hirschsprung?
5. Bagaimana patofisiologi penyakit Hirschsprung?
6. Apa manifestasi klinis penyakit Hirschsprung?
7. Bagaimana penatalaksanaan penyakit Hirschsprung?
8. Bagaimana asyhan keperawatan pada pasien dengan penyakit
Hirschsprung?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi penyakit Hirschsprung
2. Mengetahui anatomi dan fisiologi kolon..
3. Mengetahui etiologi penyakit Hirschsprung.
4. Mengetahui tanda dan gejala penyakit Hirschsprung.
5. Mengetahui patofisiologi penyakit Hirschsprung.
6. Mengetahui Manifestasi klinis penyakit Hirschsprung.
7. Mengetahui penatalaksanaan penyakit Hirschsprung.
8. Mengetahui asuhan keperawatan penyakit Hirschsprung.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hirschsprung (megakolon/aganglionic congenital) merupakan kelainan
yang sering ditemukan sebagai salah satu penyebab obstruksi usus pada
neontus. Pada kasus Hirschsprung, tidak ditemukan pleksus mienterik atau
pleksus di lapisan otot dinding usus (plexus myentericus = Auerbach),
akibatnya bagian usus yang terkena tidak dapat mengembang.
Hirschsprung atau Mega colon adalah penyakit yang tidak adanya sel-sel
ganglion dalam rectum bagian rektosemoid colon. Dan ketidakadaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya evakuasi usus sepontan.
Penyakit Hirschsprung atau mega kolon adalah kellainan bawaan atau
penyebab gangguan pasase usus terasering pada neonates, dan kebanyakan
terjakdi pada bayi atarm .

2.2 Anatomi Fisiologi Kolon


Secara embriologi, kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan kolon
kiri sampai dengan rektum berasal dari usus belakang. Dalam perkembangan
embriologik kadang terjadi gangguan rotasi usus embrional sehingga kolon
kanan dan sekum mempunyai mesenterium yang bebas. Keadaan ini
memudahkan terjadinya putaran atau volvulus sebagian besar usus yang sama
halnya dapat terjadi dengan mesenterium yang panjang pada kolon sigmoid
dengan radiksnya yang sempit.
Kolon mempunyai panjang total kira-kira 1,5 meter, dengan diameter 7,5-
8,5 cm dan membentuk huruf “U” terbalik sepanjang sisi rongga perut. Bagian
usus besar yang pertama disebut sekum (usus buntu) dengan appendix
vermiformis (umbai cacing) diujungnya. Sekum dilanjutkan menjadi kolon
ascendens yang menuju atas di sisi kanan rongga perut, lalu membelok di
bawah hati membentuk kolon tranversum yang menuju kiri dan terletak di
sebelah bawah membentuk kolon descendens di sisi kiri tubuh, lalu di panggul

3
sebelah kiri melanjutkan diri menjadi rektum yang terletak di dalam rongga
panggul bagian bawah dan berakhir sebagai anus (Daniel, 2008).
Dinding kolon terdiri dari empat lapisan yaitu membran serosa,
muskularis, tela submukosa, dan tunika mukosa akan tetapi usus besar
mempunyai gambaran gambaran yang khas berupa: lapisan otot longitudinal
usus besar tidak sempurna tetapi terkumpul dalam tiga pita yang disebut taenia
koli yang bersatu pada sigmoid distal. Lapisan mukosa usus besar lebih halus
dari pada usus halus, dan tidak memiliki vili, dengan kelenjar tubuler dan
kriptus lieberkuhn terletak lebih dalam serta mempunyai sel goblet lebih
banyak daripada usus halus.
Persarafan parasimpatik rectum dan anus berasal dari cabang anterior saraf
sakralis ke 2, 3, dan 4. Persarafan preganglion ini membentuk 2 saraf erigentes
yang memberikan cabang langsung ke rektum dan melanjutkan diri sebagai
cabang utama ke pleksus pelvis untuk organ-organ intrapelvis. Di dalam
rectum, serabut saraf ini berhubungan dengan pleksus ganglion Auerbach.
Persarafan simpatik berasal dari dalam ganglion lumbal ke 2, 3, dan 4 dan
pleksus praaorta. Persarafan ini menyatu pada kedua sisi membentuk pleksus
hipogastrikus di depan vertebra lumbal 5 dan melanjutkan diri kearah
posterolateral sebagai persarafan presakral yang bersatu dengan ganglion pelvis
kedua sisi.
Persarafan simpatik dan parasimpatik ke rektum dan saluran anal berperan
melalui ganglion pleksus Auerbach dan Meissner untuk mengatur peristalsis
dan tonus sfingter anal internal. Serabut saraf simpatik dikatakan merupakan
inhibitor dinding usus dan motor sfingter anal internal sedang serabut
parasimpatik merupakan motor dinding usus dan inhibitor sfingter. Sistem
saraf parasimpatik juga merupakan persarafan sensorik untuk rasa atau sensasi
distensi rektum.
Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh n.splanknikus (parasimpatis),
kontinensia sepenuhnya dipengaruhi oleh n.pudendalis dan n.splanknikus
pelvik (syaraf parasimpatis).
Sistem syaraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus :
4
1. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal
2. Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler
3. Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa

Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ke-3


pleksus tersebut. Saraf intrinsik berasal dari saraf parasimpatis ganglion
pleksus submukosa meisner dan ganglion mienterikus auerbach, yang terletak
diantara otot yang sirkuler dan longitudinal. Pengaruh dari saraf intrinsik lebih
dominan dibandingkan saraf yang ekstrinsik. Pengaruh ini terutama untuk
kontraksi dan relaksasi dari usus yang teratur. Pada penyakit hircsprung tidak
terdapat ganglion pleksus submukosa meisner dan mienterikus, selain itu juga
terjadi hipertrofi jaringan saraf diantara otot yang longitudinal dan yang
sirkuler yang menghambat peristaltik kolon. Pada masa embrional, persarafan
usus mulai dari neuroblas daerah kranioservikal yang bermigrasi ke daerah
kaudal sampai anus. Penyakit hirschprung migrasi neuroblas, berhenti sebelum
mencapai sfingter internus.

Fungsi kolon ialah menyerap air, vitamin, dan elektrolit, ekskresi mucus
serta menyimpan feses, dan kemudian mendorongnya keluar. Kolon tidak ikut
berperan dalam proses pencernaan makanan maupun absorpsi makanan. Bila
isi usus halus mencapai sekum maka semua zat makanan telah di absorpsi dan
semua akan cair dan selama perjalanan didalam kolon isinya menjadi makin
padat karena terjadi proses reabsorbsi. Dari 700- 1000 ml cairan usus halus
yang diterima oleh kolon, hanya 150-200 ml yang dikeluarkan sebagai feses
setiap harinya. Proses ini akan berakhir ketika mencapai rektum dan akan
terbentuk feses. Peristaltik kolon membutuhkan waktu yang lama untuk
mencapai flexura sigmoid. (Hidayat, 2009; Pearce, 2008).

2.3 Etiologi

5
Ada berbagai teori penyebab dari penyakit hirschsprung, dari berbagai
penyebab tersebut yang banyak dianut adalah teori karena kegagalan sel-sel
krista neuralis untuk bermigrasi ke dalam dinding suatu bagian saluran cerna
bagian bawah termasuk kolon dan rektum. Akibatnya tidak ada ganglion
parasimpatis (aganglion) di daerah tersebut. sehingga menyebabkan peristaltik
usus menghilang sehingga profulsi feses dalam lumen terlambat serta dapat
menimbulkan terjadinya distensi dan penebalan dinding kolon di bagian
proksimal sehingga timbul gejala obstruktif usus akut, atau kronis tergantung
panjang usus yang mengalami aganglion.

Sampai tahun 1930-an etiologi Penyakit Hirschsprung belum jelas di


ketahui. Penyebab sindrom tersebut baru jelas setelah Robertson dan Kernohan
pada tahun 1938 serta Tiffin, Chandler, dan Faber pada tahun 1940
mengemukakan bahwa megakolon pada penyakit Hirschsprung primer
disebabkan oleh gangguan peristalsis usus dengan defisiensi ganglion di usus
bagian distal. Sebelum tahun 1948 belum terdapat bukti yang menjelaskan
apakah defek ganglion pada kolon distal menjadi penyebab penyakit
Hirschsprung ataukah defek ganglion pada kolon distal merupakan akibat
dilatasi dari stasis feses dalam kolon. Aganglionosis pada penyakit
Hirschsprung bukan di sebabkan oleh kegagalan perkembangan inervasi
parasimpatik ekstrinsik, melainkan oleh lesi primer, sehingga terdapat
ketidakseimbangan autonomik yang tidak dapat dikoreksi dengan
simpatektomi. Kenyataan ini mendorong Swenson untuk mengengembangkan
prosedur bedah definitif penyakit Hirschsprung dengan pengangkatan segmen
aganglion disertai dengan preservasi sfingter anal (Kartono, 2010).

2.4 Tanda dan Gejala


1. Gejala
Berdasarkan usia penderita gejala penyakit Hirschsprung dapat
dibedakan menjadi 2, yaitu:

a. Periode neonatus

6
Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran
mekonium yang terlambat, muntah bilious (hijau) dan distensi
abdomen. Terdapat 90% lebih kasus bayi dengan penyakit
Hirschsprung tidak dapat mengeluarkan mekonium pada 24 jam
pertama, kebanyakan bayi akan mengeluarkan mekonium setelah
24 jam pertama (24-48 jam). Muntah bilious/ muntah hijau dan
distensi abdomen biasanya dapat berkurang apabila mekonium
dapat segera dikeluarkan. Bayi yang mengonsumsi ASI lebih
jarang mengalami konstipasi, atau masih dalam derajat yang ringan
karena tingginya kadar laktosa pada payudara, yang akan
mengakibatkan feses jadi berair dan dapat dikeluarkan dengan
mudah (Kessman, 2008)
b. Periode anak-anak
Walaupun kebanyakan gejala akan muncul pada bayi, namun ada
beberapa kasus dimana gejala-gejala tersebut tidak muncul hingga
usia kanak-kanak (Lakhsmi, 2008). Gejala yang biasanya timbul
pada anak-anak yakni, konstipasi kronis, gagal tumbuh, dan
malnutrisi. Pergerakan peristaltik usus dapat terlihat pada dinding
abdomen disebabkan oleh obstruksi fungsional kolon yang
berkepanjangan. Selain obstruksi usus yang komplit, perforasi
sekum, fecal impaction atau enterocolitis akut yang dapat
mengancam jiwa dan sepsis juga dapat terjadi (Kessman, 2008).
2. Tanda
a. Anemia dan adanya tanda – tanda malnutrisi
b. Perut membuncit (abdomen distention), mungkin karena retensi
kotoran.
c. Terlihat gelombang peristaltic pada dinding abdomen
d. Pemeriksaan rectal touche (colok dubur) menunjukkan sfingter
anal yang padat/ketat, dan biasanya feses akan langsung
menyemprot keluar dengan bau feses dan gas yang busuk.

7
e. Tanda-tanda edema, bercak-bercak kemerahan khususnya di
sekitar umbilicus, punggung dan di sekitar genitalia ditemukan
bila telah terdapat komplikasi peritonitis (Kessman, 2008;
Lakhsmi, 2008)

2.5 Patofisiologi

Sudah diketahui bahwa penyakit Hirschprung merupakan suatu penyakit


yang menyerang sitem pencernaan manusia terutama menyerang usus besar
(colon). Penyakit Hirschsprung merupakan kelainan perkembangan komponen
intrinsik pada sistem saraf enterik yang ditandai oleh absennya sel-sel ganglion
pada pleksus myenterik dan submukosa di intestinal distal (Corputty, 2015).
Secara fisiologis, usus besar berfungsi untuk menyerap air, vitamin, dan
elektrolit. Selain itu, usus besar juga berfungsi untuk menyimpan feses, dan
mendorongnya keluar. Inervasi usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom.
Inervasi usus besar sangat berkaitan dengan sel ganglion pada submukosa
(Meissner’s) dan pleksus myenteric (Aurbach’s) pada usus besar bagian distal.
Segmen aganglionik hampir selalu ada dalam rektum dan bagian proksimal
pada usus besar. Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna
untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Apabila sel
ganglion tersebut tidak ada, maka akan timbul penyakit yang disebut
Hirschsprung’s Disease. Penyakit ini terjadi ketika sel saraf di usus besar tidak
terbentuk secara sempurna.

Normalnya, otot pada usus secara ritmis akan menekan feses hingga ke
rectum. Pada penyakit Hirschsprung, saraf (sel ganglion) yang berfungsi untuk
mengontrol otot pada organ usus tidak ditemukan. Karena sel-sel ini
bertanggung jawab untuk peristaltik normal, pasien-pasien penyakit
Hirschprung akan mengalami obstruksi intestinal fungsional pada level
aganglion. Hal ini mengakibatkan feses tidak dapat terdorong, seperti fungsi
fisiologis seharusnya (Henna N, 2011). Ketidakadaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta adanya evakuasi usus spontan.
8
Selain itu, sfingter rectum tidak dapat berelaksasi, mencegah keluarnya feses
secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi
pada saluran cerna. Isi usus terdorong ke segmen aganglionik dan feses
terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan dilatasinya bagian usus yang
proximal terhadap daerah itu.

2.6 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis yang khas yaitu pengeluaran mekonium yang terlambat,
muntah hijau dan distensi abdomen. Terlambatnya pengeluaran mekonium
merupakan tanda yang signifikan. Distensi abdomen dan muntah hijau
merupakan gejala penting lainnya, biasanya dapat berkurang ketika
meconium dapat dikeluarkan segera. Pada beberapa bayi yang baru lahir
dapat timbul diare yang menunjukkan adanya enterokolitis dengan gejala
berupa diare, distensi abdomen, feses berbau busuk dan disertai demam. Pada
anak gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi kronis dan gizi buruk
(failure to thrive). (Corputty, Lampus, Manoarfa, 2015)
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi
dengan Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai
berikut. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan
ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi mekonium diikuti
obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa konstipasi
selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut.
Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam.
Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang
khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen
hebat dan diare  berbau busuk yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ).

2.7 Penatalaksanaan
Setelah ditemukan kelainan histologik dari Hirschsprung, selanjutnya
mulai dikenal teknik operasi yang rasional untuk penyakit ini. Tindakan definit

9
bertujuan menghilangkan hambatan pada segmen usus yang menyempit.
Tindakan konservatif adalah tindakan daurat untuk menghilangkan tanda-tanda
obstruksi rendah dengan jalan memasang anal tube dengan atau tanpa disertai
pembilasan air garam hangat secara teratur. Air tidak boleh digunakan karena
bahaya absorpsi air mengarah pada intoksikasi air, hal ini disebabkan karena
difusi cepat dari usus yang mengalami dilatasi air ke dalam sirkulasi.
Penatalaksanaan dari gejala obstipasi dan mencegah enterokolitis dapat
dilakukan dengan bilas kolon menggunakan garam faal, cara ini efektif
dilakukan pada hirschsprung tipe segmen pendek untuk bertujuan yang sama
juga dapat dilakukan dengan tindakan kolostomi didaerah ganglioner.
Membuang segmen aganglionik dan mengembalikan kontinuitas usus
dapat dikerjakan dengan satu atau dua tahap, teknik ini disebut operasi
definitive yang dapat dikerjakan apabila berat badan bayi sudah cukup (lebih
dari 9 kg). Tindakan konservatif ini sebenarnya akan mengaburkan gambaran
pemeriksaan barium enema yang dibuat kemudian.
Kolostomi merupakan tindakan operasi darurat untuk menghilangkan
gejala obstruksi usus, sambil menunggu dan memperbaiki keadaan umum
penderita sebelum operasi definitive. Berikan dukungan kepada orang tua,
karena kolostomi sukar untuk diterima. Orang tua juga harus belajar bagaimana
merawat anak dengan kolostomi, observasi apa yang perlu di lakkukan,
bagaimana membersihkan stoma, dan bagaimana menggunakan kantong
kolostomi.
Intervensi bedah terdiri dari pengangkatan segmen usus aganglionik yang
mengalami obstruksi. Pembedahan rektosemoidektomi dilakukan dengan
teknik pull-through dan dapat dicapai dengan prosedur tahap pertama, tahap
kedua, dan tahap ketiga; rektosigmoidoskopi didahului oleh kolostomi.
Kolostomi ditutup dalam tahap kedua. Pull-throgh yaitu jenis pembedahan
dengan merekseksi segmen yang menyempit dan menarik usus sehat kearah
anus.
Operasi Swenson dilakukan dengan teknik anastomosis intususepsi ujung
ke ujung usus aganglionik dan ganglionic melalui anus dan reseksi serta
10
anastomosis sepanjang garis bertitik-titik. Secara lebih spesifik prosedur
Duhamel dilakukan dengan cara menaikkan kolon normal ke arah bawah dan
menganastomosiskannya di belakang usus aganglionik, membuat dinding
ganda yaitu selubung aganglionik dan bagian posterior kolon normal yang telah
ditarik.
Sedangkan operasi Soave dilakukan dengan cara mukosa diangkat, bagian
muskular usus yang aganglionik ditinggalkan dan usus ganglionik didorong
sampai menggantung dari anus. Cara Duhamel dan Soave bagian distal rektum
tidak dikeluarkan sebab merupakan fase operasi yang sukar dikerjakan,
anastomisis kolonal dibuat secara ttarik terobos (pull-through).
Persiapan prabedah rutin antara lain lavase kolon, antibiotic, infus
intravena, dan pemasangan tuba nasogastrik; sedangkan penatalaksanaan
perawatan pascabedah terdiri atas perawatan luka, perawatan kolostomi,
observasi terhadap distensi abdomen, fungsi kolostomi, peritonitis, ileus
paralitik, dan peningkatan suhu.
Selain melakukan persiapan serta penatalaksanaan pascabedah, perawat
juga perlu memberikan dukungan pada orang tua, karena orang tua harus
belajar bagaimana merawat anak dengan kolostomi, mengobservasi apa yang
harus dilakukan, bagaimana membersihkan stoma, dan bagaimana
menggunakan kantung kolostomi.

2.8 Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian.
1) Identitas.
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan
merupakan kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau
bersamaan dengan kelainan bawaan lain. Pada segmen aganglionosis
dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukan pada anak laki-laki
dibandingkan anak perempuan. Sedangkan kelainan yang melebihi

11
sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama banyak
pada anak laki-laki dan perempuan (Ngastiyah, 1997).
2) Riwayat Keperawatan.
a. Keluhan utama.
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias
yang sering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih
dari 24 jam setelah lahir), perut kembung dan muntah berwarna
hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.
b. Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional.
Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan
ketiadaan evakuas mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi,
muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama
beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus
akut. Namun ada juga yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan
diare, distensi abdomen, dan demam. Diare berbau busuk dapat
terjadi.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya
penyakit Hirschsprung.
d. Riwayat kesehatan keluarga.
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada
anaknya.
e. Imunisasi.
Tidak ada imunisasi khusus untuk bayi atau anak dengan penyakit
Hirschsprung.
f. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
Terjadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
g. Nutrisi.
Nutrisi kurang dari kebutuhan karena anak malas makan, mual dan
muntah
12
3) Pemeriksaan fisik
a. Sistem kardiovaskuler.
Tidak ada kelainan.
b. Sistem pernapasan.
Sesak napas, distres pernapasan.
c. Sistem pencernaan.
Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang, muntah
berwarna hijau. Pada anak yang lebih besar terdapat diare kronik.
Pada colok anus jari akan merasakan jepitan dan pada waktu
ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau
tinja yang menyemprot.
d. Sistem saraf.
Tidak ada kelainan.
e. Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Gangguan rasa nyaman.kelemahan, kekuatan otot menurun.
f. Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
g. Sistem integumen.
Gangguan integritas, karena luka terutama pada pasien dengan post
op.
h. Sistem pendengaran.
Tidak ada kelainan.
2. Diagnosa Keperawatan pada Askep Hisprung
1) Pre Operatif
a. Konstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya daya
dorong.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang inadekuat.
c. Kekurangan volume cairan berhubungan muntah.
d. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan distensi abdomen
e. Gangguan pola nafas berhubungan dengan distres pernafasan.
13
Diagnosa Intervensi
No. Tujuan dan Kriteria Hasil
Keperawatan Keperawatan

1 Konstipasi b/d spastis NOC NIC


usus dan tidak adanya 1. Bowel elimination Constipation/Impaction
daya dorong. 2. Hydration Management
1. Monitor tanda dan gejala
Kriteria Hasil : konstipasi
1. Mempertahankan 2. Montior bising usus
bentuk feses lunak 3. Monitor feses : frekuensi,
setiap 1-3 hari konsistensi dan volume
2. Bebas dari 4. Monitor tanda dan gejala
ketidaknyamanan dan ruptur usus/peritonitis
konstipasi 5. Memantau gerakan usus,
3. Mengidentifikasi termasuk konsistensi
indicator untuk frekuensi, bentuk, volume,
mencegah konstipasi dan warna
4. Feses lunak dan 6. Mendorong meningkatkan
berbentuk asupan cairan, kecuali
dikontraindikasikan 
7. Timbang pasien secara
teratur
8. Ajarkan pasien atau
keluarga tentang proses
pencernaan yang normal

NIC
Nutrition Management
1. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
NOC jumlah kalori dan nutrisi
1. Nutritional Status : yang dibutuhkan pasien
food and Fluid Intake 2. Berikan substansi gula
2. Nutritional Status: 3. Yakinkan diet yang
2 Ketidakseimbangan nutrient Intake dimakan mengandung
nutrisi kurang dari 3. Weight control tinggi serat untuk
14
kebutuhan tubuh b/d mencegah konstipasi
intake yang inadekuat. Kriteria Hasil : 4. Monitor jumlah nutrisi dan
1. Adanya peningkatan kandungan kalori
berat badan sesuai 5. Berikan informasi tentang
dengan tujuan kebutuhan nutrisi
2) Post Operatif
a. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
b. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operatif

15
Diagnosa Intervensi
No. Tujuan dan Kriteria Hasil
Keperawatan Keperawatan

1 Nyeri akut b/d NOC NIC


terputusnya kontinuitas 1. Pain Level Pain Management
jaringan 2. Pain control 1. Lakukan pengkajian nyeri
3. Comfort level secara komprehensif
termasuk lokasi,
Kriteria Hasil : karakteristik, durasi
1. Mampu mengontrol frekuensi, kualitas dan
nyeri (tahu penyebab faktor presipitasi
nyeri, mampu 2. Observasi reaksi nonverbal
menggunakan tehnik dan ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk 3. Bantu pasien dan keluarga
mengurangi nyeri, untuk mencari dan
mencari bantuan) menemukan dukungan
2. Melaporkan bahwa nyeri 4. Kontrol lingkungan yang
berkurang dengan dapat mempengaruhi nyeri
menggunakan seperti suhu ruangan,
manajemen nyeri pencahayaan dan
3. Mampu mengenali nyeri kebisingan
(skala, intensitas, 5. Kurangi faktor presipitasi
frekuensi dan tanda nyeri
nyeri) 6. Ajarkan tentang teknik non
4. Menyatakan rasa nyaman farmakologi
setelah nyeri berkurang 7. Tingkatkan istirahat
         
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
16
4. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
5. Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit Hirschsprung (mega kolon kongenital) adalah suatu penyumbatan
pada usus  besar yang terjadi akibat pergerakan usus yang tidak adekuat  karena
sebagian dari usus besar tidak memiliki saraf yang mengendalikan kontraksi
ototnya. Hirschsprung terjadi karena adanya permasalahan pada persarafan usus
besar paling bawah mulai dari anus hingga usus diatasnya. Penyakit hisprung
merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan pergerakan usus
yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang yang
bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit ini disebabkan oleh tidak
adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus Auerbach di kolon.

18
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer, dkk., ( 2000 ), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica


Aesculpalus, FKUI, Jakarta.
Bulechek, Gloria M, dkk. (2013). Nursing Intervertion Classification (NIC).
United Kingdom : Esevier Global Rights.
Corputty D Elfianto dkk 2015. Gambaran Pasien Hirschsprung Di Rsup Prof. Dr.
R. D. Kandou Manado Periode Januari 2010 – September 2014. Jurnal e-
Clinic (eCl), Volume 3, Nomor 1, Januari-April
Devi S. 2017. Gambaran Penyakit Hirschsprung pada Bayi Usia 0-12 Bulan di
RSUP Haji Adam Malik Medan. Skripsi. Tidak diterbitkan. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara : Medan.
Henna, N et all. 2011. Children With clinical Presentations of Hirschsprung’s
Disease-A Clinicopathological Experience. Biomedica; 27: 1-4
Lakshmi, P; James, W. 2008. Hirschsprung’s Disease. Hershey Medical Center;
44-46
Kessmann; J. 2006. Hirschsprung’s Disease: Diagnosis and Management.
American Family Physician; 74: 1319-1322
Kartono, D. (2010) Penyakit Hirschsprung. 1st edn. Sagung Seto: Jakarta
Moorhead, Sue, dkk. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC). United
Kingdom : Esevier Global Rights.
Nelson. 2002. Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Jakarta . EGC
Sodikin, 2011, Asuhan Keperawatan Anak, Gangguan Sistem Gastrointestinal dan
Hepatobilier, Jakarta, Salemba Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

19

Anda mungkin juga menyukai