Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“PATOFISIOLOGI KELAINAN KONGENITAL PADA SISTEM DIGESTIVE DAN


ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN PENYAKIT HIRSCHPRUNG ”

MK : KEPERAWATAN ANAK II

DOSEN : Ns. Julita Legi, S.Kep., M. Kep

Disusun oleh :

Kelompok 3 Kelas A3/5

1. Elsaday A. Kowal (1814201111)


2. Sharon V. Tukimin (1814201076)
3. Joandi Kukus (1814201074)

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA MANADO

FAKULTAS KEPERAWATAN

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan karunia-Nya sehingga
makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Asuhan
Keperawatan Anak II. Makalah ini disusun secara sederhana sehingga dapat memudahkan
mahasiswa dan pembaca dalam mempelajari materi yang kami sampaikan. Pada kesempatan kali
ini kami sampaikan terima kasih kepada ibu Ns. Julita Legi, S.Kep,M.Kep selaku dosen Asuhan
Keperawatan Anak II, yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Karena kurangnya
pengetahuan dan pengalaman kami, kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan
masih terdapat kekurangan, oleh sebab itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak.Akhir kata saya berharap semoga makalah ini dapat diterima,
dipelajari dan bermanfaat bagi teman-teman mahasiswa dan pembaca di kalangan masyarakat
serta dapat digunakan sebagai acuan dengan penyusunan makalah yang lainnya.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……………………………………………..…………………………1

B. Tujuan Penulisan..…………………………….…………………..…….…………….1

C. Manfaat…...............................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

1. Pengertian...................................………………………………………………………2

2. Etiologi......…………….……………………………………………............................2

3. Manifestasi Klinis…..…………………………………………………………………..2

4. Patofisoligi….…....................…………………………………………………………..3

5.Komplikasi…..…….............………………………….. ………………………………..4

6. Pemeriksaan Diagnostik.............................................................................................4

7. Penatalaksanaan………………………………………………………………………...7

8. Asuhan Keperawatan ………………………………………………………………….

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...………………………………………………………….…..… ………

B. Saran…….……………………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pasien dengan penyakit Hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch
pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan serta mendeskripsikan mega colon
congenital pada tahun 1863 adalah Harald Hirschsprung. Namun, pada saat itu patofisiologi
terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana Robertson
dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan
oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus defisiensi ganglion.
Insiden penyakit Hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti tertapi berkisar
antara satu diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 220 juta dan
tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1540 bayi dengan
penyakit hirschsprung.
Laki-laki lebih banyak diserang dibandingkan perempuan dengan perbandingan 4:1.
Biasanya, penyakit Hirschsprung terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir 3kg dan jarang
pada bayi prematur. Penyakit ini mungkin disertai dengan cacat bawaan dan termasuk
sindrom down, sindrom waardenburg serta kelainan kardiovaskuler.
Penyakit ini ditemukan tanda dan gejala yaitu adanya kegagalan mengeluarkan
mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, muntah berwarna hijau dan konstipasi.
faktor penyebab penyakit Hirschsprung diduga dapat terjadi karena faktor genetik dan faktor
lingkungan.Oleh karena itu, penyakit Hirschsprung sudah dapat dideteksi melalui
pemeriksaan yang dilakukan seperti pemeriksaan radiologi, barium, enema, rectal biopsi,
rectum, manometri anorektal dan melalui penatalaksanaan dan teraupetik yaitu dengan
pembedahan dan colostomi. Melalui makalah ini akan membahas lebih jauh mengenai
penyakit Hirschsprung serta asuhan keperawatan pasien Hirschsprung.

B. Tujuan
Adapun rumusan masalah yanng akan dibahas dalam makalah ini, yaitu :
1. Apa pengertian penyakit hirschprung ?
2. Bagaimana etiologi dan penyakit hirschprung ?
3. Bagaimana manifestasi klinis penyakit hirschprung ?
4. Bagaimana patofisiologi penyakit hirschprung ?
5. Apa-apa saja komplikasi dari penyakit hirschprung?
6. Bagaimana Pemeriksaan Diagnosis dan Penatalaksanaan padapenyakit hirschprung?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada penyakit hirschprung?

C. Manfaat
1. Untuk mengetahui pengertian penyakit hirschprung
2. Untuk mengetahui etiologi dan penyakit hirschprung
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis penyakit hirschprung
4. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit hirschprung
5. Untuk mengetahui komplikasi dari penyakit hirschprung
6. Untuk mengetahui Pemeriksaan Diagnosis dan penatalaksanaan penyakit hirschprung
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit hirschprung
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hisprung

Penyakit Hisprung (Hirschprung) adalah kelainan bawaan penyebab gangguan


pada usus (Ariff Mansjoer, dkk. 2000).Dikenalkan pertama kali oleh Harold Hirschprung
tahun 1886.Zuelser dan Wilson, 1948 mengemukakan bahwa pada dinding usus yang
menyempit tidak ditemukan ganglion parasimpatis.

Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon.Penyakit ini


merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan
(aganglionik).Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang
tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam
menjalankan fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon).Panjang usus
besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap individu.penyakit hirscprung sebagai
penyebab dari konstripasi pada awal masa bayi. Penyakit hirscprung terjadi pada sekitar 1
per 5.000 kelahiran hidup.Penyakit hirschsprung sekitar 4 kali lebih sering terjadi pada
laki-laki daripada perempuan.Hampir semua anak dengan penyakit hirschsprung
didiagnosis selama 2 tahun pertama kehidupan.Sekitar satu setengah anak-anak terkena
penyakit ini didiagnosis sebelum mereka berumur 1 tahun.

B. Etiologi
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan
dinding usus, mulai dari sfingter ani internus kearah proksimal, 70% terbatas didaerah
rektosigmoid, 10% sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5% dapat mengenai seluruh usus
sampai pylorus. Diduga terjadi karena factor genetik sering terjadi pada anak dengan
Down Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal
eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
C. Manifestasi Klinis
1. Tanda dan gejala pada neonatus meliputi:
a. Kegagalan mengeluarkan mekonium dalam tempo 24 hingga 48 jam karena usus
tidak mampu mendorong isinya ke arah distal.
b. Muntah dengan muntahan yang mengandung feses atau empedu sebagai akibat
obstruksi intestinal.
c. Distensi abdomen yang terjadi sekunder karena retensi isi usus dan obstruksi usus.
d. Iritabilitas (anak menjadi rewel) akibat distensi abdomen yang ditimbulkan.
e. Kesulitan menyusu dan kegagalan tumbuh kembang yang berhubungan dengan
retensi isi usus dan distensi abdomen.
f. Dehidrasi yang berhubungan dengan kesulitan menyusu dan ketidakmampuan
mengonsumsi cukup cairan.
g. Diare overflow yang terjadi sekunder karena peningkatan sekresi air kedalam usus
disertai obstruksi usus.
2. Tanda dan gejala pada anak-anak meliputi :
a. Konstipasi persisten akibat penurunan motilitas gastrointerstinal (GI)
b. Distensi abdomen akibat retensi feses.
c. Massa feses yang bisa diraba akibat retensi feses.
d. Ekstremitas yang lisut( pada kasus-kasus berat) yang terjadi sekunder karena
gangguan motilitas intestinal dan pengaruhnya pada nutrisi serta asupan makanan.
e. Kehilangan jaringan subkutan (pada kasus-kasus berat) yang terjadi sekunder karena
malnutrisi.
f. Abdomen yang besar dan menonjol akibat retensi feses dan perubahan homeostatis
cairan serta elektrolit yang ditimbulkan.
3. Tanda dan gejala pada dewasa ( yang lebih jarang ditemukan dan prevalen pada laki-
laki) meliputi:
a. Distensi abdomen akibat penurunan motilitas usus dan konstipasi.
b. Konstipasi intermitan yang kronis dan merupakan keadaan sekunder karena
gangguan motilitas usus. (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2014)
D. Patofisiologi Penyakit Hisprung
Dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna dapat berjalan di sepanjang
usus karena adanya kontraksi ritmis dari oto-otot yang melapisi usus (kontraksi Ritmis ini
disebutkan gerakan peristaltik). Kontraksi otot-otot tersebut dirangsang oleh sekumpulan
saraf yang disebut gangglion, yang terletak dibawah lapisan otot. Pada penyakit
Hirschcprung, ganglion/pleksus yang memerintahkan gerakan peristaltik tidak ada,
biasanya hanya sepanjangn beberapa sentimeter.Segmen usus yang tidak memiliki
gerakan peristaltik tidak dapat mendorong bahan-bahan yang dicerna sehingga terjadi
penyumbatan.
Dengan kondisi tidak adanya ganglion, maka akan memberikan manifastasi
gangguan atau tidak adanya peristaltis sehingga akan terjadinya tidak adanya evakuasi
usus spontan. Selain itu, sfingter rektum tidak dapat berelaksasi secara optimal, kondisi
ini dapat mencegah keluarnya fases secara normal.Isi usus kemudian terdorong ke
segmenaganglionik dan terjadi akumulasi di daerah tersebut sehingga memberikan
manifestasi dalatasi usus pada bagian proksimal.
Kondisi penyakit Hirschprung memberikan berbagai masalah keperawatan pada
pasien dan memeberikan implikasi pada pemberian asuhan keperawatan.
E. Komplikasi
 Enterokolitis (akut)
 Pneumatosis usus
 Abses perikolon
 Perforasi dan septicemia
F. Pemeriksaan Diagnostik
 Biopsi isap, yakni mengambil mukosa submukosa dengan alat penghisap dan mencari
sel ganglion pada daerah submukosa.

 Biopsi oto rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum, dilakukan di bawah
narkos,. Pemeriksaan ini bersifat traumatic.
 Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy asap. Pada penyakit ini khas
terdapat peningkatan aktifitas enzim asetilkolin enterase.

 Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus (Ngastiyah, 1997)


 Foto abdomen dan Enema Barium untuk mengetahui adanya penyumbatan pada
kolon.

 Biopsi rectal untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion


 Manometri anorektal untuk mencatat respons reflex sfingter interna dan eksterna

G. Penatalaksanaan
Penyakit Hisprung ditegakkan dengan pemerksaan fisik dan
penunjang.Pentalaksanaan Hisprung terdiri dari tindakan bedah dan non bedah.Tindakan
non bedah dilakukan untuk perawatan penyakit Hisprung ringan bertujuan untuk
menghilangkan konstipasi kronik dengan pelunak feses dari irigasi rektal.Sedangkan pada
Hisprung sedang sampai berat dilakukan tindakan pembedahan.Pada periode neonatal,
dilakukan tindakan kolostomi temporer pada bagian paling distal usus yang normal untuk
menghilangkan sumbatan. Pembedahan repair ditunda sampai berat badan naik 8 sampai
10 kilogram. Tindakan bedah lain yang dilakukan antara lain prosedur Swenson,
Duhamel dan Soave. (Ashwill & James, 2007; Hockenberry & Wilson, 2007).
Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding
usus, gagal eksistensi kranio kaudal pada myentrik dan
submukosa dinding plexus

Sel ganglion pada kolon tidak ada atau


sangat sedikit

Usus spastik dan daya dorong tidak ada

Penyakit Hisprung

Respon psikologis pada Gangguan gastrointestinal Obstruksi fekal


bayi dan anak terhadap
hospitalisasi
Mual, muntah- Konstipasi
Hambatan interaksi muntah
sosial
Penurunan volume
Resiko gangguan cairan secara aktif
pertumbuhan dan
perkembangan
Hipovolemia

Distensi abdomen

Gangguan rasa Media


nyaman dan nyeri mikroorganisme
berkembang

Peradangan pada usus

Ketidakmampuan
mencerna makanan

Resiko defisit
nutrisi
ASUHAN KEPERAWATAN HISPRUNG

1. Pengkajian

Informasi identitas/data dasar meliputi, nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat,
tanggal pengkajian, pemberian informasi.
 Keluhan Utama
Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat
dilakukan pengkajian, pada klien Hisprung misalnya, sulit BAB, distensi
abdomen, kembung, muntah.
 Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan orang tua pada bayi dengan tidak adanya evakuasi mekonium dalam
24-48 jam pertama setelah lahir diikuti obstruksi konstipasi, muntah, dan
dehidrasi. Gejala ringan berupa konstripasi selama beberapa minggu atau bulan
yang diikuti dengan obstruksi usus akut.Konstipasi ringan entrokolitis dengan
diare, distensi abdomen, dan demam. Adanya fases yang menyemprot pada saaat
colok dubur merupakan tanda yang khas .
Pada anak, selain tanda pada bayi, anak akan rewel dan keluhan nyeri pada
abdominal. Keluhan lainnya berupa konstipasi atau diare berulang.Pada kondisi
kronis, orang tua sering mengeluh anak mengalami gangguan pertumbuhan dan
perkembangan.Anak mungkin didapatkan mengalami kekurangan kalori-
protein.Kondisi gizi buruk ini merupakan hasil dari anak karena selalu merasa
kenyang, perut tidak nyaman, dan distensi terkait dengan konstipasi kronis.
Dengan berlanjutny proses penyakit, maka akan terjadi eterokolitis. Kondisi
enterokolitis dapat berlanjut ke sepsis, transmural nekrosis usus, dan perforasi.
 Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Apakah sebelumnya klien pernha melakukan operasi, riwayat kehamilan,
persalinan dan kelahiran, riwayat alergi, dan imunisasi.
 Riwayaat Nutrisi meliputi : masukan diet anak dan pola makan anak
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan pada orangtua apakah ada anggota keluarga yang lain yang
menderita Hisprung

Pemeriksaan Fisik

a. Sistem Integumen
Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat dilihat
capillary refill, warna kulit, edema kulit.
b. Sistem Respirasi
Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan .
c. Sistem Kardiovaskuler
Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi
apikal, frekuensi denyut nadi /apikal.
d. Sistem Penglihatan
Kaji adanya konjungtivitis, ritmis pada mata.
e. Sistem Gastrointestinal
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus,
adanya kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah
(frekuensi dan karakteristik muntah) adanya keram, tenderness.

2. Diagnosa Keperawatan

1) Konstipasi b/d aganglionik (penyakit Hisprung) d.d peristaltik usus menurun,


pengeluaran feses lama dan sulit, distensi abdomen dan kelemahan umum.
2) Hipovolemia b/d kehilangan cairan aktif d.d muntah-muntah
3) Gangguan rasa nyaman b/d gejala penyakit d.d distensi abdomen, gelisah
- Kondisi Klinis Terkait : Penyakit kronis
4) Resiko defisit nutrisi b/d ketidakmampuan mencerna makanan
- Kondisi Klinis Terkait : Enterokolitis
5) Resiko gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d kelainan
genetik/kongenital
- Kondisi Klinis Terkait : Penyakit kronis

3. Intervensi Keperawatan
1) Dx : Konstipasi b/d aganglionik (penyakit Hisprung) d.d peristaltik usus
menurun, pengeluaran feses lama dan sulit, distensi abdomen dan kelemahan
umum.
 Intervensi Utama : Manajemen Konstipasi
Observasi :
 Periksa tanda dan gejala konstipasi
 Periksa pergerakan usus, karakteristik feses (konsistensi, bentuk,
volume, dan warna)
 Identifikasi factor risiko konstpiasi
 Monitor tanda dan gejaa ruptur usus dan/ atau peritonitis

Terapeutik

 Anjurkan diet tinggi serat


 Lakukan masase abdomen, jika perlu
 Lakukan evakuasi feses secara manual, jika perlu
 Berikan enema atau irigasi, jika perlu

Edukasi

 Jelaskan etiologi masalah dan alas an tindakan


 Anjurkan peningkatan asupan cairan, jika tidak ada kontraindikasi
 Latih buang air besar secara teratur
 Ajarkan cara mengatasi konstipasi/impaksi

Kolaborasi

 Konsultasi dengan tim medis tentang penurunan/peningkatan frekuensi


suara usus
 Kolab. Penggunaan obat pencahar, jika perlu

2) Dx : Hipovolemia b/d kehilangan cairan aktif d.d muntah-muntah


 Intervensi Utama : Manajemen Hipovolemia
Observasi :
 Periksa tanda dan gejala hipovolemia
 Monitor intake dan output cairan

Terapeutik :

 Hitung kebutuhan cairan


 Berikan posisi modified trendelenburg
 Berikan asupan cairan oral

Edukasi

 Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral


 Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak

Kolaborasi
 Kolab. Pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCl, RL)
 Kolab. Pemberian cairan IV hipotonis (mis. Glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
3) Gangguan rasa nyaman b/d gejala penyakit d.d distensi abdomen, gelisah
Kondisi Klinis Terkait : Penyakit kronis
 Intervensi Utama : Manajemen Nyeri
Observasi :
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respon nyeri non verbal
 Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik

 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri


 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
 Fasilitas istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi

Edukasi

 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri


 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

 Kolab. Pemberian analgetik, jika perlu

4) Resiko defisit nutrisi b/d ketidakmampuan mencerna makanan


- Kondisi Klinis Terkait : Enterokolitis
 Intervensi Utama :Manajemen Nutrisi
Observasi :
 Identifikasi status nutrisi
 Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
 Identifikasi makanan yang disukai
 Identifikasi perlunya selang nasogastric
 Monitor berat badan
 Monitor hasil pemeriksaan lab
Terapeutik

 Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu


 Fasilitasi menentukan pedoman diet
 Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan protein

Edukasi

 Anjurkan posisi duduk, jika mampu


 Anjurkan diet yang diprogramkan

Terapeutik

 Kolab. Pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri), jika


perlu
 Kolab. Dengan ahli gizi

5) Resiko gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d kelainan


genetik/kongenital
- Kondisi Klinis Terkait : Penyakit kronis
 Intervensi Utama : Perawatan Perkembangan
Observasi :
 Identifikasi kebutuhan khusus anak dan kemampuan adaptasi anak

Terapeutik

 Fasilitasi hubungan anak dengan teman sebaya


 Dukung anak berinteraksi dengan anak lain
 Dukung anak mengekspresikan perasaannya secara positif
 Berikan mainan sesuai dengan usia anak
 Bernyanyi bersama anak-anak lagu yang disukai
 Sediakan kesempatan dan alat-alat untuk menggambar, melukis, dan
mewarnai
 Diskusikan bersama tujuan dan harapannya
 Sediakan mainan berupa puzzle dan maze

Edukasi

 Jelaskan nama-nama benda obyek yang ada dilingkungan sekitar


 Ajarkan pengasuh milestones perkembangan dan perilaku yang dibentuk
 Ajarkan sikap kooperatif
 Ajarkan anak cara meminta bantuan
 Demonstrasikan kegiatan yang meningkatkan perkembangan pada
pengasuh

Kolaborasi

 Rujuk untuk konseling, jika perlu

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit Hirschprung adalah suatu gangguan perkembangan dari sistem saraf
enterik dengan karakteristik tidak adanya sel-sel ganglion (tidak adanya pleksus meintrik)
pada bagian distal kolon. Penyebab penyakit hirschprung tidak diketahui, tetapi ada
hubungan dengan kondisi genetic. Komplikasi dapat meliputi perforasi usus,
ketidakseimbangan elektrolit, defisiensi gizi, enterokolitis, syok hipovolemik, dan sepsis.
Pemeriksaan Diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien penyakit Hirschprung, yaitu
biopsi isap, biopsi oto rectum, pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy
asap, pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus (Ngastiyah, 1997),
foto abdomen dan enema barium, biopsi rectal, manometri anorektal untuk mencatat
respons reflex sfingter interna dan eksterna .
B. Saran
Kami berharap setiap mahasiswa mampu memahami dan mengetahui penyakit
hisprung. Walaupun dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily, L., & Linda, A. S. (2002). Buku Saku Perawatan Pediatrik (ke-3 ed.). Jakarta:
EGC.

Kowalak, J. P., Welsh, W., & Mayer, B. (2014). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit . Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai