Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH NEONATUS

PENYAKIT HIRSPRUNG

DISUSUN OLEH :

 HESTI YUNITA SARI


 MENTARI PERMATA HATI

KEBIDANAN TINGKAT II

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKHNIK KESEHATAN BENGKULU
PRODI KEBIDANAN CURUP
2011/2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, yang

mana dengan karunianya kami insaallah dapat membuat makala ini yang berjudul

“PENYAKIT HIRSPRUNG” dari pembahasan ini kita dapat mengetahui apa

penyebab penyakit tersebut serta bagaimana cara mengobatinya.

Kami mengharabkan semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan

serta bermanfaat bagi kita semua. Serta kami tidak lupa mengucapkan terimakasih

kepada dosen pembimbing yang telah membimbing kami sehingga makalah inni

dapat terselesaikan. Dan juga kami berterimakasih kepada teman-teman karena telah

memotivasi kami dalam pembuatan makalah ini.

Saran dan kritik selalu kami harapkan dari anda semua, untuk menambah

sempurnanya makalah kami di kemudian hari.

Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...............................................................................................i

Daftar Isi..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang........................................................................................


1.2 Tujuan....................................................................................................

BAB II ISI
A. Tinjauan Teori
2.1 Pengertian...............................................................................................
2.2 Etiologi...................................................................................................
2.3 Tanda dan Gejala...................................................................................
2.4 Patifisiologi............................................................................................
2.5 komplikasi..............................................................................................
2.6 penatalaksanaan.....................................................................................
2.7 Tehnik Operasi.......................................................................................
B. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Pada Pasien...........................................

BAB III KASUS


Asuhan Kebidanan SOAP.................................................................................

BAB IV PEMBAHASAN
Kesenjangan Teori dengan ..............................................................................

BAB V PENUTUP
Kesimpulan.......................................................................................................

Daftar Pustaka................................................................................................iii
BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Pada tahun 1888 Hirschsprung melaporkan dua kasus bayi meninggal dengan

perut gembung oleh kolon yang sangat melebar dan penuh massa feses. Penyakit ini

disebut megakolon kongenitum dan merupakan kelainan yang tersering dijumpai

sebagai penyebab obstruksi usus pada neonatus.  Pada penyakit ini pleksus

mienterikus tidak ada, sehingga bagian usus yang bersangkutan tidak dapat

mengembang.

Penyakit Hirschsprung merupakan kelainan perkembangan sistem saraf

enterik dan ditandai oleh tidak adanya sel ganglion pada kolon distal sehingga

menyebabkan obstruksi fungsional. Sebagian kasus sekarang didiagnosis pada masa

neonatus. Penyakit Hirschsprung sebaiknya dipertimbangkan pada neonatus yang

gagal mengeluarkan mekonium dalam 24-48 jam setelah dilahirkan. Meskipun enema

kontras berguna dalam membantu menegakkan diagnosis. Begitu diagnosis

ditegakkan penanganan dasar adalah mengeluarkan usus ganglionik yang berfungsi

buruk dan membuat anastomosis ke rektum distal dengan usus yang memiliki inervasi

yang baik (dengan atau tanpa pengalihan awal).)

Penyakit Hirschsprung terjadi pada 1 dari setiap 5.000 bayi yang lahir dan ini

berhubungan  pada 1 sampai dengan 4 dari obstruksi usus pada bayi baru lahir.
Referensi lain mengatakan  bahwa penyakit ini terjadi pada 1 dari 1500 hingga 7000

bayi baru lahir. Di Amerika Serikat penyakit ini terjadi kurang lebih pada 1 kasus

setiap 5400 hingga 7200 bayi baru lahir.

Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil,

maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung.

Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya

ke RSUPN Cipto Mangunkusomo Jakarta. Menurut catatan Swenson, 81,1 % dari

880 kasus yang diteliti adalah laki-laki, dengan perbandingan 3:1 sampai 5:1.

Sedangkan Richardson dan Brown menemukan tendensi faktor keturunan pada

penyakit ini (ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga). Beberapa kelainan congenital

dapat ditemukan bersamaan dengan penyakit Hirschsprung, namun hanya 2 kelainan

yang memiliki angka yang cukup signifikan yakni Down Syndrome (5-10 %) dan

kelainan urologi.

I.3 Tujuan

1) Untuk menjelaskan pengertian penyakit hirsprung.

2) Untuk mengetahui apa penyebab penyakit hirsprung.

3) Untuk mengetahui tanda dan gejala pada penderita hirsprung.

4) Untuk mengetahui komplikasi dari penyakit hirsprung.

5) Untuk mengetahui penatalaksanaa penyakit hirsprung.


BAB II

ISI

A. Tinjauan Teori

2.1 Pengertian
Suatu kelainan bawaan berupa aganglionosis usus yang dimulai dari sfingter ani

internal kearah proksimal dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai

rectum. Juga dikatakan sebagai suatu kelainan congenital di mana tidak terdapatnya

sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon. Keadaan abnormal tersebut

yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltic dan evakuasi usus secara spontan,

sfingter rectum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses

secara spontan, kemudian dapat menyebabakan isi usus terdorong ke bagian segmen

yang tidak ada ganglion dan akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut

sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal.

2.2 Etiologi

Disebabkan oleh tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus

Auerbach di colon. Hal ini disebabkan oleh kegagalan perkembangan pleksus

submukosa Meissner dan pleksus mienteric Auerbach di usus besar. Biasanya

persarafan intramural berkembang dalam arah cephalocaudal dan mencapai rectum

kira-kira pada perkembangan 12 minggu. Berhentinya  proses ini mengakibatkan

terbentuknya panjang terminal aganglionik usus besar yang bervariasi. Pada semua

kasus, sel-sel ganglion hilang pada hubungan anorectal, pada hampir semua kasus,
rectum dan kadang-kadang sebagian sigmoid juga tetap tidak dipersarafi. Penyakit

hisprung merupakan Keturunan karena penyakit ini merupakan penyakit bawaan

sejak lahir.

2.3 Tanda dan Gejala

Pada bayi yang baru lahir :

a) setelah lahir, bayi tidak dapat mengeluarkan mekonium (tinja pertama pada

bayi baru lahir)

b) tidak dapat buang air besar dalam waktu 24-48 jam setelah lahir

c) perut menggembung

d) muntah

e) diare encer (pada bayi baru lahir)

f) berat badan tidak bertambah, mungkin terjadi retardasi pertumbuhan

g) malabsorbsi.

Gambar 1. Foto pasien penderita Hirschsprung berusia 3 hari. Terlihat abdomen sangat
distensi dan pasien kelihatan menderita sekali.

Pada anak :

a) Failure to thrive (gagal tumbuh)


b) Nafsu makan tidak ada (anoreksia)

c) Rektum yang kosong melalui perbaan jari tangan

d) Kolon yang teraba

e) Hipoalbuminemia

Kasus yang lebih ringan mungkin baru akan terdiagnosis di kemudian hari. Pada anak

yang lebih besar, gejalanya adalah sembelit menahun, perut menggembung dan

gangguan pertumbuhan.

2.4 Patofisiologis

Berdasarkan panjang segmen yang terkena dapat dibedakan 2 tipe yaitu :

a. Penyakit Hischprung segmen pendek.

Segmen agangilonosis mulai dari anus sampai sigmoid.

b. Penyakit hischprung segmen panjang

Daerah agangilonosis dapat melebihi sigmoid bahkan dapat mengenai

seluruh kolon sampai usus halus.

Persarafan parasimpatik colon didukung oleh ganglion. Persarafan

parasimpatik yang tidak sempurna pada bagian usus yang aganglionik mengakibatkan

peristaltic abnormal sehingga terjadi konstipasi dan obstruksi Tidak adanya ganglion

disebabkan kegagalan dalam migrasi sel ganglion selama perkembangan embriologi.

Karena sel ganglion tersebut bermigrasi pada bagian kaudal saluran gastrointestinal

(rectum) kondisi ini akan memperluas hingga proksimal dari anus. Semua ganglion

pada intramural plexus dalam usus berguna untuk control kontraksi dan relaksasi

peristaltic secara normal.Penyempitan pada lumen usus, tinja dan gas akan terkumpul
dibagian proksimal dan terjadi obstruksi dan menyebabkan di bagian colon tersebut

melebar ( megacolon).

2.5 Komplikasi

Setelah operasi, kebanyakan anak-anak melepasakan  feses secara normal.

Beberapa dapat mengalami diare, tetapi setelah beberapa waktu feses akan menjadi

lebih padat. “toilet training” dapat mengambil waktu lama karena beberapa anak-

anak memiliki kesulitan mengkoordinasikan otot-otot yang digunakan untuk

melepaskan feses. Ini meningkat pada kebanyakan anak-anak seiring waktu.

Konstipasi dapat berlanjut pada beberapa anak-anak, meskipun laksatif seharusnya

membantu. Makan makanan tinggi serat juga dapat membantu pada diare dan

konstipasi.

Anak juga berada pada resiko peningkatan enterokolitis dalam kolon atau

usus halus setelah operasi. Waspadalah pada gejala dan tanda dari enterocolitis, dan

hubungi dokter segera bila salah satu dari ini terjadi:

a) Demam
b) Perut kembung
c) Muntah
d) Diare
e) Perdarahan dari rectum

Komplikasi yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:

a) Obstruksi usus
b) Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
c) Konstipasi
d) Gawat pernafasan ( akut )
e) Enterokolitis atau radang usus halus dan usus besar (akut)
f) Striktura ani atau penyempitan usus (pasca bedah)
g) Inkontinensia atau ketidakmampuan untuk menahan buang air besar
( jangka panjang)

2.6 Penatalaksanaan

a) Medis

Hanya dengan operasi. Bila belum dapat dilakukan operasi, biasanya

(merupakan tindakan sementara) dipasang pipa rectum, dengan atau tanpa

dilakukan pembilasan dengan air garam fisiologis secara teratur.

b) Keperawatan

Masalah utama adalah terjadinya gangguan defekasi (obstipasi).

Perawatan yang dilakukan adalah melakukan spuling dengan air garam

fisiologis hangat setiap hari (bila ada persetujuan dokter) dan

mempertahankan kesehatan pasien dengan memberi makanan yang cukup

bergizi serta mencegah terjadinya infeksi.

2.7 Tehnik Operasi

Beberapa metoda penatalaksanaan bedah definitif untuk kelainan

Hirschsprung ini telah pula diperkenalkan, mula-mula oleh Swenson dan Bill (1946)

berupa prosedur rektosigmoidektomi, Duhamel (1956) berupa prosedur retrorektal,

Soave (1966) berupa prosedur endorektal ekstramukosa serta Rehbein yang

memperkenalkan tekhnik deep anterior resection. Sejumlah komplikasi pasca operasi


telah diamati oleh banyak peneliti, baik komplikai dini berupa infeksi, dehisensi luka,

abses pelvik dan kebocoran anastomose, maupun komplikasi lanjut berupa obstipasi,

inkontinensia dan enterokolitis. Namun secara umum diperoleh gambaran hasil

penelitian bahwa ke-empat prosedur bedah definitif diatas memberikan komplikasi

yang hampir sama, namun masing-masing prosedur memiliki keunggulan tersendiri

dibanding dengan prosedur lainnya, tergantung keahlian dan pengalaman operator

yang mengerjakannya (Kartono,1993; Heikkinen dkk,1997, Teitelbaum,1999).

1.  Prosedur Swenson

Orvar swenson dan Bill (1948) adalah yang mula-mula memperkenalkan

operasi tarik terobos (pull-through) sebagai tindakan bedah definitif pada penyakit

Hirschsprung. Pada dasarnya, operasi yang dilakukan adalah rektosigmoidektomi

dengan preservasi spinkter ani. Dengan meninggalkan 2-3 cm rektum distal dari linea

dentata, sebenarnya adalah meninggalkan daerah aganglionik, sehingga dalam

pengamatan pasca operasi masih sering dijumpai spasme rektum yang ditinggalkan.

Oleh sebab itu Swenson memperbaiki metode operasinya (tahun 1964) dengan

melakukan spinkterektomi posterior, yaitu dengan hanya menyisakan 2 cm rektum

bagian anterior dan 0,5-1 cm rektum posterior.

2.  Prosedur Soave

Prosedur ini sebenarnya pertama sekali diperkenalkan Rehbein tahun 1959

untuk tindakan bedah pada malformasi anorektal letak tinggi. Namun oleh Soave

tahun 1966 diperkenalkan untuk tindakan bedah definitif Hirschsprung. Tujuan utama

dari prosedur Soave ini adalah membuang mukosa rektum yang aganglionik,
kemudian menarik terobos kolon proksimal yang ganglionik masuk kedalam lumen

rektum yang telah dikupas tersebut

3.  Prosedur Duhamel

Prinsip dasar prosedur ini adalah menarik kolon proksimal yang ganglionik ke

arah anal melalui bagian posterior rektum yang aganglionik, menyatukan dinding

posterior rektum yang aganglionik dengan dinding anterior kolon proksimal yang

ganglionik sehingga membentuk rongga baru dengan anastomose end to side

4.  Prosedur Rehbein

Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection, dimana dilakukan

anastomose end to end antara usus aganglionik dengan rektum pada level otot levator

ani (2-3 cm diatas anal verge), menggunakan jahitan 1 lapis yang dikerjakan

intraabdominal ekstraperitoneal. Pasca operasi, sangat penting melakukan businasi

secara rutin guna mencegah stenosis Namun hingga saat ini, belum ada satupun

parameter  atau sistem penilaian fungsi anorektal yang diterima secara universal guna

mengevaluasi tingkat keberhasilan tindakan bedah definitif (Heikkinen dkk,1997).

Padahal keberhasilan mengembalikan fungsi anorektal tersebut ketingkat normal atau

mendekati normal merupakan hakikat utama tujuan penatalaksanaan penyakit

Hirschsprung. Menurut H.A.Heij, parameter  terbaik untuk menilai fungsi anorektal

adalah kemampuan untuk menahan defekasi sehingga diperoleh tempat dan waktu

yang tepat untuk defekasi (Heij dkk,1995). Kartono mengusulkan empat katagori

gangguan fungsi spinkter (kecipirit, kontinensia kurang, inkontinensia dan obstipasi

berulang) tanpa membuat skala sehingga tidak dapat dipakai untuk menilai derajat 

kerusakan fungsi anorektal tersebut(Kartono,1993). Ludman L, dkk (2002)


mengusulkan 3 parameter, yakni : frekwensi buang air besar, frekwensi kecipirit dan

kekuatan otot spinkter ani.

B. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan pada Pasien

1. Pengkajian Kebidanan

Pada pengkajian anak dengan penyakit hirschrung dapat ditemukan tanda dan

gejala sebagai berikut. Adanya kegagalan mengeluarkan mengeluarkan mekonium

dalam waktu 24-28 jam setelah lahir, muntah berwarna hijau, dan konstipasi. Pada

pengkajian terhadap faktor penyebab penyakit hirschprung diduga dapat terjadi

karena faktor genetis dan faktor lingkungan. Penyakit ini dapat muncul pada semua

usia akan tetapi paling sering ditemukan pada neonates. Pada perkusi adanya

kembung, apabila dilakukan colok anus, feses akan menyemprot. Pada pemeriksaan

radiologis didapatkan adanya segmen aganglionosis diantaranya : apabila segmen

aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid, maka termasuk tipe hischprung

segmen pendek dan apabila segmen aganglionosis melebihi sigmoid sampai seluruh

kolon maka termasuk tipe hischprung segmen panjang. Pemeriksaan biopsy rectal

digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion. Pemeriksaan manometri

anorektal digunakan untuk mencatat respons refluks sfingter internal dan eksternal.

2. Diagnosis/ Masalah Kebidanan

Diagnosis atau masalah kebidanan yang terjadi pada anak dengan penyakit

hirschprung antara lain:

Prapembedahan

1. Konstipasi

2. Kurang volume cairan dan elektrolit


3. Gangguan kubutuhan nutrisi

4. Risiko cidera (injuri)

5. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan

Pascapembedahan

1. Nyeri

2. Resiko infeksi

3. Risiko komplikasi pascapembedahan

3. Rencana Tindakan Kebidanan

Prapembedahan

 Konstipasi

Terjadinya masalah konstipasi ini dapat di sebabkan oleh obstuksi, tidak adanya

ganglion pada usus. Rencana tindakan kebidanan yang dapat dilakukan adalah

mencegah atau mengatasi konstipasi dengan mempertahankan status hidrasi,

dengan harapan feses yang keluar menjadi lembek dan tanpa adanya retensi.

Tindakan:

1. Monitor terhadap fungsi usus dan karekteristik feses.

2. Berikan spoling dengan air garam fisiologis bila tidak ada kontra-indikasi

3. Kolaborasi denga dokter tentang rencana pembedahan.

 Kurang Volume Cairan dan Elektrolit

Dapat disebabkan asupan yang tidak memadai sehingga dapat menimbulkan

perubaha status hidrasi seperti ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, perubahan


mukosa, produksi, dan berat jenis urin. Maka upaya yang dapat dilakukan adalah

mempertahankan status cairan tubuh.

Tindakan:

1. Lakukan monitot terhadap status hidrasi dengan cara mengukur asupandan

keluaran cairan tubuh.

2. Observasimembran mokosa, turgor kulit, produksi urin dan status cairan.

3. Kolaborasi dalam pemberian cairan sesuai dengan indikasi.

 Gangguan Kebutuhan Nutrisi

Dapat timbul dengan adanya perubahan statusa nutrisi seperti penurunan berat

badan, turgor kulit menurun, serta asupan yang kurang, maka untuk mengatasi

masalah yang demikian dapat dilakukan dengan mempertahankan status nutrisi.

Tindakan:

1. Monitor perubahan status nutrisi antara lain turgor kulit, asupan.

2. Lakukan pemberian nutrisi parenteral apabila secara oral tidak memungkinkan

3. Timbang berat badan setiap hari

4. Lakukan pemberian nutrisi dengan tinggi kalori, tinggi protein, dan tinggi sisa.

 Risiko Cedera (Injuri)

Dapat ditimbulkan akibat komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit hirschprung

seperti gawat pernapasan akut dan enteroklotis. Untuk mengatasi cedera atau injuri

yang dapat disebabkan adanya komplikasi maka dapat dilakukan pemantauan

dengan mempertahankan status kesehatan.

Tindakan:
1. Pantau tanda vital setiap 2 jam (kalau perlu).

2. Observasi tanda adanya perforasi usus seperti muntah, meningkatnya nyeri

tekan, distensi abdomen, iritabilitas, gawat pernapasan, tanda adanya

enteroklotis.

3. Lakukan pengukuran lingkar abdomen setiap 4 jam untuk mengetahui adanya

distensi abdomen.

Pascapembedahan

 Nyeri

Masalah nyeri yang di jumpai pada pascapembedahan ini dapat disebabkan karena

efek dari insisi, hal ini dapat ditujukan dengan adanya tanda nyeri seperti ekspresi

perasaan nyeri, perubahan tanda vital, pembatasan aktivitas.

Tindakan:

1. Lakukan observasi atau monitoring tanda skala nyeri

2. Lakukan teknik pengurangan nyeri seperti teknik pijat punggung (back rup),

sentuhan

3. Pertahankan posisi yang nyaman bagi pasien

4. Kolaborasi dalam pemberian analgesic apabila dimungkinkan.

 Risiko Infeksi

Dapat disebabkan oleh adanya mikroorganisme yang masuk melalui insisi daerah

pembedahan, atau kurang pengetahuan pasien dalam penatalaksanaan terapeutik

pembedahan.

Tindakan:
1. Monitor tempat insisi

2. Ganti popok yang kering untuk menghindari konytaminasi feses.

3. Lakukan perawatan pada kolostomi atau perianal

4. Kolaborasi pemberian antibiotic dalam penatalaksanaan pengobatan terhadap

mikroorganisme.

 Risiko Komplikasi Pascapembedahan

risiko komplikasi pascapembedahan pada penyakit ini seperti adanya striktur ani,

adanya perforasi, obstruksi usus, kebocoran dan lai-lain. Rencana yang dapat

dilakukan adalah mempertahankan status pascapembedahan agar lebih baik dan

tidak terjadi komplikasi lebih lanjut.

Tindakan:

1. Monitor tanda adanya komplikasi seperti: obstruksi usus karena perlengketan,

volvulus, kebocoran pada anastomis, sepis, fistula, enteroklotis, frekuensi

defekasi, konstipasi, pendarahan.

2. Monitor peristaltic usus

3. Monitor tanda vital dan adanya distensi abdomen untuk mempertahankan

kepatenan pemasangan nasogastrik.


BAB III

KASUS

1. Pengkajian

2. Data Fokus

DOKUMENTASI ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR DENGAN

HIRSCHPRUNG

No register :

Tanggal Masuk : 26-09-2011 Tanggal Pengkajian : 26-09-2011

Jam Masuk : 10.00 WIB Jam Pengkajian : 11.00 WIB

Tempat : RSUD CURUP Pengkajian : Hirschprung

DATA SUBJEKTIF

1. Identitas Pasien :

Nama : Ahmad Ridha

Umur : 2 hari

Jenis Kelamin : Laki-laki

BB lahir : 2700 gram

PB : 50 cm

Anak ke :2
Identitas ibu : Identitas Ayah :

Nama : Leni Nama : Doni

Umur : 28 tahun Umur : 30 tahun

Agama : Islam Agama : Islam

Suku/ bangsa : Jawa/Indonesia Suku/bangsa : Jawa/Indonesia

Pendidikan : SMA Pendidikan : S-1

Pekerjaan : Wiraswasta Pekerjaan : Guru

Alamat : Ds.Duku Ulu Alamat :Ds.Duku ULU

2. Keluhan utama : Ibu mengatakan bahwa bayinya belum pernah BAB, dan

keadaan perut bayi membesar.

3. Ibu mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit jantung, hipertensi,

diabetes, asma, dan hirshprung.

4. Ibu mengatakan keluarga tidak memiliki riwayat penyakit jantung,

hipertensi, diabetes, asma, dan hirshprung.

5. Ibu mengatakan bayinya lahir dengan normal.

6. Ibu mengatakan G2 P2A0, dan usia kehamilan yang lalu 38 mg

7. Ibu mengatakan tidak ada komplikasi selama kehamilan yang lalu.

8. Ibu mengatakan kebiasaan ibu waktu hamil :

- Makanan : 3X sehari
- Jamu : Tidak komsumsi

- Obat-obatan : Tidak komsumsi

- Merokok : Tidak komsumsi

Tgl/ jam persalinan : 24 September 2011/ 13.15 WIB

Tempat Persalinan : Rumah

Penolong Persalinan : Bidan

Jenis Persalinan : Spontan

Komplikasi Persalalinan : - Bayi : Tidak ada

- Anak:

Ketuban Pecah : Putih Keruh

Keadaan Placenta : Lengkap

Tali pusat : Belum Lepas

Lama Persalinan :

Kala I : 12 jam Kala II : 1 jam Kala III: 30 menit Kala IV: 2jam

DATA OBJEKTIF

Kebutuhan

1.Intake

Sudah/ belum : Sudah

Jenis : ASI

Frekwensi : 2-3 jam sekali

2.Eliminasi
Miksi :

Sudah/ Belum : Belum Warna :-

Keluar Tanggal :- Jam :-

Mekonium : Belum

Sudah// belum :- Warna : -

Keluar Tanggal :- Jam :-

Antropometri :

BB : 2700 gram

PB : 50 cm

LK : 34cm

LD : 33cm

Pemeriksaan Umum

1. K/U bayi : Baik

2. Keadaan waktu lahir : Normal

3. Suhu : 36,6 0C

4.Bunyi jantung

Frekwensi : 140 x/m

Respirasi : 40 x/m

Pemeriksaan Fisik
1. Kepala

Fontanela anterior : belum menyatu

Sutura sagitalis : belum menyatu

Caput Succedanum : tidak ada

Chephal hematom : tidak ada

2. Mata

Bentuk : simetris

Secret : tidak ada

Conjungtiva : tidak kuning

Sclera : tidak pucat

3. Hidung

Bentuk : simetris

Pernapasan cuping hidung : Ada

Sekret : tidak ada

4. Mulut

Bibir : Lembab

Palatum : ada

5. Telinga

Bentuk : simetris

Secret : tidak ada

6. Leher

Pergerakkan : ada

Pembengkakan : tidak ada


Kekakuan : tidak ada

7. Dada

Letak : simetris

Retraksi dinding dada : tidak ada

Warna Kulit : kemerahan

Paru- Paru : normal

Suara Nafas : Bersih

8. Abdomen

Kembung : ada

Tali Pusat : belum lepas

9. Genetalia

Jenis Kelamin : laki-laki

Anus : ada

10. Puggung : Ada tulang Belakang

11. Tangan dan Kaki

Gerakan : aktif

Bentuk : simetris

Jumlah : lengkap

Warna : kemerahan

Reflek

Moro :+

Rooting :+
Walking :+

Babinski :+

Graphing :+

Suching :+

Tonick neck :+

ASSESMENT / DIAGNOSA

Bayi Ny. Leni umur 2 hari dengan hirschprung

PLANNING

1. Jelaskan kepada klien mengenai jenis penyakitnya

2. Jelaskan tentang pengobatan yang harus segera dilakukan pada bayi yaitu

kolostomi.

3. Jelaskan manfaat pengobatannya pada ibu dan keluarga.

4. Jelaskan tentang tanda-tanda terjadinya komplikasi, setelah dilakukan

kolostomi jika terjadi infeksi.

5. Jelaskan tahap pengobatan selanjutnya setelah diadakan pengobatan

kolostomi.
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Kesenjangan Teori dengan kasus

Dalam kasus ditemukan bahwa bayi Ny. Leni menderita penyakit hirsprung,
tanpa ada faktor genetik dan lingkungan yang dapat mempengaruhi keadaan bayi Ny.
Leni untuk dapat menderita penyakit tersebut. Padahal menurut teori yang telah
diteliti para ilmuan penyebab penyakit hirsprung adalah faktor genetik.

4.2 Pembahasan

Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan bawaan berupa aganglionosis

usus yang dimulai dari sfingter ani internal kearah proksimal dengan panjang yang

bervariasi dan termasuk anus sampai rectum. Penyakit hisprung merupakan keturunan

karena penyakit ini merupakan penyakit bawaan sejak lahir. Hal ini diakibatkan oleh

karena terhentinya migrasi kraniokaudal dari sel krista neuralis di daerah kolon distal

pada minggu ke lima sampai minggu ke dua belas kehamilan untuk membentuk

sistem saraf usus. Aganglionik usus ini mulai dari spinkter ani interna kearah

proksimal dengan panjang yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-

tidaknya sebagian rektum dengan gejala klinis berupa gangguan pasase usus

fungsional (Kartono,1993; Fonkalsrud,1997).

Sel-sel krista neuralis berasal dari bagian dorsal neural tube yang kemudian

melakukan migrasi keseluruh bagian embrio untuk membentuk bermacam-macam

struktur termasuk sistim saraf perifer, sel-sel pigmen, tulang kepala dan wajah serta
saluran saluran pembuluh darah jantung. Sel-sel yang membentuk sistim saraf

intestinal berasal dari bagian vagal krista neuralis yang kemudian melakukan migrasi

ke saluran pencernaan. Sebagian kecil sel-sel ini berasal dari sakral krista neuralis

untuk ikut membentuk sel-sel saraf dan sel-sel glial pada kolon. Selama waktu

migrasi disepanjang usus, sel-sel krista neuralis akan melakukan proliferasi untuk

mencukupi kebutuhan jumlah sel diseluruh saluran pencernaan. Sel-sel tersebut

kemudian berkelompok membentuk agregasi badan sel. Kelompok-kelompok ini

disebut ganglia yang tersusun atas sel-sel ganglion yang berhubungan dengan sel bodi

saraf dan sel-sel glial. Ganglia ini kemudian membentuk dua lingkaran cincin pada

stratum sirkularis otot polos dinding usus, yang bagian dalam disebut pleksus

submukosus Meissnerr dan bagian luar disebut pleksus mienterikus Auerbach

(Fonkalsrud,1997).

Secara embriologis sel-sel neuroenterik bermigrasi dari krista neuralis 

menuju saluran gastrointestinal bagian atas dan selanjutnya meneruskan kearah distal.

Pada minggu ke lima kehamilan sel-sel saraf tersebut akan mencapai esofagus,  pada

minggu ke tujuh mencapai mid-gut dan akhirnya mencapai kolon pada minggu ke dua

belas. Proses migrasi mula pertama menuju ke dalam pleksus Auerbachi dan

selanjutnya menuju kedalam pleksus submukosa Meissneri. Apabila terjadi gangguan

pada proses migrasi  sel-sel kristaneuralis ini maka akan menyebabkan terjadinya

segmen usus yang aganglionik dan terjadilah penyakit Hirschsprung.

(Fonkalsrud,1997).
Berdasar pada segmen kolon yang aganglionik, penyakit Hirschsprung dibagi

menjadi Hirschsprung short segmen bila segmen aganglionik tidak melebihi batas

atas sigmoid (S-HSCR, 80% kasus) dan Hirschsprung long segmen bila segmen

aganglionik melebihi sigmoid (L-HSCR, 20% kasus), (Holschneider dan Ure, 2005;

Amiel dan Lyonnet, 2001).

Pada tahun 1994 ditemukan dua gen (turunan) yang berhubungan dengan

kejadian penyakit Hirschsprung yaitu RET (receptor tyrosin kinase) dan EDNRB

(endothelin receptor B). Interaksi antara EDN-3 dan EDNRB sangat penting untuk

perkembangan normal sel ganglion usus. Pentingnya interaksi EDN-3 dan EDNRB

didalam memacu perkembangan normal sel-sel krista neuralis telah dibuktikan

dengan jelas. Baik EDN-3 maupun EDNRB keduanya ditemukan pada sel mesenkim

usus dan sel neuron usus, dan ini memperkuat dugaan bahwa EDN-3 dan EDNRB

dapat mengatur regulasi antara krista neuralis dan sel mesenkim usus yang diperlukan

untuk proses migrasi normal (Duan, 2003).

Genom lain yang berperan sebagai penyebab terjadinya penyakit

Hirschsprung adalah Glial cell line Derived Neurothrophic Factor (GDNF), Neurturin

(NTN), Endotelin Converting Enzym 1, SOX 10 dan SIP 1 (Amiel dan Lyonnet,

2001). Sehingga dengan adanya kelain pada kedua gen tersebut dapat menjadi

penyebab utama adanya penyakit hirsprung.

Kembali lagi pada latar belakang penyakit, angka kejadian yang paling

banyak terjadi pada penderita penyakit hirsprung adalah laki-laki, dan bayi Ny.Leni
berjenis kelamin laki-laki. Karena wanita lebih cenderung memiliki segmen

aganglionik yang lebih panjang. Sehingga kemungkinan penyebab penyakit hisprung

pada bayi Ny. Leni adalah hal tersebut. Selain itu dapat dikaji lebih dini keadaan bayi

Ny. Leni, apakah menderita sindrom down atau tidak. Karena Sindrom Down

merupakan faktor pendukung bayi dapat menderita penyakit hirsprung.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Penyakit Hirsprung merupakan suatu kelainan bawaan berupa aganglionosis usus

yang dimulai dari sfingter ani internal kearah proksimal dengan panjang yang

bervariasi dan termasuk anus sampai rectum. Disebabkan oleh tidak terdapatnya sel

ganglion parasimpatis dari pleksus Auerbach di colon. Penyakit hisprung merupakan

Keturunan karena penyakit ini merupakan penyakit bawaan sejak lahir. Pada bayi

yang baru lahir tanda dan gejala :

a) setelah lahir, bayi tidak dapat mengeluarkan mekonium (tinja pertama pada

bayi baru lahir)

b) tidak dapat buang air besar dalam waktu 24-48 jam setelah lahir

c) perut menggembung

d) muntah

e) diare encer (pada bayi baru lahir)

f) berat badan tidak bertambah, mungkin terjadi retardasi pertumbuhan

g) malabsorbsi.

Teknik operasi untuk pengobatan penyakit hirsprung :

1. Prosedur Swenson

2. Prosedur Soave

3. Prosedur Duhamel
4. Prosedur Rehbein

Komplikasi yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:

a) Obstruksi usus
b) Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
c) Konstipasi
d) Gawat pernafasan ( akut )
e) Enterokolitis atau radang usus halus dan usus besar (akut)
f) Striktura ani atau penyempitan usus (pasca bedah)
g) Inkontinensia atau ketidakmampuan untuk menahan buang air besar
( jangka panjang)

Anda mungkin juga menyukai