Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN HIRSCHPRUNG DISEASES

Disusun oleh Kelompok 1 :


1. Tora Nanda (1926010001)
2. Dewa Anggi Rhamanda (1926010002)
3. Vera Eliza (1926010003)
4. Eni Kurniawati (1926010004)
5. Okta Purnama (1926010005)
6. Anisya Sri Utami (1926010006)
7. Ahmad Aliyana (1926010007)
8. Dita Cahayani Septiriana (1926010008)

Dosen Pengampu :
Ns.Nilam Purwaningsih.M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPARAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

TRI MANDIRI SAKTI

BENGKULU

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt atas rahmat dan karunia-Nya masih
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah Keperawatan Anak II
yang berjudul “Askep Pada Anak dengan Hischprung diseases”
Dalam penulisan makalah ini kami banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulisan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata kami memohon
maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan oleh karena itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca.

Bengkulu , Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman judul......................................................................................................................i
Kata pengantar ....................................................................................................................ii
Daftar isi................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusuan Masalah..............................................................................................2
C. Tujuan..................................................................................................................2

BAB II Tinjauan Teori........................................................................................................3


A. Pengertian.............................................................................................................3
B. Etiologi.................................................................................................................4
C. Faktor resiko dan klasifikasi................................................................................4
D. Patofisiologi.........................................................................................................4
E. Pathway................................................................................................................5
F. Gambaran klinis...................................................................................................5
G. Komplikasi...........................................................................................................6
H. Pemeriksaan diagnosis.........................................................................................6
I. Penatalaksanaan...................................................................................................7

BAB III Asuhan keperawatan............................................................................................13


A. Pengkajian............................................................................................................13
B. Analisis data.........................................................................................................15
C. Diagnosis keperawatan........................................................................................16
D. Intervensi dan implementasi................................................................................17

BAB IV Penutup...................................................................................................................26
A. Kesimpulan................................................................................................................26
B. Saran...........................................................................................................................26

Daftar Pustaka

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit Hirschsprung (Megakolon) merupakan kelainan bawaan penyebab gangguan
pasase usus (obstruksi ileus).Tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi
aterm dengan berat lahir kurang lebih 3 Kg, dan lebih banyak terjadi pada laki – laki dari
pada perempuan. Pasien dengan penyakit Hirschprung pertama kali dilaporkan pada
tahun1961 oleh Frederick  Ruysch, namun seorang dokter anak bernama Harold Hirschprung
pada tahun 1886 yang mempublikasikan penjelasan klasik mengenai megakolon kongenital
ini. Penyakit Hirschprung ini ditandai oleh tidak adanya selmyenteric dan ganglion
submukosal (pleksus Auerbach dan Meissner) disepanjang traktus digestif distal. Penyakit ini
menyebabkan penurunan motilitas pada segmen usus yang terkena, kurangnya gelombang
peristaltik  menuju kolon yang aganglion, dan relaksasi abnormal pada segmen ini.
Penyakit Hirschsprung (Megakolon Kongenital) adalah suatu penyumbatan pada usus
besar yang terjadi akibat pergerakan usus yang tidak  adekuat karena sebagian dari usus besar
tidak memiliki saraf yang mengendalikan kontraksi ototnya Usus besar. Insidensi penyakit
Hirschsprung tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup.
Dengan jumlah penduduk  Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka
diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Kartono
mencatat 20 - 40 pasien penyakit Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN
CiptoMangunkusomo Jakarta. (Kartono, 2002)
Menurut catatan Swenson, 81,1 % dari 880 kasus yang diteliti adalah laki-laki.
Sedangkan Richardson dan Brown menemukan tendensi faktor keturunan pada penyakit ini
(ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga). Beberapa kelainan kongenital dapat ditemukan
bersamaan dengan penyakit Hirschsprung, namun hanya 2 kelainan yang memiliki angka
yang cukup signifikan yakni Down Syndrome (5-10 %) dan kelainan urologi (3%). Hanya
saja dengan adanya fekaloma, maka dijumpai gangguan nurologi seperti refluks vesikoureter,
hydronephrosis dan gangguan vesicaurinaria (mencapai 1/3 kasus). (Swenson, dkk, 2003)
Mortalitas dari kondisi ini dapat dikurangi dengan peningkatan dalam diagnosis, perawatan
intensif neonatus, teknik pembedahan, dan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit
Hirschprung dengan enterokolitis.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang di maksud dengan Hirschprung?
2. Bagaimanakah etiologi hirschprung?
3. Bagaimanakah manifestasi klinis hirschprung?
4. Apa sajakah komplikasi hirschprung?
5. Bagaimanakah penatalaksanan hirschprung?
6. Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Hirschprung?

C. TUJUAN
Agar mahasiswa mengetahui tinjauan terori Hisprng serta asuhan keperawatannya dan
untuk memenuhi tugas. Adapun tujuan lain :
1. Untuk mengetahui pengertian hirschprung.
2. Untuk mengetahui etiologi hirschprung.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis hirschprung.

4. Untuk mengetahui komplikasi hirschprung.


5. Untuk mengetahui penatalaksanaan hirschprung.
6. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Hirschprung.

2
3

BAB II
LANDASAN TEORI

A. PENGERTIAN
Penyakit hirschprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatik pada
usus, dapat dari kolon sampai pada usus halus. ( Ngastiyah,1997;139). Hirschprung atau
megacolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus,
dan kebanyakan terjadi pada bayi dengan berat badan lahir 3 Kg, lebih banyak laki-laki dari
pada perempuan ( Arief Mansjoeer : 2000).
Penyakit hirschprung disebut juga congenital aganglionosis atau megakolon (aganglionik
megakolon) yaitu tidak adanya sel ganglion dalam rectum dan sebagian tidak ada dalam
kolon. (Suriadi, 2001).
Penyakit hirschprung atau megakolon congenital adalah tidak adanya selsel ganglion
dalam rectum atau bagian rektosigmoid kolon. (Cecily L. Betz, 2002; 196). Hirschprung atau
Megakolon adalah penyakit yang tidak adanya sel  –  sel ganglion dalam rectum atau bagian
rektosigmoid Colon. Dan ketidak  adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya
peristaltik serta tidak  adanya evakuasi usus spontan( Betz,Cecily& amp; Sowden : 2010 ).
Penyakit hirschprung disebut juga congenital aganglionosis atau megakolon (aganglionik
megakolon) yaitu adanya sel ganglion parasimpatik, mulai dari spingter ani interna kearah
proksimal dengan panjang yang bervariasi, dapat dari kolon sampai pada usus halus.
Jadi penyakit hirschprung adalah suatu kelainan bawaan di mana tidak  terdapatnya
sel ganglion parasimpatik, mulai dari spingter ani interna kearah proksimal dengan panjang
yang bervariasi, dapat dari kolon sampai pada usus halus.
Penyakit Hirschsprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini
merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi,
karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai
persarafan (ganglion), maka terjadi kelumpuhan usus besar dalam menjalankan fungsinya
sehingga usus menjadi membesar (mega kolon). (Gambar 1)

Gambar 1. Gambaran kolon normal dan kolon yang tidak normal


B. ETIOLOGI
1) Penyakit hirschsprung diduga sebagai defek congenital familia.
2) penyakit hirschsprung terjadi akibat kegagalan perpindahan kraniokaudal dari
precursor sel saraf ganglion sepanjang saluran GI antara minggu kelima dan kedua
belas gestasi.
3) Sering terjadi pada anak dengan down syndrome.
4) Megakolon pada hirschprung primer disebabkan oleh gangguan peristaltik  dibagian
usus distal dengan defisiensi ganglion .
5) Tidak diketahui secara pasti kemungkinan factor genetic dan factor lingkungan.
6) Mungkin terdapat suatu kegagalan migrasi sel-sel dari puncak neural embrionik ke
dinding usus atau kegagalan dari pleksus-pleksus mienterikus dan submukosa untuk
bergerak ke kraniokaudal dalam dinding usus tersebut.

C. FAKTOR RESIKO DAN KLASIFIKASI


Penyakit ini disebabkan agang lionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding
usus, mulai dari spingterani internus kearah proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid,
10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus.
Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom,
kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal
pada myentrik dan sub mukosadinding plexus (Budi,2010)
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, penyakit hirschprung dapat dibedakan 2 tipe,
yaitu:
1) Penyakit hirschprung segman pendek  Segmen aganglionosis mulai dari anus
sampai sigmoid, ini merupakan 70 % dari kasus penyakit hirschprung dan lebih
sering ditemukan pada anak laki-laki dari pada anak perempuan.
2) Penyakit hirschprung segmen panjang Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan
dapat mengenai seluruh kolon atau usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak
laki-laki maupun perempuan.

D. PATOFISIOLOGI
1) Tidak adanya sel ganglion parasimpatik otonom pada satu segmen kolon
menyebabkan kurangnya persarafan di segmen tersebut.
2) Kurangnya persarafan menyebabkan tidak adanya gerakan mendorong, menyebabkan
akumulasi isi intestinal dan distensi usus proksimal terhadap defek.

4
3) Semua ganglion pada intramural pleksus dalam usus berguna untuk  kontrol kontraksi
dan relaksasi peristaltic secara normal.
4) Penyempitan pada lumen usus, tinja dan gas akan berkumpul dibagian proksimal dan
terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian kolon tersebut melebar (megakolon).
5) Enterokolitis, inflamasi usus halus dan kolon, merupakan penyebab utama kematian
pada anak-anak dengan penyakit Hirschprung. Hal itu terjadi sebagai akibat dari
distensi intestin dan iskemia (sekunder) akibat distensi dinding usus.

F. PATHWAY

E. GAMBARAN KLINIS
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan Penyakit
Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total saat lahir
dengan muntaah, distensi abdomen dan ketidak adaan evakuasi mekonium. Keterlambatan
evakuasi meconium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa
konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut.
Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses
yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul
enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk yang dapat
berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ).

5
1) Bayi baru lahir Kegagalan mengeluarkan mekonium dalam 24-48 jam setelah lahir,
malas minum, distensi abdomen,dan emesis yang mengandung empedu. (Gambar 2)

Gambar 2. Foto pasien penderita Hirschprung berusia 3 hari.


Terlihat abdomen sangat distensi dan pasien tampak menderita
2) Bayi Gagal tumbuh, kontipasi, distensi abdomen, muntah, dan diare episodik.
3) Anak-anak yang lebih besar Anoreksia, konstipasi kronis feses berbau busuk dan
berbentuk pita, distensi abdomen, peristalsis yang dapat terlihat, massa feses dapat
dipalpasi, malnutrisi atau pertumbuhan yang buruk, tanda-tanda anemia, dan
hipoproteinemia. Tanda-tanda yang memburuk yang menandakan enterokolitis antara
lain diare hebat yang tiba-tiba, diare bercampur darah, demam, dan kelelahan yang
parah.

F. KOMPLIKASI
1) Gawat pernafasan akut
2) Enterokolitis akut
3) Triktura ani pasca bedah
4) Inkontinensia jangka panjang
5) Obstruksi usus
6) Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
7) Konstipasi

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Foto Polos Abdomen (BNO) Foto polos abdomen dapat memperlihatkan loop distensi
usus dengan penumpukan udara di daerah rektum. Pada foto polos abdomen dapat dijumpai
gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi sulit untuk  membedakan usus halus
dan usus besar. Bayangan udara dalam kolon pada neonatus jarang dapat bayangan udara
dalam usus halus. Daerah rektosigmoid tidak terisi udara. Pada foto posisi tengkurap kadang-

6
kadang terlihat  jelas bayangan udara dalam rektosigmoid dengan tanda-tanda klasik penyakit
Hirschsprung. (Gambar 3)

Gamabar 3. Foto polos abdomen menunjukan dilatasi usus dan daerah rektrosigmoid
tidak berisi udara.

1) Enema Barium
Barium enema Pemeriksaan yang merupakan standard dalam menegakkan diagnosa
Hirschsprung adalah  Barium Enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas:
1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya
bervariasi.
2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitanke arah daerah
dilatasi.
3. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi.
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas, maka dapat dilanjutkan
dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 24- 48 jam barium dibiarkan membaur dengan
feces.Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur denganfeces kearah
proksimal kolon. Sedangkan pada penderita yang bukan Hirschsprung namun disertai dengan
obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal di daerah rektum dan sigmoid. (Gambar
4)

Gambar 4. Tampak rectum yang mengalami penyempitan, dilatasi sigmoid dan daerah
transisi yang melebar.

7
2) Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat penghisap dan
mencari sel ganglion pada daerah submukosa
3) Biopsi otot rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum, dilakukan dibawah
narkose. Pemeriksaan ini bersifat traumatic
4) Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dari hasil biopsi isap. Pada penyakit
ini khas terdapat peningkatan aktivitas enzim asetilkolin esterase
5) Pemeriksaan aktivitas norepineprin dari jaringan biopsi usus.
6) Anal manometri (balon ditiupkan dalam rektum untuk mengukur tekanan dalam
rektum)
Sebuah balon kecil ditiupkan pada rektum. Ano-rektal manometri mengukur tekanan dari
otot sfingter anal dan seberapa baik seorang dapat merasakan perbedaan sensasi dari rektum
yang penuh. Pada anak-anak yang memiliki penyakit Hirschsprung otot pada rectum tidak
relaksasi secara normal. Selama tes, pasien diminta untuk memeras, santai, dan mendorong.
Tekanan otot spinkter anal diukur selama aktivitas. Saat memeras, seseorang mengencangkan
otot spinkter seperti mencegah sesuatu keluar. Mendorong, seseorang seolah mencoba seperti
pergerakan usus. Tes ini biasanya berhasil pada anak-anak yang kooperatif dan dewasa.

H. PENATALAKSANAAN
1) Medik  Bila belum dapat dilakukan operasi, biasanya (merupakan tindakan
sementara) dipasang pipa rectum, dengan atau tanpa dilakukan pembilasan dengan
air garam fisiologis secara teratur.
a. Bayi dengan obstruksi akut
Pemeriksaan rectal atau memasukkan pipa rectal sering dapat memperbaiki
keadaan sementara waktu
Mengosongkan rectum tiap hari dengan cairan NaCl 0,9 %
b. Pengobatan enterokolitis
2) Bedah Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di
usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus
besar sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal. Pembedahan yang
dilakukan yaitu:
a. Kolostomi sementara pada bagian transisi segera setelah dipastikan diagnosis,
dikonfirmasikan dengan pemeriksaan histology sehinggaakan mengurangi
adanya enterolitis

8
b. Anastomosis definitive bagian yang mempunyai ganglion dengan saluran anus,
dilakukan pada umur 9 sampai 12 bulan atau 6 bulan setelah kolostomi pada
anak yang lebih besar
c. Prosudur Swenson
d. Orvar swenson dan Bill (1948) adalah yang mula-mula memperkenalkan
operasi tarik terobos (pull-through) sebagai tindakan bedahdefinitif pada
penyakit Hirschsprung. Pada dasarnya, operasi yang dilakukan adalah
rektosigmoidektomi dengan preservasi spinkter ani. Dengan meninggalkan 2-3
cm rektum distal dari linea dentata, sebenarnya adalahmeninggalkan daerah
aganglionik, sehingga dalam pengamatan pasca operasi masih sering dijumpai
spasme rektum yang ditinggalkan. Oleh sebab itu Swenson memperbaiki
metode operasinya (tahun 1964) dengan melakukan spinkterektomi posterior,
yaitu dengan hanya menyisakan 2 cm rektum bagian anterior dan 0,5-1 cm
rektum posterior5.
e. Prosedur Swenson dimulai dengan approach ke intra abdomen, melakukan
biopsi eksisi otot rektum, diseksi rektum ke bawah hingga dasar pelvik dengan
cara diseksi serapat mungkin ke dinding rektum, kemudian bagian distal rektum
diprolapskan melewati saluran anal ke dunia luar sehingga saluran anal menjadi
terbalik, selanjutnya menarik terobos bagian kolon proksimal (yang tentunya
telah direseksi bagian kolon yang aganglionik) keluar melalui saluran anal.
Dilakukan pemotongan rektum distal pada 2 cm dari anal verge untuk bagian
anterior dan 0,5-1 cm pada bagian posterior, selanjunya dilakukan anastomose
end to end dengan kolon proksimal yang telah ditarik terobos tadi. Anastomose
dilakukan dengan 2lapis jahitan, mukosa dan sero-muskuler.
Setelah anastomose selesai, usus dikembalikan ke kavum pelvik / abdomen.
Selanjutnya dilakukan reperitonealisasi, dan kavum abdomen ditutup.
f. Prosedur Duhamel
Prosedur ini diperkenalkan Duhamel tahun 1956 untuk mengatasi kesulitan
diseksi pelvik pada prosedur Swenson. Prinsip dasar prosedur ini adalah
menarik kolon proksimal yang ganglionik  ke arah anal melalui bagian posterior
rektum yang aganglionik, menyatukan dinding posterior rektum yang
aganglionik dengan dinding anterior kolon proksimal yang ganglionik sehingga
membentuk rongga baru dengan anastomose end to side Fonkalsrud dkk,1997).

9
g. Prosedur Duhamel asli memiliki beberapa kelemahan, diantaranya sering terjadi
stenosis, inkontinensia dan pembentukan fekaloma di dalam puntung rektum
yang ditinggalkan apabila terlalu panjang. Oleh sebab itu dilakukan beberapa
modifikasi prosedur Duhamel, diantaranya :
h. Modifikasi Grob (1959) : Anastomose dengan pemasangan 2 buahklem melalui
sayatan endoanal setinggi 1,5-2,5 cm, untuk  mencegahinkontinensia.
i. Modifikasi Talbert dan Ravitch: Modifikasi berupa pemakaian stapler untuk
melakukan anastomose side to side yang panjang;
j. Modifikasi Ikeda: Ikeda membuat klem khusus untuk melakukan anastomose,
yang terjadi setelah 6-8 hari kemudian.
k. Modifikasi Adang: Pada modifikasi ini, kolon yang ditarik  transanal dibiarkan
prolaps sementara. Anastomose dikerjakan secara tidak langsung, yakni pada
hari ke-7-14 pasca bedah denganmemotong kolon yang prolaps dan
pemasangan 2 buah klem keduaklem dilepas 5 hari berikutnya. Pemasangan
klem disini lebih dititikberatkan pada fungsi hemostasi.
l. Prosedur Soave
Prosedur ini sebenarnya pertama sekali diperkenalkan Rehbein tahun 1959
untuk tindakan bedah pada malformasi anorektal letak  tinggi.Namunoleh Soave
tahun 1966 diperkenalkan untuk tindakan bedah definitive Hirschsprung.
Tujuan utama dari prosedur Soave ini 13 adalah membuang mukosarektum yang
aganglionik, kemudianmenarik terobos kolon proksimal yangganglionik masuk 
kedalam lumen rektum yang telah dikupas tersebut.
m. Prosedur Rehbein
Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection, dimana dilakukan
anastomose end to end antara usus aganglionik dengan rectumpada level otot
levator ani (2-3 cm diatas anal verge), menggunakan jahitan1 lapis yang
dikerjakan intraabdominal ekstraperitoneal. Pasca operasi,sangat penting
melakukan businasi secara rutin guna mencegah stenosis.

3) Keperawatan
1. Kaji, dan laporkan dengan segera setiap tanda-tanda enterokolitis.
2. Tingkatkan hidrasi yang adekuat.
3. Kaji fungsi usus.
Kaji pasase mekonium pada neonatus.

10
Perhatikan dan catat frekuensi dan karakteristik feses pada bayi dan anak yang
lebih besar.
Ukur lingkar abdomen secara periodik untuk mengkaji adanya peningkatan
distensi.
4. Tingkatkan nutrisi yang adekuat sesuai dengan usia anak dan kebutuhan nutrisi
(Beri makan sedikit tapi sering).
5. Berikan enema, sesuai program untuk mengatasi konstipasi.
6. Hindari mengukur suhu melalui rectum karena berpotensi merusak  mukosa yang
lembut.
7. Beri obat-obatan yang diprogramkan, dapat mencakup: Antibiotik sistemik
diberikan dengan enema untuk mengurangi flora intestinal. Pelunak feses
diberikan untuk mengatasi konstipasi.
8. Turunksn ketidaknyamanan akibat dari distensi abdomen.
Tinggikan kepala tempat tidur.
Ubah posisi anak dengan sering.
Kaji adanya kesulitan bernapas dikaitkan dengan distensi.
9. Dukung anak dan orang tua.
Anjurkan anak dan orang tua untuk mengungkapkan perasaan dan
kekhawatirannya.
Anjurkan orang tua untuk mengunjungi dan berpartisipasi dalam perawatan
10. Persiapkan anak dan orang tua untuk setiap prosedur dan pengobatan, yang
mencakup :
 Dilatasi anus secara manual, penatalaksanaan diet dan pembersihan dengan enema
sampai anak mempu menoleransi pembedahan.
 Pembedahan untuk mengangkat segmen kolon aganglionik yang tidak berfungsi,
dilanjutkan dengan anastomosis dalam tiga tahap :
 Kolostomi sementara sebelum pembedahan definitif untuk  mengistirahatkan usus
dan meningkatkan berat badan anak.
 Reanastomosis dengan menggunakan teknik penarikan abdominoperineal sekitar 9
sampai 12 bulan kemudian.
 Penutupsn kolostomi sekitar 3 bulan kemudian setelah prosedur penarikan
abdominoperineal.
a) Tanggung jawab perawat untuk asuhan praoperasi antara lain :

11
 Membantu dengan terapi simtomatik untuk memperbaiki status fisik anak dalam
menghadapi pembedahan. Terapi dapat mencakup enema ; diet rendah serat,
tinggi kalori, tinggi protein ; dan tidak jarang, penggunaan nutrisi parenteral total
(TPN, totall parenteral nutrion).
 Mempersiapkan usus untuk pembedahan dengan enema salin yang berulang-
ulang, antibiotik sistemik, dan irigasi antibiotik kolonik untuk menurunkan flora
usus. Persiapan usus tidak diperlukan untuk bayi baru lahir karena ususnya masih
steril.
b) Tanggung jawab perawat untuk perawatan pascaoperatif antara lain :
 Tetap mempuaskan anak selama periode pascaoperasi awal.
 Memantau asupan dan haluatan cairan, termasuk drainase slang nasogastrik.
 Menjauhkan popok anak dar pakaian untuk mencegah kontaminasi.
 Mengawali pemberian cairan oral sewaktu fungsi usus pulih, biasanya setelah
bising usus dapat diidentifikasi.
 Memberikan perawatan ostomi jika diindikasikan. Hal ini mencakup persiapan
kulit, penggunaan alat pengumpul feses, perawatan alat-alat, pengendalian bau,
dan memantau masalah-masalah seperti feses berbentuk pita, diare berlebihan,
perdarahan, prolaps, dan kegagalan untuk mengeluarkan feses atau flatus.
 Memberikan informasi pada keluarga mengenai perawatan di rumah, mencakup
perawatan ostomi dan sumbersumber yang ada.
 Beri pendidikan kesehatan untuk dan keluarga.
 Jelaskan prosedur dan penanganan, seperti enema, pelunak feses, dan diet rendah
serat atau rendah sisa ( misal, memberikan daging yang lunak, daging unggas,
ikan, roti tawar, sup yang bening, dan tidak memberikan makanan yang
berbumbu, buah dan jus buah, sayuran mentah, dan sereal gandum serta roti.
 Diskusikan dan jawab pertanyaan mengenai diagnosis, pembedahan, perawatan
praoperasi dan pascaoperasi, dan perawatan kolostomi, jika dapat dilakukan.
 Rencanakan konsultasi denga perawat ostomi untuk membantu memberikan
penyuluhan, sesuai indikasi.

12
13

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Terjadi terutama pada neonatus dan kanak-kanak.Lebih sering terjadi pada laki-laki
daripada perempuan.
2. Keluhan utama
Ibu mengatakan mekonium lambat keluar atau tidak keluar
3. Riwayat penyakit sekarang
Mekonium lambat keluar lebih dari 24-48 jam setelah lahir, perut kembung, muntah
berwarna hijau, dan nyeri abdomen.Pada kanak- kanak kadang terdapat diare atau
enterokolitis kronik disertai kehilangan cairan, elektrolit, dan protein yang masif,
secara cepat dan progresif menjadi sepsis dan syok.
4. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit diketahui adanya peningkatan kesulitan dalam defekasi yang
dimulai pada beberapa minggu pertama kehidupan, konstipasi sejak lahir dan
ditemukannya rektum yang kosong.
5. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada anaknya.
6. Riwayat kesehatan lingkungan.
Tidak ada hubungan dengan kesehatan lingkungan.
7. Imunisasi.
Tidak ada imunisasi untuk bayi atau anak dengan penyakit Hirschsprung.
8. Kebutuhan nutrisi
Pola nutrisi didapatkan penurunan nafsu makan, minum, dan muntah berwarna hijau,
atau ada pembatasan klien pre op.
9. Kebutuhan eliminasi
Konstipasi, tinja seperti pita dan berbau busuk..
10. Pemeriksaan
1) Pemeriksaan umum
Kesadaran compos mentis, keadaan umum lemah dan gelisah, suhu tubuh meningkat
bila terdapat enterokolitis, nadi cepat dan lemah, respirasi takipnea , BB menurun.
2) Pemeriksaan fisik
a. Sistem kardiovaskuler. Tidak ada kelainan.
b. Sistem pernapasan.
Sesak napas, distres pernapasan.
c. Sistem pencernaan.
Umumnya obstipasi.Perut kembung/perut tegang, muntah berwarna hijau.Pada
anak yang lebih besar terdapat diare kronik. Pada colok anus jari akan
merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara
dan mekonium atau tinja yang menyemprot.
d. Sistem saraf.
SSP :Tidak ada kelainan, namun ada kelainan sel ganglion pada ususnya.
e. Sistem lokomotor/musculoskeletal Gangguan rasa nyaman.
f. Sistem integumen. Akral hangat.
g. Sistem pendengaran. Tidak ada kelainan.

14
B. Analisis Data
Pengelompokan data Etiologi Masalah
DS: Ibu klien mengatakan Aneroksia, Perubahan nutria
anaknya tidak mau minum mual, kurang dari
ASI muntah kebutuhan
DO: - antropometri<14,00 cm
Albumin < 3,4 g/dL
Lemah,gelisa suhu meningkat
DS: Ibu mengatakan anaknya Ganggaun
sering muntah keseimbangan
Output yang cairan
DO : - turgor kulit menurun berlebih
Membrane mukosa kering
Anoreksia
Mual
DS: ibu mengatakan anaknya Tidak Perubahan eliminasi
sering nangis adanya alvi(konstipasi)
peristalti
DO: - raut wajah Nampak c usus
kesakitan
menangis
respon autonom:
td naik, nadi meningkat RR
meningkat
DS: ibu takut terjadi hal yang tidak Kurangnya Anseitas
di inginkan pada anaknya informas
i tentang
DO: nampak cemas pembed
menangis ahan
anoreksia kolosto
pucat mi

15
Ds: ibu mengatakan anak nya
sering menangis
DO: raut wajah Nampak kesakitan
menangis
respon autonom meningkat:
TD naik, nadi meningkat, RR
meningkat

C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan penyakit hirschprung
adalah:
a) Diagnosa keperawatan pre operasi
1. Perubahan eliminasi alvi :konstipasi berhubungan dengan tidak adanya peristaltik
usus.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual
muntah
3. Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan output yang berlebih
4. Gangguan rasa nyaman, Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
5. Ansietaskeluarga berhubungan dengan kurangnya informasi tentang pembedahan
kolostomi

b) Diagnosa keperawatan post operasi


1. Gangguan rasa nyaman, Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan
sekunder terhadap pembedahan
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan diskontinuitas jaringan
akibat pembedahan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan diskontinuitas jaringan akibat pembedahan

16
D.

16
E. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Pre Operasi
Dx Tujuan Intervensi Rasional
1 1. Tujuan : Makanan yang Untuk
Setelah diberi lembut tetapi meningkatkan
tindakan mempunyai bulk feses dan
asuhan serat tinggi memudahkan
keperawatan Pelunak feces peristaltik,
selama 2x24 diberikan sehingga
Jam klien sesuai resep meningkatkan
tidakmengala atau enema defekasi
mi gangguan retensi-minyak Mungkin perlu
eliminasi dapat diberikan untuk 
untuk  merangsang
KH : melunakkan peristaltik 
• Klien dapat feces dan dengan perlahan
BAB menurunkan
• Tidak inflamasi.
distensi
abdomen

17
2 Tujuan: 1. Pertahankan 1. Persiapan pasien
setelah status puasa sebelum tindakan
dilakukan sesuai advise pembedahan guna
tindakan meminimalkan
selama 3x24 efek narkose
jam Kebutuhan 2. Pertahankan 2. Meningkatkan
nutrisi NGT dekompresi usus
adekuat KH: tersambung pada untuk
• Bayi mau drainase menurunkan
makan gravitasi atau distensi dan
• Nutrisinya penghisap menurunkan mual
terpenuhi rendah dan atau muntah
intermitten 3. Mempertahankan
3. Irigasi NGT tiap kebersihan NGT
2 jam untuk
menjamin 4. Haluaran cairan
kepatenan berlebihan dapat
4. Catat warna, menyebabkan
jumlah dan ketidakseimbangan
karakteristik cairan dan
cairan NGT elektrolit
5. Memperbaiki
keseimbangan
5. Beri cairan cairan dan
parenteral sesuai elektrolit
advise 6. Mengembalikan
fungsi usus normal
6. Beri cairan per dan meningkatkan
NGT sesuai masukan nutrisi
kondisi dan adekuat
advise 7. Menentukan
kembalinya
7. Observasi peristaltic
abdomen:

19
distensi (ukur 8. Mengidentifikasi
lingkar perut dan status cairan serta
tanda vital), memastikan
pulihnya bising kebutuhan
usus, pasase metabolic
flatus dan feses
maupun
kolostomi
8. Timbang BB
tiap hari

19
3 Tujuan: Setelah Pantau tanda dan penurunan sirkulasi
dilakukan gejala volume cairan
tindakan kekurangan menyebabkan
keperawatan cairan kekeringan
selama 3 x 24 mukosa dan
jam Pantau intake dan pemekataj urin.
keseimbanga output Deteksi dini
n Timbang berat memungkinkan
dipertahankan badan setiap terapi pergantian
secara hari cairan segera
maksimal KH Anjurkan keluarga untuk
: untuk  memperbaiki
Turgor elastic, memberi defisit.
membran minum
mukosa banyak pada kien 2. Dehidrasi dapat
bibir Cairan parenteral ( meningkatkan laju
basah, mata IV line ) filtrasi glomerulus
tidak cowong, sesuai dengan membuat keluaran
UUB tidak umur tak aadekuat untuk
cekung. Obat-obatan : membersihkan sisa
Konsistensi BAB (antisekresin, metabolisme.
lembek. antispasmolitik 3. Mendeteksi
, antibiotik) kehilangan cairan ,
penurunan 1 kg
BB sama dengan
kehilangan cairan
1 lt
4. Mengganti cairan
yang hilang secara
oral
5. Mengganti cairan
secara adekuat dan
cepat.

18
6. Anti sekresi untuk
menurunkan
sekresi cairan agar
simbang,
antispasmolitik
untuk proses
absorbsi normal,
antibiotik sebagai
anti bakteri
berspektrum luas
untuk menghambat
endotoksin.

18
4 Tujuan : Setelah Kaji tanda – tanda Level kecemasan
klien dan ekspresi berkembang ke
diberikan verbal panik  yang
informasi dari kecemasan merangsang
tentang Mulai melakukan respon simpatik
penyakit dan tindakan untuk  dengan
pengobatanny mengurangi melepaskan
a kecemasan. katekolamin.
, klien merasa Beri Yang
lebih tenang lingkungan mengkontribusik
dan rileks yang tenang an peningkatan
KH : dan suasana kebutuhan O2
- Klien lebih penuh myocard.
tenang istirahat.. Pengertian yang
- Klien dapat Temani klien empati
mengungkap selama periode merupakan
kan kembali kecemasan pengobatan dan
informasi tinggi beri mungkin
yang kita kekuatan, meningkatkan
berikan. gunakan suara kemampuan
- Klien lebih tenang. coping klien.
rileks. Berikan Memberi informasi
penjelasan sebelum
yang singkat prosedur dan
dan jelas untuk pengobatan
semua meningkatkan
prosedur dan komtrol diri dan
pengobatan. ketidak pastian.
Mendorong Menerima ekspresi
klien perasaan
mengekspresi membantu
kan perasaan kemampuan
perasaan, klien untuk 
mengijinkan mengatasi

20
klien ketidak  tentuan
menangis. klien dan
ketergantungann
ya.

Diagnosa post operasi


DX Tujuan Intervensi Rasional
1 1. Tujuan : Setelah 1. Kaji nyeri 1. Membantu
dilakukan tindakan dengan mengidentifikas
selama 1x24 skala 1 – 10 i intervensi
jam nyeri akan berkurang yang tepat dan
/ nyeri hilang. 2. Berikan rasa mengevaluasi
nyaman: keefektifan
KH: reposisi, analgesic
• Skala nyeri 0-3 “Back Rub” 2. Menurunkan
• Wajah rileks dan (pijat ketegangan
mampu beristirahat/ punggung), otot,
tidur dengan tepat mendengark meningkatkan
an musik, relaksasi,
sentuhan meningkatkan
dan lain-lain rasa kontrol dan
3. Berikan kemampuan
ketenangan koping
pada anak. 3. Memberikan
dukungan
4. Observasi (fisik,emosiona
pola tidur l)
dan hindari
hal- hal 4. Mengetahui
yang tidak dan
dibutuhkan mempertahanka
oleh anak n tingkat
5. Pemberian kenyamanan

20
obat untuk
mengatasi 5. Mengontrol atau
nyeri sesuai mengurangi
program nyeri untuk
meningkatkan
kerjasama
dengan aturan
terapiutik
2 Tujuan : Setelah 1. Kaji warna Memantau
dilakukan tindakan stoma proses
selama 2x24 poerdarahan penyembuhan
jam Pasien akan , dan kaji atau
mempertahan kan kerusakan keefektifan
integritas kulit yang sekeliling alat dan
normal selama area insisi mengidentifdi
perawatan KH : pembedahan kasi masalah
• Luka insisi sembuh pada area,
tanpa ada tanda- tanda 2. Berikan kebutuhan
infeksi perawatan untuk
• Menunjuk kan kulit dengan evaluasi atau
penyembu han tepat meticulous intervensi
waktu lanjut.
3. Gunakan Melindungi kulit
kantong dari perekat
stoma yang kantong dan
dipoalergi memudahkan
pengangkatan
kantong bila
perlu.
Mencegah iritasi
jaring atau
kulit karena
alergi.

20
3 Tujuan: Setelah dilakukan Perawatan luka Menurunkan
tindakan keperawatan dengan risiko
selama 2x24 teknik peyebaran
jam resiko infeksi aseptic, luka bakteri.
berkurang dapat
KH: sembuh Memberikan
Tidak ada dengan deteksi dini
tanda-tanda infeksi cepat dan terjadinya
pada daerah insisi sempurna. proses infeksi,
Luka dapat sembuh Lihat insisi dan dan
dengan sempurna balutan. pengawasan
Catat penyembuhan
karakteristik
drainase
luka/drein
(bila
dimasukan),
adanya
eritema

20
26

BAB I V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Penyakit hirschprung disebut juga congenital aganglionosis atau megakolon (aganglionik
megakolon) yaitu adanya sel ganglion parasimpatik,mulai dari spingter ani interna kearah
proksimal dengan panjang yang bervariasi, dapat dari kolon sampai pada usus halus.
Penyebabnya : Adanya kegagalan sel-sel neural pada masa embrio dalam dinding
usus,sering terjadi pada anak dengan down syndrome, gangguan peristaltik dibagian usus
distal dengan defidiensi ganglion.
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, penyakit hirschprung dapat dibedakan 2 tipe,
yaitu: penyakit hirschprung segmen pendek dan penyakit hirschprung segmen panjang.
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan kelainan
bawaan tunggal. Jarang sekali ini terjadi pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan
bawaan yang lain.

B. SARAN
Dalam pembuatan makalah ini penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurang-
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari
pembaca sangatlah kami perlukan agar dalam pembuatan makalah selanjutnya akan lebih
baik dari sekarang,dan kami juga berharap: Pengetahuan tetang Asuhan Keperawatan
Hirschprung harus terus di kembangkan dan di terapkan dalam bidang kaehatan dalam
menangani klien. Kami berharap dengan mempelajariAsuhan Keperawatan Hirschprung,kita
menjadi mengerti dan paham baik teori maupun penerapannya dalam bidang kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Asep Setiawan, et all, Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik (Pediatric


Nursing) Edisi 3, Jakarta : EGC
Asep Setiawan, et all, Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Sistem Muskuloskeletal.
Chris Brooker. (2008). Ensiklopedia Keperawtan alih Bahasa Oleh Estu Tiar.
Jakarta : EGC
Doengoes, Marilynn. E,.(1999). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
Engram, Barbara. (1990). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2.
Jakarta : EGC
Richard E. Behrma, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan
Anak Nelson Alih Bahasa A. Samik Wahab Edisi 15. Jakarta : ECG
R. Sjamsuhidayat dan Wim de jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
Swearingan, Pamela. L (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai