Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

DEPARTEMEN KEPERAWATAN DASAR PROFESI


PADA PASIEN GANGGUAN ELIMINASI FECAL DENGAN
DIAGNOSA DIABETES MILITUS HIPERGLIKEMI DI
RUANGAN MELATI RSUD MARDI WALUYO
KOTA BLITAR

Oleh :
YUNITA SARI
NIM. 40219024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2019
LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : YUNITA SARI

NIM : 40219024

PRODI : PENDIDIKAN PROFESI NERS

PEMEBIMBING LAHAN (CI) PEMEBIMBING INSTITUSI

(…………………………………..….) (…………………………………..….)
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI

Eliminasi Fecal adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa


metabolisme berupa feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan
melalui anus (Suprianto,2011).
B. TUJUAN PEMBERIAN

Agar pasien eliminasinya fecal tidak terganggu

C. ANATOMI FISIOLOGI

Secara normal, makanan & cairan masuk kedalam mulut, dikunyah (jika
padat) didorong ke faring oleh lidah dan ditelan dengan adanya refleks otomatis,
dari esofagus kedalam lambung. Pencernaan berawal dimulut dan berakhir diusus
kecil walaupun cairan akan melanjutkannya sampai direabsorpsi di kolon.
Anatomi fisiologi saluran pencernaan terdiri dari :
a. Mulut
Gigi berfungsi untuk menghancurkan makanan pada awal proses pencernaan.
Mengunyah dengan baik dapat mencegah terjadinya luka parut pada
permukaan saluran pencernaan. Setelah dikunyah lidah mendorong gumpalan
makanan ke dalam faring, dimana makanan bergerak ke esofagus bagian atas
dan kemudian kebawah ke dalam lambung.
b. Esofagus
Esofagus adalah sebuah tube yang panjang. Sepertiga bagian atas adalah
terdiri dari otot yang bertulang dan sisanya adalah otot yang licin.
Permukaannya diliputi selaput mukosa yang mengeluarkan sekret mukoid
yang berguna untuk perlindungan.
c. Lambung
Gumpalan makanan memasuki lambung, dengan bagian porsi terbesar dari
saluran pencernaan. Pergerakan makanan melalui lambung dan usus
dimungkinkan dengan adanya peristaltik, yaitu gerakan konstraksi dan
relaksasi secara bergantian dari otot yang mendorong substansi makanan
dalam gerakan menyerupai gelombang. Pada saat makanan bergerak ke arah
spingter pylorus pada ujung distla lambung, gelombang peristaltik meningkat.
Kini gumpalan lembek makanan telah menjadi substansi yang disebut chyme.
Chyme ini dipompa melalui spingter pylorus kedalam duodenum. Rata-rata
waktu yang diperlukan untuk mengosongkan kembali lambung setelah makan
adalah 2 sampai 6 jam.
d. Usus kecil
Usus kecil (halus) mempunyai tiga bagian :
1) Duodenum, yang berhubungan langsung dengan lambung
2) Jejenum atau bagian tengah dan
3) Ileum.
e. Usus besar (kolon)
Kolon orang dewasa, panjangnya ± 125 – 150 cm atau 50 –60 inch, terdir dari
:
1) Sekum, yang berhubungan langsung dengan usus kecil
2) Kolon, terdiri dari kolon asenden, transversum, desenden dan sigmoid.
3) Rektum, 10 – 15 cm / 4 – 6 inch.
Fisiologi usus besar yaitu bahwa usus besar tidak ikut serta dalam
pencernaan/absorpsi makanan. Bila isi usus halus mencapai sekum, maka semua
zat makanan telah diabsorpsi dan sampai isinya cair (disebut chyme). Selama
perjalanan didalam kolon (16 – 20 jam) isinya menjadi makin padat karena air
diabsorpsi dan sampai di rektum feses bersifat padat – lunak.
Fungsi utama usus besar (kolon) adalah :
(a) Menerima chyme dari lambung dan mengantarkannya ke arah bagian
selanjutnya untuk mengadakan absorpsi / penyerapan baik air, nutrien,
elektrolit dan garam empedu
(b) Mengeluarkan mukus yang berfungsi sebagai protektif sehingga akan
melindungi dinding usus dari aktifitas bakteri dan trauma asam yang
dihasilkan feses. Sebagai tempat penyimpanan sebelum feses dibuang.

f. Anus / anal / orifisium eksternal


Panjangnya ± 2,5 – 5 cm atau 1 – 2 inch, mempunyai dua spinkter yaitu
internal (involunter) dan eksternal (volunter)

Fisiologi Defekasi
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga
disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat
bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu.
Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik
mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam
rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk
defekasi.
a. Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu :
Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum memberi
suatu signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai
gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam
rektum. Gelombang ini menekan feses kearah anus. Begitu gelombang
peristaltik mendekati anus, spingter anal interna tidak menutup dan bila
spingter eksternal tenang maka feses keluar.
b. Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord
(sakral 2 – 4) dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan
rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik,
melemaskan spingter anus internal dan meningkatkan refleks defekasi
instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus
eksternal tenang dengan sendirinya. Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi
otot-otot perut dan diaphragma yang akan meningkatkan tekanan abdominal
dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar panggul yang
menggerakkan feses melalui saluran anus. Defekasi normal dipermudah dengan
refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang
meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks defekasi diabaikan
atau jika defekasi dihambat secara sengaja dengan mengkontraksikan muskulus
spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat
menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan feses (Suprianto,
2010).

D. KLASIFIKASI

1. Konstipasi
2. Impaksi
3. Diare
4.   Inkontinensia
5. Flatulen
6.   Hemoroid
E. MANIFESTASI KLINIS TERJADI GANGGUAN

1. Inkontinensia fekal akibat konstipasi


Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko
tinggi mengalami statis usus besar sehingga menimbulkan eliminasi yang
jarang atau keras, atau keluarnya tinja terlalu kering dan keras.
2. Inkontinensia fekal simtomatik
Inkontinensia fekal simtomatik dapat merupakan penampilan klinis
dari macam-macam kelainan patologik yang dapat menyebabkan diare.
Keadaan ini mungkin dipermudah dengan adanya perubahan berkaitan
dengan bertambahnya usia dari proses kontrol yang rumit pada fungsi sfingter
terhadap feses yang cair, dan gangguan pada saluran anus bagian atas dalam
membedakan flatus dan feses yang cair
3. Inkontinensia fekal neurogenik
Inkontinensia fekal neurogenik terjadi akibat gangguan fungsi
menghambat dari korteks serebri saat terjadi regangan/distensi rektum. Proses
normal dari defekasi melalui refleks gastro-kolon. Beberapa menit setelah
makanan sampai di lambung/gaster, akan menyebabkan pergerakan feses dari
kolon desenden ke arah rektum.
4.  Inkontinensia fekal akibat hilangnya refleks anal
Inkontinensia fekal ini terjadi akibat hilangnya refleks anal, disertai
kelemahan otot-otot seran lintang. Parks, Henry dan Swash dalam
penelitiannya (seperti dikutip oleh Brocklehurst dkk, 1987), menunjukkan
berkurangnya unit-unit yang berfungsi motorik pada otot-otot daerah sfingter
dan pubo-rektal.
5. Inkontinensia fekal akibat konstipasi kolonik
Konstipasi kolonin merupakan keadaan individu yang mengalamai
atau beresiko mengalami perlambatan pasase residu makanan yang
mengakibatkan feses kering dan keras.
6. Inkontinensia fekal akibat konstipasi dirasakan
Konstipasi dirasakan merupakan keadaan individu dalam menentukan
sendiri penggunaan laksantif, enema, supositoria untuk memastikan defkasi
setiap harinya.
7. nkontinensia fekal akibat diare
Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau berisiko
sering mengalami penegluaran feses dalam bentuk cair,. Diare sering disertai
dengan kejang usus, mungkin disertai oleh rasa mual dan muntah.
8. Inkontinensia lavi akibat hemorroid
Hemorroid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah
anus sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat
disebabkan karena konstipasi, peregangan saat defekasi dll.
9. Fecal Impaction
Fecal impaction merupakan masa feses di lipatan rektum yang
diakibatkan oleh retensi dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan.
Penyebab konstipasi adalah asupan kurang, aktivitas kurang, diet rendah
serat, dan kelemahan tonus otot (Anonim, 2010).

F. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

1. Usia dan perkembangan : mempengaruhi karakter feses, kontrol


2. Diet
3. Pemasukan cairan. Normalnya : 2000 – 3000 ml/hari
4. Aktifitas fisik : Merangsang peristaltik usus
5. Faktor psikologi
6. Kebiasaan
7. Posisi
8. Nyeri
9. Kehamilan : menekan rektum
10. Operasi & anestesi
11. Obat-obatan
12. Test diagnostik : Barium enema dapat menyebabkan konstipasi
13. Kondisi patologis
14. Iritans

G. MASALAH – MASALAH YANG TERJADI

1. Konstipasi
2. Impaction
3. Diare
4. Inkontinensia fecal
5. Flatulens
6. Hemoroid

H. PATOFISIOLOGI

Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga
disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi
dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga
bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam
kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu
menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleks defekasi
instrinsik. Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum
memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai
gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum.
Gelombang ini menekan feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltik
mendekati anus, spingter anal interna tidak menutup dan bila spingter eksternal
tenang maka feses keluar.
Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalam rektum
dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali
ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini
meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan
meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet
atau bedpan, spingter anus eksternal tenang dengan sendirinya.
Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma
yang akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator
ani pada dasar panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus. Defekasi
normal dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam
perut dan posisi duduk yang meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum. Jika
refleks defekasi diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja dengan
mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk
defekasi secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk menampung
kumpulan feses. Cairan feses di absorpsi sehingga feses menjadi keras dan terjadi
konstipasi.

J. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Pengkajian eliminasi alvi meliputi mengumpulkan riwayat keperawatan,
melakukan pemeriksaan fisik pada abdomen, rektum dan anus serta inspeksi
feses. Perawat seharusnya juga mengkaji ulang beberapa data yang didapat
dari pemeriksaan diagnostik yang relevan.
a. Riwayat Keperawatan
Riwayat keperawatan eliminasi fekal membantu perawat menentukan
pola defekasi normal klien. Perawat mendapatkan suatu gambaran feses
normal dan beberapa perubahan yang terjadi dan mengumpulkan informasi
tentang beberapa masalah yang pernah terjadi berhubungan dengan eliminasi,
adanya ostomy dan faktor-faktor yang mempengaruhi pola eliminasi.
Sebagai contoh untuk mengumpulkan riwayat keperawatan, perhatikan
Assesment review sebagai berikut :
1) Pola defekasi
Kapan anda biasanya ingin BAB ?
Apakah kebiasaan tersebut saat ini mengalami perubahan ?
2) Gambaran feses dan perubahan yang terjadi
Apakah anda memperhatikan adanya perubahan warna, tekstur (keras,
lemah, cair), permukaan, atau bau feses anda saat ini ?
3) Masalah eliminasi alvi
Masalah apa yang anda rasakan sekarang (sejak beberapa hari yang
lalu) berkaitan dengan BAB (konstipasi, diare, kembung, merembes /
inkontinensia{tidak tuntas}) ?
Kapan dan berapa sering hal tersebut terjadi ?
Menurut anda kira-kira apa penyebabnya (makanan, minuman, latihan,
emosi, obat-obatan, penyakit, operasi) ?
Usaha apa yang anda lakukan untukmengatasinya dan bagaimana
hasilnya ?
4) Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi
Menggunakan alat bantu BAB. Apa yang anda lakukan untuk
mempertahankan kebiasaan BAB normal ? Menggunakan bahan-
bahan alami seperti makanan / minuman tertentu atau obat-obatan ?
Diet. Makanan apa yang anda percaya mempengaruhi BAB ?
Makanan apa yang biasa anda makan ? yang biasa anda hindari,
berapa kali anda makan dalam sehari ?
Cairan. Berapa banyak dan jenis minuman yang anda minum dalam
sehari ? (misalnya 6 gelas air, 2 cangkir kopi)
Aktivitas dan Latihan. Pola aktivitas / latihan harian apa yang biasa
dilakukan ?
Medikasi. Apakah anda minum obat yang dapat mempengaruhi sistem
pencernaan (misalnya Fe, antibiotik) ?
Stress. Apakah anda merasakan stress. Apakah dengan ini anda
mengira berpengaruh pada pola BAB (defekasi) anda ?Bagaimana?
5) Ada ostomi dan penanganannya
Apa yang biasa anda lakukan terhadap kolostomy anda ?
Jika ada masalah, apa yang anda lakukan ?
Apakah anda memerlukan bantuan perawat untuk menangani
kolostomy anda ? Bagaimana caranya ?
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik abdomen terkait dengan eliminasi alvi meliputi
inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi dikhususkan pada saluran
intestinal. Auskultasi dikerjakan sebelum palpasi, sebab palpasi dapat
merubah peristaltik. Pemeriksaan rektum dan anus meliputi inspeksi dan
palpasi.
c. Inspeksi Feses
Observasi feses klien terhadap warna, konsistensi, bentuk permukaan,
jumlah, bau dan adanya unsur-unsur abdomen.

d. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik saluran gastrointestinal meliputi tehnik
visualisasi langsung / tidak langsung dan pemeriksaan laboratorium
terhadap unsur-unsur yang tidak normal.
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

a. Inkontinensia defekasi b.d penurunan kontrol sfingter volunter.


b. Harga diri rendah b.d rasa malu tentang inkontinensia di depan orang
lain.
c. Kerusakan integritas kutit b.d inkontinensia fekal.
d. Resiko ketidakseimbangan cairan b.d output berlebihan.
    

1.      Inkontinensia defekasi NOC NIC

DEFINISI: perubahan pada 1.      Bowel continence Bowel inkontinrnce


kebiasaan defekasi normal 2.      Bowel elimination care
yang dikarakteristikkan dengan 1.      Perkirakan penyebab
pasase fases involunter. Kristeria hasil: fisik danpsikologi dari
1.      BAB teratur,mulai dari inkontimemsia fekal
Batasan kerakteristik setiap hari sampai 3 – 52.      Jelaskan penyebab
1.      Rembesan konstan feses lunak2.      Defekasi lunak,fases maslah dan rasional
2.      Bau fekal berbentuk dari tindakan
3.      Warna fekal ditempat tidur 3.      Penurunan insiden 3.      Jelaskan tujuan dari
4.      Warna fekal pada pakaian inkontinensia usus menagemen bowel
5.      Ketidakmampuan menunda 4.      Perawatan diri toileting pada pasien / keluarga
defekasi 5.      Perawatan diri 4.      Diskusikan presedur
6.      Ketidak mampuan untuk ostonomi dan criteria hasil yang
mengendali doronga defekasi 6.      Perawatan diri: hygien harapkan bersama
7.      Tidak perhatian trhadap 7.      Fungsi gastrointestinal pasien
dorongan defekasi adekuat 5.      Instruksikan pasien/
8.      Mengenal fekal penuh tetapi 8.      Pengetahuan tentang kekuranga untuk
menyatakan tidak mampu perawatan ostomi mencetat
mengeluarkan fases padat 9.      Status nutrisi makanan keluaranfeses
9.      Kulit perianal kemerahan dan minuman adekuat. 6.      Cuci area perianal
10.  Menyatakan sendiri ketidak 10.  Integritas jaringan kulit dengan sebum dan air
mampuan mengenali dan membrane mukosa lalu keringkan
kepenuhan rectal baik 7.      Jaga kebersihan baju
11.  Dorongan dan empat tidur
Faktor yang berhubungan: 8.      Lakukan program
1.      Tekanan abdomen abnormal latihan BAB
tinggi 9.      Monitor efek
2.      Tekanan usus abnormal tinggi samping pengobatan.
3.      Diare kronik 10.  Bowel training
4.      Lesi kolorektal 11.  Rencanakan program
5.      Kebiasaan diet BAB dengan pasein
6.      Faktor lingkungan (mis,, tidak dan pasein yang lain
dapat mengakses kamar mandi) 12.  Konsul ke dokter jika
7.      Penurunan umum tonus otot pasein memerlukan
8.      Imabilitas, impaksi suppositoria
9.      Gangguan kapasitas reservoir 13.  Ajarkan ke pasein/
10.  Pengosongan usus tidak tuntas keluarga tentang
11.  Penyalahgunaan laksatif prinsip latihan BAB
12.  Penurunan control sfingter 14.  Ajurkan psein untuk
rectal cukup minum
13.  Kerusakan sarAfmonorik 15.  Dorongan pasein
bawah untuk cukup latihan
14.  Medikasi 16.  Jaga privasi klien
15.  Abdormalitas sfingter rektal 17.  Kalaborasi pemberian
suppositoria jika
memungkinkan
18.  Evaluasi status BAB
secara rutin
19.  Modifikasi program
BAB jika diperluka

2.      Harga diri rendah NOC NIC


situasional.
Harga dii rendah situasional1.      body image, disiturbed Self esteem
Definisi: perkembangan 2.      coping, ineffective enhancement
persepsi negative tentang harga3.      personal identity, 1.      Dorong pasien
diri sebagia respons tentang disturbed mengidentifikasi
situasi saat ini (sebutkan) 4.      health behavior, risk kekuatan diri
5.      self esteem situasinal, 2.      Ajarkan keterampilan
low perilaku yang positif
melalu bermain peran,
batasan kerakteristik model peram, diskusi
1.      evaluasi diri bahwa individu
tidak mampu menghadapi 3.      Dukung peningkatan
peristiwa kristerial hasil: tanggung jawab diri,
2.      evaluasi diri bahwa individu 1.      adaptasi terhadap jika diperlukan
tidak mampu menghadapi ketunandayaan fisik: 4.      Buat statement postif
situasi` respon adaptif klen terhadap pasien
3.      perilaku bimbang terhadap tantangan 5.      Monitor frekuensi
4.      perilaku tidak asertif fusional penting akibat kemunikasi verbal
5.      secara verbal melaporkan ketunandayaan fisik pasien yang negative
tentang situasional saat ini 2.      resolusi berduka: 6.      Dukung pasien untuk
terhadap harga diri penyesuian dengan menerima tantangan
6.      ekspresi ketidak bergunaan kehilangan actual atau bar
7.      espresi ketidak berdayaan kehilangan akan terjadi7.      Kaji alas an-alasan
8.      verbalisasi meniadakan diri 3.      penyesuaian untuk mengkritik atau
faktor yang berhubungan prikososial: perubahan menyalahkan diri
1.      perilaku tidak selers dengan hidup :respon sendiri
nilai. psikososial adaptive 8.      Kolaborasi dengan
2.      perubahan perkembangan. individu terhadap sumber-sumber lain
3.      gangguan citra tubuh perubahan dalam hidup (petugas dinas social,
4.      kegagalan 4.      Menunjukan penilaian perawatan spesialis
5.      gangguan fungsional pribadi tentang harga klinis, dan layanan
6.      kurang penghargaan diri keagamaan)
7.      kehilangan 5.      Menggungkapkan Body image
8.      penolakan penerimaan diri enhancement
9.      perubahan perah social 6.      Komunikasi terbuka souseling
7.      Mengatakan optimism   Menggunakan proses
tentang masa depan pertoiongan interakltif
8.      Menghadapi stretegi yangberfokus pada
koping efektif kebutuhan,masalah,ata
u perasaan passion
dan orang terdekat
untuk meningkatkan
atau mendukung
koping, pemecahan
masalah
Coping enhancement

3.      Kerusakan intergritas kulit NOC NIC

Definisi : 1.      Tissue Intergrity: Skin Pressure


perubahan/gangguan,epidermis and Murcous Mebranes Management :
dan/atau demis 2.      Hemodyalis akses 1.      Anjurkan pasien
Batasan karakteristik: Kriteria Hasil : untuk menggunakan
1.      kerusakan lapisa kulit(dermis)3.      Intergritas kulit yang pakaian yang longgar.
2.      Gangguan permukaan kulit baik bisa 2.      Hindari kerutan pada
(epidermis) dipertahankan(sensasi, tempat tidur.
3.      Invasi struktur tubuh elastisitas,tempratur, 3.      Jaga kebersihan kulit
hidrasi,pigmentasi ) agar tetap bersih dan
Faktor yang berhubungan : 4.      Tidak ada luka/lesi kering.
4.      Eksternal : pada kulit 4.      Mobilisasi
- zat kimia,radiasi 5.      Perfusi jaringan baik pasien(ubah posisi
- usia yang ekstrim 6.      Menunjukan pasien) setiap dua jam
- kelembapan pemahaman dalam sekali.
- hipertermia,hipotermia proses perbaikan kulit 5.      Monitor kulit akan
- Faktor mekanik(mis.gaya dan mencegah adanya kemerahan.
gunting (shearing forces) terjadinya sedera 6.      Oleskan lotion atau
- Medikasi berulang minyak/baby oil pada
- Imobilitas fisik Mampu melindungi darah yang tertekan.
* Internal kulit dan 7.      Monitor aktivitas dan
-perubahan status cairan mempertahankan mobilisasi pasien.
-perubahan pigmentasi kelembaban kulit dan 8.      Memandikan pasien
-perubahan turgor perawatan alami dengan sabun dan air
-faktor perkembangan hangat.
Kondisi ketidak seimbangan
nutrisi Insision site care
- penurunan imunologis 1.        membersihkan
- penurunan sirkulasi memantau dan pada
- Kondisi gangguan metabolik luka yang
-Gangguan sensasi meningkatkan proses
-Tonjolan tulang penyembuhan luka
yang ditutup dengan
jahitan,klip atau
strapless.
2.        monitor proses
kesembuhan area
insisi.
3.        Monitor tanda dan
gejala infeksi pada
area insisi.
4.        Bersihkan area
sekitar jahitan atau
straples,menggunakan
lidi kapas steril .
5.        gunakan preparat
antiseptic,sesuai
program.
6.        ganti balutan pada
interval waktu yang
sesuai atau biarkan
luka tetap terbuka
(tidak dibalut)sesuai
program.

Dialysis Acces
Maintenance

4.      Resiko ketidakseimbangan NOC NIC


eletrolit

Definisi:Berisiko mengalami 1.      Fluid balance Fluid management


perubahan kadar elektrolit 2.      Hydration 1.   timbang
serum yang dapat mengganggu3.      Nutritional Status: popok/pembalut jika
kesehatan Food and Fluid intake diperlukan.
Faktor risiko Kriteria Hasil: 2.   Pertahankan catatan
1.      Defesiensi volume cairan 1.      Mempertahankan urine intake dan output yang
2.      Diare output sesuai dengan akurat.
3.      Disfungsi endokrin usia dan BB, BJ, urine 3.   Monitor status hidrasi
4.      Kelebihan volume cairan normal, HT normal. (kelembaban
5.      Gangguan mekanisme regulasi2.      Tekanan darah, nadi, membran mukos, nadi
(mis. diabetes, isipidus, suhu tubuh dalam batas adekuat, tekanan
sindrom, ketidaktepatan sekresi normal. darah ortostatik) jika
hormon antidiuretik) 3.      Tidak ada tanda diperlukan.
6.      Disfungsi ginjal dehidrasi, Elastisitas 4.   Monitor vital sign.
7.      Efek samping obat turgor kulit baik, 5.   Monitor masukan
(mis. medikasi drain) mebran mukosa makanan/cairandan
8.      Muntah lembab, tidak ada rasa hitung intake kalori
haus yang berlebihan harian.
6.   kolaborasi pemberian
cairan IV.
7.   Monitor status nutrisi.
8.   berikan cairan IV
pada suhu ruangan.
9.   Dorong masukan oral.
10.             Beriakn
penggantian
nesogatrik sesuai
output.
11.             Dorong keluarga
untuk membantu
pasien makan.
12.             Tawarkan snack
9jus buah, buah
segar).
13.             Kolaborasi
dokter jika tanda
cairan berlebih
muncul memburuk.
14.             Atur
kemungkinan tranfusi.
15.             Persiapan untuk
tranfusi Hypovolemia
Management.
16.             Monitor status
cairan termasuk intake
dan output cairan.
17.             Pelihara IV line.
18.             Monitor tingkat
Hb dan hematocrit.
19.             Monitor tanda
vital.
20.             Monitor respon
pasien terhadap
penambahan cairan.
21.             Monitor berat
badan.
22.             Dorong pasien
untuk menambah
intake oral.
23.             Pemberian cairan
IV monitor adanya
tanda dan gejala
kelebihan volume
cairan.
24.             Monitor adanya
tanda gagal ginjal

DAFTAR PUSTAKA
Suprianto, 2011, Keperawatan dan Kesehatan, http//www.scribd.com, diakses
tanggal 02 November 2011
Anonim, 2011. Eliminasi Fecal. http://id.wikipedia.org/wiki/. Di akses pada januari
2011.

Anda mungkin juga menyukai