Disusun oleh :
Ariani Sukmadiwanti (191FK03030)
Erni Risnaeni (191FK03039)
Sinta Nursari (191FK03038)
Muhammad Alfi (191FK03034)
FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, Sang pencipta alam semesta
beserta isinya, Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana atas segala limpahan rahmat,
taufik, dan hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu.
Adapun maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah suatu bentuk
tanggung jawab penulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Konsep Dasar
Keperawatan.
Penulis menyadari bahwa penulis hanyalah manusia biasa yang tidak luput
dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT.
Sehingga sangat wajar jika dalam penulisan dan penyusunan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis senantiasa menanti kritik dan saran
dalam upaya evaluasi diri.
Di samping masih banyaknya ketidak sempurnaan penulisan dan penyusunan
makalah. Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan
hikmah serta dapat menambah dan memperkaya wawasan ilmu pengetahuan bagi
penulis, dan pembaca.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………...…………………………i
DAFTAR ISI………………………………………...…………………………..ii
BAB I PENDAHULUAN………………………...……………………………..1
2.3 Patway…………………….....….……………………………………………5
3.1 KESIMPULAN…………………………………………………...………....15
3.2 SARAN……………………………….……………………………………..15
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………….………….…16
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa Definisi dari Hirschsprung
2. Untuk mengetahui apa sajakah Tanda dan Gejala Hirschsprung
3. Untuk mengetahui apa sajakah Struktur atau bagan dari Hirschsprung
4. Untuk memahami apakah Faktor Resiko dari Hirschsprung
5. Untuk mengetahui apa saja Pemeriksaan Penunjang dari Hirschsprung
6. Untuk memahami apakah Pengobatan dan Penatalaksanaan Anak dari
Hirschsprung
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Periode neonatus
Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium
yang terlambat, muntah bilious (hijau) dan distensi abdomen.Terdapat 90%
lebih kasus bayi dengan penyakit Hirchsprung tidak dapat mengeluarkan
mekonium pada 24 jam pertama, kebanyakan bayi akan mengeluarkan
mekonium setelah 24 jam pertama (24-48 jam).Muntah bilious (hijau) dan
distensi abdomen biasanya dapat berkurang apabila mekonium dapat
dikeluarkan segera. Bayi yang mengonsumsi ASI lebih jarang mengalami
konstipasi, atau masih dalam derajat yang ringan karena tingginya kadar
laktosa pada payudara, yang akan mengakibatkan feses jadi berair dan dapat
dikeluarkan dengan mudah (Kessman, 2008)
b. Periode anak-anak
Walaupun kebanyakan gejala akan muncul pada bayi, namun ada beberapa kasus
dimana gejala-gejala tersebut tidak muncul hingga usia kanak-kanak (Lakhsmi,
2008). Gejala yang biasanya timbul pada anak-anak yakni, konstipasi kronis, gagal
tumbuh, dan malnutrisi. Pergerakan peristaltik usus dapat terlihat pada dinding
abdomen disebabkan oleh obstruksi fungsional kolon yang berkepanjangan. Selain
obstruksi usus yang komplit, perforasi sekum, fecal impaction atau enterocolitisakut
yang dapat mengancam jiwa dan sepsis juga dapat terjadi (Kessman, 2008).
2.3 Pathway Hisprung
Hisprung
Rectoagmoid colon
Daya propulsit tak ada, proses evakuasi feses dan udara terganggu
Muntah hijau
Passasse usus terganggu TRIAS
Distensi abdomen
Keterlambatan
evakuasi mekonium
feses
Obstruksi dan dilatasi bagian proksimal
MK : Konstipasi
MK : Diare
Distensi
abdomen
Kontraksi MK : Nyeri
anuler pylorus akut
Kontaksi otot-otot
Ekspalasi isi
dinding abdomen
lambung ke ke diafragma
esofagus
Relaksasi otot-otot
Gerakan isi diafragma terganggu
lambung
ke mulut
Ekspansi paru
terganggu
Mual, muntah
MK : Ketidakefektifan
pola nafas
Intake kurang
Bayi dengan umur 0-28 hari merupakan kelompokumur yang paling rentan
terkena penyakit Hirschsprung karena penyakit Hirschsprung merupakan salah satu
penyebab paling umum obstruksi usus neonatal (bayi berumur 0-28 hari).
Sekitar 12% dari kasus penyakit Hirschsprung terjadi sebagai bagian dari
sindrom yang disebabkan oleh kelainan kromosom. Kelainan kromosom yang paling
umum beresiko menyebabkan terjadinya penyakit Hirshsprung adalah SindromDown.
2-10% dari individu dengan penyakit Hirschsprung merupakan penderita sindrom
Down. Sindrom Down adalah kelainan kromosom di mana ada tambahan salinan
kromosom 21. Hal ini terkait dengan karakteristik fitur wajah, cacat jantung
bawaan,dan keterlambatan perkembangan anak.
b. Faktor Ibu
1 .Umur
Umur ibu yang semakin tua (> 35 tahun) dalam waktu hamil dapat
meningkatkan risiko terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Bayi dengan
Sindrom Down lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
mendekati masa menopause.
2. Ras/Etnis
1. Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan bisa ditemukan :
a. Daerah transisi
b. Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit
c. Entrokolitis padasegmen yang melebar
d. Terdapat retensi barium setelah 24 – 48 jam ( Darmawan K, 2004 : 17 )
2. Biopsi isap
Yaitu mengambil mukosa dan sub mukosa dengan alat penghisap dan mencari
sel ganglion pada daerah sub mukosa ( Darmawan K, 2004 :17 )
3. Biopsi otot rektum
Yaitu pengambilan lapisan otot rektum , dilakukan dibawah narkos.
Pemeriksaan ini bersifat traumatic.
4. Periksaan aktivitas enzim asetil kolin esterase dari hasil biobsi isap pada penyakit
ini khas terdapat peningkatan, aktifitas enzimasetil kolin esterase ( Darmawan K,
2004 : 17 )
5. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus ( Betz, cecily &
Sowden, 2002 : 197 )
6. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus. (Ngatsiyah, 1997 :
139)
7. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang
menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang
menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi
pembusukan..
Penyakit Hirschsprung adalah kondisi serius yang perlu segera diobati dengan
operasi, baik dengan bedah laparoskopi ataupun bedah terbuka. Pasien yang
kondisinya stabil biasanya hanya memerlukan satu kali operasi, yaitu operasi
penarikan usus.
Jika kondisi pasien tidak stabil, atau ketika pasien merupakan bayi yang lahir
prematur, memiliki berat badan yang rendah, atau sedang sakit, biasanya perlu
menjalani operasi ostomi, untuk mengurangi risiko terjadinya komplikasi.
Pada prosedur ini, dokter akan membuang bagian dalam dari usus besar yang
tidak bersaraf, kemudian menarik dan menyambungkan usus yang sehat langsung ke
dubur atau anus.
2.Prosedur ostomi
Prosedur ini dilakukan dalam 2 tahap. Tahap pertama adalah pemotongan
bagian usus pasien yang bermasalah. Setelah pemotongan usus, dokter akan
mengarahkan usus yang sehat ke lubang baru (stoma) yang dibuat di perut. Lubang
tersebut menjadi pengganti anus untuk membuang feses.
Setelah kondisi pasien stabil dan usus besar sudah mulai pulih, tahap kedua prosedur
ostomi dapat dilakukan. Tahap kedua ini dilakukan untuk menutup lubang di perut
dan menyambungkan usus yang sehat ke dubur atau anus.
Setelah menjalani prosedur operasi, penderita akan menjalani rawat inap di rumah
sakit selama beberapa hari, sambil diinfus dan diberi obat pereda rasa sakit sampai
kondisinya membaik. Selama masa perawatan, usus akan pulih secara bertahap
hingga dapat berfungsi kembali secara normal.
Pada anak-anak yang sangat sakit, operasi dapat dilakukan dalam 2 tahap.
Pertama, bagian usus besar yang abnormal diangkat dan bagian usus besar atas yang
sehat disambungkan pada lubang yang dibuat oleh ahli bedah pada perut anak. Feses
kemudian keluar dari tubuh melalui lubang ke kantung yang menempel pada ujung
usus yang menjulur melalui lubang pada perut (stoma). Hal ini memberikan waktu
untuk bagian bawah usus besar untuk pulih.
b. Penatalaksanaan
1.Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus
besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar
sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal.
Ada dua tahap pembedahan pertama dengan kolostomi loop atau double barrel
dimana diharapkan tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat kembali
menjadi normal dalam waktu 3-4 bulan . Terdapat prosedur dalampembedahan
diantaranya:
2.Keperawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila
ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :
a. Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak
secara dini
b. Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
c. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )
d. Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang.
Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak dengan
malnutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya meningkat.
Hal ini sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan
juga adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat
digunakan nutrisi parenteral total ( NPT )
Perencanaan pulang dan perawatan dirumah :
1. Ajarkan pada orang tua untuk memantau adanya tanda dan gejala komplikasi
jangka panjan berikut ini.
a. Stenosis dan kontriksi
b. Inkontinensia
c. Pengosongan usus yang tidak adekkuat
2. Ajarkan tentang perawatan kolostomi pada orang tua dan anak.
a. Persiapan kulit
b. Penggunaan alat kolostomi
c. Komplikasi stoma (perdarahan, gagal defekasi, diare meningkat , prolaps,
feses seperti pita )
d. Perawatan dan pembersihan alat kolostomi
e. Irigasi kolostomi
3. Beri dan kuatkan informasi-informasi tentang penatalaksanaan diet.
a.Makanan rendah sisa
b.Masukan cairan tanpa batas
c.Tanda-tanda ketidakseimbangan elektrolot dan dehidrasi.
4. Dorong orang tua dan anak untuk mengekspresikan perasaannya tentang
kolostomi.
a.Tampilan
b.Bau
c.Ketidaksesuaian antara anak mereka dengan anak “ideal”
5. Rujuk ke prosedur institusi spesifik untuk informasi yang dapat diberikan
pada orang tua tentang perawatan dirumah.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Penyakit hisprung merupakan penyakit yang sering menimbulkan masalah.
Baik masalah fisik, psikologis maupun psikososial. Masalah pertumbuhan dan
perkembangan anak dengan penyakit hisprung yaitu terletak pada kebiasaan buang air
besar. Orang tua yang mengusahakan agar anaknya bisa buang air besar dengan cara
yang awam akan menimbulkan masalah baru bagi bayi/anak. Penatalaksanaan yang
benar mengenai penyakit hisprung harus difahami dengan benar oleh seluruh pihak.
Baik tenaga medis maupun keluarga. Untuk tecapainya tujuan yang diharapkan perlu
terjalin hubungan kerja sama yang baik antara pasien, keluarga, dokter, perawat
maupun tenaga medis lainnya dalam mengantisipasi kemungkinan yang terjadi.
3.2 SARAN
Kami berharap setiap mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tentang
penyakit hisaprung. Walaupun dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari kesempurnaan.
Daftar Pustaka
Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta: Sagung Seto
Ngatsiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
Betz, Cecily, L. Dan Linda a. Sowden. 2002 . Buku Saku Keperawatan Pediatrik
Edisi Ke-3. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Aesulapius FKUI Edisi Ke-3.
Jakarta: Media
Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.Sri Kurnianingsih
(Fd),Monica Ester (Alih Bahasa) Edisi Ke-4. Jakarta: EGC
Izadi, M et all. 2007. Clinical manifestations Hirschsprung’s disease: A 6-year
course review on admitted patients in Guilan, North Province of Iran. Iranian
Cardiovascular Research Journal; 1: 25-31
Kessmann, J. 2006. Hirschsprung’s Disease: Dignosa and Management. American
Family Physician; 74: 1319-1322
Lakhsmi, P; James, W. 2008. Hirschsprung’s Disease. Hershey Medical Center; 44-
46
Staf Pengajaran Ilmu Kesehatan Anak. 1991. Ilmu Kesehatan Anak Edisi Ke-2.
Jakarta: FKUI
Zuelser dan Wilson. 1948
Mundhasirini. 2012
Scribd
Academia