PADA ANAK
OLEH
NI KOMANG MULIADNYANI
18.321.2889
A12-B
Puja dan puji syukur penulis haturkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan
Yang Maha Esa) karena atas rahmat dan karunia-Nya tulisan yang berjudul “Konsep Asuhan
Keperawatan Penyakit Hirschprung pada Anak” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Tulisan ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak II
dalam menempuh pendidikan Program Studi S1 Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Wira Medika Bali pada Semester V tahun 2020, yang diampu oleh Ibu Ns. I Gusti
Ayu Putu Satya Laksmi, S.Kep., M.Kep.
Dalam keberhasilan penyusunan tulisan ini tentunya tidak luput dari bantuan beberapa
pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan tulisan ini.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari yang sempurna, oleh karena itu
segala kritik dan saran perbaikan sangat diharapkan demi karya – karya penulis berikutnya.
Semoga tulisan ini ada manfaatnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................. 1
1.3 Manfaat Penulisan............................................................................. 2
1.4 Tujuan Penulisan............................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Penyakit..................................................................... 3
2.2 Asuhan Keperawatan......................................................................... 9
2.3 Dampak Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia................................. 10
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan....................................................................................... 16
3.2 Saran................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian penyakit hirschprung.
2. Untuk mengetahui etiologi penyakit hirschprung.
3. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit hirschprung.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis penyakit hirschprung.
5. Untuk mengetahui komplikasi dari penyakit hirschprung.
6. Untuk mengetahui dampak penyakit terhadap kebutuhan dasar manusia pada
penyakit hirschprung.
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit hirschprung
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.2 Etiologi
Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut jenis
obstruksi usus, yaitu:
1) Mekanis
Yaitu terjadi obstruksi intramunal atau obstruksi munal dari tekanan pada
usus, diantaranya :
a. Intususepsi
b. Tumor dan neoplasma
c. Stenosis
d. Striktur
e. Perlekatan (adhesi)
f. Hernia
g. Abses
2) Fungsional
Yaitu akibat muskulator usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus.
(Brunner and Suddarth, 2002)
2.1.3 Patofisilologi
Dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna dapat berjalan di
sepanjang usus karena adanya kontraksi rtmis dari oto-otot yang melapisi usus
3
(kontraksi Ritmis ini disebutkan gerakan peristaltik). Kontraksi otot-otot tersebut
dirangsang oleh sekumpulan saraf yang disebut gangglion, yang terletak dibawah
lapisan otot. Pada penyakit Hirschcprung, ganglion/pleksus yang memerintahkan
gerakan peristaltik tidak ada, biasanya hanya sepanjangn beberapa sentimeter.
Segmen usus yang tidak memiliki gerakan peristaltik tidak dapat mendorong bahan-
bahan yang dicerna sehingga terjadi penyumbatan.
Dengan kondisi tidak adanya ganglion, maka akan memberikan manifastasi
gangguan atau tidak adanya peristaltis sehingga akan terjadinya tidak adanya
evakuasi usus spontan. Selain itu, sfingter rektum tidak dapat berelaksasi secara
optimal, kondisi ini dapat mencegah keluarnya fases secara normal. Isi usus
kemudian terdorong ke segmenaganglionik dan terjadi akumulasi di daerah tersebut
sehingga memberikan manifestasi dalatasi usus pada bagian proksimal.
Kondisi penyakit Hirschprung memberikan berbagai masalah keperawatan
pada pasien dan memberikan implikasi pada pemberian asuhan keperawatan.
4
PATHWAY
Aganglionik
Peristaltik Menurun
Perubahan Pola
Inflamasi Diare
5
2.1.4 Manifestasi Klinis
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif (Winslet, 2002) :
1) Nyeri abdomen
2) Muntah
3) Distensi
4) Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif bervariasi tergantung kepada (Winslet, 2002) :
1) Lokasi obstruksi
2) Lamanya obstruksi
3) Penyebabnya
4) Ada atau tidaknya iskemia usus
Gejala selanjutnya yang bisa muncul termasuk dehidrasi, oliguria, syok
hypovolemik, pireksia, septikemia, penurunan respirasi dan peritonitis. Terhadap
setiap penyakit yang dicurigai ileus obstruktif, semua kemungkinan hernia harus
diperiksa. (Winslet, 2002)
Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi
bersifat kolik. Ia sekunder terhadap kontraksi peristaltik kuat pada dinding usus
melawan obstruksi. Frekuensi episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang muncul
setiap 4 sampai 5 menit dalam ileus obstruktif usus halus, setiap 15 sampai 20 menit
pada ileus obstruktif usus besar. Nyeri dari ileus obstruktif usus halus demikian
biasanya terlokalisasi supraumbilikus di dalam abdomen, sedangkan yang dari ileus
obstruktif usus besar biasanya tampil dengan nyeri intaumbilikus. Dengan berlalunya
waktu, usus berdilatasi, motilitas menurun, sehingga gelombang peristaltik menjadi
jarang, sampai akhirnya berhenti. Pada saat ini nyeri mereda dan diganti oleh pegal
generalisata menetap di keseluruhan abdomen. Jika nyeri abdomen menjadi
terlokalisasi baik, parah, menetap dan tanpa remisi, maka ileus obstruksi strangulata
harus dicurigai. (Sabiston, 1995)
Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi yang
memuntahkan apapun makanan dan cairan yang terkandung, yang juga diikuti oleh
cairan duodenum, yang kebanyakan cairan empedu (Harrison’s, 2001). Muntah
tergantung atas tingkat ileus obstruktif. Jika ileus obstruktif usus halus, maka muntah
terlihat dini dalam perjalanan dan terdiri dari cairan jernih hijau atau kuning. Usus
didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak terlihat distensi.
Konstipasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konstipasi absolut (dimana
feses dan gas tidak bisa keluar) dan relatif (dimana hanya gas yang bisa keluar)
(Winslet, 2002). Kegagalan mengerluarkan gas dan feses per rektum juga suatu
gambaran khas ileus obstruktif.
6
Pireksia di dalam ileus obstruktif dapat digunakan sebagai petanda (Winslet,
2002) :
1) Mulainya terjadi iskemia
2) Perforasi usus
3) Inflamasi yang berhubungan denga penyakit obsruksi
Hipotermi menandakan terjadinya syok septikemia. Nyeri tekan abdomen yang
terlokalisir menandakan iskemia yang mengancam atau sudah terjadi. Perkembangan
peritonitis menandakan infark atau perforasi. (Winslet, 2002)
2.1.6 Komplikasi
1) Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehingga terjadi
peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
2) Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi terlalu lama pada organ intra
abdomen.
3) Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
4) Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
(Brunner and Suddarth, 2001)
2.1.7 Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan
cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi
peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki
kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
a. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tanda vital,
dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi
dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena
seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda -
tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian cairan intravena,
diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk
mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan
mengurangi distensi abdomen.
b. Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.
c. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul
dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi.
Berikut ini beberapa kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan operasi : Jika
obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau adhesi, maka
tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi
8
intestinal sangat diperlukan. Pada umumnya dikenal 4 macam cara/tindakan bedah
yang dilakukan pada obstruksi ileus :
1) Koreksi sederhana (simple correction), yaitu tindakan bedah sederhana untuk
membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-
strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2) Tindakan operatif by-pass, yaitu tindakan membuat saluran usus baru yang
“melewati” bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal,
Crohn disease, dan sebagainya.
3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
4) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung
usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinoma
colon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus,
kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena
penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca
sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari
dilakukan reseksi usus dan anastomosis. (Sabara, 2007)
10
Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dengan
klien.
c. Pemeriksaan fisik
1. Sistem pernafasan
Peningkatan frekuensi napas, napas pendek dan dangkal
2. Sistem kardiovaskuler
Takikardi, pucat, hipotensi (tanda syok)
3. Sistem persarafan
Tidak ada gangguan pada sistem persyarafan
4. Sistem perkemihan
Retensio urine akibat tekanan distensi abdomen, anuria/oliguria, jika syok
hipovolemik
5. Sistem pencernaan
Distensi abdomen, muntah, bising usus meningkat, lemah atau tidak ada,
ketidakmampuan defekasi dan flatus.
6. Sistem muskuloskeletal
Kelelahan, kesulitan ambulansi
7. Sistem integumen
Turgor kulit buruk, membran mukosa pecah-pecah (syok)
8. Sistem endokrin
Tidak ada gangguan pada sistem endokrin
9. Sistem reproduksi
Tidak ada gangguan pada sistem reproduksi
3. Intervensi keperawatan
No Dx Tujuan Intervensi Rasional
1. Konstipasi Setelah diberikanManajemen
berhubungan tindakan konstipasi/impaksi
11
dengan keperawatan selama1. Monitor tanda1. Untuk mengetahui
penurunan 3 x24 jam dan gejala konstipasi tanda dan gejala
motilitas diharapkan konstipasi
gastrointestinal eliminasi usus
ditandai denganpasien normal2. Timbang berat2. Untuk mengetahui
pengeluaran dengan kriteria hasil badan pasien secara perubahan pada berat
feses lama dan: teratur badan pasien
sulit. - Pola eliminasi
normal 3. Ajarkan3. Agar keluarga
- Feses lembut dan pasien/keluarga mengenal proses
berbentuk mengenal proses pencernaan secara
- Kemudahan BAB pencernaan normal normal
12
analgetik 4. Kolaborasi dalam
pemberian analgetik
untuk menentukan
dosis yang tepat
Setelah diberikan
tindakan Manajemen Hipovolemi
Kekurangan keperawatan selama1. M
volume cairan3x24 jam onitor asupan dan1.
3 berhubungan diharapkan volumen pengeluaran keseimbangan cairan
dengan cairan pasien
kekurangan seimbang dengan 2.
intake cairankriteria hasil : 2. P keseimbangan cairan
ditandai dengan - Tekanan darah antau hasil dan elektrolit
frekuensi nadi normal laboratorium serum
meningkat. - Keseimbangan elektrolit, hematocrit 3.
intake dan output mampu mencatat
- Berat badan3. I intake/output dengan
stabil nstruksikan pada tepat
pasien/keluarga untuk
mencatat 4.
intake/output, dengan kebutuhan cairan dan
tepat eletrolit pasien
4. K
olaborasi dengan
medik untuk
pemberian terapi
intravena
4. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan
oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses
penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang
sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan. Tujuan dari implementasi adalah
13
membantu klien dalam mencapai peningkatan kesehatan baik yang dilakukan secara
mandiri maupun kolaborasi dan rujukan ( Nursallam, 2011).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien
dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan
melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lannya. Untuk memudahkan perawat
mengevaluasi atau memantau perkembangan klien digunakan komponen SOAP. Yang
dimaksud dengan SOAP adalah :
S : Data subyektif
Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah dilakukankan
tindakan keperawatan.
O : Obyektif
Data berdasarkan hasil mengukuran atau observasi perawat secara langsung
kepada klien, dan yang dirasakan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
A : Analisis
Interpretasi dari data subyektif dan data obyektif, merupakan suatu masalah atau
diagnosis keperawatan yang masih terjadi, atau juga dapat dituliskan masalah atau
diagnosis baru yang terjadi akibat perubahan setatus kesehatan klien yang
teridentifikasi datanya dalam data subyektif dan obyektif.
P : Planing
Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi, atau
ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan
sebelumnya.
14
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit Hirschprung adalah suatu gangguan perkembangan dari sistem saraf
enterik dengan karakteristik tidak adanya sel-sel ganglion (tidak adanya pleksus meintrik)
pada bagian distal kolon dan kolon tidak bisa mengembang dengan memberikan
manifestasi perubahan struktur dari kolon. Pada kondisi klinik penyakit Hirschprung lebih
dikenal dengan mengkolon kongenital. Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi
menjadi dua bagian menurut jenis obstruksi usus, yaitu mekanis dan fungsional. Mekanis
yaitu terjadi obstruksi intramunal atau obstruksi munal dari tekanan pada usus, sedangkan
fungsional yaitu akibat muskulator usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus.
(Brunner and Suddarth, 2002). Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif (Winslet,
2002) yaitu, nyeri abdomen, muntah, distensi, kegagalan buang air besar atau gas
(konstipasi). Gejala ileus obstruktif bervariasi tergantung kepada (Winslet, 2002) yaitu,
lokasi obstruksi, lamanya obstruksi, penyebabnya, ada atau tidaknya iskemia usus.
3.2 Saran
Dengan adanya pembelajaran tentang penyakit hirschprung, mahasiswa diharapkan
mampu memahami konsep teori penyakit hirschprung sehingga mengetahui penyebab,
tanda dan gejala yang membedakan dengan penyakit lain dan mampu melakukan asuhan
keperawatan dengan baik.
16
DAFTAR PUSTAKA
Kowalak, J. P., Welsh, W., & Mayer, B.2014. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.Alief.
Rahayu Rejeki handayani, bahar asril.2009.Buku ajar ilmu penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.
Jakarta: Departemen Pendidikan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
17